19
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Tahap Pertama Tahap pertama penelitian ini dilakukan untuk mengetahui mutu kitosan komersil yang digunakan, antara lain meliputi kadar air, kadar abu, kadar nitrogen, kadar protein, derajat deasetilasi dan uji antibakteri.
4.1.1 Identifikasi mutu kitosan Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli (2-amino-2-dioksiß-D-Glukosa) yang dapat dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa kuat yang disebut deasetilasi (Balley et al. 1977). Kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah kitosan komersil yang berasal dari daerah Cirebon. Kitosan tersebut kemudian dilarutkan dalam asam organik yaitu asam asetat 1% (v/v). Pemilihan konsentrasi asam asetat 1% sebagai pelarut kitosan didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Tang et al. (2007) yang menyatakan bahwa kitosan lebih mudah larut dalam asam asetat 1-2% dan akan membentuk suatu garam ammonium asetat. Kitosan komersil yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Kitosan komersil.
Kitosan sebagian besar diperoleh dari bahan baku cangkang krustasea, kapang, cumi-cumi dan lain-lain, melalui proses demineralisasi menggunakan HCl 1:7 (v/v), dilanjutkan dengan proses deproteinasi menggunakan NaOH 1:10 (v/b), dan deasetilasi menggunakan NaOH 50%. Masing-masing proses memiliki tujuan berbeda. Proses demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan
20
mineral dalam cangkang, deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein yang terdapat pada cangkang, sedangkan proses deasetilasi bertujuan untuk menghilangkan gugus asetil. Proses ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas fungsi dari kitosan (Angka dan Suhartono 2000). Kitosan larut asam harus memiliki mutu yang baik, hal ini bertujuan agar kitosan dapat bekerja secara efektif dan hasil aplikasi yang digunakan seragam. Tabel 4 menyajikan hasil uji mutu kitosan larut asam dan standar mutu kitosan yang ada : Tabel 4 Hasil analisis proksimat kitosan komersil Spesifikasi Penampakan Kadar air (%berat kering) Kadar abu (%berat kering) Kadar N (%berat kering) Derajat deasetilasi
Hasil Uji Serpihan 9% 0,7% 1,9% 73,44%
Standar Kitosan* Serpihan/Bubuk Putih ≤ 10% ≤2% <5% >70%
*Sumber Suptijah et al. (1992)
Hasil analisis proksimat kitosan menunjukan bahwa nilai kadar air kitosan komersil yang digunakan dalam penelitian memiliki nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan standar, sedangkan menurut Multazam (2002) dalam Rochima (2004), kadar air kitosan dari cangkang udang yang baik adalah ≤10%. Nilai persentase kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu diantaranya disebabkan waktu penyimpanan dari bahan baku tersebut serta lingkungan yang lembab. Faktor lingkungan yang lembab merupakan faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap nilai kandungan air dalam kitosan. Selain itu kitosan juga memiliki sifat yang mudah menyerap air, sehingga apabila kitosan terlalu lama dalam penyimpanan dan berada pada kondisi lingkungan lembab maka jumlah kadar air kitosan semakin meningkat (Kumar 2000). Kadar mineral kitosan larut asam yang diperoleh adalah sebesar 0,8%. Nilai tersebut telah memenuhi syarat untuk persentase kadar mineral. Menurut Suptijah et al. (1992) standar mutu kadar mineral kitosan larut asam adalah kurang dari 2%. Faktor yang memiliki pengaruh terhadap kandungan kadar mineral kitosan adalah kualitas air yang digunakan ketika proses penetralan pH kitosan serta efektivitas proses demineralisasi yang dilakukan.
21
Proses demineralisasi yang diakukan akan mempengaruhi kandungan mineral dalam kitosan, semakin efektif proses demineralisasi maka semakin banyak menghilangkan mineral yang ada pada kitosan sehingga pengotor semakin banyak tereduksi dan pada akhirnya kinerja kitosan semakin optimal. Selain itu kualitas air yang digunakan untuk proses penetralan juga ikut mempengaruhi (Angka dan Suhartono 2000). Air yang digunakan dalam proses penetralan sebaiknya tidak mengandung mineral karena dapat meningkatkan kadar mineral dalam bahan, sehingga jumlah pengotor semakin meningkat dan disarankan untuk menggunakan akuades/air yang telah dilakukan proses penghilangan mineral melalui destilasi (Suptijah 2006). Kandungan nitrogen dari kitin bervariasi dari 5 sampai 8% tergantung pada kuatnya deasetilasi, sedangkan nitrogen dalam kitosan sebagian besar dalam bentuk kelompok amino alifatik primer, yang mengalami reaksi khas amina, dimana N-asilasi dan reaksi Schiff adalah yang paling penting. Kadar nitrogen kitosan larut asam adalah 2,3%. Kadar nitrogen ini telah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Kadar nitrogen ini menunjukkan tingkatan derajat deasetilasi dan nitrogen dalam kitosan sebagian besar terdapat dalam bentuk kelompok amino alifatik primer (Kumar 2000). Derajat deasetilisasi kitosan dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH dan suhu proses. Kitosan dengan derajat deasetilasi sebesar 84% dapat dihasilkan dengan melakukan pemanasan pada suhu 130 °C selama 4 jam atau suhu 120 °C selama 6–7 jam. Perendamanan dengan NaOH selain dapat meningkatkan derajat deasetilasi dapat juga mengakibatkan terjadinya depolimerisasi, oleh karena itu perendaman dilakukan pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan waktu yang singkat (Suptijah 2006) Derajat deasetilasi dari kitosan menentukan banyaknya gugus asetil yang telah hilang selama proses deasetilasi kitin menjadi kitosan. Semakin besar derajat deasetilasi, maka kitosan akan semakin aktif karena semakin banyak gugus amina menggantikan gugus asetil. Gugus amina lebih reaktif dibandingkan gugus asetil karena adanya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen dalam struktur kitosan (Kencana 2009). Derajat deasetilasi kitosan sangat penting untuk menentukan karakteristik kitosan dan akan mempengaruhi penggunaannya. Semakin tinggi
22
derajat deasetilasinya maka semakin tinggi tingkat kemurniannya yang berarti kitin dan kitosan sudah murni dari pengotornya yaitu protein, mineral dan pigmen serta gugus asetil untuk kitosan yang disertai kelarutannya yang sempurna dalam asam asetat 1% (Suptijah 2006). Hasil analisis FTIR diperoleh puncak-puncak spektrogram Gambar 4.
Gambar 4 Spektrum FTIR kitosan.
Gambar 4 menunjukkan spektrum FTIR kitosan teruji, dan berdasarkan perhitungan spektrum tersebut diperoleh derajat deasetilasi (DD) sebesar 73,44%. Perhitungan DD dicantumkan pada Lampiran 6. Hal ini menandakan bahwa kitosan yang digunakan sudah cukup optimal berdasarkan nilai derajat deasetilasi kitosan standar, yakni >70%, karena menurut Muzarelli (1997) kitin dengan nilai derajat deasetilasi lebih dari 70% dapat dikatakan sebagai kitosan. Selain itu terlihat juga hasil deteksi FTIR yang dibandingkan dengan standar menunjukkan hasil yang tidak berbeda secara signifikan terhadap gugus fungsinya. Hasil ini menunjukkan bahwa proses modifikasi sudah dapat menghasilkan kitosan dengan gugus fungsi yang cukup identik dengan standar walaupun terdapat sedikit pergeseran bilangan gelombangnya karena sedikit perbedaan kadar air.
23
4.1.2 Formulasi gel antiseptik pembersih tangan (hand sanitizer) Formulasi gel antiseptik pembersih tangan (hand sanitizer) dilakukan dengan mencoba beberapa macam formula untuk menghasilkan produk terbaik. Formulasi yang menghasilkan produk yang terbaik dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil formulasi gel antiseptik Nama bahan Kitosan
konsentrasi 0,75%
jumlah 0,75 gr
CMC Aquades
0,50% -
10 ml 60 ml
Esens apel Asam asetat
1%
1 ml 25 ml
Keterangan Bahan dasar antibakteri Bahan basis gel Ditambahkan hingga 100 ml Pemberi aroma gel Pelarut kitosan
Salah satu faktor terpenting dari keberhasilan pembuatan produk gel pembersih tangan dari kitosan adalah menghasilkan formulasi yang memiliki kemampuan
sebagai
antibakteri.
Selain
itu
penggabungan
bahan-bahan
pembentuk juga menjadi faktor penting sehingga akan menghasilkan gel yang cukup kental dan homogen, pH yang tidak terlalu basa (di bawah 10), tidak mengalami perubahan akibat penyimpanan, serta tidak menyebabkan terjadinya iritasi pada kulit (Retnosari dan Isadiartuti 2006). Pada penelitian ini, kitosan digunakan sebagai bahan antibakteri pada gel pembersih tangan. Formulasi untuk konsentrasi kitosan dibuat berdasarkan konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM) kitosan. Kitosan dengan konsentrasi 0,125% menunjukkan kemampuan sebagai antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Wulandari 2008). Pada formula gel pembersih tangan dicobakan beberapa konsentrasi larutan stok CMC. Penggunaan CMC pada pembuatan gel pembersih tangan adalah sebagai gelling agent. Penentuan tingkat konsentrasi larutan stok CMC yang akan digunakan didasarkan oleh tingkat kekentalannya. Jika larutan stok CMC yang digunakan kurang dari 0,5% maka produk gel pembersih tangan telalu cair. Sedangkan pada larutan stok CMC yang digunakan lebih dari 0,5% akan menghasilkan produk gel pembersih tangan yang teralalu kental. Menurut Gandasasmita (2009), jika konsentrasi CMC yang digunakan teralalu kecil, maka gel tidak akan terbentuk dan sebagai gantinya viskositas produk akan meningkat.
24
4.1.3 Pengujian Karakteristik Gel Pembersih Tangan Pengujian karakteristik adalah kelanjutan dari tahap penelitian formulasi. Karakteristik gel pembersih tangan yang diamati adalah kemampuan antibakteri, sifat fisik yang meliputi, stabilitas, viskositas, daya sebar, dan sifat kimia (pH). 4.1.3.1 Uji antibakteri Mengacu Wulandari (2008), konsentrasi hambat tumbuh minimum (KHTM)
kitosan
terhadap
pertumbuhan
bakteri
Escherichia
coli
dan
Staphylococcus aureus adalah sebesar 0,125%. Berdasarkan penelitian tersebut maka penentuan konsentrasi kitosan sebagai bahan antibakteri dalam gel pembersih tangan dibagi menjadi empat perlakuan, yaitu 0,25%, 0,50%, 0,75%, dan 1%. Hasil uji konsentrasi hambat tumbuh minimum kitosan terhadap pertumbuhan bakteri (mm) dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil uji konsentrasi hambat tumbuh minimum (mm) Konsentrasi (%) Kitosan 0,25% Kitosan 0,50% Kitosan 0,75% Kitosan 1% Kontrol
Escherichia coli 7 mm 11 mm 7 mm 7 mm 7 mm
Staphylococcus aureus 7 mm 7 mm 13 mm 10 mm 7 mm
Hasil uji konsentrasi hambat tumbuh minimum menunjukkan bahwa pada media yang berisi biakan Staphylococcus aureus dengan kitosan 0,75% memiliki zona bening yang paling luas, bahkan lebih luas dari zona bening yang dihasilkan oleh hand sanitizer komersil (kontrol). Hasil berbeda ditunjukkan pada kitosan 1% yang mengalami penurunan luas zona bening yakni dari 13 mm menjadi 10 mm. Kitosan 0,50% menunjukkan zona bening yang terluas pada biakan E.coli. Hasil pengujian antibakteri dari sampel kitosan terhadap biakan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan belum tentu menghasilkan zona bening yang semakin luas. Kondisi ini terjadi karena tingkat kekentalan larutan kitosan yang semakin tinggi seiring dengan meningkatnya konsentrasi kitosan. Hal ini berhubungan dengan kemampuan penyerapan larutan kitosan pada paper disk karena semakin banyak
25
kitosan yang diserap maka akan menghasilkan perubahan yang besar terhadap struktur dinding sel dan permeabilitas membran sel bakteri (Fajrina 2008). Aktivitas antibakteri pada kitosan berhubungan dengan kemampuan penyerapan dinding sel bakteri. Kitosan dapat menyerap lebih baik pada bakteri gram negatif dibandingkan dengan gram positif karena muatan negatif pada permukaan sel bakteri gram negatif lebih banyak dari gram postif. Muatan positif dari kitosan yang didistribusikan menuju permukaan dinding sel bakteri gram negatif yang selanjutnya akan menghambat aktivitas bakteri yang diujikan (Meidina et al. 2006). Larutan kitosan terbukti dapat menghambat aktivitas bakteri yang diujikan (bakteriostatik). Terbukti dari adanya zona bening yang terdapat dalam cawan petri yang dapat dilihat pada Lampiran 8. Zona bening menunjukkan sejauh mana kitosan mampu menghambat aktivitas bakteri yang diujikan. Semakin luas zona bening yang dihasilkan menunjukkan semakin kuat kemampuan kitosan dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Aktivitas antibakteri tersebut beragam tergantung jenis bakteri uji dan konsentrasi kitosan (Islam et al. 2011). Hong et al. (2002), mengemukakan bahwa ketentuan kekuatan antibakteri antara lain, hambatan 2 cm atau lebih berarti menunjukkan kemampuan antibakteri yang sangat kuat, daerah hambatan 1 - 2 cm berarti menunjukkan kemampuan antibakteri yang kuat, daerah hambatan 0,5 - 1 cm berarti menunjukkan kemampuan antibakteri yang sedang, dan daerah hambatan 0,5 atau kurang berarti menunjukkan kemampuan antibakteri yang lemah sehingga kurang optimum dalam menghambat jumlah pertumbuhan bakteri. 4.1.3.2 Uji fisik daya sebar Mengacu Dwiastuti (2010), untuk memenuhi syarat sediaan gel yang baik dan dapat diterima konsumen dapat dilihat dari sifat fisik dan stabilitas fisiknya. Sifat fisik yang diukur adalah daya sebar gel dan viskositas gel. Untuk stabilitas fisik bisa dilihat dari perubahan viskositas gel selama penyimpanan. Perubahan profil kekentalan setelah penyimpanan merupakan indikator ketidakstabilan sediaan selama penyimpanan. Daya sebar gel diukur dengan mengukur diameter paling panjang pada skala kaca bulat. Daya sebar yang baik menjamin pemerataan
26
gel saat diaplikasikan pada kulit. Pengukuran viskositas digunakan untuk melihat profil kekentalan gel. Hasil pengukuran sifat fisik gel sebagai berikut: Tabel 7 Hasil pengukuran sifat fisik sediaan kitosan Formula Kitosan 0,25% Kitosan 0,50% Kitosan 0,75% Kitosan 1%
Daya sebar (cm) 5,2 4,6 4,2 3,4
Viskositas (cP) minggu ke-1 & 2
9,5 15 29,5 32
9 14,5 27 29,5
Pergeseran viskositas (%) 5,26 6,67 6,78 7,81
Kualitas fisik sediaan gel dipengaruhi oleh komposisi bahan-bahan yang digunakan. Modifikasi kimia pada gel kitosan yang telah dilaporkan ialah penambahan hidrokoloid alami, diantaranya gom guar, alginat, dan karboksil metil selulosa (CMC). Modifikasi ini meningkatkan sifat reologi gel kitosan yang meliputi viskositas, daya sebar dan stabilitas. Dalam penelitian ini, gel antiseptik pembersih tangan dari kitosan dibuat dengan menggunakan CMC sebagai pengental. CMC dapat digunakan dalam sediaan gel kitosan karena CMC memiliki stabilitas yang baik pada suasana asam maupun basa (pH 2-10). CMC mampu berikatan dengan air sehingga meminimalkan pengerutan atau meningkatkan kemampuan pengikatan air (Sugita et al. 2007). Hasil pengukuran sifat fisik gel antiseptik pembersih tangan dari kitosan menunjukkan bahwa respon daya sebar pada berbagai konsentrasi kitosan menghasilkan respon daya sebar yang berbeda. Grafik hubungan antara berbagai kitosan terhadap daya sebar gel dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Grafik hubungan berbagai konsentrasi kitosan terhadap daya sebar gel
27
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa, perbedaan dari tinggi dan rendahnya konsentrasi kitosan memberikan pengaruh terhadap daya sebar gel. Secara kuantitatif, besar efek perbedaan konsentrasi kitosan (0,25%, 0,50%, 0,75%, 1%) terhadap daya sebar gel secara berturut-turut yaitu sebesar 5,2, 4,6, 4,2, 3,4 (cm). Pada konsentrasi kitosan yang lebih tinggi respon daya sebar mengalami penurunan, maupun sebaliknya. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%, perbedaan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya sebar gel yang dihasilkan (Sig. < 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan, maka daya sebar dari gel akan semakin menurun dan sebaliknya, semakin rendah konsentrasi kitosan maka daya sebar gel akan semakin meningkat. Kondisi ini terjadi karena tingkat kekentalan larutan kitosan akan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Sebaliknya, kekentalan larutan kitosan akan semakin rendah seiring dengan menurunnya konsentrasi kitosan (Dwiastuti 2010). Melalui uji lanjut Duncan, diketahui bahwa konsentrasi kitosan 0,25% dan 0,50% dengan 0,75% dan dengan 1% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya sebar gel yang dihasilkan. Data dan hasil analsis statistik daya sebar gel dapat dilihat pada Lampiran 2. 4.1.3.3 Uji viskositas Pengukuran viskositas digunakan untuk melihat profil kekentalan gel. Nilai viskositas dipengaruhi oleh zat pengental, surfaktan yang dipilih, proporsi fase terdispersi dan ukuran partikel. Viskositas sediaaan akan menurun jika temperatur dinaikkan, dan viskositas sediaan akan meningkat pada temperatur rendah. Hal ini dikarenakan adanya panas sehingga akan memperbesar jarak antar partikel sehingga gaya antar partikel akan berkurang, jarak menjadi renggang yang mengakibatkan viskositas sediaan menjadi menurun. Hasil pengukuran sifat fisik gel antiseptik pembersih tangan dari kitosan menunjukkan bahwa respon viskositas gel pada berbagai konsentrasi kitosan menghasilkan respon viskositas gel yang berbeda. Grafik hubungan antara berbagai konsentrasi kitosan terhadap viskositas gel dapat dilihat pada Gambar 6.
28
Ganbar 6 Grafik hubungan viskositas gel
berbagai
konsentrasi
kitosan
terhadap
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa, fenomena pada respon viskositas gel berbanding terbalik dengan daya sebar gel. Secara kuantitatif, besar efek perbedaan konsentrasi kitosan (0,25%, 0,50%, 0,75%, 1%) terhadap viskositas pada minggu pertama secara berturut-turut sebesar 9,5, 15, 29,5, dan 32 (cP). Sedangkan uji viskositas pada minggu kedua menunjukkan hasil yang berbeda, viskositas gel mengalami penurunan berturut-turut yaitu sebesar 9, 14,5, 27, dan 29,5 (cP). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%, perbedaan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap viskositas gel yang dihasilkan (Sig. < 0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan maka viskositas gel akan semakin meningkat. Sebaliknya, semakin rendah konsentrasi kitosan maka viskositas gel akan semakin menurun. Selain karena pengaruh tingkat kekentalan sediaan gel yang dihasilkan, penurunan viskositas gel juga dipengaruhi kondisi lingkungan penyimpanan misal kelembapan udara. Faktor lingkungan yang lembab merupakan faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap nilai kandungan air dalam kitosan karena kitosan memiliki sifat yang mudah menyerap air, sehingga apabila kitosan terlalu lama dalam penyimpanan dan berada pada kondisi lingkungan lembab maka jumlah kadar air kitosan semakin meningkat dan menyebabkan viskositasnya semakin menurun (Kumar 2000). Selain itu, kemasan yang kurang kedap dapat menyebabkan gel menyerap uap air dari luar sehingga menambah volume air
29
dalam gel (Wathoni et al. 2009). Melalui uji lanjut Duncan, diketahui bahwa konsentrasi kitosan 0,25% dan 0,50% dengan 0,75% dan dengan 1% memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap viskositas gel yang dihasilkan. Data dan hasil analsis statistik viskositas gel pada minggu 1 dan 2 dapat dilihat pada Lampiran 3. 4.1.3.4 Uji perubahan viskositas gel Perubahan kekentalan gel merupakan indikator ketidakstabilan sediaan gel selama penyimpanan. Stabilitas fisik dilihat dari perubahan viskositas gel selama penyimpanan. Perubahan profil kekentalan setelah penyimpanan merupakan indikator ketidakstabilan sediaan selama penyimpanan. Grafik hubungan antara berbagai konsentrasi kitosan terhadap perubahan viskositas gel dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Grafik hubungan berbagai konsentrasi kitosan terhadap perubahan viskositas gel Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa perbedaan konsentrasi kitosan memberikan pengaruh terhadap perubahan viskositas gel yang dihasilkan. Secara kuantitatif, besar efek perbedaan konsentrasi kitosan (0,25%, 0,50%, 0,75%, 1%) terhadap perubahan viskositas gel secara berturut-turut yaitu sebesar 5,26%, 6,67%, 6,78%, dan 7,81%. Pada konsentrasi kitosan yang lebih tinggi respon perubahan viskositas gel mengalami peningkatan. Sebaliknya, pada konsentrasi kitosan yang lebih rendah respon perubahan viskositas mengalami penurunan.
30
Besarnya perubahan viskositas dihitung dengan rumus: Δη(%) : ηt - η0 η0 Ket : ηt η0
: Nilai viskositas minggu ke-1 : Nilai viskositas minggu ke-2
Perubahan viskositas sediaan gel merupakan indikator ketidakstabilan sediaan selama penyimpanan. Perubahan viskositas sediaan dari waktu ke waktu perlu menjadi perhatian utama, karena viskositas merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi stabilitas dan karakteristik sediaan (Anggraeni 2008). Faktor dominan yang bertanggung jawab dalam perubahan viskositas selama penyimpanan antara lain bahan yang dapat meningkatkan viskositas atau interaksi bahan tersebut dengan sistem dispersi (Zats et al. 1996). Semakin tinggi konsentrasi kitosan, maka perubahan viskositas akan semakin meningkat atau tidak stabil dan sebaliknya, semakin rendah konsentrasi kitosan maka perubahan viskositas gel akan semakin menurun atau stabil (Dwiastuti 2010). Data dan hasil perhitungan perubahan viskositas gel dapat dilihat pada Lampiran 4. 4.1.3.5 Uji kimia (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan parameter penting pada produk kosmetika, karena pH dapat mempengaruhi daya absorpsi pada kulit. Secara umum produk kosmetika yang baik memiliki pH yang berkisar antara 4-10 (SNI 06-4085-1996). Jika pH sediaan gel berada diluar rentang nilai tersebut, dikhawatirkan akan menyebabkan kulit menjadi bersisik (Anggraeni 2008). Hasil pengukuran pH terhadap gel pembersih tangan pada berbagai perlakuan konsentrasi kitosan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil pengujian tingkat keasaman Konsentrasi kitosan Kitosan 0,25% Kitosan 0,50% Kitosan 0,75% Kitosan 1%
Nilai pH 4,17 4,50 4,66 4,72
31
Hasil pengujian terhadap pH gel pembersih tangan yang telah dibuat menunjukkan bahwa produk gel pembersih tangan cenderung memiliki pH asam. Hal ini karena bahan dasar penyusun gel pembersih tangan yang dihasilkan adalah kitosan yang bersifat asam karena dilarutkan menggunakan asam asetat. Selain itu untuk mendapatkan gel pembersih tangan yang pH nya mendekati netral perlu dilakukan pengenceraan kitosan pada berbagai konsentrasi dengan menggunakan aquades. Menurut Gandasasmita (2009), untuk mendapatkan produk kosmetik yang pH nya mendekati netral diperlukan penambahan bahan sintetis misal asam sitrat, asam miristat dan asam borat. Pada penelitian ini hal tersebut tidak dilakukan karena dikhawatirkan penambahan bahan kimia sintetis dapat menyebabkan iritasi pada kulit. 4.2 Penelitian Tahap Kedua Tahap penelitian kedua berupa uji efektivitas daya antiseptik dari sediaan gel kitosan dan dibandingkan daya antiseptiknya dengan daya antiseptik sediaan gel komersil (sedian gel antiseptik tangan dengan bahan aktif etanol dan triklosan). 4.2.1 Uji efektivitas daya antiseptik gel melalui uji replika Hasil uji efektivitas sediaan gel kitosan dengan menggunakan metode replika menunjukkan bahwa sediaan gel kitosan dapat menurunkan jumlah flora normal kulit. Semakin meningkatnya kadar kitosan maka jumlah koloni akan semakin menurun dan pada kadar kitosan 0,75% menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme pada media. Hasil uji efektivitas daya antiseptik sediaan gel pada berbagai perlakuan konsentrasi kitosan dapat dilihat pada Lampiran 7. Uji statistik dilakukan terhadap jumlah koloni yang tumbuh dari uji daya antiseptik dengan metode replika. Dari hasil uji statistik Anava diketahui bahwa F hitung > F tabel, yang menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna dari daya antiseptik sediaan gel dengan perbedaan konsentrasi kitosan yang digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya dari hasil uji Tukey HSD diketahui bahwa kadar kitosan dengan konsentrasi 0,25% dan 0,50% menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kadar ekstrak kitosan 0,75%, 1%, serta kontrol positif dan negatif. Uji
32
HSD menunjukkan bahwa kadar ekstrak kitosan 0,25% tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kadar 0,50%, akan tetapi pada kadar tersebut mampu mengurangi jumlah koloni sampai 50%. Daya antiseptik sediaan gel pembersih tangan dari kitosan dengan konsentrasi 0,50% mulai menunjukkan kemampuan menurunkan jumlah mikroorganisme sampai dibawah 50%. Sedangkan sediaan dengan
konsentrasi
0,75%
dan
1%
mampu
menghilangkan
semua
mikroorganisme pada tangan. Hubungan kadar kitosan dalam sediaan gel dan jumlah koloni setelah pemakaian dengan selang waktu pengambilan sampel (jam ke-0, jam ke-0,5 dan jam ke-1) pada uji efektivitas dengan metode replika dapat dilihat pada Gambar 8. Dosis kitosan (%) 0,25 %
0,50%
0,75 %
1%
Kontrol +
Kontrol -
Lama (jam) 0 0,5 1 0 0,5 1 0 0,5 1 0 0,5 1 0 0,5 1 0 0,5 1
1 16 9 5 9 6 4 4 0 0 0 0 0 0 0 0 25 14 10
Ulangan 2 14 10 3 11 5 2 2 0 0 0 2 0 2 0 0 31 17 9
3 11 7 4 14 6 3 5 0 0 0 0 0 0 0 0 23 12 7
Gambar 8 Efek kitosan dalam sediaan terhadap jumlah koloni bakteri pada selang waktu tertentu. Hasil uji statistik sediaan gel komersil apabila dibandingkan dengan sediaan gel kitosan diketahui bahwa sediaan gel kitosan dengan konsentrasi 0,75% mempunyai daya antiseptik yang sama dengan sediaan gel komersil berbahan aktif alkohol. Kadar kitosan 0,75% dan 1% mampu mengurangi jumlah
33
koloni mikroorganisme hingga 100% dan setara dengan kemampuan sediaan gel komersil. Hasil analisis statistik terhadap interaksi antara konsentrasi kitosan dalam sediaan gel dengan selang waktu pengambilan sampel (0, 0,5, 1 jam) menunjukkan bahwa interakasi antara konsentrasi dan waktu pengambilan sampel memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap jumlah koloni mikroorganisme yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa jumlah koloni bakteri yang tumbuh mengalami penurunan seiring dengan perbedaan selang waktu pengambilan sampel. Pada berbagai konsentrasi kitosan, jumlah koloni bakteri pada jam ke-0 lebih banyak dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri pada jam ke-1. Hal ini membuktikan bahwa perbedaan selang waktu pengambilan sampel memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah koloni bakteri yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 1), jumlah koloni bakteri yang dihasilkan pada jam ke-1 yang didapatkan dari semua perlakuan konsentrasi sediaan gel pembersih tangan berhasil menurunkan jumlah koloni bakteri lebih dari 50%. Sedangkan pada konsentrasi ekstrak kitosan 0,75% dan 1%, pada jam ke-1 terbukti berhasil menurunkan jumlah bakteri hingga 100%. Sediaan gel ekstrak kitosan dengan konsentrasi 0,25% dan 0,50% memiliki kemampuan efektivitas antiseptik yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan sediaan gel ekstrak kitosan lainnya. Perbedaan daya efektivitas antiseptik yang terjadi pada setiap taraf konsentrasi sediaan gel kitosan didukung oleh pernyataan Liu (2003), yang menjelaskan bahwa aktivitas antibakteri tergantung pada konsentrasi kitosan dalam larutan. Aktivitas antibakteri dari kitosan dalam medium akan meningkat jika konsentrasi kitosan meningkat.