DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN OPT TANAMAN PERKEBUNAN TAHUN 2016
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN NOVEMBER 2015
KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Tanaman Perkebunan tahun 2016 disusun dalam rangka memberikan acuan dan arahan pelaksanaannya kepada Dinas yang membidangi Perkebunan dan Perangkat Perlindungan Perkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sistematika Pedoman Teknis ini terdiri dari Bab I. Pendahuluan, berisi Latar Belakang, Sasaran Kegiatan, Tujuan dan Pengertian Umum; Bab II. Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan memuat tentang Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan dan Spesifikasi Teknis; Bab III. Pelaksanaan Kegiatan, berisi Ruang Lingkup, Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan, Lokasi, Jenis, Volume, dan Simpul Kritis; Bab IV. Pengadaan Barang; Bab V. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan; Bab VI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan; Bab VII. Pembiayaan; serta Bab VIII. Penutup. Pedoman Teknis ini sebagai acuan Dinas yang membidangi Perkebunan di Provinsi/Kabupaten/Kota dalam menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang lebih spesifik berdasarkan kondisi daerah setempat.
i
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................... i DAFTAR ISI .................................... iii DAFTAR LAMPIRAN .......................... v I.
II.
PENDAHULUAN ..........................
1
A. B. C. D.
1 3 4 4
Latar Belakang ...................... Sasaran Nasional ................... Tujuan ............................... Pengertian Umum....................
PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN ..9 A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan ............................. B. Spesifikasi Teknis ..................
9 16
PELAKSANAAN KEGIATAN .............
27
A. Ruang Lingkup ...................... B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan ............................. C. Lokasi, Jenis dan Volume ......... D. Simpul Kritis .........................
27
IV. PENGADAAN BARANG ...................
40
III.
31 35 38
iii
V.
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN ... 41 A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan.... B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan …………………………….
41 42
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN .............................
44
VII. PEMBIAYAAN ............................
47
VIII. PENUTUP .................................
48
LAMPIRAN
iv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Spesifikasi Teknis Sex Feromon ............. Cara dan Waktu Aplikasi Sex Feromon..... Spesifikasi Teknis Pengendalian Babi Hutan ........................................... Cara Pembuatan dan Aplikasi Bubur Bordo............................................ Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu Penggerek...................................... Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu (Uret)........................................... Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu (Tikus)........................................... Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu (Babi Hutan).................................... Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tembakau…….................................. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kakao………………................................ Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kelapa…………………………....................... Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Karet............................................ Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian OPT Kakao (PBK)………........................ Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian Uret Tanaman Tebu……....................... Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian Penggerek Tanaman Tebu...................
49 52 65 66 67 68 68 68 69 69 70 71 71 71 72 v
16. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian OPT Karet (JAP)............................... 17. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian OPT Nilam...................................... 18. Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT pada Tanaman Tebu per Hektar....... 19. Jenis dan Volume Komponen Pengendali-an OPT Tembakau per Hektar .............. 20. Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Nilam per Hektar ...... 21. Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT Kakao per Hektar......................... 22. Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT pada Tanaman Kelapa per hektar..... 23. Jenis dan Volume Komponen Pengendalian OPT pada Tanaman Karet per Hektar ...... 24. Jenis dan Volume Komponen Demfarm Pengendalian Uret Tebu per Hektar........ 25. Jenis dan Volume Komponen Demfarm Pengendalian OPT Kakao per Hektar........ 26. Jenis dan Volume Komponen Demfarm Pengendalian JAP Pada Tanaman Karet per Hektar....................................... 27. Form Laporan Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Pengendalian/Demfarm/ Demplot OPT.................................... 28. Form Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengendalian/Demfarm/Demplot OPT....... 29. Form Laporan Perkembangan Realisasi Fisik Dan Keuangan Kegiatan Pengendalian /Demfarm/Demplot OPT....................... 30. Out Line Laporan Akhir ........................
72 72 73 74 74 75 76 79 80 81 82 83 84 85 86 vi
vii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rata-rata serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada komoditi utama tanaman perkebunan 3-5 tahun terakhir 1,25 juta Ha dari luas areal perkebunan Indonesia sampai dengan tahun 2014 sekitar 22,99 juta ha dan yang diusahakan oleh rakyat sekitar 70% dari total areal perkebunan. Produktivitas baru mencapai 58% dari potensi. Rendahnya produktivitas dan mutu antara lain disebabkan oleh penggunaan benih unggul yang baru mencapai 40%, rendahnya kualitas penerapan Good Agricultural Practicies (GAP) di tingkat petani dan masih tingginya kehilangan hasil akibat serangan OPT. Kondisi tersebut diperburuk dengan terjadinya cekaman iklim seperti kekeringan, kebakaran lahan dan banjir. Kerugian akibat serangan OPT pada 16 komoditas perkebunan yaitu kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, kakao, jambu mete, cengkeh, lada, tebu, teh, tembakau, nilam, sagu, kemiri sunan, pala dan kapas pada tahun 2014 berdasarkan data perhitungan taksasi kerugian hasil diperkirakan sekitar Rp.4,84 trilyun. Jenis OPT utama yang masih menjadi ancaman dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas antara lain: Penggerek Buah Kakao 1
(PBK), penyakit Vascular Streak Dieback (VSD), dan busuk buah pada kakao; Penggerek Buah pada Kopi (PBKo); penyakit busuk pangkal batang dan jamur pirang pada lada; penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan Kering Alur Sadap (KAS) pada karet; hama Sexava sp., Oryctes sp., Rhyncophorus sp., Brontispa sp., tungau (Aceria guerreronis) dan penyakit busuk pucuk pada kelapa; hama Helopeltis sp., penyakit Jamur Akar Putih (JAP) dan Jamur Akar Coklat (JAC) pada jambu mete; hama ulat api dan penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma sp.) pada kelapa sawit; hama uret, tikus, babi hutan, penggerek batang (Chilo sp.) dan penggerek pucuk (Scirphophaga sp.) pada tebu; hama Spodoptera sp. dan penyakit lanas Phytophthora sp. pada tembakau; penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum.), budok (Synchytrium sp.) dan nematoda pada nilam; hama penggerek buah Helicoverpa sp., wereng daun Sundapteryx sp. dan ulat daun Spodoptera sp. pada kapas; hama Helopeltis sp. dan penyakit cacar daun pada teh; hama penggerek batang Nothopeus sp., Jamur Akar Putih/JAP (Rigidophorus lignosus) dan penyakit Bakteri Pembuluh Kayu Cengkeh/BPKC (Pseudomonas syzigii) pada cengkeh; hama penggerek batang dan penyakit layu pembuluh pada pala. Sesuai dengan UU No.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, UU No 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah No.6
2
tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/Kpts/07.210/9/97 tentang Pedoman Pengendalian OPT, bahwa Perlindungan Tanaman dilaksanakan dengan pemantauan, pengamatan, dan pengendalian OPT. Penanganan OPT masih belum optimal karena peran, kesadaran dan kemampuan masyarakat masih relatif rendah. Untuk meningkatkan efektifitas pengendalian, diperlukan bantuan pengendalian oleh pemerintah sebagai stimulan untuk mendorong peran serta dan kesadaran masyarakat dalam mengendalikan OPT tersebut. Karena terbatasnya anggaran yang dimiliki oleh pemerintah, kegiatan pengendalian OPT dilaksanakan pada pusat-pusat serangan atau areal yang memiliki potensi untuk menjadi sumber serangan. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, pada tahun anggaran 2016 Direktorat Jenderal Perkebunan mengalokasikan dana APBN Tugas Pembantuan (TP) untuk kegiatan pengendalian OPT tanaman tahunan di 15 provinsi; pengendalian OPT tanaman semusim di 12 provinsi; serta pengendalian OPT tanaman rempah dan penyegar di 9 provinsi. B. Sasaran Nasional Sasaran kegiatan penanganan OPT tanaman perkebunan pada tahun 2016 berdasarkan 3
Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Perlindungan Perkebunan adalah terkendalinya serangan OPT sehingga dapat mendukung peningkatan produksi dan produktivitas tanaman perkebunan berkelanjutan. C. Tujuan Tujuan kegiatan penanganan OPT tanaman perkebunan adalah memberikan bantuan pengendalian OPT pada pusat-pusat serangan dan mendorong petani untuk melakukan pengendalian secara mandiri agar serangan OPT terkendali dan tidak meluas pada areal tanaman lainnya. D. Pengertian Umum Dalam rangka menyamakan persepsi untuk kegiatan Penanganan Organisme Pengganggu Tumbuhan Tanaman Perkebunan, maka perlu disampaikan beberapa pengertian sebagai berikut : 1. Kelompok Tani adalah kumpulan petani/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kondisi, lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota yang terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan. 2. Calon Petani/Calon Lokasi (CP/CL) adalah kelompok tani/lokasi yang akan diusulkan
4
menjadi peserta dilaksanakan.
kegiatan
yang
akan
3. Hamparan tanaman adalah luas pertanaman dengan tingkat homogenitas tanaman yang relatif homogen. 4. Sosialisasi adalah penyampaian/penjelasan lebih rinci tentang kegiatan penanganan OPT perkebunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah setempat dan petani. 5. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) tanaman adalah jenis serangga, tumbuhan (gulma), jamur/cendawan, bakteri, nematoda, virus, vertebrata dan jasad renik lainnya yang dapat merusak, mengganggu kehidupan tanaman budidaya sehingga menyebabkan berkurang/hilangnya produksi dan kualitas hasil tanaman perkebunan. 6. Agens Pengendali Hayati (APH) adalah setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikroplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat digunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan berbagai keperluan lainnya. 7. Feromon serangga adalah senyawa yang dihasilkan dari tubuh/badan serangga hama 5
betina atau sintentis yang digunakan untuk menarik/menangkap serangga hama jantan, sehingga perkawinan gagal terjadi. 8. Predator adalah suatu organisme yang makan organisme lain sebagai mangsa, baik tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar dari dirinya. 9. Parasitoid adalah suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya. 10. Patogen adalah suatu mikroorganisme yang hidup dan makan (memarasit) pada atau di dalam suatu organisme inang yang lebih besar dan menyebabkan inangnya sakit atau mati. 11. Pestisida Nabati (Pesnab) adalah pestisida yang dibuat dari bagian tumbuhan yang bersifat racun (toxic) untuk menghambat/ membunuh OPT sasaran namun tidak membahayakan lingkungan. 12. Demonstrasi plot (Demplot) pengendalian OPT, yaitu model percontohan pengendalian OPT perkebunan dengan luas areal 1-5 hektar. 13. Demonstrasi farm (Demfarm) yaitu model percontohan pengendalian OPT pada lahan usahatani perkebunan dengan luas areal
6
lebih dari 5 hektar sampai dengan 25 hektar. 14. Tanaman perangkap adalah jenis tanaman yang digunakan untuk mengalihkan serangan/memerangkap OPT dari tanaman inangnya. 15. Lapon adalah sejenis perangkap babi hutan dalam bentuk jaring jerat yang dipasang pada tempat-tempat yang berpotensi dilewati babi hutan. 16. Pengamatan adalah kegiatan perhitungan dan pengumpulan informasi tentang keadaan populasi dan tingkat serangan OPT dan faktor-faktor iklim yang mempengaruhinya pada waktu dan tempat tertentu. 17. Pemantauan adalah kegiatan mengamati dan mengawasi populasi atau tingkat serangan OPT dan faktor-faktor yang mempengaruhinya secara berkala pada tempat tertentu. 18. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah pengendalian OPT dengan cara menggabungkan berbagai tindakan pengendalian yang kompatibel untuk menjaga agar populasi OPT tetap berada dibawah ambang kerusakan ekonomi dengan memperhatikan hubungan antara dinamika populasi OPT dan lingkungannya.
7
19. Luas serangan adalah luas tanaman yang mengalami kerusakan akibat gangguan/ serangan OPT yang dinyatakan dalam hektar. 20. Luas pengendalian adalah luas tanaman terserang yang dapat dikendalikan dengan memadukan berbagai teknik pengendalian. 21. Sanitasi adalah tindakan membersihkan tanaman atau bagian tanaman terserang OPT, sehingga tidak menjadi sumber serangan. 22. Eradikasi adalah tindakan memusnahkan tanaman atau bagian tanaman terserang OPT, sehingga tidak menjadi sumber serangan. 23. Eksplosi adalah tingkat populasi hama sangat tinggi yang terjadi secara mendadak dan singkat akibat hampir tidak adanya faktor penghambat. 24. Insentif adalah honor yang diberikan kepada petugas pelaksana kegiatan pengendalian OPT dalam melaksanakan pengamatan dan pengendalian OPT serta pembinaan kepada petani di lapangan.
8
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1. Pendekatan umum Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan. a. SK Tim Pelaksana Kegiatan 1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian. 2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan Dekon dan TP provinsi untuk kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan, ditetapkan oleh Kepala Dinas yang Membidangi Perkebunan Provinsi. 3) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan untuk TP kabupaten/kota ditetapkan oleh Kepala Dinas kabupaten/kota. b. Rencana kerja Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan.
9
c. Juklak, Juknis Penanggungjawab kegiatan harus menyusun Juklak/Juknis yang mengacu kepada pedoman teknis yang dikeluarkan oleh Ditjen. Perkebunan. Penyusunan Juklak/Juknis untuk kegiatan Dekon dan TP Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana. d. Koordinasi dan Sosialisasi Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan, Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan, Surabaya, Ambon dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sosialisasi dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan kepada petani peserta kegiatan pengendalian dan pihak terkait lainnya. e. Pelelangan/pengadaan Pelelangan/pengadaan dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pelelangan/pengadaan barang dan jasa harus selesai pada bulan Februari 2016. Pengadaan sarana pendukung perlindungan tidak dapat
10
digabungkan dengan pengadaan sarana produksi lainnya. f.
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung. g. Laporan 1) Laporan perkembangan kegiatan disampaikan oleh jawab kegiatan.
pelaksanaan penanggung
2) Laporan fisik dan keuangan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai form SIMONEV. 3) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2016. 2. Prinsip Pendekatan Teknis a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan 1) CP/CL a) Calon petani peserta pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif dan terdaftar di Badan Koordinasi Penyuluhan. Calon lokasi pengendalian OPT merupakan hamparan tanaman
11
dengan tingkat serangan yang masih dapat dikendalikan/dipulihkan. b) CP/CL untuk kegiatan TP Provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan. c) CP/CL untuk kegiatan TP Kabupaten/ Kota ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan. d) Sosialisasi kepada petani dan pihak terkait lainnya dilakukan sebelum kegiatan pelaksanaan pengendalian. e) Pengamatan Pengamatan awal dilakukan sebelum pelaksanaan pengendalian untuk melihat kondisi atau rona awal (produktivitas tanaman, kondisi tanaman dan keadaan OPT, serta teknik pengendalian yang pernah dilakukan) dari kebun yang akan dikendalikan. Pengamatan akhir dilakukan setelah pelaksanaan pengendalian untuk melihat efektivitas hasil pengendalian. Pengamatan dilakukan oleh petugas lapangan bersama dengan petani dari setiap kegiatan pengendalian OPT.
12
Khusus untuk pengendalian OPT dengan menggunakan feromon dilakukan pengamatan untuk mengetahui jumlah tangkapan OPT sasaran. 2) Bahan Pengendali a) APH dan Pesnab yang digunakan untuk pengendalian OPT telah mendapatkan izin dari Menteri Pertanian. Sedangkan penggunaan APH/Pesnab pada kegiatan demplot/demfarm dapat menggunakan APH/Pesnab yang telah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/Perti/ Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (Medan/Surabaya/Ambon)/ Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak. b) Parasitoid, predator dan tanaman antagonis yang digunakan telah mendapat rekomendasi dari Puslit/Balit/ Perti/Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (Medan /Surabaya/Ambon)/ Balai Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak. c) Pestisida sintetis dan feromon yang digunakan telah terdaftar dan mendapat ijin dari Menteri Pertanian. d) Pupuk hayati yang memiliki fungsi dan efektif untuk mengendalikan hama/ penyakit.
13
3) Waktu pelaksanaan pengendalian dilaksanakan pada kesempatan pertama setelah dilakukan penetapan CP/CL disesuaikan dengan karakter komoditas dan serangan OPT masing-masing. b. Demfarm Pengendalian OPT 1) Demfarm pengendalian OPT dilaksanakan oleh kelompok, untuk 3 (tiga) komoditi yaitu kakao, karet, dan tebu. 2) Kegiatan bertujuan untuk memberikan contoh kepada petani dalam mengendalikan PBK pada tanaman kakao, JAP pada tanaman karet, dan uret serta penggerek batang/ pucuk pada tanaman tebu. 3) Demfarm dilaksanakan di kebun petani, yang mudah dijangkau dan dapat menjadi etalase/percontohan bagi petani lainnya. Pelaksana kegiatan adalah UPTD Perlindungan Perkebunan di bawah Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi bersama Dinas Kabupaten/Kota. c. Demplot Pengendalian OPT Demplot pengendalian OPT dilaksanakan oleh Dinas yang membidangi perkebunan, di lahan petani pada 1 (satu) komoditi yaitu nilam. 1) Menerapkan teknologi pengendalian OPT nilam, yaitu dengan memadukan cara biologis, mekanis dan kimiawi.
14
2) Demplot dilaksanakan di kebun petani, yang mudah dijangkau dan dapat menjadi etalase/percontohan bagi petani lainnya. Pelaksana kegiatan adalah UPTD Perlindungan Perkebunan di bawah Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi bersama Dinas Kabupaten/Kota. 3. Tindak Lanjut a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan -
Perencanaan kegiatan, jadual kegiatan Pembuatan juklak, juknis setiap kegiatan Menunjuk penanggungjawab dan pelaksana kegiatan Survei lokasi kegiatan Koordinasi dengan instansi terkait Menindaklanjuti rekomendasi hasil pembinaan
b. Tahap Pasca Kegiatan 1) Pengendalian OPT a) Kelompok tani yang telah melaksanakan pengendalian OPT diharapkan agar melanjutkan pengendalian secara rutin, mandiri dan menyebarluaskan teknologi pengendalian OPT kepada petani disekitarnya. b) Petani agar melakukan pengamatan kebunnya secara rutin dalam rangka 15
membangun sistem peringatan dini. Pengendalian OPT agar dilakukan sejak dini berdasarkan pengamatan dan jangan menunggu sampai terjadi eksplosi. c) Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota agar melakukan pengawalan/pendampingan secara berkelanjutan. Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota mengupayakan penyediaan anggaran untuk pengawalan dan pendampingan kepada petani. 2) Demfarm Pengendalian OPT Kelompok tani di sekitar lokasi demfarm diharapkan mau mencontoh teknologi pengendalian OPT yang telah dilaksanakan. Provinsi pelaksana demfarm diharapkan melanjutkan dan mengembangkan hasil demfarm di wilayah binaan. Petugas melakukan pencatatan/evaluasi perkembangan demfarm, dan petani melakukan pemeliharaan demfarm. 3) Demplot Pengendalian OPT Demplot pengendalian OPT dilaksanakan secara multi years (3 tahun). Provinsi pelaksana demplot diharapkan mengembangkan hasil demplot di wilayah binaan. Petugas melakukan pencatatan atau evaluasi perkembangan demplot, dan petani melakukan pemeliharaan demplot.
16
B. Spesifikasi Teknis 1. Kriteria a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan Kriteria pengendalian sebagai berikut: 1) Luas pengendalian OPT minimal 25 ha/kelompok tani dengan perhitungan populasi tanaman sesuai standar baku. 2) Calon lokasi merupakan hamparan dengan kondisi tanaman terserang OPT ringan atau masih dapat dipulihkan. 3) Calon petani/kelompok tani peserta pengendalian tergabung dalam kelompok tani yang aktif. 4) Teknologi pengendalian OPT yang digunakan mengacu pada rekomendasi Puslit/Balit/ Perti/BBPPTP (Medan/Surabaya/Ambon)/ BPTP Pontianak atau pedoman pengenalan dan pengendalian OPT yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perkebunan. b. Demfarm Pengendalian OPT Kriteria demfarm pengendalian OPT sebagai berikut: 1) Demfarm dilaksanakan oleh UPTD Perlindungan Perkebunan pada Dinas provinsi yang membidangi perkebunan, bekerja sama dengan kelompok tani/petani.
17
2) Demfarm dilaksanakan pada hamparan dengan luas areal lebih dari 5 (lima) hektar sampai dengan 25 hektar. 3) Lokasi demfarm mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air. Untuk mendapatkan hasil yang signifikan lokasi untuk tahun ke 2 dan ke 3 tidak berubah. 4) Demfarm berada pada pusat serangan atau daerah penyebaran serangan OPT yaitu: PBK pada kakao, JAP pada karet dan Uret serta penggerek batang/pucuk pada tebu. c. Demplot Pengendalian OPT Kriteria demplot pengendalian OPT sebagai berikut: 1) Demplot dilaksanakan oleh UPTD Perlindungan Perkebunan pada Dinas provinsi yang membidangi perkebunan, bekerja sama dengan kelompok tani/petani. 2) Demplot dilaksanakan pada hamparan dengan luas areal 1 (satu) hektar sampai dengan 5 (lima) hektar. 3) Lokasi demplot mudah dijangkau dan dekat dengan sumber air. Untuk mendapatkan hasil yang signifikan lokasi untuk tahun ke 2 dan ke 3 tidak berubah. 4) Demplot berada pada pada pusat serangan atau daerah penyebaran serangan OPT
18
yaitu: penyakit budok, nematoda, ulat/kutu daun pada nilam. 2. Metode a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan Pengendalian OPT tanaman perkebunan dilaksanakan dalam kelompok tani yang sudah ditetapkan oleh Kepala Dinas provinsi yang membidangi perkebunan. Pengendalian dilaksanakan secara serentak dan massal melalui penerapan PHT terhadap OPT : 1) Penggerek Batang/Pucuk Tebu sacchariphagus/Schirpophaga sp.)
(Chilo
Pemasangan sex feromon berbahan aktif octadekenil asetat : 100% untuk penggerek batang dan Hexsadsenal 100% untuk penggerek pucuk.
Pemasangan feromon sebanyak 10 set/ha/aplikasi. Penggantian feromon dilakukan setiap 3 bulan sekali.
2) Uret Tebu (Lepidiota stigma)
Pengambilan, pengumpulan dan pemusnahan uret pada saat pengolahan tanah.
Pemasangan perangkap imago dengan lampu petromak/neon dan atau pemasangan jaring/barrier trap di sekitar pertanaman tebu. 19
3) Tikus (Rattus sp.)
Penangkapan/pemburuan serentak (gropyokan).
Aplikasi umpan/racun tikus berbahan aktif antara lain bromadiolon, brodifakum, seng fosfida dan coumatetralyl.
tikus
secara
4) Babi Hutan (Sus sp.) pada Tebu
Pemasangan lapon pada hutan.
Pemagaran di sekitar areal kebun.
jalur jalan babi
5) Lanas (Phytophthora sp.) dan Ulat Daun (Spodoptera sp., Heliothis sp.) pada Tembakau
Aplikasi APH Beauveria bassiana, dan atau SL-NPV (tergantung intensitas serangan).
Aplikasi Pestisida nabati berbahan aktif azadirachtin. Aplikasi pestisida nabati diulang bila perlu dengan memperhatikan populasi ulat daun yang dikendalikan.
Aplikasi APH dilakukan 1 minggu setelah aplikasi pestisida nabati.
6) Penggerek Buah pada (Conopomorpha cramerella)
Kakao/PBK
Pemangkasan. Sanitasi. 20
Panen sering. Pemasangan attraktan/sex feromon sebanyak 6 set/hektar/aplikasi. Aplikasi feromon diulang dengan interval minimal 4 (empat) bulan.
Sarungisasi
Insektisida yang sudah mendapat izin Menteri Pertanian.
7) Hama Brontispa sp. pada kelapa
Memotong janur dan diturunkan dengan tali, kemudian dikumpulkan dan dimusnahkan untuk membunuh larva dan imago Brontispa sp.
Pelepasan parasitoid pupa Tetrastichus brontispae, sebanyak 25 ekor pupa Brontispa terparasit per hektar.
8) Hama Kumbang Nyiur Oryctes sp. pada Kelapa
Membersihkan kebun atau memusnahkan semua tempat perkembangbiakan Oryctes sp. seperti sisa tanaman mati, sampah-sampah, tumpukan kotoran ternak, tumpukan serbuk gergaji, dan lainnya; memotong-motong tanaman kelapa yang tumbang/mati kemudian dimusnahkan.
Aplikasi feromon untuk memerangkap imago Oryctes sp. / Rhyncophorus sp. 21
sebanyak 1 set/ ha. Penggantian feromon dilakukan setiap 3 (tiga) bulan. 9) Hama Sexava sp. pada Kelapa
Sanitasi kebun. Pelepasan parasitoid telur Leefmansia bicolor sebanyak 25 butir telur terparasit/ha.
10) Hama Tungau (Aceria guerreronis) pada Kelapa
Menurunkan buah-buah terserang dari atas pohon dan mengumpulkan buah-buah kelapa terserang yang berserakan disekitar pohon.
Aplikasi pestisida sistemik berbahan aktif antara lain : dimehipo atau karbosulfan melalui injeksi batang/infus akar.
11) Penyakit Busuk Pucuk (Phytophthora palmivora ) pada tanaman kelapa
Eradikasi tanaman kelapa yang terserang (membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang)
Aplikasi fungisida sistemik berbahan aktif antara lain asam fosfit melalui injeksi batang/infus akar.
22
12) Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) pada Karet
Eradikasi tanaman terserang (membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang).
Mengumpulkan dan memusnahkan sisasisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma.
Aplikasi fungisida dengan bahan aktif antara lain triadimefon, triadimenol, hexaconazol, atau siproconazol dengan dosis 1 lt/hektar.
Aplikasi APH atau pupuk hayati berbahan aktif Trichoderma sp. pada tanaman terserang ringan dan sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi.
Aplikasi APH atau pupuk hayati berbahan aktif Trichoderma sp. dilakukan setelah aplikasi fungisida kimia, dengan jarak waktu sekitar 2 bulan. Aplikasi jamur Trichoderma sp. dilakukan bersamaan dengan pemupukan (pupuk organik).
Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH, dan sex feromon disajikan pada lampiran 1, 2 dan 3. b. Demfarm Pengendalian OPT
23
1) Demfarm Pengendalian Hama PBK pada Tanaman Kakao a) Pemangkasan dan sanitasi. b) Pemupukan dengan menggunakan pupuk organik (setara pupuk kandang). c) Pemasangan sex feromon. 2) Demfarm Pengendalian Hama Uret Pada Tebu a) Pengambilan, pengumpulan pemusnahan uret bersamaan pengolahan tanah.
dan dengan
b) Aplikasi pupuk organik dicampur dengan APH jamur Metarhizium sp./ nematoda enthomopatogen (NEP) sebelum tanam, atau pada saat pembuatan juringan. c) Pemasangan perangkap (lampu perangkap/trap barrier/jaring perangkap) untuk imago. 3) Demfarm Pengendalian Penggerek Batang/Pucuk Tebu (Chilo sacchariphagus/Schirpophaga sp.) a) Pemasangan sex feromon berbahan aktif octadekenil asetat : 100% untuk penggerek batang dan Hexsadsenal 100% untuk penggerek pucuk. b) Pemasangan feromon sebanyak 10 set/ha/aplikasi. Penggantian feromon dilakukan setiap 3 bulan sekali. 24
4) Demfarm JAP Karet a) Eradikasi tanaman terserang (membongkar dan memusnahkan tanaman yang terserang). b) Mengumpulkan dan memusnahkan sisasisa tanaman serta melakukan pengendalian gulma. c) Aplikasi fungisida berbahan aktif antara lain triadimefon/triadimenol dengan dosis 1 lt/hektar. d) Aplikasi APH jamur Trichoderma sp. pada tanaman terserang ringan dan sehat (pencegahan) dan pada bekas tanaman yang dieradikasi dengan dosis 15 kg/ha. e) Aplikasi jamur Trichoderma sp. dilakukan setelah aplikasi fungisida kimia, dengan jarak waktu sekitar 2 bulan. Aplikasi jamur Trichoderma sp. dilakukan bersamaan dengan pemupukan (pupuk organik). Rincian spesifikasi teknis, cara dan waktu penggunaan APH (golongan jamur dan golongan nematoda), parasitoid dan sex feromon disajikan pada lampiran 1,2 dan 3. c. Demplot Pengendalian OPT Demplot Pengendalian OPT Nilam (Budok, Nematoda, Ulat/Kutu Daun dll). 25
a) Penggunaan pestisida nabati bubuk biji nimba, dosis 5 kg/ha/aplikasi. Aplikasi dilakukan 3 kali dengan interval 2 minggu, di mulai dari tanaman umur 2 minggu. b) Penggunaan APH Beauveria bassiana dengan dosis 0.5 kg/ha/aplikasi. Aplikasi dilakukan 4 kali dengan interval 2 minggu sekali. c) Penggunaan bubur bordo dengan dosis 1 kg/ha, diaplikasikan seminggu setelah tanam. d) Aplikasi pupuk kandang 1500kg/ha/ aplikasi atau bahan organik yang setara. Rincian cara pembuatan disajikan pada Lampiran 4.
bubur
bordo
26
III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup 1. Pengendalian OPT a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan meliputi Tanaman Semusim dan Rempah, Tanaman Tahunan dan Penyegar. b. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan dilakukan di areal petani pekebun yang tergabung dalam kelompok tani pada komoditas kakao, tebu, tembakau, nilam, kelapa dan karet. c. Tahapan kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/ Kabupaten/Kota, penetapan CP/CL, sosialisasi pengendalian OPT, pengadaan bahan dan alat pengendali, pengamatan dan pengendalian, pendampingan serta monitoring/ evaluasi dan pelaporan. d. Indikator Kinerja No 1 1
Indikator 2 Input/Masukan
Uraian 3 -
Dana SDM Data dan informasi Teknologi
27
1 2
2 Output/Keluaran
3
Outcome/hasil
3 Terlaksananya pengendalian OPT tanaman kakao 4.500 ha, tebu 2.424 ha, tembakau 300 ha, kelapa 3.400 ha, dan karet 725 ha Menurunnya luas serangan OPT pada tanaman kakao 4.500 ha, tebu 2.424 ha, tembakau 300 ha, kelapa 3.400 ha, dan karet 725 ha
2. Demfarm Pengendalian OPT a. Demfarm pengendalian OPT pada tanaman kakao, tebu dan karet dilakukan di kebun petani. b. Tahapan kegiatan demfarm pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota, penetapan lokasi demfarm pengendalian, pengadaan sarana produksi klon unggulan lokal yang tahan terhadap OPT dan mempunyai produktivitas tinggi, pupuk, bahan untuk memperbaiki kesuburan tanah, APH dan pompa air), pengamatan dan 28
pemeliharaan tanaman, pendampingan serta monitoring/evaluasi dan pelaporan. c. Indikator Kinerja No 1
Indikator Input/Masukan
2
Output/Keluaran
3
Outcome/hasil
Uraian - Dana - SDM - Data dan informasi - Teknologi Terlaksananya demfarm pengendalian PBK pada kakao 10 ha, uret pada tebu 5 ha, penggerek pada tebu 5 ha, JAP pada karet 50 ha - Tersosialisasinya teknologi pengendalian PBK pada kakao 10 ha, uret pada tebu 5 ha, penggerek pada tebu 5 ha, JAP pada karet 50 ha. - Diperolehnya rekomendasi teknologi pengendalian PBK pada kakao 10 ha, uret pada tebu 5 ha, penggerek pada tebu 5 ha, JAP pada karet 50 ha.
29
3. Demplot Pengendalian OPT a. Demplot pengendalian OPT pada tanaman nilam dilakukan di kebun petani. b. Tahapan kegiatan demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi koordinasi antara Dinas yang membidangi Perkebunan Provinsi/Kabupaten/Kota, penetapan lokasi demplot pengendalian, pengadaan sarana produksi klon unggulan lokal yang tahan terhadap OPT dan mempunyai produktivitas tinggi, pupuk, bahan untuk memperbaiki kesuburan tanah, APH dan pompa air, pengamatan dan pemeliharaan tanaman, pendampingan serta monitoring/evaluasi dan pelaporan. c. Indikator Kinerja No 1 1
2
Indikator 2 Input/Masukan
Uraian 3
- Dana - SDM - Data dan informasi - Teknologi Output/Keluaran Terlaksananya demplot pengendalian pada nilam 40 ha.
30
1 3
2 Outcome/hasil
3 - Tersosialisasinya teknologi pengendalian hama OPT pada pada nilam 40 ha. - Diperolehnya rekomendasi teknologi pengendalian OPT pada pada nilam 40 ha.
B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan 1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan pengendalian OPT untuk TP provinsi adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan dan untuk TP kabupaten adalah dinas kabupaten yang membidangi perkebunan dan berkoordinasi dengan dinas provinsi. Sedangkan pelaksana dan penanggung jawab kegiatan Demfarm/Demplot pengendalian OPT adalah Dinas Provinsi/Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan. 2. Dinas yang membidangi perkebunan provinsi/kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan agar berkoordinasi dengan BBPPTP (Medan/Surabaya/Ambon)/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan pihak-pihak terkait lainnya.
31
3. Kewenangan dan tanggung jawab : a. Direktorat Perlindungan Perkebunan
Menyiapkan Terms of Reference (TOR) dan Pedoman Teknis;
Melakukan bimbingan, pembinaan, monitoring dan evaluasi.
b. Dinas Provinsi perkebunan
yang
membidangi
Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan pengendalian OPT/ demfarm/demplot pengendalian OPT dan pemberdayaan perangkat perlindungan tingkat provinsi;
Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan, BBPPTP Medan/Surabaya/ Ambon/BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja) dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan, serta institusi terkait lainnya;
Membuat Petunjuk Pelaksanaan untuk kegiatan pengendalian OPT/Demfarm/Demplot pengendalian OPT perkebunan;
Melakukan verifikasi bersama Dinas Kabupaten;
CP/CL
32
Menetapkan CP/CL kegiatan pengendalian OPT/demfarm/ demplot pengendalian OPT untuk TP Provinsi;
Melakukan pengawalan, pembinaan, monitoring dan evaluasi, berkoordinasi dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat;
Sosialisasi kegiatan pengendalian OPT/demfarm/demplot pengendalian OPT bersama-sama Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan;
Menindaklanjuti rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi Direktorat Perlindungan Perkebunan.
Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT/demfarm/demplot pengendalian OPT ke Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
c. Dinas Kabupaten/Kota membidangi perkebunan
yang
Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan pengendalian OPT untuk TP kabupaten;
33
Melakukan koordinasi dengan Dinas Provinsi yang membidangi perkebunan, BBPPTP (Medan/ Surabaya/Ambon), BPTP Pontianak (sesuai dengan wilayah kerja), Direktorat Jenderal Perkebunan, dan pihak terkait lainnya;
Membuat juknis kegiatan pengendalian OPT perkebunan;
Melakukan verifikasi penetapan CP/CL;
Melakukan sosialisasi, pembinaan dan monev kegiatan pengendalian OPT perkebunan;
Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT ke Dinas Provinsi dan Direktorat Jenderal Perkebunan cq. Direktorat Perlindungan Perkebunan.
dan
d. Kelompok Tani/Petani :
Mengikuti sosialisasi pengendalian OPT/demfarm/ demplot pengendalian OPT. Melakukan seluruh tahapan kegiatan pengendalian OPT/ demfarm/demplot pengendalian OPT.
34
C. Lokasi, Jenis dan Volume 1. Lokasi a. Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan (Tanaman Semusim dan Rempah, dan Tanaman Tahunan dan Penyegar) 1) Pengendalian OPT Tebu Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tebu seluas 2424 ha di 10 Provinsi 26 Kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 5, 6, 7, dan 8. 2) Pengendalian OPT Tembakau Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman tembakau seluas 300 ha di 4 Provinsi 4 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 9 . 3) Pengendalian OPT Kakao Kegiatan pengendalian OPT pada kakao seluas 4500 ha di 9 provinsi 20 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 10. 4) Pengendalian OPT Kelapa Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman kelapa seluas 3400 ha di 9 Provinsi 23 Kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 11.
35
5) Pengendalian OPT Karet Kegiatan pengendalian OPT pada tanaman karet seluas 725 ha di 6 provinsi 7 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 12. b. Demfarm Pengendalian OPT Perkebunan 1) Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Kakao (PBK) Kegiatan demfarm pengendalian OPT kakao seluas 10 ha di Provinsi Bali 1 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 13. 2) Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Tebu (Uret) Kegiatan demfarm pengendalian OPT tebu seluas 5 ha di Provinsi DIY (Kabupaten Sleman). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 14. 3) Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Tebu (Penggerek Tanaman) Kegiatan demfarm pengendalian OPT tebu seluas 5 ha di Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Jepara). Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 15.
36
4) Demfarm Pengendalian OPT Tanaman Karet (JAP) Kegiatan demfarm pengendalian OPT karet seluas 50 ha di 4 Provinsi 5 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 16. c. Demplot Pengendalian OPT Perkebunan Kegiatan Demplot Pengendalian OPT Nilam seluas 40 Ha di 4 Provinsi 5 kabupaten. Data rincian lokasi disajikan pada Lampiran 17. 2. Jenis dan Volume Kegiatan a. Komponen biaya kegiatan pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi : Upah/honor pengendalian, sosialisasi, pengadaan bahan, pengadaan alat, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta konsultasi. b. Komponen biaya kegiatan Demfarm pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi : Upah/honor pengendalian, sosialisasi, pengadaan bahan, pengadaan alat, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta konsultasi.
37
c. Komponen biaya kegiatan Demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan meliputi : Upah/honor pengendalian, sosialisasi, pengadaan bahan, pengadaan alat, pembinaan, monitoring dan evaluasi serta konsultasi. Rincian Jenis dan Komponen Pengendalian/demfarm dan demplot OPT tanaman perkebunan disajikan pada Lampiran 18-26. D. Simpul Kritis 1. Simpul Kritis Pengendalian OPT, Demfarm dan Demplot Pengendalian OPT Tanaman Perkebunan sebagai berikut : a. Penetapan SK pelaksana kegiatan terlambat, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. SK pelaksana kegiatan ditetapkan paling lambat seminggu setelah diterimanya Pedoman Teknis. b. Terlambatnya pengusulan revisi, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak tepat waktu sesuai target. Penelaahan dan usulan revisi agar dilakukan sejak awal setelah diterimanya Pedoman Teknis, paling lambat bulan Februari 2016.
38
c. Terlambatnya penyusunan juklak dan juknis, sehingga pelaksanaan kegiatan tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Dinas agar segera menyusun juknis/juklak paling lambat dua minggu setelah diterimanya Pedoman Teknis. d. Penetapan CP/CL tidak akurat sehingga terjadi revisi CP/CL atau tetap dilaksanakan pada CP/CL yang tidak tepat yang mengakibatkan pelaksanaan pengendalian terlambat/ tidak tepat sasaran. Verifikasi penetapan CP/CL dilakukan secara bersama antara dinas provinsi dengan dinas kabupaten sebelum pengusulan kegiatan. e. Terlambatnya pengadaan bahan dan alat pengendalian akibat proses lelang/pengadaan sehingga aplikasi tidak tepat waktu. Lelang/pengadaan bahan pengendalian dilakukan paling lambat bulan Februari 2016 dan penyediaan bahan pengendalian disesuaikan dengan spesifikasi teknis pelaksanaan aplikasi di lapangan.
39
IV. PENGADAAN BARANG Pengadaan barang dan jasa kegiatan Perlindungan Perkebunan untuk dana Tugas Perbantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku. Semua kegiatan pengadaan barang dan jasa yang melalui proses tender, pelaksanaan dan penetapan pemenang harus sudah sesuai dengan usulan rencana yang disampaikan oleh Satker pada awal tahun kegiatan.
40
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN A. Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana dekonsentrasi Provinsi dan TP Provinsi/Kabupaten/Kota dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan dan BBPPTP (Ambon, Surabaya, Medan)/BPTP Pontianak dan pihak terkait lainnya. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan. Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang dipergunakan (Material). Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan
41
harus mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat mengakselerasi kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan. B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pembinaan, pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien. Pendampingan terhadap kelompok tani peserta pengendalian OPT/demfarm/ demplot dilakukan oleh petugas di tingkat lapangan mencakup tahapan persiapan dan pelaksanaan kegiatan. Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan pengendalian OPT/demfarm/ demplot pengendalian OPT tanaman perkebunan pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan. 42
Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan Perlindungan Perkebunan tingkat provinsi. Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat kabupaten/kota melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan Perlindungan Perkebunan tingkat kabupaten/kota.
43
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan. Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota pada wilayah kerja masingmasing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung. B. Evaluasi Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/ penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya. Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masing-masing. C. Pelaporan Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan. Laporan kegiatan penanganan OPT dibuat oleh pelaksana
44
kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan. 1. Jenis Laporan : a. Laporan Kegiatan
Perkembangan
Pelaksanaan
1) Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Persiapan meliputi : penetapan tim pelaksana kegiatan; penyusunan juklak/ juknis; penetapan CP/CL; persiapan administrasi; pengadaan alat dan bahan; sosialisasi, dilaporkan setelah persiapan kegiatan selesai dilaksanakan. 2) Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan meliputi pengamatan awal, aplikasi pengendalian, pemantauan, pengamatan akhir, dilaporkan sebanyak 3 kali selama pelaksanaan kegiatan. b. Laporan Fisik dan Keuangan 1) Laporan Mingguan Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada
45
Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu pada hari Jum’at. 2) Laporan Bulanan Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya. 3) Laporan Triwulan Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan fasilitasi pengendalian OPT setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya. 4) Laporan Akhir Laporan Akhir merupakan laporan keseluruhan pelaksanaan kegiatan pengendalian OPT/demfarm/demplot pengendalian OPT setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan e-mail
46
Format Laporan Perkembangan Persiapan Kegiatan, Fisik dan Keuangan, Pelaksanaan Kegiatan dan Out Line Laporan Akhir seperti pada lampiran 2730. VII. PEMBIAYAAN Kegiatan Penanganan OPT Tanaman Perkebunan didanai dari APBN tahun anggaran 2016.
47
VIII. PENUTUP Pelaksanaan pengendalian OPT diharapkan mampu menstimulasi untuk mendorong peran serta dan kesadaran masyarakat dalam mengendalikan OPT, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan gangguan OPT pada tingkat lahan usaha tani secara mandiri, gradual dan berkesinambungan dan pada akhirnya dapat berkontribusi dalam menurunkan tingkat serangan OPT terutama pada pusatpusat serangan sehingga dapat terkendali dan tidak semakin meluas. Untuk keberhasilan pelaksanaannya diperlukan koordinasi, komitmen dan kerjasama, serta upaya yang sungguh-sungguh dari semua pihak terkait sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi masing-masing.
48
Lampiran 1. Spesifikasi Teknis Sex Feromon No 1.
2.
Jenis Feromon/ Bahan Aktif - Sex Feromon khusus untuk hama PBK - Bahan aktif: hexadecatrienyl, hexadecatrienol - Sex Feromon khusus hama Penggerek Batang Tebu - Bahan Aktif : Oktadekenil asetat 100%
Dosis
Waktu Simpan
OPT Sasaran
Keterangan
6 perangkap/ ha/tahun 1 set perangkap terdiri dari 1 unit perangkap dan 2 tabung vial feromon 10-20 set/ha/ thn. 1 set perangkap terdiri dari 1 unit perangkap dan 4 sachet feromon
Satu tahun penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung. Empat bulan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung
PBK (Conopomorpha cramerella) pada kakao
Diprioritaskan pada daerah serangan penggerek buah kakao.
Penggerek batang (Chilo sachariphagus) pada tanaman tebu
Diprioritaskan pada daerah serangan penggerek batang tebu
49
No 3.
-
4.
-
-
5.
Jenis Feromon/ Bahan Aktif Sex Feromon khusus hama Penggerek pucuk Tebu Bahan Aktif : Hexsadsenal 100% Sex Feromon khusus hama Kumbang Nyiur Bahan Aktif: etil-4metil oktanoat
- Sex Feromon khusus hama
Dosis
Waktu Simpan
OPT Sasaran
Keterangan
10-20 set/ha/ th.1 set perangkap terdiri dari 1 unit perangkap dan 4 sachet feromon 1 perangkap/ ha/tahun
Empat bulan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung
Penggerek pucuk (Scirpophaga nivella) pada tanaman tebu
Diprioritaskan pada daerah serangan penggerek pucuk tebu
Kumbang Nyiur (Oryctes rhinoceros) pada kelapa
Diprioritaskan pada daerah serangan Oryctes rhinoceros
Kumbang sagu
Diprioritaskan pada da-
Satu tahun penyimpanan pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung. 1-2 perangkap/ Satu tahun peha/tahun nyimpanan pada
50
No
Jenis Feromon/ Bahan Aktif Kumbang Sagu - Bahan aktif: 4–5 metil –5nonanol
Dosis
Waktu Simpan suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung.
OPT Sasaran (Rhynchophorus ferrugineus) pada kelapa
Keterangan erah serangan Rhynchophorus ferrugineus
51
Lampiran 2. Cara dan Waktu Aplikasi Sex Feromon No 1.
Jenis Feromon/ Waktu Cara Aplikasi Keterangan Bahan Aktif Aplikasi/frekuensi - Sex Feromon - Perangkap dilipat - Aplikasi feromon - Pemasangan khusus untuk berbentuk rumah; dilakukan 2 kali feromon harus hama PBK dalam satu tahun memenuhi 5 T - Tabung feromon atau (Tepat dosis, - Bahan aktif : digantung pada menyesuaikan waktu, cara, hexadecatrienyl, perangkap; dengan kondisi lokasi dan sasahexadecatrienol - Tutup tabung lapangan. ran), sesuai deferomon dilubangi ngan pedoman - Aplikasi feromon dengan penggunaan. dimulai pada saat menggunakan musim buah. - Sebelum aplikasi jarum dan jangan Buah berukuran perlu dilakukan dibuka; rata-rata 8 cm pengamatan untuk - Lem/perekat didan mulai ada menentukan buka kemudian diserangan PBK. waktu masukkan dalam 52
No
Jenis Feromon/ Bahan Aktif
Cara Aplikasi perangkap; - Perangkap digantung di atas tajuk tanaman dengan ketinggian 0,5 m diatas tajuk tertinggi; - Jalur penempatan perangkap secara diagonal atau zig zag pada pusatpusat serangan; - Pengamatan dilakukan secara berkala maksimal 1 minggu sekali;
Waktu Keterangan Aplikasi/frekuensi pemasangan yang - Interval penggantepat. tian feromon dan perekat/lem - Feromon jangan di paling lambat 4 pasang di bawah bulan atau disetajuk karena kesuaikan dengan biasaan aktivitas kondisi lapangan. kawin imago PBK diatas tajuk tana- Pemasangan man pada malam feromon dilakukan hari. pada sore hari. - Tutup botol senyawa dan selaput penutup botol feromon tidak boleh dibuka selama pemasangan, 53
No
3.
Jenis Feromon/ Bahan Aktif
Cara Aplikasi
- Apabila lem atau perekat sudah tidak berfungsi (misal terkena air hujan atau sudah penuh dengan PBK yang tertangkap) segera diganti dengan lem perekat serangga selama feromon masih belum habis. - Sex Feromon - Masukkan wadah khusus untuk perangkap pada hama Penggerek tiang bambu atau Batang Tebu kayu bulat yang
Waktu Aplikasi/frekuensi
Keterangan karena tutup botol sudah dilubangi dengan jarum.
- Umur tanaman + 2 bulan s/d menjelang panen dan - Pemasangan fero-
- Pemasangan feromon harus memenuhi 5 T (tepat dosis, 54
No
Jenis Feromon/ Bahan Aktif - Bahan Aktif : Oktadekenil asetat 100%
Cara Aplikasi telah ditancapkan ditanah setinggi 120 cm; - Pasang tempat vial rubber pada sisi tengah; - Masukkan vial rubber yang berisi feromon pada wadah perangkap yang terpasang; - Isi air dan sedikit deterjen pada wadah perangkap setinggi + 0,5 cm, upayakan selalu
Waktu Aplikasi/frekuensi mon dilakukan pada sore hari dan perhatikan arah tiupan angin; - Vial rubber yang berisi feromon diganti setiap 3 bulan sekali
Keterangan waktu, cara, lokasi dan sasaran); - Setelah 3 bulan vial rubber diganti atau ditambah vial rubber baru dengan cara ditempelkan pada vial rubber lama menggunakan jarum pentul.
55
No
Jenis Feromon/ Bahan Aktif
Cara Aplikasi
Waktu Aplikasi/frekuensi
Keterangan
tersedia air di wadah perangkap - Perangkap dipasang diantara juring, 1 unit perangkap untuk 14 juring; - Sex Feromon - Masukkan wadah - Umur tanaman 1-4 - Pemasangan khusus hama perangkap pada bulan dan lakukan feromon harus Penggerek pucuk tiang bambu atau pengamatan untuk memenuhi 5 T Tebu kayu bulat yang menentukan wak(tepat: dosis, telah ditancapkan tu pemasangan waktu, cara, - Bahan Aktif : ditanah setinggi yang tepat; lokasi dan Hexsadsenal 120 cm; sasaran); 100% - Pemasangan - Pasang tempat feromon dilakukan - Setelah 3 bulan vial rubber pada pada sore hari dan vial rubber diganti 56
No
Jenis Feromon/ Bahan Aktif
Cara Aplikasi sisi tengah; - Masukkan vial rubber yang berisi feromon pada wadah perangkap yang terpasang; - Isi air dan sedikit deterjen pada wadah perangkap setinggi + 0,5 cm, upayakan selalu tersedia air di wadah perangkap; - Perangkap dipasang diantara tanaman tebu
Waktu Aplikasi/frekuensi perhatikan arah tiupan angin; - Vial rubber diganti setiap 3 bulan sekali
Keterangan atau ditambah vial rubber baru dengan cara ditempelkan pada vial rubber lama menggunakan jarum pentul.
57
No 4.
Jenis Feromon/ Waktu Cara Aplikasi Keterangan Bahan Aktif Aplikasi/frekuensi - Sex Feromon - Siapkan ember - Aplikasi feromon - Pemasangan khusus untuk plastik berkapasidilakukan minimal feromon harus hama kumbang tas 12 liter yang dua kali dalam memenuhi 5 T nyiur akan digunakan satu tahun atau (Tepat dosis, sebagai menyesuaikan dewaktu, cara, - Bahan Aktif: perangkap; ngan kondisi lokasi dan etil-4 metil lapangan. sasaran), sesuai - Buat lubang pada oktanoat dengan pedoman bagian dasar - Interval waktu penggunaan. ember sebanyak 5 aplikasi paling buah dengan dialambat 3 bulan. - Sebelum aplikasi meter 2 mm untuk - Pemasangan perlu dilakukan pembuangan air pengamatan untuk feromon dilakukan hujan; menentukan pada sore hari. waktu - Tutup ember dipemasangan yang lubangi sebanyak tepat, yaitu pada 5 buah lubang 58
No
Jenis Feromon/ Bahan Aktif
Cara Aplikasi dengan diameter 55 mm; - Balik tutup ember yang sudah di lubangi, kemudian gantungkan satu kantong feromon pada bagian tengah tutup ember dengan menggunakan kawat; - Tutup ember yang telah digantungi feromon dipasang kan pada ember perangkap;
Waktu Aplikasi/frekuensi
Keterangan saat ditemukan ada-nya serangan kumbang pada tanaman kelapa
59
No
Jenis Feromon/ Bahan Aktif
Cara Aplikasi
Waktu Aplikasi/frekuensi
Keterangan
- Ember perangkap digantung pada tiang kayu/bambu penyanggah yang berukuran 2-3 m dari permukaan tanah; - Tiang penyanggah ditancapkan di pinggir kebun pada tempat terbuka; - pengumpulan dan pemusnahan kumbang yang terperangkap dilakukan 60
No
5.
Jenis Feromon/ Bahan Aktif
Cara Aplikasi
Waktu Aplikasi/frekuensi
Keterangan
maksimal setiap satu minggu satu kali; - Akan lebih efektif jika ember diisi dengan serbuk gergaji/tanah yang dicampur dengan insektisida dengan tujuan agar kumbang yang terperangkap mati. - Sex Feromon - Siapkan ember - Aplikasi feromon - Pemasangan khusus untuk plastik berkapasidilakukan minimal feromon harus hama kumbang tas 18 liter yang dua kali dalam memenuhi 5 T 61
No
Jenis Feromon/ Bahan Aktif sagu - Bahan aktif 4–5 meti –5nonanol -
Cara Aplikasi
akan digunakan sebagai perangkap; Pada bagian dasar ember untuk perangkap dibuat lubang sebanyak 23 buah dengan diameter 2 mm; - Seng Plat sebanyak dua buah disatukan dengan bambu yang ujungnya telah dibelah silang sehingga
Waktu Keterangan Aplikasi/frekuensi satu tahun atau (Tepat dosis, menyesuaikan waktu, cara, dengan kondisi lokasi dan lapangan. sasaran), sesuai dengan pedoman - Interval waktu penggunaan. aplikasi feromon paling lambat 3 - Sebelum aplikasi bulan. perlu dilakukan pengamatan untuk - Pemasangan menentukan wakferomon dilakukan tu pemasangan pada sore hari. yang tepat, yaitu pada saat ditemukan adanya gejala serangan kumbang sagu pada tana-
62
No
Jenis Feromon/ Bahan Aktif
Cara Aplikasi berbentuk kipas baling-baling; - Seng plat yang telah disatukan dengan bambu dimasukkan ke dalam ember plastik; - Buat gantungan dari kawat dan pasang pada seng plat baling-baling; - Gantungkan feromon pada gantungan kawat tersebut;
Waktu Aplikasi/frekuensi
Keterangan man kelapa
63
No
Jenis Feromon/ Bahan Aktif
Cara Aplikasi
Waktu Aplikasi/frekuensi
Keterangan
- Ember perangkap digantung pada bambu/kayu penyanggah berukuran ± 1 m; - Kayu penyanggah tersebut dipasang pada pohon kelapa dengan ketinggian 2 meter dari permukaan tanah.
64
Lampiran 3. Spesifikasi Teknis Pengendalian Babi Hutan No 1
2
Jenis Alat Bahan Keterangan Pengendalian Pemasangan Lapon terbuat dari Lapon terbuat dari kawat baja berbentuk spiral, lapon pada jalur kawat baja ber- badan babi yang terjerat seluruhnya akan masuk jalan babi hutan bentuk spiral jerat. Moncong dan kaki terkait kawat jerat sehingga tidak dapat lolos atau bergerak. Pemasangan lapon harus di jalur jalan babi yang telah diketahui berdasarkan pengintaian. Pemagaran pagar bisa meng- Pemagaran di sekitar areal kebun sebagai pagar gunakan bambu hidup yang ditanam rapat. Jenis pohon semak berduri dan bambu berduri secang (Caesalpinia sapan) dapat pula haur (Bambosa dimanfaatkan untuk pagar secara bertahap, bambu) selain kuat zat durinya bisa menginfeksi
65
Lampiran 4. Cara Pembuatan dan Aplikasi Bubur Bordo
a. Cara Pembuatan
b. Cara Aplikasi Disiram ke bagian pangkal batang dan perakaran. Empat minggu setelah penyiraman harus dilakukan pemberian bahan organik. 66
Lampiran 5. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu Penggerek No 1
2
Provinsi Jawa Tengah
Jawa Timur
Kabupaten Grobogan
Jenis OPT Penggerek
Volume Ha 50
Batang
Penggerek
50
Ha
Brebes
Penggerek
25
Ha
Kudus
Penggerek
30
Ha
Jepara
Penggerek
40
Ha
Rembang
Penggerek
100
Ha
Blora
Penggerek
50
Ha
Sragen
Penggerek
150
Ha
mojokerto
Penggerek
Ha
jombang
Penggerek
100 100
Lumajang
Penggerek
100
Ha
Tulungagung
Penggerek
100
Ha
Ngawi
Penggerek
100
Ha
Penggerek
100
Ha
Penggerek
30
Ha
Ha
3
Lampung
4
Sulsel
Madiun Lampung Utara Bone
5
Gorontalo
Gorontalo
Penggerek
50
Ha
Boalemo
Penggerek
50
Ha
Penggerek
100
Ha
67
Lampiran 6. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu (Uret) No 1 2
Provinsi DIY Jawa Timur
Kabupaten Sleman Lumajang Tulung Agung
Jenis OPT Uret Uret Uret
Volume Ha 50 50 Ha 100 Ha
Lampiran 7. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu (Tikus) No 1 2
Provinsi Jawa Barat Jawa Tengah
3
Jawa timur
4
Sulsel
Kabupaten Indramayu Tegal Brebes Pati blora Mojokerto Sidoarjo Jombang Wajo Bone takalar
Jenis OPT Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus Tikus
Volume Ha 150 Ha 34 Ha 25 Ha 30 Ha 50 Ha 100 Ha 150 Ha 150 Ha 25 Ha 30 Ha 25
Lampiran 8. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tebu (Babi Hutan) No 1
Provinsi Sulsel
Kabupaten wajo
Jenis OPT Babi Hutan
Volume Ha 30
68
Lampiran 9. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Tembakau No 1
Provinsi Jawa tengah
2 3 4 5
Jawa Timur Sulsel Bali NTB
Kabupaten Semarang Grobogan Boyolali Sragen Jember Bone Buleleng Lombok Tengah
Volume Ha 10 Ha 50 Ha 50 Ha 10 50 Ha 50 Ha Ha 30 Ha 50
Lampiran 10. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Penggerek Buah Kakao (PBK) No
Provinsi Aceh
2 3
Sumbar Sulteng
4
Sulsel
5
Bali
6 7
NTB Sulbar
Kabupaten Bireun Pidie Jaya Tanah Datar Poso Banggal Buol Parigi Moutong
Jenis OPT
Volume 50 100 50 800 100 100 350
Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha
Pinrang
PBK PBK PBK PBK PBK PBK PBK PBK
250
Ha
Enrekang Badung Tabanan Lombok Utara Polewali Mandar Mamasa Mamuju Tengah
PBK PBK PBK PBK PBK PBK PBK
300 50 50 225 400 300 300
Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha 69
No
Provinsi
8
Sultra
9 10
NTT Malut
Kabupaten Kolaka Bombana Kolaka Utara Kolaka Timur Flores Timur Kep. Sula
Jenis OPT PBK PBK PBK PBK PBK PBK
Volume 300 400 200 125 50 100
Ha Ha Ha Ha Ha Ha
Lampiran 11. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Kelapa No Provinsi 1 Sulut 2
Sulteng
3
NTB
4
Jateng
5 6 7 8
DIY Kalbar Sulteng Sulsel
9
Bali
Kabupaten Bolaang Mongondow Poso Donggala Tojo UnaaUna Sumbawa Barat Jepara Rembang Blora Purworejo Kebumen Bantul Sambas Parigimoutong Wajo Bone Buleleng Badung
Jenis OPT Brontispa, sp.
Volume 200 Ha
Brontispa, sp. Brontispa, sp. Brontispa, sp.
150 Ha 100 Ha 150 Ha
Brontispa, sp.
100 Ha
Oryctes/Rhynchophorus Oryctes/Rhynchophorus Oryctes/Rhynchophorus Oryctes/Rhynchophorus Oryctes/Rhynchophorus Oryctes/Rhynchophorus Oryctes/Rhynchophorus Oryctes/Rhynchophorus Oryctes/Rhynchophorus Oryctes/Rhynchophorus Oryctes/Rhynchophorus Oryctes/Rhynchophorus
100 300 200 100 100 50 200 100 100 200 50 50 70
Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha Ha
No Provinsi 10 Malut
11 12
Sulut Sulut
Kabupaten Halteng Halut Halsel Halbar Bitung Minahasa Sel
Jenis OPT Sexava sp. Sexava sp. Sexava sp. Sexava sp. Aceria sp. Penyakit Busuk Pucuk
Volume 200 Ha 200 Ha 200 Ha 100 Ha 250 Ha 200 Ha
Lampiran 12. Lokasi Kegiatan Pengendalian OPT Karet No. 1. 2. 3. 4. 5.
Provinsi Jabar Sumbar Riau Jambi Banten
Kabupaten Subang Garut Dharnasraya Kampar Tebo Lebak
Volume 50 Ha 100 Ha 175 Ha 200 Ha 100 Ha 100 Ha
Lampiran 13.Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian OPT Kakao (PBK) No 1
Provinsi Bali
Kabupaten Jembrana
Volume 10 Ha
Lampiran 14. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian Uret Tanaman Tebu No 1
Provinsi DIY
Kabupaten Sleman
Volume 5 Ha
71
Lampiran 15. Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian Penggerek Tanaman Tebu No 1
Provinsi Jawa Tengah
Kabupaten Jepara
Volume 5 Ha
Lampiran 16.Lokasi Kegiatan Demfarm Pengendalian OPT Karet (JAP) No. 1 2 3 4
Provinsi Jawa Barat Riau Sumsel Kalbar
Kabupaten
Volume
Subang
10
Ha
Garut Kuantan Singingi OKI Mempawah
10 10 10 10
Ha Ha Ha Ha
Lampiran 17. Lokasi Kegiatan Demplot Pengendalian OPT Nilam No
Provinsi Jabar Aceh Sultra Gorontalo
Kabupaten Kuningan Aceh Selatan Bombana Kolaka Utara Bone Bolango
Volume 5 Ha 5 10 10 10
72
Lampiran 18. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT pada Tanaman Tebu per Hektar No 1
2 3
4 5
Jenis dan komponen kegiatan Honor: - Upah pengamatan, pengendalian, sanitasi (uret) - Upah pengamatan pemasangan feromon (penggerek) - Upah gropyokan Pemasangan umpan racun (tikus) - Upah pengendalian (babi) Sosialisasi Pengadaan bahan : - feromon (penggerek)
Keterangan Total luas pengendalian 4.573 ha di 9 provinsi, 42 kabupaten
- Umpan racun (tikus) - Papan nama Pengadaan alat: - Peralatan pengendalian (Set) Pembinaan dan monev: - Sosialisasi, pembinaan, monev kabupaten ke lokasi - Sosialisasi, pembinaan, monev Petugas Provinsi dan UPTD Proteksi ke lokasi
73
Lampiran 19. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT Tembakau per Hektar No 1 2 3
4 5
Jenis dan komponen kegiatan Honor: - Pengamatan dan pengendalian Sosialisasi Pengadaan bahan : - Agens Pengendali Hayati - Pestisida nabati - Papan nama Pengadaan alat: - Sprayer Pembinaan dan monev: - Sosialisasi, pembinaan, monev kabupaten ke lokasi - sosialisasi, pembinaan, monev Petugas Provinsi dan UPTD Proteksi ke lokasi
Keterangan Total luas pengendalian 125 ha di 4 provinsi, 5 kabupaten
Lampiran 20. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT Nilam per Hektar
2
Jenis dan komponen kegiatan Honor: - Pengamatan dan Pengendalian Sosialisasi
3
Pengadaan bahan :
No 1
Keterangan Total luas Demplot pengendalian 30 ha di 5 provinsi, 5 kabupaten 74
No
4
Jenis dan komponen kegiatan - Agens hayati - Bubur bordo/benomyl - Pestisida nabati Pembinaan dan monev: - Sosialisasi, pembinaan, monev kabupaten ke lokasi - Sosialisasi, pembinaan, monev Petugas Provinsi, UPTD Proteksi ke lokasi
Keterangan
Lampiran 21. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT Kakao per Hektar No 1
2 3
4
Jenis dan komponen kegiatan Honor: - Pemangkasan, sanitasi, pemupukan dll Konsumsi sosialisasi Pengadaan bahan : - Atraktan/feromon - Perlengkapan atraktan - Pupuk organik (setara pupuk kandang) - Insektisida - Papan nama Pembinaan dan Monev : - Sosialisasi, pembinaan dan monev provinsi/UPTD ke lokasi - Sosialisasi, pembinaan dan
Keterangan Total luas pengendali-an 4.600 ha di 10 provinsi, 21 kabupaten.
75
monev kabupaten ke lokasi Jenis dan komponen kegiatan - Bantuan transport petugas lapang
No
Keterangan
Lampiran 22. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT pada Tanaman Kelapa per hektar No A 1
2 3
4
B 1
Jenis dan komponen kegiatan Pengendalian hama Brontispa longissima Pengadaan bahan Tetrastichus brontispae Herbisida Tali tambang Papan nama Konsumsi dan sosialisasi Honor: Pemotongan pucuk terserang, pemasangan koker, aplikasi herbisida Insentif petugas lapang Pengamatan dan pengendalian Sosialisasi, Pembinaan dan Monev Provinsi ke lokasi Kabupaten ke lokasi Transport petugas lapang Transport petani dalam rangka sosialisasi Pengendalian hama Oryctes rhinoceros/ Rhynchophorus sp. Pengadaan bahan Atraktan / Feromon Perlengkapan atraktan 76
No 2 3 4
C 1
2 3
4
D 1
Papan nama Jenis dan komponen kegiatan Konsumsi dan sosialisasi Honor: Insentif petugas lapang Pengamatan dan pengendalian Sosialisasi, Pembinaan dan Monev Provinsi ke lokasi Kabupaten ke lokasi Trasnsport petugas lapang Transport petani dalam rangka sosialisasi Pengendalian hama Sexava sp. Pengadaan bahan Bahan perbanyakan telur terparasit Leefmansia bicolor sebanyak 25 butir Insektisida Plastik, karet gelang Kawat Papan Nama Konsumsi dan sosialisasi Honor: Penyebaran musuh alami, sanitasi kebun, dan aplikasi insektisida Insentif petugas lapang Pengamatan dan pengendalian Sosialisasi, Pembinaan dan Monev Provinsi ke lokasi Kabupaten ke lokasi Trasnsport petugas lapang Transport petani dalam rangka sosialisasi Pengendalian hama Aceria Pengadaan bahan Insektisida Sarung tangan 77
No
2 3 4
Masker Jenis dan komponen kegiatan Plastik, karet gelang Bor Batang Bahan bakar bor batang Dispossible Papan nama Konsumsi dan sosialisasi Honor: Insentif petugas lapang Pengamatan dan pengendalian Sosialisasi, Pembinaan dan Monev: Provinsi ke lokasi Kabupaten ke lokasi Trasnsport petugas lapang Transport petani dalam rangka sosialisasi
78
Lampiran 23. Jenis dan Komponen Pengendalian OPT pada Tanaman Karet per Hektar No. Jenis dan Komponen Pengendalian 1. Pengadaan Bahan: Fungisida APH (Trichoderma sp.) Pupuk organik 2 Konsumsi dan sosialisasi 3 Honor: Insentif petugas lapang Pengamatan dan pengendalian 4 Sosialisasi, pembinaan dan monev: Kabupaten ke lokasi Provinsi ke lokasi Transport petugas lapang Transport petani dalam rangka sosialisasi
79
Lampiran 24. Jenis dan Komponen Demfarm Pengendalian Uret Tebu per Hektar No 1
Jenis Kegiatan Honor: - Upah pengamatan,
pengendalian/Sanitasi, dll
2 3
4 5
Volu me
Keterangan
Total luas 7,20 Demfarm pengendalian uret tebu 10 ha di 2 20 provinsi, 2 kabupaten
- Upah pengolahan lahan dengan traktor diikuti pengambilan uret 5 - Pemasangan Light trap/barrier trap dan pengumpulan imago Sosialisasi 3 Pengadaan Bahan: - Pupuk organik 1500 - Agens hayati 40 - Papan nama 0,50 Pengadaan alat: - Light Trap/Trap 1 Barrier Pembinaan dan monev : 1,20 - Pembinaan provinsi ke lokasi - Pembinaan 1,60 kabupaten ke lokasi
80
Lampiran 25. Jenis dan Komponen Demfarm Pengendalian OPT Kakao per Hektar No 1
2 3
4
Jenis kegiatan Honor: - Pengamatan dan pengendalian (pemangkasan, sanitasi, pemupukan, dll) Konsumsi sosialisasi Pengadaan bahan: - Atraktan/ feromon - Perlengkapan atraktan - Pupuk organik (setara pupuk kandang) - Papan nama
Pembinaan dan monev: - Sosialisasi, pengamatan kabupaten ke lokasi - Sosialisasi, pembinaan dan monev provinsi ke lokasi - Sosialisasi, pengamatan, pembinaan dan monev UPTD ke lokasi - Bantuan transport petugas lapang
Volume
Keterangan Total luas pengendalian 10 ha di 1 7 provinsi, 1 kabupaten 1
6 1 150 0,10
0,20 0,20 0,50
3,2
81
Lampiran 26. Jenis dan Komponen Demfarm Pengendalian JAP Pada Tanaman Karet per Hektar No 1
2
3
Jenis Kegiatan Pengadaan Bahan dan Alat: Fungisida APH Pupuk Organik Honor: Insentif petugas Lapangan Insentif petugas dinas Pengamatan dan Pengendalian Sosialisasi, Pembinaan dan Monev: Konsultasi ke Pusat Pembinaan kabupaten ke lokasi Pembinaan Provinsi ke lokasi
Keterangan Total luas Demfarm pengendalian 50 ha di 4 prov., 5 kabupaten
82
Lampiran 27. Form Laporan Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Pengendalian/Demfarm/Demplot OPT PROVINSI : KABUPATEN : POSISI : (Tanggal/bulan/tahun) NO 1. 2. 3. 4. 5.
URAIAN Penetapan Tim Teknis Penyusunan Juklak/Juknis Penetapan CP/CL Pengadaan alat dan bahan Sosialisasi
Ada
Tidak
PERMASALAHAN
RTL
KETERANGAN SK Tim Teknis dilampirkan Juklak/Juknis dilampirkan SK CP/CL dilampirkan Waktu dan jadwal pengadaan Lokasi, tanggal pelaksanaan dan peserta sosialisasi
83
Lampiran 28. Form Laporan Pelaksanaan Kegiatan Pengendalian/Demfarm/Demplot OPT KEGIATAN PROVINSI KABUPATEN LUAS POSISI
: : : : : (Tanggal/bulan/tahun)
1. Pengamatan Awal - tanggal pengamatan - intensitas serangan OPT 2. Aplikasi Pengendalian - tanggal aplikasi - jumlah bahan dan alat pengendali - dosis bahan pengendali dll 3. Pemantauan - Tanggal pemantauan - Perkembangan intensitas serangan OPT 4. Pengamatan Akhir - Tanggal pengamatan - Intensitas serangan OPT setelah pengendalian
84
Lampiran 29. Form Laporan Perkembangan Realisasi Fisik Dan Keuangan Kegiatan Pengendalian /Demfarm/Demplot OPT KEGIATAN PROVINSI KABUPATEN LUAS POSISI NO
URAIAN
: : : : : (Tanggal/bulan/tahun) PAGU (Rp)
REALISASI KEUANGAN Rp %
REALISASI PERMASALAHAN FISIK (%)
RTL
85
Lampiran 30. Out Line Laporan Akhir Laporan akhir dibuat sesuai out line sebagai berikut : KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL (jika ada) DAFTAR GAMBAR (jika ada) DAFTAR LAMPIRAN (jika ada) I. PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan dan Sasaran C. Ruang Lingkup Kegiatan D. Indikator Kinerja II. TINJAUAN PUSTAKA III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Waktu dan Lokasi B. Alat dan Bahan C. Metode D. Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan E. Simpul Kritis Kegiatan F. Pelaksana G. Pembiayaan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran/rekomendasi C. Rencana Tindak Lanjut VI. DAFTAR PUSTAKA VII. LAMPIRAN 86