53
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Aktifitas Hedging Sektor Primer dan Sekunder Data penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari laporan keuangan perusahaan selama lima tahun buku, yaitu sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Jenis data yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah informasi keuangan yang berhubungan dengan variabel indikator penelitian. Tabel 5 Jenis industri perusahaan hedger dan jenis instrumen derivatif valuta asing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan hedger periode tahun 2007-2011 2007 2008 2009 Hedger 49 37 38 Non-Hedger 137 149 148 Jumlah 186 186 186 perusahaan %Hedger 25,68% 35,77% 24,83% Pengelompokkan hedger berdasarkan Industri Pertanian 2 2 2 Pertambangan 1 4 3 Industri dasar dan 7 9 8 kimia Aneka industri 9 10 8 Industri barang 4 4 1 konsumsi Infrastruktur 8 10 7 Perdagangan, dll 7 10 8
2010 36 150
2011 35 151
TOTAL 195 735
186 24,00%
186 23,18%
930 26,53%
2 3 7
2 2 7
10 13 38
10 1
10 2
47 12
6 7
6 6
37 38
Pengelompokkan berdasarkan pemanfaatan instrumen derivatif Hanya forwards 6 13 9 12 10 Hanya swaps 24 28 20 16 15 Hanya options 1 2 0 0 1 Forward & 3 2 2 2 3 Options Forward &Swaps 3 3 4 3 3 Swaps & Options 1 1 2 3 3 Ketiga jenis 0 0 0 0 0 kontrak Jumlah 38 49 37 36 35 Nilai nosional kontrak instrumen derivatif (dalam ekuivalen US$’000) Max 432238,8 840615 758949 16671888 1991900,78 Min 10 10 3,8 1,5 10 Rata-rata 48442,17 59576,96 70480,41 633214,48 151675,78 Standar deviasi 90867,63 153485,81 181963,03 298724,37 413845,47 Sumber: Data diolah, 2012
50 103 4 12 16 10 0 195 16671888 1,5 192995,24 1354743,58
54
Berdasarkan data yang telah terkumpul, maka Tabel 5 Menampilkan aktifitas hedging perusahaan-perusahaan sampel selama tahun 2007-2011 yang dikelompokkan berdasarkan jenis instrumen derivatif yang dimanfaatkan dan sektor industri para hedger. Jumlah sampel adalah 930 observasi perusahaantahun (firm-year observation). Dari Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa instrumen derivatif valuta asing yang paling banyak digunakan adalah swap, dan kemudian diikuti oleh forwards dan option. Beberapa hedger menggunakan kombinasi dari ketiga instrumen derivatif valas tersebut, namun kombinasi swaps-option adalah yang paling sedikit digunakan. Disamping itu berdasarkan pengelompokkan industri, perusahaanperusahaan hedger kebanyakan berasal dari sektor usaha Aneka Industri. Selama periode 2007-2011 terlihat bahwa setelah mengalami kenaikan di tahun 2008, jumlah perusahaan-perusahaan yang memiliki instrumen derivatif semakin menurun. Jumlah hedger meningkat dari 38 perusahaan di tahun 2007 menjadi 49 perusahaan di tahun 2008, namun kemudian menurun masing-masing menjadi 37, 36 dan akhirnya 35 perusahaan di tahun 2009, 2010 dan 2011. Diduga bahwa penurunan ini terutama disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 2008 yang mengakibatkan terjadinya perubahan mendasar di sisi penawaran maupun sisi permintaan. Dari sisi penawaran, ketidakstabilan perekonomian Indonesia telah meningkatkan sovereign risk, sehingga forward premium meningkat, dan akibatnya biaya hedging (hedging cost) menjadi sangat mahal. Secara keseluruhan dari 930 observasi, 195 perusahaan dikelompokkan sebagai hedger sementara 735 perusahaan disebut non-hedger karena tidak melaporkan penggunaan instrumen derivatif dalam laporan keuangannya.
55
Perdagan ngan,dl l % 18%
Pertanian 5%
Perrtambangan 3% Indusstri Dasar dan n Kimia 18%
Infrasttruktur 21 1% Anekka Industri 24%
Ind dustri Barang Konsumsi 11%
Suumber : Datta diolah, 20012 Gambar 9 Hedger beerdasarkan subsektor s taahun 2007-22011 Taabel 6 menuunjukkan perbandinga p an rata-rata (mean) anntara perusaahaan hedger dan d non-hedger dalam m variabel yang diggunakan daalam penellitian. Perbedaann yang signnifikan dappat dilihat dari d nilai p-value p stattistik uji t yang besarnya <0.05. < Variaabel yang teerlihat berbeda nyata seecara statisttik yaitu varriabel Export rattio, Total Liiability, PER R, Current Ratio, R Markket Value, ddan Firm Sizze. Tabel 6 Peerbandingann variabel antara hedgeer dan non-hhedger tahuun 2007-201 11 Variabel Export ratioo Debt Equityy ratio Return on Asset Total Liability Price Earninng ratio Current Rattio Market Valuue Firm Size Dividend Yield Quick ratio Market Bookk ratio Q-Tobin Return on Equity E Price Sumber : Daata diolah,2012
Hedgger (H) 0,,2470 2,,2362 7,,9857 6790,,2205 409,,8821 155,,3413 137991,36 8,,3711 2,,4384 1,,1627 2,,7782 1,,0266 25,,6673 7900,,5282
Mean n Non-Hedger (NH H) 0,1637 1,9553 -7,7477 1949,6694 29,1250 316,2329 5361,2993 6,6525 4,9538 1,6225 2,1903 1,0526 -1,7797 4831,7088
Meaan Differencees (H) – (N NH) p-vvalue 0,088333 0,,000 0,288094 0,,713 15,733343 0,,599 484055511 0,,000 380,755703 0,,049 -160,899158 0,,013 8430,00648 0,,000 1,711859 0,,000 -2,511541 0,,721 -0,455981 0,,149 0,588784 0,,345 -0,022596 0,,762 27,444701 0,,192 3068,88194 0,,096
Perrbedaan dalam tingkatt ekspor meenunjukkann bahwa perrusahaan heedger lebih tingggi nilai rataa-ratanya daaripada peru usahaan nonn-hedger. Inni artinya tin ngkat internasionnalisasi perrusahaan heddger lebih tinggi. t Begittu juga denggan liabilityy atau besarnya utang peruusahaan heedger lebih h tinggi daari non-heddger. Sedan ngkan
56
besarrnya Price Earning Ratio R (PER) perusahaaan hedger menunjukkkan tingkat profiitabilitasnyaa yang lebbih tinggi dari d perusaahaan non--hedger. Dan sejalan denggan penelitiaan yang dillakukan Miian (1996) dan Nance et al (19993), ukuran perussahaan heddger lebih besar dari perusahaan n non-hedgger. Perusahhaan yang melaakukan hedgging tergoloong perusahhaan dengan n nilai aset yang y besar. Swaps & d & Options Forward Option ns 8% 8% Hanya options 2%
Ketiga jenis Hanya forwards ontrak ko 16% 3%
Hanya swaps 3% 63
Sumbeer : Data dioolah, 2012 Gambar 10 1 Hedger berdasarkan b n instrumen derivatif taahun 2007-22011 4.1.11. Hedger Sub Sektorr Pertanian n 1 perusahaan sektor Dalam kurun wakktu 2007-22011 hanyaa terdapat 10 pertaanian yang melakukan m hedging valuta asing. Instrumen I y yang digunaakan hanya swapp dan forw ward. Ini bisa dikarenaakan sektorr pertanian biasanya m melakukan hedgging komodiitas. Secaraa jangka pannjang, sektor ini memiliki pertumbbuhan yang stabiil, karena CP PO dibutuhhkan di selurruh dunia seebagai bahaan pangan ddan biofuel. Indonnesia juga merupakann salah saatu produseen CPO teerbesar di dunia dan meruupakan salahh satu andallan ekspor Indonesia. I
57
Tabel 7 Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif subsektor pertanian 2007 2008 2009 2010 2011 Swap 1 1 Forward 1 1 2 2 2 Options S&F S&O F&O Sumber : Data diolah,2012
4.1.2. Hedger Sub Sektor Pertambangan Tiga persen hedger dari keseluruhan perusahaan sampel berasal dari sektor pertambangan. Terhitung sedikit karena sampel dari sektor ini hanya 0,05 persen dari keseluruhan perusahaan. Seperti sektor pertanian, rata-rata perusahaan sektor pertambangan melakukan hedging komoditas, sedangkan untuk risiko nilai tukarnya perusahaan mencocokkan penerimaan dan pembayaran dalam masingmasing individu mata uang. Tabel 8 Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif subsektor pertambangan 2007 2008 2009 2010 2011 Swap 1 2 2 2 1 Forward 1 Options 1 S&F 1 S&O 1 1 F&O Sumber : Data diolah,2012
Sejak tahun 2007 sektor pertambangan menjadi saham unggulan dengan catatan pertumbuhan tinggi. Industri ini sangat dipengaruhi harga minyak dunia. Jika harga minyak naik, harga komoditas lain seperti nikel, timah dan batubara cenderung ikut naik. 4.1.3. Hedger Sub Sektor Industri Dasar dan Kimia Subsektor industri dasar dan kimia memiliki 38 perusahaan yang melakukan hedging dengan instrumen derivatif valuta asing selama tahun 20072011.Sektor ini terdiri dari industri hilir, misalnya keramik, logam, kimia, plastik dan kemasan, pulp dan kayu. Karena merupakan indutri hilir, saham bergerak
58
secara independen dan biasanya terkait dengan ekspansi dan aksi korporasi. Sebagian besar menggunakan swap untuk mengelola risiko nilai tukarnya. Perusahaan memantau piutang dan utang dalam mata uang asing untuk mengurangi dampak pergerakan nilai tukar. Tabel 9 Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif subsektor industri dasar dan kimia 2007 2008 2009 2010 2011 Swap 5 4 4 4 2 Forward 4 3 2 3 Options 1 1 S&F 1 1 1 S&O F&O 1 1 Sumber : Data diolah,2012
4.1.4. Hedger Subsektor Aneka Industri Sebagian besar hedger berasal dari subsektor aneka industri. Sebanyak 47 perusahaan dari 195 perusahaan hedger berasal dari subsektor ini. Industri yang dominan dalam sektor ini adalah otomotif, sedangkan untuk industri tekstil dan elektronik termasuk industri yang kurang likuid. Karena sebagian besar perusahaan aktif dalam transaksi ekspor-impor, maka kebutuhan untuk melindungi dari risiko fluktuasi nilai tukar juga lebih besar. Sektor ini sangat tergantung pada bunga dan inflasi untuk melakukan ekspansi. Semakin tinggi inflasi, suku bunga maka pertumbuhan penjualan akan menurun. Bahan baku produksi yang harus diimpor sangat mempengaruhi proses operasional perusahaan. Instrumen yang dominan digunakan adalah swap. Tabel 10 Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif subsektor aneka industri 2007 2008 2009 2010 2011 Swap 4 5 4 5 4 Forward 2 2 1 2 2 Options 1 S&F 1 1 1 1 1 S&O F&O 2 2 2 2 2 Sumber : Data diolah,2012
59
4.1.5. Hedger Subsektor Industri Barang Konsumsi Sektor ini meliputi industri makanan, minuman, toiletries dan farmasi. Saham di industri rokok juga termasuk di dalamnya. Produknya dibutukan oleh masyarakat, sehingga saham di sektor ini biasanya tetap bertumbuh walau krisis. Perusahaan farmasi sangat terpengaruh oleh nilai tukar karena bahan baku obat hampir sebagian besar masih diimpor. Instrumen derivatif yang digunakan adalah swap dan forward. Tabel 11 Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif subsektor industri barang konsumsi 2007 2008 2009 2010 2011 2 2 2 Swap 2 2 1 1 Forward Options S&F S&O F&O Sumber : Data diolah,2012
4.1.6. Hedger Subsektor Infrastruktur dan Transportasi Sektor ini bergerak di bidang pembangunan dan transportasi, juga telekomunikasi. Sektor infrastruktur dan transportasi sangat terpengaruh oleh suku bunga dan kucuran dana proyek dari pemerintah. Secara umum sektor ini termasuk sektor yang tangguh dan saat krisis biasanya menjadi pilihan diversifikasi risiko karena bersifat jangka panjang. Tabel 12 Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif subsektor infrastruktur dan transportasi 2007 2008 2009 2010 2011 Swap 5 7 5 3 3 Forward 1 1 1 1 Options S&F 2 2 2 1 1 S&O 1 1 F&O Sumber : Data diolah,2012
60
4.1.7. Hedger Subsektor Perdagangan Sektor ini terdiri dari perusahaan ritel, distribusi, importir dan pariwisata. Perusahaan ritel sangat tergantung pada kondisi ekonomi makro dan bersifat musiman. Instrumen yang banyak digunakan untuk hedging adalah swap. Tabel 13 Jumlah hedger dan jenis instrumen derivatif subsektor perdagangan 2007 2008 2009 2010 2011 Swap 6 7 5 4 3 Forward 2 2 2 2 Options S&F S&O 1 1 1 1 1 F&O Sumber : Data diolah,2012
4.2. Tingkat Economic Exposure Dengan menggunakan paket SPSS for Windows versi 19.0, perusahaan sampel terekspos oleh fluktuasi kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (USD), dengan tingkat yang berbeda-beda. Pengujian pertama adalah untuk menguji apakah return saham perusahaan secara signifikan terekspos oleh fluktuasi kurs Rupiah terhadap USD atau perusahaan secara signifikan terkena economic exposure. Pengujian hipotesis mengunakan uji-t dua sisi. Dari 186 sampel perusahaan, pada periode 2007 diperoleh sebesar 8,06 persen atau lima belas perusahaan yang secara signifikan terkena economic exposure. Pada periode 2008 diperoleh sebesar 9,68 persen atau delapan belas perusahaan. Sedangkan pada periode 2009 sebesar 3,76 persen , tahun 2010 dan 2011 masing-masing diperoleh 5,37 persen dan 8,06 persen atau sepuluh dan lima belas perusahaan. Di bawah ini akan ditampilkan perusahaan-perusahaan sampel yang secara signifikan terkena economic exsposure.
61
Tabel 14 Perusahaan-perusahaan yang terkena economic exposure tahun 2007 Kode emiten
Indeks ICMD
Economic Exposure
t-hitung
Sign.
PT Inti Agri Resources Tbk
A01
-0,243
-2,422
0,020
Emiten
1
IIKP
2
SMGR
PT Semen Gresik (Persero) Tbk
B10
0,351
2,363
0,032
3
TBMS
PT Tembaga Mulia Semanan Tbk
B11
-0,334
-2,074
0,047
4
EKAD
PT Ekadharma International Tbk
B08
-0,253
-2,245
0,030
5
INKP
PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk
B06
-0,270
-2,965
0,005
6
SPMA
PT Suparma Tbk
B06
-0,240
-2,114
0,041
7
MYTX
PT Apac Citra Centertex Tbk
B04
0,288
2,36
0,023
8
ARGO
PT Argo Pantes Tbk
B03
-2,139
-3,745
0,013
9
JECC
PT Jembo Cable Company Tbk
B14
-0,366
-2,953
0,005
10
CMPP
PT Centris Multi Persada Pratama Tbk
B20
-0,300
-2,673
0,012
11
SMDR
PT Samudera Indonesia Tbk
B20
0,272
3,173
0,003
12
AIMS
PT Akbar Indo Makmur Stimec Tbk
B22
-0,248
-2,351
0,023
13
AKRA
PT AKR Corporindo Tbk
B07
0,456
2,545
0,014
14
MDRN
PT Modern Internasional Tbk
B17
-0,379
-2,523
0,016
B17
0,540
4,207
0,000
15 KONI PT Perdana Bangun Pusaka Tbk Sumber : Data diolah,2012
Tabel 15 Perusahaan-perusahaan yang terkena economic exposure tahun 2008 No
Kode emiten
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
BUMI CTTH AMFG BTON INAI LION SOBI AKKU BRAM IMAS
11 12 13
MLBI KLBF LAPD
14 15 16 17
APOL BLTA SMDR HEXA
Emiten PT Bumi Resources Tbk PT Citatah Industri Marmer Tbk PT Asahimas Flat Glass Tbk PT Betonjaya Manunggal Tbk PT Indal Aluminium Industry Tbk PT Lion Metal Works Tbk PT Sorini Agro Asia Corporindo Tbk PT Aneka Kemasindo Utama Tbk PT Indo Kordsa Tbk PT Indomobil Sukses Internasional Tbk PT Multi Bintang Indonesia Tbk PT Kalbe Farma Tbk PT Leyand International Tbk (Sebelumnya: PT Lapindo Internasional Tbk) PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk PT Berlian Laju Tanker Tbk PT Samudera Indonesia Tbk PT Hexindo Adiperkasa Tbk
Indeks ICMD
Economic Exposure
t-hitung
Sign.
A03 A03 B09 B11 B11 B11 B07 B09 B16 B16
0,19 -0,192 0,203 -0,247 0,255 0,31 0,227 -0,32 -0,656 -0,34
2,109 -2,102 2,061 -2,184 2,64 3,676 2,323 -2,879 -3,039 -2,559
0,041 0,045 0,046 0,034 0,012 0,001 0,04 0,008 0,011 0,015
B01 B18 B09
-0,352 0,232 -0,313
-3,076 2,841 -2,583
0,04 0,007 0,014
B20 B20 B20 B16
0,212 0,233 0,216 0,181
2,591 2,852 2,697 2,115
0,013 0,007 0,01 0,04
62
18
MAPI
PT Mitra Adiperkasa Tbk
B22
0,16
2,334
0,025
Sumber : Data diolah,2012
Tabel 16 Perusahaan-perusahaan yang terkena economic exposure tahun 2009 No
Kode emiten
1
ALMI
2 3 4 5 6 7
ITMA TBMS PSDN DVLA FISH UNTR
Emiten PT Alumindo Light Metal Industry Tbk PT Itamaraya Gold Industri Tbk PT Tembaga Mulia Semanan Tbk PT Prasidha Aneka Niaga Tbk PT Darya-Varia Laboratoria Tbk PT FKS Multi Agro Tbk PT United Tractor Tbk
Indeks ICMD
Economic Exposure
t-hitung
Sign.
B11
0,212
2,034
0,048
B11 B11 B01 B18 B22 B16
-0,027 0,054 -0,036 -0,284 -0,220 -0,015
-2,164 2,753 -2,743 -2,771 -2,501 -2,116
0,037 0,008 0,009 0,009 0,017 0,040
Sumber : Data diolah,2012
Secara keseluruhan, dari perusahaan-perusahaan sampel yang dilakukan pengujian selama periode penelitian terdapat sekitar 30,11 persen atau 56 perusahaan yang secara signifikan terkena economic exposure. Sembilan diantaranya terkena economic exposure pada dua tahun yang berbeda. Yaitu ARGO dan SMGR pada tahun 2007 dan 2011, INKP dan MYTX pada tahun 2007 dan 2010, MLBI pada tahun 2008 dan 2010, MYTX pada tahun 2007 dan 2010, NIPS dan RALS pada tahun 2010 dan 2011, dan SMDR pada tahun 2007 dan 2008. Tabel 17 Perusahan-perusahaan yang terkena economic exposure tahun 2010 No
Kode emiten
Emiten
Indeks ICMD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
KKGI AKPI INKP NIPS MYTX MLBI TCID UNVR TURI RALS
PT Resource Alam Indonesia Tbk PT Argha Karya Prima Industry Tbk PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk PT Nipress Tbk PT Apac Citra Centertex Tbk PT Multi Bintang Indonesia Tbk PT Mandom Indonesia Tbk PT Unilever Indonesia Tbk PT Tunas Ridean Tbk PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk
B08 B09 B06 B16 B04 B01 B19 B16 B16 B22
Sumber : Data diolah,2012
Economic Exposure
t-hitung
Sign.
-0,034 0,014 0,016 -0,028 0,021 -0,011 0,012 0,011 0,034 0,021
-2,635 2,215 2,483 -2,476 2,475 -2,132 2,359 2,105 2,140 2,462
0,012 0,032 0,017 0,017 0,017 0,038 0,022 0,041 0,038 0,018
63
Tabel 18 Perusahaan-perusahaan yang terkena economic exposure tahun 2011 No
Kode emiten
1 2 3
AALI UNSP INCO
4 5 6
SMGR ARNA IKAI
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
CTBN APLI JPFA GDYR NIPS ARGO MYOR KDSI ISAT RIGS WICO
18
RALS
Emiten PT Astra Agro Lestari Tbk PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk PT International Nickel Indonesia Tbk PT Semen Gresik (Persero) Tbk PT Arwana Citramulia Tbk PT Intikeramik Alamasri Industry Tbk PT Citra Tubindo Tbk PT Asiaplast Industries Tbk PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk PT Goodyear Indonesia Tbk PT Nipress Tbk PT Argo Pantes Tbk PT Mayora Indah Tbk PT Kedawung Setia Industrial Tbk PT INDOSAT Tbk PT Rig Tenders Indonesia Tbk PT Wicaksana Overseas International Tbk PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk
Indeks ICMD
Economic Exposure
t-hitung
Sign.
A01 A01 A03
-0,013 -0,016 -0,015
-2,202 -2,256 -2,301
0,033 0,029 0,026
B10 B13 B13
-0,013 -0,015 -0,011
-2,180 -2,140 -2,032
0,034 0,038 0,048
B11 B09 A02 B16 B16 B03 B01 B12 B21 B20 B22
-0,012 -0,023 -0,015 -0,013 -0,021 0,019 -0,011 -0,028 -0,012 -0,013 -0,029
-2,816 -2,250 -2,104 -1,989 -2,925 2,636 -1,967 -2,631 -2,432 -2,007 -2,051
0,007 0,029 0,041 0,053 0,005 0,011 0,055 0,011 0,019 0,051 0,046
B22
-0,012
-2,151
0,037
Sumber : Data diolah,2012
4.3. Variabel Penelitian Variabel Laten penelitian ini terdiri dari Eksposur Ekonomi, Financial Distress, Underinvestment Cost, Kebijakan Hedging dan Nilai Perusahaan. Oleh karena model penelitian ini dibangun berdasarkan model persamaan struktural yang memiliki jalur berjenjang, maka variabel laten penelitian ini diklasifikasi menjadi dua variabel laten terikat dan tiga variabel laten bebas. Variable laten terikat terdiri dari kebijakan hedging dan nilai perusahaan. Variabel nilai perusahaan adalah variabel terikat akhir pada analisis jalur, sedangkan variabel kebijakan hedging adalah variabel terikat antara pada analisis jalur. Statistik deskriptif dari variabel indikator penelitian ini disajikan pada Tabel 19.
64
Tabel 19 Statistik deskriptif variabel indikator perusahaan sampel N EXP ER DER ROA TL QR CR MV PER DY SIZE DH MBR TOB ROE PRICE Valid N (listwise)
930 930 930 930 930 930 930 930 930 930 930 930 930 930 930 930 930
Minimum ,00 ,00 -4,61 7,24 1,00 -5,81 ,36 2,24 -1,90 -4,61 ,00 ,00 -2,30 ,41 ,00 7,07
Maximum 1,00 1,00 5,38 9,45 278,72 4,52 106,63 547,34 11,20 7,89 11,94 1,00 5,12 3,14 82,84 599,17
Mean ,0817 ,2807 ,1238 7,3429 37,0252 -,1457 13,8312 47,0931 2,0616 ,3601 7,0129 ,2097 ,2831 ,9566 30,3890 43,5136
Std. Deviation ,27409 ,32012 1,10598 ,07016 39,94340 1,06611 9,55472 70,11718 1,55244 ,80834 1,81993 ,40730 ,97756 ,36358 2,72470 59,87980
Sumber : Data Diolah, 2012
Variabel laten bebas terdiri dari variabel EXP, FD dan UC. Ketiga variabel ini adalah variabel bebas awal pada analisis jalur. Variabel laten VALUE memiliki tiga variabel indikator, yaitu MBR, TOB dan ROE. Variabel Laten HEDG memiliki empat variabel indikator, yaitu SIZE, DY, DH dan QR. Variabel laten EXP memiliki dua variabel indikator, yaitu variabel DEE dan ER. Variabel laten FD memiliki tiga variabel indikator, yaitu DER, ROA dan TL. Sedangkan Variabel laten DH memiliki tiga variabel indikator, yaitu PER, CR dan MV. 4.4. Analisis dan Hasil Penelitian Analisis data pada penelitian ini menggunakan model persamaan struktural dan proses analisis menggunakan program aplikasi LISREL versi 8.7. Model persamaan struktural terdiri dari model pengukuran dan model struktural. Model pengukuran
ditujukan
untuk
mengkonfirmasi
dimensi-dimensi
yang
dikembangkan pada sebuah faktor (konstrak atau variabel laten). Model struktural adalah model mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antara faktor.
65
Langkah-langkah
pembentukkan
dan
pengujian
model
persamaan
struktural (SEM) yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 4.4.1. Pengembangan Model Teoritis Tujuan dari pengembangan model teoritis pada penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana interaksi antara variabel laten Economic Exposure, Financial Distress, Underinvestment Cost, Kebijakan hedging dan nilai perusahaan. Penelitian ini ingin menguji hubungan kausal antara kebijakan hedging perusahaan dengan nilai perusahaan pada sektor primer dan sekunder di Indonesia. Model teori pembentukan model persamaan struktural pada penelitian ini telah dibangun berdasarkan penjelasan kerangka konseptual pada Bab 3. Bangunan model teoritis dari variabel konstrak (variabel laten) dan dimensidimensi (variabel indikator) yang akan diteliti disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Bangunan model teoritis dari konstrak dan dimensinya No 1
Variabel laten Economic Exposure (EXP)
2
Financial Distress (FD)
3
Underinvestment Cost (UC)
4
Kebijakan Hedging (HEDG)
5
Nilai Perusahaan (VALUE)
Variabel Indikator Dummy Economic Exposure (DEE) Export Ratio (ER) Current Ratio (CR) Return on Asset (ROA) Debt Equity Ratio (DER) Liabilities (TL) Price Earning Ratio (PER) Market Value (MV) Dummy Hedging (DH) Firm Size (SIZE) Dividend Yield (DY) Quick Ratio (QR) Q-Tobin (TOB) Market to Book Value Ratio (MBR) Return on Equity (ROE) Price
Sumber : Kerangka konseptual penelitian, 2012
Sumber Analisis Regresi Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Analisis Laporan Keuangan Bursa Efek Indonesia
66
4.4.2.
Pengembangan Diagram Jalur Pengembangan diagram jalur bertujuan untuk menggambarkan hubungan
kausalitas yang ingin diuji. Biasanya hubungan kausalitas dinyatakan dalam bentuk persamaan. Dalam model persamaan struktural dan dalam operasi program LISREL versi 8.71, hubungan kausalitas itu cukup digambarkan dalam sebuah diagram jalur, dan selanjutnya, bahasa program akan mengkonversi gambar menjadi persamaan dan persamaan menjadi estimasi. Berdasarkan kerangka konseptual pada Bab 3, diagram jalur penelitian ini disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11 Diagram jalur hubungan kausal kebijakan hedging dan nilai perusahaan Variabel laten (konstrak) yang dibangun pada diagram jalur di atas terdiri dari konstrak eksogen dan konstrak endogen. Konstrak eksogen dikenal juga dengan variabel sumber atau variabel bebas. Konstrak eksogen adalah variabel yang tidak diprediksi oleh variabel lainnya dalam model. Konstrak eksogen digunakan untuk memprediksi satu atau beberapa variabel endogen lainnya (hanya dapat berhubungan kausal dengan konstrak endogen). Konstrak endogen adalah faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstrak. Konstrak endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstrak endogen lainnya.
67
Konstrak eksogen pada diagram jalur di atas adalah EXP, FD dan UC yang diprediksi mempunyai hubungan dan pengaruh langsung terhadap konstrak endogen kebijakan hedging dan diprediksi mempunyai pengaruh tidak langsung dengan konstrak endogen nilai perusahaan yang dinyatakan sebagai variabel laten. Konstrak endogen terdiri dari dua variabel laten. Konstrak endogen yang pertama adalah kebijakan hedging yang diprediksi dipengaruhi langsung oleh EXP, FD dan UC, dan diprediksi mempunyai pengaruh langsung terhadap nilai perusahaan. Konstrak endogen kedua adalah nilai perusahaan yang diprediksi dipengaruhi secara tidak langsung oleh EXP, FD dan UC, serta dipengaruhi langsung oleh kebijakan hedging perusahaan. 4.4.3.
Konversi Diagram Jalur ke Dalam Persamaan Setelah model teoritis digambarkan dalam diagram jalur, program LISREL
akan mengkonversi spesifikasi model tersebut ke dalam rangkaian persamaan. Persamaan yang dibangun terdiri dari persamaan struktural dan persamaan spesifikasi model pengukuran. Persamaan struktural dari diagram jalur di atas dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan: β (Beta)
=
koefisien regresi terstandarisasi (struktural), yang menjelaskan besarnya pengaruh dari variabel eksogen terhadap variabel endogen.
γ (gamma)
=
koefisien regresi terstandarisasi (struktural), yang menjelaskan besarnya pengaruh dari variabel endogen terhadap variabel endogen lainnya.
ζ (zeta)
=
tingkat kesalahan pengukuran (measurement error).
Koefisien regresi terstandarisasi (struktural) signifikan apabila nilai CR berada pada posisi nilai p≤ 0,05 atau nilai CR (sama dengan nilai t hitung) ≥ nilai t
68
tabel. Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model) dari konstrak eksogen EXP pada diagram jalur di muka dirumuskan sebagai berikut:
Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model) dari konstrak eksogen FD pada diagram jalur di muka dirumuskan sebagai berikut:
Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model) dari konstrak eksogen UC pada diagram jalur di muka dirumuskan sebagai berikut:
Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model) dari konstrak eksogen HEDG pada diagram jalur di muka dirumuskan sebagai berikut:
Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model) dari konstrak eksogen VALUE pada diagram jalur di muka dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan : Λ
= loading factor, yang menjelaskan besarnya pengaruh variabel indikator terhadap variabel laten
ε
= tingkat kesalahan pengukuran (measurement error)
69
Koefisien regresi terstandarisasi (model) signifikan apabila nilai CR berada pada posisi nilai p≤ 0,05 atau nilai CR (sama dengan nilai t hitung) ≥ nilai t tabel. 4.4.4. Memilih Matriks Input dan Estimasi Model Oleh karena penelitian ini akan menguji hubungan kausalitas, maka dalam pemodelan SEM, data input yang dipilih adalah matriks varian/ kovarian. Program aplikasi LISREL memiliki fasilitas untuk mengkonversi data input menjadi matriks varian/ kovarian. Oleh karena besar sampel pada penelitian ini sebanyak 186 sampel perusahaan dan observasi selama lima tahun, maka teknik estimasi model yang dipilih adalah Unweighted Least Square (ULS). Teknik estimasi model Unweighted Least Square tersedia dalam program LISREL. 4.4.5. Menilai Masalah Identifikasi Salah satu masalah yang dihadapi pada penggunaan program komputer untuk mengestimasi model kausalitas adalah masalah identifikasi. Masalah identifikasi pada prinsipnya adalah masalah ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik untuk setiap parameter yang
diestimasi.
Masalah
identifikasi
timbul
disebabkan
oleh
adanya
ketidaksesuaian struktur atau perhitungan matematik pada model dikembangkan, sehingga estimasi tidak dapat dilakukan, maka program akan memberi pesan pada monitor komputer mengenai kemungkinan sebab mengapa program tidak dapat melakukan estimasi. Pada proses analisis model pada penelitian ini, tidak terdapat indikasi adanya masalah identifikasi (seluruh parameter dan dapat diestimasi). Analisis selanjutnya adalah analisis secara Full Model yang dimaksudkan untuk menguji model dan hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini. Pengujian model dilakukan dengan dua pengujian, yaitu uji kesesuaian model dan uji signifikansi kausalitas melalui uji koefisien regresi. Hasil awal pengolahan data untuk analisis SEM terlihat pada Gambar 12. Variabel PRICE dan QR dihilangkan dari model awal karena memiliki Chi-Square yang sangat besar. Meskipun terdapat variabel DER dan CR yang memiliki nilai muatan faktor yang kecil, namun jika kedua variabel tersebut dihilangkan, model tidak terbentuk
70
karena matriks model tidak fit membentuk path diagram. Sehingga variabel yang dihilangkan dari model hanya variabel PRICE dan QR untuk model selanjutnya.
Gambar 12. Hasil diagram jalur pada model awal
Gambar 13 Diagram jalur setelah modifikasi
71
Pada model awal yang terbentuk menghasilkan nilai Chi-Square yang sangat besar dan setelah dilakukan uji kecocokan, banyak komponen uji kecocokan yang tidak terpenuhi. Output pada LISREL seperti yang terdapat pada Lampiran 5 memunculkan modification index untuk respesifikasi model, maka dilakukan penambahan lintasan dan penambahan kovariasi antara 2 kesalahan (errors). Meski demikian, penambahan ini tetap berdasarkan pada teori yang kuat. Sehingga model akhir yang terbentuk adalah seperti terdapat pada Gambar 13. 4.4.6. Pengolahan Data Single step Dalam penelitian ini, responden yang memenuhi syarat untuk dianalisis sebanyak 186 dan jumlah seluruh variabel manifest (indikator) adalah 16. Rule of thumb untuk perbandingan jumlah sampel terhadap jumlah indikator adalah 1:5 (Wijanto, 2008). Jadi jika indikator dalam penelitian ini sebanyak 16, maka minimum sampel yang dibutuhkan adalah 80. Karena jumlah objek dalam penelitian ini adalah 186 maka sudah memadai untuk melakukan pengolahan data secara single step. Di dalam penelitian ini, cara mengoperasikan LISREL dipilih yang paling sederhana, yaitu dengan program SIMPLIS. 1. Pengujian Normalitas dan Multikolinearitas Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model memenuhi asumsi normalitas. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/ atau tidak mengikuti garis diagonal, maka model tidak memenuhi asumsi normalitas . Dalam LISREL, model yang memenuhi asumsi normalitas akan menghasilkan 2 jenis chi square, yaitu minimum fit function chi square (C1) dan normal theory weighted least squares chi square (C2). Sedangkan jika asumsi normalitas tidak terpenuhi akan menghasilkan 4 jenis chi square yaitu C1, C2, sutora-bentler scaled chi square (C3) dan chi square corrected for non-normality (C4). Pada lampiran bagian kedua terlihat bahwa model penelitian ini hanya menghasilkan C1 dan C2. Data dengan sampel besar , berdasarkan Dalil Limit Pusat (Central Limit Theorm), yaitu bilamana n (sample size) besar, maka statistik dari sampel tersebut akan mendekati distribusi normal, walaupun populasi dari mana sampel tersebut diambil tidak berdistribusi normal. Jumlah sampel yang
72
dianalisa dalam penelitian ini berjumlah 186 perusahaan yang berarti termasuk kategori sampel besar dan memnuhi dalil limit pusat. Dengan hasil dari pengujian Q-Plot dan 2 jenis chi square yang dihasilkan oleh output LISREL serta terpenuhinya dalil limit pusat maka dapat dikatakan bahwa model penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas. Dari Lampiran 3 pada correlation and tests statistics atau correlation matrix dapat dilihat nilai korelasi antar variabel indikator dalam penelitian ini.nilai korelasi antar variabel indikator dalam penelitian ini semuanya berada di bawah 0,8 . Sehingga dapat dikatakan bahwa model dalam penelitian ini bebas dari multikolinearitas. 2. Pengujian Kesesuaian Model Dalam SEM ada 3 uji kesesuaian model yang dilakukan, yaitu pengujian kesesuaian model secara menyeluruh (Overall Model Fit), pengujian kesesuaian model pengukuran (Measurement Model Fit) dan Pengujian kesesuaian model struktural (Structural Model Fit). Dengan didapatkannya diagram path hasil output LISREL maka dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model tersebut. a. Pengujian Model Keseluruhan (Overall Model Fit) Pengujian
atas
kesesuaian
model
keseluruhan
dilakukan
dengan
menggunakan indikator Goodness of fit Index (GFI). GFI dipilih karena merupakan parameter (indikator) yang umum digunakan dalam melakukan uji kesesuaian model keseluruhan. Selain itu sebagai pembanding juga digunakan Normed Fit Index (NFI) dan Comparative Fit Index (CFI) yang didapatkan langsung dari output LISREL. Besarnya GFI, NFI dan CFI dirangkum dalam Tabel 21 berikut. Tabel 21. Overall Model Fit Goodness-of-Fit (GOF) RMR(Root Mean Square Residual) RMSEA(Root Mean square Error of Approximation) GFI(Goodness of Fit) AGFI(Adjusted Goodness of Fit Index) CFI (Comparative Fit Index) NFI (Normed Fit Index ) Sumber : Hasil output LISREL, 2012
Cutt-off-Value 0,05 atau 0,1
Hasil Keterangan 0.023 Good Fit
0,08
0.023
Good Fit
0,90 0,90 0,90 0,95
0.99 0.99 1.00 0.98
Good Fit Good Fit Good Fit Good Fit
73
Karena dalam penelitian ini menggunakan cara pengolahan data secara single step maka nilai GFI, NFI dan CFI untuk variabel laten EXP, FD, UC, HEDG dan VALUE sama dengan nilai GFI, NFI dan CFI dari model struktural seperti pada Tabel 21. Secara keseluruhan, hasil pengujian model keseluruhan barada di atas 0.90 yang menunjukkan bahwa model yang diusulkan memiliki tingkat kesesuaian yang sangat baik (good fit). b.
Pengujian Model Pengukuran (Measurement Model Fit) Pengujian model pengukuran berarti menguji validitas dan reliabilitas
variabel manifest terhadap variabel laten yang direpresentasikannya. Untuk melakukan pengujian model pengukuran menggunakan LISREL, sebelumnya data disimpan dalam program PRELIS dan LISREL dioperasikan dengan menjalankan program SIMPLIS. Ketika program SIMPLIS dijalankan maka akan muncul hasil analisis dalam bentuk path dan teks. 1.
Pengujian Validitas Pengujian validitas sudah dibahas di bagian sebelumnya tetapi dalam
bagian ini pengujian validitas akan dibahas lagi secara singkat. Ada dua hal yang dilakukan dalam pengujian validitas yaitu pemeriksaan terhadap nilai t dan pemeriksaan terhadap tingginya muatan faktor standar atau λ (standarized loading factor) Tabel 22. Pengujian validitas Variabel Indikator Loading Factor DEE 0,04 ER 0,99 CR 0,56 DER -0,01 ROA -0,91 TL -0,99 MV -1,15 PER 0,01 SIZE 0,88 DY 0,76 DH 0,43 TOB 0,85 MBR 0,54 ROE 0,10 Sumber: Output LISREL, 2012
t-value 1,73 42,61 2,16 -0,10 -2.75 -43,56 -42,93 0,28 7,87 4,43 8,55 2,04 11,61 1,62
Keterangan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan
74
Dari Tabel 22. di atas terlihat bahwa semua indikator dalam penelitian ini memiliki faktor standar dan nilai t yang bervariasi. Dari kedua kriteria yang digunakan maka dapat disimpulkan bahwa CR dan ER terbukti valid sebagai variabel indikator bagi variabel laten EXP, ROA dan TL terbukti valid sebagai variabel indikator FD. MV terbukti valid sebagai variabel indikator UC. SIZE, DY dan DH terbukti valid sebagai variabel indikator HEDG dan MBR dan TOB terbukti valid sebagai variabel indikator VALUE. 2. Pengujian Reliabilitas Pengujian reliabilitas secara langsung dari output LISREL dapat dilakukan dengan melihat nilai δ untuk variabel eksogen dan ε untuk variabel endogen. Semakin kecil error, menunjukkan indikator tersebut memiliki reliabilitas yang tinggi sebagai instrumen pengukur variabel laten yang bersangkutan. Sayangnya, batasan berapa besar δ dan ε sehingga suatu indikator dikatakan reliabel sampai sejauh ini belum ada yang mengemukakan. Dari Gambar 14. dan diagram path yang dipaparkan pada hasil penelitian di bagian sebelumnya dapat dilihat bahwa nilai measurement error tiap variabel indikator bervariasi besarnya dimana nilai measurement error tertinggi adalah indikator DEE, DER, ROA dan CR sebesar 1.00 dan nilai measurement error terendah adalah indikator ER, TL dan MV sebesar 0,01.
75
Gambar 14. Diagram jalur untuk nilai measurement error Pengujian secara tidak langsung dengan menggunakan dua parameter yaitu dengan menggunakan dua parameter yaitu construct reliability dan variance extracted. Perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4, dan rangkuman hasil akhir dapat dilihat pada Tabel 23 berikut : Tabel 23. Pengujian reliabilitas variabel Economic Exposure Financial Distress Underinvestment Cost Kebijakan Hedging Nilai perusahaan
CR 0,713 0,754 0,663 0,747 0,721
VE 0,559 0,603 0,567 0,515 0,544
Keterangan Baik Baik Marginal Baik Baik
Sumber: Data diolah, 2012
Karena tidak adanya batasan seberapa besar nilai δ dan ε sehingga suatu indikator bisa dikatakan reliabel maka pengujian reliabilitas akan menggunakan perhitungan construct reliability dan variance extracted. Dari Tabel 23 di atas dapat dilihat bahwa nilai construct reliability dari tidap laten di atas berada di atas batas kritis 0,70 kecuali variabel underinvestment cost. Sedangkan untuk variance extracted seluruh
variabel laten
berada di atas batas kritis 0,5 .Meskipun
76
demikian variabel UC dianggap reliabel karena memiliki selisih yang sangat kecil dari batas kritis yaitu 0,663. Dari hasil pengukuran reliabilitas dengan menggunakan dua parameter, semua variabel laten dalam penelitian ini terbukti reliabel. c.
Kesesuaian Model Struktural (Structural Model Fit) Indikator dari kesesuaian model struktural yang diajukan sama seperti
dalam model regresi berganda yaitu R2. Dari keseluruhan hipotesis, menghasilkan 2 persamaan yang berarti ada dua model struktural yang diajukan. 1.
Model struktural untuk
H2 : EXP = HEDG H3 : FD = HEDG H4 : UC = HEDG
HEDG = -0.20*EXP-1.12*FD+0.012*UC,Errorvar.= 0.12, R² = 0.88 (0.27) (0.39) (0.27) -0.72 -2.84 0.043
2.
Model Struktural untuk H5 : HEDG = VALUE VALUE = 0.94*HEDG - 0.88*EXP, Errorvar.= 0.67, R² = 0.33 (0.16) (0.14) 5.85 -6.27
Model Struktural untuk H2, H3 dan H4 memiliki R2 sebesar 0,88 yang berarti bahwa model persamaan hanya mampu menjelaskan 88 persen dari perubahan variabel HEDG yang menunjukkan bahwa kesesuaian model untuk persamaan struktural pertama cukup besar. Nilai R2 ini mengindikasikan adanya faktor-faktor lainnya sebesar 12 persen selain economic exposure, financial distress dan underinvestment cost yang tidak masuk dalam penelitian. Model persamaan struktural kedua untuk H5 menunjukkan tingkat kesesuaian yang tidak cukup besar karena hanya mampu menjelaskan 33 persen dari perubahan variabel VALUE. Nilai R2 sebesar 0,33 ini mengindikasikan ada faktor-faktor lain selain kebijakan hedging dan economic exposure yang mempengaruhi nilai perusahaan dan mampu menjelaskan 67 persen dari perubahan variabel VALUE.
77
d. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menguji hubungan antar variabel laten dengan menilai t yang dapat dilihat pada diagram path atau dengan melihat hasil output LISREL 8.71 dalam bentuk persamaan seperti yang dilampirkan dalam lampiran 6.
Gambar 15. Diagram jalur untuk nilai t EXP, FD, UC, HEDG, dan VALUE Tahap pengujian hipotesis ini adalah untuk menguji hipotesis penelitian diajukan pada Bab II. Pengujian hipotesis ini didasarkan atas pengolahan data penelitian dengan menggunakan analisis SEM, dengan cara menganalisis nilai regresi (Regression Weights Analisis Structural Equation Modeling Full Model). Pengujian hipotesis ini adalah dengan menganalisis nilai Critical Ratio (CR) dan nilai Probability (P) hasil olah data, dibandingkan dengan batasan statistik yang disyaratkan, yaitu diatas 1.96 untuk nilai CR atau t-value dan dibawah 0.05 untuk nilai P. Apabila hasil olah data menunjukkan nilai yang memenuhi syarat tersebut, maka hipotesis penelitian yang diajukan dapat diterima. Secara rinci pengujian hipotesis penelitian akan dibahas secara bertahap
78
sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan. Pada penelitian ini diajukan empat hipotesis yang terkait dengan SEM dan selanjutnya pembahasannya dilakukan di bagian berikut. i. Uji Hipotesis II Hipotesis II pada penelitian ini adalah semakin tinggi economic exposure, maka semakin tinggi kebijakan hedging yang dilakukan perusahaan. Berdasarkan dari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR pada hubungan antara economic exposure dengan kebijakan hedging tampak pada Gambar 16. adalah sebesar -0,72 dan nilai koefisien -0,20. Nilai ini menunjukkan nilai di bawah 1.96 untuk CR , dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis II penelitian ini dapat diterima. VALUE = 0.94*HEDG - 0.88*EXP, Errorvar.= 0.67, R² = 0.33 (0.16) (0.14) 5.85 -6.27 HEDG = -0.20*EXP-1.12*FD+0.012*UC,Errorvar.=0.12,R²= 0.88 (0.27) (0.39) (0.27) -0.72 -2.84 0.043 Sumber : Output LISREL, 2012
Gambar 16. Hasil reduced form equation output LISREL 8.71 Dari analisa terhadap persamaan yang dihasilkan LISREL 8.71, ditemukan bahwa persamaan tersebut tidak signifikan secara statistik dan disimpulkan bahwa Hipotesis II terpenuhi. Hal ini berarti kebijakan hedging dipengaruhi sebesar -20 persen oleh eksposur ekonomi yang direfleksikan oleh variabel DEE, ER dan CR. Tingkat ekspor yang tinggi menunjukkan kecenderungan untuk melakukan hedging yang lebih besar. ii. Uji Hipotesis III Hipotesis III pada penelitian ini adalah financial distress berpengaruh terhadap kebijakan hedging perusahaan. Berdasarkan hasil dari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR antara variabel hubungan FD dengan HEDG adalah sebesar -2,84 dengan nilai koefisien -1.12. Kedua nilai ini memberikan informasi bahwa pengaruh variabel economic exposure terhadap nilai perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan, karena memenuhi syarat diatas 1.96 untuk
79
CR. Hasil hipotesis ini membuktikan bahwa kebijakan hedging dipengaruhi secara positif oleh tingkat financial distress yang direfleksikan dengan nilai DER, ROA dan tingkat hutang perusahaan. Semakin tinggi financial distress maka akan menekan kebijakan hedging yang dilakukan perusahaan. iii. Uji Hipotesis IV Hipotesis IV pada penelitian ini adalah underinvestment cost berpengaruh terhadap kebijakan hedging perusahaan. Berdasarkan hasil dari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR hubungan antara underinvestment cost terhadap kebijakan hedging adalah sebesar 0,043 dengan nilai koefisien sebesar 0,012. Hasil dari kedua nilai ini memberikan informasi bahwa pengaruh variabel kebijakan hedging terhadap nilai perusahaan diterima namun tidak signifikan, karena tidak memenuhi syarat diatas 1,96 untuk CR ,dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis IV penelitian ini diterima. iv. Uji Hipotesis V Hipotesis V pada penelitian ini adalah kebijakan hedging berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hasil dari pengolahan data diketahui bahwa nilai CR hubungan antara underinvestment cost terhadap kebijakan hedging adalah sebesar 5,85 dengan nilai koefisien
sebesar 0,94. Hasil dari
kedua nilai ini memberikan informasi bahwa pengaruh variabel kebijakan hedging terhadap nilai perusahaan diterima, karena memenuhi syarat diatas 1,96 untuk CR ,dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis V penelitian ini diterima. Hal ini berarti kebijakan hedging yang dilakukan perusahaan memberikan pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Semakin tinggi tingkat hedging maka semakin tinggi pula penilaian pasar terhadap perusahaan. Respesifikasi model yang dilakukan memunculkan hubungan antara Economic Exposure dengan nilai perusahaan. Hubungan ini sebesar -6,87 dan nilai koefisien -0,88. Hasil ini memberikan informasi bahwa economic exposure memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Model Struktural untuk H2, H3 dan H4 memiliki R2 sebesar 0,88 yang berarti bahwa model persamaan mampu menjelaskan 88 persen dari perubahan variabel HEDG yang menunjukkan bahwa kesesuaian model untuk persamaan
80
struktural pertama cukup besar. Nilai R2 ini mengindikasikan adanya faktor-faktor lainnya sebesar 12 persen selain economic exposure, financial distress dan underinvestment cost yang tidak masuk dalam penelitian. Model persamaan struktural kedua untuk H5 menunjukkan tingkat kesesuaian yang tidak cukup besar karena hanya mampu menjelaskan 33 persen dari perubahan variabel VALUE. Nilai R2 sebesar 0,33 ini mengindikasikan ada faktor-faktor lain selain kebijakan hedging dan tingkat economic exposure yang mempengaruhi nilai perusahaan dan mampu menjelaskan 67 persen dari perubahan variabel VALUE. Selanjutnya hasil uji dari tiap-tiap hipotesis di atas akan disajikan secara ringkas pada Tabel 24. Tentang kesimpulan hipotesis di bawah ini. Tabel 24. Kesimpulan hipotesis Pengaruh EXP FD HEDG FC HEDG VALUE 4.5.
Koefisien -0,20 -1,12 0,01 0,94
T-Hitung -0,72 -2,84 0,04 5,85
Keterangan Tidak Signifikan Signifikan Tidak Signifikan Signifikan
Temuan dan Interpretasi Berikut ini akan dilakukan analisa terhadap hasil penelitian berupa hasil
pengujian hipotesis dan pengujian kesesuaian model 4.5.1. Hipotesis Hipotesis yang diusulkan dianalisa berdasarkan persamaan model struktural. Dari empat hipotesis terbentuk dua persamaan model struktural yang dapat dilihat pada persamaan dalam gambar 20. a.
Hipotesis 2 Dengan nilai t yang besarnya -0,72 di bawah batas kritis maka pengaruh
yang diberikan EXP terhadap HEDG terbukti negatif dan tidak signifikan. Nilai koefisien variabel laten EXP sebesar -0,20 yang berarti variabel laten EXP memperikan pengaruh sebesar 20 persen terhadap kebijakan hedging perusahaan (HEDG) Dari analisa terhadap persamaan yang dihasilkan LISREL 8.71, ditemukan bahwa persamaan tersebut signifikan secara statistik dan disimpulkan
81
bahwa H1 diterima. Hal ini berarti kebijakan hedging perusahaan dipengaruhi sebesar 20 persen oleh tingkat eksposur ekonomi diantaranya tingkat internasionalisasi perusahaan. Semakin besar tingkat ekspor perusahaan hal ini juga akan mendorong besarnya kebijakan hedging perusahaan. b.
Hipotesis 3 Pada hasil persamaan di atas, terlihat bahwa nilai t variabel FD berada di
atas nilai batas kritis yaitu -2,84 sehingga variabel FD terbukti berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap HEDG. Koefisien yang dimiliki sebesar -1,12 yang berarti tekanan finansial yang dihadapi perusahaan memberikan pengaruh negatif
terhadap kebijakan hedging perusahaan (HEDG). Karena signifikan
secara statistik maka H3 terbukti dan diterima. Hasil dari H3 membuktikan bahwa kebijakan hedging perusahaan dipengaruhi secara negatif oleh financial distress atau tekanan finansial yang dialami perusahaan. Dengan adanya finansial distress seperti kesulitan membayar hutang, tingkat kebangkrutan dan likuiditas perusahaan yang tinggi akan membuat perusahaan mengurangi tingkat hedging-nya. c.
Hipotesis 4 Hasil persamaan struktural yaitu pengaruh UC terhadap HEDG
menunjukkan bahwa variabel UC memiliki pengaruh yang positif dan tidak signifikan secara statistik terhadap HEDG yang ditunjukkan dengan nilai t sebesar 0,043. Koefisien yang dimiliki UC sebesar 0,012 yang berarti variabel laten UC memberikan pengaruh sebesar 1,2 persen terhadap HEDG Jadi hipotesis H4 terbukti dan diterima. Hal ini berarti kurangnya investasi pada proyek yang berisiko rendah semakin menekan tingkat hedging perusahaan sebesar 1,2 persen. Karena pemegang saham menolak melakukan investasi pada proyek yang menguntungkan namun berisiko kecil dan tidak terjadi pemindahan nilai dari pemegang saham kepada kreditur. Sehingga perusahaan akan mengurangi biaya hedgingnya. d.
Hipotesis 5 Dari persamaan struktural kedua terlihat bahwa variabel laten HEDG
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap VALUE karena memiliki nilai t
82
sebesar 5,85. Koefisien yang dimiliki HEDG sebesar 0,94 bararti bahwa variabel laten HEDG memberikan pengaruh positif terhadap VALUE. Jadi Hipotesis 5 terbukti dan diterima. Hal ini berarti kebijakan hedging perusahaan menggunakan instrumen derivatif memberikan pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Jika perusahaan melakukan hedging dengan instrumen derivatif maka pasar akan memberikan nilai lebih terhadap perusahaan. Nilai perusahaan tersebut direfleksikan dalam nilai kapitalisasi pasar, besarnya nilai QTobin dan Return on Equity perusahaan. Dengan kata lain penggunaan instrumen derivatif untuk hedging semakin meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan. 4.5.2. Kaitan Temuan dengan Teori Hasil penelitian untuk hipotesis 1 yang menghasilkan secara keseluruhan dari perusahaan-perusahaan sampel terdapat sekitar 30,11 persen atau 56 perusahaan yang secara signifikan terkena economic exposure. Perusahaan sampel secara signifikan terkespos oleh fluktuasi kurs Rupiah terhadap USD dengan tingkat yang berbeda-beda. Tanda negatif pada besaran economic exposure mengindikasikan bahwa terdepresiasinya kurs Rupiah terhadap USD memberi dampak negatif bagi perusahaan, dan sebaliknya economic exposure yang positif mengindikasikan terdepresiasinya kurs Rupiah memberikan dampak positif bagi perusahaan. Berdasarkan pengujian diperoleh rata-rata tingkat economic exposure secara keseluruhan yang dihadapi perusahaan sebesar -0,090. Hal ini, secara ratarata dapat dikatakan bahwa depresiasi Rupiah terhadap USD memberi dampak negatif bagi perusahaan. Economic esposure terjadi pada perusahaan yang melakukan ekspor maupun tidak. Perusahaan yang melakukan ekspor terkena economic eksposure dikarenakan aliran kas masuk yang berasal dari aktifitas ekspornya akan mengalami peningkatan jika Rupiah mengalami depresiasi terhadap USD. Sebaliknya, akan berkurang jika Rupiah mengalami apresiasi USD. Selain itu tereksposnya perusahaan ekspor juga dikarenakan perusahaan menggunakan hutang luar negeri. Arus kas keluar perusahaan akan semakin besar
83
jika Rupiah mengalami depresiasi, dan sebaliknya akan semakin kecil jika Rupiah mengalami apresiasi. Perusahaan yang tidak melakukan ekspor, atau dapat dikatakan merupakan perusahaan domestik murni juga terkena dampak eksposur. Hung dalam Madura (2006) menyatakan bahwa perusahaan domestik murni akan terpengaruh fluktuasi kurs mata uang. Kurs akan mempengaruhi daya saing dari produk-produk import, serta permintaan terhadap ekspor dari perusahaan lokal. Selain itu, menurut Bukit (2001) dengan terdepresiasinya kurs Rupiah terhadap USD akan mendorong inflasi. Dengan kenaikan angka inflasi tersebut maka biaya pembelian bahan baku untuk kegiatan operasi perusahaan semakin naik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perusahaan domsetik murni secara tidak langsung terkena economic exposure. Dari uraian di atas diperoleh hasil bahwa dengan semakin melemahnya kurs Rupiah terhadap USD maka daftar perusahaanperusahaan yang terekspos oleh fluktuasi kurs semakin meningkat. Hal ini dimungkinkan bahwa perusahaan-perusahaan maupun para investor belum sepenuhnya mampu mengatasi fluktuasi kurs Rupiah terhadap US Dollar. Secara keseluruhan dengan melihat tingkat proporsi economic exposure negatif yang terus menerus mengalami penurunan dari tahun 2007 sampai 2010 namun meningkat
di tahun 2011, maka perusahaan cenderung mengalami
kerugian jika Rupiah terdepresiasi oleh USD. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar fluktuasi kurs Rupiah terhadap USD, makaperusahaan akan semakin tinggi untuk terkena economic exposure. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati (2005) dan He (1998). Hasil penelitian untuk Hipotesis 2 menghasilkan koefisien konstruk sebesar -0,20 yang berarti kebijakan hedging perusahaan dengan menggunakan instrumen derivatif dipengaruhi sebesar 20 persen oleh economic exposure yang dialami oleh perusahaan. Pengaruh economic exposure terhadap kebijakan hedging perusahaan adalah tidak signifikan karena memiliki nilai t yang tidak cukup besar yaitu -0,72. Hasil hipotesis ini menyatakan bahwa penelitian ini mendukung adanya pengaruh negatif namun tidak signifikan antara economic exposure perusahaan terhadap kebijakan hedging perusahaan menggunakan
84
instrumen derivatif valuta asing. Hal ini sejalan dengan hasil dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu Allayannis dan Ofek (2001), Mardsen dan Prevost (2005) dan Rogers (2002). Penelitian ini juga membuktikan bahwa variabel indikator yang merefleksikan economic exposure adalah tingkat ekspor perusahaan. Hasil hipotesis kedua membuktikan bahwa kebijakan
hedging
dipengaruhi oleh
economic exposure yang direfleksikan oleh internasionalisasi perusahaan dilihat dari besarnya rasio ekspor perusahaan. Rasio ekspor ini mempengaruhi tingkat sensitifitas perusahaan terhadap fluktuasi kurs seperti yang dijelaskan dalam hipotesis pertama. Selanjutnya, sehubungan dengan hipotesis ketiga (H3), koefisien konstruk yang dihasilkan adalah -1,12 yang berarti bahwa kebijakan hedging perusahaan dipengaruhi oleh financial distress. Pengaruh yang
sebesar 112
persen ini terbukti signifikan karena nilai t sebesar 2,84 berada di atas batas kritis 1,96. Hipotesis 3 membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara financial distress dengan kebijakan hedging perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Allayannis dan Ofek (2001), Graham dan Rogers (2002) serta Bartram et al.(2004) juga membuktikan bahwa financial distress mempengaruhi kebijakan hedging yang dilakukan perusahaan. Adanya tekanan finansial karena hutang dan potensi kebangkrutan menjadikan perusahaan akan mengurangi biaya hedgingnya. Total liability atau hutang merupakan variabel indikator yang paling merefleksikan financial distress perusahaan diikuti oleh ROA dan DER. Dari hipotesis ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan hedging perusahaan akan berkurang jika perusahaan mengalami financial distress. Untuk hipotesis keempat (H4), penelitian ini membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara underinvestment cost dengan kebijakan hedging yang ditunjukkan oleh nilai t dan koefisien konstruk UC yaitu sebesar 0,012 dan 0,043. Market value memainkan peranan penting dalam merefleksikan underinvestment cost, diikuti Price Earning ratio. Dari
persamaan
struktural
terlihat
bahwa
faktor
yang
paling
mempengaruhi kebijakan hedging perusahaan adalah underinvestment cost, yaitu
85
kondisi dimana pemegang saham menolak melakukan investasi pada proyek yang menguntungkan tetapi berisiko rendah, sehingga tidak terjadi perpindahan nilai dari pemegang saham kepada kreditor. Dengan hutang berisiko, pemegang saham akan kehilangan nilai jika melakukan investasi berisiko rendah, walaupun investasi itu memiliki NPV positif. Hasil pembuktian Hipotesis 4 sejalan dengan hasil yang diperoleh Tufano (1996), Haushalter (2000) dan Nguyen dan Faff (2003)
dimana
underinvestment
cost
mempengaruhi
kebijakan
hedging
perusahaan. Untuk Hipotesis kelima (H5), penelitian ini membuktikan adanya pengaruh kebijakan hedging dengan menggunakan isntrumen derivatif valuta asing terhadap nilai perusahaan yang ditunjukkan oleh nilai t yang tinggi sebesar 5,85 dan koefisien konstruk sebesar 0,94. Financial Distress (FD) merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya dalam HEDG diikuti oleh Economic Exposure (EXP) dan Underinvestment Cost (UC). Nilai Perusahaan direfleksikan oleh Market to Book Equity Ratio (MBR) yang mengindikasikan pendapat investor tentang prestasi perusahaan di masa lalu dan prospek untuk masa yang akan datang yang digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan perusahaan. Dari hipotesis ini dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan semakin meningkat jika perusahaan melakukan hedging dengan instrumen derivatif untuk melindungi risiko nilai tukarnya. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Tufano (1996), Graham dan Rogers (2002), Nguyen dan Faff (2003), Dionne dan Triki (2004) serta Bartram et al (2004) yang menyatakan bahwa penggunaan instrumen derivatif dalam rangka hedging akan meningkatkan nilai perusahaan. 4.6.Implikasi Manajerial Dari hasil penelitian ini, dapat direkomendasikan beberapa implikasi kebijakan sesuai dengan prioritas yang dapat diberikan sebagai masukan bagi pihak manajemen sebagai solusi untuk masalah penelitian sebagai berikut : 1. Economic Exposure berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan hedging perusahaan. Dalam hal ini economic exposure dibentuk oleh dua variabel yakni dummy economic exposure ,export ratio dan current ratio. Dari kedua variabel indikator ini yang bernilai signifikan adalah
86
variabel Export Ratio. Indikator inilah yang secara signifikan sangat mempengaruhi tingkat risiko dan eksposur perusahaan. Export ratio menggambarkan tingkat penjualan luar negeri yang berarti semakin besar export ratio semakin besar pula risiko yang dihadapi perusahaan. Sehingga direkomendasikan bagi perusahaan untuk
melakukan
hedging agar bisa
menekan tingkat eksposur yang dihadapi. 2. Economic exposure berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, yang berarti semakin tinggi tingkat eksposur ekonominya maka nilai perusahaan juga akan menurun. Hal ini menunjukkan risiko yang dihadapi perusahaan sangat menentukan nilai dan kinerja perusahaan. Ekspor yang membentuk tingkat eksposur ekonomi memperlihatkan bahwa perusahaan yang memiliki ekspor tinggi memiliki kinerja yang lebih baik daripada perusahaan yang tidak melakukan ekspor. Namun sejalan dengan economic exposure yang juga meningkat, diharapkan perusahaan mampu melakukan kebijakan hedging secara cermat agar bisa juga menekan tingkat eksposur yang dihadapi sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. 3. Kebijakan hedging perusahaan secara langsung berpengaruh terhadap nilai dan kinerja perusahaan secara positif dan signifikan. Dapat diartikan bahwa bentuk dan besarnya biaya hedging yang dilakukan perusahaan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan dan direspon oleh pasar. Sehingga perusahaan diharapkan mampu mengendalikan secara teliti biaya hedgingnya, karena pasar memberikan nilai lebih bagi perusahaan yang melakukan hedging. 4. Meskipun hedging dilakukan untuk meminimalisir risiko, hedging dengan menggunakan instrumen derivatif juga memiliki risiko kerugian. Misalnya kontrak forward biasanya tidak terstandarisasi sehingga cenderung kurang likuid dan memiliki biaya yang tinggi. Dan juga risiko default (partner tidak memenuhi kewajiban) cenderung tinggi pada saat kurs Rupiah melemah. Tingginya risiko default tersebut disebabkan oleh risiko dalam kontrak forward diakumulasi sampai jatuh tempo. Sehingga pemilihan instrumen yang dipergunakan untuk hedging harus diimbangi dengan pengetahuan hedging yang baik sehingga bisa disesuaikan dengan kondisi perusahaan.