4
HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Magnetit Pembentukan magnetit diawali dengan reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl3 (Gambar 1). Ketika FeCl3 ditambahkan air dan urea, larutan berwarna jingga. Penambahan natrium sitrat menyebabkan larutan berubah warna menjadi hijau. Hal ini menunjukkan adanya reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl3. Setelah natrium sitrat ditambahkan, larutan diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit agar bahan larut sempurna. Setelah 30 menit, larutan dipanaskan pada suhu 200 °C. Peningkatan suhu menyebabkan natrium sitrat mengalami oksidasi dan sebagian Fe3+ tereduksi menjadi Fe2+. Pada waktu yang sama, urea terdekomposisi menjadi NH3 dan HNCO yang memberi suasana basa dalam sistem larutan. Suasana basa ini mendukung pembentukan Fe(OH)3 dan Fe(OH)2 yang akan berubah menjadi Fe3O4 setelah dehidrasi (Cheng et al. 2010).
Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH4+, dan NO3- dalam cairan. Reaksi penguraian yang terjadi sesuai dengan persamaan 8−11: CO(NH2)2 → NH3 + HNCO....................... (8) NH3 + H2O → NH4+ + OH-........................ (9) 2NH4+ + 3O2 → 2NO2- + 2H2O + 4H+......(10) 2 NO2- + O2 → 2 NO3-...............................(11) Hasil Sintesis Magnetit Hasil sintesis berupa serbuk berwarna hitam yang tersebar di dalam cairan dan dapat ditarik oleh magnet (Gambar 2). Warna hitam ini sesuai dengan warna fase magnetit. Berdasarkan hasil analisis SSA terhadap cairan magnetit dengan perhitungan terhadap rendemen, 99.99% Fe berhasil diubah menjadi magnetit (Lampiran 2). Pada kasus ini rendemen yang diperoleh sudah optimum.
M A G N E T
(i) (ii) Gambar 2 Serbuk hitam terdispersi dalam cairan (i), dan serbuk hitam ditarik magnet (ii).
a
b
c
Gambar 1 Reduksi FeCl3 oleh sitrat; larutan FeCl3 + air (a), larutan FeCl3 + air + urea (b), larutan FeCl3 + air + urea + natrium sitrat (c). Reaksi oksidasi natrium sitrat oleh panas menurut Zhao & Zhaodong (2011) ialah sebagai berikut: NaOOCC(CH2COONa)2OH→ +C(CH2COONa)2 OH + CO2 + Na+ + C(CH2COONa)2OH + OH− → O=C(CH2COONa)2 + H2O + 2e−
Menurut Cheng et al. (2010), reaksi pembentukan magnetit sesuai dengan persamaan 1−7: FeCl3 → Fe3+ + 3Cl-................................. (1) Fe3+ + e- natrium sitrat Fe2+ ......................... (2) CO(NH2)2 → NH3 + HNCO.................. (3) NH3 + H2O → NH4+ + OH-......................(4) Fe3+ + 3OH− → Fe(OH)3 ........................ (5) Fe2+ + OH- → Fe(OH)2 ........................... (6) 2Fe(OH)3 + Fe(OH)2 → Fe3O4 + 4H2O... (7)
Keberhasilan sintesis magnetit dibuktikan oleh pola difraksi sinar-X yang yang sesuai dengan standar JCPDS No. 19-0629 (Gambar 3). Berdasarkan perhitungan dengan persamaan Debye-Scherrer, magnetit memiliki ukuran kristal rata-rata 46.66 nm (Lampiran 3). Karena ukuran kristal kurang dari 100 nm, hasil sintesis dapat disebut nanomagnetit (Huber 2005). Nanomagnetit yang dihasilkan berbentuk kristal fcc (kubus terpusat muka) (Tabel 1 & Lampiran 4). Pola hkl yang ditunjukkan sesuai dengan standar (Lampiran 5) dan menurut Guan et al. (2009), nanomagnetit memiliki bentuk kristal fcc. Tabel 1 2θ 18.38 30.17 35.54 43.17 53.59 57.05 62.66
Pola nilai h2 + k2 + l2 magnetit h k l h2+k2+l2 1 1 1 3 2 2 0 8 3 3 1 11 4 0 0 16 4 2 2 24 5 1 1 27 4 4 0 32
5
Gambar 3 Pola difraksi sinar-X magnetit hasil sintesis (a) dan standar magnetit JCPDS No.19-0629 (b). Untuk mengetahui morfologi dan ukuran nanomagnetit, dilakukan analisis menggunakan SEM (Gambar 4). Gambar SEM dengan perbesaran 30 000 kali menunjukkan partikel nanomagnetit berbentuk bulat dan teraglomerasi. Menurut Liang et al. (2006), aglomerasi dalam sintesis nanomagnetit sangat sulit dihindari, karena sifat kemagnetannya. Sifat magnet menyebabkan adanya gaya tarik antarpartikel. Untuk mengetahui ukuran partikel, nanomagnetit diamati pada perbesaran 50 000 kali. Partikel yang merupakan kumpulan beberapa kristal nanomagnetit memiliki ukuran rata-rata 68 nm.
(a)
(b)
Gambar 4
Morfologi SEM nanomagnetit teraglomerasi (a) dan nanomagnetit dengan perbesaran 50 000 kali (b).
Hasil analisis EDXA menunjukkan bahwa nanomagnetit tersusun dari unsur besi (29.45%), oksigen (53.07%), karbon (14.86%), dan natrium (2.62%). Komposisi tersebut menunjukkan bahwa Fe dan O merupakan komponen utama penyusun nanomagnetit. Karbon berasal dari urea dan sitrat, sedangkan natrium berasal dari natrium sitrat yang ditambahkan. Hasil EDXA menunjukkan nanomagnetit tidak mengandung N. Hal ini diduga karena EDXA hanya dapat mendeteksi unsur di permukaan partikel. Oleh karena itu, perlu dilakukan destruksi terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan N dalam magnetit. Berdasarkan hasil analisis Kjeldahl terhadap serbuk nanomagnetit terdapat 0.14% nitrogen. Hal ini menunjukkan nanomagnetit, dalam proses pembentukannya menyerap N dari urea sebesar 0.12%. Selain itu, dilakukan juga analisis terhadap cairan nanomagnetit. Terdapat 0.53% N dalam bentuk N-organik (0.15%), N-NH4+ (0.31%) dan N-NO3(0.07%) (Lampiran 6). Hasil ini mendukung nanomagnetit dan cairannya untuk dijadikan sebagai pupuk (penyedia unsur hara N). Pentingnya N dan pH pada Tanaman Jagung Penelitian dilakukan di rumah kaca, kawasan perkebunan Cikabayan, University Farm IPB. Jenis tanah yang digunakan adalah latosol (BP4K 2010). Tanah memiliki pH 4.86 (masam), kadar air 0.55% (rendah), kandungan C-organik 1.52% (rendah), kandungan nitrogen 0.21% (sedang), dan kadar abu 81.5% (Lampiran 7). Tanah jenis ini merupakan tanah terbaik untuk pertumbuhan jagung (Menegristek 2001). Jagung merupakan tanaman yang membutuhkan N dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan nutrisi yang lain. Penambahan pupuk nitrogen penting dalam membangun protoplasma dan pembentukan karbohidrat. Semakin tinggi kandungan N tersedia, laju pembelahan dan pemanjangan sel berjalan semakin cepat sehingga memacu pertumbuhan tanaman (Sutihati 2003). Oleh karena itu, tanaman jagung ditanam pada tanah yang ditambahkan 0.15 g nanomagnetit (A). Penambahan tersebut setara dengan penambahan 0.21 mg nitrogen. Derajat kemasaman (pH) erat kaitannya dengan ketersedian unsur hara terutama nitrogen pada tanaman (Sutihati 2003). Kondisi tanah yang masam, menyebabkan tanah diberikan produk samping sintesis yang
6
diatur pH nya menjadi 6 (B), 7 (C), dan 8 (D). Penambahan total pupuk setara dengan 81.62 mg nitrogen (N-organik, N-NH4+ dan N-NO3-) selama 4 MST. Pengaruh Frekuensi Pemberian Pupuk Pemberian pupuk dilakukan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dengan beberapa modifikasi. Pemupukan dilakukan dengan cara diaplikasikan langsung pada tanaman. Tanaman dapat tumbuh dengan baik selama 4 MST. Hal ini menunjukkan pupuk aman digunakan langsung pada benih. Wang et al. (2010) melaporkan bahwa penggunaan nanomagnetit pada masa perkecambahan tidak menimbulkan efek keracunan dan aman digunakan. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, pemberian pupuk cair dilakukan secara bertahap. Hal ini dilakukan untuk mencegah penguapan dan pencucian oleh air. Sebanyak masing-masing 1.8 mL pupuk cair diberikan pada saat penanaman, 2, dan 3 MST. Pertumbuhan tanaman jagung tidak menunjukkan hasil yang berbeda signifikan antara kontrol dan perlakuan (Gambar 5). Oleh karena itu, dilakukan peningkatan dosis pupuk menjadi 10 mL pada hari ke-26. Hasil uji statistik terhadap tinggi tanaman jagung selama 4 MST Perlakuan Tinggi tanaman (cm) K 36.94c A 50.28a B 46.86ab C 45.16b D 47.63ab
perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan sifatnya yang lepas terkendali dari awal penanaman hingga 4 MST (Nair et al. 2010).
i
ii
iii
iv
Tabel 2
Keterangan: K (kontrol), A (nanomagnetit 0.15 g), B (cairan pH6), C (cairan pH 7), dan D (cairan pH 8). Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pemberian pupuk cair memberikan perbedaan nyata dengan kontrol setelah 4 MST (Tabel 2). Hal ini dapat dilihat dari pengelompokan Duncan yang memberikan simbol berbeda. Simbol (b) untuk perlakuan pupuk cair dan (c) untuk kontrol. Pemberian nanomagnetit hanya dilakukan sekali pada saat penanaman. Namun, perlakuan ini memberikan hasil yang terbaik dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya dengan rerata tinggi tanaman tertinggi 50.28 cm. Pemberian pupuk yang hanya sekali dapat memenuhi kebutuhan N tanaman jagung. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemberian pupuk nanomagnetit lebih efisien dibandingkan
v
Gambar 5
Pertumbuhan tanaman jagung (tidak berbeda signifikan antara kontrol dan perlakuan) kontrol (i), nanomagnetit 0.15 g (ii), cairan pH 6 (iii), cairan pH 7 (iv), dan cairan pH 8 (v) dengan 2 kali ulangan.
Pengaruh Pemberian Dosis Dosis N yang diberikan pada tanaman jagung berbeda. Pada tanaman A pupuk diberikan mengandung 0.21 mg N sementara 81.62 mg N diberikan pada masing-masing tanaman B, C, dan D selama 4 MST. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman, tanaman A memiliki pertumbuhan yang terbaik dari awal penanaman hingga 4 MST (Gambar 6). Meskipun penambahan N lebih sedikit, nanomagnetit dapat mencukupi kebutuhan N tanaman. Penambahan N melalui
7
cairan kurang efektif karena N yang terkandung bersifat bebas, mudah menguap, dan terlarut oleh air (Hatano 2006). Hal ini menunjukkan bahwa pupuk nanomagnetit lebih efektif dibandingkan perlakuan lainnya. Penambahan nanomagnetit lebih efektif karena nanomagnetit merupakan sistem pengantar yang baik. Nanomagnetit dapat mengantarkan nutrisi masuk ke akar tanaman sehingga meningkatkan penyerapan nitrogen (Nair et al. 2010).
Tabel 3
Hasil uji statistik terhadap jumlah daun jagung selama 4 MST Jumlah daun Perlakuan Nilai P (helai) K 5.40 0.14 A
5.93
B
5.46
C
5.76
D
5.60
Keterangan: K (kontrol), A (nanomagnetit 0.15), B (cairan pH 6), C (cairan pH 7), dan D (cairan pH 8).
60
7,5
45 40 35 30 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Hari ke-
6,0 5,5 5,0 4,5 4,0 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 Hari ke-
K (Kontrol) K A (Magnetit 0.15g) 7 Gambar A (Magnetit 0.15g) A (Magnetit 0.15g) (kontrol), A (nanomagnetitAA (Magnetit 0.15g) (Magnetit 0.15g) B (cairan pH 6) 7,5 BB (cairan pHpH 6) 7,0 7,0 B (cairan pH 6) B (cairan pH 6) 0.15 g), (cairan 6), B (cairan pH 6) 7,0 C (Cairan pH7) C (Cairan pH7) C (Cairan pH7) pH7) C (Cairan (cairan pH 7), dan (Cairan pH7) D (Cairan pH 8) 7,0 DC(Cairan pH 8) 6,5 6,5DD 8) D (Cairan (Cairan pH 8)8) terhadap (cairanpH pH D (Cairan pH 8) 6,5 tinggi tanaman jagung selama 4 6,5 6,0 6,0 MST.
Jumlah daun (helai)
6,0
6,5
Jumlah (helai) daun (helai) Jumlah daun
6,5
K (Kontrol) Pengamatan perlakuan 7,5 7,5 7,5KK (Kontrol) (Kontrol)K (Kontrol)
Jumlah daun (helai)
7,0
Jumlah daun (helai)
Jumlah (helai) daun (helai) Jumlah daun
7,5
Jumlah daun (helai)
Gambar 7,56
7,0
K (Kontrol) Pengamatan perlakuan K K (Kontrol) (Kontrol) 7,5 K 7,5 7,5KK (Kontrol) (Kontrol) A (Magnetit 0.15g) A (Magnetit 0.15g) (kontrol), A0.15g) (nanomagnetit(Magnetit 0.15g) AA (Magnetit (Magnetit 0.15g) B (cairan pH 6) B 6) 6)6), 7,0 pHpH BB (cairan 6) B (cairan (cairan 7,0g), 0.15 (cairan pH (cairanpH pH 6) 7,0 C (Cairan pH7) C (Cairan pH7) C pH7) C (Cairan pH7) (Cairan pH7) C (Cairan (cairan pH 7), dan D (Cairan pH 8) D (Cairan pH 8) 6,5 6,5D (Cairan 8)8)8) terhadap pH D (Cairan pH 8) (cairanpH pH 6,5 DD (Cairan jumlah 6,0 jagung 6,0 daun tanaman selama 4 MST. 6,0
Jumlah daun (helai)
50
Jumlah daun (helai)
55
Jumlah daun (helai)
Tinggi tanaman (cm)
65
6,0 6,05,5 5,5 5,5 Hasil pengamatan terhadap jumlah daun 5,5 5,5 5,5 Pengaruh Variasi pH 5,0 menunjukkan 5,0perbedaan (Gambar 7) 5,5 tidak 5,5 5,0 Derajat kemasaman (pH) erat 5,0 5,0 kaitannya yang signifikan antara perlakuan dan kontrol. 4,5uji F dengan4,5 dengan5,0 ketersediaan unsur hara pada tanaman. Berdasarkan hasil taraf nyata 5,0 4,5tingkat penyerapan 4,5 4,5 5,0 Pada pH rendah, NO35%, perlakuan tidak 4,0 memberikan 4,0hasil yang 4,5 lebih tinggi dibandingkan dengan NH4+. berbeda nyata terhadap karena 4,030 14 16 18nilai 20P1622 18 242026tanaman 12 14 22 28 24 26 28 304,0menyukai 4,5 4,0 4,5 12 kontrol, Namun, jagung 0.14 > 0.05 ini menunjukkan 14 lebih 16 12 18 14 20 1622 1824202622 282 4,0 + 12 12(Tabel 14 16 20 28 30 14 3). 16Hal18 18 20 22 22 24 24 26 26 28 30 menyerap N-NH4 karena energinya dapat bahwa kebutuhan N pada tanaman jagung Hari ke12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 14 16 18 20 22 Hari kedisimpan dan4,0 kemudian digunakan untuk24 26 28 30 telah terpenuhi. 4,0Pada kontrol, kadar N 0.21% (sedang) telah berada di atas batas kritis N 12 14 16 18 total untuk jagung, yaitu 0.1% (Sutihati 2003). Namun, tanaman A tetap menunjukkan hasil terbaik dengan rata-rata jumlah daun tertinggi (5.93). Kebutuhan tanaman jagung terhadap unsur hara berbeda-beda bergantung pada umur, jenis jagung, dan kebutuhan tanaman jagung itu sendiri (Purwadi 2011). Pada masa vegetatif, tanaman lebih membutuhkan unsur N bagi pertumbuhan. Pemberian unsur N tidak baik jika berlebih dapat menghambat pembentukan organ generatif sehingga menurunkan kualitas dan produktivitas tanaman jagung.
Hari Harikeke-
Hari ke22Hari 24 ke26
12 14ini 16 18 20 sintesis protein. Penyerapan membutuhkan 20 suasana 22 basa. 24Oleh26karena28itu, terhadap 30 tanah dengan pH kurang dari 5 harus dilakukan pengapuran (Sutihati 2003). Pada penelitian ini, tidak digunakan kapur untuk membuat pH menjadi basa, melainkan dilakukan variasi pH pada cairan magnetit mulai dari asam, netral, hingga basa (6, 7, dan 8). Berdasarkan hasil pengamatan pada jumlah daun dan tinggi tanaman (Lampiran 8), variasi pH tidak memberikan perbedaan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan hasil uji statistik (Tabel 2): variasi pH (B, C, dan D) memberikan simbol pengelompokan Duncan yang sama (b). Namun, hasil ini berbeda nyata dengan kontrol (c). Hasil ini menunjukkan bahwa pH di bawah 5 menyebabkan
Hari ke-
Hari Harikeke-
Hari ke-
8
penyerapan NH4+ kurang baik. Variasi pH tidak berbeda nyata karena tanaman jagung memiliki toleransi pada kemasaman yaitu 5.6−7.5 (Menegristek 2001). Penggunaan produk samping sebagai pupuk N tidak menimbulkan gejala toksik pada tanaman. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman yang baik selama 4 MST. Oleh karena itu, produk samping tidak mengganggu pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini dapat meningkatkan nilai tambah produk samping yang berupa limbah tetapi masih dapat dimanfaatkan sebagai pupuk N pada tanaman jagung yang pH-nya divariasikan. Mekanisme Penyerapan N oleh Tanaman Pemberian pupuk cair pada tanaman dalam bentuk N-organik, N-NH4+ dan N-NO3diharapkan dapat menguntungkan karena dapat langsung diserap oleh tanaman. Namun, karena sifatnya yang bebas, N mudah menguap dan terlarut oleh air sebelum diserap sempurna oleh tanaman (Hatano 2006). Hasil uji pemupukan yang terbaik adalah pemupukan dengan nanomagnetit pada 4 MST. Pemberian pupuk nanomagnetit dengan N yang terikat lebih efisien. Hal ini disebabkan N dapat langsung masuk ke akar. Akar jagung biasanya mengeluarkan asam organik (asam oksalat) sebagai salah satu cara mengatasi kekurangan hara (Nursyamsi et al. 2008). Selanjutnya asam organik akan melarutkan hara untuk diserap. Asam organik yang dilepas meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Pelepasan asam organik mencapai maksimum pada umur 4 MST kemudian akan menurun hingga umur tanaman 6 MST (Nursyamsi 2009). Diduga, pada saat asam organik dilepas, maka N yang terikat pada nanomagnetit akan masuk ke dalam akar tanaman. Dalam keadaan ini, nanomagnetit (Gambar 8) masih terikat kuat, meskipun kelarutan besi meningkat seiring dengan menurunnya pH (Walworth 2006). Namun, pada pH 6 dan 4 ion logam belum dapat mengion sempurna. Oleh karena itu, nanomagnetit yang diberikan masih terikat kuat.
Selain pelepasan asam oleh akar, diduga terdapat cara lain mekanisme penyerapan N oleh akar tanaman. Menurut Purwadi (2011), mekanisme penyerapan oleh tanaman ada 3 cara, yaitu difusi, perpindahan massa, dan intersepsi akar. Difusi merupakan pergerakan hara tanaman dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah (akar tanaman). Perpindahan massa merupakan penyerapan unsur hara melalui pergerakan nutrien di dalam tanah dalam massa air yang bergerak. Intersepsi akar terjadi ketika unsur hara kontak dengan dengan akar sehingga terjadi pertukaran ion. Karena sifat magnetnya nanomagnetit mudah menempel ke permukaan akar, kemudian melepaskan unsur haranya (Wang et al. 2010). Setelah menempel ke akar, akan terjadi difusi yaitu pergerakan hara tanaman dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi rendah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Nanomagnetit berhasil disintesis dari FeCl3·6H2O, urea, dan natrium sitrat dengan teknik hidrotermal. Analisis XRD membuktikan bahwa nanomagnetit adalah komponen utama hasil sintesis dengan ukuran kristal rata-rata 46.66 nm dan memiliki struktur FCC. Hasil SEM memperlihatkan partikel nanomagnetit berbentuk bulat dan memiliki ukuran rata-rata 68 nm. EDXA menunjukkan Fe dan O merupakan unsur utama penyusun nanomagnetit. Nanomagnetit hasil sintesis menyerap N dari urea sebesar 0.12% dan terdapat 0.52% N dalam bentuk Norganik (0.15%), N-NH4+ (0.30%), dan NNO3- (0.07%) dalam cairan. Pemberian nanomagnetit yang mengandung N sebanyak (0.21 mg) pada awal penanaman jagung memberikan hasil terbaik selama 4 MST. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai mekanisme penyerapan N oleh tanaman setelah 4 MST dan kontrol dengan pupuk sumber nitrogen.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 8 Struktur nanomagnetit.
Akil M. 2009. Aplikasi pupuk urea pada tanaman jagung. Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. ISBN:978-979-8940-27-9; 102– 107.