UJI KUALITAS FISIK WAFER LIMBAH SAYURAN SEGAR DAN SILASE SELAMA PENYIMPANAN
ASYUHANDAR ARIF
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Kualitas Fisik Wafer Limbah Sayuran Segar dan Silase selama Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2013 Asyuhandar Arif NIM D24070248
ABSTRAK ASYUHANDAR ARIF. Uji Kualitas Fisik Wafer Limbah Sayuran Segar dan Silase selama Penyimpanan. Dibimbing oleh YULI RETNANI dan NAHROWI. Limbah sayuran berpotensi untuk diolah menjadi alternatif hijauan pakan. Teknologi olahan pakan yang cukup berkembang saat ini terhadap limbah sayuran adalah silase dan wafer. Tujuan penelitian ini adalah menguji kualitas fisik wafer limbah sayuran segar dan silase selama penyimpanan 12 minggu. Parameter yang diuji berupa kadar air, daya serap air, aktivitas air, dan kerapatan serta keberadaan serangga pada wafer. Wafer limbah sayuran segar memiliki kadar air dan aktivitas air yang lebih tinggi namun memiliki daya serap air dan kerapatan yang lebih rendah daripada wafer limbah sayuran silase. Faktor bahan penyusun wafer dan faktor priode penyimpanan menunjukkan perubahan yang nyata (p<0.05) terhadap semua parameter. Interaksi antar kedua faktor menunjukkan adanya perbedaan (p<0.05) terhadap kadar air, daya serap air, dan aktivitas air namun tidak berbeda (p>0.05) pada kerapatan. Tidak ditemukan adanya serangga pada wafer limbah sayuran segar dan silase selama penyimpanan. Berdasarkan perubahan kualitas fisik wafer selama penyimpanan 12 minggu, wafer limbah sayuran silase memiliki kualitas fisik yang lebih baik daripada wafer limbah sayuran segar. Kata kunci: limbah sayuran, periode penyimpanan, silase, wafer
ABSTRACT ASYUHANDAR ARIF. Physical Properties Evaluation of the Fresh and Silage Vegetable Waste Wafer During Storage. Supervised by YULI RETNANI and NAHROWI. Vegetable waste potentially to be processed into alternative forage. The recent feed technology used for vegetable waste were silage and wafer. The aim of the research was to evaluate the physical properties of wafer composed by fresh and silage vegetable waste during storage. Variables measured were moisture, water absorption, water activity, wafer density, and presences of the insect. Fresh vegetable waste wafer was high in moisture and water activity (aw) whereas lower in water absorption and wafer density than silage vegetable waste wafer. Factor of the wafer ingredient and storage periods were significantly different (p<0.05) to all variables. Interaction between the two factors were significant (p<0.05) in moisture, water absorption, and water activity but unsignificantly different (p>0.05) in wafer density. There was no insect founded in fresh and silage vegetable waste wafer during storage. Based on wafer physically changing during 12 weeks storage, silage vegetable waste wafer has a better quality than the fresh vegetable waste wafer. Keywords: silage, storage periods, vegetable waste, wafer
UJI KUALITAS FISIK WAFER LIMBAH SAYURAN SEGAR DAN SILASE SELAMA PENYIMPANAN
ASYUHANDAR ARIF
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2011 hingga April 2012 ini adalah teknologi hijauan pakan, dengan judul Uji Kualitas Wafer Limbah Sayuran Segar dan Silase selama Penyimpanan. Pemanfaatan kembali limbah sayuran baik untuk kebutuhan manusia maupun ternak serta industri sedang marak dilakukan. Ketersediaan limbah sayuran yang melimpah setiap hari sepanjang tahun menjadikan perlu diberikan perlakuan terhadap limbah-limbah tersebut sebelum diberikan ke ternak. Wafer dan silase menjadi tekologi pemanfaatan kembali limbah sayuran untuk dijadikan alternatif hijauan pakan. Kombinasi dari kedua teknologi tersebut diharapkan mampu memanfaatkan kembali limbah sayuran. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2013 Asyuhandar Arif
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
METODE
2
Bahan
2
Alat
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Prosedur Percobaan
2
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Silase Limbah Sayuran
7
Wafer Limbah Sayuran
8
Kualitas Fisik Wafer Limbah Sayuran Segar dan Silase
9
Kadar Air
9
Daya Serap Air
10
Akivitas Air
10
Kerapatan
11
Serangan Serangga
11
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
17
UCAPAN TERIMA KASIH
17
DAFTAR TABEL 1 Data nilai pH dan temperatur silase limbah sayuran 2 Penampilan fisik wafer limbah sayuran segar dan silase 3 Kualitas fisik wafer limbah sayuran berdasarkan pada interaksi antara faktor bahan penyusun dengan periode penyimpanan
7 8 9
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Diagram pembuatan wafer limbah sayuran segar dan silase Alat ms 1 portable water activity meter Pola pengukuran kerapatan wafer Penampakan fisik silase limbah sayuran Ruang dan rak penyimpanan wafer limbah sayuran segar dan silase
3 5 6 7 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Hasil ANOVA kadar air wafer Hasil ANOVA daya serap air wafer Hasil ANOVA aktivitas air wafer Hasil ANOVA kerapatan wafer Limbah sayuran Peralatan pembuatan silase Peralatan pembuatan wafer
15 15 15 15 16 16 16
PENDAHULUAN Kebutuhan manusia terhadap sayuran akan meningkatkan jumlah pasokan sayuran di pasar-pasar ibukota. Peningkatan pasokan sayuran tersebut akan berbanding lurus dengan jumlah limbah sayuran yang dibuang. Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur mencatat jumlah pasokan sayuran mencapai 8000 ton setiap minggunya dan sekitar 15% dari total pasokan sayuran tersebut merupakan limbah yang dibuang sebagai sampah (Bidang Informasi dan Data Pasar Induk Kramat Jati 2011). Limbah sayuran merupakan sayuran yang terbuang baik disengaja maupun tidak disengaja untuk memperbaiki kualitas produk sayuran (Muwakhid 2005). Sayuran yang terbuang sebagai limbah dikumpulkan di titik tertentu untuk dijadikan kompos (Janakiram 2011). Keberadaan limbah yang menumpuk tersebut akan mencemari lingkungan jika tidak segera dibuang atau diolah kembali (Kayouli dan Lee 2002). Limbah-limbah tersebut masih dapat dimanfaatkan kembali dengan menggunakan teknologi tradisional dan sederhana baik untuk kebutuhan manusia, hewan ternak, maupun untuk industri (Mastika 2009). Limbah sayuran memiliki potensi untuk menjadi alternatif hijauan pakan (Muwakhid et al. 2007; Ramli et al. 2009; Retnani et al. 2009). Beragam teknologi telah diterapkan untuk mengolah limbah sayuran, salah satunya yaitu teknologi olahan pakan silase dan juga wafer yang memanfaatkan kembali limbah sayuran untuk diberikan kepada ternak. Menurut Retnani et al. (2009), hasil uji palatabilitas pada domba terhadap wafer berbahan penyusun limbah sayuran menunjukkan bahwa wafer yang mengandung 25% klobot jagung manis, 50% limbah tauge, dan 25% limbah kembang kol memiliki nilai palatabilitas yang baik. Limbah sayuran bersifat perishable, bulky, dan voluminous serta ketersediaannya yang melimpah (Retnani et al. 2009). Limbah sayuran yang dijadikan wafer memerlukan proses pengeringan secara langsung menggunakan sinar matahari. Iklim pancaroba dengan dua musim di Indonesia menjadikan proses pengeringan sulit dilakukan sehingga limbah sayuran mudah mengalami pembusukan yang berdampak pada pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut menjadikan limbah sayuran lebih tepat jika diolah menjadi silase terlebih dahulu karena limbah sayuran berada dalam kondisi anaerob selama proses silase. Mengacu pada Perry et al. (2003) bahwa teknologi silase mampu mengurangi pemborosan hijauan, dapat dibuat dari hijauan yang kurang berkualitas, dan dapat dibuat pada beragam kondisi cuaca, maka teknologi silase yang diberikan sebelum limbah sayuran diolah menjadi bentuk pakan lain salah satunya yaitu wafer akan menunjang pemanfaatan kembali limbah sayuran yang tersedia melimpah setiap hari sepanjang tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas fisik wafer limbah sayuran segar dan silase selama penyimpanan 12 minggu.
2
METODE Bahan Bahan yang digunakan yaitu klobot jagung manis, limbah tauge, limbah kembang kol, molases, dan pollard. Limbah sayuran berupa klobot jagung manis dan limbah kembang kol diperoleh dari pasar induk Kramat Jati, sedangkan limbah tauge diperoleh dari pasar Bogor. Alat Peralatan yang digunakan yaitu chopper, sekop, timbangan mekanik, plastik terpal, drum silo, grinder, mesin kempa hidrolik, nampan plastik, dan terpal. Peralatan uji kualitas fisik berupa pH meter digital, ms 1 portable water activity meter, thermohidrometer, jangka sorong, gelas ukur, penggaris, dan timbangan digital. Kemasan wafer menggunakan karung plastik dan penyimpanan dilakukan dalam gudang penyimpanan.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Industri Pakan dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian adalah dari bulan September 2011 sampai dengan April 2012.
Prosedur Percobaan Silase Limbah Sayuran Tingkat palatabilitas yang baik terhadap konsumsi wafer limbah sayuran oleh ternak adalah wafer yang disusun oleh klobot jagung manis, limbah tauge, dan limbah kembang kol dengan rasio 25%, 50%, dan 25% dari total bahan (Retnani et al. 2009). Rasio tersebut digunakan sebagai komposisi pembuatan silase limbah sayuran. Klobot jagung manis dan limbah kembang kol dicacah menggunakan chopper. Bahan aditif silase berupa molases dan pollard digunakan masing-masing 2.5% dari total silase. Kedua aditif dicampur bersamaan dengan limbah tauge. Hasil pencampuran diaduk secara merata bersama klobot jagung manis dan limbah kembang kol. Campuran dimasukan dengan pemadatan dalam drum silo. Drum silo ditutup rapat menggunakan pengait tutup yang sesuai dengan diameter kepala drum dan disimpan selama 5 minggu di gudang penyimpanan. Evaluasi Kualitas Silase Limbah Sayuran Drum silo dibuka pada akhir minggu ke-5. Silase limbah sayuran dikaji kualitasnya berupa warna, bau, tekstur, dan nilai pH. Nilai pH silase diukur menggunakan pH meter digital.
3 Wafer Limbah Sayuran Segar dan Silase Pembuatan wafer limbah sayuran menggunakan proses pengeringan, penggilingan, dan pengempaan panas. Bagan proses pembuatan wafer tercantum pada Gambar 3. Limbah sayuran segar berupa klobot jagung manis, limbah tauge, dan limbah kembang kol ditimbang dengan perbandingan 1:2:1. Limbah sayuran segar dan silase masing-masing dikeringkan menggunakan bantuan matahari. Limbah sayuran segar dan silase yang telah kering digiling menggunakan grinder. Sebanyak 2.5% molases ditambahkan pada hasil penggilingan limbah sayuran segar. Limbah sayuran segar dan silase masing-masing ditimbang seberat 600 g dan dikempa hidrolik bersuhu 150°C bertekanan 200 kg/cm2 selama 15 menit. Wafer limbah sayuran segar dan silase dikemas menggunakan karung plastik dan disimpan dalam gudang penyimpanan.
Gambar 1. Diagram pembuatan wafer limbah sayuran segar dan silase.
4 Analisis Data Data diperoleh menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor, yaitu: 1. Faktor A sebagai faktor bahan penyusun wafer dengan dua taraf, yaitu: A1 sebagai wafer limbah sayuran segar. A2 sebagai wafer limbah sayuran silase. 2. Faktor B sebagai faktor periode penyimpanan dengan empat taraf, yaitu: B1 sebagai penyimpanan 0 minggu. B2 sebagai penyimpanan 4 minggu. B3 sebagai penyimpanan 8 minggu. B4 sebagai penyimpanan 12 minggu. Data diolah menggunakan ANOVA dan diuji lanjut dengan Least Squares Means. Model matematik yang digunakan, yaitu: Yijk=μ+ αi+ βj+ αβ ij+ εijk Keterangan, Yijk = nilai pengamatan faktor A dan B dalam ulangan ke-k µ = nilai rataan umum αi = bahan penyusun wafer (faktor A) βj = periode penyimpanan (faktor B) (αβ) ij = interaksi faktor A dengan faktor B εijk = galat faktor A dan faktor B dalam ulangan ke-k
Parameter yang diukur yaitu kadar air, daya serap air, aktivitas air, kerapatan, dan keberadaan serangga. Pengukuran parameter dilakukan sewaktu sampel memasuki akhir dari setiap periode penyimpanan. 1. Kadar Air Kadar air diukur menggunakan metode pengeringan oven mengacu pada AOAC (2005). Persentase kadar air diperoleh menggunakan rumus: KA =
Wa-(Wb-Wc) ×100% Wa
Keterangan : KA = Kadar air (%) Wa = Bobot sampel sebelum pengeringan (g) Wb = Bobot sampel setelah pengeringan (g) Wc = Bobot cawan (g)
2. Daya Serap Air Pengukuran daya serap air dilakukan menggunakan metode Cobbx (BSN 2008). Daya serap air dihitung menggunakan rumus:
5 DSA =
(Wb-Wa) ×F A
Keterangan : DSA = Daya serap air (g/cm2) Wa = Bobot awal sebelum perendaman (g) Wb = Bobot setelah perendaman (g) A = Luas permukaan serap (cm2) F = Faktor koreksi
3. Aktivitas Air Nilai aktivitas air (aw) pada wafer diukur menggunakan aw meter seri ms 1 portable (Gambar 2). Pengkalibrasian nilai aktivitas air menggunakan buffer aktivitas air yang telah diketahui nilainya. Bobot sampel yang diukur adalah 1 gram.
Gambar 2. Alat ms 1 portable water activity meter. Sumber: Dokumentasi pribadi.
4. Kerapatan Pengukuran besaran kerapatan wafer mengacu pada JIS (2008). Dimensi dan lokasi titik pengukuran (Gambar 3) diukur menggunakan jangka sorong dan diformulasikan dalam rumus: K= Keterangan : K = Kerapatan (g/cm2) W = Bobot sampel (g) p = Panjang sampel (cm) l = Lebar sampel (cm) t = Tebal sampel (cm)
W (p×l×t)
6
Gambar 3. Pola pengukuran kerapatan wafer. Keterangan: lingkaran menunjukan titik pengukuran tebal, 25:50:25 merupakan perbandingan dimensi pengukuran. Sumber: JIS (2008).
5. Keberadaan Serangga Keberadaan serangga pada wafer limbah sayuran segar dan silase dihitung secara deskriptif. Penghitungan dilakukan dengan melihat secara langsung keberadaan serangga pada wafer.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Silase Limbah Sayuran Silase berbahan penyusun klobot jagung manis, limbah tauge, dan limbah kembang kol memberikan tekstur yang remah kering, warna hijau tua kekuningan serupa dengan bahan penyusunnya, dan aroma khas silase. Kondisi pH silase limbah sayuran berada pada angka 3.33-3.48 dengan temperatur 30°C. Mengacu pada Ramli et al. (2009), silase dengan warna yang mendekati warna bahan penyusunnya, teksturnya remah kering, dan aromanya yang khas menunjukkan silase berkualitas baik.
Gambar 4. Penampakan fisik silase limbah sayuran. Sumber: Dokumentasi pribadi. Tabel 1. Data nilai pH dan temperatur silase limbah sayuran Parameter pH Temperatur
10-20 cm 3.33 30°C
Kedalaman silo 20-50 cm 3.42 30°C
50-100 cm 3.48 30°C
Nilai pH dan temperatur merupakan rataan dari lima titik ujipada setiap selang kedalaman silo.
Proses silase limbah sayuran berlangsung dalam drum silo. Menurut Perry et al. (2003) dan Ensminger dan Tyler (2006), silase dapat disimpan pada berbagai bentuk silo selama mampu mencegah masuknya udara bebas sewaktu fermentasi. Fermentasi silase mulai stabil memasuki minggu ke-3. Silase limbah sayuran mengalami proses fermentasi secara anaerob selama 5 minggu. Rendahnya pH silase memberikan optimalisasi proses silase dan mendukung pertumbuhan bakteri asam laktat (Ohshima et al. 1997). Mengacu pada Filya (2000) dan Muwakhid et al. (2007), bakteri asam laktat meningkatkan kualitas silase limbah sayuran dengan mengkondisikan proses silase pada pH yang rendah sehingga kandungan asam butiratnya rendah namun kandungan asam laktatnya tinggi. Mengacu pada Ohmomo et al. (2002), tingginya temperatur
8 silase limbah sayuran terjadi akibat aktivitas mikroorganisme yang memanfaatkan karbon dan mengubah energi menjadi panas.
Wafer Limbah Sayuran Wafer limbah sayuran segar merupakan wafer berbahan baku limbah sayuran segar yang dikeringkan dan diolah menjadi wafer, sedangkan wafer limbah sayuran silase merupakan wafer berbahan baku limbah sayuran yang diberikan perlakuan silase sebelum diolah menjadi wafer. Kedua jenis wafer memberikan penampakan fisik seperti wafer pakan pada umumnya. Tabel 2. Penampilan fisik wafer limbah sayuran segar dan silase Bahan Periode Penyusun Penyimpanan Wafer Limbah sayuran segar
Limbah sayuran silase
Tampilan fisik
Tingkat Aroma
Warna
Tekstur
Karamel
Ketengikan
0 minggu 4 minggu 8 minggu 12 minggu
Seperti bahan
Mudah dipatahkan
Agak
Tidak
Seperti bahan Seperti bahan Seperti bahan
Mudah dipatahkan Mudah dipatahkan Mudah dipatahkan
Tidak Tidak Tidak
Agak Tengik Tengik
0 minggu 4 minggu 8 minggu
Cokelat muda
Sulit dipatahkan
Pekat
Tidak
Agak cokelat Cokelat
Sulit dipatahkan Mudah dipatahkan
Pekat Pekat
Tidak Tidak
12 minggu
Cokelat
Mudah dipatahkan
Pekat
Tidak
Warna, tekstur, dan aroma wafer memengaruhi tingkat palatabilitas ternak terhadap wafer (Retnani et al. 2009). Tabel 2 menunjukan adanyaperubahan aroma selama penyimpanan 12 minggu pada wafer limbah sayuran segar namun tidak berubah pada wafer limbah sayuran silase. Ketengikan wafer limbah sayuran segar meningkat selama penyimpanan. Ketengikan dapat disebabkan oleh kadar airdan aktivitas air pada wafer (Yatno dan Purwanti 2010). Menurut Herawati (2008), aktivitas air mendukung proses oksidasi lemak. Tingginya aktivitas air (aw) wafer limbah sayuran segar mempercepat proses oksidasi lemak sehingga ketengikan meningkat. Wafer limbah sayuran silase memiliki aw yang rendah sehingga tingkat ketengikan wafer dapat ditekan. Proses pembuatan wafer memiliki perbedaan lama waktu pengeringan bahan. Limbah sayuran segar cenderung mengering lebih lambat daripada limbah sayuran silase. Limbah sayuran segar mengalami proses pembusukan sayuran terlebih dahulu sehingga pengeringan menjadi lebih lambat serta dapat mencemari udara sekitar lokasi pengeringan. Menurut Perusahan Pupuk Kaltim (2009), kemunculan senyawa amoniak selama pembusukan mengganggu pernapasan dan mampu membakar lapisan kulit sewaktu terjadi kontak langsung. Limbah sayuran silase mengalami proses pembusukan secara anaerob sehingga pengeringan menjadi lebih cepat dan mengantisipasi pencemaran lingkungan. Ketersediaan limbah sayuran dapat langsung difermentasi menjadi silase untuk diberikan
9 langsung ke ternak atau dapat diolah menjadi wafer jika silase berlebih sehingga mengurangi limbah sayuran terbuang.
Kualitas Fisik Wafer Limbah Sayuran Segar dan Silase Kualitas fisik berhubungan dengan dimensi, kekuatan, dan faktor lain bersifat mekanik dan fisika. Wafer limbah sayuran segar dan silase dikaji kualitas fisik berupa kadar air, daya serap air, aktivitas air, kerapatan wafer, dan keberadaan serangga. Tabel 3. Kualitas fisik wafer limbah sayuran berdasarkan pada interaksi antara faktor bahan penyusun dengan periode penyimpanan Bahan Periode Penyusun Penyimpanan Wafer Limbah sayuran segar
Limbah sayuran silase
Peubah yang Diujia Kadar Air
Daya Serap Air
0 minggu
13.59±0.09c
0.51±0.06c
0.72±0.05c 0.91±0.19b
4 minggu
17.82±0.16d
0.25±0.07b
0.76±0.01d 0.66±0.09a
8 minggu
18.04±0.07d 0.17±0.03ab 0.84±0.02e 0.60±0.06a
12 minggu
18.21±0.11d
0.13±0.01a
0.90±0.01f
0 minggu
8.57±1.03a
0.99±0.06f
0.55±0.06a 1.16±0.08c
4 minggu
11.14±0.97b 0.92±0.05ef 0.65±0.03b 1.07±0.06c
8 minggu
11.76±1.69b 0.87±0.08de 0.64±0.01b 0.91±0.14b
12 minggu
13.98±1.33c
0.79±0.08d
Aktivitas Air
Kerapatan Wafer
0.56±0.05a
0.68±0.01b 0.85±0.12b
a
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji Least Squares Means).
Kadar Air Faktor bahan penyusun wafer memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap persentase kadar air dan faktor periode penyimpanan juga berpengaruh nyata terhadap kadar air wafer. Interaksi antara faktor bahan penyusun dengan faktor periode penyimpanan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air wafer. Wafer limbah sayuran segar memiliki persentase kadar air yang lebih tinggi dibandingkan wafer limbah sayuran silase. Menurut Saenab et al. (2010), persentase kadar air yang lebih rendah akan berdampak pada periode penyimpanan yang lebih lama. Kadar air pada wafer limbah sayuran segar (Tabel 3) meningkat pada penyimpanan selama 4 minggu pertama dan cenderung stabil pada 8 minggu berikutnya dengan persentase kadar air melebihi 18%, sedangkan kadar air pada wafer limbah sayuran silase tetap mengalami perubahan selama 12 minggu penyimpanan dengan persentase kadar air di bawah 14%.
10 Kadar air wafer limbah sayuran segar dan silase dipengaruhi oleh bahan perekat wafer dan kelembaban lingkungan. Sifat higroskopis wafer menjadikan wafer mampu menyerap air udara. Sifat higroskopis juga bergantung pada persentase kadar air bahan baku penyusunnya. Mengacu pada Trisyulianti et al. (2001), perbedaan kadar air pada wafer disebabkan pengaruh kadar air bahan baku dan bahan perekat wafer. Wafer limbah sayuran segar menggunakan molases sebagai bahan perekat, sedangkan wafer limbah sayuran silase tidak menggunakan bahan perekat wafer karena kondisi silase limbah sayuran yang masih homogen.
Daya Serap Air Hasil uji menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) pada faktor bahan penyusun terhadap daya serap air dan perbedaan yang sangat nyata juga terjadi pada faktor periode penyimpanan terhadap daya serap air wafer. Interaksi antara faktor bahan penyusun dengan periode penyimpanan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap daya serap air wafer. Mengacu pada Yusmadi et al. (2008), aroma dan rasa memberikan pengaruh yang baik terhadap tingkat palatabilitas ternak dalam mengonsumsi wafer. Palatabilitas akan baik jika wafer memiliki rasa asam kemanisan dan lebih menggigit. Sifat menggigit berkaitan dengan daya serap air pada wafer. Menurut BSN (2008), daya serap air merupakan jumlah air yang diserap setiap satu meter persegi lembaran dalam waktu tertentu. Interaksi antara faktor bahan peyusun wafer dengan periode penyimpanan terhadap daya serap air pada wafer yang ditunjukkan pada Tabel 3 memperlihatkan kemampuan wafer limbah sayuran segar dalam menyerap air adalah lebih lemah daripada wafer limbah sayuran silase. Menurut Trisyulianti et al. (2001), molases yang digunakan sebagai bahan perekat pada wafer akan meningkatkan kadar air wafer yang berdampak pada penurunan daya serap air pada wafer. Kadar air yang tinggi pada wafer limbah sayuran segar menurunkan daya serap air. Mengacu pada Haroen et al. (2006), perbedaan kemampuan wafer dalam menyerap air juga disebabkan oleh perbedaan sifat higroskopis bahan.
Aktivitas Air Aktivitas air merupakan air yang secara fisik terikat dalam jaringan bahan. Air tersebut dapat dengan mudah diuapkan atau dimanfaatkan mikroorganisme sebagai media reaksi kimiawi (Divakaran 2003). Faktor bahan penyusun wafer dan juga faktor periode penyimpanan terhadap aktivitas air wafer memberikan perbedaan yang nyata (p<0.05). Interaksi antara faktor bahan penyusun dengan faktor periode penyimpanan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap aktivitas air wafer. Herawati (2008) menekankan bahwa nilai aktivitas air menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kualitas suatu bahan karena memicu pertumbuhan mikroorganisme yang juga berperan dalam perubahan enzimatik. Aktivitas tersebut menyebabkan berubahnya warna, rasa, dan aroma wafer. Stabilitas protein dan reaksi enzim pada bahan juga dipengaruhi oleh nilai aktivitas air.
11 Besar kecilnya nilai aktivitas air akan memengaruhi kualitas wafer. Aktivitas air wafer limbah sayuran segar dan silase meningkat selama penyimpanan. Interaksi antara faktor bahan peyusun wafer dengan periode penyimpanan terhadap daya serap air pada wafer yang ditunjukkan pada Tabel 3 menunjukkan wafer limbah sayuran segar memiliki nilai aktivitas air yang tinggi, sedangkan wafer limbah sayuran silase memiliki nilai aktivitas air yang lebih rendah.Wafer limbah sayuran silase mampu mempertahankan nilai aktivitas air di bawah 0.7 selama 12 minggu penyimpanansehingga lebih mampu bertahan dari kemunculan mikroorganisme yang mencemari wafer selama penyimpanan. Menurut Yatno dan Purwanti (2010) dan Herawati (2008), aktivitas air melebihi 0.7 mampu mendukung pertumbuhan mikroorganisme patogen sehingga akan menurunkan tingkat keamanan produk.
Kerapatan Japanese Industrial Standard (2008) mendefinisikan kerapatan sebagai hasil formulasi panjang, lebar, dan tebal terhadap bobot sampel. Faktor bahan penyusun wafer memberikan perbedaan nyata (p<0.05) terhadap kerapatan dan faktor periode penyimpanan juga berbeda nyata terhadap kerapatan wafer. Tidak terjadi interaksi (p>0.05) antara faktor bahan penyusun wafer dengan faktor periode penyimpanan terhadap kerapatan wafer. Kerapatan wafer bergantung pada volume wafer dan berubah selama penyimpanan. Wafer limbah sayuran pada penelitian Retnani et al. (2009) menunjukkan terjadinya penurunan kerapatan wafer selama penyimpanan. Menurut JIS (2008) dan Fithriani et al. (2006), selalu ada hubungan yang saling berkebalikan antara besaran kerapatan dengan volumenya. Pengembangan volume memberikan penurunan kerapatan wafer. Ukuran volume wafer dipengaruhi oleh tekstur bahan penyusun wafer. Perbedaan tekstur akan memengaruhi pengembangan volumenya selama penyimpanan. Limbah sayuran segar memiliki tekstur lebih renggang daripada limbah sayuran silase. Kondisi tersebut menjadikan kerapatan wafer limbah sayuran segar lebih kecil daripada wafer limbah sayuran silase (Tabel 3). Menurut Trisyulianti et al. (2003), wafer dengan kerapatan yang lebih besar akan memudahkan penanganan, penyimpanan, dan pengangkutan.
Serangan Serangga Keberadaan hama gudang bergantung pada vektor pembawanya. Ketiadaan vektor menjadikan tidak ditemukannya hama pada wafer limbah sayuran segar dan silase selama 12 minggu penyimpanan. Menurut CPI (2008), keberadaan hama gudang disebabkan oleh introduksi hama, interaksi hama bawaan dari bahan baku, atau kondisi ruang penyimpanan. Ruang penyimpanan yang bersih memberikan perlindungan dari hama (Ahmad 2009). Proses pembuatan wafer yang menggunakan pengempaan panas dapat menekan produktivitas hama yang mengintroduksi bahan.
12
Gambar 5. Ruang dan rak penyimpanan wafer limbah sayuran segar dan silase. Sumber: Dokumentasi pribadi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kualitas fisik wafer limbah sayuran silase lebih baik daripada wafer limbah sayuran segar selama penyimpanan 12 minggu dilihat dari aspek aktivitas air dan besaran kerapatan pada wafer.
Saran Pembuatan silase perlu diterapkan pada limbah sayuran sebelum dijadikan wafer. Hasil penelitian ini perlu diberikan uji pemberian pakan untuk melihat palatabilitas dan performa ternak uji terhadap wafer limbah sayuran silase.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad RZ. 2009. Cemaran kapang pada pakan dan pengendaliannya. J Litbang Pertanian. 28 (1) : 15-21. [AOAC] Association of Analytical Chemists. 2005. Official Methods of Analysis Association of Official Analytical Chemistry, ed 18th. Maryland (USA): AOAC International. Bidang Informasi dan Data Pasar Induk Kramat Jati. 2011. Pasokan sayur mayur dan buah-buahan Pasar Induk Kramat Jati. Jakarta (ID): Pasar Kramat Jati. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 0499: Kertas dan Karton, Cara Uji Daya Serap Air, Metode Cobb. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. [CPI] Charoen Pokphand Indonesia. 2008. Manajemen hama terpadu. Buletin K4. volume 5: 1.
13 Divakaran S. 2003. Moisture in feed and food product: It is not just water. Feed Management. 54 (7). Ensminger ME, Tyler HD. 2006. Dairy Cattle Science, 4st Ed. (USA): Pearson Prentice Hall. Filya IGA, Hen Y, Weinberg ZG. 2000. The effect of bacterial inoculants on the fermentation and aerobic stability of whole crop wheat Silage. Anim Feed Sci Technol. 88: 39 – 46. Fithriani D, Tri N, Jamal B. 2006. Pengaruh waktu pengempaan terhadap karakteristik papan partikel dari limbah padat pengolahan Gracilaria sp. J Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 1 (2): 125-133. Haroen WK, Ligia S, Maman S. 2006. Pemanfaatan limbah padat berserat industri kertas sebagai bahan pembuat partisi di IKM. J Berita Selulosa. 42 (1): 29-34. Herawati H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. J Litbang. Pertanian. 27 (4): 124-130. Janakiram T, Sridevi K. 2011. Phsyco-chemical examination of market wastes an aerobic composting study. J RJPBCS. 2 (2): 121-129. [JIS] Japanese Industrial Standard. 2008. JSI A 5908: 2003 Particleboards. Tokyo (JP): Standardization Promotion Department, Japanese Standard Association. Kayouli C, Lee S. 2002. Paper 6.0: Silage from by products for smallholders [internet]. [diacu 2012 April 19]. Tersedia dari: http://www.fao.org/DOCREP/005/X8486E/x8486e01.htm Mastika M. 2009. Pemikiran Kritis Guru Besar Universitas Udayana Bidang Agrokomplek. Bali (ID): Udayana Press. Muwakhid B. 2005. Isolasi, seleksi, dan identifikasi bakteri asam laktat isolat sampah organik pasar [disertasi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Muwakhid B, Soebarinoto, Sofjan O, Am A. 2007. Pengaruh penggunaan inokulum bakteri asam laktat terhadap kualitas silase limbah sayuran pasar sebagai bahan pakan. J Indon Trop Anim Agric. 32 (3): 159-166. Ohmomo S, Tanaka O, Kitamoto HK, Cai Y. 2002. Silage and microbial performance, old story but new problems. J JARQ. 36 (2): 59 – 71. Ohshima M, Kimura E, Yokota H. 1997. A method of making good quality silage from direct cut alfalfa by spraying previously fermented juice. J Anim Feed Sci Technol. 66: 129 – 137. Perry TW, Arthur EC, Robert SL. 2003. Feeds and Feeding. New Jersey (USA): Prentice Hall. Perusahaan Pupuk Kaltim. 2009. Senyawa amoniak (NH3) [internet]. [diacu 2011 Juli 29]. Tersedia dari: http://www.pupukkaltim.com/img/images//page/MSDS%20Amoniak.pdf Ramli N, Ridla M, Toharmat T, Abdullah L. 2009. Produksi dan kualitas susu sapi perah dengan pakansilase ransum komplit berbasis sumber seratsampah sayuran pilihan. J Indon Trop Anim Agric. 1: 34. Retnani Y, Syananta FP, Herawati L, Widiarti W, Saenab A. 2009. Physical characteristic and palatability of market vegetable waste wafer for sheep. J Anim Prod. 12 (1): 29-33. Saenab A, Laconi EB, Retnani Y, Mas’ud MS. 2010. Evaluasi kualitas pelet ransum komplit yang mengandung produk samping udang. JITV. 15 (1): 31-39.
14 Trisyulianti E, Jachja J, Jayusmar. 2001. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer ransum dari limbah pertanian sumber serat dan leguminose untuk ternak ruminansia. Med Pet. 24 (3): 76-81. Trisyulianti E, Suryahadi, Rakhma VN. 2003. Pengaruh penggunaan molasess dan tepung gaplek sebagai bahan perekat terhadap sifat fisik wafer ransum komplit. Med Pet. 26: 35-40. Yatno, Purwanti S. 2010. Pengaruh steaming dan lama penyimpanan terhadap sifat fisik pakan burung perkutut. JITP. 1 (1): 19-27. Yusmadi, Nahrowi, Ridla M. 2008. Kajian mutu dan palatabilitas silase dan hay ransum komplit berbasis sampah organik primer pada kambing peranakan etawah. J Agripet 8 (1): 31-38.
15 Lampiran 1. Hasil ANOVA kadarair wafer Sumber Penyimpanan Wafer penyimpanan*wafer Galat Total 1
df 3 1 3 24 31
JK 110.89 246.65 7.65 19.15 384.34
KT 36.97 246.65 2.55 0.79
F 46.32 309.09 3.19
P value1 0 0 0.04
F 37.07 895.59 5.70
P value1 0 0 0.004
berbeda nyata (p<0.05), tidak berbeda nyata (p>0.05).
Lampiran 2. Hasil ANOVA daya serap air wafer Sumber penyimpanan Wafer penyimpanan*wafer Galat Total 1
df 3 1 3 24 31
JK 0.39 3.16 0.06 0.08 3.69
KT 0.13 3.16 0.02 0.004
berbeda nyata (p<0.05), tidak berbeda nyata (p>0.05).
Lampiran 3. Hasil ANOVA aktivitas air wafer Sumber penyimpanan Wafer penyimpanan*wafer Galat Total 1
df 3 1 3 24 31
JK 0.10 0.24 0.02 0.02 0.38
KT 0.04 0.24 0.02 0.02
F 53.47 370.08 8.19
P value1 0 0 0.001
KT 0.17 0.8 0.01 0.01
F 14.56 69.18 0.85
P value1 0 0 0.48
berbeda nyata (p<0.05), tidak berbeda nyata (p>0.05).
Lampiran 4. Hasil ANOVA kerapatan wafer Sumber Penyimpanan Wafer penyimpanan*wafer Galat Total 1
df 3 1 3 24 31
JK 0.50 0.8 0.03 0.28 1.61
berbeda nyata (p<0.05), tidak berbeda nyata (p>0.05).
16 Lampiran 5. Limbah sayuran segar A
B
C
Keterangan: A. Limbah taoge, B. Klobot jagung manis, dan C. Kembang kol.
Lampiran 6. Peralatan pembuat silase A
B
C
Keterangan: A. Sekop, B. Timbangan, C. Drum silo.
Lampiran 7. Peralatan pembuat wafer A
B
C
Keterangan: A. Mesin giling, B. Timbangan, dan C. Kempa hidrolik.
17
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Mei 1988 di Pisangan Klender, Jakarta Timur. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Syafrizal dan Kartini. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2000 di SDN Malakasari 09 Jakarta Timur, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMPN 167 Jakarta Timur, dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMAN 44 Jakarta Timur. Penulis sempat aktif selama satu tahun di Lembaga Bimbingan Belajar Nurul Fikri untuk persiapan SPMB 2007. Penulis diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa melalui jalur SPMB 2007. Penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan IPB dan Paguyuban Mahasiswa Beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) IPB serta sempat menjabat sebagai Wakil Ketua di kedua lembaga tersebut. Penulis juga aktif di Yayasan Karya Salemba Empat, ISMAPETI, Komunitas Leaders Club, Komunitas Musik Grunge, dan Mien R. Uno Foundations. Penulis juga aktif di komunitas olahraga skateboarding se-Bogor bersama IPB Corner Skateboarding.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih atas bimbingan selama penyelesaian penulisan skripsi kepada kedua pembimbing yang bertanggung jawab terhadap kualitas tugas akhir, yaitu kepada Ibu Prof Dr Ir Yuli Retnani dan Bapak Prof Dr Ir Nahrowi. Ucapan terima kasih juga kepada penguji seminar skripsi, Bapak Dr Anuraga Jayanegara. Terima kasih juga kepada penguji sidang skripsi yaitu Ibu Ir Widya Hermana, Bapak Dr Ir Rudi Priyanto, dan Bapak Ir Asep Tata Permana. Penulis ungkapkan terima kasih kepada Ibu Indah Wijayanti yang telah membina penulis sejak awal penulis memasuki Fakultas Peternakan IPB. Untaian terima kasih kepada kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Syafrizal dan Ibu Kartini serta kepada Bapak Datuk Sati atas kepercayaan yang telah berikan. Terima kasih kepada Muhammad Ismail, Ahmad DJ Pakaya, Akhir Pebriansyah, Abas Kurniawan, Ai Taryati, dan Intan Jovintry atas saran yang diberikan. Penulis sampaikan terima kasih kepada Pasar Induk Kramat Jati Jakarta Timur serta Laboratorium Industri Pakan dan Teknologi Pakan IPB yang telah banyak membantu selama pengumpulan data. Tidak lupa pula ungkapan terima kasih kepada paguyuban KSE-IPB, hunian kosan Kastil Ummi, dan juga kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB. Terima kasih kepada bapak Hengky Purwowidagdo dari Yayasan Karya Salemba Empat bersama Bank Mandiri atas program bantuan pendanaan untuk penelitian serta skripsi. Atas berkat rahmat Allah Swt yang telah mempertemukan penulis dengan pihak-pihak tersebut di atas. Rasa syukur kepada Allah Swt penulis panjatkan atas semua nikmat dan hidayah-Nya.