EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ZEOLIT DAN BAWANG PUTIH SEBAGAI ZAT PENGHAMBAT KERUSAKAN BIOLOGI PADA JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA PROSES PENYIMPANAN
SKRIPSI RAHMATIKA MARGARITA SAKTI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRACT Effectiveness of Zeolite and Garlic in Preventing Biological Damage at Corn and Rice Bran During Storage Process R.M. Sakti.,Nahrowi., and E.B. Laconi The aim of this experiment was to compare the effectiveness of zeolite and garlic as a preventive biological damage caused by insect and mold during the storage of rice bran and corn. The experiment used a complete randomized design, with the factorial model 5 x 4 and 3 replication resepectively. The treatments were P0 (Corn or Rice Bran), P1 (P0 + 1% Zeolite), P2 (P0 + 1% Garlic) and P3 (P0 + 0.15% anti mold commercial). The experiment was conducted for 8 weeks. Variable observed were temperature and humidity, moisture, water activity, total of mold, total and kind of insect. The data were analyzed by Analysis of Variance, and differences among treatments were examined with Duncan (Least Significant Difference). The results showed that the addition of garlic and zeolit at rice bran significantly (P<0.05) decreased total of mold in the sixth week of storage. The commercial anti-mold at rice bran significantly (P<0.05) increased total insect in the eightth week of storage. It is added 1% zeolite and 1% garlic is effective to prevent biological damage caused mold growht at rice bran during storage process and couldn’t effective to corn. Keyword: corn, garlic, rice bran, storage, zeolit
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ZEOLIT DAN BAWANG PUTIH SEBAGAI ZAT PENGHAMBAT KERUSAKAN BIOLOGI PADA JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA PROSES PENYIMPANAN
RAHMATIKA MARGARITA SAKTI D24050838
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PERTERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN ZEOLIT DAN BAWANG PUTIH SEBAGAI ZAT PENGHAMBAT KERUSAKAN BIOLOGI PADA JAGUNG DAN DEDAK PADI SELAMA PROSES PENYIMPANAN
Oleh: RAHMATIKA MARGARITA SAKTI D24050838 Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 15 September 2009
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. NIP. 196204251986031002
Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS. NIP. 196109161987032002
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Ketua Departemen Ilmu dan Nutrisi Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. NIP. 196701071991031003
Dr.Ir.Idat Galih Permana, M.Sc. NIP. 196705061991031002
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Maret 1987 di Jepara, Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Suyoto, SP dan Ibu Sri Utami. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SD Negeri Kampus II Keling, Jepara, Jawa Tengah. Pendidikan menengah Pertama diselesaikan di SLTP Muhammadiyah 02 Jepara, Jawa Tengah pada tahun 2002, dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMAN 1 Tahunan, Jepara, Jawa Tengah. Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005, melalui Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB), dan masuk mayor program studi Ilmu Nutisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2006. Selama menempuh pendidikan terakhir, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (Himasiter) sebagai anggota Biro Khusus Magang pada periode 2006-2007 dan sebagai anggota Paduan Suara mahasiswa Fakultas Peternakan Graziono Symphonia dari tahun 2007-2008. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam banyak kepanitiaan kegiatan-kegiatan di IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis berkesempatan magang di Ternak Domba Sehat (TDS) Nagrak, Sukabumi selama dua bulan, Jawa Barat pada tahun 2007 serta di Kandang Closed Housed Charoen Pokphand, Unit Lapang Cikabayan selama 2 bulan pada tahun 2008.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Zeolit dan Bawang Putih sebagai Zat Penghambat Kerusakan yang Diakibatkan oleh Organisme pada Jagung dan Dedak Padi selama Penyimpanan” Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan September hingga Desember 2008 berlokasi di Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan. Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada program studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Proses penyimpanan bahan pakan dalam waktu tertentu akan menyebabkan terjadinya kerusakan biologi yang disebabkan oleh organisme seperti serangga dan kapang. Fluktuasi cuaca sangat berpengaruh terhadap kadar air (KA) dan aktivitas air (Aw) pada bahan yang disimpan, sehingga untuk menjaga kerusakan yang terjadi ditambahkan zat pengahambat kerusakan zeolit dan bawang putih. Zeolit dengan sifat absorben dan abrasif diharapkan dapat mengendalikan kenaikan kadar air dan pertumbuhan serangga, sedangkan bawang putih yang mengandung antibiotik diharapkan mampu menekan pertumbuhan kapang. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan pembelajaran dimasa yang akan datang. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, 15 September 2009
Penulis
RINGKASAN
RAHMATIKA MARGARITA SAKTI. D24050838. 2009. Efektivitas Penggunaan Zeolit dan Bawang Putih sebagai Zat Penghambat Kerusakan Biologi pada Jagung dan Dedak Padi selama Proses Penyimpanan. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
: Dr. Ir.Nahrowi, MSc. : Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS.
Dedak padi dan jagung merupakan bahan yang sering digunakan pada penyusunan formulasi pakan. Pasokan bahan pakan tersebut sangat berfluktuatif dikarenakan keberadaannya musiman, sehingga untuk menghindari kelangkaan bahan, industri pakan pada umumnya melakukan penyimpanan dalam jumlah besar guna kontinuitas proses produksi. Tetapi, permasalahan di lapang adalah pengelolaan pasca panen serta teknologi yang kurang tepat mengakibatkan bahan mudah rusak dan tidak tahan simpan, sehingga menyebabkan turunnya kualitas bahan pakan baik secara fisik, biologi maupun kimia. Kerusakan tersebut akan mempengaruhi kandungan nutrien yang terdapat dalam bahan pakan sehingga akan berpengaruh terhadap kualitas bahan dan nutrisinya. Upaya yag dilakukan untuk meminimalisasi kerusakan tersebut adalah dengan penambahan zat aditif. Bawang putih memiliki alicin mampu bekerja sebagai anti jamur dan anti bakteri, sedangkan zeolit yang memiliki sifat absorben dapat bekerja dengan menyerap air yang ada pada bahan pakan, sehingga kenaikan kadar air selama penyimpanan dapat dikendalikan serta sifat abrasif dari zeolit dapat menghambat mobilitas serangga, sehingga dapat menekan populasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan zeolit dan bawang putih pada taraf 1% dalam menghambat kerusakan biologi yang diakibatkan oleh kapang dan serangga (Tribolium castaneum) pada dedak padi dan jagung kuning giling yang disimpan selama delapan minggu secara curah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial 4 x 5 dengan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah P0 = jagung/dedak padi tanpa zat aditif (kontrol), P1 = P0 + 1% zeolit, P2 = P0 + 1% bawang putih dan P3 = P0 + 0,15% anti jamur Dermitox. Peubah yang diamati adalah suhu dan kelembaban, kadar air, aktivitas air (Aw), jumlah serangga, jenis serangga dan jumlah kapang. Penggunaan taraf 1% zeolit sesuai dengan Sidih (1996) yang melaporkan bahwa mineral zeolit pada taraf 1% mampu mempertahankan bahkan menurunkan kadar air pada pakan ayam broiler starter bentuk crumble dan Jaya (1997) melaporkan bahwa 1% bawang putih dapat menurunkan kadar kolestrol darah dan LDL serta menaikkan HDL pada ayam broiler, sedangkan taraf 0,15% anti jamur Dermitox sesuai dengan dosis ketentuan dari perusahaan. Rataan kadar air pada dedak padi selama penelitian adalah 10,00-22,00%, sedangkan pada jagung kuning giling 12,00-17,00%. Nilai rataan aktivitas air (Aw) dedak padi 0,74-0,80, sedangkan pada jagung kuning giling 0,76-0,81. Perlakuan penambahan 1% zeolit (P1) dan 1% bawang putih (P2) tidak nyata (P>0,05)
mempengaruhi pertumbuhan serangga pada dedak padi dan jagung kuning giling, sedangkan penambahan 0,15% anti jamur pada dedak padi nyata (P<0,05) meningkatkan jumlah serangga minggu ke-4. Rataan jumlah serangga pada dedak padi 22,00-168,33 ekor/100 gram sampel, sedangkan pada jagung kuning giling antara 8,00-60,00 ekor/100 gram sampel. Perlakuan pada dedak padi nyata (P<0,05) menurunkan jumlah kapang pada minggu ke-6, sedangkan pada jagung kuning giling perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) menekan pertumbuhan kapang. Rataan jumlah kapang pada dedak padi selama penelitian berkisar 4,00-44,00 sel/ml, sedangkan pada jagung kuning giling 13,00-33,00 sel/ml. Dapat disimpulkan bahwa perlakuan dengan penambahan zeolit dan bawang putih pada taraf 1% efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang pada dedak padi dan tidak efektif dalam menekan pertumbuhan serangga, sedangkan pada jagung kuning giling zeolit dan bawang putih pada taraf 1% tidak efektif menekan pertumbuhan kapang dan serangga. Kata-kata kunci: bawang putih, dedak padi, jagung kuning, penyimpanan, zeolit
ii
DAFTAR ISI RINGKASAN....................................................................................................... i ABSTRACT.......................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. v KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi DAFTAR ISI......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xii PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 Latar Belakang.......................................................................................... Perumusan Masalah .................................................................................. Tujuan ....................................................................................................... Manfaat ..................................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... Dedak Padi ................................................................................................ Produksi Dedak Padi..................................................................... Dedak Padi sebagai Makanan Ternak........................................... Penyimpanan Dedak Padi dan Permasalahannya ......................... Jagung (Zea mays) .................................................................................... Produksi Jagung............................................................................ Penyimpanan Jagung dan Permasalahannya................................. Penyimpanan Bahan Pakan....................................................................... Zeolit dan Penggunaannya........................................................................ Bawang Putih (Allium sativum) ................................................................ Kadar Air Bahan (KA).............................................................................. Aktivitas Air (Aw) .................................................................................... Kerusakan Mikrobiologis dan Biologis dalam Penyimpanan................... Serangga Hama Gudang ........................................................................... Tribolium castaneum (Kumbang Tepung Merah) .................................... Kapang ......................................................................................................
1 1 3 3 4 4 5 6 7 7 8 10 11 14 15 17 19 20 21 22 23
METODE.............................................................................................................. 27 Lokasi dan Waktu Percobaan ................................................................... Materi Percobaan ...................................................................................... Bahan ............................................................................................ Peralatan........................................................................................ Rancangan Percobaan ............................................................................... Perlakuan ...................................................................................... Model Rancangan ......................................................................... Peubah........................................................................................... Prosedur ....................................................................................................
27 27 27 27 27 27 28 29 29 vii
Persiapan Sampel .......................................................................... Persiapan Zat Penghambat Kerusakan (Zeolit dan Bawang Putih)............................................................................................. Penyimpanan................................................................................. Kontrol Suhu dan Kelembaban Ruangan...................................... Analisa Kadar Air (AOAC, 1995) ................................................ Analisa Aktivitas Air (Aw meter)................................................. Penghitungan Jumlah Serangga .................................................... Identifikasi Serangga .................................................................... Analisa Jumlah Kapang ................................................................
29 30 30 31 31 32 32 33 33
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 34 Keadaan Umum selama Penyimpanan ..................................................... Suhu dan Kelembaban Ruangan Penyimpanan ............................ Kadar Air (%) ............................................................................... Aktivitas Air (Aw) ........................................................................ Jenis dan Jumlah Serangga ....................................................................... Jenis Serangga............................................................................... Jumlah Serangga ........................................................................... Jumlah Kapang .........................................................................................
34 34 35 37 40 40 43 46
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 49 UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................ 50 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 51 LAMPIRAN.......................................................................................................... 56
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia ............................................. 5 2. Komposisi Dedak Menurut Persyaratan Mutu......................................... 6 3. Komposisi Dedak Mutu I.......................................................................... 6 4. Produksi Jagung di Indonesia ................................................................... 9 5. Mutu Jagung ............................................................................................. 10 6. Kandungan Nutrien Jagung Kuning dan Dedak Padi (100% BK)............ 11 7. Kandungan Kimia Bawang Putih ............................................................. 16 8. Ambang Batas Aktivitas Air Beberapa Jenis Kapang .............................. 20 9. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan (OktoberDesember 2008) ....................................................................................... 34 10. Jumlah Serangga (ekor/100 gram) pada Dedak Padi selama Penyimpanan................................................................................. 43 11. Jumlah Serangga (ekor/100 gram) pada Jagung Kuning Giling selama Penyimpanan................................................................................. 44 12. Jumlah Kapang (CFU) Dedak Padi pada Minggu ke-6 dan Minggu ke-8 .......................................................................................................... 46 13. Jumlah Kapang (CFU) Jagung Kuning Giling pada Minggu ke-6 dan Minggu ke-8.............................................................................................. 47
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Bagan Perumusan Masalah ....................................................................... 2 2. Dedak Padi dan Morfologi Padi................................................................ 4 3. Jagung Kuning dan Morfologinya ............................................................ 8 4. Zeolit dan Struktur Bangunnya................................................................. 14 5. Bawang Putih............................................................................................ 15 6. Rumus Bangun Alicin............................................................................... 16 7. Perubahan Kimiawi dalam Bawang Putih ................................................ 17 8. Peta Stabilitas Bahan sebagai Fungsi dari Aw.......................................... 19 9. Tribolium castaneum ................................................................................ 22 10. Siklus Hidup Sempurna Kumbang ........................................................... 23 11. Kapang ...................................................................................................... 24 12. Bagan Penambahan Zat Penghambat Kerusakan pada Masing-masing Perlakuan........................................................................ 28 13. Bagan Pembuatan Bubuk Bawang Putih ................................................. 30 14. Thermohygrometer ................................................................................... 31 15. Rumus Kadar Air ...................................................................................... 32 16. Rumus Aw dan Aw meter......................................................................... 32 17. Ayakan Plastik .......................................................................................... 32 18. Alat Identifikasi Serangga ........................................................................ 33 19. Kapang pada Dedak Padi (a) dan Kapang pada Jagung Kuning Giling (b)...................................................................................... 33 20. Grafik Rataan Kadar Air Dedak Padi setiap Perlakuan selama Penyimpanan............................................................................................. 35 21. Grafik Rataan Kadar Air Dedak Padi Minggu ke-0 – Minggu ke-8......... 36 22. Grafik Rataan Kadar Air Jagung Kuning Giling setiap Perlakuan selama Penyimpanan................................................................................. 36 23. Grafik Rataan Kadar Air Jagung Kuning Giling Minggu ke-0 – Minggu ke-8............................................................................................. 37 24. Grafik Rataan Aw Dedak Padi setiap Perlakuan selama Penyimpanan............................................................................................. 38
x
25. Grafik Rataan Aw Dedak Padi Minggu ke-0 – Minggu ke-8 ................... 39 26. Grafik Rataan Aw Jagung Kuning Giling setiap Perlakuan selama Penyimpanan............................................................................................. 39 27. Grafik Rataan Aw Jagung Kuning Giling Minggu ke-0 – Minggu ke-8............................................................................................. 40 28. Tribolium castaneum ................................................................................ 41 29. Urogomphi ................................................................................................ 42 30. Lasioderma serricone ............................................................................... 42 31. Corcyra chepalonica................................................................................. 42 32. Ephestia cautela........................................................................................ 42 33. Oryzaephilus surinamensis ....................................................................... 42 34. Tricoderma granarium ............................................................................. 42 35. Araecerus fasciculatus .............................................................................. 42
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Rataan Kadar Air pada Dedak Padi dan Jagung Kuning Giling selama Penyimpanan................................................................................ 56 2. Rataan Aktivitas Air pada Dedak Padi dan Jagung Kuning Giling selama Penyimpanan................................................................................ 56 3. Analisis Ragam Jumlah Serangga pada Dedak Padi ................................ 56 4. Analisis Ragam Jumlah Serangga pada Jagung Kuning Giling ............... 59 5. Analisis Ragam Jumlah Kapang pada Dedak Padi ................................... 59 6. Analisis Ragam Jumlah Kapang pada Jagung Kuning Giling .................. 60
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung dan dedak padi merupakan bahan baku utama yang sering digunakan dalam penyusunan formulasi pakan ternak. Hal ini dikarenakan dedak padi dan jagung merupakan bahan makanan sumber energi yang bagus kandungan nutriennya. Pasokan bahan makanan tersebut sering terbatas disebabkan keberadaannya musiman, sehingga untuk menghindari kelangkaan, industri pakan pada umumnya melakukan penyimpanan dalam jumlah besar guna penyediaan dalam proses produksi. Penyimpanan ini bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan mutu komoditas bahan pakan. Penyimpanan dalam kurun waktu yang lama dapat menyebabkan turunnya kualitas bahan pakan dan bahkan kerusakan secara fisik, biologi maupun kimia (Syarief dan Halid, 1993 dan Hell et al., 1999). Kerusakan tersebut akan mempengaruhi perubahan nutrien yang terkandung di dalam bahan pakan , sehingga akan menurunkan kualitas pakan yang diproduksi. Selain itu, selama penyimpanan bahan pakan akan mengakibatkan naiknya kadar air yang diikuti dengan turunnya bahan kering yang akan menyebabkan mudahnya pakan diserang organisme. Upaya untuk meminimalisasi terjadinya kerusakan bahan pakan yang disimpan dalam bentuk curah dalam waktu yang relatif lama dapat dilakukan dengan pemberian zat aditif yang berfungsi sebagai penghambat kerusakan. Bawang putih dengan kandungan minyak atsiri (Velisek et al., 1997) dan allicin (Sun dan Ku, 2006) mampu bekerja sebagai anti oksidan (Aruoma et al., 1997) dan anti bakteri (Adler dan Beuchat, 2002) , sedangkan zeolit bekerja dengan menyerap air (Syarif, 2007 dan Tgro et al., 2005) yang ada pada bahan pakan sehingga kenaikan kadar air selama penyimpanan diharapkan dapat dikendalikan.
Perumusan Masalah Fluktuasi keberadaan jagung dan dedak padi menyebabkan industri pakan melakukan penyimpanan sebagai stok bahan pakan untuk proses produksi. Tujuan dari penyimpanan adalah untuk menjaga dan mempertahankan mutu bahan tersebut. Proses penyimpanan dalam kurun waktu yang relatif lama dapat menyebabkan kerusakan biologi yang disebabkan oleh organisme seperti kapang dan serangga
(Tribolium castaneum). Hal ini dikarenakan adanya fluktuasi cuaca pada saat penyimpanan yang akan mempengaruhi fluktuasi kadar air dan aktivitas air bahan. Adanya kapang dan Tribolium castaneum menyebabkan bahan yang disimpan menjadi rusak dan
menurunkan mutu, sehingga upaya yang dilakukan untuk
menghambat terjadinya kerusakan tersebut adalah dengan penambahan zeolit dan bawang putih yang diharapkan dapat mempertahankan mutu bahan pakan, sehingga kualitas dan harga pakan seimbang. Dedak Padi dan Jagung
Ketersediaan
Musiman
Tidak Tahan Simpan
Kualitas Bahan Pakan
Pemberian zat aditif (Zeolit dan Bawang Putih)
Kualitas dan Harga Pakan
Gambar 1. Bagan Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efektivitas penggunaan zeolit dan bawang putih pada taraf 1% dalam menghambat pertumbuhan serangga dan kapang sebagai cerminan kerusakan biologi pada dedak padi dan jagung kuning giling selama delapan minggu penyimpanan.
Manfaat Memberikan informasi kepada pembaca dan industri peternakan yang terkait dalam melakuan penyimpanan bahan pakan secara curah tentang efektivitas penggunaan zeolit dan bawang putih.
3
TINJAUAN PUSTAKA Dedak Padi Dedak padi merupakan hasil sisa ikutan (by product) dari penggilingan padi. Dedak padi baik digunakan sebagai pakan ternak, karena mempunyai kandungan gizi yang tinggi, palatabilitasnya cukup baik bagi ternak, harganya relatif murah dan mudah diperoleh karena tersedia cukup banyak serta tidak bersaing penggunaannya dengan manusia. Ketersediaan bahan pakan dedak sangat dipengaruhi oleh waktu atau musim dan bahan pakan merupakan produk yang sifatnya mudah rusak (Jamila, 2007). Dedak padi merupakan hasil samping proses penggilingan padi. Dedak padi merupakan hasil ikutan pengolahan padi (Oriza sativa) menjadi beras. Menurut deskripsi FAO yang dikutip oleh Nur dan Rukmini (1985) yang dimaksud dengan “Rice Bran” adalah hasil samping penggilingan padi yang tersusun oleh lapisanlapisan luar butir beras (kernel) dan lembaga
Gambar 2. Dedak Padi dan Morfologi Padi Sumber: www.litbang.deptan.go.id, 2009
Untuk mendapatkan dedak tidak terlalu sulit, tetapi saat membeli dalam jumlah yang banyak perlu dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan bahan terdiri dari fisik dan laboratorium. Secara fisik meliputi bau dedak dan warna dedak. Bau dedak apabila sudah tercium bau tengik atau bau tidak normal lainnya pertanda bahwa dedak sudah mulai rusak. Dedak yang normal berwarna coklat terang apabila sudah rusak dedak berwarna keputih-putihan atau kehijau-hijauan (Rasyaf, 1990).
Produksi Dedak Padi Proses penggilingan padi hanya menghasilkan 55% biji beras utuh. Berarti, masih banyak bahan sisa lain, selain beras misalnya beras patah 15%, kulit 20%, dan dedak halus serta bekatul 10%. Kandungan dedak dan bekatul pada padi sangat berpotensi untuk menjadi ingredien pangan fungsional dan memiliki pula potensi gizi yang luar biasa. Kandungan gizi yang dimiliki dedak padi, diantaranya adalah vitamin (seperti thiamin, niacin, vitamin B-6), mineral (besi, phospor, magnesium, potassium), asam amino, asam lemak esensial, dan antioksidan (Hariyadi, 2009). Perkiraan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi atau gabah kering giling (GKG) tahun 2009 di Indonesia akan mencapai 60,93 juta ton. jika dibandingkan dengan produksi tahun 2008, terjadi peningkatan sebanyak 0,68 juta ton atau 1,13 persen GKG. Karena itu, rencana ekspor beras pemerintah masih memungkinkan untuk dilakukan oleh Perum Bulog. Kenaikan produksi tersebut, menurut perkiraan BPS, terjadi karena peningkatan luas panen seluas 113.000 Ha atau 0,9%. Selain itu, produktivitas mengalami peningkatan sebesar 0,10 kuintal per Ha atau 0,2%. Kenaikan produksi padi pada tahun 2009 itu, diperkirakan terdapat di beberapa provinsi, terutama di Provinsi Jawa Barat, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Riau. BPS sendiri mencatat angka sementara produksi padi tahun 2008 mencapai 60,25 juta ton GKG. Jika dibandingkan produksi tahun 2007, maka telah terjadi peningkatan sebanyak 3,09 juta ton atau 5,41%. Kenaikan produksi pada saat itu terjadi karena peningkatan luas panen seluas 161,52 ribu Ha atau 1,33% sehingga produksi meningkat sebesar 1,9 kuintal per Ha atau 4,04%. Kenaikan produksi padi tahun 2008 terjadi di beberapa provinsi, diantaranya Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Sulawesi Tengah (Heriawan, 2009). Tabel 1. Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia Tahun
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Perkiraan Produksi Dedak* (Ton)
2005 2006 2007 2008 2009#
11.839.060 11.786.430 12.147.637 12.327.425 12.668.989
54.151.097 54.454.937 57.157.435 60.325.925 62.561.146
5.415.109 5.445.494 5.715.744 6.032.593 6.256.115
Keterangan : # Angka Perkiraan * Dianggap 10 persen akan berupa dedak Sumber : BPS, 2009
5
Dedak Padi sebagai Makanan Ternak Hasil ikutan tanaman padi dapat berupa jerami padi dan dedak padi. Jerami padi merupakan pakan sumber serat sedangkan dedak padi kualitasnya sangat bervariasi, dapat berfungsi sebagai sumber serat atau sumber serat dan energi. Pemanfaatan dedak padi sebagai bahan pakan ternak sudah umum dilakukan. Nutrisi dedak padi sangat bervariasi bergantung pada jenis padi dan jenis mesin penggiling. Dedak padi dapat menggantikan konsentrat komersial hingga 100%, Terutama dedak padi kualitas baik yang biasa disebut dengan bekatul (Pribadi, 2008). Mutu dedak padi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Dedak menurut Persyaratan Mutu Komposisi Kadar Air (%) Maksimum Protein Kasar (%) minimum Serat Kasar (%) maksimum Abu (%) maksimum Lemak (%) maksimum Asam Lemak bebas (%) terhadap lemak maksimum Ca (%) P (%) Aflatoksin (ppb) maksimum Silica (%) maksimum
Mutu I 12 11 11 11 15 5
Mutu II 12 10 14 13 20 8
Mutu III 12 8 16 15 20 8
0.04-0.3 0.6-1.6 50 2
0.04-0.3 0.6-1.6 50 3
0.04-0.3 0.6-1.6 50 4
Sumber: DSN, 2001.
Tabel 3. Komposisi Dedak Mutu I Nutrient Kadar air (%) Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Abu (%) Ca (%) P (%)
SNI 1992 12 12 11 15 11 0.04 – 0.3 0.6 – 1.6
Kandungan per -Kg NRC 1994 12 12 12 13 11.5 0.07 1.5
Sumber : SNI 01-3178-1996-REV.1992 dan NRC 1994
6
Penyimpanan Dedak Padi dan Permasalahannya Proses penggilingan pada padi menyebabkan enzim pemecah minyak lipase dan minyak dilepaskan dari sel-sel sehingga bercampur. Keadaan itu menyebabkan pemecahan lemak secara cepat dan pembentukan asam-asam lemak bebas. Masa penyimpanan dapat berpengaruh terhadap kadar asam lemak bebas dedak padi, dan jika waktu penyimpanan terlalu lama akan terjadi kenaikan kadar air, yang menyebabkan terjadi ketengikan hidrolisis. Apabila dedak disimpan tanpa inaktifasi lipase maka lemak secara cepat menghasilkan asam-asam lemak bebas yang kemudian teroksidasi sehingga mengakibatkan lemak menjadi tengik dan tidak dapat dimakan. Apabila kadar air dedak tinggi maka akan tumbuh jamur yang dapat menghasilkan racun yang dapat membahayakan kesehatan ternak (Jamila, 2007). Dedak berdasarkan komposisi tersebut mempunyai kadar lemak yang cukup tinggi, hal ini yang mempengaruhi penyimpanannya karena 6-10% dedak padi mudah mengalami ketengikan oksidatif. Dedak padi mentah yang dibiarkan pada suhu kamar selama 10-12 minggu dapat dipastikan 75-80% lemaknya berupa asam lemak bebas, yang sangat mudah tengik (Amrullah, 2002). Senada dengan pendapat Maulana (2007) yang menyatakan bahwa dedak padi mudah mengalami ketengikan disebabkan kandungan minyaknya yang tinggi (6-10 %), terutama ketengikan oksidatif. Dedak padi mentah yang dibiarkan pada suhu kamar selama 10-12 minggu dapat dipastikan 75-80 % lemaknya berupa asam lemak bebas yang sangat mudah tengik. Dedak halus mengandung 13,6% protein; 8% serat kasar; 9,6% lemak dan energi 1.639 Kkal/kg (Busro, 2005).
Jagung (Zea mays) Jagung (Zea mays) merupakan salah satu komoditas tanaman palawija di Indonesia yang kegunaannya luas terutama untuk kebutuhan bahan baku pakan ternak dan konsumsi manusia. Jagung merupakan bahan pakan sumber energi dalam komponen penyusun ransum ternak (Phang, 2001). Pemanenan dilakukan pada saat jagung telah mencapai masak fisiologis yaitu berkisar 100 hari setelah tanam tergantung dari jenis varietas yang digunakan. Pada umur demikian biasanya daun jagung/klobot telah kering dan berwarna kekuningkuningan. Selanjutnya dipisahkan antara jagung yang layak jual dengan jagung yang 7
busuk, muda dan berjamur untuk dilakukan proses pengeringan. Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu sehingga reaksi biologis terhenti dan mikrorganisme serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya. Pengeringan jagung dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu pengeringan dalam bentuk gelondong dan pengeringan butiran setelah jagung dipipil (Kristanto,2008).
Gambar 3. Jagung Kuning dan Morfologinya Sumber : www.litbang.deptan.go.id (2009)
Pemipilan merupakan kegiatan memisahkan biji jagung dari tongkolnya. Pada pengeringan jagung gelondong dilakukan sampai kadar air mencapai 18 % untuk memudahkan pemipilan. Pemipilan dapat dilakukan dengan cara tradisional atau dengan cara yang lebih modern. Secara tradisional pemipilan jagung dapat dilakukan dengan tangan maupun alat bantu lain yang sederhana seperti kayu, pisau dan lainlain sedangkan yang lebih modern menggunakan mesin yang disebut Corn sheller yang dijalankan dengan motor (Kristanto,2008).
Produksi Jagung Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian berharap industri pakan ternak tidak lagi Impor jagung pada tahun 2009. Untuk bahan baku pakan lainnya, Deptan berharap pabrik pakan bisa mengurangi ketergantungan impornya. Harapan Deptan agar pabrik pakan tidak impor jagung di tahun ini sangat beralasan. Sebab menurut data yang diungkap Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) tahun ini, seluruh pabrik pakan hanya memerlukan jagung sebanyak 4,07 juta ton untuk bahan baku pakan ternak, sedangkan produksi jagung nasional 2009 diperkirakan mencapai 18,00 juta ton. Tahun 2008 kebutuhan jagung untuk pakan 4 juta ton,
8
impor yang dilakukan sebanyak 4% atau sekitar 170 ribu ton. Impor jagung itu jauh menurun bila dibanding pada tahun 2007 sebesar 676 ribu ton (Soedjana, 2009). Penggunaan jagung impor untuk makanan ternak telah memberatkan para peternak pada saat naiknya nilai dollar terhadap rupiah akhir-akhir ini. Harga impor jagung sebesar US $ 130 per ton, yang jika dihitung dengan kurs Rp. 8.000 per dollar menjadi Rp. 1.040 per kilogram. Padahal dalam komposisi pakan ternak, jagung memegang peran hingga 50 %. Dengan alasan ini, produsen makanan ternak menaikkan harga jual pakan ternak. Tindakan ini telah mengakibatkan belasan ribu peternak di seluruh pelosok tanah air menghadapi kesulitan. Standar kualitas pasar internasional itu di antaranya kadar air 14% - 15%, aflatoxin (racun) di bawah 50% part per billion (ppb), dan memiliki warna kuning kemerahan (Rahim, 2009). Berdasarkan data angka ramalan (ARAM) III BPS, produksi padi nasional 2008 diperkirakan mencapai 60,28 juta ton GKG atau naik 5,46% dibanding produksi 2007. Produksi jagung mencapai 15,86 juta ton (naik 19,36%); produksi kedelai 761,21 ribu ton (naik 28,47%) (Apriyantono, 2009). Tabel. 4. Produksi Jagung di Indonesia Tahun
Produksi Jagung (ton)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
9.677.000 9.165.000 9.654.000 10.886.000 11.225.000 12.523.000 11.609.000 16.300.000 15.860.000 18.000.000
Sumber : BPS, 2009.
Berdasarkan angka ramalan II Badan Pusat Statistik (BPS), produksi jagung nasional 2006 turun menjadi 12,50 juta ton pipilan kering dari 12,52 juta ton tahun lalu. Penurunan produksi disebabkan kurangnya areal panen dari 3,6 juta ha pada 2005 menjadi 3,58 juta ha. Namun, penurunan volume itu, tidak perlu dikhawatirkan karena rata-rata produksinya naik 0,69% dari 34,5 kuintal per ha menjadi 34,8 kuintal per ha. Sementara total produksi jagung nasional 2007 diyakini dapat didongkrak. Salah satu langkah yang dilakukan Deptan dalam menunjang program itu a.l. memberikan subsidi benih jagung kepada kelompok tani. Sebab peningkatan produksi pangan secara kuantitas dan kualitas ditentukan oleh pengadaan benih yang 9
bermutu/besertifikat. Untuk subsidi benih itu diambil dari APBN sebesar Rp1,7 triliun mulai 2007. Dana sebesar itu juga untuk menyubsidi benih padi dan kedelai (Cheyny, 2007).
Penyimpanan Jagung dan Permasalahannya Penanganan pasca panen secara garis besar dapat meningkatkan daya gunanya sehingga lebih bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Hal ini dapat ditempuh dengan cara mempertahankan kesegaran atau mengawetkannya dalam bentuk asli maupun olahan sehingga dapat tersedia sepanjang waktu sampai ke tangan konsumen dalam kondisi yang dikehendaki konsumen. Persyaratan mutu jagung untuk perdagangan menurut SNI dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu. persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif (Kristanto,2008). Persyaratan kualitatif meliputi : 1. Produk harus terbebas dari hama dan penyakit 2. Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam) 3. Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida 4. Memiliki suhu normal. Sedangkan persyaratan kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Mutu Jagung No Komponen Utama 1. 2. 3. 4. 5.
Kadar Air Butir Rusak Butir Warna Lain Butir Pecah Kotoran
I 14 2 1 1 1
Persyaratan Mutu II III 14 15 4 6 3 7 4 3 1 2
(% maks) IV 17 8 10 5 2
Sumber: DSN,2001
Pengendalian mutu merupakan usaha mempertahankan mutu selama proses produksi sampai produk berada di tangan konsumen pada batas yang dapat diterima dengan biaya seminimal mungkin. Pengendalian mutu jagung pada saat pasca panen dilakukan mulai pemanenan, pengeringan awal, pemipilan, pengeringan akhir, pengemasan dan penyimpanan (Kristanto, 2008). Daya simpan jagung berbeda-beda tergantung dari kandungan air jagung. Bahan yang kadar airnya rendah relatif lebih tahan lama untuk disimpan, 10
dibandingkan dengan bahan yang berkadar air tinggi (Hall, 1970). Penyimpanan dalam karung sebaiknya diletakkan di atas balok-balok kayu sebagai alat agar tidak langsung menyentuh lantai. Kadar air biji dipertahankan agar tidak lebih dari 14%. Penyimpanan jagung yang berkadar air tinggi akan menyebabkan suhu dalam karung menjadi panas dan biji cepat rusak serta mudah diserang hama bubuk. Usaha mempertahankan kadar air ini dapat dilakukan dengan mengadakan penjemuran ulang sewaktu-waktu (Syamsu, 2003). Kandungan nutrien jagung kuning dan dedak padi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan Nutrien Jagung Kuning dan Dedak Padi Kandungan Nutrisi Bahan Makanan Energi (kkal/kg) Protein Kasar (%) Protein dapat tercerna (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Kalsium (%) Phosphor tersedia (%) Asam Linoleat (%) Methionin (%) Sistin (%) Lysine (%) Histidin (%) Triptophan (%) Threonin (%) Arginin (%) Iso Leusin (%) Leusin (%) Phanilalanin (%) Valin (%)
Jagung Kuning
Dedak Padi
3329 8,6 7,8 3,8 2,5 0,01 0,13 1,9 0,2 0,1 0,2 0,2 0,1 0,4 0,4 0,5 1,0 0,5 0,4
1900 13 7,7 13 12 0,06 0,9 3,4 0,2 0,1 0,5 0,3 0,2 0,4 0,5 0,4 0,8 0,4 0,6
Sumber : NRC (1994)
Penyimpanan Bahan Pakan Karakteristik bahan hasil olahan biji-bijian yang erat kaitannya dengan penyimpanan yaitu kadar air bahan, daya tumbuh bahan pasca panen, aktifitas respirasi bahan selama penyimpanan, densitas atau kerapatan bahan dalam tempat penyimpanan, sudut curah dan beberapa sifat-sifat fisik lainnya. Kadar air yang aman untuk penyimpanan ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis dan ekonomis. Pertimbangan teknis yaitu tingkat kadar air yang setimbang dengan kondisi 11
lingkungannya (suhu dan kelembaban relatif) dan ambang batas aktifitas air yang aman terhadap kemungkinan berbagai penyebab kerusakan. Menyimpan bebijian pada kondisi kadar air yang setimbang dengan lingkungan dinilai lebih efisien secara ekonomis dibandingkan dengan menyimpan pada tingkat kadar air yang setara dengan aktifitas air yang aman dari kerusakan. Secara ekonomi, penyimpanan ini akan menyebabkan penurunan kualitas yang lebih sedikit, sehingga kerugian yang terjadi dapat diminimalkan. Beberapa metode penyimpanan bahan baku secara modern, menurut Hall (1970) adalah sebagai berikut: 1. Penyimpanan secara terbuka di lantai, atau pada tempat tertentu 2. Penyimpanan pada silo atau gudang 3. Penyimpanan pada kontainer 4. Penyimpanan di kantong-kantong secara terbuka 5. Penyimpanan dalam kantong yang sudah ditutup secara permanen. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya ketengikan yaitu dengan penambahan antioksidan dan anti jamur pada dedak yang akan disimpan, dimana antioksidan dalam lemak dapat mempertinggi ketahanan lemak dan anti jamur dapat menghambat pertumbuhan jamur pada dedak padi selama masa penyimpanan. penambahan bahan pengawet antioksidan dan anti jamur dapat meningkatkan daya simpan dari dedak padi. Perbedaan bahan pengawet yang digunakan tidak berpengaruh nyata pada kandungan asam lemak bebas dedak padi pada waktu penyimpanan (Jamila , 2007). Selama penyimpanan terjadi penyimpangan mutu yang dapat dikelompokan dalam penyusutan kualitatif dan kuantitatif. Penyusutan kualitatif adalah kerusakan yang terjadi akibat perubahan-perubahan biologi (mikroba, serangga, tungau, respirasi), perubahan-perubahan fisik (suhu dan kelembaban) serta perubahan kimia dan biokimia (reaksi pencoklatan dan ketengikan), sedangkan penyusutan kuantitatif adalah kehilangan jumlah atau bobot hasil karena adanya gangguan biologi (proses respirasi, serangan serangga dan tikus) (Syarif dan Halid, 1993). Penyimpanan bahan pada ruangan terbuka menyebabkan bahan cepat mengalami penurunan daya simpan dan kualitas, karena pengaruh fluktuasi lingkungan (suhu dan kelembaban). Selain itu, ruangan terbuka dapat mencemari
12
bahan baik pencemaran mikro misalnya mikroba maupun pencemaran makro, misalnya serangga (Robi’in, 2007). Ada empat tipe kerusakan bahan pakan yang disimpan pada kondisi yang buruk, yaitu: a) kerusakan fisik dan mekanik, yaitu kerusakan yang terjadi jika bahan tidak ditangani secara hati-hati waktu kegiatan panen, transportasi, pengolahan, dan penyimpanan. b) kerusakan kimiawi, meliputi kerusakan bahan akibat reaksi kimia atau reaksi pencoklatan non enzimatis yang merusak partikel karbohidrat, penurunan kandungan vitamin dan asam nukleat. c) kerusakan enzimatik, yaitu terjadi akibat kerja beberapa enzim, seperti protease, amylase, dan lipase, misalnya pemecahan molekul lemak, seperti asam lemak bebas dan glycerol oleh enzim lipolitik dan aktivitas enzim proteolitik memecah protein menjadi polipeptida dan asam amino (Syarief dan Haryadi, 1984) d) kerusakan biologi terjadi akibat serangan serangga, binatang pengerat, burung, dan mikroorganisme selama penyimpanan (Syamsu, 2003). Kesuksesan penyimpanan tergantung pada kontrol serangan serangga dan mempertahankan tingkat kadar air, mulai dari kehilangan sampai perpindahan cairan yang dapat terjadi secara signifikan (Champ dan Highley, 1987). Untuk mencegah adanya kerusakan pada bahan baku khususnya bahan baku yang mudah mengalami autooksidasi selama penyimpanan, diperlukan pencegah kerusakan bahan seperti bawang putih yang dipercaya dan telah terbukti mengandung minyak atsiri yang berfungsi untuk mencegah tumbuhnya bakteri (Winarno dan Koswara, 2002). Waktu penyimpanan ransum ternak komersial paling lama 1 bulan dari akhir produksi sedangkan untuk ransum ternak pembibitan paling lama 7 hari (Latifah, 2006). Dalam laporan magang yang lain disebutkan bahwa ransum bentuk pellet dan crumble masih dapat digunakan oleh ternak dengan lama penyimpanan kurang lebih satu bulan sedangkan bentuk mash hanya tahan selama kurang lebih 2 minggu (Prasetyo, 2006). Agustina (2007) melaporkan bahwa periode penyimpanan bahan baku pakan yang terlalu lama menyebabkan terjadinya penyerapan uap air dari udara ke dalam bahan ransum tersebut. Hal ini mengakibatkan peningkatan kadar air mash antar perlakuan.
13
Zeolit dan Penggunaannya Zeolit adalah sejenis batuan yang mengandung beberapa mineral terutama aluminosilikat yang terhidrasi dari kation alkali dan alkali tanah yang mempunyai kerangka struktur berpori, berifat mendidih dan mengembang bila dipanaskan, serta dapat dimanfaatkan sebagai media dalam industri (Anwar, 1987), sedangkan menurut Sidih (1996) molekul zeolit terdiri atas tetrahedral SiO4 dan AlO4 yang diikat dengan oksigen membentuk pollihedral yang berongga. Struktur zeolit yang berongga ini menyebabkan zeolit dapat menyerap air atau zat lain dan bersifat reversible.
Gambar 4. Zeolit dan Strukrur Bangunnya Sumber : www.litbang.deptan.go.id (2009)
Ada dua cara aktifasi zeolit, yaitu secara fisik dan kimia. Saat zeolit dipanaskan 300-4000 C selama beberapa jam air akan keluar dan zeolit dapat berfungsi sebagai pengabsorbsi yang efektif (Mumpton dan Fishman, 1977 dalam Murni, 1993). Daya serap zeolit terhadap air dan kation dapat ditingkatkan melalui aktifasi. Zeolit silicalite merupakan zeolit umum yang banyak digunakan dalam industri perminyakan dan petrokimia sebagai katalis atau absorben selektif (Syarief, 2007), sifat dasar dari silicalite adalah memiliki rongga yang hidrofob (Fley, 2003 dalam Syarief, 2007). Menurut Herawati (1993), sifat abrasif zeolit dapat menghambat mobilitas serangga yaitu dengan adanya gesekan antara kulit katikula serangga dengan debu zeolit sehingga fungsi kulit sebagai penahan penguapan dari tubuh serangga tidak berfungsi dengan baik, sehingga mobilitas serangga terbatas dan dapat menyebabkan kematian pada serangga. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Hall (1970) dalam Sidih (1996) melaporkan bahwa penggunaan zeolit dapat dicampur langsung dengan bahan, seperti debu, karena zeolit dapat merusak kulit dan aktivitas serangga yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. 14
Bawang Putih (Allium sativum) Bawang putih mengandung minyak atsiri yang bersifat anti bakteri serta anti septik dan juga diallylsulfida yang dikenal sebagai anti cacing. Komponen yang terdapat pada bawang putih adalah diallyl disulfida (60%), diallyl trisulfida (20%), alyll propel disulfida (6%) dan dietil disulfida, diallyl polisulfida, alliin serta allicin dalam jumlah sedikit. Protein yang terkandung dalam bawang putih adalah protein bersulfur yang bertanggung jawab terhadap pembentukan aroma. Sumber mineral utama yang terkandung dalam bawang putih adalah selenium dengan kandungan 70 µg/100g dalam keadaan segar dan juga mengandung mineral-mineral lain seperti kalsium, besi, magnesium,fosfor, natrium, dan seng (Farrel, 1990). Winarno dan Koswara (2002) menyatakan bahwa bawang putih mengandung asam amino sistein yang merupakan penentu komponen bioaktif bawang putih. Sistein teralkalisasi dan kemudian mengalami oksidasi akan menghasilkan protein aliin. Aliin merupakan prekursor tak berwarna dan tak berbau pada bawang putih, namun apabila bawang putih diiris atau dihancurkan maka akan timbul aktifitas suatu enzim yaitu allinase. Enzim allinase ini mengkonversi aliin menjadi alisin, senyawa yang memberi bau khas bawang putih.
Gambar 5. Bawang Putih Sumber : www.litbang.deptan.go.id (2009)
Paavo Airola, seorang ahli gizi dan pendiri The International Academy of Biological Medicine dalam Winarno dan Koswara (2002) telah berhasil menemukan dan mengisolasikan sejumlah komponen aktif dari bawang putih, diantaranya sebagai berikut : Allisin, zat aktif yang mempunyai daya bunuh terhadap bakteri dan daya anti radang Aliin, suatu asam amino yang bersifat antibiotik 15
Allitiamin, suatu sumber ikatan-ikatan biologi yang aktif serta vitamin B1 Antihemolytic factor, faktor anti lesu atau anti kekurangan sel-sel darah merah Selenium, suatu mikro mineral yang merupakan faktor yang bekerja sebagai anti oksidan Germanium, seperti selenium merupakan mineral anti kanker yang ampuh yang dapat menghambat dan memusahkan sel-sel kanker dalam tubuh Antioksidan, anti racun atau pembersih darah dari racun-racun bakteri atau polusi logam-logam berat. Hasil penelitian Virginita (1997) dilaporkan bahwa bawang putih segar memiliki kadar air sebesar 65,12%. Apabila proses pengeringan tidak berjalan dengan baik, maka air tersebut akan tertahan dalam matriks bawang putih. Penumpukan irisan bawang putih dalam loyang kering dapat menurunkan luas permukaan untuk penguapan air di dalam bawang putih. Hal ini menyebabkan air untuk sulit menguap, sehingga hanya sebagian kecil saja yang dapat dihilangkan dari bahan. Akibatnya bubuk bawang putih yang dihasilkan memiliki kadar air yang tinggi.
Ō l CH2=CH-CH2-S-CH2-CH=CH2 Gambar 6. Rumus Bangun Allicin (Block, 1985 dalam Hastuti, 2008) Tabel 7. Kandungan Kimia Bawang Putih Komponen BK (%) PK (%) SK (%) LK (%) Beta-N (%) Abu (%) Ca (%) P-avl (%) Na (%) Energi (kal/g)
Jumlah 83,09 16,78 0,42 4,11 58,61 3,17 0,26 0,38 0,07 3.344
Sumber: Hastuti (2008), Hasil Analisis Lab. Ilmu Nurisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB,2006.
16
Kandungan zat aktif bawang putih mengalami penurunan selama proses pengeringan untuk menjadi bubuk bawang putih. Rahman et al. (2006) melaporkan bahwa proses pengeringan bubuk bawang putih yang optimal pada suhu 400C untuk mengurangi kehilangan kandungan zat aktifnya.
Polisakarida, Protein, Enzim, As amino,
Penuaan alami Jalur Biokonversi
Komponen sulfur Larut Air:
γ-glutamilsistein,
S-alilsistein
S-alilsistein,Sulfoksida
S-alilmerkaptosistein Asam amino
Pemecah Sel
Pemecahan Sel Alisin Aliin +
Allicin
Jalur Dekomposisi
Komponen Sulfur Larut Minyak: Dialil sulfida Dialil disulfida
Dekomposisi Cepat Dialil trisulfida Panas + Pelarut Organik
Gambar 7. Perubahan Kimiawi dalam Bawang Putih (Amagase et al., 2001)
Kadar Air Bahan (KA) Kadar air merupakan banyaknya air terikat dan air bebas yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen (Syarif dan Halid, 1993). Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997). Syarif dan Halid (1993) menyatakan bahwa kadar air yang aman untuk penyimpanan ditentukan berdasarkan tingkat kadar air yang setimbang dengan kondisi lingkungannya (suhu dan kelembaban realtif) dan ambang batas aktivitas air 17
yang aman terhadap kemungkinan penyebab kerusakan. Perubahan kelembaban udara ruang penyimpanan juga berpengaruh terhadap penguapan dan absorpsi air dalam kemasan. Bila kelembaban udara ruang menurun maka akan terjadi penurunan kadar air, sebaliknya jika kelembaban ruang meningkat maka terjadi peningkatan kadar air (Wiraatmadja et al., 1995). Kadar air yang aman untuk penyimpanan ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis dan ekonomis. Pertimbangan teknis yaitu tingkat kadar air yang setimbang dengan kondisi lingkungannya (suhu dan kelembaban relatif) dan ambang batas aktifitas air yang aman terhadap kemungkinan berbagai penyebab kerusakan. Menyimpan bahan baku pada kondisi kadar air yang setimbang dengan lingkungan dinilai lebih efisien secara ekonomis dibandingkan dengan menyimpan pada tingkat kadar air yang setara dengan aktifitas air yang aman dari kerusakan (Syarif dan Halid,1993). Selama proses penyimpanan akan terjadi peningkatan atau penurunan kadar air bahan, hal tersebut tergantung dari suhu dan kelembaban udara disekeliling tempat penyimpanan. Kadar air maksimum yang aman untuk penyimpanan bijian berpati berkisar antara 13-14%. Kerusakan yang terjadi pada bahan makanan yang disimpan dalam kondisi buruk terdiri dari kerusakan kimiawi, kerusakan enzimatis, dan kerusakan biologis. Pada keadaan kadar air setara dengan kelembaban relatif kesetimbangan (RHS) 70 % atau Aw 0,70 pada suhu 27-300C, keadaan ini masih dalam batas aman untuk penyimpanan bahan yang berasal dari biji-bijian. Kadar air aman simpan umumnya sekitar 13-14 % (basis basah), sedangkan kadar air aman dari gangguan kerusakan yaitu setara dengan aw 0,62 yaitu sekitar 11-12 % (basis basah) (Syarief dan Halid, 1993) . Peningkatan kadar air dipengaruhi oleh kelembaban nisbi lingkungan disekitarnya (Winarno dan Fardiaz, 1973). Banyaknya air yang terbentuk adalah akibat reaksi dari mikroorganisme yang muncul pada bahan, dan juga akibat kelembaban yang tinggi pada ruangan, sebab mikroorganisme menguraikan bahan organik yang terkandung, dan reaksi penguraian tersebut menghasilkan air. Peningkatan kadar air juga dapat meningkatkan volume bahan (Yusawisana, 2002).
18
Aktivitas Air (Aw) Menurut Winarno (1991), aktivitas air didefinisikan sebagai jumlah air bebas di dalam bahan yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba. Aktivitas air juga merupakan aktivitas kimia dari air yang merupakan ukuran dalam menentukan kemampuan air membantu proses kerusakan bahan (Adnan, 1982), sedangkan menurut Syarif dan Halid (1993), aktivitas air bahan merupakan banyaknya air yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan jasad renik membutuhkan air untuk pertumbuhan dan aktivitas mengangkut zat-zat gizi atau bahan-bahan limbah ke dalam dan keluar sel. Peningkatan suhu akan mempengaruhi peningkatan aktivitas air pada kadar air yang sama serta akan meningkatkan laju reaksi yang terjadi (Yusawisana, 2002) Gambar 8 memperlihatkan gambaran
kerusakan pangan. Pada gambar
tersebut, terdapat pembagian tiga daerah isotherm, yaitu daerah I, (Aw dibawah 0,25), daerah II (Aw 0,25-0,80) dan daerah III (Aw diatas 0,80). Daerah paling stabil ialah daerah II, sebab kerusakan yang terjadi pada daerah II dapat dicegah. Namun pada daerah II oksidasi dan hidrolisa lemak meningkat, hal ini disebakan keaktifan katalis meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas air (Winarno, 1991).
Gambar 8. Peta Stabilitas Bahan Sebagai Fungsi dari Aw (Labuza, 1971 dalam Winarno, 1991) Pada daerah I merupakan daerah dengan oksidasi lemak terbesar, seiring dengan rendahnya aktivitas air. Hal tersebut disebabkan banyak terjadinya radikal bebas, dimana air tidak dapat lagi menjadi barier kontak lemak dengan oksigen. Pada daerah III kerusakan mikrobiologis, kimiawi dan enzimatis berjalan dengan cepat.
19
Hal tersebut disebabkan sifat air bebas yang diperlukan oleh reaksi-reaksi tersebut (Alamsyah, 2004). Tabel 8. Ambang Batas Aktivitas Air Beberapa Jenis Kapang Jenis Kapang Aspergillus echinulatus A. Ruber A. Chevalieri A. Candidus A. niger A. flavus Alternaria citri Pennicillium expansum Trichoderma Botrytis Abisidia glauca Rhizopus nigrican Cladosporium herbarum Puccinia graminis
Aw minimum 0,65 0,70 0,73 0,76 0,80 0,80 0,84 0,86 0,88 0,90 0,90 0,93 0,94 0,98
Sumber : Syarief dan Halid (1992)
Kerusakan Mikrobiologis dan Biologis dalam Penyimpanan Penurunan mutu bahan pangan dan hasil pertanian lainnya meliputi : penurunan nilai gizi, penyimpangan warna, perubahan rasa dan bau, adanya pembusukan, modifikasi komposisi kimia dan penurunan daya tahan benih. Pada bebijian dan serealia, penyimpangan warna dapat disebabkan oleh akibat langsung adanya pertumbuhan kapang dalam penyimpanan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi pada saat pengeringan dan adanya reaksi-reaksi kimia serta aktivitas enzim dapat juga menyebabkan perubahan warna (Syarif dan Halid, 1992 dan Winarno, 2006). Pembebasan asam lemak sebagai hasil hidrolisis trigliserida dengan katalisator enzim lipase yang diproduksi kapang dapat menimbulkan bau tengik karena reaksi oksidasi yang mengikutinya. Senyawa kimia lainnya seperti ergosterol dan chitin dapat diproduksi oleh kapang selama penyimpanan benijian. Bahkan kedua senyawa tersebut dapat digunakan sebagai indikator adanya aktivitas kapang selama penyimmanan bebijian, sehingga digunakan sebagai salah satu analisa mikrobiologi metode kimiawi (Naewbanij et al.,1983 dalam Syarif dan Halid, 1993).
20
Kerusakan biologis adalah kerusakan yang disebabkan oleh serangan serangga, binatang pengerat, burung dan hewan lain (Winarno, 2006), sedangkan menurut Syarif dan Halid (1993), kerusaskan karena serangga, tikus dan burung lebih banyak menyebabkan penyusutan kuantitatif. Secara kuantittif kerusakan fisiologis karena respirasi dapat dinyatakan dengan susut bahan kering. Kerusakan jenis ini sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara.
Serangga Hama Gudang Serangga hama gudang selalu menyerang bahan yang ada dalam gudang, karena penyimpanan merupakan suatu keadaan yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhannya seperti kondisi fisik yang relatif stabil dan sumber makanan yang berlimpah (Syarif dan Halid, 1993). Serangan serangga secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya perubahan fisik dan kimia. Perubahan secara fisik ditunjukkan dengan kehilangan atau penurunan bobot, sedangkan secara kimia ditunjukkan dengan penurunan kandungan gizi karena degradasi komponen nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin (Winarno,2006). Siklus hidup serangga melalui beberapa tahapan perubahan bentuk baik secara sempurna maupun tidak sempurna. Proses perubahan bentuk (metamorfosis) sempurna melalui tahapan: telur menetas menjadi ulat (larva) kemudian menjadi kepompong (pupa) dan serangga dewasa (imago).
Proses metamorfosis tidak
sempurna (gradual) terjadi jika telur yang menetas menyerupai bentuk serangga dewasa dan tumbuh tanpa melalui tahap pupa (kepompong) (Winarno, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi sebagian besar spesies serangga adalah suhu, kelembaban relatif dan kadar air bahan pakan. Kandungan nutrisi dan sifat
fisik bahan pakan turut serta menentukan tingkat
serangan oleh serangga. Kandungan air yang tinggi (di atas 16%) menyebabkan bahan pakan menjadi lembut dan mudah diserang (Syarif dan Halid, 1993). Serangga yang menyerang bahan pakan mempunyai suhu optimum dimana populasi dapat berkembang dengan cepat. Kelembaban relatif (relative humidity, RH) mempengaruhi laju peningkatan populasi serangga. Kadar air bahan pakan berhubungan erat dengan kelembaban relatif. Kadar air yang rendah beriringan 21
dengan kelembaban relatif yang rendah memberikan proteksi terhadap serangan serangga (Winarno, 2006). Kadar air bahan pakan mempunyai korelasi yang erat dengan kelembaban relatif. Kandungan air bahan pakan yang disimpan diupayakan serendah mungkin. Proses penurunan kadar air dapat dilakukan dengan penjemuran ataupun dengan meniupkan udara panas terhadap bahan pakan (Syarif dan Halid, 1993). Tribolium castaneum ( Kumbang Tepung Merah) Kumbang tepung merah (Tribolium castaneum) dikenal dengan nama ulat tepung. Kumbang merusak bahan berbentuk tepung, biji kakao, kopi dan kacangkacangan tetapi tidak dapat memakan bahan yang tidak rusak dan bahan dengan kadar air dibawah 12%. Gejala kerusakan yang ditimbulkan : tepung menjadi apek, kotor dan menggumpal. Kumbang dewasa dan larva bersifat kanibalis yang memakan telur dan species sendiri. Kumbang dewasa berwarna coklat merah, panjang tubuh 2,3-4,4 mm dan berbentuk agak pipih (Syarif dan Halid, 1993), sedangkan menurut Winarno (2006) panjang tubuh jenis serangga ini kurang lebih 34 mm dengan panjang larva bila sempurna 6 mm. Aktivitas serangga disamping memakan bagian dari biji-bijian juga dapat menyebabkan kenaikan kandungan air serta suhu secara lokal, namun serangga dapat bertahan pada bahan pangan dengan kadar air rendah dan akan menimbulkan kerusakan pada pakan dan serealia yang digiling (Winarno, 2006).
Gambar 9. Tribolium castaneum Sumber : www.google.com (2009) Siklus hidup Tribolium castaneum dengan metamorphosis sempurna. Kumbang betina mampu menghasilkan telur sebanyak 11 butir per hari pada suhu 32,5oC (Winarno, 2006). Tanda-tanda spesifik T. castaneum : serangga dewasa panjangnya 3-4 mm dan berwarna coklat kemerahan. Larvanya mempunyai bentuk 22
khas yaitu adanya tonjolan runcing pada ruas terakhir dari abdomen yang disebut Urogomphi.
Gambar 10. Siklus Hidup Sempurna Kumbang Sumber : www.peternakan.litbang.deptan.co.id (2008)
Sebagian besar spesies serangga hama tropis mempunyai suhu optimum sekitar 28 oC, serangga akan berkembang biak pada suhu 10-26 oC dan akan terbatasi aktivitasnya pada suhu 35oC dan akan mati pada suhu 60oC (Winarno, 2006). Achmadun (2007) melaporkan bahwa Tribolium castaneum akan tumbuh baik pada suhu 28,5-29,5 dengan kelembaban 72-76 %. Batas kadar air yang dinilai aman untuk penyimpanan adalah 13-14% dan kelembaban kurang dari 70%. Bila suhu naik melebihi suhu optimum, maka kondisi lingkungan tidak lagi menunjang untuk pertumbuhan serangga dan tingkat pertumbuhan populasi serangga akan menurun (Syarif dan Halid, 1993). Kapang Kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan dari yang sederhana sampai kompleks. Kebanyakan kapang memproduksi enzim hidrolitik, misalnya amylase, pektinase, proteinase dan lipase. Oleh karena itu dapat tumbuh pada bahan yang mengandung pati, pectin, protein atau lipid (Fardiaz, 1992). Pembeda kapang dengan khamir adalah khamir mempunyai sel tunggal dan secara vegetative tumbuh dengan cara bertunas. Khamir mempunyai pseudomiselium sedangkan kapang mempunyai miselium nyata. Bersifat saprofitik dan terdapat pada daun-daun atau bunga tanaman. Kapang terdiri dari banyak sel yang bergabung menjadi satu (multiseluler), dibawah mikroskop kapang terdiri dari benang-benang 23
(filamen) yang dinamakan hifa. Kumpulan hifa tersebut disebut miselium (miselia), miselium dapat dilihat dengan mata telanjang yang menyerupai kapas atau benangbenang wol dan warna yang bermacam-macam (Fardiaz, 1992).
Gambar 11. Kapang Pertumbuhan vegetatif kapang adalah dengan cara memperpanjang hifanya pada bagian ujung yang disebut dengan pertumbuhan apikal atau pada tengah hifa yang disebut interkalor. Siklus reproduksi kapang secara aseksual dibedakan atas siklus mikro dan siklus normal. Reproduksi siklus mikro berlangsung dalam waktu yang singkat yaitu 48 jam, sedangkan siklus normal 5-10 hari (Syarif dan Halid, 1992). Secara konvensional kapang yang spesifik hasil pertanian (bijian) dibedakan atas 3 golongan : a. Kapang Prapanen, yaitu kapang yang biasa tumbuh pada saat hasil pertanian belum dipanen, atau pada tanamannya. Seringkali bersifat parasit dan beberapa diantaranya merupakan penyakit tumbuhan. Mikroflora ini dapat berkembang pada awal penyimpanan terutama apabila kadar air bahan cukup tinggi, karena kapang prapanen bersifat higrofilik. Beberapa jenis kapang prapanen : Alternaria, Helminthosporium,
Culvularia,
Epicoccum,
Cladosporium,
Phoma,
Trichoderma, Nigrospora dan Fusarium. b. Kapang Pasca Panen atau Kapang Penyimpanan, yaitu berkembang dan melakukan aktivitas metabolisme selama penyimpanan. Species kapang pasca panen meliputi : Aspergillus, Penicillium dan Fusarium. c. Kapang Intermedier, yaitu kapang prapanen yang berkembang pada awal penyimpanan dan bertahan untuk beberapa waktu selama penyimpanan,
24
kemudian menurun dengan hebat. Contoh kapang intermedier adalah Rizhopus, Fusarium, Cladosporium, dan CurvulariaI. Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang dapat menghambat organisme lainnya. Komponen itu disebut antibiotik, misalnya penisilin yang diproduksi oleh Penicillium chrysogenum dan clavasin yang diproduksi oleh Aspergillus clavatus. Sebaliknya, beberapa komponen lain yang bersifat mikostatik atau fungistatik (fungisidal, yaitu membunuh kapang), yaitu menghambat pertumbuhan kapang, misalnya asam sorbet, propionate dan asetat (Fardiaz, 1992). Kapang yang biasa dijumpai pada penyimpanan khususnya pada serealia dan biji-bijian dapat dikelompokkan berdasarkan cara melakukan reproduksi, kelompok kapang yang melakukan reproduksi seksual adalah Zygomicetes, Ascomicetes dan Basidiomicetes. Kelompok lainnya yang berkembang biak secara aseksual disebut kapang
imperfekti
(fungi
imperfecti)
termasuk
didalamnya
kelompok
Deuteromicetes (Syarif dan Halid, 1992). Pertumbuhan kapang biasanya berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri dan khamir. Oleh karena itu, jika kondisi pertumbuhan memungkinkan semua mikroorganisme untuk tumbuh, kapang biasanya kalah dalam kompetisi dengan khamir dan bakteri. Namun, jika kapang dapat mulai tumbuh maka pertumbuhan yang ditandai dengan pembentukan miselium dapat berlangsung dengan cepat (Fardiaz, 1992). Menurut Syarif dan Halid (1992), kapang penyimpanan, berdasarkan nilai Aw dapat dibedakan menjadi 3 kelompok sebagai berikut : a. Higrofilik, yaitu kapang yang tumbuh atau germinasi spora memerlukan aktivitas air yang tinggi (Aw diatas 0,90) seperti : Epicoccum nigrum, Trichotecium roseum dan Mucor circinelloides. b. Mesoserofilik, yaitu bila germinasi spora terjadi pada Aw 0,80 hingga 0,90, misalnya Alternaria tenuissima dan Penicillium cyclopium. c. Serofilik, yaitu bila germinasi spora terjadi pada Aw lebih kecil dari 0,80, misalnya Aspergillus repen, A. restrictus dan A. versicolor. Sebagian besar kapang penyimpanan berkembang dengan pesat pada suhu 0
20-40 C, sedangkan menurut Winarno (2006), kapang penyimpanan (storage fungi) seperti Aspergillus dan Penicillium akan tumbuh pada bahan pangan dengan kadar 25
air lebih rendah, yaitu 12-18% dengan suhu 24-280C dan kelembaban 84-96%. Beberapa kapang yang penting dan mampu menyebabkan kerusakan bahan pangan yang disimpan serta kerusakan yang dapat ditimbulkannya antara lain : a. Aspergillus flavus. Tumbuh dan menyebabkan kehilangan protein, pati dan lemak biji-bijian dan kacang-kacangan. Beberapa strain dapat memproduksi aflatoksin, terutama pada biji-bijian dan kacang-kacangan yang kurang hitam. b. Aspergillus niger. Sama dengan A.flavus, tetapi racun yang diproduksinya tidak berbahaya. Adanya kapang ini akan menyebabkan bahan pangan terlihat hitam. c. Penicillium spp. Sangat umum kaitanya dengan kerusakan buah-buahan. Miseliumnya berwarna kehijauan dan penyebarannya sangat luas. d. Botryodiploida spp. Menyerang buah-buahan dan biji-bijian di lapangan dan dapat terus tumbuh selama penyimpanan. e. Fusarium spp. Sangat umum tumbuh pada bahan pangan yang disimpan dengan kadar air yang tinggi. Aspergillus retricus dan aspergillus glaucus menyebabkan noda kebiruan pada jagung (Syarif dan Halid, 1993). Kapang yang tumbuh pada bahan yang disimpan akan mengalami proses respirasi dan menghasilkan uap air, sehingga akan menyebabkan kenaikan kadar air pada bahan (Winarno, 2006). Pembebasan asam lemak sebagai hasil hidrolisis trigliserida dengan katalisator enzim lipase yang diprosuksi kapang dapat menimbulkan bau tengik karena reaksi oksidasi yang mengikutinya, selain itu kapang juga menurunkan kadar bahan organik yaitu sumber C dan N yang digunakan untuk proses metabolisme (Syarif dan Halid, 1993)
26
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Perternakan Institut Pertanian Bogor, yaitu di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. Penelitian ini dilaksanankan selama 3 bulan, mulai dari bulan Oktober 2008 – Februari 2009.
Materi Percobaan Bahan Bahan pakan yang digunakan adalah jagung kuning giling dan dedak padi. Zat penghambat kerusakan yang digunakan adalah bawang putih (Allium sativum) bubuk, mineral zeolit, dan anti jamur komersial (Dermitox).
Peralatan Alat yang digunakan adalah karung plastik, timbangan, saringan plastik, nampan plastik, thermohygrometer, autoclave, cawan petri, lup, penggaris, water bath, tabung reaksi dan tabung Erlenmeyer.
Rancangan Percobaan Perlakuan Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini ada 4 yaitu kontrol (P0) yang merupakan sampel tanpa penambahan aditif, sampel dengan penambahan 1% (b/b) serbuk zeolit (P1), sampel dengan penambahan 1% (b/b) bawang putih bubuk (P2) dan sampel dengan penambahan 0,15% (b/b) anti jamur komersial (P3). Masingmasing perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan disimpan selama 8 minggu serta diamati pada minggu 0, 2, 4, 6 dan 8. Penambahan bahan terlihat pada Gambar 12.
Jagung / Dedak Padi (Masing-masing 1 kg)
Ditambahkan
Kontrol (Tanpa penambahan)
Bawang Putih
Zeolit
(1%)
(1%)
Anti jamur komersial (Dermitox) 0,15%
Disimpan (minggu)
2
4
6
8
Gambar 12. Bagan Penambahan Zat Penghambat Kerusakan pada Masing-masing Perlakuan.
Model Rancangan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) ,dengan pola faktorial 5 x 4 dengan 3 ulangan. Faktor dalam penelitian ini adalah lama penyimpanan (minggu) dan perlakuan (penambahan zat penghambat). Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = µ + Ai + Bj + AiBj + εijk Keterangan: Yijk
: Variabel respon.
µ
: Nilai rataan umum. 28
Ai
: Pengaruh lama penyimpanan minggu ke-i.
Bj
: Pengaruh zat penghambat kerusakan ke-j.
AiBj
: Pengaruh interaksi lama penyimpanan mingg ke-i dengan pemberian zat penghambat kerusakan ke-j.
εijk
: Galat percobaan karena pengaruh perlakuan penyimpanan minggu ke-I dan pemberian zat penghambat kerusakan j dan ulangan ke-k. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA),
selanjutnya jika berbeda nyata dilakukan uji jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1997).
Peubah Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Jenis dan Jumlah Seranggga (Tribolium castaneum) 2. Jumlah Kapang Prosedur Persiapan Sampel Persiapan sampel diawali dengan penyediaan jagung kuning giling dan dedak padi yang diperoleh dari supplier bahan pakan. Awalnya sampel diuji kadar air, dan aktivitas airnya. Setelah itu, dikeringkan dengan kering udara (dijemur 60 0
C) hingga kadar airnya ± 13 Langkah selanjutnya adalah pengupasan, pencacahan dan penjemuran
bawang putih serta penggilingan bawang putih hingga menjadi bubuk. Setelah bawang putih dijadikan bubuk maka sebanyak 1% (b/b) dari berat bahan dicampurkan hingga homogen pada bahan yang sudah kering dan mencapai kadar air 13 – 14 %. Bahan (dedak padi dan jagung kuning giling) dipisahkan menjadi empat bagian (P0,P1,P2 dan P3) masing-masing sebanyak 15 Kg dan dicampur dengan 0,15 kg aditif (bawang putih dan zeolit) dan 2,25 gram anti jamur komersil, setelah itu ditimbang 1 kg dan dimasukkan ke dalam karung plastik yang telah disediakan. Pemberian taraf 1% (b/b) zeolit mengikuti dari hasil penelitian Sidih (1996) bahwa penambahan 1% zeolit dapat menurunkan kadar air dan aktivitas air secara signifikan, sedangkan 1% bawang putih dapat menurunkan kadar kolestrol darah dan LDL serta menaikkan HDL pada ayam broiler (Jaya, 1997), serta penambahan anti 29
jamur Dermitox pada taraf 0,15% (b/b) adalah dosis penggunaan yang ditentukan oleh perusahaan yang bersangkutan. Masing-masing perlakuan dibagi menjadi 3 ulangan, dan disimpan dalam bentuk curah, dalam karung plastik terbuka, masing-masing ± 1 kg.
Persiapan Zat Penghambat Kerusakan (Zeolit dan Bawang Putih) Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari perusahaan di Jakarta dalam bentuk bubuk. Bawang putih yang digunakan adalah bawang putih bubuk, bagan alur pembuatan bubuk bawang putih diperlihatkan pada Gambar 13. 1 Bawang Putih Persiapan
Pemisahan menjadi Siung Tunggal
Pengirisan Pengupasan
(2-3mm)
Pembubukan
Penghalusan Pengeringan
Oven (600C) selama 10 jam
Pengayakan (40mash)
Bubuk Bawang Putih
Gambar 13. Bagan Pembuatan Bubuk Bawang Putih (Hastuti, 2008)
Penyimpanan Sampel yang telah dipisahkan ke dalam perlakuan dan ulangan disimpan di dalam gudang yang akan terus dikontrol suhu dan kelembabannya. Sampel disimpan dengan sistem curah pada karung plastik yang dibiarkan terbuka. Penempatan dedak padi dan jagung diacak sesuai dengan sampel yang akan diamati tiap minggunya.
30
Kontrol Suhu dan Kelembaban Ruangan Suhu dan kelembaban udara ruang penyimpanan diukur menggunakan thermohygrometer, yang dapat mengukur suhu dan kelembaban sekaligus. Suhu dan kelembaban diukur setiap hari, dan pengukuran dilakukan tiga kali dalam sehari, yaitu pukul 07.00, pukul 12.00, dan pukul 17.00.
Gambar 14. Thermohygrometer Analisa Kadar Air (AOAC, 1995) Pengamatan kadar air dan aktivitas air jagung dilakukan dua minggu sekali. Setiap selesai satu periode penyimpanan, dedak padi dan jagung kuning giling dikeluarkan dari kemasan, diaduk hingga hoMogen, setelah itu diambil sampel, kemudian dianalisis kadar air dan aktivitas airnya. Kadar air diukur dengan menggunakan metode analisa proksimat (AOAC, 1995). Analisa kadar air dilakukan dengan mengeringkan cawan dalam lemari pengering, +/- 1 jam, kemudian dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan kemudian ditimbang (x gr). Ambil sampel (y gr) dan dimasukan kedalam cawan. Masukan kedalam alat pengering pada temperature 1050C selama 24 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan ditimbang hingga beratnya konstan (z gr). Penentuan kadar air menggunakan rumus sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 15.
31
Kadar air (% BK) =
x 100%
Gambar 15. Rumus Kadar Air (KA)
Analisa Aktivitas air (Aw meter) Aktivitas air dedak padi dan jagung kuning giling diukur dengan menggunakan Aw meter, yang sebelumnya sudah dikalibrasi dengan menggunakan larutan BaCl2, selama 24 jam. Larutan BaCl2 memiliki nilai aktivitas air sebesar 0,9 (Syarif dan Halid, 1993). Sampel dedak padi dan jagung kuning giling dimasukan kedalam wadah bagian dari Aw meter, kemudian wadah ditutup. Pembacaan skala dan suhu pada Aw meter dilakukan setelah 3 jam pengukuran, kemudian dihitung dengan rumus.
Aw = skala + [(suhu-200) x 0,002]
Gambar 16. Rumus Aw dan Aw Meter
Penghitungan Jumlah Serangga Jumlah serangga dewasa dihitung dengan mengambil 100 gram bahan secara representatif pada setiap sampel dan dipisahkan antara serangga dan bahan dengan cara pengayakan dengan menggunakan ayakan plastik.
Gambar 17. Ayakan Plastik
32
Identifikasi Serangga Jenis serangga (dewasa) diidentifikasi secara deskriptif. Serangga sebelumnya dipingsankan terlebih dahulu dan dibandingkan dengan
ciri-ciri yang ada pada
literatur dengan menggunakan lup .
Gambar 18. Alat Identifikasi Serangga Analisa Jumlah Kapang Jumlah kapang dianalisis pada minggu ke-6 dan 8 dengan mengikuti metode Thompson (1969) yaitu sistem pengenceran serial dengan teknik cawan hitung. Kapang ditumbuhkan pada media agar yang terbuat dari sari toge dengan 5 kali ulangan setiap sampelnya. Penghitungan kapang dilakukan setelah 48 jam penanaman pada media. Antibiotik yang digunakan dalam penumbuhan kapang adalah larutan yang mengandung campuran Benzil penicilium, streptomicin dan chloropenicol.
(a)
(b)
Gambar 19. Kapang pada Dedak Padi (a) dan Kapang pada Jagung Kuning Giling (b)
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum selama Penyimpanan
Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan Tabel 9 menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban selama penyimpanan tidak stabil. Suhu ruang selama penelitian berkisar
27-28
o
C, sedangkan
kelembabannya berkisar 81-87%. Suhu batas aman untuk penyimpanan bahan pakan berkisar pada suhu 27-30oC dengan kelembaban relatif adalah 70% (Syarief dan Halid, 1993). Tabel 9. Rataan Suhu dan Kelembaban Ruang Penyimpanan (Oktober
Desember 2008) Minggu ke1 2 3 4 5 6 7 8 Rataan
Suhu (oC) 27,67 28,00 27,67 28,00 26,60 27,40 27,20 27,57 27,58 ± 0,71
Kelembaban (%) 87,00 82,00 83,00 81,00 82,00 85,00 85,00 87,00 83,79 ±3,70
Kelembaban yang tinggi pada penelitian ini dikarenakan pada saat dilakukan penyimpanan, curah hujan cukup tinggi serta adanya peningkatan suhu sebelum turunnya hujan. Menurut Wiraatmadja et al., (1995), kelembaban yang tinggi berpengaruh terhadap kondisi sampel yang disimpan, terutama pada peningkatan kadar air dan aktivitas air bahan. Keadaan tersebut sangat mudah memicu adanya kerusakan biologis akibat tumbuhnya kapang dan serangan serangga. Winarno (2006) menyatakan bahwa kapang dapat tumbuh pada kisaran suhu 24-28 oC dengan kelembaban 84-96 %, sedangkan Achmadun (2007) melaporkan serangga (Tribolium castaneum) dapat tumbuh baik pada suhu 28,50-29,50 oC dengan kelembaban 72-76 %. Bila suhu naik melebihi suhu optimum, maka kondisi lingkungan tidak lagi menunjang untuk pertumbuhan serangga dan tingkat pertumbuhan populasi serangga akan menurun (Syarief dan Halid, 1993).
Kadar Air (%) Kadar air merupakan banyaknya air terikat dan air bebas yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen (Syarief dan Halid, 1993). Nilai kadar air suatu bahan akan menentukan kerusakan yang terjadi, semakin tinggi kadar air maka semakin besar peluang bagi organisme untuk berkembangbiak dan merusak bahan yang disimpan.
Keterangan : P0 = 1 kg jagung/dedak padi, P1 = P0 + 1% Zeolit, P2 = P0 + 1% Bawang Putih, P3 = P0 + 0.15% Anti jamur Dermitox.
Gambar 20. Grafik Rataan Kadar Air Dedak Padi setiap Perlakuan selama Penyimpanan Kadar air pada dedak padi dan jagung kuning giling diawal penyimpanan yaitu pada minggu ke-0 berkisar antara 10-12 % untuk dedak padi dan 12-13 % untuk jagung kuning giling. Hal ini menunjukkan bahwa bahan tersebut dilihat dari kadar airnya aman untuk disimpan. Syarif dan Halid (1993) melaporkan, batas aman kadar air untuk penyimpanan bahan-bahan hasil pertanian adalah dibawah 13 – 14%, sedangkan menurut DSN (2001) kadar air maksimal pada dedak padi dan jagung kuning berturut-turut 12% dan 14%.
35
Gambar 21. Grafik Rataan Kadar Air Dedak Padi Minggu ke-0–Minggu ke-8
Kisaran nilai rataan kadar air pada dedak padi adalah 10,55-22,69% yaitu pada kontrol (P0) berkisar dari 11,73-19,04%, pada perlakuan dengan penambahan 1% zeolit (P1) berkisar dari 10,57-18,88%, perlakuan dengan penambahan 1% bawang putih berkisar dari 12,21-16,29% dan pada perlakuan dengan penambahan 0,15% anti jamur berkisar dari 10,55-22,69%. Nilai tertinggi rataan dari kadar air pada dedak padi sebesar 22,69% yaitu pada perlakuan dengan penambahan 0,15% anti jamur (P3) pada penyimpanan minggu ke-8, sedangkan rataan kadar air terendah sebesar 10,57% pada perlakuan dengan penambahan 1% zeolit (P1) pada penyimpanan minggu ke-0.
Keterangan : P0 = 1 kg jagung/dedak padi, P1 = P0 + 1% Zeolit, P2 = P0 + 1% Bawang Putih, P3 = P0 + 0.15% Anti jamur Dermitox.
Gambar 22. Grafik Rataan Kadar Air Jagung Kuning Giling setiap Perlakuan selama Penyimpanan 36
Nilai rataan kadar air pada jagung kuning giling berkisar dari 12,34-17,19% yaitu pada kontrol (P0) berkisar dari 12,34-17,19%, perlakuan dengan penambahan 1% zeolit (P1) berkisar dari 13,48-16,72%, perlakuan dengan penambahan 1% bawang putih (P2) 13,09-17,17% dan perlakuan dengan penambahan 0,15% anti jamur (P3) berkisar 12,42-15,59%. Nilai tertinggi rataan dari kadar air pada jagung kuning giling sebesar 17,19% yaitu pada kontrol (P0) pada penyimpanan minggu ke0, sedangkan rataan kadar air terendah sebesar 12,34%.
Gambar 23. Grafik Rataan Kadar Air Jagung Kuning Giling Minggu ke-0–Minggu ke-8 Nilai kadar air pada masing-masing perlakuan pada dedak padi dan jagung kuning giling mengalami fluktuasi kenaikan dan penurunan. Respon yang berbeda pada dedak padi dan jagung kuning giling diduga karena ukuran partikel yang berbeda. Ukuran partikel dedak padi yang lebih halus menyebabkan luas permukaan bahan lebih besar dibanding jagung kuning giling sehingga daya absorbsi air dari udara ke dalam bahan lebih tinggi yang menyebabkan kadar air bahan akan meningkat (Agustina, 2005). Aktivitas Air (Aw) Aktivitas air bahan merupakan banyaknya air yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Syarif dan Halid (1993), jasad renik membutuhkan air untuk pertumbuhan dan aktivitas mengangkut zat-zat gizi atau 37
bahan-bahan limbah ke dalam dan keluar sel. Aktivitas air juga menentukan kemampuan air membantu proses kerusakan bahan (Adnan, 1982). Syarif dan Halid (1993) menyatakan bahwa kadar air aman dari gangguan kerusakan yaitu setara dengan Aw 0,62 yaitu sekitar 11-12 % (basis basah) dan pada keadaan kadar air setara dengan kelembaban relatif kesetimbangan (RHS) 70 % atau Aw 0,70 pada suhu 27-30
0
C, keadaan ini masih dalam batas aman untuk
penyimpanan bahan yang berasal dari biji-bijian, sehingga dapat dikatakan bahwa batas aman nilai aktivitas air untuk penyimpanan bahan yang berasal dari biji-bijian berkisar antara 0,62-0,70.
Keterangan : P0 = 1 kg jagung/dedak padi, P1 = P0 + 1% Zeolit, P2 = P0 + 1% Bawang Putih, P3 = P0 + 0.15% Anti jamur Dermitox.
Gambar 24. Grafik Rataan Aw Dedak Padi setiap Perlakuan selama Penyimpanan
Kisaran nilai Aw dedak padi yang diperoleh pada penelitian ini adalah 0,74 – 0,80, yaitu pada kontrol (P0) berkisar dari 0,74-0,80, pada perlakuan dengan penambahan 1% zeolit (P1) berkisar dari 0,74-0,79, perlakuan dengan penambahan 1% bawang putih (P2) berkisar dari 0,74-0,80 dan perlakuan dengan penambahan 0,15% anti jamur (P3) berkisar dari 0,74-0,80. Nilai rataan Aw tertinggi pada dedak padi sebesar 0,80 yaitu pada P0,P2 dan P3 pada penyimpanan minggu ke-8, sedangkan Aw terendah sebesar 0,74 untuk semua perlakuan pada penyimpanan minggu ke-0.
38
Gambar 25. Grafik Rataan Aw Dedak Padi Minggu ke-0 – Minggu ke-8
Nilai Aw pada jagung kuning giling berkisar dari 0,76 - 0,81 yaitu pada kontrol (P0) berkisar dari 0,76-0,80, perlakuan dengan penambahan 1% zeolit (P1) berkisar dari 0,76-0,81, perlakuan dengan penambahan 1% bawang putih (P2) berkisar dari 0,76-0,81dan perlakuan dengan penambahan 0,15% anti jamur (P3) berkisar dari 0,76-0,81. Nilai rataan Aw tertinggi pada jagung kuning giling sebesar 0,81 yaitu pada P1, P2 dan P3 pada minggu ke-8, sedangkan Aw terendah sebesar 0,76 untuk semua perlakuan pada minggu ke-0.
Keterangan : P0 = 1 kg jagung/dedak padi, P1 = P0 + 1% Zeolit, P2 = P0 + 1% Bawang Putih, P3 = P0 + 0.15% Anti jamur Dermitox.
Gambar 26. Grafik Rataan Aw Jagung Kuning Giling setiap Perlakuan selama Penyimpanan 39
Gambar 27. Grafik Rataan Aw Jagung Kuning Giling Minggu ke-0 – Minggu ke-8
Jenis dan Jumlah Serangga Jenis Serangga Jenis serangga diidentifikasi secara deskriptif dengan membandingkan dengan literatur, yaitu dilihat dari bentuk, warna dan panjang serangga. Jenis serangga yang teridentifikasi pada sampel dedak padi dan jagung kuning giling adalah Tribolium castaneum jenis kumbang jika dewasa berwarna coklat merah dengan panjang tubuh 2,30-4,40 mm dan berbentuk agak pipih (Syarief dan Halid, 1993). Serangga ini dapat bertahan pada bahan pangan dengan kadar air rendah dan akan menimbulkan kerusakan pada pakan dan serealia yang digiling. Gejala kerusakan yang ditimbulkan : tepung menjadi apek, kotor dan menggumpal (Winarno, 2006). Serangan serangga secara langsung dapat mengakibatkan terjadinya perubahan fisik dan kimia. Perubahan secara fisik ditunjukkan dengan kehilangan atau penurunan bobot sampel karena ada bahan yang dimakan, sedangkan secara kimia ditunjukkan dengan penurunan kandungan gizi karena degradasi komponen nutrien seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin yang dimanfaatkan oleh serangga (Winarno, 2006).
40
Gambar 28. Tribolium castaneum Sumber : www.google.com (2009)
Kumbang betina mampu menghasilkan telur sebanyak 11 butir per hari pada suhu 32,50oC (Winarno, 2006). Tanda-tanda spesifik T. castaneum dewasa adalah panjang 3,00-4,00 mm dan berwarna coklat kemerahan. Larvanya mempunyai bentuk khas yaitu adanya tonjolan runcing pada ruas terakhir dari abdomen yang disebut urogomphi.
Gambar 29. Urogomphi Sumber : www.google.com (2009)
Winarno (2006) melaporkan bahwa jenis serangga lain yang biasa tumbuh pada tepung serealia dan produk serealia adalah Tribolium castaneum, Tricoderma 41
granarium (capra beetle), Lasioderma serricone, Corcyra chepalonica (Ngengat Beras), Ephestia cautela (Ngengat Tepung), Oryzaephilus surinamensis dan pada jagung adalah Araecerus fasciculatus. Hanya jenis Tribolium castaneum yang ditemukan pada sampel dedak padi dan jagung kuning giling dalam penelitian ini, hal ini dikarenakan Tribolium castaneum merupakan jenis serangga yang mempunyai sifat predator terhadap serangga lain (Winarno, 2006), sehingga keberadaannya pada suatu bahan akan lebih dominan. Selain itu, Tribolium castaneum termasuk serangga yang toleran terhadap kenaikan serta penurunan temperatur dan kelembaban yang memungkinkan serangga lain tidak bisa tumbuh (Mahroof et al., 2003).
Gambar 30. Lasioderma serricone Sumber : www.google.com (2009)
Gambar 32. Ephestia cautela Sumber : www.google.com (2009)
Gambar 34. Tricoderma granarium Sumber : www.google.com (2009)
Gambar 31.Corcyra chepalonica Sumber : www.google.com (2009)
Gambar 33.Oryzaephilus surinamensis Sumber : www.google.com (2009)
Gambar 35. Araecerus fasciculatus Sumber : www.google.com (2009)
42
Jumlah Serangga Penyimpanan merupakan suatu keadaan yang sangat menguntungkan bagi pertumbuhan serangga, pada kondisi fisik yang relatif stabil dan sumber makanan yang berlimpah (Syarief dan Halid, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan populasi sebagian besar spesies serangga adalah suhu, kelembaban relatif dan kadar air bahan pakan. Kandungan nutrisi dan sifat fisik bahan pakan turut serta menentukan tingkat serangan oleh serangga (Winarno,2006). Serangan serangga dapat menyebabkan turunnya mutu bahan, sehingga akan menyebabkan penurunan harga jual dan kerugian yang cukup besar pada produsen maupun konsumen (Winarno, 2006). Tabel 10. Jumlah Serangga (ekor /100 gram) pada Dedak Padi selama Penyimpanan Minggu 0 2 4 6 8
P0 0,00 ± 0,00 a 23,00 ± 2,00 ab 47,33 ± 0,58 bc 167,00 ± 15,00 f 145,33 ± 23.01 ef
Perlakuan P1 0,00 ± 0,00 a 37,67 ± 5,51 bc 55,67 ± 3,51 c 134,00 ± 27,00 e 145,33 ± 8,96 ef
P2 0,00 ± 0,00 a 22,33 ± 8,51 ab 45,67 ± 2.52 bc 168,33 ± 5,03 f 168,00 ± 9,85 ef
P3 0,00 ± 0,00 a 22,00 ± 3,61 ab 86.00 ± 3.00 d 148,67 ± 30,29 f 149,33 ± 3,21 ef
Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), sedangkan huruf kapital menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). P0 = 1 kg jagung/dedak padi (kontrol) , P1 = P0 + 1% Zeolit, P2 = P0 + 1% Bawang Putih, P3 = P0 + 0.15% Anti jamur Dermitox.
Pertumbuhan serangga pada dedak padi dan jagung kuning giling nyata (P<0,05) lebih tinggi seiring dengan lamanya penyimpanan untuk masing-masing perlakuan. Keberadaan serangga mulai terjadi pada minggu ke-2 dan dapat dilihat kenaikannya mulai pada minggu ke-4. Rataan jumlah serangga untuk sampel dedak padi pada kontrol (P0) mengalami penurunan yang nyata (P<0,05) pada minggu ke-8 yaitu sebesar 12,98% jika dibandingkan P0 minggu ke-0 sampai minggu ke-4. Hal ini diduga karena serangga tidak bisa tumbuh dengan baik
pada minggu ke-8
mengingat kelembaban yang tinggi (87,00%). Mahroof et al. (2003) melaporkan bahwa suhu dan kelembaban pertumbuhan serangga (Tribolium castaneum) secara optimum pada suhu 28,00 oC dan kelembaban 65,00%
selanjutnya Achmadun
(2007) menyatakan bahwa serangga (Tribolium castaneum) dapat tumbuh dengan baik pada suhu 28,85-29,50oC dan kelembaban 72,00-76,00%. Rataan
jumlah 43
serangga pada kontrol (P0) dedak padi tidak nyata berbeda jika dibanding dengan perlakuan yang lain, sedangkan kontrol (P0) pada jagung kuning giling rataan jumlah serangga lebih rendah (23,20 ekor/100 gram) jika dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Tabel 11. Jumlah Serangga (ekor /100 gram) pada Jagung Kuning Giling selama Penyimpanan Minggu 0 2 4 6 8 Rataan
P0 0,00 ± 0,00 9,67 ± 1,53 14,67 ± 1,53 36,00 ± 3,00 55,00 ± 8,89 23.20±22.29
Perlakuan P1 0,00 ± 0,00 13,33 ± 5,51 9,33 ± 0,58 40,00 ± 10,44 53,67 ± 8,33 23.27±22.58
Rataan P2 0,00 ± 0,00 8,67 ± 0,58 17,00 ± 1,00 54,67 ± 2,87 56,67 ± 8,02 27.40±26.51
P3 0,00 ± 0,00 10,33 ± 2,08 17,00 ± 1,73 36,33 ± 15,28 60,00 ± 7,00 24.73±23.76
0,00 ± 0,00aA 10,50±2,01 bA 14,50±3,62 cB 41,92±8,66 dC 56,34±2,73 eD
Keterangan : Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), sedangkan huruf kapital menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). P0 = 1 kg jagung/dedak padi (kontrol) , P1 = P0 + 1% Zeolit, P2 = P0 + 1% Bawang Putih, P3 = P0 + 0.15% Anti jamur Dermitox.
Nilai rataan jumlah serangga pada perlakuan dengan penambahan 1% zeolit (P1) pada dedak padi setiap minggunya mengalami kenaikan yang nyata (P<0,05). Jumlah serangga pada dedak padi dengan penambahan 1% zeolit (P1) nyata (P<0,05) lebih kecil (134 ekor/100 gram) pada minggu ke-6 dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan pada jagung kuning giling jumlah serangga lebih kecil pada minggu ke-4. Selain itu, rataan perlakuan dengan penambahan 1 % zeolit (P1) selama penyimpanan dedak padi (74,53 ekor/100 gram) dan jagung kuning giling (23,27 ekor/100 gram) lebih kecil jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Sifat abrasif
zeolit dapat menghambat mobilitas serangga yaitu dengan adanya
gesekan antara kulit katikula serangga dengan debu zeolit sehingga fungsi kulit sebagai penahan penguapan dari tubuh serangga tidak berfungsi dengan baik menjadikan mobilitas serangga terbatas dan dapat menyebabkan kematian pada serangga. Hall (1970) dalam Sidih (1996) melaporkan bahwa zeolit dapat merusak kulit dan aktivitas serangga yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Jumlah serangga pada perlakuan penambahan 1% bawang putih (P2) untuk dedak padi mengalami kenaikan yang nyata (P<0,05) lebih tinggi pada minggu ke-6 yaitu sebesar 72,87% jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Jumlah 44
serangga pada jagung kuning giling pada P2 lebih besar yaitu 54,67 ekor/100 gram jika dibanding dengan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bawang putih 1% belum efektif untuk menekan pertumbuhan serangga dan serangga tahan terhadap zat aktif yang terdapat pada bawang putih pada dedak dan jagung kuning giling selama delapan minggu penyimpanan. Nilai rataan jumlah serangga pada perlakuan dengan penambahan 0,15% anti jamur komersil (P3) untuk dedak padi nyata lebih besar pada minggu ke-4 (86 ekor/100 gram), sedangkan pada jagung kuning giling cenderung lebih besar terjadi pada minggu ke-8 (60 ekor/100 gram) jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini diduga anti jamur menekan pertumbuhan kapang (Tabel 12 dan 13), sehingga serangga lebih memiliki kesempatan untuk tumbuh. Fardiaz (1992) melaporkan, pertumbuhan kapang biasanya berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan organisme lain. Oleh karena itu, jika kondisi pertumbuhan memungkinkan
semua organisme untuk tumbuh, kapang biasanya kalah dalam
kompetisi dengan serangga. Jumlah serangga tidak nyata (P>0,05) sampai minggu ke-2 pada setiap perlakuan, hal ini mengindikasikan bahwa dedak padi dan jagung kuning giling yang disimpan hingga minggu ke-2 tidak memerlukan tambahan aditif. Setelah minggu ke2 jumlah serangga nyata(P<0,05) meningkat yang mengindikasikan bahwa perlakuan belum efektif menekan pertumbuhan serangga baik pada dedak padi maupun jagung kuning giling. Serangga jenis Tribolium castaneum merupakan jenis serangga yang mampu bertahan pada bahan yang memiliki kadar air rendah sekalipun serta menimbulkan kerusakan pada pakan dan serelia yang telah digiling (Winarno, 2006). Rataan jumlah serangga untuk dedak padi terendah sebesar 74,53 ekor/100 gram pada perlakuan penambahan 1% zeolit (P1), sedangkan rataan jumlah serangga tertinggi sebesar 85,07 ekor/100 gram pada perlakuan dengan penambahan 0,15% anti jamur (P3). Nilai rataan jumlah serangga pada jagung kuning giling terendah sebesar 23,20 ekor/100 gram pada kontrol (P0), sedangkan rataan jumlah serangga tertinggi sebesar 27,40 ekor/100 gram pada perlakuan penambahan 1% bawang putih (P2). Rendahnya rataan jumlah serangga mengindikasikan bahwa zat aditif cenderung mampu menekan pertumbuhan serangga, sedangkan tingginya rataan 45
jumlah serangga juga mengindikasikan bahwa penambahan aditif belum efektif menekan pertumbuhan serangga. Jumlah Kapang Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan dan interaksi antara lama penyimpanan dan perlakuan pada dedak padi berbeda nyata (P<0,05) terhadap jumlah kapang, sedangkan pada jagung kuning giling hanya lama penyimpanan yang menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Fluktuasi kenaikan dan penurunan jumlah kapang tersebut disebabkan oleh keadaan lingkungan. Syarif dan Halid (1993) melaporkan, sebagian besar kapang berkembang dengan pesat pada suhu 20,00-40,00 0
C, sedangkan menurut Winarno (2006) kapang seperti Aspergillus dan Penicillium
akan tumbuh pada bahan pangan dengan kadar air lebih rendah, yaitu 12,00-18,00% dengan suhu 24,00-28,000C dan kelembaban 84,00-96,00%. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air, suhu dan kelembaban selama penelitian ini cocok untuk pertumbuhan kapang. Tabel 12. Jumlah Kapang (CFU) Dedak Padi pada Minggu ke-6 dan Minggu ke-8 Minggu 6 8
P0 44.20 ± 19.70 c 22.00 ± 9.02 b
Perlakuan P1 4.40 ± 1.73 a 6.00 ± 4.00 a
P2 4.40 ± 3.03 a 13.20 ± 6.42 ab
P3 4.20 ± 2.39b 19.40 ± 14.33 b
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05), sedangkan huruf kapital menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). P0 = 1 kg jagung/dedak padi, P1 = P0 + 1% Zeolit, P2 = P0 + 1% Bawang Putih, P3 = P0 + 0.15% Anti jamur Dermitox.
Perlakuan dengan penambahan 1% zeolit (P1), 1% bawang putih (P2) dan 0,15% anti jamur komersil (P3) pada dedak padi nyata (P<0,05) menurunkan jumlah kapang pada minggu ke-6 dan hanya P1 yang nyata (P<0,05) menurunkan jumlah kapang pada minggu ke-8. Kontrol (P0) pada dedak padi memiliki rataan jumlah kapang yang nyata (P<0,05) lebih tinggi (33,10 CFU) dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini diduga tanpa penambahan aditif pada kontrol menyebabkan meningkatnya populasi kapang, sedangkan untuk jagung kuning giling rataan jumlah kapang pada kontrol (P0) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tidak bisa menekan pertumbuhan kapang pada sampel jagung kuning giling. 46
Tabel 13. Jumlah Kapang (CFU) Jagung Kuning Giling pada Minggu ke-6 dan Minggu ke-8 Minggu 6 8 Rataan
P0 14.20 ± 8.70 19.60 ± 9.22 16.90±3.82
Perlakuan P1 28.00 ± 18.60 28.60 ± 15.86 28.30±0.42
Rataan P2 14.00 ± 5.48 33.20 ± 14.21 23.60±13.50
P3 13.00 ± 6.67 25.60 ± 16.62 19.30±891
17.30±7.15 a 26.75±5.70 b
Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05), sedangkan huruf kapital menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). P0 = 1 kg jagung/dedak padi, P1 = P0 + 1% Zeolit, P2 = P0 + 1% Bawang Putih, P3 = P0 + 0.15% Anti jamur Dermitox.
Jumlah kapang dengan penambahan 1% zeolit (P1) pada dedak padi lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Sifat absorben zeolit yang dapat menahan kenaikan kadar air dan aktivitas air bahan diduga dapat menekan pertumbuhan kapang sedangkan rataan jumlah kapang pada jagung kuning giling pada P1 lebih tinggi (28,30 CFU) jika dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Respon yang berbeda antara dedak padi dan jagung kuning giling tersebut dikarenakan ukuran partikel yang berbeda. Jumlah kapang pada dedak padi dengan penambahan 1% bawang putih (P2) yaitu berkisar dari 4,40-13,20 CFU, sedangkan pada jagung kuning giling berkisar dari 14,00 - 32,20 CFU. Rataan jumlah kapang pada dedak padi menunjukkan bahwa penambahan bawang putih (P2) lebih rendah pada minggu ke-8 yaitu 13,20 koloni / g sampel jika dibanding dengan P0 (22,00 CFU) dan P3 (19,40 CFU), sedangkan untuk jagung kuning giling memiliki rataan jumlah kapang lebih rendah pada minggu ke-6 (14,00 CFU) jika dibandingkan dengan kontrol (14,20 CFU) dan P1 (28,00 CFU).
Bawang putih dengan kandungan minyak atsiri (Velisek, 1997) dan allicin
(Sun dan Ku, 2006) mampu bekerja sebagai anti oksidan (Aruoma et al., 1997) dan anti bakteri (Adler dan Beuchat, 2002), sehingga mampu menekan pertumbuhan kapang. Penambahan 0,15% anti jamur (P3) untuk dedak padi berkisar dari 4,20-19,40 CFU,
sedangkan pada jagung kuning giling berkisar dari 13,00-25,60 CFU. Rataan
jumlah kapang pada dedak padi menunjukkan bahwa penambahan 0,15% anti jamur (P3) cenderung lebih tinggi (11,80 CFU) jika dibandingkan dengan P1 (5,20 CFU) dan P2 (8,80 CFU), sedangkan pada jagung kuning giling penambahan 0,15% anti jamur (P3) cenderung lebih rendah jika dibandingkan P1 (28,30 CFU) dan P2 (23,60) 47
(CFU). Rataan jumlah kapang yang tinggi pada dedak padi mengindikasikan bahwa penambahan anti jamur tidak mampu menekan pertumbuhan kapang, sedangkan rataan jumlah kapang yang cenderung lebih rendah pada jagung kuning giling mengindikasikan penambahan anti jamur mampu menekan pertumbuhan kapang.
48
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Zeolit dan bawang putih pada taraf 1% efektif menekan pertumbuhan kapang pada dedak padi tetapi tidak efektif dalam menekan pertumbuhan serangga, sedangkan pada jagung kuning giling zeolit dan bawang putih pada taraf 1% tidak efektif menekan pertumbuhan kapang dan serangga. Saran Dosis zeolit 1% (b/b) dan bawang putih 1% (b/b) dapat digunakan sebagai penghambat pertumbuhan kapang pada dedak padi selama penyimpanan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap taraf zeolit dan bawang putih sebagai zat penghambat kerusakan biologi pada dedak padi dan jagung kuning giling selama penyimpanan. Serta aplikasi terhadap ternak mengenai palatabilitas bahan pakan yang telah diberi perlakuan dengan penambahan zeolit dan bawang putih.
UCAPAN TERIMAKASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya hingga saat ini penulis dapat menyelesaikan skripsi. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ayahanda bapak Suyoto dan Ibunda Sri Utami, kakak dan adik penulis Mbak Ranti, Mas Karisma, Opiq yang tidak pernah berhenti berdoa dan memberikan dukungan serta semangat kepada penulis. Mas Dimas, Mbak Ningrum dan Nisa, terima kasih. Dr. Ir. Nahrowi, MSc selaku dosen PA (Pembimbing Akademik) dan Dr. Ir. Erika B Laconi, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi. Ir. Lidy Herawaty, MS sebagai dosen pembahas seminar, terima kasih atas saran dan masukannya. Dr.Ir. Yuli Retnani, M.Sc dan Ir. Sri Darwati, MS. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis. Terima kasih kepada Ir. Widya Hermana ,MSi. dan Ir. Lilis Khotijah, MSi. atas sarannya kepada penulis. Dosen, staf dan laboran Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya. Teman satu tim penelitian, Theresa dan Siti Rohmah, terima kasih atas kerjasama dan kekompakannya. Lie, Ratih, Lina, Delia, Akbar, Ida, Rahajeng, Shitta, Dita, Novan, Ratna, Reikha dan teman-teman INTP 42, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Keluarga kedua dari penulis : Mbak Nidia, Mbak Titin, Niken, Nita, Anggi, Yu’ Ni, Teteh dan seluruh warga Wismo Ayu yang telah memberikan banyak pelajaran kehidupan serta dukungan kepada penulis. Iis, Novi, Ida, Yanti, Rizal, Zaenal, dan semua teman-teman yang telah memberikan motivasi disaat penulis sedang putus asa, terima kasih. Terakhir penulis kasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya. Bogor, 15 September 2009
Penulis
DAFTAR PUSTAKA Achmadun. 2007. Performa Tribolium castaneum sebagai hewan model genetika pada media tumbuh berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Agustina, Y. 2007. Kualitas fisik pellet ransum broiler mengandung bahan dengan ukuran partikel yang berbeda pada proses produksi berkesinambungan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. AOAC (Association of Official Analitical Chemist). 1997. Official Method Of Analysis of The Association. Washington DC. USA: Assosiation Official Analysis Chemist. Adler, B. B and L.R. Beuchat. 2002. Death of Salmonella, Escherichia coli O157:H7, and Lesteria monocytogenes in garlic butter as affected by storage temperature. Journal of Food Protection. 65 (12) : 1976-1980. Adnan,
M. 1982. Aktifitas Agritech.Yogyakarta.
Air
dan
Kerusakan
Bahan
Makanan.
Agustina, Y. 2007. Kualitas fisik pellet ransum broiler mengandung bahan dengan ukuran partikel yang berbeda pada proses produksi berkesinambungan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Alamsyah, A.T. 2004. Perubahan bilangan peroksida tepung tulang kaki ayam broiler selama penyimpanan dalam bahan pengemas yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Amagase, H.,B.L. Petesch, H. Matsuura, S. S. Kasuga dan Y. Itakura. 2001. Intake of garlic and its bioactive component. J. Nutr. 131:955S-962S. Amrullah, K. I. 2002. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor Anwar, K.P. 1987. Zeolit Alam, Kejadian, Karakter dan Kegunaan. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Pusat Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung. Apriyantono, A. 2009. Persembahan dari www.AntonApriyantono.com [14 Juni 2009].
petani
Indonesia.
Aruoma, O.I, J.P.E Spencer, D. Warren, P. Jenner, J. Butler and B. Halliwell. 1997. Characteristization of food antioxidants, illustrated using commercial garlic and ginger preparation. Food Chemistry. 60 (2) : 149-156.
BPS,
2009. Produksi Jagung dan Dedak www.balitsereal.litbang.deptan.go.id [6 Oktober 2009]
Padi
Indonesia.
Busro, M R. 2005. Efektifitas stabilitasi dedak padi dengan pemanasan ekstrusif.http://abstraksita.fti.itb.ac.id/. [15 September 2008]. Champ, B.R and E. Highley. 1987. Bulk handling and storage of grain in the humid tropics. Proceedings of an International Workshop. Malaysia. Cheyny, A.A. 2007. Indonesia ingin berswasembada jagung. www.bisnis.com [14 Juni 2009]. Dewan Standarisasi Nasional (DSN). 2001. Dedak Padi dan Jagung Kuning/ Bahan Baku Pakan. [26/06/2006]. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia. Jakarta. Farrel, K.I. 1990. Spices, Condiments dan Seasonings. The AVI Publ. Co., Inc. Westport, Connecticut. Hall, D. W. 1970. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and Subtropical Areas. Food and Agric. Organization. Rome. Hell, K., K.F. Cardewell, M. setamou and H.-M. Poehling. 1999. The influence of storage practices on aflatoxin contamination in maize in four agroecological zones of Benin, west Africa. Journal of Storage Products Research 36 (22) : 365-382. Hariyadi, P. 2009. Gizi dan kesehatan. pemanfaatan produk sampingan padi. www.republika.co.id. [18 Mei 2009]. Hastuti, R.P. 2008. Pengaruh penggunaan bawang putih (Allium sativum) dalam ransum terhadap performa ayam kampong yang diinfeksi cacing Ascaridia galli. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Herawati, I. 1993. Pengaruh zeolit terhadap perkembangan sitophilus zeamais Motsch pada beberapa varietas jagung selama penyimpanan. Tesis. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Heriawan, R. 2009. Produksi gabah kering giling. Badan Pusat Statistik (BPS). Jakarta. www.republika.co.id [19 Maret 2009] Jamila. 2007. Asam lemak bebas dedak padi yang ditambahkan butylated hydroxytoleun dan calsium propionat selama penyimpanan. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak. 6 (1): 30-34 . www. indonetwork.or.id [15 September 2008].
53
Jaya, I.N.S. 1997. Pengaruh penambahan bawang putih (Allium sativum) dalam pakan terhadap kadar kolesterol ayam broiler. Tesis. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kristanto, A. 2008. Tehnik pasca pemanenan http://www.tanindo.com/abdi11/hal0901.htm [15 September 2008].
jagung.
Latifah, P. 2006. Penanganan produk pakan jadi PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Unit Tangerang, Banten. Laporan Magang. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mahroof, R., B. Subramahyam and D. Eustace. 2003. Temperature and relative humidity profiles during heat treatment of mills and it efficacy against Tribolium cataneum (Herbst) life stage. Journal of Stored Product Research. 39 (1) : 555-569. Maulana, M. R. 2007. Uji pemalsuan dedak padi menggunakan sifat fisik bahan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Murni, R. 1993. Penggunaan zeolit untuk meningkatkan daya simpan ransum dan pengaruhnya terhadap kandungan aflatoksin, serta kadar nutrient. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. National Research Council (NRC). 1994. Nutrient Requirements of Poultry National Academic SCI, Washington, DC.
9th
Nur, M.A dan H.S. Rukmini. 1985. Isolasi dan sifat-sifat protein dedak sebagai bahan pangan manusia. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Phang, L. 2001. Pemanfaatan bekatul, pollard, dan jagung pada media tumbuh terhadap produksi tubuh buah jamur Shitake (Lentinula edodes) di dataran rendah Ciomas Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Prasetyo, H. 2006. Penyimpanan bahan baku dan produk pakan jadi di PT Satwa Boga Sampurna Cikupa-Tangerang. Laporan Magang. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pribadi, S.H. 2008. Pemanfaatan hasil ikutan pertanian untuk pakan ternak. http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id. [15 September 2008]. Rahim, I. 2009. Pasar asia minati jagung Gorontalo. www.antar-sulawesiselatan.com [14 Juni 2009] Rahman, M.S, H.I Al-Sheibani and M.H. Al-Riziqi. 2006. Assesment of antimicrobial activity of dried garlic powders produced by different methodes of drying. International J. of Food Properties. 9:503-513. 54
Rasyaf, M. 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Kanisius, Jakarta. Robi’in. 2007. Perbedaan bahan kemasan dan periode simpan dan pengaruhnya terhadap kadar air jagung dalam ruang simpan terbuka. Buletin Teknik Pertanian. 12 (1): 22-23. Sidih. 1996. Studi penambahan garam dapur dan zeolit pada penyimpanan jagung. Skripsi. Fakultas Perternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. SNI 01-3178-1996-REV.1992 .Dedak Padi Kualitas I. www.republika.co.id. [18 Mei 2009]. Steel, R.G.D., and J.H. Torrie. 1997. Principles and Procedures of Statistics a Biometrical Approach, 3rd ed. McGraw-Hill, Inc. Singapore. Soedjana, T.D. 2009. Mengurangi ketergantungan impor bahan baku pakan. www.distanriau.go.id [14 Juni 2009]. Sun, X and D.D. Ku. 2006. Allicin in garlic protects against coronary endothelial dysfunction and right heart hypertrophy in pulmonary hypertensive rats. Am J Physiol Heart Circ Physiol 29 (1) : 2431-2438. Syamsu, J.A. 2003. Penyimpanan pakan ternak. Jurnal Protein. 19 (1) : 1331-1337. (Akreditasi Dikti No.134/DIKTI/Kep/2002). www.jasmal.blogspot.com.com [21 Juni 2008]. Syarif, N. 2007. Dinamika molekuler absorbsi molekule pada zeolit silikat. Jurnal Zeolit Indonesia. 6 (1) : 65 – 66. Syarif, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan dan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syarief , R. dan Y. Haryadi. 1984. Technical Background : Grain Storage in Tropical Condition, ASEAN-EEC Regional Training Course on Grains Postharvest Technology Indonesia, September 3-29. Tgro, M., J.Peric. and N. Vukojevie Medvidovic. 2005. Investigation of different kinetic models for zinc ions uptake by a natural zeolitic tuff. Journal of Environmental Management 79 (2006) : 298-304. Thompson, J.C. 1969. Technique for the Isolation of the Common Pathogenic Fungi, II. Air Sampling, Dellution Plating and the Ringworm Fungi, Medium, Halaman 110-120. Virginita, Y. V. 1997. Analisis komponen vinyldilhin dan ajoene dalam bubuk bawang putih (Allium sativum) dengan berbagai metode pengeringan. Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.Bogor. 55
Velisek, Jan., R. Kubec and J. Davidek. 1997. Chemical composition and classification of culinary and pharmaceutical garlic-based product. Z Lebensm Unters Forsch A. 204 : 161-164. Winarno, F.G. 1991. Kimai Pangan dan Gizi. Edisi kelima. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi Revisi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F.G., 2006. Hama Gudang dan Teknik Pemberantasannya. M-Brio Press, Bogor. Winarno, F. G. dan S. Fardiaz. 1973. Dasar Teknologi Pangan. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Winarno, F.G. dan S. Koswara. 2002. Bawang, Komponen Bioaktif dan Produk Olahannya. M-Brio Press, Bogor. Wiraatmadja, S., E. Prihatiningsih dan D. Sumangat. 1995. Studi pemuatan selai jambu mete (Anacardum occideltale L): Pengaruh jenis kemasan dan suhu penyimpanannya. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 2 (1) : 23-25. Yusawisana, S. 2002. Uji kerusakan lemak ransum ayam broiler yang menggunakan CPO (Crude Palm Oil) dengan penambahan antioksidan alami bawang putih (Allium sativum) selama penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
56
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rataan Kadar air pada Dedak Padi dan Jagung Kuning Giling selama Penyimpanan Kadar Air (%) Dedak Padi
Rataan Jagung Kuning Giling
Minggu 0 2 4 6 8
P0 11. 73 ± 1.06 15.95 ± 0.36 16.46 ± 0.68 17.16 ± 2.21 19.04 ± 0.12 16.07±2.69
Perlakuan P1 10.57 ± 0.85 15.66 ± 0.82 17.82 ± 0.27 15.82 ± 1.57 18.88 ± 2.85 16.35±3.48
P2 12.21 ± 0.22 16.29 ± 0.33 18.36 ± 0.48 16.37 ± 1.42 17.01±1.23 16.05±0.30
P3 10.55 ± 0.51 16.28± 0.24 18.78 ± 2.18 16.55 ± 1.12 22.69 ± 3.99 16.97±4.41
Rataan
12.34 ± 1.23 17.19 ± 4.96 15.80 ± 0.58 14.62 ± 0.19 16.37 ± 0.16 15.26 ±1.88
13.48 ± 0.21 14.04 ± 0.14 15.59 ± 0.77 14.84 ± 0.35 16.72 ± 0.54 14.98±1.28
13.09 ± 0.03 15.95 ± 2.24 17.17 ± 1.09 15.10 ± 0.28 16.86 ± 0.23 15.63±1.64
12.62 ± 0.61 14.01 ± 0.13 15.79 ± 0.33 15.34 ± 0.17 12.42 ± 3.52 14.04±1.53
11.27±0.84 16.05±0.30 17.86±1.01 17.23±1.12 19.41±2.38 12.88±0.50
0 2 4 6 8
Rataan
15.30±1.55 16.09±0.73 14.98±0.31 15.59±2.13
Lampiran 2. Rataan Aktivitas Air pada Dedak Padi dan Jagung Kuning Giling selama Penyimpanan Aw
Minggu
Dedak Padi
Rataan Jagung Kuning Giling
Rataan
0 2 4 6 8 0 2 4 6 8
P0 0.74 ± 000 0.77 ± 0.01 0.77 ± 0.14 0.76 ± 0.03 0.80 ± 0.01 0.77±0.02
Perlakuan P1 0.74 ± 0.00 0.79 ± 0.01 0.78 ± 0.00 0.78 ± 0.02 0.79 ± 0.01 0.78±0.02
P2 0.74 ± 0.00 0.79 ± 0.01 0.79 ± 0.00 0.79 ± 0.01 0.80 ± 0.00 0.78±0.02
P3 0.74 ± 0.00 0.79 ± 0.01 0.79 ± 0.01 0.78 ± 0.00 0.80 ± 0.01 0.78±0.02
Rataan
0.76 ± 0.00 0.78 ± 0.00 0.80 ± 0.01 0.80 ± 0.01 0.80 ± 0.01 0.79±0.02
0.76 ± 0.00 0.77 ± 0.00 0.79 ± 0.00 0.80 ± 0.01 0.81 ± 0.01 0.79±0.02
0.76 ± 0.00 0.76 ± 0.01 0.79 ± 0.00 0.81 ± 0.00 0.81 ± 0.01 0.78±0.02
0.76 ± 0.00 0.78 ± 0.01 0.79 ± 0.01 0.79 ± 0.00 0.81 ± 0.00 0.79±0.02
0.74±0.00 0.79±0.01 0.78±0.01 0.78±0.01 0.80±0.01 0.76±0.00 0.77±0.01 0.79±0.01 0.80±0.01 0.81±0.01
Lampiran 3. Analisis Ragam Jumlah Serangga pada Dedak Padi SK db JK KT 4 246414.93 61603.73 Faktor A (minggu) 971.78 323.93 Faktor B (perlakuan) 3 12 5322.80 443.57 Interkasi AxB 40 5522.67 138.07 Galat 59 258232.2 Total Keterangan : * = Berbeda Nyata (P<0,05) ** = Berbeda Sangat nyata (P<0,01)
Fhit 446.19 2.35 3.21
F0.05 2.61 2.84 2.45
F0.01 3.83 4.31 2.66
**
**
57
Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Jumlah Serangga pada Dedak Padi Minggu
N
Superscrip a
0
12
2
12
4
12
8
12
6
12
b
c
d
e
.0000 26.2500 58.6667 147.1667 159.3333
Sig.
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
α= 0.05
Minggu
N 1
0 2 4 8 6 Sig. α= 0.01
Interaksi
12 12 12 12 12
2
Superscrip 3
4
.0000 26.2500 58.6667
1.000
1.000
N
147.1667 159.3333 .015
1.000
Superscrip
AxB 0
3
A .0000
1
3
.0000
2
3
.0000
3
3
.0000
7
3
22.0000
22.0000
6
3
22.3333
22.3333
4
3
23.0000
23.0000
5
3
37.6667
37.6667
10
3
45.6667
45.6667
8
3
47.3333
47.3333
9
3
11
3
13
3
134.0000
16
3
145.3333
145.3333
17
3
145.3333
145.3333
18
3
148.6667
148.6667
19
3
149.3333
149.3333
12
3
167.0000
15
3
168.0000
14
3
Sig.
B
C
D
E
F
55.6667 86.0000
168.3333 .042
.023
.093
1.000
.162
.042
α= 0.01
58
Lampiran 4. Analisis Ragam Jumlah Serangga pada Jagung Kuning Giling SK db JK KT 4 25363.00 6340.75 Faktor A (minggu) 162.85 54.28 Faktor B (perlakuan) 3 12 1154.73 96.23 Interkasi AxB 40 4266.00 106.65 Galat 59 30946.58 Total Keterangan : * = Berbeda Nyata (P<0,05) ** = Berbeda Sangat nyata (P<0,01)
Fhit 59.45 0.51 0.90
F0.05 2.61* 2.84 2.45
F0.01 3.83 4.31 2.66
**
Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Jumlah Serangga pada Jagung Kuning Giling Minggu
N a
0 2 4 6 8 Sig.
12 12 12 12 12
Superscrip c
b
d
e
.0000 10.0000 22.3333 41.7500 1.000
1.000
1.000
56.3333 1.000
1.000
α= 0.05
Minggu
N A
0 2 4 6 8 Sig. α= 0.01
12 12 12 12 12
Superscrip C
B
D
.0000 10.0000 22.3333 41.7500 .023
1.000
56.3333 1.000
1.000
Lampiran 5. Analisis Ragam Jumlah Kapang pada Dedak Padi SK Faktor A (minggu) Faktor B (perlakuan) Interkasi AxB Galat Total
db 1 3 3 32 39
JK 7.23 4720.28 2002.48 2976.00 9705.98
KT 7.23 1573.43 667.49 93.00
Fhit 0.08 16.92 7.18
F0.05 4.15 2.90 2.90
F0.01 7.50 4.46 4.46
** **
Keterangan : * = Berbeda Nyata (P<0,05) ** = Berbeda Sangat nyata (P<0,01)
59
Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Jumlah Kapang pada Dedak Padi
Perlakuan
N
Superscrip A
B
1
10
5.20
2
10
8.80
3
10
11.80
0
10
33.10
Sig.
.158
1.000
α= 0.01
Interaksi (AxB)
N
Superscrip A
B
3
5
4.20
1
5
4.40
2
5
4.40
5
5
6.00
6
5
13.20
7
5
19.40
4
5
22.00
0
5
44.20
Sig.
.014
1.000
α= 0.01
Lampiran 6. Analisis Ragam Jumlah Kapang pada Jagung Kuning Giling SK Faktor A (minggu) Faktor B (perlakuan) Interkasi AxB Galat Total
db 1 3 3 32 39
JK 893.02 755.47 499.28 4607.20 6754.98
KT 893.02 251.83 166.43 143.98
Fhit 6.20 1.75 1.16
F0.05 4.15 2.90 2.90
F0.01 7.50 * 4.46 4.46
Keterangan : * = Berbeda Nyata (P<0,05) ** = Berbeda Sangat nyata (P<0,01)
Hasil Analisa Uji Jarak Duncan terhadap Jumlah Kapang pada Dedak Padi Interaksi (AxB)
N
Superscrip a
6
20
8
20
Sig.
b 14.20 33.20 .082
.118
α= 0.05
60