Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
EVALUASI TERHADAP LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH: STUDI PADA DINAS KESEHATAN KOTA SURABAYA Praticha Paramita
[email protected]
Ikhsan Budi Riharjo Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT The purpose of this research is to find out and to evaluate Government Agency Accountability Performance Report which is presented by Health Department of Surabaya city in 2011. The research type is using positivistic qualitative research is a research in which the researcher tries to analyze empirical facts and data to identify some factors which influence something to happen. Data analysis technique is using qualitative data. Government Agency Accountability Performance Report has been presented by Health Department has in conformity with rules that have been set by Preparation Guidelines for Determination of Performance and Government Performance Accountability Reporting no. 29 year 2010. In achieving programs and activities which have been planned based on the Minimum Service Standard (MSS) and Regional Medium Term Development Plan (RMTDP) in general can be achieved or can be said successful. There is only a few activity indicators which are considered less successful are village or political district Universal Child Immunization (UCI) scope indicator, new Tuberculosis-Acid Resistant Trunk (TBC-ART) positive patient handling and discovery, and the discovery of toddlers with pneumonia indicator. Keywords: Evaluation, Performance Report, Agency Government. ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang disajikan oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya pada tahun 2011. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif positivistik, yaitu penelitian dimana setiap orang yang melakukan penelitian mencoba menganalisa fakta-fakta dan data-data empiris untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi/menyebabkan terjadinya sesuatu hal. Teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif. LAKIP yang telah disajikan oleh Dinas Kesehatan sudah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, yaitu Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010. Dalam pelaksanaan program dan kegiatan yang sudah direncanakan yang didasarkan pada indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), secara garis besar dapat tercapai atau dapat dikatakan berhasil. Namun demikian ada beberapa indikator kegiatan yang dinilai kurang berhasil, yaitu indikator cakupan desa atau kelurahan (Universal Child Immunization/UCI), indikator penemuan dan penanganan pasien baru, Tuberculosis-Batang Tahan Asam (TBC-BTA) positif, dan indikator penemuan penderita pneumonia balita. Kata Kunci: Evaluasi, Laporan Kinerja, Instansi Pemerintah.
PENDAHULUAN Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan mendasar yang dibutuhkan oleh setiap orang. Kualitas kesehatan masyarakat sangat didukung oleh peran serta pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan yang bersifat public goods artinya pelayanan yang harus tersedia dan dapat dijangkau oleh setiap orang untuk memperoleh peluang dan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
2
mengembangkan kemampuan hidup sehat, yang pada akhirnya kesehatan merupakan gaya hidup masyarakat Indonesia. Disamping itu pemerintah berkewajiban memfasilitasi pengembangan pelayanan kesehatan yang bersifat private goods yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk memilih pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pemberian fasilitas pengembangan pelayanan kesahatan yang memadai, maka diharapkan dapat memuaskan keinginan masyarakat. Meningkatnya pengetahuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang optimal dan terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat, maka sumber daya kesehatan bidang kesehatan dituntut untuk lebih bekerja secara profesional yang menjamin out come yang akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Dalam hal ini perlu adanya desentralisasi dalam menumbuhkan kreativitas daerah untuk membangun daerah masingmasing. Dalam penangan kesehatan ini dititikberatkan kepada pemerintah daerah, Pemerintah bertugas mengatur, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat, serta menggerakkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pembiayaan kesehatan dengan memperhatikan fungsi sosial sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu tetap dapat terjamin. Terkadang dalam pelaksanaan kebijakan tersebut sering tidak sesuai dengan kenyataannya, sehingga masyarakat kalangan bawah yang menjadi korbannya. Berbagai tuntutan masyarakat tentang pelayanan yang cepat hingga biaya kesehatan yang murah diharapkan mampu direalisasikan pemerintah atas program-program kinerjanya. Adapun tugas dan tanggung jawab yang harus dijalankan oleh pemerintah daerah semakin banyak, dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Perlu adanya kesiapan dalam menghadapi evaluasi atas kinerja yang telah dilaksanakan. Salah satu alat untuk menilai pertanggungjawaban suatu instansi Pemerintah adalah dengan melihat Laporan Kinerja daerahnya melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010 pasal 12 menyatakan Laporan Akuntabilitas Kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggung jawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan media utama yang menuangkan kinerja instansi pemerintah. Pelaporan kinerja ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja organisasi dalam suatu tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Setiap instansi pemerintah dibentuk untuk mengemban suatu tugas dan tanggung jawab tertentu dengan diberikan kewenangan atau mandat untuk melaksanakan tugas itu. Untuk melaksanakan mandat dari masyarakat umum ini perlu adanya akuntabilitas yang baik. Akuntabilitas yang baik, memadai, tertib, dan teratur sudah menjadi tuntutan masyarakat kepada pemerintah. Oleh karena itu, setiap instansi pemerintah juga diharapkan membantu pimpinan tertinggi pemerintah untuk dapat mempertanggungjawabkan mandat/kewenangannya kepada masyarakat/publik melalui lembaga perwakilan. Instansi pemerintah harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan/kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Penilaian kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah Dinas Kesehatan Kota Surabaya telah melaksanakan program kerjanya dengan baik. Karena program-program yang akan terealisasikan nanti secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Karena Dinas Kesehatan Kota Surabaya merupakan Dinas yang kegiatannya berkaitan dengan semua kalangan masyarakat dan hasil dari keberhasilan kinerjanya tersebut maka akan diketahui pencapaian kinerja terhadap tujuan yang ingin dicapai oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
3
Rumusan masalah yang akan diteliti adalah Bagamaina laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) disajikan oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan/atau mengevaluasi apakah Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang disajikan oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya sudah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. TINJAUAN TEORETIS Pengertian Organisasi Sektor Publik Menurut Mardiasmo (2002), sektor publik memiliki pengertian yang bermacammacam. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari luasnya wilayah publik, sehingga setiap displin ilmu (ekonomi, politik, hokum, dan sosial) memiliki cara pandang dan definisi yang berbeda-beda. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapatsebagai entitas yang dipahami aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan hak dan publik. Bastian (2006) mengungkapkan bahwa organisasi sektor publik Indonesia adalah organisasi yang menggunakan dana masyarakat, seperti: (1) organisasi pemerintah pusat, (2) organisasi pemerintah daerah, (3) organisasi parpol dan LSM, (4) organisasi yayasan, (5) organisasi pendidikan dan kesehatan: puskesmas, rumah sakit, dan sekolah, (6) organisasi tempat peribadatan: masjid, vihara, kuil. Organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas ekonomi yang memiliki keunikan tersendiri. Disebut sebagai entitas ekonomi karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan sangat besar. Organisasi sektor publik juga melakukan transaksi-transaksi ekonomi dan keuangan. Tetapi berbeda dengan entitas ekonomi yang lain, khususnya perusahaan komersial mencari laba, sumber daya ekonomi organisasi sektor publik dikelola tidak untuk tujuan mencari laba (nirlaba) (Deddi, 2009). Karakteristik Organisasi Sektor Publik Ulum (2004) mengemukakan bahwa organisasi nirlaba (sektor publik) atau organisasi yang tidak bertujuan memupuk keuntungan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) sumber
daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan, (2) menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah bagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut, (3) tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas. Bastian (2006) juga mengemukakan bahwa organisasi sektor publik memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakat
secara bertahap, baik dalam kebutuhan dasar, dan kebutuhan lainnya baik jasmani maupun rohani, (2) melakukan aktivitas pelayanan publik (public services) seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, penegakan hukum, transportasi publik, dalam penyediaan pangan, (3) sumber pembiayaan berasal dari dana masyarakat yang berwujud pajak dan retribusi, laba perusahaan negara, pinjamn pemerintah, serta pendapatan lain-lain yang sah dan tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku, (4) bertanggung jawab kepada masyarakat
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
4
melalui lembaga perwakilan masyarakat seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), (5) kultur organisasi bersifat birokratis, formal, dan berjenjang, (6) Penyusunan anggaran dilakukan bersama masyarakat dalam perencanaan program. Penurunan program publik dalam anggaran dipublikasikan untuk dikritisi dan didiskusikan oleh masyarakat. Dan akibatnya, disahkan oleh wakil masyarakat di DPR, DPD, dan DPRD. Pengertian Kinerja Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil kinerja suatu instansi dan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai visi dan misi organisasi. Dalam Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2006 Kinerja adalah keluaran atau hasil dari kegiatan atau program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Menurut Mahsun et al. (2007), kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Kinerja Instansi pemerintah saat ini lebih banyak mendapat sorotan, karena masyarakat mulai memepertanyakan manfaat yang mereka peroleh atas pelayanan instansi Pemerintah. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Pengukuran Kinerja Menurut Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian (assessment) yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Sedangkan Mardiasmo dan Ulum (2002,2004) menyatakan bahwa pengukuran kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalu alat ulut ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja Tujuan pengukuran kinerja adalah untuk mengevaluasi kinerja suatu entitas. Kriteria pengukuran kinerja yang efektif adalah dapat dimengerti dan dapat disesuaikan serta membantu proses untuk mengidentifikasi masalah dan menyarankan penyelesaian. Pengukuran kinerja secara umum bertujuan untuk mengetahui seberapa berhasil organisasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan tujuan, visi, dan misi organisasi. Tujuan sistem pengukuran kinerja menurut Mardiasmo (2002:122) yaitu sebagai berikut: (1) untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik, (2) untuk mengukur
kinerja financial maupun non-financial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi, (3) untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence (keselarasan tindakan dalam pencapaian tujuan organisasi), (4)
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
5
sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional. Manfaat Pengukuran Kinerja Manfaat pengukuran kinerja baik untuk internal maupun eksternal organisasi sektor publik menurut BPKP (2000) sebagai berikut: (1) memastikan pemahaman para
pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja, (2) memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati, (3) memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja, (4) memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati, (5) menjadi alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja organisasi, (6) mengidentifikasikan apakah kepuasaan pelanggan sudah terpenuhi, (7) membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah, (8) memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif, (9) menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan, (10) mengungkapkan permasalahan yang terjadi. Elemen Pokok Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun et al. (2007) dalam pengukuran kinerja sektor publik terdapat beberapa elemen, yaitu: (1) menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi, (2)
merumuskan indikator dan ukuran kinerja, (3) mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi. Dalam analisis ini dapat menghasilkan tiga penyimpangan yaitu: (a) penyimpangan positif, (b) penyimpangan negatif, (c) penyimpangan nol, (4) evaluasi kinerja. Indikator Kinerja Bastian (2006) menyatakan bahwa indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah diterapkan dengan memperhitungkan: (1) indikator masukan (inputs), (2) indikator
keluaran (outputs), (3) indikator hasil (outcomes), (4) indikator manfaat (benefits), (5) indikator dampak (impacts). Indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengindikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Dalam hubungan ini, penetapan indikator kinerja kegiatan merupakan proses identifikasi, pengembangan, seleksi, dan konsultasi tentang indikator kinerja atau ukuran kinerja atau ukuran keberhasilan kegiatan dan program-program instansi (BPKP, 2007).
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja menurut Bastian (2006) adalah: (1) Spesifik, jelas, dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi, (2) Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama, (3) Relevan; indikator kinerja harus menangani aspek objektif yang relevan, (4) Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukka keberhasilan masukan, proses keluaran, hasil, manfaat, serta dampak, (5) Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan, (6) Efektif; data/informasi yang berkaitan dengan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
6
indikator kinerja bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia. Evaluasi Kinerja Sektor Publik Evaluasi kinerja merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan susatu organisasi atau unit kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya. Evaluasi dapat diartikan secara luas ataupun secara sempit. Hal ini dapat dilihat dari siapa yang melakukan evaluasi. Evaluasi secara menyeluruh antara lain mencakup penilaian terhadap apa yang dilaporkan dan dihasilkan, dan penilaian atas pencapaian hasil; penilaian atas aktivitas, program, kebijakan dan keselarasan dengan misi dan visi organisasi; penilaian atas akuntabilitas keuangan dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan; penilaian atas pelaksanaan tugas; penilaian kinerja pegawai; penilaian kinerja pengawas; pelanggan, dan pihak ketiga lainnya. Adapun tujuan dilakukannya evaluasi kinerja adalah agar organisasi yang bersangkutan mengetahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai atau sebab-sebab tidak tercapainya kinerja dalam rangka pencapaian misi yang sudah direncanakan sehingga diharapkan instansi tersebut dapat meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Dan untuk memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas publik biasanya secara periodik dan kelembagaan hasil evaluasi kinerja sektor publik dituangkan dan disajikan dalam bentuk dokumen yang dinamakan LAKIP (laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah) (Abidin, 2010). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 29 Tahun 2010 menjelaskan tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Pada pasal 2 dijelaskan bahwa pedoman sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, digunakan sebagai acuan bagi setiap instansi pemerintah dalam menyusun Penetapan Kinerja dan Laporan Akuntabilitas Kinerja instansi yang bersangkutan. Di dalam pasal 16 ayat 1 menjelaskan tentang laporan akuntabilitas kinerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, berisi ikhtisar pencapaian sasaran sebagaimana ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan. Penetapan Kinerja Sebagai Dasar Penyusunan LAKIP Penetapan Kinerja pada dasarnya merupakan salah satu komponen dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), meski belum diatur secara eksplisit dalam Inpres 7 tahun 1999. Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010, Penetapan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 memuat pernyataan dan lampiran formulir yang mencantumkan sasaran strategis, indikator kinerja utama organisasi, beserta target kinerja dan anggaran. Di dalam pasal 9 disebutkan bahwa penetapan kinerja dimanfaatkan oleh setiap instansi pemerintah untuk: (1) memantau dan mengendalikan pencapaian kinerja organisasi, (2) melaporkan
capaian realisasi kinerja dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, (3) menilai keberhasilan organisasi. Pelaksanaan Penetapan Kinerja ini akan dilakukan pengukuran kinerja untuk mengetahui sejauh mana capaian kinerja yang dapat diwujudkan oleh organisasi serta dilaporkan dalam suatu laporan kinerja yang biasa disebut Laporan Akuntabilitas Kinerja
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
7
Instansi Pemerintah (LAKIP). Penetapan Kinerja yang bersumber dari Rencana Kinerja dapat menjadi pedoman dalam penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), sehingga dapat memenuhi kewajiban akuntabilitas dan sekaligus menjadi sumber informasi dalam pengambilan keputusan guna peningkatan kinerja. Format LAKIP Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Format LAKIP dimaksudkan untuk mengurangi perbedaan isi dan cara penyajian yang dimuat dalam LAKIP sehingga memudahkan pembandingan ataupun evaluasi akuntabilitas yang harus dilakukan. Format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah sebagai berikut: (1) ikhtisar eksekutif, (2) pendahuluan, (3) perencanaan dan perjanjian kinerja, (4) akuntabilitas kinerja, (5) penutup, (6) lampiran-lampiran. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Obyek Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif positivistik yaitu penelitian dimana setiap orang yang melakukan penelitian mencoba menganalisa fakta-fakta dan data-data empiris untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya sesuatu hal (Reubee, 2011). Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah Dinas Kesehatan Kota Surabaya yang berlokasi di jalan Jemursari No.197 Surabaya. Teknik Pengumpulan Data Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adala data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil penelitian lapangan (Field Research) pada instansi yang berhubungan dengan penelitian ini. Data Sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya yang berupa dokumen. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, data penelitian diperoleh secara langsung pada obyek penelitian melalui teknik berikut: (1) Dokumentasi, yaitu dengan mencari data yang berhubungan
dengan penelitian. Dalam hal ini data yang dimaksud adalah Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), (2) Wawancara, wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Sugiyono, 2012). Wawancara dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Satuan Kajian Satuan kajian yang digunakan peneliti untuk pembahasan ini adalah: (1) Evaluasi,
yaitu merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya. Dari evaluasi kemudian akan tersedia informasi mengenai sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai sehingga bisa diketahui bila terdapat selisih antara standar yang telah ditetapkan dengan hasil yang dicapai, (2) Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), yaitu wujud pertanggungjawaban terhadap keberhasilan dan kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya yang harus disusun
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
8
secara jujur, obyektif, akurat, dan transparan. Laporan tersebut menggambarkan kinerja instansi pemerintah sebagai media pertanggungjawaban dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan berperan sebagai alat kendali dan penilai kualitas kinerja serta alat pendorong terwujudnya good governance dalam perspektif yang lebih luas. Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif yaitu teknik pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan menggunakan deskripsi kata-kata atau struktur kalimat yang berlandaskan pada teori untuk memberikan penjelasan atau uraian mengenai sifat (karakteristik) obyek dari data-data tersebut. Langkah-langkah dalam proses analisis data adalah sebagai berikut: (1) mengumpulkan dan mengidentifikasi data penelitian pada
Dinas Kesehatan Kota Surabaya dari kegiatan program kerja maupun target yang hendak dicapai bersdasarkan indikator-indikator yang ada, (2) mendeskripsikan data penelitian yang terkait dengan kajian penelitian, (3) melakukan analisis dan pembahasan evaluasi laporan kinerja instansi pemerintah berdasarkan deskripsi data dan berlandaskan teori yang relevan, (4) memberikan simpulan berdasarkan hasil analisis dan pembahasan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Anggaran dan Realisasi Tabel 1 menunjukkan anggaran, realisasi, dan sisa anggaran Dnas Kesehatan Kota Surabaya pada tahun 2011. Tabel 1 Anggaran dan Realisasi Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2011 Tahun
Anggaran
Realisasi
Sisa
Prosentase Realisasi
Prosentase Sisa
2011
353.628.770.544
317.487.664.328
36.141.106.216
89,78 %
10,22 %
Sumber: LAKIP Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2011 (Data Diolah)
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa realisasi anggaran tahun 2011 secara keseluruhan dapat dikategorikan berhasil yaitu sebesar 89,78%. Indikator, Target, dan Capaian Indikator Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan dalam hal ini bidang kesehatan. Adapun capaian Indikator Standar Pelayanan Minimal tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2 halaman berikut:
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
9
Tabel 2 Capaian Indikator Standar Pelayanan Minimal Tahun 2011
98% 86% 96%
Capaian Indikator 96,55% 88,40% 95,10%
Capaian Kinerja 98,52% 102.70% 99,06%
95% 78% 80% 100%
95,02% 75,83% 86,48% 21,25%
100,02% 100,68% 108,10% 21,25%
61% 100%
58,61% 100,00%
96,08% 100,00%
100% 90% 71%
100,00% 94,51% 74,46%
100,00% 105,01% 104,87%
>2/100.000
9,25/100.000
462,5%
55% 100%
17,27% 100,00%
31,40% 100,00%
70% 100%
49,67% 100,00%
70,96% 100,00%
100% 100%
100,00% 100,00%
100,00% 100,00%
100% 100% 100%
88,59% 100,00% 100%
88,59% 100,00% 100,00%
100%
90,86%
90,86%
100%
100%
100%
100%
90,96%
90,96%
90% 100%
82,14% 100%
91,27% 100%
60%
65,63%
109,38%
No
Indikator
Target
1 2 3
Cakupan kunjungan ibu hamil Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani Cakupan pertolongan pertama oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan Cakupan pelayanan nifas Cakupan nenonatus dengan komplikasi yang ditangani Cakupan kunjungan bayi Cakupan desa/kelurahan Univertsa Child Immunization (UCI) Cakupan pelayanan balita Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bln Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat Cakupan peserta KB aktif Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit: a. AFP rate per 100.000 penduduk <15 tahun b. Penemuan dan penanganan penderita pneumonia balita: - Penemuan penderita pneumonia balita - Penanganan penderita pneumonia balita c. Penemuan penanganan pasien baru TBC-BTA positif: - Penemuan pasien baru TBC-BTA positif - Penanganan pasien baru TBC-BTA positif d. Penemuan dan penanganan penderita DBD: - Penemuan penderita DBD - Penanganan penderita DBD e. Penemuan dan penanganan penderita diare: - Penemuan penderita diare
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
- Penanganan penderita diare a. Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat 14 miskin b. Cakupan kunjungan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 15 a. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin b. Cakupan kunjungan pelayanan kesehatan rujukan masyarakat miskin Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus 16 diberikan sarana kesehatan (RS) di Kab/Kota 17 Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi <24 jam 18 Cakupan kelurahan siaga aktif Sumber: LAKIP Dinas Kesehatan Kota Surabaya
Berdasarkan hasil capaian indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) diatas menunjukkan bahwa semua indikator dapat dikatakan berhasil hanya ada beberapa indikator yang kurang/tidak berhasil, yaitu: indikator cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI) yang capaiannya sebesar 21,25% dari 160 kelurahan yang ada, indikator penemuan dan penanganan pasien baru TBC-BTA positif yang capaiannya 49,67% dari 2.977 perkiraan penderita TBC-BTA positif, penemuan penderita Pneumonia Balita yang
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
10
capaiannya sebesar 31,40%. dari 21.867 perkiraan balita yang ada. Sebagaimana diutarakan oleh drg. Primayanti, sebagai berikut: “.....tidak semua program yang dilakukan Dinas Kesehatan berhasil, berikut program yang capaian tidak/kurang berhasil, yaitu: Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI), Penemuan Penderita Pneumonia Balita, serta Penemuan dan Penanganan Pasien Baru TBC-BTA Positif.” Kurang/tidak berhasilnya capaian program diatas disebabkan karena pencatatan dan pelaporan yang masih belum optimal terutama disarana kesehatan swasta (under reported), dan kemungkinan sarana pelayanan kesehatan tersebut tidak melapor dalam menemukan kasus yang ada. Indikator RPJMD Kota Surabaya Bidang Kesehatan Target yang ingin dicapai oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya pada tahun 2011 dengan Indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surabaya bidang kesehatan sebagai berikut: Tabel 3 Target Indikator RPJMD Kota Surabaya Bidang Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kota Surabaya Sasaran Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Program Program Upaya Kesehatan Masyarakat
1.
2.
Program pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/puskesmas pembantu dan jaringannya
Program peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak
3.
4.
5.
6.
7. 8. 9.
Indikator
Target 2011
Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin Cakupan kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam
100 %
100 %
Jumlah puskesmas induk yang meningkat menjadi puskesmas rawat inap Jumlah puskesmas pembantu yang meningkat menjadi puskesmas induk
13 puskesmas
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (tolinakes) yang memiliki kompetensi kebidanan Cakupan imunisasi dasar lengkap bagi bayi 0 – 11 bulan Balita gizi buruk mendapat perawatan Cakupan kunjungan ibu hamil ( K4 ) Cakupan kunjungan Bayi
96 %
2 puskesmas
90 %
100 % 98 % 80 %
Sumber: LAKIP Dinas Kesehatan Kota Surabaya
Dari target RPJMD diatas, maka berikut capaian pada indikator RPJMD kota surabaya bidang kesehatan pada Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2011 dengan sembilan indikator kinerja:
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
11 Tabel 4 Capaian indikator RPJMD Kota Surabaya Tahun 2011 No
Indikator
Target
Realisasi
Capaian
1.
Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin
100%
100%
100,00%
2.
Cakupan kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam
100%
100%
100,00%
3.
Jumlah Puskesmas induk yang meningkat menjadi puskesmas rawat inap
13 Pusk
15 Pusk
115,38%
4.
Jumlah Puskesmas pembantu yang meningkat menjadi puskesmas induk
2 Pusk
5 Pusk
250,00%
5.
Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (tolinakes)
96%
95,10%
99,06%
6.
Cakupan imunisasi dasar lengkap bagi bayi 0-11 bulan, meliputi: a. Imunisasi BCG b. Imunisasi DPT 1+ HB 1 c. Imunisasi DPT 3+ HB 3 d. Imunisasi Polio 4 e. Imunisasi Campak
90% 90% 90% 90% 85%
79,85% 84,37% 76,78% 75,01% 71,74%
88,72% 93,74% 85,31% 83,30% 84,40%
7.
Balita gizi buruk yang mendapatkan perawatan
100%
100%
100,00%
8.
Cakupan kunjungan ibu hamil K4
98%
96,55%
98,52%
9.
Cakupan kunjungan bayi
80%
86,485
108,10%
Sumber: LAKIP Dinas Kesehatan Kota Surabaya
Berdasarkan hasil capaian pada tabel 4 dapat dilihat bahwa semua indikator dari beberapa program tersebut dapat dikatakan berhasil. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah kota Surabaya sangat peduli terhadap upaya peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat kota Surabaya dan semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Kesehatan Kota Surabaya Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, ada kewajiban setiap instansi pemerintah untuk menyusun dan melaporkan Perecanaan Strategik tentang program-program utama yang akan dicapai selama satu sampai dengan lima tahun, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masingmasing instansi dan jajarannya. Pelaporan kinerja ini dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja instansi pemerintah dalam suatu tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Instansi pemerintah yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan dan kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Pelaporan kinerja oleh instansi pemerintah ini kemudian dituangkan dalam dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
12
instansi. Sebagaimana juga diutarakan oleh drg. Primayanti, selaku Kasubag Penyusunan Program Dinas Kesehatan Kota Surabaya sebagai berikut: “....LAKIP merupakan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan berbagai program dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran.” LAKIP juga berperan sebagai alat kendali, alat penilai kualitas kinerja, dan alat pendorong dalam terjuwudya good governance yaitu pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. LAKIP yang mencerminkan good governance yaitu yang memenuhi karakteristik good governance yang meliputi akuntabilitas, tranparansi, partisipasi, efektif dan efisien. Sebagaimana diutarakan oleh Mbak Dian, selaku staff Penyusunan Program Dinas Kesehatan sebagai berikut: “....LAKIP merupakan salah satu bentuk good governance. LAKIP yang disusun oleh Dinas Kesehatan telah mencerminkan pelaksanaan good governance karena telah memenuhi karakteristik good governance yang meliputi akuntabilitas, tranparansi, partisipasi, efektif dan efisien.” Melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah, maka dapat diperoleh informasi kinerja setiap program yang bermanfaat untuk menentukan strategi yang digunakan dalam menyikapi dinamika tuntutan perubahan yang terus berkembang. Oleh karena itu, setiap instansi pemerintah berkewajiban untuk menyiapkan, menyusun dan menyampaikan laporan kinerja secara tertulis, periodik dan melembaga. LAKIP yang disiapkan dan disusun oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya nantinya akan disampaikan kepada Kepala Daerah yaitu Walikota Surabaya, dan akan dipertanggungjawabkan kepada publik. Dalam menyusun dan menyajikan Laporan Akuntabilitas Kinerjanya Dinas Kesehatan Kota Surabaya sudah sesuai dengan pedoman dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010. Dimana di dalam pasal 16 ayat 1 disebutkan bahwa Laporan Akuntabilitas Kinerja sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12 berisi ikhtisar pencapaian sasaran sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan. Dan pelaporan kinerja Dinas Kesehatan Kota Surabaya di dalam pengukuran kinerja kegiatan sudah memuat tentang indikator program, target, realisasi serta cakupan pencapaian sasarannya sehingga dapat dilihat kinerja yang dicapai Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Dan di dalam Pasal 16 ayat 3 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010 berisi tentang sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja di ilustrasikan pada Lampiran IV. Ruang lingkup penyusunan LAKIP pada Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2011 dibatasi pada penetapan kinerja yang terkait dengan program kerja dan kegiatan-kegiatan yang dibiayai dari APBD dan APBN (Dana Alokasi Khusus). Format penyusunan LAKIP pada Dinas Kesehatan Kota Surabaya sudah sesuai dengan pedoman yaitu Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010 yang termuat dalam Lampiran II/2-3 dan Lampiran III/5-5. Evaluasi Kinerja Akuntanbilitas kinerja organisasi tidak terlepas dari evaluasi kinerja. Evaluasi kinerja merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan manager publik dalam melaksanakan kegiatan dan fungsi yang diamanahkan kepadanya sebagaimana visi dan misi organisasi. Akuntabilitas Kinerja Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2011 mulai 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2011 merupakan hasil dari pengukuran masing-masing
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
13
indikator kinerja yang ada di Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Indikator kinerja tertuang dalam capaian indikator Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 741/Menkes/SK/VII/ 008 yang meliputi 18 indikator dan dalam capaian indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Sebagaimana diutarakan oleh NS, selaku staff Sekretariat Dinas Kesehatan Kota Surabaya sebagai berikut: “Penetapan target kinerja program berdasar Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan serta target RPJMD Kota Surabaya tahun 2010-2015.” Selama periode 2011 secara keseluruhan kegiatan Dinas Kesehatan yang dibiayai dana APBD Kota Surabaya dan APBN berupa Dana Alokasi Khusus untuk bidang kesehatan, dengan anggaran secara keseluruhan dapat dikategorikan berhasil (89,78%) terlihat dari tabel 1. Dari 21 kegiatan di tahun 2011, penyerapannya dikategorikan berhasil (85% - 100%) ada 14 kegiatan, yaitu kegiatan Belanja Tidak Langsung, Pengadaan dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Perkantoran, Penyediaan Barang dan Jasa Perkantoran, Peningkatan Surveylans Epidemiologi dan Penanggulangan Wabah, Pengembangan Lingkungan Sehat, Peningkatan Pelayanan Kesehatan Khusus, Pelayanan Kesehatan Keluarga, Peningkatan dan Perbaikan Gizi Masyarakat, Pelayanan Kesehatan Keluarga Miskin, Pengembangan Standart Pelayanan Kesehatan, Pengendalian Obat dan Perbekalan Kesehatan, Pemberdayaan Masyarakat dan Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga, Sertifikasi dan Akreditasi Tenaga Kesehatan, Penyediaan Biaya Operasional dan Pemeliharaan Kesehatan. Sedangkan 7 kegiatan dikategorikan cukup berhasil (70%-85%) yaitu kegiatan: Pelayanan Kesehatan Puskesmas, Peningkatan Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Pengadaan Alat Kesehatan Puskesmas, Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kesehatan, Pembinaan dan Pengembangan SDM Kesehatan, Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, Penyediaan Fasilitas Perawatan Kesehatan Bagi Penderita Akibat Dampak Asap Rokok. Kegiatankegiatan tersebut di atas secara fisik telah terlaksana (100%). Sisa anggaran tersebut merupakan efisiensi anggaran yang berupa sisa Lelang, sisa Penunjukan Langsung (PL) dan sisa pajak. Ada 1 kegiatan dikategorikan kurang berhasil (55%-70%) yaitu Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular. Untuk kegiatan Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular, sisa anggaran dikarenakan kasus DBD menurun sehingga kegiatan fogging fokus diserap sesuai dengan jumlah kasus. Kasus DBD yang ditangani pada Tahun 2011 sebanyak 1251 kasus sedangkan targetnya sebanyak 3250 kasus. Dari pembahasan mengenai penilaian kinerja atau Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) pada Dinas Kesehatan Kota Surabaya yang telah diuraikan, maka dapat dikatakan secara umum kinerja Dinas Kesehatan Kota Surabaya dapat dikatakan baik, hal ini berdasarkan penilaian kinerja pada masing-masing indikator, baik indikator Standar Pelayanan Minimal maupun Indikator Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) secara garis besar dapat tercapai atau dapat dikatakan berhasil, hanya saja ada beberapa indikator kegiatan yang belum berhasil. Apabila terdapat program yang kurang/tidak berhasil, maka dilakukan identifikasi penyebab ketidakberhasilan program tersebut. Sebagaimana diutarakan oleh drg. Primayanti, sebagai berikut: “.....jika terdapat program yang tidak/kurang berhasil, maka dilakukan identifikasi penyebab ketidakberhasilan program tersebut, setelah permasalahan diketahui baru dilakukan tindak lanjut sesuai dengan penyebab masalah tersebut.” Dinas Kesehatan Kota Surabaya senantiasa memperbaiki kinerjanya dari tahun ketahun dengan berpedoman pada pencapaian kinerja pada Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Sebagaimana diutarakan oleh Mbak Dian, selaku staff Penyusunan Program Dinas Kesehatan sebagai berikut:
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
14
“.....untuk menigkatkan kinerja dari tahun ke tahun dinas kesehatan selalu melakukan evaluasi dan inovasi terhadap program dan kegiatan yang dilakukan dan hasil kineja dinas secara umum berhasil.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil evaluasi atas kinerja Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2011 dapat dikatakan sudah berhasil dalam menjalankan program dan mencapai sasaran program/indikator kegiatan yang sudah menjadi tujuan dinas karena sudah sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkan serta penyajiannya sesuai dengan pedoman pelaporan yang telah ditetapkan yaitu berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pada Dinas Kesehatan Kota Surabaya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Dinas Kesehatan Kota Surabaya dalam menyusun dan menyajikan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) sudah sesuai dengan pedoman yaitu Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 29 tahun 2010 dimana di dalam pasal 16 ayat 1 disebutkan bahwa Laporan Akuntabilitas Kinerja sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 12 berisi ikhtisar pencapaian sasaran sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan dokumen perencanaan, (2) Berdasarkan hasil capaian dan evaluasi kinerja Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2011 telah menunjukkan target tercapai, baik capaian indikator maupun capaian kinerja, tetapi dalam capaian indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) ada beberapa indikator kegiatan yang tidak/kurang berhasil yaitu Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI), Penemuan Penderita Pneumonia Balita, serta Penemuan dan Penanganan Pasien Baru TBC-BTA Positif, (3) Dari hasil penilaian kinerja Dinas Kesehatan Kota Surabaya dikatakan sudah berhasil dalam menjalankan program yang menjadi tujuan dinas, karena sudah sesuai dengan rencana kerja yang telah ditetapkan. Saran Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut: (1) Selalu meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi
masyarakat terutama masyarakat miskin di setiap wilayah, (2) Meningkatkan kualitas SDM dengan cara memberikan pelatihan dan pediklatan kepada petugas kesehatan agar dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat atas kemampuan yang dimiliki, (3) Keberhasilan Dinas Kesehatan Kota Surabaya dalam menjalankan program dan target kinerjanya pada tahun 2011 hendaknya dijadikan motivasi bagi jajaran manajemen Dinas Kesehatan Kota Surabaya agar tidak cepat bepuas diri, tetapi sebaliknya untuk lebih meningkatkan kinerjanya secara terus menerus demi terpenuhinya peningkatan pembangunan di sektor kesehatan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 12 (2013)
15
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 2010. Evaluasi Terhadap Pelaporan Kinerja ”Dinas Pendidikan” Kota Surabaya. Skripsi. Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia. Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik:Suatu Pengantar. Erlangga: Yogyakarta. Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor: 239/1X/6/8/2003 Tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah. LAN dan BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance: Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2011. Mahsun, M. 2007. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Kedua. Cetakan Kedua. BPFE Yogyakarta. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. ANDI, Yogyakarta. Nowardiawan, D. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat: Jakarta. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 29 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Reubee, Y. S. 2011. Penelitian Kualitatif Dalam Pendekatan Positivistik, Naturalistik, Simbolik DanFenomenologik. Diunduh dari http://yuswardisyukrireubee.blogspot.com yang diakses pada tanggal 25 November 2012. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan Kombinasi (Mixed Methods). Cetakan Kedua. Bandung. Ulum, I. 2004. Akuntansi Sektor Publik: Sebuah Pengantar. Edisi Pertama. UMM Press. Malang. ●●●