4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Iluminasi cahaya Cahaya pada pengoperasian bagan berfungsi sebagai pengumpul ikan. Cahaya yang diperlukan memiliki beberapa karakteristik, yaitu iluminasi yang tinggi, arah pancaran yang menyebar ke samping dan sebagian besar cahaya merambat di dalam air. Hasil pengukuran iluminasi cahaya terhadap lampu tabung dan lampu dalam air pada medium udara dan air memberikan hasil yang cukup berbeda. Penyebabnya yaitu kerapatan medium udara lebih rendah dibandingkan dengan medium air.
4.1.1 Lampu tabung (1) Medium udara Hasil pengukuran iluminasi cahaya lampu tabung pada medium udara disajikan pada Tabel 1. Adapun grafiknya dijelaskan pada Gambar 7. Cahaya lampu tabung pada medium udara memancar ke segala arah dengan iluminasi cahaya yang berbeda pada setiap sudut pengukuran. Perbedaan nilai iluminasi cahaya yang kecil terdapat pada bagian bawah lampu. Pada Tabel 1 di bawah ini terlihat bahwa pada sudut 90 o-150o dan 210o270o memberikan iluminasi cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan sudut yang lain. Hal ini terjadi karena cahaya yang dipancarkan berasal dari permukaan sisi lampu yang paling luas. Sementara itu, nilai iluminasi lampu tabung tertinggi diperoleh pada sudut 120o dan 240o, yaitu sebesar 184 lux. Pada sudut tersebut terjadi akumulasi cahaya yang berasal dari permukaan sisi luar lampu dan sisi dalam lampu yang melewati celah antar tabung.
Tabel 1 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung pada medium udara. Sudut (o) 0 / 360
Iluminasi (lux) 32
15 / 345
55
30 / 330
81
45 / 315
132
60 / 300
144
75 / 285
151
90 / 270
167
105 / 255
171
120 / 240
184
135 / 225
179
150 / 210
173
165 / 195
155
180
153
Nilai iluminasi cahaya lampu tabung pada medium udara memperoleh nilai terendah pada sudut 0 o atau 360o, yaitu sebesar 32 lux. Pada bagian tersebut cahaya terhalang oleh kepala lampu. Cahaya yang mampu melewati sudut itu hanya sedikit, sehingga nilai iluminasi cahaya yang diperoleh sangat rendah. 0° 200 315°
150
45°
100 50 270°
90°
0
Series1 Nilai iluminasi
(lux)
225°
135° 180°
Gambar 7 Iluminasi dan arah pancaran cahaya lampu tabung.
Lampu tabung memancarkan cahaya dengan arah yang menyebar. Pada Gambar 7 terlihat bahwa cahaya lampu tabung pada bagian bawah memiliki nilai iluminasi yang tidak terlalu berbeda. Penyebabnya adalah luasan permukaan lampu tabung pada bagian tersebut relatif sama, sehingga cahaya yang dipancarkan memiliki nilai iluminasi yang tidak terlalu berbeda. Pada Gambar 7 ditunjukkan dengan bentuknya yang hampir mendatar. (2) Medium air Lampu tabung pada medium air memiliki nilai iluminasi cahaya, seperti tersaji pada Tabel 2. Pada Tabel 2 terlihat bahwa nilai iluminasi cahaya tertinggi diperoleh pada jarak 1,3 m (a) dari pusat pengukuran. Pada titik pusat pengukuran diperoleh niai iluminasi cahaya sebesar 51,7 lux. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai iluminasi cahaya pada jarak 1,3 m (a) yang bernilai 54,5 lux. Hal ini dimungkinkan karena luasan permukaan lampu tabung pada bagian bawah lebih kecil dibandingkan dengan luasan bagian samping tabung. Pada bagian bawah lampu tabung -- yang menjadi titik pusat pengukuran -dihasilkan nilai iluminasi cahaya yang lebih kecil. Tabel 2 Nilai iluminasi cahaya lampu tabung pada medium air
Kedalaman (m)
Iluminasi cahaya pada posisi pengukuran (lux) a b c d
-1
51,7
54,5
33,3
7,8
-2
27,7
33,7
23,7
9,2
-3
12
17,8
12,3
6,4
-4
5,9
6,8
9,9
3,3
-5
2
3,3
6,6
1,1
-6
1,3
1,8
2
0,1
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai iluminasi cahaya lampu semakin menurun seiring dengan meningkatknya jarak dari pusat lampu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cayless dan Marsden (1983) yang menyebutkan bahwa nilai
iluminasi adalah rasio dari intensitas cahaya dengan kuadrat jarak dari sumber cahaya (E=I /r2). Berdasarkan hasil pengukuran nilai iluminasi cahaya lampu tabung pada medium air juga diketahui bahwa seiring dengan semakin bertambahnya kedalamanan titik pengukuran, nilai iluminasi cahaya semakin menurun. Berikut tampilan penyebaran iluminasi cahaya lampu tabung pada medium air tersaji dalam Gambar 8.
-1
-2
-3
-4
-5
-6 -3
-2
-1
0
1
2
3
Gambar 8 Penyebaran nilai iluminasi cahaya lampu tabung pada medium air.
Penyebaran cahaya lampu tabung pada medium air diperlihatkan pada Gambar 8. Penyebaran cahaya terlihat menurun seiring meningkatnya jarak dengan sumber cahaya. Cahaya lampu tabung pada medium air hanya mencapai kedalaman 6 m. Cahaya yang melewati medium air memiliki jangkauan yang kurang luas. Nilai iluminasi yang cukup tinggi hanya terdapat di sekitar sumber lampu tabung. Penyebabnya yaitu indeks bias air lebih tinggi dibandingkan dengan udara. Selain itu, jumlah partikel yang melayang dalam air akan menghambat penetrasi cahaya dalam air. Partikel yang melayang tersebut, menurut Hutabarat (2006) akan mempengaruhi nilai kekeruhan suatu perairan.
4.1.2
Lampu dalam air
(1) Medium udara Iluminasi cahaya lampu dalam air berbeda dengan iluminasi cahaya lampu tabung biasa. Cahaya pada lampu dalam air telah mengalami pembiasan. Pembiasan adalah perubahan lintasan cahaya akibat dua medium yang berbeda. Perbedaan arah pancaran lampu tabung dan lampu dalam air disebabkan oleh stoples yang terdapat pada lampu dalam air. Besarnya pembiasan yang terjadi tergantung dari ketebalan medium yang dilaluinya. Pembiasan yang terjadi kali ini disebabkan oleh ketebalan dari stoples kaca yang menjadi wadah lampu dalam air. Pada pengoperasian lampu dalam air, cahaya yang berasal dari lampu melewati medium udara di dalam stoples, medium kaca stoples dan medium udara. Pada medium kaca stoples terjadi pembiasan cahaya. Besarnya pembiasan sangat dipengaruhi oleh kejernihan dan ketebalan kaca stoples. Ketebalan kaca stoples yang tidak sama pada setiap sisinya mengakibatkan nilai iluminasi cahaya lampu menjadi berbeda. Pada Tabel 3 ditunjukkan nilai iluminasi cahaya lampu dalam air pada medium udara. Nilai iluminasi yang diperoleh pada sudut 45o-315o berada pada kisaran 46-137 lux. Pada sudut 0 o-30 o dan 330o-360o tidak terdeteksi adanya cahaya atau nilai iluminasinya nol. Hal ini terjadi karena cahaya dari lampu terhalang oleh kepala lampu dan tutup stoples. Nilai iluminasi cahaya pada lampu dalam air terfokus pada sudut 75o-150o sebesar 104-137 lux. Nilai iluminasi terbesar diperoleh pada sudut 90o. Cahaya yang terfokus ini disebabkan oleh akumulasi cahaya dari permukaan lampu yang sejajar pada sisi samping. Penyebab lainnya adalah pembiasan yang disebabkan oleh stoples. Pembiasan pada kaca stoples membuat arah pancaran cahaya menjadi lebih terfokus di bagian samping lampu.
Tabel 3 Nilai iluminasi cahaya lampu dalam air pada medium udara Sudut (o) 0 / 360
Iluminasi (lux) 0
15 / 345
0
30 / 330
0
45 / 315
46
60 / 300
83
75 / 285
104
90 / 270
137
105 / 255
134
120 / 240
132
135 / 225
127
150 / 210
119
165 / 195
97
180
93
Arah penyebaran cahaya lampu dalam air pada pengukuran di medium udara dapat dilihat pada Gambar 9. Pada gambar tersebut terlihat pola penyebaran lampu dalam air terfokus pada sisi lampu.
315°
270°
200 150 100 50 0
0° 45°
90°
Series1
Nilai Iluminasi (lux) 225°
135° 180°
Gambar 9 Penyebaran cahaya lampu dalam air. Lampu dalam air menggunakan stoples berbentuk tabung sebagai wadah utama. Ketebalan kaca stoples akan mempengaruhi nilai iluminasi lampu dalam
air. Pada lampu dalam air yang di operasikan pada medium udara, terjadi perambatan cahaya yang melewati medium udara – kaca – udara. Hal ini menyebabkan cahaya mengalami pembelokan, sehingga arah pancaran cahaya lebih terfokus. Cahaya pada sudut 90 o dan 270 o merupakan cahaya dengan intensitas paling tinggi. Pada sudut tersebut terjadi akumulasi cahaya dari ulir yang sejajar dan akumulasi pembiasan cahayanya. (2) Medium air Lampu dalam air memiliki iluminasi cahaya yang menyebar ke samping. Hal ini dinilai baik sebagai pengumpul ikan pada pengoperasian bagan. Cahaya yang menyebar ke arah samping lebih dapat memikat ikan, karena ikan lebih tersebar di sekeliling bagan. Nilai rataan iluminasi cahaya lampu dalam air pada medium air tersaji pada Tabel 4. Nilai iluminasi terbesar diperoleh pada titik pengukuran a pada titik 0 yang berada di antara lampu pada kedalaman 1 m, yaitu sebesar 263 lux. Seperti halnya pada lampu tabung, nilai illuminasi cahaya lampu dalam air mengalami penurunan seiring jarak yang meningkat dari sumber cahaya. Iluminasi cahaya lampu dalam air masih dapat dideteksi hingga kedalaman 10 meter dari lampu. Tabel 4 Nilai rataan iluminasi cahaya lampu dalam air pada medium air Kedalaman (m)
Iluminasi cahaya pada posisi pengukuran (lux) a b c d
-1
263
95,2
3,9
1,6
-2
209,6
48,2
16,8
2,2
-3
91,6
30,8
22,4
3,4
-4
42,1
29
17
3,7
-5
25,8
19,6
11,2
4,5
-6
14,6
12,1
7,9
3,5
-7
8,5
7,6
5,0
3,2
-8
5,1
4,3
3,2
1,6
-9
2,7
3,5
1,7
0,8
-10
0,9
1,1
1
0
Nilai rataan iluminasi lampu dalam air dapat dilihat pada Tabel 4 diatas. Nilai iluminasi semakin menurun seiring dengan meningkatnya jarak dari lampu dalam air. Dilihat dari penurunannya dapat diketahui bahwa penyebaran cahaya lampu dalam air pada medium air terlihat menyebar ke segala arah. Iluminasi cahaya yang terdeteksi masih lebih besar jika dibandingkan dengan iluminasi lampu tabung pada kedalaman yang sama. Cahaya lampu dalam air masih dapat menembus kedalaman 10 m meskipun dengan intensitas yang sangat rendah. Intensitas cahaya lampu tabung pada kedalaman 10 m diperoleh sebesar 0,9 lux. Cahaya pada lampu tabung hanya mampu menembus kedalaman 6 m. Pada kedalaman 7 m sudah tidak dapat terdeteksi adanya cahaya lampu. Penurunan iluminasi secara signifikan terjadi pada kedalaman 3 m. Nilai iluminasi cahaya pada kedalaman 2 m diperoleh 209,6 lux, sedangkan pada kedalaman 3 m diperoleh hanya 91,6 lux. Hal ini sesuai dengan hasil perhitungan iluminasi lampu dalam air pada medium udara. Pada medium udara terlihat penurunan iluminasi pada sudut 180 o. Penyebab penurunan iluminasi ini diduga terjadi karena ketebalan kaca stoples yang tidak merata pada setiap sisinya. Penyebab selanjutnya adalah kondisi perairan dan cuaca di lokasi perhitungan.
-1
-2
-3
-4
-5
-6
-7
-8
-9
-10 -3
-2
-1
0
1
2
3
Gambar 10 Penyebaran nilai iluminasi cahaya lampu tabung dalam air pada medium air. Penyebaran iluminasi cahaya lampu tabung dalam air pada medium air terlihat pada Gambar 10. Melalui gambar terlihat bahwa penyebaran cahaya lampu dalam air pada medium air menyebar pada kolom perairan. Penurunan nilai iluminasi pada kedalaman 6 hingga 10 m terjadi secara perlahan. Cahaya yang terdeteksi pada kedalaman 10 m sangat kecil, yaitu kurang dari 1 lux.
4.2 Komposisi hasil tangkapan 4.2.1 Hasil tangkapan bagan apung (1) Komposisi hasil tangkapan total berdasarkan jenis Hasil tangkapan total bagan yang diperoleh seberat 216,75 kg yang terdiri atas beragam jenis ikan. Masing-masing adalah teri (Stolephorus commersonii), layur (Trichiurus sp), kembung (Rastrelliger spp.), tembang (Sardinella
fimbriata), tongkol (Auxis thazard), rebon (Mysis sp.), dan cumi-cumi (Loligo sp.). Gambar organisme hasil tangkapan dirujuk pada Lampiran 3. Persentase berat hasil tangkapan bagan per jenis organisme dapat dilihat Gambar 11. 60
Berat (kg)
50
51 44.4
43.35
40 34.5 29.5
30 20 10
8.5
5.5
0 Teri
Layur
Kembung Tembang Tongkol Jenis ikan
Rebon
cumi
Gambar 11 Persentase berat hasil tangkapan bagan. Hasil tangkapan didominasi oleh tembang seberat 51 kg atau 23,53% dari berat total hasil tangkapan. Berikutnya teri seberat 44,44 kg (20,48 %), kembung 43,35 kg (20,00%), rebon 34,5 kg (15,92 %), layur 29,5 kg (13,61 %) dan cumicumi 8,5 kg (3,92 %). Tongkol menempati urutan terakhir seberat 5,5 kg (2,54%). Tembang menjadi jenis ikan yang mendominasi hasil tangkapan bagan apung.
Nybakken (1988) mengatakan bahwa ikan tembang merupakan ikan
pelagis permukaan yang menyukai perairan terbuka dengan kedalaman hingga 150 m sebagai habitatnya. Kedalaman ini merupakan zona yang masih dapat ditembus oleh cahaya. Penggunaan alat bantu menyebabkan
jenis
ikan
tembang
banyak
cahaya pada bagan akan tertangkap.
Apalagi
musim
penangkapan tembang berlangsung sepanjang tahun. Ini didukung oleh data Statistik PPN Palabuhanratu 2010 yang menyebutkan bahwa tembang didaratkan sepanjang tahun di Palabuhanratu. Jenis ikan berikutnya yang tertangkap adalah teri seberat 44,4 kg atau sekitar 20,48% dari total tangkapan 151,7 kg. Teri merupakan ikan pelagis kecil pemakan plankton. Menurut Hutomo (1987), ada dua jenis plankton yang menjadi makanan teri, yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton biasanya menjadi
makanan bagi teri yang memiliki ukuran panjang p < 40 mm. Adapun zooplankton umumnya menjadi makanan bagi teri yang berukuran panjang p ≥ 40 mm. Fitoplankton harus selalu berada pada zona fotik atau perairan yang terdapat cahaya agar dapat tetap hidup (Basmi 1995). Plankton yang berada di sekitar bagan akan hidup, berkumpul dan berkembang biak dengan baik dikarenakan adanya cahaya dari lampu. Kembung tertangkap seberat 43,35 kg (20% ). Menurut Bal & Rao (1984) diacu dalam Parerung (1996), kembung merupakan ikan pelagis yang memanfaatkan plankton sebagai makanannya. Kembung tersebar pada perairan pantai dengan kedalaman 20 - 90 m yang menjadi habitat plankton dan ikan-ikan kecil (Collete & Nauen 1983). Selain itu, kembung merupakan organisme diurnal yang banyak aktif di siang hari. Pada malam hari keberadaannya menyebar di seluruh lapisan kedalaman. Penangkapannya hanya dapat dilakukan dengan bantuan cahaya, seperti bagan (Laevastu dan Hayes 1981). Hasil tangkapan rebon seberat 34,5 kg (15,92%). Rebon merupakan organisme yang bersifat fototaksis positif atau tertarik terhadap cahaya. Migrasi hariannya berlangsung seiring dengan perubahan intensitas cahaya matahari. Pergerakannya lebih disebabkan oleh aktivitas mencari makan dan menghindari dari serangan predator yang akan memangsanya. Penggunaan cahaya pada bagan menyebabkan plankton berkumpul dan berkembang biak dengan baik di sekitar bagan. Hal ini yang mengundang rebon untuk datang dan tertangkap pada bagan apung. Jenis ikan hasil tangkapan selanjutnya adalah layur yang tertangkap seberat 29,5 kg (13,61%). Layur sebenarnya bukan target utama penangkapan dengan bagan. Layur merupakan jenis ikan demersal yang hanya sesekali saja muncul ke permukaan atau kolom perairan untuk mendapatkan mangsa. Keberadaannya di sekitar bagan lebih dikarenakan ativitasnya dalam mencari makanan berupa ikan, udang dan berbagai jenis cumi-cumi yang banyak berkumpul di sekitar bagan. Wewengkang (2002) menyebutkan layur termasuk ikan buas yang memangsa ikan-ikan kecil, udang-udangan dan berbagai jenis cumi. Menurutnya, layur tertangkap bukan karena bersifat fototaksis positif melainkan karena tertarik oleh organisme yang menjadi sasaran makanannya.
Jenis cumi-cumi hanya tertangkap seberat 8,5 kg. Cumi-cumi merupakan organisme demersal yang digolongkan sebagai karnivor. Organisme ini umumnya memakan zooplankton, udang dan ikan-ikan kecil. Migrasi cumi-cumi dipengaruhi oleh keberadaan predator dan penyebaran makanannya. Menurut Tasywiruddin (1999), umumnya cumi-cumi tersebar di perairan pantai hingga kedalaman 400 m. Pada lokasi ini terdapat banyak makanan cumi-cumi, sehingga cumi-cumi banyak tersebar dan kemudian tertangkap pada bagan. (2) Komposisi berat hasil tangkapan total berdasarkan waktu penangkapan Jenis dan berat ikan yang didapat pada tiga waktu penangkapan cukup berbeda. Gambar 12 menjelaskan berat hasil tangkapan berdasarkan jenis per waktu penangkapan. 35 30 25
Berat (kg)
Teri 20
Layur Kembung
15
Tembang Tongkol
10
Rebon cumi
5 0 19.00 - 22.00
22.00 - 01.00 Waktu penangkapan
01.00 - 04.00
Gambar 12 Berat hasil tangkapan total berdasarkan jenis per waktu penangkapan. Berdasarkan Gambar 12, hasil tangkapan terbanyak diperoleh pada pukul 01.00-04.00 WIB seberat 97,6 kg atau 45,03% dari berat total tangkapan. Pada pukul 19.00-22.00 WIB diperoleh hasil tangkapan seberat 77,85 kg (35,92%).
Adapun pada waktu penangkapan pukul 22.00-01.00 WIB diperoleh hasil tangkapan paling sedikit, yaitu 41,3 kg atau (19,05%). Jenis tangkapan terberat antara pukul 19.00-22.00 WIB adalah tembang seberat 28,5 kg. Selanjutnya kembung seberat 12,6 kg antara pukul 22.00-01.00 WIB. Adapun teri dan rebon -dalam jumlah yang tidak terlalu berbeda yaitu 31,4 kg dan 30,5 kg- menjadi 2 jenis ikan tangkapan terberat antara waktu penangkapan 01.00–04.00 WIB. Tembang menjadi hasil tangkapan terbanyak karena tembang termasuk kelompok hewan fototaksis positif (Gunarso 1988). Makanan utama organisme fototaksis positif umumnya adalah plankton dan ikan-ikan kecil (Laevastu dan Hayes 1981). Keberadaan plankton yang berlimpah diakibatkan adanya cahaya dari lampu dan sinar matahari sore yang masih dapat terdeteksi. Keberadaan plankton ini membuat tembang berkumpul dan tertangkap pada bagan apung. Pada waktu penangkapan antara pukul 22.00-01.00 WIB, kembung menjadi tangkapan terbanyak meskipun jumlahnya menurun dari waktu penangkapan sebelumnya. Keberadaan kembung yang lebih sedikit ini disebabkan oleh jumlah plankton yang tidak terlalu banyak. Menurut Bal & Rao (1984) diacu dalam Parerung (1996), kembung merupakan ikan pelagis yang memanfaatkan plankton sebagai makanannya. Sedikitnya keberadaan plankton terlihat dari ikanikan kecil pemakan plankton seperti teri dan rebon sangat sedikit. Selain itu, ikan layur sebagai predator kembung cukup melimpah. Ikan jenis teri, layur, kembung dan tembang tertangkap pada ketiga waktu penangkapan. Tongkol, rebon dan cumi-cumi tidak tertangkap pada sebagian waktu penangkapan. Hasil tangkapan tongkol terbanyak pada waktu penangkapan pukul 19.00-22.00 WIB seberat 5 kg. Rebon dan cumi tertangkap paling banyak antara pukul 01.00-04.00 WIB seberat 30,5 kg dan cumi-cumi seberat 8,5 kg. Teri paling banyak tertangkap antara pukul 01.00-04.00 WIB. Pada waktu tersebut teri yang tertangkap 31,4 kg. Menurut Hutomo (1987), teri merupakan organisme yang memanfaatkan plankton sebagai makanan utamanya. Basmi (1995) menambahkan bahwa keberadaan plankton akan melimpah saat ada cahaya yang cukup. Keberadaaan pemangsa teri juga mempengaruhi jumlah hasil
tangkapan. Predator yang memangsa teri pada waktu tersebut jumlahnya tidak terlalu banyak. Hal ini menyebabkan teri yang tertangkap semakin banyak. Layur merupakan ikan predator yang memanfaatkan ikan kecil, udang, dan cumi-cumi sebagai makanannya. Berat hasil tangkapan layur berbanding terbalik dengan ikan-ikan kecil. Pada saat waktu penangkapan antara pukul 19.00-22.00 WIB, layur yang tertangkap mencapai jumlah terbanyak yaitu 12 kg. Teri tertangkap dalam jumlah sedikit. Rebon dan cumi-cumi tidak ada yang tertangkap. Pada pengoperasian bagan apung pada penelitian kali ini tongkol tidak banyak tertangkap. Tongkol tidak berada pada musim puncak penangkapan. Musim terbaik untuk penangkapan tongkol berada pada bulan Maret hingga Mei. Tongkol terbanyak tertangkap pada waktu penangkapan antara pukul 19.00-22.00 WIB yaitu seberat 5 kg. Hal ini disebabkan karena layur sebagai predator lain lebih banyak. Terjadi persaingan antar predator dalam mencari makanan. 4.2.2 Hasil tangkapan bagan apung dengan lampu tabung (1) Komposisi berat tangkapan bagan berdasarkan jenis organisme Hasil tangkapan bagan dengan menggunakan lampu tabung dilihat dari jenis ikannya tidak berbeda dengan hasil tangkapan bagan pada umumnya. Ikan yang tertangkap adalah teri (Stolephorus commersonii), layur (Trichiurus sp), kembung (Restrelliger sp.), tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Auxis sp), rebon (Mysis sp) dan cumi (Loligo sp). Komposisi berat hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 12 berikut: 25
21.8
Berat(kg)
20 13.8
15
8.5
8
10 5
5 3
5 0 Teri
Layur
Kembung Tembang Tongkol Jenis ikan
Rebon
Cumi
Gambar 13 Berat hasil tangkapan bagan dengan lampu tabung
Total berat hasil tangkapan lampu tabung adalah 65,1 kg. Jenis hasil tangkapannya didominasi oleh tembang dan kembung, yakni seberat 21,8 kg (33%) dan 13,8 kg (21%). Jenis ikan yang paling sedikit tertangkap adalah rebon hanya 3 kg (5%). Ikan lain yang juga tertangkap ialah teri seberat 5 kg (8%), layur 8 kg (12%), tongkol 5 kg (8%) dan cumi-cumi 8,5 kg (13%). Tembang dan kembung merupakan ikan pelagis yang melakukan pergerakan diurnal dan menyebar pada malam hari (Laevastu dan Hayes 1981). Penggunaan lampu tabung akan memancarkan cahaya dengan arah yang menyebar. Penyebaran cahaya ini menyebabkan keberadaan tembang dan kembung yang juga menyebar. Hal ini menyebabkan ikan yang berkumpul di bawah bagan tidak terlalu banyak, sehingga berat hasil tangkapan dengan lampu tabung sedikit. Pada penggunaan lampu tabung tertangkap juga cumi-cumi. Cumi-cumi mendekat ke bagan dan berhasil tertangkap karena menyukai ikan dan udang kecil sebagai makanannya. Rebon yang termasuk fototaksis positif menjadi makanan utama cumi-cumi (Prawiradiharjo 1967 diacu dalam Hartati 1998). Keberadaan cumi-cumi pada perairan menyebabkan rebon yang tertangkap menjadi sedikit, yaitu seberat 3 kg. Ini berbeda dengan cumi-cumi yang mencapai jumlah terbanyak saat penggunaan lampu tabung yaitu 8,5 kg. Layur yang tertangkap pada pengoperasian bagan apung dengan lampu tabung cukup banyak, yaitu seberat 8 kg. Layur tertangkap karena memakan ikanikan kecil yang berkumpul di sekitar cahaya. Pada saat proses mencari makanan, layur mendekat dan menyambar mangsanya yang berada di sekitar cahaya. Tobing (2009) mengatakan bahwa layur menyukai iluminasi cahaya yang rendah untuk mencari makanan. Pada iluminasi rendah inilah makanan layur seperti rebon dan teri banyak berkumpul. Teri tertangkap oleh bagan apung dengan lampu tabung seberat 5 kg. Adapun rebon hanya tertangkap seberat 3 kg. Teri dan rebon merupakan organisme fototaksis positif . Organisme fototaksis positif akan bergerombol pada siang hari dan menyebar ketika cahaya berkurang. Pada malam hari, teri dan rebon akan berkumpul dan bergerak mendekati cahaya lampu. Teri dan rebon mendekati sumber cahaya untuk memakan plankton yang banyak berkumpul di
bawah cahaya.
Hasil tangkapan ikan-ikan kecil yang sedikit dikarenakan
banyaknya predator yang berkeliaran di sekeliling bagan. Terbukti
dari
banyaknya layur dan tongkol yang tertangkap, masing-masing seberat 8 kg dan 5 kg. Pada penggunan lampu tabung, jumlah tongkol yang tertangkap dengan berat lebih banyak dibandingkan dengan lampu dalam air. Tongkol merupakan ikan pelagis perenang cepat. Kecepatan renang yang dimiliki tongkol membuat ikan ini mampu menghindar ketika proses pengangkatan jaring dilakukan. Hal ini yang menyebabkan tongkol tidak banyak yang tertangkap oleh jaring bagan, yaitu hanya seberat 5 kg. (2) Komposisi berat tangkapan berdasarkan waktu penangkapan Jenis ikan yang tertangkap pada setiap waktu penangkapan agak berbeda. Waktu penangkapan pertama antara 19.00-22.00 WIB diperoleh 24,2 kg atau sebesar 37,17% dari seluruh hasil tangkapan, waktu penangkapan kedua (22.0001.00 WIB) seberat 12,9 kg. Adapun waktu penangkapan ketiga antara 01.0004.00 WIB diperoleh berat tangkapan tertinggi seberat 28 kg atau sekitar 43,81% dari total 65,1 kg. Gambar 14 menunjukkan komposisi berat organime hasil tangkapan berdasarkan waktu penangkapan. 9 8 7 Teri
Berat (kg)
6
Layur 5
Kembung
4
Tembang Tongkol
3
Rebon 2
Cumi
1 0 19.00 - 22.00
22.00 - 01.00 Waktu penangkapan
01.00 - 04.00
Gambar 14 Berat hasil tangkapan dengan lampu tabung berdasarkan jenis per waktu penangkapan.
Pada waktu penangkapan pertama antara pukul 19.00-22.00 WIB diperoleh 5 jenis tangkapan, yaitu teri seberat 2 kg, layur (5 kg), kembung (6,1 kg), tembang (6,1 kg) dan tongkol (5 kg). Rebon dan cumi-cumi tidak didapatkan pada waktu penangkapan ini. Hal ini diduga karena banyaknya predator rebon dan cumi pada periode tersebut. Ini terlihat dari jumlah tongkol dan layur yang cukup banyak tertangkap. Keberadaan kedua ikan ini menyebabkan rebon dan cumicumi melarikan diri. Jenis ikan yang ditemukan pada waktu penangkapan kedua antara 22.0001.00 WIB hanya dua jenis, yaitu kembung dan tembang. Kembung yang tertangkap seberat 4,5 kg dan tembang 6,1 kg. Organisme kecil lain yang juga pemakan plankton, seperti rebon dan teri, tidak mendekat karena menghindari predator. Pukul 01.00-04.00 WIB yang menjadi waktu penangkapan paling produktif dengan berat hasil tangkapan tertinggi yaitu 28 kg (43,81%). Ikan hasil tangkapannya terdiri atas teri (3 kg), layur (3 kg), kembung (3,2 kg), tembang (7,3 kg), rebon (3 kg), dan cumi (8,5 kg). Pada waktu penangkapan ini jumlah kembung dan tembang yang tertangkap mengalami penurunan. Hasil tangkapan didominasi oleh cumi-cumi seberat 8,5 kg. Tasywiruddin (1999) mengatakan bahwa cumi-cumi menyukai daerah dengan penerangan lemah. Oleh sebab itu, cumi-cumi banyak tertangkap pada bagan apung yang menggunakan lampu tabung. Hal ini disebabkan cahaya lampu yang masuk ke dalam perairan tidak telalu tinggi, yaitu kurang dari 50 lux. 4.2.3 Berat tangkapan bagan apung dengan lampu dalam air (1) Komposisi berat tangkapan berdasarkan jenis Penggunaaan lampu tabung dalam air pada bagan apung menghasilkan ikan dengan jenis dan berat yang berbeda. Total keseluruhan hasil tangkapan bagan apung dengan lampu dalam air adalah seberat 151,7 kg.
Jenis
tangkapannya berupa teri 39,4 kg (26%), layur 21,5 kg (14,2%), kembung 29,55 kg (19,5%), tembang 29,2 kg (19,3%), tongkol 0,5 kg (0,3%), dan rebon 31,5 kg (20,8%). Data hasil tangkapan bagan apung dengan lampu dalam air disajikan pada Gambar 15.
45 40
39.4
35
29.55
Berat (kg)
30 25
31.5
29.2
21.5
20 15 10 5
0.5
0 Teri
Layur
Kembung Tembang Jenis ikan
Tongkol
Rebon
Gambar 15 Berat hasil tangkapan bagan dengan lampu tabung dalam air Gambar 15 memperlihatkan bahwa hasil tangkapan yang paling mendominasi adalah teri dengan seberat 39,4 kg. Penyebaran cahaya lampu dalam air yang mempengaruhi penyebaran ikan predator di sekitar bagan terlihat pada perolehan tertangkapnya ikan predator. Tongkol yang merupakan ikan predator hanya tertangkap seberat 0,5 kg atau sekitar 0,3% dari total hasil tangkapan. Hasil tangkapan teri yang melimpah pada bagan apung disebabkan karena cahaya lampu yang menyebar di sekitar perairan. Penyebaran cahaya akan mengumpulkan plankton yang menjadi makanan utama teri. Selain itu, jarak jangkauan
penyebaran
cahaya
pada
lingkup
perendaman
jaring
juga
mempengaruhi jenis hasil tangkapan. Penyebaran cahaya seperti ini menyebabkan ikan-ikan predator tersebar di sekitar bagan. Organisme yang menjadi tangkapan terbanyak kedua adalah rebon. Rebon merupakan organisme kecil pemakan zooplankton. Penggunaan lampu dalam air menghasilkan rebon seberat 27,5 kg. Rebon hidup pada perairan demersal, sehingga pada bagan dengan lampu tabung hanya sedikit yang tertangkap. Rebon tidak tertangkap karena cahaya yang terpancar dari lampu tabung tidak mencapai dasar perairan, tempat rebon berada. Hal ini berbeda dengan penggunaan lampu dalam air, dimana cahaya masih dapat menembus kedalaman 10 m. Hasil tangkapan selanjutnya adalah ikan kembung dengan total tangkapan sebanyak 19,5% dari total tangkapan atau sekitar 29,55 kg. Jumlah ini tidak jauh berbeda dengan berat ikan tembang, yaitu 29,2 kg atau sekitar 19,3%. Kedua
organisme ini merupakan organism pemakan plankton. Kembung memanfaatkan zooplankton sebagai makanan utamanya (Laevastu and Hayes 1981). (2) Komposisi berat tangkapan berdasarkan waktu penangkapan Berat tangkapan yang diperoleh bagan apung dengan lampu dalam air berdasarkan waktu penangkapan antara pukul 19.00-22.00 WIB seberat 53,65 kg dan antara pukul 22.00-01.00 WIB seberat 28,4 kg. Tangkapan paling berat diperoleh antara pukul 01.00-04.00 WIB seberat 69,6 kg atau sekitar 45,9% dari total 151,7 kg. Komposisi berat dan jenis tangkapan berdasarkan waktu penangkapan dapat dilihat pada Gambar 16 sebagai berikut: 30
25
20
Berat (Kg)
Teri Layur 15
Kembung Tembang Tongkol
10
Rebon 5
0 19.00 - 22.00
22.00 - 01.00 Jenis ikan
01.00 - 04.00
Gambar 16. Berat hasil tangkapan bagan dengan lampu dalam air berdasarkan jenis per waktu penangkapan Waktu penangkapan antara pukul 19.00-22.00 WIB mendapatkan ikan sekitar 35,4% dari berat total tangkapan. Ikan yang mendominasi adalah tembang dengan berat 22,4 kg. Menurut Gunarso (1985) tembang merupakan ikan fototaksis positif pemakan plankton.
Jika
dibandingkan dengan waktu
penangkapan yang lain jumlah ini adalah terbanyak.
Waktu penangkapan antara pukul 22.00-01.00 WIB hanya menangkap 18,7% dari berat total tangkapan. Jenis ikan yang tertangkap didominasi oleh layur. Layur yang tertangkap seberat 9,5 kg. Ikan-ikan kecil seperti teri dan rebon masih dapat tertangkap walau dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Teri dan rebon pada waktu penangkapan ini tertangkap seberat 3,4 dan 4 kg. Sedikitnya tangkapan disebabkan ikan-ikan kecil bergerak menjauhi bagan untuk menghindari predator. Berbeda dengan waktu penangkapan sebelumnya yang didominasi oleh predator, waktu penangkapan antara pukul 01.00-04.00 WIB didominasi oleh ikan-ikan kecil. Hasil tangkapan teri dan rebon mencapai jumlah terbanyak. Teri tertangkap seberat 28,4 kg dan rebon 27,5 kg. Pada waktu penangkapan antara pukul 22.00-01.00 WIB rebon yang tertangkap hanya 4 kg, bahkan tidak ditemukan pada waktu penangkapan antara pukul 19.00-22.00 WIB. Hal ini terjadi karena pada waktu tersebut banyak terdapat ikan predator yang memangsa rebon.