IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Limbah Laboratorium Limbah laboratorium yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah sisa analisis COD ( Chemical Oxygen Demand). Limbah sisa analisis COD merupakan limbah buangan laboratorium yang tidak bisa la ngsung dibuang ke lingkungan. Hal itu karena masih mengandung kadar logam yang tinggi dan memiliki pH rendah. Limbah sisa analisis COD memiliki toksisitas yang tinggi. Hal tersebut karena dalam metode analisis COD memerlukan beberapa bahan kimia seperti kalium dikromat (K 2Cr2O7), merkuri sulfat (HgSO 4) untuk mengatasi gangguan klorida, dan katalis pereaksi oksidasi berupa perak sulfat (AgSO 4) serta asam sulfat. Bahan – bahan tersebut sangat toksis dan bilamana limbah cair sisa analisis COD ini dibuang ke s aluran pembuangan yang ada di laboratorium, maka akan mencemari perairan umum ( Ardeniswan, 2005). Limbah sisa analisis COD ini memiliki penampakan secara visual yaitu wana bening kebiruan. Warna asalnya pada saat analisis COD pada umumnya berwarna merah kekuningan ( orange), tetapi oleh karena penambahan ferroin yang ditambahkan untuk analis isnya, limbah analisa COD ini berubah menjadi kebiruan. Penampakan limbah sisa ana lisis COD disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD
Berdasarkan hasil pengukuran pada limbah sisa analisis COD yaitu pada pengukuran pH, warna, kekeruhan, COD, logam berat merkuri (Hg), perak (Ag), dan kromium (Cr) didapatkan hasil seperti pada Tabel 2. Pengukuran karakteristik tersebut diukur pada hari yang sama. Menurut Alaerts dan Santika (1987), percobaan harus dilakukan pada saat yang sama agar hasilnya dapat dibandingkan. Tabel 2. Karakteristik Limbah Sisa Analisis COD No
Parameter
Hasil pengukuran
Satuan
Baku Mutu
1
pH
1.3 – 1.4
-
6–9
2
Warna
43 - 45
PtCo
-
3
Kekeruhan
2.3 – 2.8
NTU
-
4
COD
320 - 360
mg/L
100
5
Logam berat a. Merkuri (Hg)
77.6 – 391.6
mg/L
0.005
b. Perak (Ag)
2.6 – 9. 141
mg/L
-
c. Kromium (Cr)
11.36 – 21.9
mg/L
0.5
Berdasarkan karakteristik di atas pH, COD, dan logam berat masih belum memenuhi baku mutu air limbah. Baku mutu limbah didasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995. pH limbah sisa analisa COD tersebut sangat rendah sekali sehingga sangat berbahaya b aik bagi laboran maupun bagi lingkungan jika dibuang secara langsung. Logam berat yang terukur masih tinggi konsentrasinya, terlebih logam berat Hg yang sangat berbahaya dan sangat toksik. Warna, kekeruhan, dan perak dalam Kepmen LH No. 51 tahun 1995 tidak menjadi parameter yang disyaratkan. B. Karakteristik Limbah Hasil Presipitasi 1. Pengaruh Volume NaOH Terhadap pH Volume NaOH yang ditambahkan pada proses presipitasi (pengendapan) dilakukan secara bertahap dan penambahannya dilakukan sedikit demi sedikit. Natrium hidroksida yang digunakan pada prose s presipitasi ini yaitu NaOH 50 % yang dimasukkan ke dalam 300 mL limbah .
Semakin tinggi volume yang ditambahkan pada sampel limbah, maka pH akan meningkat. Hubungan antara volume NaOH dengan pH dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengaruh Volume NaOH Terhadap pH
Saat melakukan proses netra lisasi dilakukan pengadukan agar larutan bisa terhomogenisasi sehingga pengukuran pH bisa diukur dengan baik. Menurut Andaka (2008 ), apabila suatu presipitan kimia ditambahkan ke dalam limbah cair encer yang mengandung logam dan dilakukan pengadukan dalam suatu tangki reaksi berpengaduk, maka logam terlarut tersebut diubah menjadi suatu bentuk tak larut dengan reaksi kimia antar senyawa logam terlarut dan presipitan . Hasil padatan tersuspensi dipisahkan dengan pengendapan di dalam wadah pengendapan. Keseragaman pH yang diterapkan pada penelitian adalah pH 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14. Berdasarkan Gambar 4 di atas diperlukan NaOH sebanyak 70 ml untuk bisa mencapai pH 2, sekitar 85 mL untuk pH 4 dan kisaran 90 mL untuk pH 6 – 14. Data dapat dilihat pada Lampiran 3. 2. Pengaruh pH Terhadap COD (Chemical Oxygen Demand) Kisaran konsentrasi COD pada limbah sisa analis is COD dari hasil pengukuran awal sebesar 320 – 360 mg/L masih belum memenuhi baku mutu lingkungan
berdasarkan Kepmen LH No. 51 Tahun 1995 yaitu
sebesar 100 mg/L. Penanganan dengan metode presipitasi yaitu dengan
penambahan NaOH pada sampel li mbah mampu menurunkan kadar COD. Pengaruh berbagai pH terhadap COD disajikan pada Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan bahwa dengan semakin naiknya pH oleh penambahan NaOH, maka kadar COD semakin menurun baik pada saat sebelum dilakukan proses j artest maupun sesudah jartest. Penurunan paling rendah pada limbah sebelum dilakuk an jartest didapat COD sebesar 180 mg/L pada pH 14. Proses setelah jartest, COD turun sebesar 140 mg/L pada pH 10, 12 dan 14. Hal ini berarti bahwa dengan proses jartest, kadar COD bisa diturunkan dengan baik bila dibandingkan tanpa proses jartest. Pengadukan
cepat
dan
lambat
pada
proses
jartest
mempercepat
pembentukan flok-flok pada limbah dan mengikat bahan -bahan organik dan anorganik yang kemudian terendapkan bersama endapan logam berat. Hal tersebut yang membuat kandungan COD
bisa berkurang tingkat
konsentrasinya. Metode presipitasi mampu menurunkan COD antara 30 – 60 persen (Metcalf dan Edy, 1999).
Gambar 5. Pengaruh pH Terhadap COD
Kadar COD terendah yang terukur dari hasil proses presipitasi yaitu sebesar 140 mg/L masih belum memenuhi baku mutu air limbah. Data hasil pengukuran COD ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
3. Pengaruh pH Terhadap Warna dan Kekeruhan Pengamatan terhadap pengukuran warna dan kekeruhan dibagi dua, yaitu pengamatan pada pengendapan selama 30 menit dan pengamatan pada pengendapan selama satu hari. Hal tersebut dilakukan karena logam berat memiliki kelarutan yang tinggi sehingga membutuhkan waktu untuk mengendap secara maksimal. Hubungan antara pH dengan warna dan kekeruhan pada pengendapan selama 30 m enit dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan hubungan pH dengan warna dan kekeruhan pada pengendapan selama 1 hari dapat dilihat pada Gambar 7 . Gambar 6 menunjukkan pengaruh pH dengan warna dan kekeruhan pada pengendapan selama 30 menit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa peningkatan pH oleh penambahan NaOH akan semakin meningkatkan kekeruhan. Pengendapan selama 30 menit belum mampu mengendapkan logam berat yang tereduksi secara maksimal. Hal ini disebabkan karena padatan tersuspensi logam berat yang tereduksi sangat sulit u ntuk diendapkan dengan waktu yang singkat.
Gambar 6. Pengaruh pH Terhadap Warna dan Kekeruhan pada Pengendapan Selama 30 menit Gambar 7 menunjukkan bahwa dengan pengendapan satu hari mampu menurunkan warna dan kekeruhan dalam jumlah yang minimum. Warna dan kekeruhan optimum pada proses presipitasi dengan pengendapan
satu hari didapatkan pada pH 10 dengan warna sebesar 14.5 PtCo dan kekeruhan sebesar 2.09 NTU. pH dengan hasil pengukuran warna dan kekeruhan optimal ini yaitu pH 10 kemudian akan d iterapkan pada tahapan adsorpsi. Data hasil pengukuran warna dan kekeruhan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.
Gambar 7. Pengaruh pH Terhadap Warna dan Kekeruhan pada Pengendapan Selama 1 Hari
Hasil pengamatan terhadap inisiasi pH 2 , 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 juga menghasilkan warna yang berbeda-beda. Gambar 8 menunjukkan tahapan inisiasi pH dengan warna yang ditimbulkannya.
Gambar 8. Pembentukan Warna pada Berbagai pH (Dari kiri ke kanan : pH 1.4, 2, 4, 6, 8, 10,12 da n 14)
Warna yang ditimbulkan pada tahapan presipitasi ini timbul oleh logam berat yang tereduksi pada berbagai pH. Menurut Keenan (1991) tiaptiap logam memiliki karakteristik pH optimum presipitasi sendiri dan menimbulkan warna. Warna hijau kekuningan pad a pH 2 dan pH 4 menunjukkan adanya logam krom (Cr) yang melarut. Warna larutan menjadi kuning cerah (pH 2 dan pH 4) artinya pada larutan terdapat ion CrO 42dalam jumlah besar. Warna hijau kekuningan ini juga terjadi pada pH 12 dan 14 yang artinya logam berat krom akan cenderung melarut kembali. Warna yang terbentuk pada pH 6 adalah warna coklat y ang berasal dari endapan Fe(OH). Endapan yang terbentuk pada pH 10, 12 dan 14 berwarna hitam. Warna hitam tersebut berasal dari endapan FeS (Keen an, 1991; Underwood, 1991; Wilford, 1987). 4. Pengaruh pH Terhadap Penyisihan Hg, Ag dan Cr pH memiliki pengaruh yang besar terhadap pengendapan logam. Tiap logam memiliki pH spesifik saat kelarutannya minimum, sehingga dapat mengendap secara maksimal. Gambar 9 menunjukkan bahwa Hg memiliki persentase penyisihan tertinggi yaitu sebesar 97% pada pH 11.63 (pH 11±0.37) dan cenderung melarut kembali dibawah pH 11.63. Perak (Ag) memiliki persen penyisihan maksimum sebesar 98.95% pada pH 11.63, sedangkan Cr memiliki persen penyisihan maksimum sebesar 96.85 % yaitu pada pH 9.77 (pH 10±0.23).
Gambar 9. Pengaruh pH Terhadap % Penyisihan Hg, Ag, dan Cr
Logam berat yang mengandung krom akan membentuk Cr(OH) 3 yaitu pada pH 7 – 8, sedangkan di atas pH 8 akan terbentuk CrO 42- atau Cr2O72-. Logam yang tereduksi setelah mencapai pH pada kelarutan minimum cenderung melarut kembali. Hal tersebut karena sifat amfoterik yaitu sifat dari logam berat yang melarut kembali setelah mencapai pH pada kelarutan minimum (Soemantojo et al., 2009). Hasil lengkap % penyisihan Hg, Ag, dan Cr bisa dilihat pada Lampiran 6 . Hasil penyisihan logam berat Hg, Ag, dan Cr selain dilihat dari persen penyisihan juga bisa dijelaskan dengan hubungan pH terhadap konsentrasi dari Hg, Ag, dan Cr yang tersisihkan. Berdasarkan Gambar 10, Hg yang tereduksi terbesar terjadi pada pH 11.63 (pH 12±0.37). Konsentrasi minimum yang bisa diturunkan pada pH tersebut mencapai 11.74 mg/L. Angka tersebut jauh melewati kadar maksimum yang diperbolehkan pada baku mutu limbah cair yang dikeluarkan pemerintah sebesar 0.05 mg/L (Kepmen LH No. 51 Tahun 1995). Hasil pengukuran lengkap konsentrasi Hg dapat dilihat pada Lampiran 7.
Gambar 10. Pengaruh pH Terhadap Konsentrasi Hg
Gambar 11 menunjukkan bahwa untuk Ag konsentrasi minimum yang bisa diturunkan sebesar 0.096 mg/L pada pH kelarutan minimum 11.63 (pH 12±0.37), sedangkan untuk Cr konsentrasi minimum yang dicapai sebesar 0.358 mg/L pada pH 9.77 (pH 10±0.23). Kadar Cr sudah memenuhi
baku mutu yang ditetapkan pemerintah yaitu 0.5 mg/L (Kepmen LH No. 51 tahun 1995). Baku mutu Ag dalam Kepmen LH tahun 1995 tidak distandarkan. Hasil lengkap pengukuran pada pengaruh pH terhadap penyisihan konsentrasi Ag dan Cr dapat dilihat di Lamp iran 7.
Gambar 11. Pengaruh pH Terhadap Konsentrasi Ag dan Cr
C. Karakteristik Limbah Hasil Adsorpsi 1. Pengaruh Arang Aktif terhadap COD Hasil pengamatan pada metode adsorpsi dengan penambahan arang aktif baik arang aktif tipe granule maupun tipe powder menunjukkan pengaruh pada COD, warna dan kekeruhan. Gambar 12 menunjukkan pengaruh arang aktif tipe granule dan tipe powder terhadap COD.
Gambar 12. Pengaruh Arang Aktif Terhadap COD
Berdasarkan Gambar 12 menunjukkan bahwa kadar COD dari berbagai macam konsentrasi arang aktif baik tipe granule maupun tipe powder menunjukkan bahwa konsentrasi COD tersebut sudah memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 100 mg/L. Pengukuran COD pada pH 10 tanpa arang aktif teta pi dilakukan proses penyaringan mampu menurunkan konsentrasi COD sebesar 90 mg/L. Nilai konsentrasi tersebut telah memenuhi baku mutu limbah. Arang aktif tipe granule dan tipe powder mampu menurunkan COD sampai pada konsentrasi 20 mg/L yaitu pada konsentrasi 4, 8, dan 16 gram dalam 100 mL limbah. Berdasarkan hasil pengukuran COD tersebut berarti proses adsorpsi telah mampu menurunkan COD dan telah memenuhi baku mutu limbah sesuai yang ditetapkan pemerintah (Kepmen LH No. 51 Tahun 1995 ). Hasil lengkap pengukuran COD dapat dilihat pada Lampiran 8.
2. Pengaruh Arang Aktif terhadap Warna dan Kekeruhan Gambar 13 menunjukkan bahwa dengan arang aktif tipe granule yang ditambahkan ke dalam limbah terjadi peningkatan warna yang berbanding lurus dengan konsentrasi ar ang aktif yang ditambahkan. Semakin tinggi arang aktif tipe granule yang ditambahkan maka warna akan cenderung meningkat. Warna pada tipe powder (Gambar 14) menunjukkan hasil yang cukup stabil dan tidak terjadi peningkatan warna seperti pada tipe granule. Hal ini karena pengaruh adanya jumlah arang aktif yang ditambahkan dan pengaruh penyaringan. Peningkatan jumlah arang aktif yang ditambahkan meningkatkan warna pada arang aktif tipe granule. Menurut Effendi (2003) untuk kepentingan keindahan, warna air seb aiknya tidak melewati 15 PtCo. Hal ini penting mengingat zat warna banyak mengandung logam-logam berat yang bersifat toksis. Kekeruhan yang terukur pada masing -masing tipe arang aktif cenderung lebih stabil. Hal ini karena pengaruh penyaringan sehingga kekeruhan yang didapatkan cendrung lebih seragam. Hasil lengkap pengukuran warna dan kekeruhan dapat dilihat pada Lampiran 8.
Gambar 13. Pengaruh Arang Aktif Tipe Granule Terhadap Warna dan Kekeruhan
Gambar 14. Pengaruh Arang Aktif Tipe Powder Terhadap Warna dan Kekeruhan
2. Pengaruh Arang Aktif Terhadap Penyisihan Logam Berat (Hg, Ag, Cr) Berdasarkan Gambar 15 terlihat bahwa semua logam berat Hg, Ag, dan Cr dapat teradsorpsi dengan baik dengan penambahan arang aktif tipe granule. Bahkan pada logam berat Hg dan Cr dengan konsentrasi arang aktif granule 0.25 gram yang ditambahkan pada 100 mL limbah dan waktu kontak selama 12 jam, mampu menurunkan konsentrasi kadar logam berat sampai tingkat tidak terdeteksi (< 0.001 mg/L). Hasil pengukuran limbah
terhadap penyisihan logam berat, konsentrasi arang aktif tipe granule dari 0.5 gram sampai dengan 16 gram/ 100 mL limbah telah mampu mengadsorpsi logam berat Hg dan Cr sampai pada tingkat tidak terdeteksi , sedangkan untuk logam berat Ag masih te rdapat konsentrasi Ag sisa minimum yaitu sebesar 0.168 mg/L.
Gambar 15. Pengaruh Arang aktif Tipe Granule Terhadap Penyisihan Logam Berat
Logam berat Hg dan Cr teradsorpsi sempurna oleh arang aktif tipe granule yaitu pada konsentrasi 0.5, 1, 2 , 3, 4, 8, dan 16 gram yang dimasukkan ke dalam 100 mL limbah. Menurut Allport (1982) dalam Marseno (2005) ketika diaktifkan, arang aktif memiliki daya jerap yang tinggi. Pengaktifan arang aktif akan memiliki luas permukaan yang besar yaitu sebesar 500 – 1500 m2/g. berdasarkan hasil pengukuran penyisihan logam berat dengan arang aktif tipe granule, kadar logam berat Hg, Ag, dan Cr telah memenuhi baku mutu air limbah. Gambar 16 terlihat bahwa pada penambahan arang aktif tipe powder, logam berat yang mampu di adsorpsi dengan sempurna yaitu logam berat Hg, sedangkan logam berat Ag dan Cr masih terdapat konsentrasi sisa Ag dan Cr minimum pada konsentrasi arang aktif tipe powder 16 gram/100 mL limbah yaitu masing-masing sebesar 0.05 mg/L dan 0.056 mg/L.
Menurut Suryadiputra (1994), perak memiliki bentuk endapan yang sangat tidak larut. Oleh karena itu, perak sangat sulit diendapkan dengan baik. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap penyisihan logam berat, konsentrasi logam berat Hg dan Cr tidak melebihi kadar batas maksimum yang diperbolehkan oleh regulasi pemerintah ( Kepmen LH No. 51 Tahun 1995). Hasil lengkap pengukuran penyisihan logam berat dengan arang aktif tipe granule dan powder dapat dilihat pada Lampiran 8.
Gambar 16. Pengaruh Arang aktif Tipe Powder Terhadap Penyisihan Logam Berat
D. Aspek Biaya Pengolahan Limbah Biaya pencemaran
merupakan yang
masalah
terkadang
tersendiri pihak
dalam
penanggulangan
perusahaan/industri
belum
memperhatikannya (Kristanto, 2002). Perhitungan pada biaya ini berg una untuk mengetahui berapa biaya yang diperlukan untuk mengolah limbah. Hasil perhitungan biaya pengolahan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Metode Presipitasi a. NaOH 50% yang diperlukan 90 ml untuk mencapai pH 10 terhadap 300 mL limbah b. Untuk mengolah limbah 1 m 3 diperlukan NaOH 50% sebesar : (1.000.000 mL / 300 mL) x 90 mL NaOH 50% = 300.000 mL = 300 L x 0.5 = 150 kg. Jadi, diperlukan 150 kg NaOH. Harga satu Kg NaOH adalah Rp 8000,-
c. Biaya yang diperlukan untuk mengolah limbah per m 3 yaitu Rp 8.000,- x 150 = Rp 1.200.000,Jadi berdasarkan hasil perhitungan biaya yang diperlukan untuk mengolah limbah per meter kubiknya sebesar Rp 1.200.000, 2. Metode Adsorpsi Pengolahan untuk tipe granule diperlukan 0.25 gram pada 100 mL limbah. Jika mengolah 1 m3, maka (1.000.000 mL/100 mL) x 0.25 gram = 2500 gram = 2.5 kg arang aktif tipe granule yang diperlukan. Satu kg tipe granule berharga Rp 30.000,- sehingga biaya yang diperlukan untuk pengolahan limbah per m 3 yaitu Rp 75.000 . Jadi diperlukan biaya sebesar Rp 75.000,- untuk mengolah limbah per meter kubiknya menggunakan arang aktif tipe granule. Pengolahan untuk tipe powder diperlukan 0.25 gram pada 100 mL limbah. Jika mengolah 1 m 3, maka (1.000.000 mL/100 mL) x 0.25 gram = 2500 gram = 2.5 kg arang aktif tipe powder yang diperlukan. Satu kg tipe powder berharga Rp 40.000,- sehingga biaya yang diperlukan untuk pengolahan limbah per m 3 yaitu Rp 100.000. Jadi biaya yang diperlukan dengan arang aktif tipe powder yaitu sebesar Rp 100.000.