(Polyacrilamide Gel Elektroforesis) 5,5%
dua lembar plastik transparansi dan
pada tegangan 85 V selama 6 jam.
semua sisinya direkatkan hingga rapat.
Standar DNA yang digunakan adalah ladder
100
pb
polyacrilmide
(Promega) dibuat
Gel
menggunakan 30 ml aquades, 4 ml 10xTBE, 5,5 ml acrilamide, 150 µl APS (Amonium peroxodisulfate) 2,5 %, dan 25 µl TEMED (Tetra Methyle Ethylene Diamine). Pewarnaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan
dilakukan
dengan
menggunakan metode Silver Staining. Proses Silver Staining adalah sebagai berikut. Setelah proses elektroforesis selesai, gel acrilamide dilepas dari cetakannya dan direndam dalam larutan
Hasil 1.
Amplifikasi
D-Loop
Daerah
DNA
Mitokondria Amplifikasi daerah D-Loop mtDNA pada kerbau dengan menggunakan primer CTDF dan CTDR menghasilkan fragmen yang berukuran sekitar 1361 pb (Gambar 6). Semua sampel yang berhasil diamplifikasi oleh primer tersebut menunjukkan ukuran yang sama.
0,2 g CTAB (cetyl trimethyl ammonium bromide) dan 200 ml aquades kemudian digoyang berlahan selama 20 menit. Kemudian larutan dibuang dan gel dibilas dengan 200 ml aquades lalu digoyang selama 15 menit. Setelah itu
1500 pb
∼1361 pb
1000 pb
T1 T2
T3 T4 T5 IAJ INB AJ AB NJ1 NJ2 NJ3 NB1 NB2NB3
Gambar 6
Amplifikasi D-loop dengan PCR.
air dibuang, digantikan dengan larutan
Hasil PCR dielektroforesis pada
2,4
gel agarosa.
ml
aquades
amonia dan
(NH4OH),
digoyang
200
ml
selama
20
Berdasarkan sekuen acuan genom DNA mitokondria B. bubalis yang berasal
menit. Setelah selesai, larutan dibuang
dari Haikou-Cina (Qian 2004) pada Gen-
dan dimasukkan campuran 0,48 gram
Bank Database (NCBI) dengan kode akses
perak nitrat (AgNO3), 120 µl NaOH, 1,2
NC_006295
ml amonia, dan 200 ml aquades lalu
fragmen berukuran 1361 pb yang tersusun
digoyang 20 menit. Lalu larutan dibuang
atas tRNA
(Lampiran
Thr
1)
(53 pb), tRNA Phe
menghasilkan
Pro
(50 pb), D-Loop
dan gel dibilas dengan 200 ml aquades
(931 pb), tRNA
dan
yang berukuran 245 pb (Gambar 7).
digoyang
Aquades
selama
kemudian
15
menit.
dibuang
dan
digantikan dengan larutan 4 g natrium karbonat
(Na2CO3),
100
µl
(82 pb), dan 12S rRNA
FA
(formaldehid), dan 200 ml aquades lalu digoyang sampai terlihat adanya pita DNA. Setelah seluruh pita muncul, larutan tersebut segera dibuang dan digantikan dengan larutan 0,2 ml asam asetat dan 200 ml aquades. Untuk penyimpanan, gel diletakkan diantara
Hasil PCR CTDF
CTDR
∼1361 pb
53 50
931 pb
tRNAPro tRNAThr
D-Loop
82 Phe
tRNA
245 12S rRNA
Sekuen acuan
Gambar 7 Peta pemotongan sekuen acuan berdasarkan Gene-Bank pada B. bubalis.
c.
Pemotongan
dengan
enzim
restriksi Rsa I (GT\AC).
Lokasi situs pemotongan Hinc II pada sekuen acuan dapat dilihat pada lampiran 5.
Pemotongan dengan enzim restriksi Rsa I menghasilkan dua pita DNA yang berukuran 284
pb
dan
1077
pb
(Gambar
1203 pb
12).
Berdasarkan sekuen acuan, dihasilkan tujuh pita DNA yang masing-masing berukuran 262 pb, 84 pb, 35 pb, 20 pb, 7 pb, 19 pb, dan 934
pb
(Gambar
13).
Lokasi
situs
200 pb 158 pb
pemotongan Rsa I pada sekuen acuan dapat dilihat pada lampiran 4.
100 pb
1077 pb
TI
T2
T3
T4
T5 IAJ INB AJ AB NJ1 NJ2 NJ3
NB1 NB2 NB3
Gambar 14 Hasil pemotongan dengan Hinc II. 284 pb
Perkiraan situs
200 pb
pemotongan berdasarkan sekuen
acuan. CTDF
CTDR
158 pb
1203 pb 1143 pb IAJ INB
AJ
6 158 pb 0
AB NJ1 NJ2 NJ3 NB1 NB2 NB3 T1 T2 T3 T4 T5
Gambar 12 Hasil pemotongan dengan Rsa I.
Sekuen acuan
Gambar 15 Perbandingan hasil pemotongan dengan Hinc II.
Perkiraan situs pemotongan berdasarkan sekuen acuan. CTDF
CTDR
284 pb 262 pb
84 20 19
Sekuen acuan
dengan Rsa I. dengan
enzim
restriksi Hinc II (GT(T/C)\(A/G)AC). Pemotongan dengan enzim restriksi Hinc menghasilkan
dua
pita
enzim
Penggunaan enzim restriksi Bam HI dan
Gambar 13 Perbandingan hasil pemotongan
II
dengan
Eco RI (G\AATTC).
934 pb
Pemotongan
Pemotongan
restriksi Bam HI (G\GATCC) dan
35 7
d.
e.
10 77 pb
DNA
yang
berukuran 1203 pb dan 158 pb (Gambar 14). Berdasarkan sekuen acuan, dihasilkan tiga pita DNA yang masing-masing berukuran 1143 pb, 60 pb, dan 158 pb (Gambar 15).
Eco
RI
tidak
menghasilkan
pemotongan (Gambar 16 dan 17).
pita
hasil
tidak optimum pada saat proses penempelan
1500 pb ~1361 pb
primer (annealing), dimana semakin rendah suhu maka semakin mudah terbentuk pita DNA non-spesifik (Sambrook et al. 1989). Hasil penelitian ini menunjukkan tidak terdapat polimorfisme fragmen D-loop pada situs-situs restriksi Hae III, Alu I, Rsa I, Hinc II, Bam HI, dan Eco RI. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian pada anggota famili
100 pb
Bovidae yang lain yaitu sapi (Bos taurus) T1 T2
T3 T4 T5
IAJ INB
AJ
AB NJ1 NJ2 NJ3 NB1 NB2 NB3
Gambar 16 Hasil pemotongan dengan Bam HI.
dan anoa (Bubalus depressicornis). Troy et al.
(2001) mengatakan bahwa dari 383
sampel sapi yang dipelajari terdapat 152 haplotipe dan Rahajeng (1999) mengatakan bahwa pada anoa terdapat 7 haplotipe dari
~1361 pb
10 sampel yang dipelajari. Fragmen D-loop yang cenderung monomorfik penelitian
juga
ditemukan
pada
hasil
rusa timor (Cervus timorensis).
Syafitri (2004) mengatakan bahwa tidak terdeteksi adanya variasi pada situs restriksi tertentu
di
daerah
D-loop
rusa
timor,
sehingga dapat dikatakan bahwa semua
100 pb
sampel rusa berasal dari nenek moyang T1 T2 T3 T4 T5
IAJ
INB
AJ
AB
NJ1
NJ2 NJ3 NB1 NB2 NB3
Gambar 17 Hasil pemotongan dengan Eco RI.
yang menunjukkan bahwa mtDNA pada
DNA
mitokondria DNA
mamalia
ekstrakromosomal
berbentuk sirkuler tertutup. Ukuran mtDNA pada
kerbau
Database
berdasarkan
(NCBI)
dengan
GenBank
kode
akses
NC_006295 adalah 16359 pb. Amplifikasi
D-loop
dengan
menggunakan sepasang primer CTDF dan CTDR menghasilkan produk PCR yang seragam yaitu sekitar 1361 pb. Pada beberapa sampel, ditemukan pita
DNA
Bath et al. (1997), Amano et al. (1994), dan Misra et al. (1997) dalam Bath (1999) menyatakan adanya hasil penelitian
Pembahasan merupakan
yang sama.
non-spesifik
(non-target).
Munculnya pita DNA ini disebabkan oleh kondisi PCR, yaitu pengaturan suhu yang
kerbau cenderung kurang beragam. Dari 15 enzim
restriksi
yang
digunakan
untuk
memotong seluruh genom mitokondria, 14 enzim tidak menunjukkan adanya variasi, kecuali pada enzim Bgl I. Laporan tersebut mengindikasikan
bahwa
mtDNA
kerbau
mempunyai situs restriksi yang terkonservasi cukup tinggi, kecuali untuk Bgl I. Fragmen D-loop pada sampel kerbau tidak polimorfik dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama yaitu karena kurangnya enzim restriksi
yang
kemungkinan
digunakan.
Kedua
yaitu
situs pemotongan enzim-
enzim restriksi yang digunakan
berada pada daerah D-loop yang tidak
Kemungkinan
ketiga
hipervariabel. Daerah D-loop merupakan
domestikasi
daerah non coding pada mitokondria yang
berpusat di Indonesia. Domestikasi yaitu
hipervariabel dengan laju mutasi yang lebih
perubahan substansial pada suatu spesies
tinggi dibanding bagian lain dari mtDNA
yang telah dipelihara oleh manusia secara
(Silva et al. 2003). Tetapi tidak semua bagian
turun temurun dari generasi ke generasi,
pada D-loop hipervariabel.
baik dalam penampilan maupun perilaku
Berdasarkan
kemungkinan
sehingga spesies inipun dinyatakan sebagai
1997, D-loop terdiri dari tiga daerah. Daerah
spesies yang teradaptasi dengan campur
pertama terletak terletak dekat tRNA Prolin.
tangan
Bagian
Termination-
Domestikasi kerbau di Asia Tenggara diduga
associated Sequence (TAS) dan Repeated
berlangsung pada milenium ke-2 sebelum
Sequence (RS). Daerah kedua terletak di
masehi (Cockrill 1984).
tengah.
mengandung
Daerah
ini
&
yang
Randi
ini
Douzery
kerbau
adalah
disebut
Central
manusia
(Wikipedia
Fahimudin
1975
2005).
menyatakan
Conserved Region (CCR) dan dicirikan oleh
bahwa Indonesia merupakan salah satu
adanya
(Conserved
pusat domestikasi kerbau di Asia Tenggara.
Sequence Blocks) yaitu F, E, D, C, dan B.
Tempat lain yang diperhitungkan sebagai
Daerah ketiga. dekat tRNA Phenilalanin.
pusat domestikasi kerbau menurut Leslie
Daerah ini mengandung Promotor untuk
1967 adalah Laos, Kamboja, Vietnam Utara
inisiasi transkripsi Utas Berat maupun Utas
dan
Ringan (HSP dan LSP). Pada daerah ini juga
Indonesia merupakan salah satu pusat
terdapat CSB 1-3 dan ruas RS (Lampiran 6).
domestikasi maka dapat dikatakan bahwa
Daerah pertama dan ketiga merupakan
kerbau-kerbau yang tersebar di berbagai
daerah
daerah di Indonesia berasal dari satu nenek
beberapa
yang
CSB
hipervariabel
sedangkan
daerah kedua relatif stabil. kemungkinan
serta
Thailand.
Karena
moyang yang kemudian berkembang dan
Hasil pemotongan dengan Hae III menunjukkan
Selatan,
bahwa
menyebar ke berbagai daerah. Dengan
situs
demikian dapat diduga bahwa kerbau-kerbau
pemotongan enzim tersebut terletak pada
di Indonesia mempunyai D-loop dengan
daerah kedua. Hasil pemotongan dengan
tingkat
Hinc II menunjukkan kemungkinan bahwa
Kemungkinan
situs pemotongan enzim tersebut terdapat
introduksi kerbau ke Indonesia yang berasal
pada tRNA Phenilalanin. Hasil pemotongan
dari satu sumber penyebaran.
dengan Alu I menunjukkan kemungkinan
polimorfisme lainnya
Karena
hasil
yang
rendah.
adalah
terjadinya
yang
didapat
bahwa situs pemotongan enzim tersebut
monomorfik maka dapat disimpulkan bahwa
terletak
di daerah pertama, kedua, dan
belum didapat hubungan yang jelas antara
ketiga pada D-loop, serta di daerah 12S
variasi situs restriksi pada fragmen D-loop
rRNA. Hasil pemotongan dengan Rsa I
dengan warna kulit belang pada kerbau.
menunjukkan
Oleh sebab itu, berarti RFLP pada D-loop
kemungkinan
bahwa
situs
pemotongan enzim tersebuat terdapat di
tidak
daerah pertama
khusus kerbau belang.
pada D-loop. Walaupun
dapat
digunakan
sebagai
penciri
terdapat di daerah pertama pada D-loop,
Fenotip warna kulit belang pada
diduga situs pemotongan tersebut terdapat
kerbau kemungkinan dikontrol oleh gen yang
pada bagian D-loop yang tidak variabel.
terdapat pada DNA inti seperti yang terdapat pada sapi.
Pada kerbau apakah mengikuti pola seperti pada sapi atau mengikuti pola yang
Pada sapi, gen penyandi warna kulit
lain, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
terdapat di DNA inti. Terdapat lima macam
karena selama ini belum ada publikasi
pola warna kulit pada sapi (Noor 2004). Sapi
mengenai hal tersebut.
Hereford memiliki pola warna putih pada
KESIMPULAN DAN SARAN
bagian tubuh depan dan bagian atas leher. Sapi Angus memiliki pola warna yang polos. Sapi
FH
(Frisien
Holstein)
mempunyai
bercak putih tidak beraturan pada bagian tubuh yang berwarna hitam. Sapi Pinzgauer hanya berwarna pada kepala, leher, samping kiri dan
kanan tubuh, sedangkan bagian
tubuh lainnya berwarna putih. Terdapat sapi yang memiliki pola warna kulit campuran antara pola warna Hereford dan pola warna samping. dikontrol
Kelima oleh
4
pola alel
warna
tersebut H
yaitu,
S
yang
mengontrol pola Hereford, alel S yang mengontrol pola warna Angus, alel s yang c
mengontrol pola warna FH, dan alel S yang mengontrol pola warna samping. Derajat H
H
dominasi untuk S , S dan s adalah S > S > s. Gen yang berada di sebelah kanan resesif terhadap gen yang berada di sebelah kiri. C
Alel S bersifat kodominan terhadap alel S
H
dan dominan lengkap terhadap S dan s. Sapi yang
memiliki
genotip
H
c
S S
akan
memperlihatkan pola campuran antara pola warna Hereford dan pola warna samping. Genotipe dan Fenotipe yang berhubungan dengan warna kulit tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2
c
c
SS ss
pemotongan dengan menggunakan enzim restriksi Hae III, Alu I, Rsa I, Hinc II, Bam HI, dan Eco RI tidak menunjukkan adanya variasi pada daerah D-loop (monomorfik). Hal
tersebut
dapat
disebabkan
karena
beberapa hal. Pertama dapat disebabkan karena enzim restriksi yang digunakan terlalu sedikit. Kedua dapat disebabkan karena situs pemotongan enzim-enzim restriksi yang digunakan berada pada daerah D-loop yang tidak hipervariabel. Ketiga dapat disebabkan karena Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi kerbau di Asia Tenggara atau telah terjadi introduksi kerbau ke Indonesia yang berasal dari satu sumber penyebaran,
sehingga
dapat
dikatakan
bahwa kerbau-kerbau tersebut berasal dari satu nenek moyang yang sama. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa belum ditemukan hubungan antara variasi situs restriksi pada fragmen D-loop dengan warna kulit belang pada kerbau. Perlu
dilakukan
penelitian
lebih
Genotipe dan Fenotipe beberapa pola warna pada sapi (Noor 2004).
akurat, seperti penggunaan enzim restriksi
c
c
S S, S s -
menghasilkan produk sekitar 1361 pb. Hasil
lanjut untuk mendapatkan data yang lebih
Genotipe Genotipe Fenotipe Homozigot Heterozigot H H H H S S S S, S s Pola Hereford SS
Amplifikasi fragmen DNA kerbau menggunakan primer CTDF dan CTDR
H
Ss -
sequencing
pada
sampel
yang
lebih
beragam dan lebih banyak.
Pola samping Pola samping dengan wajah putih
c
S S
yang berbeda serta perbandingan hasil
Polos Pola FH
DAFTAR PUSTAKA Bhat PN. 1999. Buffaloes. Di dalam : Payne WJA, Wilson RT.
An Introduction to