±0,2 °C. Sebelum contoh diteteskan, suhunya dibuat sama dengan suhu pengukuran. Pembacaan dilakukan bila suhu sudah stabil. Penentuan kelarutan dalam etanol. Satu ml contoh minyak diukur di dalam gelas ukur yang berukuran 10 ml. Etanol 95 % ditambahkan setetes demi setetes dengan dikocok setelah setiap penambahan, sampai diperoleh larutan yang sebening mungkin pada suhu 20 °C. Kekeruhan yang terjadi dibandingkan dengan larutan pembanding bila larutan tersebut tidak bening. Penentuan bilangan asam. Asam-asam bebas dinetralkan dengan larutan terstandar KOH dalam etanol. Ditimbang (0,7 g ± 0,05) g contoh lalu dilarutkan dalam 5 ml etanol netral pada labu bulat dan ditambahkan 5 tetes larutan fenolftalein sebagai indikator. Campuran tersebut dititrasi dengan KOH 0,1 N dalam etanol sampai warna merah muda. Bilangan asam ditentukan dengan persamaan berikut: Bilangan asam
VKOH N KOH BM KOH
Wsampel
Penentuan bilangan ester. Sebanyak (1,5 ± 0,05) g contoh ditimbang dalam labu penyabunan. Ditambahkan 25 ml KOH 0,5 N dalam alkohol dan batu didih, lalu labu direfluks diatas penangas air selama 1 jam. Setelah dingin, labu dilepaskan dari pendingin dan dititrasi dengan HCl 0,05 standar dan indikator fenolftalein sampai warna tepat hilang. Pengujian blanko dilakukan dengan cara yang sama, tetapi tanpa menggunakan contoh. Bilangan ester (E) ditentukan dengan persamaan: E
(Vblanko Vsampel ) N HCl BM KOH Wsampel
dengan Vblanko dan Vsampel ialah mililiter titran yang terpakai untuk menetralkan berturutturut blanko dan contoh, sedangkan Wsampel ialah gram contoh yang digunakan. Penentuan bilangan ester setelah asetilasi. Kira-kira 10 ml contoh dicampurkan dengan 10 ml anhidrida asetat dan 2 g natrium asetat anhidrat dalam labu asetilasi. Campuran direfluks dengan hati-hati selama 2 jam, lalu dibiarkan mendingin. Setelah itu, ditambahkan 50 ml air suling dan dipanaskan kembali selama 15 menit pada suhu 40–50 °C dengan sering dikocok. Campuran ini dibiarkan mendingin ke suhu kamar sebelum dipindahkan ke corong pisah. Labu dibilas 2 kali masing-masing dengan 10 ml air suling,
dan air bilasan digabungkan ke corong pisah. Ketika 2 lapisan telah memisah sempurna, lapisan air dibuang dan lapisan minyak dikerjakan lebih lanjut. Lapisan minyah dicuci berturut-turut dengan larutan jenuh 50 ml NaCl, 50 ml Na2CO3-NaCl, 50 ml NaCl, dan 20 ml air suling. Apabila pencucian dengan larutan jenuh tersebut telah dilakukan dengan baik, minyak akan netral terhadap kertas lakmus (pH 7). Lapisan minyak ini dipindahkan ke dalam sebuah tabung yang kering dan dikocok beberapa kali selama 15 menit dengan sedikitnya 3 g MgSO4 anhidrat. Minyak disaring lalu pengocokan diulangi dengan 3 g MgSO4 anhidrat berikutnya sampai minyak yang terasetilasi ini bebas dari air. Minyak yang terasetilasi ditimbang sampai ketelitian 0,05 g sebanyak 0,7 g lalu ditambahkan 2 ml air suling dan 0,5 ml larutan fenolftalein. Sebanyak 25 ml KOH 0,5 N dalam alkohol ditambahkan, kemudian campuran direfluks di atas penangas air selama 1 jam. Campuran didinginkan dengan cepat dengan menambahkan 20 ml air suling dan kelebihan alkali dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N. Rumus penentuan bilangan ester setelah asetilasi sama seperti yang tidak diasetilasi. Penentuan alkohol total sebagai vetiverol. Senyawa alkohol total sebagai vetiverol dihitung dari bilangan ester sebelum asetilasi (E1) dan setelah asetilasi (E2): Persen vetiverol
220,36 ( E 2 E1 ) 561 0, 42 E 2
HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Adsorben Bentonit dan zeolit alam yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Bogor. Diagram alir untuk pencirian adsorben dapat dilihat pada Lampiran 2. Informasi pH dan kapasitas tukar kation (KTK) diperoleh dari penjualnya, CV. Jaya Abadi (Tabel 2) sedangkan warna tentukan dengan soil munsell color chart (Tabel 3). Tabel 2 Nilai pH dan KTK dari bentonit dan zeolit alam Bahan pH KTK (mek/g) Bentonit alam 4,18 33,70 Zeolit alam 5,05 44,40
Tabel 3 Warna bentonit dan zeolit alam Bahan Kode Warna Warna Coklat Bentonit 10YR 8/3 sangat alam pucat Zeolit alam 2,5Y 8/2 Putih Dalam penelitian ini, Ca-bentonit yang telah dimurnikan diaktivasi dengan HCl 6 N. Aktivasi ini betujuan membuat struktur permukaan bentonit lebih berpori dengan menghilangkan sisa pengotor mineral yag tidak dapat hilang selama proses pemurnian. Montmorilonit adalah penyusun utama bentonit, dan struktur bertingkat-tingkat yang dimilikinya membentuk kemampuan adsorpsi bentonit. Ion kalium, natrium, dan kalsium mengisi ruang antarlamela, sedangkan ion aluminium yang dapat tukar dengan magnesium dan besi (III) mengisi lapisan oktahedral dari kisi struktur montmorilonit. Larutan asam dengan konsentrasi yang cukup besar mampu menggantikan ion K+, Na+, dan Ca2+ dengan H+ serta melepaskan ion Al3+, Fe3+, dan Mg2+, sehingga meningkatkan daya adsorpsi bentonit (Nurliana 2006). Sebagaimana halnya bentonit alam, zeolit alam mempunyai bentuk kristal sangat teratur dengan rongga-rongga yang saling berhubungan ke semua arah. Namun, karena zeolit ini berada di alam, rongga-rongganya masih terisi oleh ion-ion logam, molekul air, dan pengotor lainnya. Pengotor-pengotor tersebut juga dihilangkan dengan aktivasi menggunakan HCl 6 N. Aktivasi zeolit dengan asam akan melarutkan beberapa logam alkali sepeti Ca2+, K+, Na+, dan Mg2+ yang menutupi sebagian rongga sehingga zeolit lebih berpori dan permukaannya lebih aktif (Aryani 2003). Keberhasilan aktivasi bentonit dan zeolit alam dapat dilihat dari tingginya nisbah Si dan Al setelah aktivasi. Peningkatan ini terjadi karena aktivasi menyebabkan dealuminasi sebagian atau seluruh logam Al dalam kerangka adsorben yang lebih lanjut juga menurunkan kepolaran dan sifat asam Brönsted-nya. Tabel 4 memperlihatkan bahwa bentonit alam hasil aktivasi memiliki kandungan silika sebagai SiO2 sebesar 85,18% dan alumina sebagai Al2O3 sebesar 2,80%, sehingga nisbah Si/Al-nya mencapai 30,42. Nisbah Si/Al zeolit alam hasil aktivasi juga cukup tinggi, mencapai 25,86, dengan 88,19% kandungan SiO2 dan 3,41% kandungan Al2O3. Hasil lengkap dapat dilihat di Lampiran 3.
Tabel 4 Nisbah Si/Al pada bentonit dan zeolit alam setelah aktivasi Kadar Kadar Rasio Bahan SiO2 (%) Al2O3 (%) Si/Al Bentonit 85,18 2,80 30,42 alam Zeolit 88,19 3,41 25,86 alam Reaksi dealuminasi yang terjadi antara bentonit maupun zeolit dan HCl dalam medium air adalah sebagai berikut: Kehadiran H+ menyebabkan pasangan elektron bebas pada atom O cenderung membentuk ikatan kovalen koordinasi. Atom O yang kehilangan sepasang elektron bebasnya menjadi tuna elektron sehingga ikatan Al-O yang lebih polar dibandingkan dengan Si-O mudah putus dan terjadi dealuminasi. Atom Al mempunyai valensi tiga, namun berikatan dengan 4 atom O dalam kerangka bentonit dan zeolit sehingga bermuatan formal -1. Muatan negatif ini dinetralkan oleh kation logam alkali atau alkali tanah. Asam kuat seperti HCl dapat memutuskan ikatan antara atom O dan atom Al. Kekosongan valensi Al akan diisi oleh ion Clˉ dan kekosongan valensi oksigen akan digantikan proton. Kation M+ dalam bentonit maupun zeolit alam akan terlepas dari kerangkanya membentuk garam MCl, sedangkan Al3+ akan berikatan dengan Clˉ membentuk AlCl3 (Setyawan 2002). Analisis jenis mineral pada bentonit dengan XRD (Gambar 7) montmorillonit diperlihatkan oleh puncak difraksi 15,5, 5,2, dan 4,5 Å; kuarsa (4.26 dan 3,34 Å), serta kristobalit (4,04 Å). Sementara itu, analisis XRD pada zeolit (Gambar 8) memperlihatkan keberadaan klinoptilolit (8,92, 5,11, dan 2,97 Å); campuran mineral smektit (16,4 Å); haloisit (10,41 dan 4,45 Å); felspar (3,20 Å); kuarsa (3,33 Å), serta kritobalit (4,03 Å).
Gambar 7 Difraktogram contoh bentonit.
Gambar 8 Difraktogram contoh zeolit.
Mutu Minyak Akar Wangi
Sifat Fisika
Analisis mutu minyak akar wangi (Lampiran 4) meliputi sifat fisis dan kimia. Analisis sifat fisis yang dilakukan adalah warna, bau, bobot jenis, indeks bias, dan kelarutan dalam etanol 95 %, sedangkan analisis sifat kimianya meliputi bilangan asam, bilangan ester, bilangan ester setelah asetilasi, dan kandungan vetiverol total. Sebagai acuan standar mutu minyak akar wangi didunakan SNI nomor 06-2386-2006 tahun 2006 (Tabel 5).
Hasil penentuan warna minyak akar wangi sebelum dan setelah penambahan adsorben adalah coklat kemerahan dan baunya masih berbau khas akar wangi dapat dilihat pada tabel 7. Menurut syarat mutu SNI warna dan bau tersebut sudah memenuhi syarat.
Tabel 5 SNI nomor 06-2386-2006 untuk minyak akar wangi Jenis uji Persyaratan Warna Kuning muda– cokelat kemerahan Bau Khas akar wangi Bobot Jenis 0,980–1,003 20oC/20oC Indeks bias (20 oC) 1,520–1,530 Kelarutan dalam 1:1 jernih, etanol 95 % seterusnya jernih Bilangan asam 10 – 35 Bilangan ester 5 – 26 Bilangan ester 100 – 150 setelah asetilasi Vetiverol total Minimum 50 Tabel 6 menunjukkan sistem pengodean sampel pada minyak akar wangi yang digunakan dalam penelitian ini. Kode tersebut akan digunakan dalam pembahasan selanjutnya. Tabel 6 Pengodean contoh minyak akar wangi Kode Contoh MAW-0 Minyak akar wangi tanpa adsorben MAW-B Minyak akar wangi dengan adsorben bentonit MAW-Z Minyak akar wangi dengan adsorben zeolit MAWMinyak akar wangi dengan 0,04 (B/Z) adsorben campuran bentonit zeolit dengan nisbah 0,04 MAWMinyak akar wangi dengan 0,05 (B/Z) adsorben campuran bentonit zeolit dengan nisbah 0,05
Tabel 7 Warna dan bau minyak akar wangi. Kode Warna Bau sampel MAW-0 Coklat Khas akar kemerahan wangi MAW-B Coklat Khas akar kemerahan wangi MAW-Z Coklat Khas akar kemerahan wangi MAW-0,04 Coklat Khas akar (B/Z) kemerahan wangi MAW-0,05 Coklat Khas akar (B/Z) kemerahan wangi Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak akar wangi karena bobot jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung di dalamnya, semakin besar fraksi berat yang terkandung dalam minyak maka semakin besar pula nilai densitasnya. Bobot jenis hasil penelitian dapat dilihat dalam Tabel 8 : Tabel 8 Bobot jenis minyak akar wangi. Kode sampel Bobot jenis MAW-0 0,9876 MAW-B 0,9878 MAW-Z 0,9878 MAW-0,04 (B/Z) 0,9878 MAW-0,05 (B/Z) 0,9877 Berdasarkan hasil yang didapat (Lampiran 5) bobot jenis sebelum maupun sesudah penambahan adsorben telah memenuhi syarat mutu SNI yaitu berkisar antara 0,9800– 1,0030. Indek bias minyak akar wangi berhubungan erat dengan komponenkomponen yang tersusun di dalam minyak yang dihasilkan seperti halnya bobot jenis. Komponen penyusun minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indek biasnya, semakin banyak komponen bergugus karbonil yang terdapat dalam minyak akar wangi, maka kerapatan medium minyak akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan dan menyebabkan indek bias
minyak lebih besar. Indek bias yang dihasilkan pada Tabel 9 sebelum maupun setelah penambahan adsorben masih belum memenuhi syarat mutu SNI yaitu berkisar antara 1,5200–1,5300. Hasil lengkap dapat dilihat di Lampiran 6. Tabel 9 Indek bias minyak akar wangi. Kode sampel Indek bias MAW-0 1,5151 MAW-B 1,5151 MAW-Z 1,5152 MAW-0,04 (B/Z) 1,5151 MAW-0,05 (B/Z) 1,5150 Kelarutan minyak dalam alkohol ditentukan jenis komponen kimia yang terkandung dalam minyak (Guenther 2006). Pada umumnya minyak atsiri yang mengandung senyawa terpen teroksigenasi lebih larut daripada yang mengandung terpen. Makin tinggi kandungan terpen tak teroksigenasi makin rendah daya larutnya, hal ini dikarenakan senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar yang tidak mempunyai gugus fungsional. Kelarutan minyak akar wangi dalam alkohol dapat dilihat pada Tabel 10 : Tabel 10 Kelarutan dalam alkohol minyak akar wangi. Kelarutan dalam Kode sampel alkohol MAW-0 1:1 larut jernih MAW-B 1:1 larut jernih MAW-Z 1:1 larut jernih MAW-0,04 (B/Z) 1:1 larut jernih MAW-0,05 (B/Z) 1:1 larut jernih Menurut Tabel 10 di atas minyak akar wangi baik sebelum maupun setelah penambahan adsorben mempunyai kelarutan dalam alkohol 1:1 dengan warna jernih, sehingga telah memenuhi standar mutu SNI. Sifat Kimia Bilangan asam yang semakin besar dapat mempengaruhi kualitas minyak akar wangi apabila selama penyimpanan terjadi proses oksidasi sehingga menyebabkan bau khas minyak berubah. Bilangan asam minyak akar wangi sebelum dan setelah penambahan adsorben terlihat pada Tabel 11 :
Tabel 11 Bilangan asam minyak akar wangi. Kode sampel Bilangan asam MAW-0 36,05 MAW-B 35,35 MAW-Z 35,18 MAW-0,04 (B/Z) 35,49 MAW-0,05 (B/Z) 35,76 Berdasarkan Tabel 11 terlihat sedikit perubahan bilangan asam setelah penambahan adsorben, hal ini menandakan adsorben yang ditambahkan berfungsi walaupun hanya sedikit asam yang terjerap, selain itu nilai bilangan asam yang masih tinggi dikarenakan adsorben baik bentonit maupun zeolit setelah diaktivasi tidak di cuci sampai pH netral, sehingga nilai tersebut masih belum memenuhi syarat mutu SNI yaitu sebesar 35. Hasil lengkap standarisasi KOH dan penentuan bilangan asam dapat dilihat di Lampiran 7 dan 8. Hasil penentuan bilangan ester pada minyak akar wangi setelah penambahan adsorben pada Tabel 12 tidak berbeda nyata dari nilai bilangan ester sebelum penambahan adsorben dan masih memenuhi syarat mutu SNI yaitu berkisar antara 5–26. Hal ini menandakan jumlah senyawa ester yang terkandung dalam minyak akar wangi yaitu vetivenil vetivenat selama proses adsorpsi tidak banyak mengalami perubahan. Hasil lengkap dapat dilihat di Lampiran 9. Tabel 12 Bilangan ester minyak akar wangi. Kode sampel Bilangan ester MAW-0 15,51 MAW-B 16,51 MAW-Z 16,21 MAW-0,04 (B/Z) 16,22 MAW-0,05 (B/Z) 15,41 Tabel 13 Bilangan ester setelah asetilasi minyak akar wangi. Bilangan ester Kode sampel setelah asetilasi MAW-0 134,34 MAW-B 170,26 MAW-Z 188,28 MAW-0,04 (B/Z) 183,42 MAW-0,05 (B/Z) 182,52
Tabel 14 Kandungan vetiverol total minyak akar wangi. Kandungan vetiverol Kode sampel total (%) MAW-0 51,90 MAW-B 69,22 MAW-Z 78,68 MAW-0,04 (B/Z) 76,13 MAW-0,05 (B/Z) 76,03 Berdasarkan penentuan bilangan ester setelah asetilasi (Lampiran 10) nilai yang di dapat sebelum dan setelah penambahan adsorben menunjukkan kenaikan yang tinggi (Tabel 13). Perubahan yang tinggi dari bilangan ester setelah asetilasi ini disebabkan oleh adsorben mampu menjerap pengotorpengotor dalam minyak akar wangi, yaitu diduga berupa polimer dan logam-logam pengotor seperti Fe dan Cu yang terbentuk selama proses penyulingan, sehingga seiring dengan bilangan ester setelah asetilasi naik tinggi, maka kandungan vetiverol totalnya pun naik tinggi seperti pada Tabel 14 di atas. Hasil lengkap kandungan vetiverol total dapat dilihat di Lampiran 11.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Peningkatan mutu minyak akar wangi hasil penyulingan Kabupaten Garut dari kandungan vetiverol sebagai alkohol total pada minyak akar wangi sebelum dan setelah penambahan adsorben terjadi kenaikan yang cukup tinggi yaitu dari 51,90% menjadi 69,22% (MAW-B), 78,68% (MAW-Z), 76,13% (MAW-0,04) dan menjadi 76,03% (MAW-0,05). Penambahan adsoben zeolit menunjukan tingkat kemurnian yang lebih tinggi dibanding penambahan adsorben bentonit maupun campurannya maka zeolit mampu memurnikan kandungan vetiverol lebih tinggi untuk meningkatkan mutu minyak akar wangi. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menurunkan kandungan asam dan pemucatan warna minyak akar wangi yang lebih baik supaya memenuhi standar mutu SNI.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Proyek kerja Dinas Pertambangan Sumatera Utara. http://www.distampropsu.go.id/kegiatan8.php.htm. [16 Mei 2009]. Aryani Y. 2003. Studi kemampuan zeolit alam yang di impregnasi dengan ion Mn2+ sebagai adsorben ion Fe dalam air [skripsi]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Guenther E. 2006. Minyak Atsiri Jilid IV. Terjemahan: Ketaren S. Jakarta: UI Press. Grim,
Ralph E. 1962. Applied Clay Minerologi. New York: Mc Graw Hill Book Company Inc.
Hernani TM. 2006. Peningkatan Mutu Minyak Atsiri Melalui Proses Pemurnian. Di dalam: Konferensi Nasional Minyak Atsiri 2006, Solo, 18-20 Sep 2006. Bogor: Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian. Kardinan A. 2005. Tanaman Penghasil Minyak Atsiri Komoditas Wangi Penuh Potensi. Jakarta: Agro Media Pustaka. Kirk BE dan DF Othmer. 1985. Encyclopedia of chemical technology. New york: The Inter Science Encyclopedia Inc. Nurliana L. 2006. Aplikasi bentonit untuk memurnikan minyak kelapa sawit [skripsi]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahian Alam, Universitas Indonesia. Paul J. 2005. Bentonite. http://www.imaeu.org/bentonite/. [16 Mei 2009] Priatna K. 1982. Prospek pemakaian diatomae, bentonit dan arang aktif sebagai penjernih minyak sawit. Laporan Teknik Pengembangan No. 74. Jakarta: Dirjen Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi.