HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Saponin Dosis pemberian ekstrak daun mengkudu meningkat setiap minggunya, sebanding dengan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Rataan konsumsi ekstrak metanol daun mengkudu dan konsumsi saponin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Konsumsi Saponin dalam Air Minum Ayam Broiler Umur 11-21 hari Perlakuan
Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin Mengkudu -----------------------------------(g/ekor)-----------------------------------
P1
0
0
P2
0
0
P3
0,25
0,006
P4
0,43
0,011
P5
0,72
0,018
P6
0
0
Keterangan : P1=Ayam sehat (kontrol Positif), P2=Ayam diinfeksi S. typhimurium, tanpa ekstrak daun mengkudu (kontrol negatif), P3=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 100 mg/kg BB, P4=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 200 mg/kg BB, P5=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 300 mg/kg BB, P6= Ayam diinfeksi S.typhimurium+antibiotik tetrasiklin (0,02%) * Pemberian Ekstrak Daun Mengkudu dalam 540 ml Air Minum/ekor selama 11 hari
Kisaran konsumsi ekstrak daun mengkudu selama umur 11-21 hari yang diberikan sore hari pada penelitian ini sebesar 0,25-0,72 g/ekor dalam 540 ml air minum/ekor. Hasil analisis fitokimia di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (2008) secara kualitatif menunjukkan bahwa ekstrak daun mengkudu mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya alkaloid, glikosida dan saponin. Hasil analisis kuantitatif di Laboratorium Balai Penelitian Ternak Ciawi (2008) dalam 0,5 gram sampel ekstrak daun mengkudu diperoleh jumlah saponin sebesar 2,56%, sehingga konsumsi saponin pada penelitian ini (Tabel 5) berkisar antara 0,006-0,018 g/ekor. Menurut Robinson (1995), senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman kebanyakan memiliki rasa sepat dan pahit, namun pada penelitian ini kandungan senyawa aktif dalam ekstrak daun mengkudu tidak mempengaruhi konsumsi air minum. Hal ini disebabkan karena ayam masih mampu
mentolerir rasa pahit dari senyawa aktif tersebut, selain itu saponin yang dikonsumsi masih dalam dosis rendah. Menurut FAO (2005), batas saponin yang dapat ditoleransi adalah sebesar 3,7 g/kg ransum. Miah et al. (2004) menyatakan bahwa saponin dapat dicampurkan dalam ransum sebesar 75 mg/kg tanpa berpengaruh negatif pada tubuh ternak dan dapat meningkatkan performa ayam broiler. Penelitian Ahmad dan Elfawati (2008) memperoleh hasil bahwa pemberian sari buah mengkudu sampai taraf 10% dari total air minum cenderung meningkatkan konsumsi air minum ayam broiler. Rofiq (2003) menyatakan bahwa penyakit Salmonellosis rentan terjadi pada ayam berumur kurang dari satu bulan, sedangkan ayam umur lebih dari tiga minggu jarang menimbulkan gejala klinis karena memiliki kekebalan tubuh yang lebih baik tetapi dapat menjadi pembawa (carrier) yang dapat menularkan penyakit pada manusia. Wiryanti (2004) menyatakan bahwa pemberian ekstrak buah mengkudu dosis 0,5 g/kg BB pada umur 1-14 hari dapat menggertak tanggap kebal (imun) tubuh ayam broiler, namun pemberian ekstrak buah mengkudu yang terus-menerus sampai umur 28 hari menunjukkan adanya penurunan sistem imun dan memunculkan toksisitas obat seperti kerusakan hati dan ginjal. Hasil penelitian Sumarsono (2007) menyimpulkan bahwa pemberian tepung daun sembung pada periode growerfinisher sudah tidak dapat diberikan karena dapat menurunkan nafsu makan ayam broiler. Senyawa antibakteri seperti saponin apabila berada dalam tubuh ternak terlalu lama dapat menurunkan daya tahan tubuh (Cheeke, 2001), selain itu dapat mengikat mineral Fe dan Zn sehingga mineral tersebut tidak dapat diserap tubuh dengan baik (Southon et al., 1988). Oleh karena itu pada penelitian ini ekstrak daun mengkudu yang memiliki senyawa antibakteri alami tidak diberikan selama lima minggu pemeliharaan, namun hanya diberikan pada periode starter umur 11-21 hari. Pemberian ekstrak daun mengkudu ini untuk mencegah timbulnya beberapa penyakit, terutama Salmonellosis yang disebabkan oleh bakteri gram negatif salah satunya adalah Salmonella typhimurium yang menyebabkan kerugian secara ekonomis pada peternak.
21
Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Ayam Broiler Pengaruh pemberian ekstrak daun mengkudu terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan periode starter disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum dan Bobot Badan Periode Starter (0-3 Minggu) Peubah Konsumsi Ransum (g/ekor)
P1 781,87 ± 5,73
P2 756,93 ± 8,76
P3 771,97 ± 22,15
P4 771,72 ± 45,01
P5 764,95 ± 62,76
P6 788,23 ± 11,24
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)
550,80 ± 7,85
492,43 ± 63,71
515,13 ± 31,19
509,43 ± 26,22
564,04 ± 44,67
569,01 ± 33,53
Konversi Ransum
1,40 ± 0,02
1,49 ± 0,11
1,46 ± 0,08
1,44 ± 0,07
1,40 ± 0,13
1,41 ± 0,10
Bobot Badan Umur 3 Minggu (g/ekor)
599,07 ± 7,86
540,20 ± 58,33
563,70 ± 31,12
557,35 ± 26,85
613,14 ± 43,65
614,17 ± 17,68
Keterangan : P1= Ayam tanpa diinfeksi S. typhimurium dan tanpa ekstrak daun mengkudu (kontrol positif), P2=Ayam diinfeksi S. typhimurium, tanpa ekstrak daun mengkudu (kontrol negatif), P3=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 100 mg/kg BB, P4=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 200 mg/kg BB, P5=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 300 mg/kg BB, P6= Ayam diinfeksi S.typhimurium+antibiotik tetrasiklin (0,02%)
Pengaruh pemberian ekstrak daun mengkudu terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum periode grower-finisher disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum Periode Grower-Finisher (3-5 Minggu) Peubah Konsumsi Ransum (g/ekor)
P1
P2
P3
P4
P5
P6
1701,00 ± 53,22
1677,76 ± 78,93
1679,30 ± 81,15
1655,81 ± 66,92
1687,23 ± 24,88
1708,87 ± 69,39
Pertambahan Bobot Badan (g/ekor)
736,61 ± 88,87
701,22 ± 44,95
697,38 ± 58,83
701,60 ± 109,92
701,89 ± 81,85
702,86 ± 65,92
Konversi Ransum
2,41 ± 0,25
2,56 ± 0,09
2,43 ± 0,23
2,39 ± 0,31
2,44 ± 0,23
2,47 ± 0,19
22
Pengaruh pemberian ekstrak daun mengkudu terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan bobot badan akhir selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif) disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Pertambahan Bobot Badan, Konversi Ransum selama Lima Minggu Pemeliharaan (Kumulatif) Peubah Konsumsi Ransum (g/ekor)
P1
P2
P3
P4
P5
P6
2482,87 ± 48,99
2434,69 ± 87,05
2451,27 ± 63,49
2427,54 ± 28,00
2452,18 ± 38,37
2497,11 ± 64,91
Pertambahan Bobot Badan 1287,41 (g/ekor) ± 81,04
1193,65 ± 56,97
1212,51 ± 72,38
1211,03 ± 100,57
1265,93 ± 111,44
1271,87 ± 32,43
1,91 ± 0,11
2,03 ± 0,04
1,95 ± 0,12
1,92 ± 0,17
1,92 ± 0,18
1,94 ± 0,07
1335,68 ± 81,01
1241,42 ± 61,15
1261,08 ± 71,82
1270,81 ± 48,39
1315,03 ± 61,35
1319,16 ± 23,04
Konversi Ransum Bobot Badan Akhir (g/ekor)
Keterangan : P1=Ayam sehat (kontrol Positif), P2=Ayam diinfeksi S.typhimurium, tanpa ekstrak daun mengkudu (kontrol negatif), P3=Ayam diinfeksi S.typhimurium+ekstrak daun mengkudu 100 mg/kg BB, P4=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 200 mg/kg BB, P5=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 300 mg/kg BB, P6= Ayam diinfeksi S.typhimurium+antibiotik tetrasiklin (0,02%)
Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi ransum periode starter. Walaupun tidak berpengaruh nyata, namun pemberian ekstrak daun mengkudu pada periode starter memiliki rataan nilai konsumsi ransum yang lebih tinggi dibandingkan dengan P2 yaitu berkisar antara 764,95-771,97 g/ekor (Tabel 6). Pemberian ekstrak daun mengkudu pada periode starter secara numerik cenderung meningkatkan konsumsi ransum sebesar 1,99% pada P3; 1,95% pada P4 dan 1,06% pada P5 dibandingkan dengan P2 (kontrol negatif). walaupun masih cenderung lebih rendah dibandingkan kontrol positif dan kontrol antibiotik. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun mengkudu yaitu saponin, antrakuinon dan alkaloid bekerja sebagai antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium dalam saluran pencernaan, sehingga kerja saluran pencernaan tidak terganggu. Hal inilah yang diduga menyebabkan
23
kecenderungan peningkatan konsumsi ransum ayam broiler dibandingkan dengan kontrol negatif. Hasil penelitian Langeroudi et al. (2008) menyatakan bahwa, pemberian 15 g/kg Ziziphora clinopodioides (jenis legum yang memiliki senyawa antibakteri) dalam ransum cenderung meningkatkan konsumsi ransum dibandingkan dengan ransum kontrol. Hasil analisis ragam pada periode grower-finisher (setelah perlakuan) dan selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif) juga menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata pada semua perlakuan terhadap konsumsi ransum. Nilai rataan konsumsi ransum tertinggi pada periode grower-finisher dan selama lima minggu pemeliharaan dicapai oleh P6 yaitu sebesar 1708,87 dan 2497,11 g/ekor. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh bentuk ransum, kandungan energi ransum, kesehatan ternak, suhu lingkungan, zat-zat nutrien, kecepatan pertumbuhan dan stres (Leeson dan Summers, 2001). Church (2004) menyatakan bahwa kandungan energi dalam pakan akan menentukan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam perhari. Konsumsi ransum ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan diilustrasikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik Konsumsi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan
24
Gambar 9 memperlihatkan konsumsi ransum yang meningkat dengan bertambahnya umur ayam broiler. Hal ini sesuai pernyataan Scott et al. (1982) bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh umur ayam. Pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3 dan minggu ke-5 terlihat konsumsi ransum pada semua perlakuan relatif sama dan stabil, namun pada minggu ke-4 terlihat konsumsi ransum tertinggi pada P2 dan terendah pada P6. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Bobot Badan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum pada periode starter tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler. Walaupun secara statistik tidak berpengaruh nyata, namun pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu cenderung meningkatkan pertambahan bobot badan periode starter sebesar 4,61% pada P3; 3,45% pada P4 dan 14,54% pada P5 dibandingkan dengan P2 (kontrol negatif). Pemberian ekstrak daun mengkudu dengan taraf 300 mg/kg BB (P5) cenderung meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 2,40% dibandingkan dengan kontrol positif (P1) dan memiliki nilai pertambahan bobot badan yang hampir sama dengan perlakuan antibiotik (P6). Hal ini diduga karena senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak daun mengkudu dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada ayam yang telah diinfeksi dengan bakteri Salmonella typhimurium dan membantu proses penyerapan zat makanan, sehingga dapat dimanfaatkan oleh ayam broiler untuk pertumbuhan dan pembentukan jaringan. Hasil penelitian Ulfa dan Natsir (2008) menyatakan bahwa penambahan ekstrak daun sambiloto taraf 0,4% yang mengandung senyawa aktif diantaranya glikosida, saponin dan andrographolide cenderung meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 8,82% dibandingkan dengan kontrol. Smithard (2002) menyatakan bahwa saponin dapat meningkatkan permeabilitas mukosa usus, sehingga dapat meningkatkan penyerapan zat makanan dan meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler. Hasil analisis ragam pada periode grower-finisher (setelah perlakuan) dan selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif) juga menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata pada seluruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan. Rasyaf (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan seperti suhu, mutu makanan, sistem perkandangan dan pengendalian penyakit sangat berpengaruh penting pada
25
kecepatan pertumbuhan ayam broiler. Pada periode grower-finisher dan selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif), nilai pertambahan bobot badan tertinggi dicapai pada P1 yaitu berturut-turut sebesar 736,61 dan 1287,41 g/ekor. Menurut North dan Bell (1990), peningkatan bobot badan ayam setiap minggu tidak seragam. Pada Gambar 10 disajikan grafik pertambahan bobot badan ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan, pemberian ekstrak daun mengkudu taraf 300 mg/kg BB (P5) dan perlakuan antibiotik (P6) pada minggu ke-3 memiliki peningkatan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Hal ini terlihat bahwa ekstrak daun mengkudu dengan taraf 300 mg/kg BB (P5) periode starter (0-3 minggu) dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik karena memiliki peningkatkan pertambahan bobot badan yang sama dengan perlakuan antibiotik tetrasiklin (P6) (Gambar 10). Pada minggu ke-4 dan ke-5 terlihat terjadi penurunan pertambahan bobot badan untuk P3, P5 dan P6 dibandingkan dengan perlakuan lain. Grafik pertambahan bobot badan ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan disajikan pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan
26
Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum selama periode starter tidak berpengaruh nyata terhadap konversi ransum, namun pemberian ekstrak daun mengkudu cenderung menurunkan konversi ransum sebesar 2,01% pada P3; 3,36% pada P4 dan 6,04% pada P5 dibandingkan dengan P2 (kontrol negatif). Pemberian ekstrak daun mengkudu pada taraf 300 mg/kg BB (P5) memiliki nilai konversi ransum yang sama dengan P1 (kontrol positif) yaitu sebesar 1,40 dan memiliki nilai yang hampir sama dengan P6 (kontrol antibiotik) (Tabel 6). Hal ini diduga disebabkan oleh ekstrak daun mengkudu memiliki senyawa antibakteri yang dapat menjaga keseimbangan mikroflora usus dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen, sehingga saluran pencernaan ayam broiler dapat bekerja lebih baik. Hal ini menyebabkan pemanfaatan ransum lebih efisien, sehingga mampu untuk diubah menjadi daging walaupun konsumsi ransum lebih sedikit. Nazeer et al. (2002) menyatakan bahwa konsumsi ekstrak yucca schidigera saponin dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan menurunkan konversi ransum ayam broiler. Efek ekstrak tanaman yang mengandung senyawa antibakteri dapat meningkatkan efisiensi penggunaan ransum dan membantu penyerapan dalam saluran pencernaan (Kamel, 2001). Hasil penelitian Ulfa dan Natsir (2008) menyimpulkan bahwa penambahan ekstrak daun sambiloto pada taraf 0,4% cenderung menurunkan nilai konversi ransum sebesar 4,48% dibandingkan dengan kontrol. Hasil analisis ragam pada periode grower-finisher (setelah perlakuan) dan selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif) juga menunjukkan tidak adanya pengaruh yang nyata pada semua perlakuan terhadap konversi ransum. Gambar 11 memperlihatkan grafik konversi ransum untuk semua perlakuan pada minggu ke-1 relatif stabil, namun pada minggu ke-2 terjadi penurunan konversi ransum. Pada minggu ke-3 dan ke 4, grafik konversi ransum untuk P2 (kontrol negatif) meningkat dibandingkan dengan perlakuan yang lain, sedangkan untuk P6 dan P5 menurun dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pemberian ekstrak daun mengkudu taraf 300 mg/kg BB pada periode starter dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik karena memiliki grafik penurunan konversi ransum yang sama dengan P6 (perlakuan antibiotik). Pada minggu ke-5, perlakuan P6 dan P5 memiliki grafik konversi ransum
27
yang meningkat dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Nilai konversi ransum merupakan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dalam penggunaan ransum, semakin rendah konversi ransum maka akan semakin efisien karena semakin sedikit jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan dalam jangka waktu tertentu (Lacy dan Vest, 2004). Angka konversi ransum ayam broiler pada umur lima minggu yaitu sebesar 1,64 (NRC, 1994). Nilai konversi ransum semua perlakuan pada penelitian ini selama lima minggu pemeliharaan berkisar antara 1,91-2,03. Menurut James (2004) nilai konversi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain dasar genetik, tipe pakan yang digunakan, kualitas pakan, temperatur, feed additive yang digunakan dalam ransum dan manajemen pemeliharaan. Grafik konversi ransum ayam broiler selama lima minggu pemeliharaan disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11.
Grafik Konversi Ransum Ayam Broiler selama Lima Minggu Pemeliharaan
Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Badan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun mengkudu dalam air minum selama periode starter tidak berpengaruh nyata terhadap bobot badan umur 3 minggu, namun secara numerik pemberian ekstrak daun mengkudu
28
cenderung meningkatkan bobot badan sebesar 4,55% pada P3; 3,17% pada P4 dan 14,54% pada P5 dibandingkan dengan P2 (kontrol negatif). Gambar 12 memperlihatkan bahwa bobot badan periode starter pada pemberian ekstrak daun mengkudu dengan taraf 300 mg/kg BB (P5) memiliki nilai rataan lebih tinggi yaitu sebesar 613,14 g/ekor dibandingkan dengan P1, P2, P3 dan P4, walaupun masih cenderung lebih rendah dibandingkan dengan P6. Hal ini dapat disebabkan oleh kerja dari senyawa antibakteri dalam ekstrak daun mengkudu dalam membantu penyerapan zat makanan sehingga cenderung dapat meningkatkan bobot badan ayam broiler. Lohakare et al. (2006) menyatakan bahwa herbal (tanaman obat) mempunyai pengaruh terhadap pencernaan dan efisiensi pemanfaatan zat makanan pada ayam broiler sehingga berpengaruh pada bobot badan ayam broiler.
Gambar 12. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler Periode Starter Hasil analisis ragam pada periode grower-finisher (setelah perlakuan) dan selama lima minggu pemeliharaan (kumulatif) juga menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada seluruh perlakuan terhadap bobot badan akhir. Nilai bobot badan akhir tertinggi dicapai pada P1 yaitu sebesar 1335,68 g/ekor (Gambar 13). Bobot akhir yang tinggi pada perlakuan ini disebabkan oleh pertambahan bobot badan ayam broiler yang tinggi pula. Amrullah (2004) menyatakan bahwa pertambahan bobot
29
badan akan mempengaruhi bobot badan akhir. Angka normal bobot badan ayam broiler umur 5 minggu adalah sebesar 1460 g/ekor (NRC, 1994). Nilai bobot badan akhir semua perlakuan pada penelitian ini berada dibawah angka normal yaitu berkisar antara 1241,42-1335,68 g/ekor. Hal ini disebabkan oleh suhu kandang yang tinggi selama pemeliharaan berkisar antara 25,50-33,060C sehingga dapat menyebabkan ayam stress panas dan pertumbuhan menjadi terhambat. Menurut Appleby et al. (2004), suhu lingkungan normal dalam pemeliharaan ayam berkisar antara 19-280C. Diatas suhu tersebut ayam mulai melakukan proses homeostasis dengan cara panting. Aktivitas tersebut mengakibatkan ayam meningkatkan konsumsi air minum dan menurunkan konsumsi ransum sehingga pertumbuhan ayam broiler juga menurun. Rasyaf (2003) menyatakan bahwa bobot badan unggas dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan serta manajemen pemeliharaan. Rataan bobot badan akhir disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13. Rataan Bobot Badan Ayam Broiler Akhir selama Lima Minggu Pemeliharaan
30
Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Koloni Bakteri Salmonella typhimurium pada Ekskreta Ayam Broiler Jumlah koloni bakteri Salmonella typhimurium pada ekskreta ayam broiler hari ke-10 (sebelum diinfeksi Salmonella typhimurium), hari ke-22 (setelah perlakuan) dan hari ke-35 (akhir pemeliharaan) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Koloni Bakteri Salmonella typhimurium pada Ekskreta Ayam Broiler Perlakuan
P1
Jumlah bakteri Salmonella typhimurium Hari Hari Hari ke-10 ke-22 ke-35
Perubahan Jumlah Bakteri Salmonella typhimurium * Hari ke-10 Hari ke-22 Hari ke-10 s.d. ke-22 s.d. ke-35 s.d. ke-35
------(log 10/gram)------5,26 4,70 3,81
--------------------(%)---------------------10,59 -18,86 -27,45
P2
4,65
5,40
5,29
+16,00
-2,00
+ 5,94
P3
5,18
4,70
3,88
-9,22
-17,53
-34,35
P4
5,18
3,70
3,30
-28,54
-10,76
-24,59
P5
5,30
3,70
3,00
-30,22
-18,90
- 43,41
P6
5,40
4,48
3,70
-17,06
-17,38
- 31,47
Keterangan : *tanda +/- menunjukkan adanya peningkatan atau penurunan jumlah bakteri Salmonella typhimurium P1=Ayam sehat (kontrol Positif), P2=Ayam diinfeksi S.typhimurium, tanpa ekstrak daun mengkudu (kontrol negatif), P3=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 100 mg/kg BB, P4=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 200 mg/kg BB, P5=Ayam diinfeksi S. typhimurium+ekstrak daun mengkudu 300 mg/kg BB, P6= Ayam diinfeksi S.typhimurium+antibiotik tetrasiklin 0,02% BB
Ayam perlakuan diinfeksi bakteri Salmonella typhimurium pada hari ke-10 (sore hari) dengan populasi 1,34 x 1010CFU/ml/ekor, namun tidak dilakukan pada perlakuan kontrol positif (P1). Koloni bakteri pada ekskreta menunjukkan banyaknya populasi bakteri yang terdapat dalam saluran pencernaan usus (Grist, 2006). Pada Tabel 9 terlihat bahwa pada saat sebelum diinfeksi terlihat jumlah bakteri Salmonella typhimurium dalam log 10/gram pada P5 dan P6 lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu sebesar 5,30 dan 5,40. Perlakuan pemberian ekstrak daun mengkudu pada hari ke-22 (setelah perlakuan) menunjukkan adanya penurunan bakteri Salmonella typhimurium yang lebih tinggi dibandingkan dengan P2 (kontrol negatif) yaitu berkisar antara 9,22-30,22%. Jumlah bakteri hari ke-22 (setelah perlakuan) dan hari ke-35 (akhir pemeliharaan) menurun dan penurunan tertinggi 31
dicapai pada P5, yaitu berturut-turut sebesar 30,22% dan 43,41%. Nilai tersebut mengindikasikan kemungkinan penurunan bakteri akan jauh lebih besar apabila kolekting ekskreta dan penghitungan bakteri Salmonella typhimurium juga dilakukan setelah diinfeksi namun sebelum diberikan perlakuan. Pada Gambar 14 disajikan grafik jumlah koloni bakteri Salmonella typhimurium pada hari ke-10, hari ke-22 dan hari ke-35.
Jumlah Koloni Bakteri S.typhimurium (log 10/g)
6 5 P1 4
P2 P3
3
P4 P5
2
P6 1 0 10
22
35
Hari keGambar 14. Grafik Jumlah Koloni Bakteri Salmonella typhimurium Gambar 14 memperlihatkan bahwa dengan semakin meningkatnya taraf pemberian ekstrak daun mengkudu, jumlah bakteri Salmonella typhimurium semakin menurun dibandingkan dengan kontrol negatif (Gambar 14) sampai hari ke-22. Pemberian ekstrak daun mengkudu taraf 300 mg/kg BB periode starter dapat digunakan sebagai pengganti antibiotik karena dapat menurunkan jumlah bakteri Salmonella typhimurium dibandingkan dengan perlakuan antibiotik (P6). Hal ini dapat disebabkan oleh adanya aktifitas senyawa antibakteri seperti alkaloid, antrakuinon dan saponin yang terdapat dalam ekstrak daun mengkudu yang bekerja dalam menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhimurium. Robinson (1995) menyatakan
bahwa
senyawa
antibakteri
seperti
golongan
glikosida
dapat
32
menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Robinson (1995) menyatakan senyawa alkaloid mampu menggangu terbentuknya komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel bakteri tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian pada sel bakteri. Antrakuinon salah satu golongan dari senyawa glikosida dalam ekstrak tanaman dapat menghambat bakteri gram negatif dengan menghambat sintesis DNA bakteri sehingga tidak terjadi replikasi DNA dan bakteri tidak dapat terbentuk secara utuh (Siswandono dan Soekardjo, 1995). Mekanisme Saponin dalam Meningkatkan Performa Ayam Broiler Saponin termasuk salah satu senyawa polar golongan glikosida yang terdapat dalam tanaman. Menurut Achmadi (1992), dalam pemilihan pelarut perlu dipertimbangkan sifat dari senyawa yang akan diekstrak, pelarut polar akan melarutkan senyawa polar. Metanol merupakan pelarut yang memiliki titik kepolaran yang tinggi dibandingkan dengan pelarut lain. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan pelarut metanol sehingga senyawa polar seperti saponin, antrakuinon dan alkaloid akan banyak yang terekstrak. Saponin merupakan senyawa aktif yang terdapat dalam daun mengkudu yang berfungsi sebagai antibakteri yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri patogen seperti Salmonella typhimurium, karena saponin mampu membentuk ikatan dengan fosfolipid yang terkandung dalam dinding sel bakteri, sehingga mempengaruhi tegangan permukaan membran sel bakteri. Hal tersebut mengakibatkan permeabilitas dinding sel meningkat dan cairan dari luar sel akan masuk kedalam sel bakteri. Masuknya cairan dari luar sel mengakibatkan pecahnya dinding sel sehingga bakteri mengalami kematian atau lisis (Cheeke, 2001). Menurut Langhout (2000), herba dan ekstrak tanaman bekerja dengan cara menstimulasi
pertumbuhan
bakteri
yang
menguntungkan
dan
menghambat
pertumbuhan bakteri patogen dalam usus halus, sehingga kerja saluran pencernaan tidak terganggu. Hal tersebut menyebabkan peningkatan penyerapan zat makanan dan meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi ransum ayam broiler (Langeroudi et al., 2008).
33