EVALUASI KUALITAS KIMIA SILASE DEDAK PADI SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI LIE AULIA ANGGER PRATIWI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN LIE AULIA ANGGER PRATIWI. D24050821. 2010. Evaluasi Kualitas Kimia Silase Dedak Padi selama Penyimpanan. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir. Nahrowi, MSc : Ir. Abdul Djamil Hasjmy, MS
Dedak padi merupakan salah satu hasil ikutan penggilingan padi yang banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak akan tetapi produksinya sangat tergantung pada musim panen. Produksi padi pada musim panen melimpah sehingga produksi dedak padi juga akan meningkat sedangkan pada musim tanam produksi dedak padi akan menurun. Meskipun jumlah produksi dedak padi terus meningkat, jumlah ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan ternak terkait dengan sangat mudahnya dedak padi menjadi rusak. Dedak padi sangat sulit disimpan dalam pada suhu kamar dan kondisi aerob dikarenakan beberapa hal. Penyimpanan dalam kondisi aerob akan memungkinkan terjadinya proses oksidasi dan enzimatis sehingga dedak akan cepat tengik. Kontaminan seperti jamur dan serangga mudah menyerang pada penyimpanan dedak padi secara aerob. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan kimia dan biologi silase dedak padi yang disimpan selama 12 minggu dalam kondisi an aerob. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial (4x3) dengan 3 ulangan. Faktor A dedak perlakuan yang terdiri atas (P1) = Kontrol, (P2) = Silase Dedak Padi tanpa BAL, (P3) = Silase Dedak Padi dengan BAL, (P4) = P2 yang dikeringkan; faktor B adalah lama penyimpanan 0 minggu, 6 minggu, dan 12 minggu. Perlakuan P4 dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3-4 hari sampai kadar air 12 %. Pembuatan silase dedak padi P2, P3, dan P4 dilakukan selama 3 minggu kemudian semua perlakuan disimpan selama 12 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan protein kasar (PK), kehilangan Water Soluble Crabohydrate (WSC) dan derajat keasaman (pH) silase pada perlakuan P2 dan P3 lebih rendah dibandingkan P1 dan P4. Kehilangan protein kasar, kehilangan WSC, dan derajat keasaman (pH) untuk P1, P2, P3 dan P4 berturut-turut adalah 0,2-1,71%, 10-18%, dan 5,68; 0,04-0,59%, 0,13-11% dan 4,26; 0,3-0,53%, 9-14,5% dan 4,17; 1,36-1,41%, 7-11% dan 4,59. Sebaliknya jumlah koloni BAL dan kelarutan total P2 dan P3 lebih tinggi dari perlakuan P1 dan P4 yaitu berturut-turut 4,9-5,5 (log10 cfu/g) dan 4,15-5,28 (log10 cfu/g) vs 3,3-4,8 (log10 cfu/g) dan 4,5-5,28 (log10 cfu/g); 51,79 dan 50,59 vs 50,38 dan 48,64. Dapat disimpulkan bahwa dedak padi yang disimpan secara an aerob dengan dan tanpa penambahan BAL mempunyai kualitas yang lebih baik dibanding dengan yang disimpan secara aerob. Kata-kata kunci : dedak padi, penyimpanan, silase, WSC
ABSTRACT Evaluation of Chemical Quality of Rice Bran Silage during Storage L. A. A. Pratiwi, Nahrowi, A. D. Hasjmy Chemical and biological change of rice bran silage during storage were studied in factorial randomized design (4x3). Factor A was rice bran treatments i.e. P1 = rice bran without treatment (control), P2 = Silage of rice bran without lactic acid bacteria addition, P3 = Silage of rice bran with lactic acid bacteria addition and P4 = drying of P2, factor B was storage times i.e. 0, 6, and 12 weeks. Samples were stored at 25-30 0C under an aerobic condition. At 0, 6 and 12 weeks, samples were evaluated for crude protein lost, dry matter lost, solubility, water soluble carbohydrates, pH and also population of LAB. The results showed that silages treated with lactic acid bacteria (P3) and without lactic acid bacteria (P2) affected chemical compotition and ensiling quality. Crude protein lost, water soluble carbohydrates lost and pH in treated P2 and P3 were lower than those P1 and P4. Crude protein lost, water soluble carbohydrates lost and pH for P1, P2, P3 and P4 were 0.2-1.71%, 10-18%, and 5.68; 0.04-0.59%, 0.13-11% and 4.26; 0.3-0.53%, 914.5% and 4.17; 1.36-1.41%, 7-11% and 4.59, respectively treatments. Whereas colony of LAB and total solubility in P2 and P3 were higher than the others 4.9-.,5 (log10 cfu/g) and 4.15-5.28 (log10 cfu/g) vs 3.3-4.8 (log10 cfu/g) and 4.5-5.28 (log10 cfu/g); 51.79 and 50.59 vs 50.38 and 48.64. It is concluded that rice bran stored under an aerobic condition with or without lactic acid bacteria addition had better chemical quality compared with that of rice bran stored under aerobic condition. Key words : Rice bran, Silage, Storage, WSC
EVALUASI KUALITAS KIMIA SILASE DEDAK PADI SELAMA PENYIMPANAN
LIE AULIA ANGGER PRATIWI D24050821
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 15 November 1986 dari Bapak Priyono dan Ibu Yusriati Ulfa. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar tahun 1999 di SD Muhammadiyah Tieng dan pendidikan menengah tahun 2002 di SLTP Muhammadiyah 06 Tieng. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Muhammadiyah Wonosobo, Jawa Tengah dan pada tahun yang sama masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama. Penulis diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor tahun 2006. Selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, penulis aktif menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan periode 2006/2007. Tahun 2008, penulis berkesempatan mengikuti program magang di Pabrik Pakan Nutrifeed Klaten, Jawa Tengah.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini ditulis dengan judul “Evaluasi Kualitas Kimia Silase Dedak Padi selama Penyimpanan“. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan dari bulan Oktober 2008 hingga Mei 2009. Penelitian ini mempelajari pengaruh penyimpanan yang dilakukan pada dedak padi dengan teknik silase dibandingkan dengan yang disimpan bukan dengan teknik silase terhadap perubahan komposisi kimia yang dilihat dari kehilangan protein kasar, kehilangan total gula (Water Soluble Carbohydrate), kehilangan bahan kering, pH serta populasi bakteri asam laktat. Penyimpanan bahan pakan pada waktu tertentu dapat mengakibatkan kerusakan baik kerusakan fisik, kimia, maupun biologis. Dedak padi merupakan salah satu bahan pakan yang mudah mengalami kerusakan pada penyimpanan di bawah kondisi aerob. Ketengikan adalah kerusakan yang sering terjadi pada dedak padi selama penyimpanan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat dari proses enzimatis maupun adanya oksidasi. Teknologi silase merupakan penyimpanan bahan pakan pada kondisi an aerob yang diharapkan mampu mengurangi kerusakan tersebut serta dapat mempertahankan kualitas kimia dari bahan yang disimpan. Penulis
berharap
skripsi
ini
bermanfaat
bagi
semua
pihak
membutuhkan.
Bogor, Maret 2010
Penulis
yang
DAFTAR ISI RINGKASAN...……………………………………………………………. ..... i ABSTRACT……………………………………………………………………. ii RIWAYAT HIDUP……………………………………………………………. iv KATA PENGANTAR…………………………………………………………. v DAFTAR ISI…………………………………………………………………... vi DAFTAR TABEL……………………………………………………………...viii DAFTAR GAMBAR........................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... x PENDAHULUAN............................................................................................... 1 Latar Belakang......................................................................................... 1 Tujuan....................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 3 Dedak Padi............................................................................................... 3 Teknologi Penyimpanan Dedak Padi....................................................... 4 Silase......................................................................................................... 5 Zat Aditif Silase....................................................................................... 8 Bakteri Asam Laktat............................................................................... 9 Penyimpanan........................................................................................... 11 METODE............................................................................................................ 13 Lokasi dan Waktu................................................................................... Materi..................................................................................................... Metode................................................................................................... Tahap Peremajaan Bakteri Asam Laktat.................................... Pembuatan Silase Dedak Padi.................................................... Uji Penyimpanan......................................................................... Rancangan Percobaan.................................................................. Model Rancangan....................................................................... Peubah......................................................................................... Prosedur.................................................................................................. Total Gula (WSC)....................................................................... Kelarutan..................................................................................... Jumlah Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL)............................. Analisis pH..................................................................................
13 13 13 13 13 15 15 15 16 16 16 17 17 17
HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................... 18 Warna Silase Dedak Padi........................................................................ Kehilangan Bahan Kering....................................................................... Kehilangan Protein Kasar........................................................................ Derajat Keasaman....................................................................................
18 18 20 21
Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat....................................................... 23 Kehilangan Total Gula (WSC)................................................................ 24 Kelarutan................................................................................................. 26 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………
28
Kesimpulan.............................................................................................. 28 Saran........................................................................................................ 28 UCAPAN TERIMA KASIH.............................................................................. 29 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………. 30 LAMPIRAN…………………………………………………………………… 34
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Persyaratan Mutu Dedak Padi………………..………………………... 3 2. Karakteristik Silase Berdasarkan Kualitas yang Berbeda....................... 7 3. Beberapa Bentuk Aditif untuk Silase dan Komponennya....................... 9 4. Kehilangan Protein Kasar Silase Dedak Padi selama Penyimpanan....... 21 5. Rataan pH Silase Dedak Padi selama Penyimpanan…………………… 22 6. Rataan Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat (log10 cfu/gram)................ 23 7. Kehilangan WSC Silase Dedak Padi selama Penyimpanan..................... 24 8. Rataan Kelarutan Silase Dedak Padi selama Penyimpanan..................... 26
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Bagan Pembuatan Silase Dedak Padi………………………………….. 14 2. Skema Analisis Awal Total Gula dan Kelarutan………………………. 16 3. Warna Silase Dedak dengan Perlakuan Berbeda……………………..... 18 4. Kehilangan Bahan Kering selama Penyimpanan 6 dan 12 Minggu......... 20
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. ANOVA pada pH Silase Dedak Padi…………………………………. 35 2. ANOVA untuk uji Kontras Orthogonal pH Silase Dedak Padi………. 35 3. ANOVA Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Silase Dedak Padi......... 36 4. ANOVA pada WSC Silase Dedak Padi………………………………. 36 5. ANOVA untuk uji Kontras Orthogonal WSC Silase Dedak Padi…….
36
6. ANOVA Kelarutan Silase Dedak Padi................................................... 37 7. ANOVA untuk uji Kontras Orthogonal Kelarutan Silase Dedak Padi.. 37
PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi padi di Indonesia terus meningkat yang didukung oleh data yang menyebutkan bahwa produksi padi tahun 2009 mencapai 63 juta ton (BPS, 2010). Peningkatan produksi padi juga diikuti oleh meningkatnya produksi hasil samping dari padi tersebut. Produksi padi dalam proses penggilingan menghasilkan 5760% rendemen beras, 18-20% sekam dan 8-10% dedak (Deptan, 2009). Dedak padi merupakan salah satu hasil ikutan dari penggilingan padi yang banyak digunakan sebagai bahan baku pakan ternak akan tetapi produksi ini tergantung dari musim panen. Produksi padi pada musim panen melimpah sehingga produksi dedak padi juga akan meningkat sedangkan pada musim tanam dedak padi akan menurun. Jumlah dedak padi yang melimpah ini masih belum dapat memenuhi kebutuhan ternak terkait dengan sangat mudahnya dedak padi menjadi rusak. Dedak padi sangat sulit disimpan dalam kondisi aerob dan suhu kamar dikarenakan
beberapa
hal.
Penyimpanan
dalam
kondisi
aerob
akan
memungkinkan terjadinya proses oksidasi dan enzimatis sehingga dedak akan cepat tengik. Ketengikan merupakan hasil dari autooksidasi asam lemak tak jenuh yang menimbulkan bau dan flavor yang tidak diinginkan sehingga akan mempengaruhi pada penyimpanannya. Gordon (2001) menyatakan bahwa ketengikan merupakan reaksi antara oksigen dan asam lemak tak jenuh yang dikatalis oleh logam seperti besi dan tembaga serta enzim lipoxygenase. Bentuk lain dari kerusakan akibat reaksi oksidasi adalah hidroperoksida yang merupakan hasil dari reaksi enzimatis oleh enzim lipoxygenase pada asam lemak tak jenuh. Kontaminan seperti jamur dan serangga mudah menyerang pada penyimpanan dedak padi secara aerob. Keberadaan serangga juga dipengaruhi oleh kadar air yang ada dalam bahan pakan. Bahan pakan yang disimpan dalam kondisi aerob akan meningkatkan kandungan air bahan akibat kontak dengan udara (oksigen) sehingga jamur dan serangga dapat berkembang. Francis dan Wood (1982) menyebutkan bahwa pada kadar air 8-25% dan kelembaban relatif lebih dari 60% serangga dan jamur akan menyerang bahan pakan yang disimpan pada suhu kamar dan terjadi kerusakan kimia.
Permasalahan tersebut di atas dapat diatasi dengan menerapkan teknologi silase. Teknologi ini menerapkan penyimpanan dalam kondisi an aerob dengan atau tanpa penambahan stimulan. Teknologi fermentasi an aerob (silase) merupakan teknologi yang dikhususkan untuk mengawetkan bahan pakan dalam waktu lama dengan penurunan kualitas yang sangat minim dibanding dengan teknologi pengawetan yang lain seperti hay. Teknologi pengawetan dengan hay harus memperhatikan diantaranya kadar air bahan, waktu panen atau pengambilan bahan pakan (hijauan), banyak daun, metode pemotongan serta varietas dari hijauan atau bahan pakan yang akan diawetkan (Hughes et.al, 1966). Sedangkan pada pengawetan dengan silase, waktu panen dapat dilakukan pada semua musim baik musim hujan maupun kemarau. Silase dengan pH yang rendah akan dapat mengurangi kerusakan akibat oksidasi karena penyimpanan an aerob yang digunakan. Selain itu, pH rendah menyebabkan terbentuknya kondisi asam sehingga reaksi enzimatis seperti enzim pemecah lemak (lipase) dapat terhambat. Penelitian ini akan mengevaluasi kualitas kimia dan biologi silase dedak padi selama penyimpanan. Tujuan Penelitian ini bertujuan mengkaji perubahan kimia silase dedak padi selama proses penyimpanan an aerob termasuk didalamnya komposisi kimia (Bahan Kering, Protein Kasar), Total Gula, Kelarutan, pH dan Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat.
2
TINJAUAN PUSTAKA Dedak Padi Dedak merupakan hasil samping dari pemisahan beras dengan sekam (kulit gabah) pada gabah yang telah dikeringkan melalui proses pemisahan dengan digiling atau ditumbuk yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Proses pemisahan menjadi dedak ini akan mendapatkan 10% dedak padi, 50 % beras dan sisanya hasil ikutan seperti pecahan butir beras, sekam dan sebagainya, akan tetapi persentase ini tergantung pada umur, varietas padi yang ditanam, derajat penggilingan serta penyosohan (Grist, 1972). Hal ini juga didukung oleh produksi padi yang terus meningkat yaitu mencapai 63 juta ton pada tahun 2009 sehingga perkiraan produksi hasil samping dedak mencapai lebih dari 6 juta ton dedak padi (BPS, 2010). Hartadi dkk (1997) menyatakan bahwa dedak dengan kandungan serat kasar 6-12 % memiliki kandungan lemak 14,1%, protein kasar 13,8%, sedangkan menurut National Research Council (1994) dedak padi mengandung energi metabolis sebesar 2980 kkal/kg, protein kasar 12,9%, lemak 13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,22%, Mg 0,95%. Tabel 1. Persyaratan Mutu Dedak Padi Komposisi
Mutu I
Mutu II
Mutu III
Air (%) Maksimum
12
12
12
Protein Kasar (%) minimum
11
10
8
Serat Kasar (%) maksimum
11
14
16
Lemak (%) maksimum
15
20
20
Asam Lemak bebas (%) terhadap
5
8
8
11
13
15
Ca (%)
0,04-0,3
0,04-0,3
0,04-0,3
P (%)
0,6-1,6
0,6-1,6
0,6-1,6
Aflatoksin (ppb) maksimum
50
50
50
Silica (%) maksimum
2
3
4
lemak maksimum Abu (%) maksimum
Sumber: DSN, 2001
Dedak berdasarkan komposisi tersebut mempunyai kadar lemak yang cukup tinggi, hal ini yang mempengaruhi penyimpanannya karena 6-10% dedak padi mudah mengalami ketengikan oksidatif. Dedak padi mentah yang dibiarkan pada suhu kamar selama 10-12 minggu dapat dipastikan 75-80% lemaknya berupa asam lemak bebas, yang sangat mudah tengik (Amrullah, 2002). Selain lemak kasar, dedak padi juga mengandung fitat tinggi dan serat kasar yang cukup tinggi yang berasal dari pemisahan gabah menjadi beras dan ikutannya. fitat dan serat kasar ini yang menyebabkan dedak padi penggunaannya sangat terbatas pada ternak tertentu seperti ayam petelur dan pedaging karena berpengaruh pada ketersediaan fosfor yang diperlukan oleh tubuh ternak. Teknologi Penyimpanan Dedak Padi Penyimpanan dedak padi telah dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dilaporkan oleh Imai (1998) pada penelitiannya dengan perlakuan panas pada dedak padi untuk mengurangi kerusakan. Pemanasan dilakukan dengan penguapan pada tekanan 3-4 kg/cm2 dan disimpan pada suhu 350C dapat mengurangi kadar air menjadi sebesar 8% dari kadar air dedak padi 12% yang berarti dapat menekan kerusakan oleh jamur akibat tingginya kadar air. Hasil penelitian tersebut menyatakan aktivitas lipase menurun menjadi sebesar 1,8 mV/g dari pada dedak padi tanpa perlakuan (3,6 mV/g) yang berarti dengan pemanasan dapat mengurangi adanya pemecahan lemak/minyak oleh enzim lipase sehingga mencegah terjadinya ketengikan. Imai (1998) ini juga melaporkan perbandingan penyimpanan dedak padi pada pemanasan dan di bawah suhu refrigerator 30C. Penyimpanan di bawah suhu refrigerator tidak dilaporkan untuk kadar air dan aktivitas lipase. Kandungan asam (AV) menurun setelah penyimpanan beberapa minggu mencapai 27 dari 121 untuk dedak padi tanpa perlakuan. Pemanasan maupun refrigerator dilaporkan dapat menurunkan kandungan asam (AV). Dedak padi sebagai produk samping dari penggilingan padi dapat digunakan sebagai pakan ternak dan potensial digunakan untuk komposisi makanan dan sumber minyak (Mc Caskill dan Zhang, 1999). Oleh karena itu, harus stabil produksinya terutama kandungan lipase, enzim yang menghidrolisis dengan cepat lemak/minyak dalam bentuk FFA dan gliserol yang dapat 4
menurunkan kualitas dedak padi secara drastis (Enochain et. al., 1981). Kestabilan dedak padi dapat dilakukan dengan cara penonaktifan enzim melalui perlakuan panas seperti ekstruksi atau pemanasan menggunakan mikrowave (Randall et. al., 1985; Sayre et. al., 1985; Ramezanzadeh et. al., 2000). Penelitian yang dilaporkan Lakkakula et. al. (2003) menyatakan bahwa penyimpanan dedak padi yang sebelumnya dilakukan pemanasan ohmik (pemanasan secara elektrik) dapat menurunkan kadar FFA cukup tinggi sedangkan dengan pemanasan mikrowave kadar FFA menurun lebih tinggi dalam hal ini juga dipengaruhi oleh kadar air pada awal perlakuan. Penyimpanan dilakukan dengan waktu yang sama antara kedua perlakuan sedangkan kestabilan dedak padi dapat terlihat setelah suhu mencapai 1000C. Dedak padi sebagai pakan memiliki permasalahan penyimpanan yang belum dapat dipecahkan. Selain dedak padi mudah mengalami ketengikan karena kandungan lemaknya yang tinggi juga pakan ini mudah mendatangkan serangga khususnya kutu Tribolium castaneum. Masalah ini menjadi penting karena dedak padi dengan produksinya yang tinggi, dapat melengkapi bahan pakan lain yang produksinya kurang sehingga harus dijaga pada proses penyimpanannya. Silase Silase merupakan pengawetan bahan pakan melalui fermentasi yang menghasilkan kadar air yang tinggi yang biasa digunakan pada hijauan sebagai pakan ruminansia atau pakan yang berasal dari tanaman serealia (Mc Donald et. al., 1991). Ada dua cara pembuatan silase yaitu secara kimia dan biologis. Cara kimia dilakukan dengan penambahan asam sebagai pengawet seperti asam format, asam propionat, asam klorida, dan asam sulfat. Penambahan tersebut dibutuhkan agar pH silase dapat turun dengan segera (sekitar 4,2), sehingga keadaan ini akan menghambat proses respirasi, proteolisis dan mencegah aktifnya bakteri Clostridia (Coblentz 2003; Mc Donald et. al., 1991). Secara biologis dengan memfermentasi bahan sampai terbentuk asam sehingga menurunkan pH silase. Asam yang terbentuk selama proses tersebut antara lain adalah asam laktat, asam asetat dan asam butirat serta beberapa senyawa lain seperti etanol,
5
karbondioksida, gas metan, karbon monoksida, nitrit (NO) dan panas (Mc Donald et. al., 1991; Woolford 1984; Bolsen et. al., 2000). Pembuatan silase secara garis besar dibagi menjadi empat fase (Bolsen dan Sapienza, 1993). Fase pertama adalah fase aerob ini berlangsung dua proses yaitu proses respirasi dan proses proteolisis, akibat adanya aktivitas enzim yang berada dalam tanaman tersebut. Proses respirasi secara lengkap menguraikan gula-gula tanaman menjadi karbondioksida dan air, dengan menggunakan oksigen dan menghasilkan panas. Fase kedua adalah fase fermentasi ketika kondisi an aerob tercapai pada bahan yang diawetkan beberapa proses mulai berlangsung, isi sel tanaman mulai dirombak. Pada hijauan basah, proses ini berlangsung dalam beberapa jam, sedangkan pada hijauan kering dapat berlangsung seharian. Fase ketiga adalah fase stabil, setelah masa aktif pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat berakhir, maka proses ensilase memasuki fase stabil, hanya sedikit sekali aktivitas mikroba. Fase terakhir yaitu fase pengeluaran silase, oksigen secara bebas akan mengkontaminasi permukaan silase terbuka. Coblentz (2003) menyebutkan ada tiga hal penting agar diperoleh kondisi yang an aerob dan asam dalam waktu singkat yaitu menghilangkan udara dengan cepat, menghasilkan asam laktat yang membantu menurunkan pH, mencegah masuknya oksigen ke dalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan. Stimulan fermentasi bekerja membantu pertumbuhan bakteri asam laktat sehingga kondisi asam segera tercapai, contohnya inokulan bakteri yaitu bakteri asam laktat yang berfungsi untuk meningkatkan populasi bakteri asam laktat dalam bahan pakan, sedangkan inhibitor fermentasi digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk seperti Clostridia sehingga pakan bisa awet, sebagai contoh yaitu asam-asam organik seperti asam format, propionat dan laktat. Salah satu penambahan zat aditif sebagai stimulan fermentasi yaitu dengan bakteri asam laktat seperti lactobacillus plantarum, pledioccus pentosomonas. Proses silase juga memiliki prinsip yaitu menekan bakteri yang tidak diinginkan seperti bakteri pembusuk dan meningkatkan jumlah bakteri yang diharapkan seperti bakteri asam laktat.
6
Tabel 2. Karakteristik Silase Berdasarkan Kualitas yang Berbeda Karakteristik
Kualitas silase Baik
Sedang
Hijau terang sampai kuning atau hijau kecoklatan tergantung materi silase Asam
Jelek
Hijau kekuningan sampai hijau kecoklatan Agak tengik dan bau amonia Kokoh, dan lebih Bahan lebih lembut, sulit dipisahkan lembut dan mudah dari serat dipisahkan dari serat
Hijau tua, hijau kebiruan, abu-abu, atau coklat
kadar air <65%
<4,8
<5,2
>5,2
kadar air >65%
<4,2
<4,5
>4,8
Asam laktat
3-14% BK
Bervariasi
Bervariasi
Asam butirat
<0,2% BK
0,2-0,5% BK
>0,5% BK
N-Amonia
<10
10-16
>16
(%total <15
15-30
>30
Warna
Bau
Tekstur
Sangat tengik, bau amonia dan busuk Berlendir, jaringan lunak, mudah hancur, berjamur atau kering
pH
(%total N) ADIN N) Sumber: Macaulay (2004)
Silase yang baik mempunyai ciri-ciri: warna masih hijau atau kecoklatan, rasa dan bau asam adalah segar, nilai pH rendah, tekstur masih jelas, tidak menggumpal, tidak berjamur serta tidak berlendir (Siregar, 1996). Silase memiliki beberapa kelebihan antara lain : (1) ransum lebih awet, (2) memiliki kandungan bakteri asam laktat yang berperan sebagai probiotik dan (3) memiliki kandungan asam organik berperan sebagai growth promotor dan penghambat penyakit. Silase yang baik diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim yang tidak dikehendaki serta dapat mendorong berkembangnya bakteri penghasil asam laktat (Bolsen dan Sapienza, 1993). Kualitas silase dicapai ketika asam laktat sebagai asam yang dominan diproduksi, menunjukkan fermentasi asam yang efisien dan penurunan pH terjadi secara cepat. Fermentasi semakin cepat terjadi maka 7
semakin banyak nutrisi yang dikandung silase dapat dipertahankan (Schroeder, 2004). Selain itu faktor yang mempengaruhi kualitas silase secara umum juga dipaparkan yaitu kematangan bahan dan kadar air, besar partikel bahan, penyimpanan pada saat ensilase dan aditif. Kualitas silase juga dipengaruhi oleh 1) karakteristik bahan (kandungan bahan kering, kapasitas buffer, struktur fisik dan varietas), 2) tata laksana pembuatan silase (besar partikel, kecepatan pengisian ke silo, kepadatan pengepakan, dan penyegelan silo), 3) keadaan iklim (suhu dan kelembaban) (Sapienza dan Bolsen, 1993). Pemberian silase pada ternak dilakukan dengan mengeluarkan silase dari silo secara bertahap pada saat akan diberikan pada ternak. Silase yang telah dikeluarkan harus diangin-anginkan untuk mengurangi bau alkohol hasil fermentasi. Bahan kering silase juga mempengaruhi konsumsi oleh ternak sehingga diperlukan keseimbangan antara kebutuhan untuk disimpan dan keperluan makan harian bagi ternak. Kualitas silase untuk pemberiannya pada ternak harus disesuaikan keseimbangan kandungan nutriennya agar dapat secara efisien memenuhi kebutuhan ternak (Sapienza dan Bolsen, 1993). Zat Aditif Silase Zat aditif merupakan suatu zat yang ditambahkan pada proses atau bahan yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari bahan tersebut. Zat aditif ditambahkan pada silase bertujuan mendapatkan fermentasi yang berkualitas, mengurangi fermentasi yang tidak diinginkan dan meningkatkan nilai nutrisi silase sehingga dapat meningkatkan performa ternak (Jones et. al. 2004; Muck dan Kung 1997; Schroeder 2004). Secara umum aditif silase dibagi menjadi 3 kelompok yaitu stimulan fermentasi, penghambat fermentasi dan tambahan nutrisi. Jenis-jenis aditif di atas dapat dilihat pada Tabel 2. Pengawetan hijauan melalui fermentasi Water Soluble Carbohydrate (WSC) secara an aerob untuk menghasilkan asam-asam organik memerlukan ketersediaan populasi BAL dan substrat yang mendukung fermentasi yang baik (Stokes, 1992). Mc Donald et. al., (1991) mengemukakan bahwa bahan yang kaya karbohidrat seperti molases, gula, pati yang berasal dari tanaman biji-bijian, whey, ampas citrus dan kentang merupakan sejumlah bahan yang berfungsi sebagai stimulan pada proses fermentasi dan merangsang perkembangan BAL. 8
Tabel 3. Beberapa Bentuk Aditif untuk Silase dan Komponennya Inokulan bakteri Bakteri asam laktat
Pendorong Enzim Sumber Substrat Amilase Molases
Penghambat Pengawet lainnya Format Amonia
Sumber nutrien
Propionat
Urea
Kapur
Hemiselulase Sukrosa
Asetat
Sodium klorida
Mineral
Pektinase
Dextrosa
Laktat
Karbondioksida
lainnya
Protease
Whey
Kaproat
Sodium sulfat
Xilanase
Sereal
Sorbat
Sodium silfit
Ampas tebu
Benzoat
Sodium hidroksida
Ampas citrus
Akrilat
Selulase
Glukosa
Asam
Urea
hidroklorat Sumber: Muck dan Bolsen (1991)
Enzim pendegradasi karbohidrat komplek pada tanaman juga dapat ditambahkan sebagai stimulan fermentasi (Mc Donald et. al., 1991; Jones et. al., 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan enzim dapat meningkatkan produksi asam laktat, menurunkan pH, menurunkan kadar nitrogen amonia, tetapi tidak mempengaruhi kecernaan pakan (Spoelstra et. al., 1992; Ridla dan Uchida 1993; Jacobs et. al., 1991). Secara keseluruhan penambahan enzim kurang efektif jika dibandingkan dengan penambahn inokulan bakteri sebagai stimulan pada proses fermentasi. Penambahan enzim tidak dianjurkan pada silase jagung (Jones et. al., 2004). Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat seperti Lactobacillus bulgaricus, Lactobacilus acidophilus, Bifidobacteria thermophilum dan jenis fungi seperti Saccharomyces cerevisiae adalah contoh-contoh probiotik yang telah diproduksi secara komersial. Lingkungan
menyenangkan
untuk
pertumbuhan
bakteri
menguntungkan
(penurunan pH dengan memproduksi asam laktat) akan tercipta dengan mensuplai probiotik pada ransum ternak. Probiotik seperti BAL juga dapat mengurangi produksi racun dan menurunkan produksi amonium dalam saluran pencernaan (Samadi, 2008).
9
Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri gram positif, bentuk batang yaitu suatu mikroorganisme yang dapat menahan kompleks berwarna primer ungu kristal iodium (sel tampak biru atau ungu). Bakteri asam laktat umumnya tidak membentuk spora kecuali Sporolactobacillus. Selnya berbentuk bulat atau batang dan tidak menghasilkan katalase. Bakteri asam laktat terdiri dari beberapa genus antara lain Streptococcus, Lactobacillus dan Leuconostoc (Mc Donald et. al., 1991). Bakteri
asam
laktat
merupakan
golongan
mikroorganisme
yang
bermanfaat karena sifatnya tidak toksik bagi inang dan mampu menghasilkan senyawa yang dapat membunuh bakteri patogen. Sesuai dengan namanya bakteri asam laktat bakteri ini menghasilkan asam laktat sebagai metabolismenya yang sangat bermanfaat dalam menghambat pertumbuhan organisme lain yang merugikan bagi tubuh. Bakteri asam laktat ini juga memproduksi metabolit sekunder seperti asam hidroksi peroksida, diasetil, amonia, asam lemak dan bakteriosin yang dapat menghambat bakteri patogen (Lopez, 2000). Bakteri asam laktat berfungsi sebagai stimulan pada proses pembuatan silase yaitu dapat menekan pertumbuhan bakteri pembusuk yang tidak diharapkan ada pada produk silase. Mc Donald et. al. (1991) menyatakan bahwa kriteria BAL untuk silase antara lain harus dapat tumbuh dengan cepat, mampu bersaing dan mendominasi dari organisme lain, memiliki bakteri yang homofermentatif untuk memproduksi secara maksimal asam laktat dari gula hexosa, toleran terhadap asam, menurunkan pH dengan cepat untuk menghambat aktivitas organisme lain, mampu memfermentasi glukosa, fruktosa, sukrosa, fruktan termasuk gula pentosa, tidak memproduksi dextran dari sukrosa atau manitol dari fruktosa, mempunyai range pertumbuhan pada suhu hingga 500C, mampu tumbuh dalam kandungan bahan dengan kadar air yang rendah akibat pelayuan serta bakteri yang digunakan bukan termasuk bakteri proteolitik. Penyimpanan Penyimpanan menurut Robertson (1991) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu karakteristik produk (sifat kimia, fisik dan mikrobiologis), lingkungan dan bahan pengemas dan sistem pengemasannya. Kerusakan pada mikrobiologis terjadi 10
karena adanya peranan bakteri, kapang dan khamir. Bahan pangan yang mengandung banyak protein akan lebih rentan terhadap pertumbuhan bakteri sedangkan bahan pangan dengan tinggi gula akan rentan pada pertumbuhan khamir. Penyimpanan terdiri atas dua cara yaitu penyimpanan aerob dan an aerob. Bahan pakan yang disimpan secara aerob yaitu dapat disimpan pada udara terbuka atau udara (oksigen) dapat masuk secara bebas. Kerugian penyimpanan ini jika bahan pakan mengandung lemak tinggi dapat teroksidasi dan mudah rusak karena ketengikan, kutu akan bebas masuk untuk mengambil zat-zat makanan dari bahan pakan yang disimpan. Penyimpanan secara an aerob merupakan penyimpanan dengan kedap udara. Proses ini akan berjalan suatu proses fermentasi yang menggunakan bahan organik dari bahan pakan seperti karbohidrat dengan menggunakan energi. Proses ini akan menghasilkan asam-asam organik dan karbondioksida sebagai hasil samping proses fermentasi. Beberapa metode penyimpanan bahan baku secara modern, menurut Hall (1970) adalah sebagai berikut: 1) Penyimpanan secara terbuka di lantai, atau pada tempat tertentu, 2) Penyimpanan pada silo atau gudang, 3) Penyimpanan pada kontainer, 4) Penyimpanan di kantong-kantong secara terbuka, 5) Penyimpanan dalam kantong yang sudah ditutup secara permanen. Penyimpanan bahan pada ruangan terbuka menyebabkan bahan cepat mengalami penurunan daya simpan dan kualitas, karena pengaruh fluktuasi lingkungan (suhu dan kelembaban). Selain itu, ruangan terbuka dapat mencemari bahan baik pencemaran mikro misalnya mikroba maupun pencemaran makro, misalnya serangga (Robi’in, 2007). Penyimpanan secara an aerob dapat mengurangi penurunan kualitas bahan pakan yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar tempat penyimpanan. Penyimpanan pakan secara aerob dapat mengurangi kualitas pakan akibat adanya kontaminan dari serangga, tungau, mikroorganisme, burung, tikus dan sebagainya. Pakan dalam bentuk bijian jika kehilangan komposisi zat makanannya secara ekonomis akan menurun. Salah satu cara agar penyimpanan secara aerob dapat menekan kehilangan kualitas pakan adalah dengan mengurangi kadar air melalui pengeringan yang akan mengurangi kehilangan kualitas pakan selama penyimpanan dan penanganan serta menekan kehilangan berat selama transportasi, penanganan dan penyimpanan (Muir, 2000). Selanjutnya disebutkan
11
pada Phillips (1995) bahwa pada kadar air yang tinggi akibat penyimpanan aerob dapat menyebabkan kotoran seperti debu dapat menempel. Hal ini akan mengakibatkan penurunan nilai ekonomis karena 70% kualitas akan menurun sehingga untuk mencegah dapat dilakukan dengan penyimpanan secara an aerob. Muir et. al. (2000) menyatakan bahwa penyimpanan pakan dapat dilakukan dengan kontrol atmosfer diantaranya dengan penyimpanan tanpa udara (an aerob), penyimpanan dengan rendah oksigen, penyimpanan dengan tinggi karbondioksida, dan pembakaran gas. Kontrol atmosfer ini digunakan untuk kontrol serangga dan menjaga viabilitas pakan selama penyimpanan dalam jangka waktu lama. Penyimpanan secara an aerob paling efektif dalam menjaga kualitas dan kuantitas pakan sehingga dapat mengurangi biaya penanganan karena tanpa penambahan gas. Penyimpanan an aerob dalam pakan bentuk bijian yang mengandung kadar air cukup tinggi dapat mencegah pertumbuhan jamur selama penyimpanan dalam jangka panjang. Kadar air yang tinggi mencapai lebih dari 25% salah satu syarat dalam penyimpanan tanpa udara (an aerob). Perubahan kimia dari pakan yang disimpan secara an aerob dengan kadar air 16-25% akan meningkatkan pada gula mudah dicerna dan penurunan gula yang sulit dicerna (Hyde dan Burrell, 1973). Selanjutnya disebutkan bahwa pada kadar air lebih dari 25% akan meningkatkan keasaman dengan menjaga temperatur tetap rendah.
12
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 sampai dengan bulan Mei 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Bahan utama yang digunakan adalah dedak padi sebanyak 36 kg (36 kantong), sedangkan bahan lain antara lain aquades, BAL (Bakteri Asam Laktat), MRS (Mann Rhogose Shape) Agar, dan MRS Broth. Komposisi bahan untuk MRS Agar yaitu glukosa, yeast extract, casein, pepton, tween 80, K2HPO4, Na asetat3H2O, (NH2)H-sitrat, MgSO4-H2O, MnSO4H2O, CaCO3, Agar. MRS Broth tanpa menggunakan CaCO3 dan agar. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah timbangan, kantong plastik, tali/karet/selotip, cawan petri, erlenmeyer, tabung reaksi, gelas ukur dan peralatan laboratorium lainnya. Metode Tahap Peremajaan Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat yang digunakan diambil dari biakan BAL yang diisolasi dari silase ransum komplit berbasis jagung. BAL diremajakan pada media MRS agar selama ± 2 hari kemudian dibiakkan pada media MRS Broth selama ± 1-2 hari pada suhu 370. Hasil biakan BAL disentrifuge ± 15 menit sampai endapan terkumpul. Endapan tersebut kemudian dibilas dengan NaCl fisiologis. Setelah itu BAL ditimbang dan dicampur dengan aquades. Pembuatan Silase Dedak Padi Dedak padi ditimbang sebanyak 1 kg kemudian disimpan dalam kantong plastik dan dipadatkan. Kantong plastik ditutup dengan cara mengikat mulut plastik dengan karet untuk membuat kondisi an aerob. Setiap perlakuan mempunyai 3 ulangan sehingga dedak padi yang dibuat sebanyak 9 kantong untuk masing-masing waktu penyimpanan (0, 6, 12 minggu). Perlakuan P2 ditambahkan air sebanyak 790 ml sedangkan pada perlakuan P3 ditambahkan air 711 ml dan
Bakteri Asam Laktat 79 ml kemudian disimpan selama 3 minggu untuk dibuat silase. Dedak padi yang ditambahkan air dan dibuat silase, disimpan 3 minggu kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3-4 hari sampai kering dengan kadar air 12% sebagai perlakuan P4.
Perlakuan P1 sebagai kontrol
disimpan secara an aerob tanpa penambahan air maupun Bakteri Asam Laktat. Semua perlakuan (P1, P2, P3, P4) disimpan selama 12 minggu. Pembuatan silase dedak padi ini dapat dilihat pada Gambar 1.
DEDAK PADI
Ditimbang sebanyak 1 kg
Ditambahkan sebanyak 790 ml
air
Ditambahkan air sebanyak 711 ml dan BAL 79 ml
Dikemas dalam kantong plastik, dipadatkan dan ditutup rapat untuk membuat kondisi anaerob
Disimpan dalam suhu kamar ± 260C selama 3 minggu
SILASE DEDAK PADI
P1
Tidak Dikeringkan
P2
Dikeringkan
P3
P4
Disimpan selama 12 Minggu
Gambar 1. Bagan Pembuatan Silase Dedak Padi
14
Uji Penyimpanan Dedak padi kontrol (P1), silase dedak padi tanpa BAL (P2), silase dedak padi dengan BAL (P3), P2 yang dikeringkan (P4) masing-masing disimpan menggunakan kantong plastik pada suhu kamar selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan setiap minggu dan pengambilan sampel dilakukan pada minggu 0, 6, 12, dengan mengambil bagian tengah bahan yang disimpan. Minggu ke 0 dihitung dari awal penyimpanan yaitu 3 minggu setelah pembuatan silase. Analisa Protein kasar dan bahan kering dilakukan dengan mencampur dari 3 ulangan tiap perlakuan tiap pengambilan sampel, sedangkan untuk peubah yang lain pengambilan sampel tiap ulangan tiap perlakuan.
Rancangan Percobaan Model Rancangan Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial (4x3) dengan 3 ulangan. Faktor A antara lain P1 = Kontrol, P2 = Silase Dedak Padi + 790 ml air, P3 = Silase Dedak Padi + 711 ml air + 79 ml BAL, P4 = P2 yang dikeringkan; Faktor B adalah Lama penyimpanan 0 minggu, Lama penyimpanan 6 minggu, Lama penyimpanan 12 minggu. Model matematika yang digunakan sebagai berikut : Yijn = µ + τi + βj + (τβ)ij + εijn Keterangan : Yijn
: Nilai pengamatan perlakuan ke – i ulangan ke – j
µ
: Nilai rata – rata umum
τi
: Pengaruh perlakuan ke – i
βj
: pengaruh lama penyimpanan ke-j
(τβ)ij : interaksi dari perlakuan dan lama penyimpanan εijn
: Eror perlakuan ke – i lama penyimpanan ke – j dengan ulangan ke-n
i
: perlakuan pada dedak padi
j
: lama penyimpanan (0, 6, 12 minggu)
n
: ulangan
15
Data yang diperoleh dianalisis dengan ragam (Steel dan Torrie, 1991) dan jika berbeda nyata diuji kontras orthogonal. Data kehilangan bahan kering, kehilangan protein kasar dan kehilangan WSC dianalisis secara deskriptif.
Peubah Peubah yang diamati pada silase dedak padi ini antara lain : 1. Komposisi Kimia Bahan Kering, Protein Kasar (AOAC, 1997) 2. Jumlah koloni bakteri asam laktat dihitung dengan menggunakan metode Fardiaz (1992) 3. pH metode MAFF/ADAS (1986) 4. Water Soluble Carbohydrates (WSC) menggunakan pendekatan metode Muchtadi (1989) dan tingkat kelarutan Prosedur Analisis Total Gula dan Tingkat Kelarutan Silase Dedak Padi
+ air panas 1: 10
Larutan Silase dedak Padi
Sentrifuge 4000 rpm
Kelarutan
Endapan
Total Gula
Supernatan
15 menit
Gambar 2. Skema Analisis Awal untuk Total Gula dan Kelarutan
Total Gula (Muchtadi, 1989) Supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifuge sampel silase dedak padi diambil sebanyak 0,1 ml kemudian diencerkan. Pengenceran dilakukan tergantung pada kepekatan sampel. Hasil pengenceran diambil sebanyak 2 ml kemudian ditambah 0,5 ml larutan fenol 5% divortex dan secara cepat ditambahkan larutan H2SO4 pekat sebanyak 2,5 ml dan dihomogenkan kembali dengan vortex. Setelah dingin, campuran diukur absorbansinya pada spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm.
16
Penentuan kurva standar dengan cara larutan glukosa sebanyak 2 ml (0,20,40,60,80,100 μ glukosa) ditambahkan larutan fenol 5% 0,5 ml kemudian divortex dengan cepat ditambahkan larutan H2SO4 pekat sebanyak 2,5 ml. Setelah itu, divortex dan dibiarkan sampai dingin. Campuran diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 490 nm pada spektrofotometer.
Kelarutan Endapan yang dihasilkan ditimbang dalam cawan (X) kemudian dikeringkan dalam oven 1050C selama 24 jam. Setelah diangkat dari oven, cawan yang berisi endapan dimasukkan dalam eksikator untuk menstabilkan bobot kemudian ditimbang (Y). Hasil dari penimbangan kemudian dihitung dengan rumus : Kelarutan = X-Y x 100% X
Jumlah Populasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Jumlah
koloni
BAL
masing-masing
silase
dedak
padi
diukur
menggunakan metode Fardiaz (1992). Sebanyak 0,5 g sampel silase dedak padi dicampur ke dalam 4,5 ml NaCl 0,85%, lalu diencerkan sampai pengenceran 4 secara serial. Sebanyak 0,1 ml dari pengenceran 3 dan 4 kali ditanam pada cawan petri berisi media MRS agar. Media agar yang ditanam dengan sampel silase dedak padi diinkubasi pada suhu ruang selama 2 hari. Koloni yang tumbuh berbentuk bulat miring berwarna agak kekuningan kemudian dihitung sebagai berikut : Populasi BAL (cfu/g) = Jumlah koloni x Pengenceran
Analisis pH Sebanyak 1g sampel silase dedak padi dilarutkan dalam 10 ml air kemudian di vortex. Setelah dilakukan vortex, larutan sampel didiamkan ± 15 menit lalu diukur pH dengan menggunakan pHmeter.
pHmeter sebelum
digunakan dikalibrasi dengan cara pengukuran pada pH asam dan pH netral.
17
HASIL DAN PEMBAHASAN Warna Silase Dedak Padi Perlakuan P4 (Gambar 3) mempunyai warna yang lebih coklat dari P2, P3, P1 dan P2 lebih coklat dari P3. Warna coklat pada P4 diduga karena terjadi proses reaksi antara penambahan air, fermentasi dan pengeringan. Perbedaan warna ini tidak menandakan bahwa silase P4 jelek, mengingat bau dari silase tersebut asam, pH rendah dan jumlah BAL cukup tinggi. Sebaliknya Saun dan Henrich (2008) menyatakan bahwa warna silase mengindikasikan kemungkinan adanya permasalahan yang terjadi pada proses fermentasi. Silase yang terlalu banyak mengandung asam asetat akan berwarna kekuningan, sedangkan kelebihan asam butirat akan berlendir dan berwarna hijau kebiruan. Silase yang baik menunjukan warna yang hampir sama dengan warna asalnya. Hal ini kemungkinan bahan yang digunakan berbeda, pada Saun dan Henrich (2008) menggunakan hijauan yang kemungkinan tidak ada penambahan air. Indikasi baiknya silase ini didukung dari hasil penelitian Irianingrum (2009) bahwa bau pada silase tersebut asam dan tidak berjamur.
1.1.
P1
1.2. P2
1.3. P3
1.4. P4
Keterangan : 1.1(P1) = Kontrol, 1.2(P2) = Silase Dedak Padi + 790 ml Air, 1.3(P3) = Silase Dedak Padi + 711 ml Air + 79 ml BAL, 1.4(P4) = P2 yang dikeringkan
Gambar 3. Warna Silase Dedak dengan Perlakuan Berbeda Kehilangan Bahan Kering Gambar 4 menunjukkan kehilangan bahan kering silase dedak padi selama penyimpanan 6 dan 12 minggu. Kehilangan bahan kering terjadi pada semua perlakuan selama penyimpanan 6 minggu berturut-turut dari yang terbesar sampai yang terkecil P4 (13,97), P2 (8,72), P3 (2,28) dan P1 (2,12). Kehilangan bahan
kering pada perlakuan P4 terjadi karena pengaruh dari proses pengeringan setelah terjadi proses silase serta lambatnya penurunan pH karena pada perlakuan P4 tidak ada penambahan zat aditif. Schroeder (2004) menyebutkan bahwa asamasam organik yang diproduksi oleh bakteri asam laktat akan menguap pada proses pengeringan sehingga akan mengurangi bahan kering. Kehilangan bahan kering dipengaruhi oleh kadar air silase, kandungan Water Soluble Carbohidrate (WSC) bahan, penambahan zat aditif, dan kecepatan penurunan pH (Mc Donald et. al, 1991). Kehilangan bahan kering dapat diatasi dengan penambahan zat aditif baik yang mengandung WSC tinggi maupun berupa penambahan asam seperti asam format dan asam asetat. Perlakuan P2 lebih banyak kehilangan bahan kering dibandingkan dengan P1, sedangkan kehilangan bahan kering P3 hampir sama dengan P1. Pada perlakuan P2 terjadi proses fermentasi yang mengubah WSC menjadi asam organik. Pada perlakuan P3 penurunan pH berlangsung cepat sehingga kehilangan bahan kering hampir sama dengan P1. Bakteri asam laktat yang ditambahkan pada perlakuan P3 akan membantu mempercepat proses fermentasi silase dalam menguraikan WSC menjadi asam organik (asam laktat) sehingga dapat mempercepat penurunan pH. pH yang rendah dapat menghambat proses fermentasi enzimatik sehingga akan mempercepat fase stabil pada silase (fase pengawetan). Kung et. al. (2003) pada penelitiannya menyebutkan bahwa L. buchneri yang dikombinasikan dengan bakteri asam laktat homofermentatif akan meningkatkan
produksi
asam
laktat,
mempercepat
penurunan
pH dan
meningkatkan perbaikan bahan kering. Penambahan air pada keduanya juga menyebabkan kehilangan bahan kering. Holmes dan Muck (2000) menyatakan bahwa air yang ditambahkan pada pembuatan silase akan membawa oksigen yang diperlukan bakteri aerob untuk hidupnya dan dapat membuang gula dan asam yang ada pada silase. Selanjutnya disebutkan pula bahwa dengan menambahkan air maka dapat terjadi perembesan pada permukaan silase yang akan mengurangi kandungan gula dan meningkatkan pH sehingga kerusakan menjadi lebih tinggi.
19
Keterangan : (P1) = Kontrol, (P2) = Silase Dedak Padi + 790 ml Air, (P3) = Silase Dedak Padi + 711 ml Air + 79 ml BAL, (P4) = P2 yang dikeringkan
Gambar 5. Kehilangan Bahan Kering selama Penyimpanan 6 dan 12 Minggu Peningkatan kehilangan bahan kering cenderung tidak berubah selama 12 minggu penyimpanan tetapi terjadi peningkatan pada P3. Kehilangan bahan kering pada penelitian ini masih di bawah ambang normal dari pernyataan Mc. Donald et. al., (1991) bahwa persentase kehilangan bahan kering pada silase yang dikelola dengan baik berkisar antara 7-20% pada bahan hijauan. Penelitian ini menggunakan dedak sebagai bahan pembuatan silase yang membutuhkan air dan zat aditif sehingga perubahan ini akan membuat kehilangan bahan kering cukup tinggi. Perlakuan P1 pada minggu 12 tidak banyak kehilangan bahan kering karena disimpan dalam keadaan kering. Penyusutan bahan kering pada P1 terjadi karena proses penyimpanan. Kehilangan bahan kering pada P1 merupakan akibat dari proses respirasi yang terjadi selama penyimpanan yang menggunakan substrat gula menjadi gas CO2. Kehilangan Protein Kasar Kehilangan protein kasar pada minggu 12 lebih besar dari minggu 6. Pada minggu 12 kehilangan protein kasar terbesar sampai terkecil berturut-turut P1 (1,71%), P4 (1,41%), P2 (0,59%) dan P3 (0,53%). Penambahan BAL pada P3 akan mempercepat penurunan pH sehingga kesempatan bakteri pendegradasi N akan terhambat. Ahn dan Speece (2006) juga menyebutkan bahwa pada proses fermentasi yang menghasilkan pH rendah akan menurunkan pelepasan zat
20
makanan berupa N dari komponennya. Selanjutnya Mc. Donald et.al. (1991) kecepatan proteolisis hanya dapat dihentikan oleh bahan kering yang tinggi dan pH rendah yang dihasilkan dalam proses penyimpanan seperti pada silase. Pada perlakuan P2 juga mempunyai pH rendah berkisar 4,22-4,31 sehingga proses pendegradasian zat-zat makanan terutama kandungan N dapat dihambat. Tabel 4. Kehilangan Protein Kasar Silase Dedak Padi selama Penyimpanan Perlakuan Minggu
P1
P2
P3
P4
0
0
0
0
0
6
0,2
0,04
0,3
1,36
12
1,71
0,59
0,53
1,41
Keterangan: (P1) = Kontrol, (P2) = Silase Dedak Padi + 790 ml Air, (P3) = Silase Dedak Padi + 711 ml Air + 79 ml BAL, (P4) = P2 yang dikeringkan; 0, 6, 12 minggu.
Kehilangan protein kasar terbesar terdapat pada P1 dan P4. Pada P4 menunjukkan kehilangan yang cukup tinggi pada penyimpanan selama 6 minggu dibandingkan semua perlakuan. Proses fermentasi sebelum penyimpanan pada P4 kemungkinan yang menyebabkan kehilangan protein kasar. Minggu 0 merupakan minggu awal terjadinya proses fermentasi pada silase dedak padi yang dapat menyebabkan kehilangan zat-zat makanan terutama protein akibat dari respirasi pada awal fermentasi. Schroeder (2004) menyatakan bahwa fase awal fermentasi protein akan diubah menjadi asam amino yang kemudian diubah kembali menjadi amin dan amonia. Selanjutnya ditambahkan bahwa semakin cepat fermentasi terjadi, semakin banyak pula zat makanan yang ada pada silase dapat dipertahankan. Derajat Keasaman Silase yang baik salah satu cirinya adalah mempunyai derajat keasaman (pH) rendah (Kung dan Nylon, 2001). Nilai yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa rataan pH silase dedak padi yang disimpan selama 12 minggu adalah 5,68; 4,26; 4,17; 4,59 berturut-turut untuk perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Rataan pH minggu berturut-turut 4,85; 4,45; 4,72 untuk minggu 0, minggu 6 dan minggu 12. Data tersebut menunjukkan bahwa adanya pengaruh
21
perlakuan terhadap pH. Perlakuan P2 dan P3 mempunyai pH yang nyata lebih rendah (p<0,05)dibanding P1 dan P4. Penambahan air dan BAL pada P2 dan P3 untuk silase sehingga kadar air pada kedua perlakuan memenuhi syarat dalam pembuatan
silase.
Kadar
air
yang
sesuai
dan
penambahan
inokulan
mikroorganisme akan mempercepat proses fermentasi dan penurunan pH. Kadar air yang baik untuk silase berkisar 50-60% (Schroeder, 2004). Tabel 5. Rataan pH Silase Dedak Padi selama Penyimpanan perlakuan minggu 0 6 12 rataan
P1 6,37±0,08g 4,82±0,15e 5,84±0,08f 5,68±0,69d
P2 4,31±0,01b 4,22±0,05ab 4,26±0,02b 4,26±0,69b
P3 4,21±0,01ab 4,14±0,01a 4,15±0,01a 4,17±0,69a
P4 4,49±0,02c 4,64±0,02d 4,64±0,01d 4,59±0,69c
rataan 4,85±0,19c 4,45±0,19a 4,72±0,19b
Keterangan: (P1) = Kontrol, (P2) = Silase Dedak Padi + 790 ml Air, (P3) = Silase Dedak Padi + 711 ml Air + 79 ml BAL, (P4) = P2 yang dikeringkan; 0,6,12 minggu;Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
pH silase dedak padi dipengaruhi oleh perlakuan dan lama waktu penyimpanan. Perlakuan P3 pada minggu 6 dan minggu 12 terendah yaitu 4,14 dan 4,15 sedangkan P1 pada minggu 0 mempunyai pH tertinggi 6,37. Perlakuan silase P2 (4,22-4,31) dan P3 (4,14-4,21) masih dalam rataan yang dilaporkan oleh Macaulay (2004) yang menyebutkan bahwa pH untuk silase dengan kadar air <65%, kualitas baik <4,8 dan kualitas sedang <5,2. Keragaman yang dipengaruhi oleh perlakuan dan lama waktu penyimpanan ini disebabkan adanya perbedaan aktivitas mikroorganisme dalam penggunaan substrat untuk produksi asam laktat dalam proses fermentasi. Penambahan BAL pada perlakuan P3 selain memperbanyak populasi BAL tetapi juga mempercepat produksi asam laktat sehingga penurunan pH juga semakin cepat. Schroeder (2004) menyatakan bahwa kualitas silase dipengaruhi oleh kematangan bahan pakan, kadar air, panjang pemotongan dan kecepatan penutupan silo. Jones et. al. (2004) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas silase adalah kandungan bahan kering bahan, ukuran pemotongan, kondisi anaerob, kandungan gula dan populasi bakteri asam laktat (BAL). Penambahan air sampai kadar air mencapai 50% dalam perlakuan P2 dan P3 juga mempengaruhi kualitas silase dan kecepatan penurunan pH. Ketersediaan
22
WSC sebagai substrat pendorong pertumbuhan BAL dalam memproduksi asam laktat dari WSC atau gula-gula mudah tercerna sehingga pH cepat turun. Silase yang baik mempunyai jumlah minimal WSC yang terdapat pada bahan silase sebesar 3-5% BK (Mc Donald et. al., 1991). Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Proses fermentasi pada silase selain dipengaruhi oleh kadar air dan WSC, juga dipengaruhi oleh jumlah koloni bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat (BAL) dalam ensilase memiliki peranan yang penting terutama dalam membantu mempercepat penurunan pH, mempercepat pembentukan asam-asam organik seperti asam laktat dan asam asetat serta dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang dapat merusak dalam pembuatan silase (Schroeder, 2004). Perlakuan tidak nyata mempengaruhi jumlah BAL dengan jumlah BAL berturut-turut sebesar 5,12; 4,71; 5,06 untuk P2, P3, P4 sedangkan berbeda nyata pada P1 (3,96). Rataan pH pada P1 nyata lebih kecil (p<0,05) dari rataan perlakuan lain. Interaksi tidak terjadi antara lama penyimpanan dengan perlakuan yaitu pada P2 minggu 12, P3 minggu 6, P4 minggu 0, dan P4 minggu 12 tidak berbeda nyata, namun nyata lebih tinggi dari semua perlakuan. Tabel 6. Rataan Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat (log10 cfu/gram) Perlakuan Minggu 0 6 12 rataan
P1 3,38±0,16 3,62±0,78 4,89±0,83 3,96±0,53b
P2 4,96±0,12 4,96±0,06 5,45±0,31 5,12±0,53a
P3 4,69±0,04 5,28±0,43 4,15±1,06 4,71±0,53a
P4 5,28±0,74 4,54±0,47 5,36±0,28 5,063±0,53a
rataan 4,57±0,21 4,60±0,21 4,96±0,21
Keterangan: P1 = Kontrol,P2 = Silase Dedak Padi + 790 ml Air, P3= Silase Dedak Padi + 711 ml Air + 79 ml BAL, P4 = P2 yang dikeringkan; 0,6,12 minggu;Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Perlakuan P4 meskipun disimpan dalam keadaan kering namun telah melalui proses fermentasi sebelum dikeringkan sehingga perbedaan ini yang menyebabkan jumlah bakteri asam laktat masih cukup banyak. Perlakuan P2 dan P3 yang ditambahkan air dan BAL jumlah koloni BAL cukup tinggi. Hal ini didukung pula oleh rendahnya pH pada kedua perlakuan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat toleran pada pH 4,0-6,8
23
(Mc. Donald et.al., 1991). Populasi bakteri asam laktat akan menurun setelah fase stabil karena asam yang dihasilkan dapat menghambat pertumbuhannya. Dugaan lain pada perlakuan silase dedak padi hanya ada sedikit populasi bakteri asam laktat yang dapat bertahan sampai akhir periode ensilase sehingga jumlah koloni bakteri asam laktat yang dapat dihitung berkisar antara 104- 105 cfu/gram. Jumlah BAL penelitian ini lebih rendah dari hasil penelitian Bolsen et. al. (2000) yang menemukan jumlah bakteri asam laktat sekitar 106 cfu/gram pada silase tanpa inokulasi. Harahap (2009) juga melaporkan bahwa bakteri asam laktat asal jagung mempunyai rataan populasi 6,05 (log10 cfu/g). Perlakuan P3 yang ditambahkan BAL jumlah koloni bakteri asam laktat setelah ensilase tidak berbeda dengan perlakuan lain akan tetapi dapat menurunkan pH dengan cepat. Pada kontrol jumlah koloni bakteri asam laktat paling rendah, hal ini disebabkan pada kontrol P1 tidak terdapat penambahan air sebagai syarat pembuatan silase karena disimpan dalam keadaan kering sehingga kadar air tidak sesuai dan pertumbuhan BAL sangat kecil. Selain itu, pH kontrol P1 juga berkisar pH 5-6 mendekati pH netral sehingga tidak mendukung pertumbuhan bakteri asam laktatnya. Disamping itu, penggunaan media MRS agar yang mempunyai pH 6-7 diduga mempengaruhi pertumbuhan BAL kurang optimal. Kehilangan Total Gula (WSC) Kandungan WSC yang rendah pada bahan menyebabkan ensilase tidak akan berjalan baik karena produksi asam laktat atau asam organik akan terganggu (Jones et. al., 2004). Kehilangan WSC selama penyimpanan berkisar antara 1018% untuk P1, 0,13-11% untuk P2, 9-14% untuk P3 dan 7-11 untuk P4. Sedangkan kehilangan WSC untuk setiap perlakuan pada minggu 6 berkisar antara 11-18% dan minggu 12 berkisar antara 0,13-10%. Tabel 7. Kehilangan WSC Silase Dedak Padi selama Penyimpanan Perlakuan
Rataan
Minggu
P1
P2
P3
P4
Rataan
0 6 12
0 18,09±4,99 10,21±5,01 9,43±9,06
0 11,75±5.83 0,13±1,20 3,69±6,74
0 14,49±5,09 9,12±4,63 7,87±7,32
0 11,37±3,07 7,83±1,96 6,40±5,81
0 13,92±3,10 6,82±4,56
Keterangan: P1 = Kontrol,P2 = Silase Dedak Padi + 790 ml Air, P3= Silase Dedak Padi + 711 ml Air + 79 ml BAL, P4 = P2 yang dikeringkan; 0,6,12 minggu; WSC (Water Soluble Carbohydrate).
24
Kehilangan WSC terbesar pada P1 minggu 6 (18,09%) dan terkecil pada P2 minggu 12 (0,13%). Pada perlakuan P2 kehilangan WSC lebih kecil dibandingkan dengan P3. WSC digunakan oleh BAL pada P2 dan P3 menjadi asam-asam organik untuk menurunkan pH. Penambahan BAL pada P3 membantu mempercepat pengkonversian gula-gula sederhana menjadi asam organik dan mempercepat penurunan pH. Sedangkan pada P1 dan P4 kehilangan WSC tinggi akibat reaksi yang terjadi selama penyimpanan. Silase dikatakan mempunyai karakteristik yang baik jika bahan yang dibuat silase kaya akan gula terlarut (Mc Donald et. al., 1991). Lebih lanjut juga disebutkan bahwa sisa gula terlarut setelah proses fermentasi termasuk didalamnya glukosa, fruktosa dan pentosa merupakan hasil dari proses enzimatik dan hidrolisis asam hemiselulosa. Selain itu, mikroorganisme yang terlibat dalam proses
ensilase
dan
pH
juga
mempengaruhi
pemakaian
gula
karena
mikroorganisme tersebut akan merombak polisakarida menjadi gula lebih sederhana. WSC yang dibutuhkan pada silase minimal 3-5% BK (Mc. Donald et. al., 1991). Ensilase minggu 6 pada tiap perlakuan memperlihatkan adanya penggunaan substrat WSC oleh bakteri asam laktat. Hal ini juga didukung data pH yang menunjukkan pada minggu 6 ensilase terjadi penurunan nilai pH yang cukup signifikan dan jumlah koloni bakteri cukup tinggi. Jones et. al. (2004) menyatakan bahwa proses fermentasi merupakan aktivitas biologis bakteri asam laktat mengkonversi gula-gula sederhana menjasi asam organik terutama asam laktat. Ensilase minggu 12 sedikit kehilangan WSC dibanding penyimpanan minggu 6. Hal ini jika dihubungkan dengan pH yang masih fluktuatif penurunan dan jumlah koloni bakteri asam laktat yang masih mengalami peningkatan pada ensilase 12 minggu, maka dapat diduga bahwa kehilangan WSC yang lebih kecil ini akibat adanya mikroorganisme lain yang merombak polisakarida yang ada pada dedak padi menjadi gula lebih sederhana untuk selanjutnya digunakan oleh bakteri asam laktat untuk memproduksi asam organik. Pemanfaatan gula selama ensilase dipengaruhi oleh komponen gula yang terdapat pada bahan ensilase (Mc Donald et. al., 1991
25
Kelarutan Nilai kelarutan silase dedak padi nyata dipengaruhi oleh lama penyimpanan tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh perlakuan fermentasi. Kelarutan pada penyimpanan 6 dan 12 minggu nyata lebih kecil dari 0 minggu. Terdapat interaksi antara lama penyimpanan dan perlakuan dedak padi. Nilai kelarutan silase dedak padi pada minggu 0 untuk setiap perlakuan berkisar antara 53-55%, minggu 6 berkisar antara 39-56% sedangkan untuk minggu 12 berkisar antara 41-53%. Nilai kisaran kelarutan selama penyimpanan berkisar antara 41-56% untuk P1, 46-55% untuk P2, 45-55% untuk P3 dan 3954% untuk P4. Tabel 8. Rataan Kelarutan Silase Dedak Padi selama Penyimpanan Minggu
perlakuan P1
0 6 12 rataan
P2 acde
53,49±0,53 56,55±2,54ad 41,11±1,27bcd 50,38±8,17
P3 a
55,41±0,68 46,88±1,60bcde 53,09±1,28acde 51,79±4,41
P4 a
55,15±0,51 45,51±1,01bc 51,12±0,48acde 50,59±4,84
rataan acde
54,04±0,63 39,14±0,13b 52,74±0,38ade 48,64±8,25
54,52±0,91b 47,02±7,19a 49,51±5,67ab
Keterangan: P1 = Kontrol,P2 = Silase Dedak Padi + 790 ml Air, P3= Silase Dedak Padi + 711 ml Air + 79 ml BAL, P4 = P2 yang dikeringkan; 0,6,12 minggu; Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Besar kecilnya nilai kelarutan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah karbohidrat yang mudah larut yang ada pada setiap bahan. Makin banyak karbohidrat mudah larut makin tinggi nilai kelarutan dari dedak padi. Nilai kelarutan ini dapat mencerminkan nilai kecernaan dari silase dedak padi. Makin tinggi kelarutan makin tinggi pula kecernaannya. Irianingrum (2009) melaporkan bahwa kecernaan bahan kering dari silase dedak padi selama penyimpanan berkisar antara 61-64% untuk P1, 69-70% untuk P2, 56-60% untuk P3 dan 6465% untuk P4. Perlakuan P2 dan P3 kelarutan tinggi yang didukung oleh nilai kecernaan yang cukup tinggi. Proses penyimpanan pada P2 dan P3 terjadi proses fermentasi oleh mikroorganisme yang mendegradasi WSC menjadi asam-asam organik. Beberapa mikroorganisme kemungkinan ada yang mampu mendegradasi polisakarida menjadi ikatan yang lebih sederhana serta dapat mendegradasi ikatan asam phytat yang mengikat mineral dan protein sehingga kelarutan bahan tinggi.
26
Preston dan Leng (1987)
menyatakan
bahwa kecernaan bahan kering yang
berkisar antara 55 – 65% merupakan kecernaan bahan kering yang tinggi. Interaksi antara lama penyimpanan dan perlakuan terdapat pada P4 minggu 6 nyata lebih kecil dari P2 minggu 0. Lama penyimpanan mempengaruhi perbedaan ini karena pada minggu 0 untuk setiap perlakuan nyata lebih besar dari minggu 6 dan minggu 12. Kecernaan pada P2 minggu 0 (68-69%) juga nyata lebih besar dari P4 minggu 6 (58-60%). Kelarutan yang tinggi pada P2 ini karena kecernaan yang tinggi juga.
27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dedak padi yang disimpan dalam bentuk silase dengan atau tanpa penambahan BAL memiliki kualitas lebih baik dilihat dari kehilangan bahan kering, kehilangan WSC, kehilangan protein kasar serta memiliki pH yang lebih rendah dibandingkan dengan dedak padi tanpa perlakuan. Saran Dedak padi sebaiknya disimpan dalam kondisi an aerob untuk mempertahankan kualitasnya. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui palatabilitas, energi metabolis dan performa unggas yang diberi pakan silase dedak padi.
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia dan rahmat Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ayahanda Priyono dan Ibunda Yusriati Ulfa serta Mas Widad yang telah memberikan banyak kasih sayang dan do’a yang senantiasa dipanjatkan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Nahrowi, MSc dan Ir. Abdul Djamil H., MS selaku pembimbing skripsi dan pembimbing akdemik yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran serta bantuannya kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan tugas akhir. Terima kasih kepada Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS selaku pembahas seminar, Dr. Ir. Yuli Retnani, MSc dan Zakiah Wulandari, S.TP, Msi selaku penguji ujian sidang atas saran dan masukannya. Penulis tak lupa ucapkan terima kasih kepada Ir. Widya ,MSi dan Ir. Lilis Khotijah, MSi atas sarannya, serta Dosen, staf dan laboran Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Teman sepenelitian penulis Retno Irianingrum atas kerjasama dan bantuannya. Rita, Ratih, Rani, Tia, Dimar, Afsitin, INTP 42, Dede Husban dan Rudyana atas bantuannya serta keluarga besar Lab ITP Heru Handoko, SPt, MSi, Anwar Efendi Harahap, SPt, Msi,
Dr. Yatno, SPt, MSi, Dr. Ir. Suparjo, MSi,
Syahruddin, SPt, MSi, Sofia Sandi, SPt, MSi, Lendrawati, SPt, MSi, Ratih Windyaningrum, SPt atas nasehat dan ilmu yang diberikan kepada penulis. Temanteman Pondok Indah Eno, Uphi, Atus, Nadia, Ika, Yuni, Yurin, Kembar, Nining, Lia, Kiki serta Aa dan Teteh atas semangatnya. Terima kasih kepada La Ode Ainuddin Hamsar dan keluarga atas dukungan, semangat dan do’anya. Terakhir terima kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, Maret 2010
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Ahn, Y.H. and R.E. Speece. 2006. Elutriated acid fermentation of municipal primary sludge. Water Res. 40: 2210–2220. Amrullah, K. I. 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor. AOAC (Association of Official Analitical Chemist). 1997. Official Method Of Analysis of The Association. Assosiation Official Analysis Chemist: Washington DC. Badan Pusat Statistik. 2010. Data Statistik Produksi Padi di Indonesia. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0 [3 Maret 2010] Bolsen K.K, G. Ashbell, and J.M. Wilkinson. 2000. Silage Additives. In: Wallace R.J, Chesson A, editor. Biotechnology in Animal Feeds and Animal Feeding. Weinhem. New York: VCH. Hlm 33-54. Coblenzt, W. 2003. Principles of Silage Making. http://www.uaex.edu [ 2 Juli 2008] Departemen Pertanian. 2009. Produksi Padi dan Penggilingan Padi. www.pustakadeptan.go.id/publikasi/wr294075.pdf [ 19 Desember 2009] Dewan Standarisasi Nasional (DSN). 2001. Dedak Padi/ Bahan Baku Pakan. Enochain, R.V., R.M. Saunders, W.G. Schultz, E.C. Beagle, and P.R. Crowley. 1981. Stabilization of rice bran with extruder cookers and recovery of edible oil : A preliminary analysis of operational and financial feasibility. Marketing Research Report No. 1120. USDA. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia pustaka utama. Jakarta. Francis, B.J. and J.F. Wood. 1982. Changes in The Nutritive Content and Value of Feed Concentrates During Storage. In: Rechcigl, M.Jr (Ed) Handbook of Nutritive Value of Processed Food. Vol II Animal Feedstuff. CRC Press, Inc Boca Raton, Florida. Gordon, M.H. 2001. The Development of Oxidative Rancidity in Foods. The University of Reading. UK. Grist, D.H. 1972. Rice. 4th Ed. Lowe and Brydine Ltd., London. Harahap, A.E. 2009. Kajian daya hambat dan daya simpan bakteri asam laktat silase ransum komplit dengan dan tanpa kapsulasi. Tesis. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hartadi, H, S. Reksohadiprodjo, dan A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hughes, H.D., M.E. Heath, and D.S. Metcalfe. 1966. Forages : The Science of Grassland Agriculture. The Loura State University Press, Ames, Loura. Hyde, N.B. and N.J. Burrell. 1973. Some Recent Aspects of Grain Storage Technology. In : (Ed) R.N. Sinha and W.E. Muir : Grain Storage : Part of a System, Chap 14, pages 313-341, Westport CT AVI Pub. Co. Inc. Hulmes, B.J., and R.E. Muck. 2000. Preventing Silage Storage Losses. University of Wisconsin. Madison. Imai, A. 1998. Preventing Spoilage of Raw Rice Bran Used as a Feedstuff. FFTC Nigata. Japan. Irianingrum, R. 2009. Kandungan asam fitat dan kualitas dedak padi yang disimpan dalam keadaan anaerob. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jacobs, J.L., J.E. Cook, and A.B. Mc Allan. 1991. Enzymes as silage additive 2. The effect of grass dry matter content on silage quality and performance in sheep. Grass and Forage Sci. 46: 191-199. Jones C.M, Heinrichs A.J, Roth G.W, and Issler V.A. 2004. From Harvest to Feed : Understanding Silage Management. Pensylvania : Pensylvania State University. Kung, L. and J. Nylon. 2001. Management guidelines during harvest and storage of silage. In : Proceedings of Tri State Dairy Conf; Fort Wayne, 17-18 April 2001. Fort Wayne. Hlm 1-10. Kung, L., Jr., M. R. Stokes, and C. J. Lin. 2003. Silage Additives. In : (Ed) D. R. Buxton, R. E. Muck, and J. H. Harrison, pages 305–360 in Silage Science and Technology. American Society of Agronomy, Inc., Crop Science Society of America, Inc., Soil Science Society of America, Inc. Publications, Madison, WI. Lakhakula, N. R., M. Lima, and T. Walker. 2003. Rice bran stabilization and rice bran oil extraction using ohmic heating. Bioresource Tech. 92 : 157-161. Lopez, J. 2000. Probiotic in animal nutrition. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 13: 12-26. Macaulay, A. 2004. Evaluating Silage Quality. www.agric.gov.ab.ca/$department/deptdocs.nsf/all/for4909.html [10 Oktober 2009] MAFF/ADAS. 1986. The Analysis of Agronomy Material. References Book, HMSO, London. Mc. Caskill, D. R. and Zhang, E. 1999. Use of rice bran oil in foods. Food Techno 1.53 (2), 50-52.
31
Mc. Donald, P., A.R. Henderson and S.J.E. Heron. 1991. The Biochemistry of Silage. 2nd Edition. National Academy Press, Washington D.C. Muchtadi, D. 1998. Kajian Gizi Produk olahan Kedelai. Dalam Nuraida, L. dan S.Yasni (Eds). Prosiding Seminar Pengembangan Pengolahan dan Penggunaan Kedelai sebagai Tempe. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi – IPB dengan American Soybean Association, Bogor. Muck, R.E and L. Kung. 1997. Effects of silage additives on ensiling. In: Proceedings from The Silage: Field to Feedbunk North American Conference. NRAES 99: 187-199. Muir, W.E., and N.D.G. White. 2000. Insects and Mites in Stored Grain. University Mannitoba. Canada. Muir, W.E., D.S. Jayas, and N.D.G. White. 2000. Controlled Atmosphere Storage. University Mannitoba. Canada. National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 6th Revised Edition. National Academy Press, Washington. Phillips, M. 1995. OTA Grain Dust Suppression Report. Grain Quality Newsletter, 16(4) : 8. Preston T.R. and Leng R.A. 1987. Matching Ruminant Production System with Available in The Tropics and Subtropics. Australia : Penambul Books. Armidale. Ramezanzadeh, F. M., R. M Ruo, W. Prinyawiwatkul, W. E. Marshall, and M. Windhauser. 2000. Effects of microwave heat, packaging and storage temperature on fatty acid and proximate compositions in rice bran. J. Agri. Food Chem. 48(2), 464-467. Randall, J. M., R. W. Sayre, W. G. Schultz, A. P. Fong, R. E. Mossman, Trihethron, and R. M Saunders. 1985. Rice bran stabilization by extrusion cooking for extraction of edible oil. J. Food Sci. 50(2), 361-364, 368. Ridla, M and Uchida, S. 1993. The effect of cellulase addition on nutritional and fermentation quality of barley straw silage. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 6(3): 383388. Robertson, G. L. 1991. Predicting the shelf live packaged foods. J. Asean. Food 6:43-51. Samadi. 2008. Feed Quality for Food Safety. Fakultas Pertanian Prodi Peternakan Universitas Syiah Kuala. Darussalam-Banda Aceh. http://io.ppijepang.org/article.php?id=38 [3 Juni 2008] Sapienza, D.A and K.K Bolsen. 1993. Teknologi Silase. Terjemahan : Martoyoedo RBS. Pioner – Hi – Berd International, Inc. Kansas State University, England. 32
Saun, R.J.V, and A.J. Heinrich. 2008. Trouble shooting silage problems : How to identify potential problem. In: Proceedings of the Mid-Atlantic Conference ; Pensylvania, 26 May 2008. Penn State’s Collage. Hlm 2-10. Sayre, R. N., D. K. Nayyar, and R. M. Saunders. 1985. Extraction and refining of edibel oil from extrusion-stabilized rice bran. J. Am. Oil Chem. Soc. 62(2), 1040-1043. Schroeder, J. W. 2004. Silage fermentation and preservation. Extension Dairy Specialist. AS-1254. www.ext.nodak.edu/extpubs/ansci/dairy/as1254w.htm. [02 November 2008] Siregar, S.B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta. Spoelstra, S.F., P.G. Wikselar, and Harder. 1992. The effect of ensiling whole crop maize with a multy-enzyme preparation on the chemical composition of che resulting silages. J. Sci. Food Agric. 60: 223-228. Steel, R.G.D., dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan prosedur statistika. Edisi kedua Terjemahan: B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Stokes, M.R. 1992. Effects enzyme mixture, an inoculant and their interaction on silage fermentation and dairy production. J. Dairy Sci. 75: 764-773.
33
LAMPIRAN
Perhitungan Statistik pada Peubah Pengamatan Silase Dedak Padi Lampiran 1. ANOVA pada pH Silase Dedak Padi sumber keragaman db perlakuan faktor A faktor B interaksi Galat Total
11 3 2 6 24 35
JK KT Fhit F0,05 F0,01 16,813 1,528 466,902 2,216* 3,094** 13,001 4,334 1323,835 3,008* 4,718** 0,972 0,486 148,576 3,402* 5,613** 2,839 0,473 144,544 2,508* 3,667** 0,078 0,003 16,891 0,483
Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05); **sangat berbeda nyata (P<0,01) Lampiran 2. ANOVA untuk uji Kontras Orthogonal pH Silase Dedak Padi sumber keragaman perlakuan faktor A faktor B 1,4,5,8,9,12vs2,3,6,7,10,11 1,9,5vs4,8,12 1vs5,9 5vs9 12vs4,8 8vs4 2,3,10vs6,7,11 2vs3,10 10vs3 6vs7,11 11vs7 interaksi galat total
db 11 3 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 24 35
JK 16,813 13,001 0,972 7,649 5,308 2,170 1,581 0,012 0,028 0,037 0,011 0,004 0,010 3,75E-05 2,839 0,078 16,891
KT 1,528 4,334 0,486 7,649 5,308 2,170 1,581 0,011 0,028 0,037 0,010 0,004 0,010 3,75E-05 0,473 0,003 0,483
Fhit 466,902 1323,835 148,576 2336,808 1621,557 662,916 482,971 3,513 8,7683 11,411 3,285 1,471 3,211 0,011 144,544
F0,05 2,216 3,008 3,402 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 2,508
F0,01 3,094 4,718 5,613 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 3,667
Keterangan : 1=P1(0); 2=P2(0); 3=P3(0); 4=P4(0); 5=P1(6); 6=P2(6); 7=P3(6); 8=P4(6); 9=P1(12); 10=P2(12); 11=P3(12); 12=P4(12),
35
Lampiran 3. ANOVA Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat Silase Dedak Padi sumber keragaman db perlakuan 11 faktor A 3 faktor B 2 interaksi 6 galat 24 total 35
JK 15,252 7,718 1,080 7,270 66,539 22,534
KT 1,386 2,5728 0,540 1,211 2,772 0,643
Fhit 0,500 0,928 0,194 0,437
F0,05 2,216* 3,008* 3,402* 2,508*
F0,01 3,094** 4,718** 5,613** 3,667**
Lampiran 4. ANOVA pada WSC Silase Dedak Padi sumber keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01 perlakuan 11 1500,017 136,365 12,313 2,216* 3,094** faktor A 3 633,51 211,17 19,067 3,008* 4,718** faktor B 2 680,055 340,027 30,702 3,402* 5,613** interaksi 6 186,4 31,066 2,805 2,508* 3,667 galat 24 265,79 11,074 total 35 1765,81 50,451 Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05); **sangat berbeda nyata (P<0,01) Lampiran 5. ANOVA untuk uji Kontras Orthogonal WSC Silase Dedak Padi sumber keragaman
db
JK
KT
Fhit
F0,05
perlakuan 11 1500,017 136,365 12,313 faktor A 3 633,51 211,17 19,067 faktor B 2 680,055 340,027 30,702 1,2,3,4,5,9,10 vs 6,7,8,11,12 1 825,426 825,426 74,532 1,9,4,3vs2,5,10 1 364,557 364,557 32,917 1vs3,4,9 1 276,834 276,834 24,996 9vs3,4 1 13,125 13,125 1,185 3vs4 1 0,018 0,018 0,001 10vs2,5 1 0,789 0,789 0,071 2vs5 1 0,004 0,004 0,001 11,6,7vs8,12 1 12,404 12,404 1,120 11vs6,7 1 4,866 4,866 0,439 6vs7 1 1,221 1,221 0,110 8vs12 1 0,768 0,768 0,069 interaksi 6 186,4 31,066 2,805 galat 24 265,793 11,074 total 35 1765,81 50,451 Keterangan : 1=P1(0); 2=P2(0); 3=P3(0); 4=P4(0); 5=P1(6); 6=P2(6); 9=P1(12); 10=P2(12); 11=P3(12); 12=P4(12),
2,216 3,008 3,402 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 4,259 2,508
F0,01 3,094 4,718 5,613 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 7,822 3,667
7=P3(6); 8=P4(6);
36
Lampiran 6. ANOVA Kelarutan Silase dedak Padi sumber keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01 perlakuan 11 1112,203 101,109 5,697 2,216* 3,094** faktor A 3 45,529 15,176 0,855 3,008 4,718 faktor B 2 350,093 175,046 9,863 3,402* 5,613** interaksi 6 716,579 119,43 6,729 2,508* 3,667** galat 24 425,932 17,747 total 35 1142,512 32,643 Keterangan : *berbeda nyata (P<0,05); **sangat berbeda nyata (P<0,01) Lampiran 7. ANOVA untuk uji Kontras Orthogonal Kelarutan Silase Dedak Padi sumber keragaman db JK KT Fhit F0,05 F0,01 Perlakuan 11 1112,203 101,109 5,697 2,216 3,094 faktor A 3 45,529 15,176 0,855 3,008 4,718 faktor B 2 350,093 175,046 9,863 3,402 5,613 1,2,3,4,5,10vs6,7,8,9,11,12 1 655,692 655,692 36,946 4,259 7,822 2,3,5vs1,4,10 1 21,138 21,138 1,191 4,259 7,822 5vs2,3 1 3,255 3,255 0,183 4,259 7,822 2vs3 1 0,106 0,106 0,005 4,259 7,822 4vs1,10 1 1,133 1,133 0,063 4,259 7,822 1vs10 1 0,239 0,239 0,013 4,259 7,822 6,11,12vs7,8,9 1 311,675 311,675 17,561 4,259 7,822 12vs6,11 1 28,017 28,017 1,578 4,259 7,822 11vs6 1 27,115 27,115 1,527 4,259 7,822 7vs8,9 1 57,960 57,960 3,265 4,259 7,822 9vs8 1 5,868 5,868 0,330 4,259 7,822 Interaksi 6 716,579 119,43 6,729 2,508 3,667 Galat 24 425,932 17,747 Total 35 1142,512 32,643 Keterangan : 1=P1(0); 2=P2(0); 3=P3(0); 4=P4(0); 5=P1(6); 6=P2(6); 7=P3(6); 8=P4(6); 9=P1(12); 10=P2(12); 11=P3(12); 12=P4(12),
37