4
4.1
Hasil dan Pembahasan
Pembentukan Senyawa Indotimol Biru
Reaksi pembentukan senyawa indotimol biru ini, pertama kali dijelaskan oleh Berthelot pada 1859, sudah sangat lazim digunakan untuk penentuan nitrogen amonia secara spektrofotometri. Tiga puluh mL larutan standar nitrogen amonia dengan konsentrasi yang diinginkan direaksikan dengan 2 mL MR-1 dalam gelas kimia sehingga menghasilkan larutan berwarna jingga pucat. Larutan ini diaduk selama 3 menit. Kemudian, larutan direaksikan dengan 8 mL MR-2 dan diaduk selama 3 menit sehingga menghasilkan larutan berwarna biru. Larutan ini lalu direaksikan dengan 10 mL tetrabutilamonium dihidrogen fosfat sehingga menghasilkan larutan berwarna biru pucat. Pengadukan selama 3 menit bertujuan agar reaksi yang sedang terjadi berlangsung secara sempurna dan larutan menjadi homogen. Adapun, reaksi pembentukan senyawa indotimol biru ini terjadi dalam dua tahap. Pada tahap pertama amonia bereaksi dengan hipoklorit menghasilkan monokloramin. Kemudian, pada tahap kedua monokloramin bereaksi dengan timol menghasilkan imina. Nitroprusida yang digunakan diketahui untuk mempercepat reaksi ini. Imina yang terbentuk kemudian bereaksi dengan timol berlebih menghasilkan indotimol biru. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 4.1.3,7
Gambar 4.1 Reaksi pembentukan senyawa indotimol biru Senyawa ini cukup stabil, dan jumlah indotimol biru yang terbentuk ekuivalen dengan jumlah nitrogen amonia sehingga dapat dilakukan analisis kuantitatif. Indotimol biru yang terbentuk bersifat ionik, sehingga tidak dapat tertahan pada minikolom silika-C18.3 Agar dapat tertahan pada minikolom silika-C18 maka senyawa indotimol biru direaksikan dengan larutan tetrabutilamonium sehingga terbentuk pasangan ion yang lebih hidrofob. Pasangan ion ini kemudian akan tertahan pada minikolom silika-C18 melalui interaksi van der Waals. Gambar 4.2 memperlihatkan pasangan ion yang terbentuk.
Gambar 4.2 Pasangan ion yang terbentuk
4.2
Spektrum Serapan Sinar Tampak Senyawa Indotimol Biru
Pada penentuan serapan sinar tampak senyawa indotimol biru digunakan larutan blanko berwarna kuning yang merupakan campuran semua pereaksi yang digunakan kecuali analit. Blanko dibuat dengan cara yang sama seperti pada pembentukan senyawa indotimol biru, tetapi larutan standar nitrogen amonia yang digunakan diganti dengan aqua dm. Spektrum serapan sinar tampak senyawa indotimol biru memberikan puncak serapan pada panjang gelombang 672 nm (Gambar 4.3), nilai ini tidak jauh berbeda dengan nilai panjang 19
gelombang yang ditentukan oleh peneliti sebelumnya.7 Pada dasarnya, nitrogen amonia yang akan dianalisis dibentuk menjadi senyawa turunannya sehingga menghasilkan senyawa yang berwarna. Dari spektrum serapan sinar tampaknya, kita dapat mengetahui bahwa reaksi pembentukan senyawa indotimol biru telah berlangsung dengan baik. Hasil penentuan panjang gelombang maksimum penyerapan sinar tampak senyawa indotimol biru ini akan digunakan pada langkah penelitian berikutnya.
Gambar 4.3 Spektrum serapan sinar tampak senyawa indotimol biru Dari spektrum serapan sinar tampak senyawa indotimol biru, diketahui absorbansinya pada panjang gelombang 672 nm adalah 0,10. Dengan panjang larutan yang dilewati cahaya adalah 1 cm dan konsentrasi larutan nitrogen amonia adalah 100 mg L-1 maka nilai absorptivitasnya adalah sebesar 1,02 x 10-3 L mg-1 cm-1. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai absorptivitasnya tidak terlalu besar, sehingga jika digunakan untuk keperluan analisis kuantitatif kurang baik. Dengan nilai absorptivitas yang tidak terlalu besar maka diperlukan konsentrasi nitrogen amonia yang besar agar menghasilkan absorbansi yang besar. Oleh karena itu untuk dapat terdeteksi dengan baik diperlukan tahapan prakonsentrasi.
4.3
Kapasitas Retensi Silika-C18 terhadap Nitrogen Amonia
Pasangan ion yang terbentuk (Gambar 4.4) bersifat hidrofob sehingga digunakan material pengisi kolom yang bersifat hidrofob juga. Pada penelitian ini digunakan material pengisi kolom silika-C18. Silika-C18 digunakan karena tidak menunjukkan gejala pengembangan
20
ataupun penyusutan, dapat digunakan secara berulang, dan stabil pada kebanyakan pelarut organik serta mempunyai distribusi ukuran pori yang homogen.12 Penentuan kapasitas retensi silika-C18 terhadap nitrogen amonia telah dilakukan pada penelitian ini. Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui banyaknya nitrogen amonia, yang telah membentuk senyawa indotimol biru, yang dapat diretensi oleh silika-C18. Penentuan kapasitas retensi silika-C18 terhadap nitrogen amonia menggunakan metode alir (Gambar 3.3), dengan laju alir 1,8 mL menit-1 dan digunakan larutan nitrogen amonia 20 mg L-1. Hasil percobaan menunjukkan bahwa titik jenuh diperoleh setelah kolom dialiri larutan nitrogen amonia selama 1,75 menit (Gambar 4.4). Dari hasil perhitungan (Lampiran A), diperoleh bahwa silika-C18 mampu meretensi nitrogen amonia sebanyak 183,14 µg per g silika-C18. Nilai kapasitas retensi ini sudah sangat cukup memadai untuk digunakan pada tahap prakonsentrasi di daerah konsentrasi µg L-1. Dengan kata lain penggunaan silika-C18 sejumlah 0,3 g sebagai pengisi minikolom akan dapat dilakukan prakonsentrasi larutan 100 µg L-1 nitrogen amonia hingga kira-kira 550 mL.
140
Tinggi puncak (AU)
120 100 80 60 40 20 0 -20 0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
Waktu (menit)
Gambar 4.4 Kurva titik jenuh minikolom silika-C18 terhadap nitrogen amonia
4.4
Komposisi Eluen
Pada teknik prakonsentrasi, eluen digunakan untuk mengelusi atau melepaskan senyawa yang teretensi dalam kolom, sehingga kolom dapat digunakan kembali untuk analisis berikutnya. Oleh karena itu, eluen tidak boleh merusak material pengisi kolom, mampu
21
mengelusi dengan baik senyawa yang teretensi dalam kolom serta mampu mempertahankan kapasitas retensi kolom. Metanol : air (7:3), metanol : air (8:2), metanol : air (9:1), dan metanol yang masing-masing mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida telah diuji untuk mengelusi nitrogen amonia yang teretensi dalam minikolom silika-C18. Gambar 4.5 menunjukkan hasil elusi nitrogen amonia dengan variasi komposisi eluen tersebut. NaOH yang terkandung pada eluen diketahui untuk mengganggu ikatan ionik antara indotimol biru dan tetrabutilamonium (Gambar 4.2), sehingga OH- akan menggantikan indotimol biru. Sedangkan metanol pada eluen digunakan untuk mengelusi tetrabutilamonium yang tertahan pada minikolom silikaC18 melalui interaksi van der Waals. Dari Gambar 4.5 terlihat bahwa metanol : air (8:2) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida memberikan nilai tinggi puncak yang paling besar. Dengan demikian metanol : air (8:2) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida dapat mengelusi pasangan ion yang teretensi pada minikolom silika-C18 dengan baik. Hal ini dapat dijelaskan karena metanol : air (8:2) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida diperkirakan mempunyai kepolaran yang sesuai dengan kepolaran pasangan ion. Oleh karena itu, metanol : air (8:2) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium
Tinggi puncak (AU)
hidroksida akan digunakan sebagai eluen untuk analisis berikutnya.
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
173,75 158,16
151,83
118,7
Met:Air (7:3) + 0,01 M NaOH
Met:Air (8:2) + 0,01 M NaOH
Met:Air (9:1) + 0,01 M NaOH
Metanol + 0,01 M NaOH
Komposisi eluen
Gambar 4.5 Pengaruh komposisi eluen terhadap elusi nitrogen amonia
4.5
Volume Eluen
Volume eluen yang akan digunakan perlu dipelajari untuk mengetahui volume minimum eluen yang dibutuhkan untuk mengelusi secara kuantitatif analit yang teretensi dalam kolom. 22
Pada penentuan ini, tinggi sinyal dipengaruhi oleh volume eluen yang digunakan. Jika volume eluen yang digunakan terlalu sedikit maka analit yang teretensi dalam kolom tidak akan terelusi secara kuantitatif. Hal ini menyebabkan tinggi sinyal lebih rendah dari tinggi sebenarnya. Dari hasil pengamatan, nitrogen amonia yang teretensi pada silika-C18 akan berwarna biru. Akan tetapi setelah dielusi dengan metanol : air (8:2) yang mengandung 0,01 mol L-1 natrium hidroksida maka silika-C18 tersebut akan kembali putih. Pengaruh volume eluen pada pengelusian nitrogen amonia yang teretensi pada minikolom silika-C18 dilakukan dengan variasi volume eluen 0,5 mL, 1 mL, 1,5 mL, dan 2 mL. Dari Gambar 4.6 terlihat bahwa tinggi puncak yang dihasilkan dengan berbagai volume eluen relatif tidak berbeda. Dengan demikian perbedaan volume eluen yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Akan tetapi, untuk memberikan efek prakonsentrasi yang besar maka digunakan volume kecil yaitu 1 mL. Penggunaan volume eluen sebesar 1 mL juga untuk menyakinkan bahwa nitrogen amonia, yang teretensi pada minikolom silikaC18, telah terelusi dengan baik. Penggunaan volume eluen yang besar akan menjamin terelusinya analit dari minikolom namun selain menurunkan efek prakonsentrasi juga seringkali menyebabkan terjadinya efek pelebaran puncak sinyal yang diamati. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar volume yang digunakan maka fenomena difusi dalam zona deteksi juga akan semakin besar.
110
Tinggi puncak (AU)
107 104 101
101.45 99.49
99.98
100.24
1,5 mL
2 mL
98 95 92 0,5 mL
1 mL
Volume eluen (mL)
Gambar 4.6 Pengaruh volume eluen terhadap elusi nitrogen amonia
23
4.6 4.6.1
Kinerja Analitik Presisi
Presisi menggambarkan kebolehulangan dari pengukuran, yaitu kedekatan antara nilai data yang satu dengan nilai data yang lain, yang diperoleh dengan kondisi pengukuran yang sama. Presisi dapat ditentukan dengan melakukan pengukuran berulang.12 Pada penelitian ini, presisi dinyatakan sebagai koefisien variansi. Untuk sampel lingkungan, presisi dapat bervariasi dari 2% sampai 20% tergantung matriks sampel, konsentrasi analit dan teknik analisis. Manual Association of Official Analytical Chemists memberikan tabel dengan perkiraan presisi sebagai fungsi konsentrasi analit seperti terangkum pada Tabel 4.1.12 Tabel 4.1 Konsentrasi analit terhadap presisi Konsentrasi analit
% KV
1 ppm
11
100 ppb
15
10 ppb
21
1 ppb
30
Dari hasil perhitungan (Lampiran B) diketahui bahwa metode ini memberikan presisi, sebagai koefisien variansi, sebesar 4,60 % pada konsentrasi nitrogen amonia 1 mg L-1, sedangkan pada konsentrasi nitrogen amonia 100 µg L-1 sebesar 4,98 %. Tinggi puncak pada pengukuran presisi dengan konsentrasi nitrogen amonia 1 mg L-1 dan 100 µg L-1, masingmasing dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Profil kebolehulangan tinggi puncak yang diperoleh untuk masing-masing konsentrasi tersebut diilustrasikan pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8. Tabel 4.2 Tinggi puncak dengan konsentrasi nitrogen amonia 1 mg L-1 Puncak 1 2 3 4 5
Tinggi puncak (AU) 64,18 69,56 65,34 71,85 68,46
24
130 120
1
2
3
4
5
Tinggi puncak (AU)
110 100 90 80 70 60 50 40
Pengukuran ke-
Gambar 4.7 Profil kebolehulangan tinggi puncak dengan konsentrasi nitrogen amonia 1 mg L-1
Tabel 4.3 Tinggi puncak dengan konsentrasi nitrogen amonia 100 µg L-1 Puncak 1 2 3
Tinggi puncak (AU) 36,13 37,69 39,89
25
90 1
2
3
Tinggi puncak (AU)
80
70
60
50
40
30
Pengukuran ke-
Gambar 4.8 Profil kebolehulangan tinggi puncak dengan konsentrasi nitrogen amonia 100 µg L-1 Mengacu pada manual AOAC dapat dinyatakan bahwa presisi metode prakonsentrasi berbasis analisis injeksi alir ini pada konsentrasi nitrogen amonia baik 100 µg L-1 maupun 1 mg L-1 adalah sangat baik.
4.6.2
Linieritas
Linieritas pengukuran suatu metode analitik adalah kemampuan untuk memberikan transformasi matematika yang bagus dan proporsional antara konsentrasi analit dalam sampel dengan daerah konsentrasi yang diberikan. Biasanya linieritas dievaluasi secara grafik, yaitu dengan plot antara tinggi puncak atau luas puncak analit sebagai fungsi dari konsentrasi analit, yang biasa disebut kurva kalibrasi.12 Data dan hasil perhitungan pembuatan kurva kalibrasi dapat dilihat pada Lampiran C. Dari hasil evaluasi kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis lurus y = 0,0439x + 5,631, dengan nilai korelasi 0,9925 (Gambar 4.9). Dari Gambar 4.9 terlihat bahwa daerah linier metode prakonsentrasi berbasis analisis injeksi alir adalah pada rentang konsentrasi 100 µg L-1 sampai dengan 1000 µg L-1. Dengan kata lain rentang dinamik metode yang dikembangkan ini besarnya adalah 10.
26
Tinggi puncak (AU)
60 50 40 30 y = 0,0439x + 5,631 2 R = 0,9925
20 10 0 0
200
400
600
800
1000
1200
Konsentrasi (ppb)
Gambar 4.9 Kurva kalibrasi nitrogen amonia 4.6.3
Limit Deteksi
Limit deteksi dinyatakan sebagai perbandingan sinyal standar (S) terhadap sinyal blanko (N) atau S/N. Untuk perhitungan limit deteksi maka besarnya nilai perbandingan ini adalah 3 dan dapat dinyatakan dengan S/N = 3. Dalam hal ini sinyal blanko diperoleh melalui pengukuran berulang sebanyak 10 kali tinggi puncak yang dihasilkan oleh larutan blanko. Selain itu, limit deteksi dapat diartikan konsentrasi minimum analit yang masih terdeteksi secara kuantitatif oleh alat ukur. Metode ini memberikan limit deteksi sebesar 1,48 µg L-1 (Lampiran D). Pada pengaturan alat spektrofotometer, jika nilai absorbansinya sama dengan 1 maka akan diterjemahkan menjadi 1000 mV. Pada penentuan serapan sinar tampak senyawa indotimol biru tanpa teknik prakonsentrasi (sub-bab 4.2), larutan nitrogen amonia 100 mg L-1 menghasilkan absorbansi sebesar 0,10 (setara dengan 100 mV). Berdasarkan kurva kalibrasi nitrogen amonia pada Gambar 4.9 (dengan teknik prakonsentrasi), konsentrasi nitrogen amonia 1 mg L-1 menghasilkan absorbansi sebesar 0,05 (setara dengan 50 mV). Oleh karena itu untuk konsentrasi nitrogen amonia 2 mg L-1 akan menghasilkan absorbansi sebesar 0,10 (setara dengan 100 mV). Dari sini kita dapat membandingkan bahwa tanpa teknik prakonsentrasi, untuk mendapatkan absorbansi sebesar 0,10 diperlukan konsentrasi nitrogen amonia 100 mg L-1, sedangkan dengan teknik prakonsentrasi untuk mendapatkan nilai absorbansi yang sama hanya diperlukan konsentrasi nitrogen amonia 2 mg L-1. Dengan
27
demikian peningkatan sinyal yang diperoleh adalah 50 kali dibandingkan pengukuran langsung dengan metode spektrofotometri. Dengan menggunakan metode prakonsentrasi berbasis analisis injeksi alir dibutuhkan waktu 2,5 menit untuk penanganan tiap sampel mulai dari saat injeksi sampel hingga diperolehnya sinyal analitik. Dengan demikian, jumlah sampel yang bisa ditangani oleh metode ini setiap jam adalah sebanyak 24 sampel per jam. Hal ini tentu lebih cepat dibandingkan tanpa menggunakan metode prakonsentrasi berbasis analisis injeksi alir (pengukuran langsung dengan metode spektrofotometri). Besaran-besaran kinerja analitik yang dirangkum dalam Tabel 4.4 berikut ini menunjukkan keunggulan metode yang dikembangkan. Tabel 4.4 Besaran kinerja analitik dari metode analisis yang dikembangkan
Besaran kinerja Presisi, %KV (100 µg L-1) Linieritas
Nilai 4,98 (n = 3) 100-1000 µg L-1 (R2 = 0,9925)
Rentang dinamik
10
Faktor peningkatan sinyal
4.6.4
50 kali
Analisis Sampel
Aplikasi dari metode ini dapat digunakan untuk analisis sampel air yang ada di lingkungan. Analisis sampel air dilakukan untuk mengetahui kadar nitrogen amonia yang terkandung dalam sampel air tersebut, sehingga kita dapat mengetahui apakah kadar nitrogen amonia dalam sampel air tersebut membahayakan atau tidak bagi makhluk hidup yang hidup di dalamnya. Sampel air yang dianalisis adalah sampel air akuarium dan air Waduk Saguling. Konsentrasi nitrogen amonia dalam sampel air akuarium dan air Waduk Saguling dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Konsentrasi nitrogen amonia dalam sampel air akuarium dan air Waduk Saguling Jenis sampel
Konsentrasi nitrogen amonia dalam sampel (mg L-1)
Air akuarium
3,13
Air Waduk Saguling
0,39 28
Dari tabel terlihat bahwa konsentrasi nitrogen amonia dalam sampel air akuarium kira-kira 10 kali lebih besar dari air Waduk Saguling, sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi nitrogen
amonia
dalam
sampel
air
akuarium
telah
terjadi
pemekatan.
29