DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
PEDOMAN TEKNIS PENANGANAN GANGGUAN DAN KONFLIK USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2017
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN NOVEMBER 2016
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR................................. i DAFTAR ISI ......................................... ii DAFTAR LAMPIRAN ................................ iii I PENDAHULUAN............................... 1 A. Latar Belakang............................ 1 B. Sasaran Nasional......................... 2 C. Tujuan..................................... 2 II PENDEKATAN PELAKSANAAN 3 KEGIATAN.................................... A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan 3 Kegiatan................................... B. Spesifikasi Teknis......................... 6 III PELAKSANAAN KEGIATAN.................... 8 A. Ruang Lingkup............................ 8 B. Pelaksana Kegiatan..................... 9 C. Lokasi, Jenis dan Volume............... 10 D. Simpul Kritis............................... 10 IV PROSES PENGADAAN BARANG............. 12 V PEMBINAAN, PENGENDALIAN, 13 PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN..... VI MONITORING, EVALUASI DAN 15 PELAPORAN................................... VII PEMBIAYAAN.................................. 18 VIII PENUTUP.......................................... 19 Lampiran ................................................ 20
ii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2.
3.
4.
Form Penanganan Kasus Gangguan Usaha Dan Konflik Perkebunan.................... Lokasi dan volume kegiatan Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi dan Penanganan Kasus Gangguan Usaha Perkebunan................................. Form Laporan Perkembangan Realisasi Fisik Dan KeuanganKegiatan Gangguan Usaha Perkebunan.......................... Out Line Laporan Akhir Laporan akhir......
21
23
24 25
iii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus gangguan usaha perkebunan terus meningkat jumlah dan kualitasnya dalam bentuk antara lain penjarahan lahan, pencurian hasil produksi, pengrusakan asset perusahaan, tuntutan masyarakat terhadap pembangunan kebun 20%, dan tumpeng tindih penggunaan lahan. Dampak terjadinya gangguan usaha perkebunan yaitu menghambat keberlanjutan usaha perkebunan yang akan berpengaruh pada kondisi sosial dan ekonomi serta gangguan keamanan masyarakat dan wilayah. Permasalahan gangguan usaha perkebunan memiliki karakter multidimensi yaitu ekonomi, politik, hukum, sosial dan lingkungan, sehingga penyelesaiannya tidak dapat dilakukan secara parsial dan kuratif serta harus melibatkan berbagai pihak terkait. Berkaitan dengan hal tersebut dan dalam rangka meningkatkan sinergitas antara Pusat dan Daerah dalam upaya penanganan gangguan usaha perkebunan maka perlu dilakukan Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi dan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan.
1
B. Sasaran Nasional Terfasilitasi, terinventarisasi, teridentifikasinya, dan tertanganinya gangguan usaha perkebunan. C. Tujuan Tujuan kegiatan adalah: 1) Melakukan inventarisasi dan identifikasi kondisi dan jenis gangguan usaha perkebunan; 2) Membantu upaya dalam penyelesaian gangguan usaha perkebunan dan berkoordinasi dengan instansi terkait dalam rangka penyelesaian gangguan usaha perkebunan; 3) Meningkatkan kesadaran pelaku usaha perkebunan dalam penanganan gangguan usaha perkebunan. 4) Meningkatkan koordinasi penanganan gangguan usaha perkebunan antar instansi terkait di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota. 5) Meningkatkan persamaan persepsi antar pihak terkait mengenai penanganan gangguan usaha perkebunan.
2
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1. Pendekatan Umum Prinsip pendekatan umum meliputi hal yang bersifat administratif dan manajemen kegiatan. a. SK Tim Pelaksana Kegiatan 1) Penetapan SK Tim Pelaksana Kegiatan oleh Kepala Dinas/KPA paling lambat 1 (satu) minggu setelah diterimanya penetapan Satker dari Menteri Pertanian. 2) Penanggung jawab dan pelaksana kegiatan gangguan usaha perkebunan untuk TP provinsi ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi. b. Rencana kerja Rencana kerja pelaksanaan masing-masing kegiatan disusun paling lambat 1 (satu) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana dan mengacu kepada Pedoman Teknis dari Ditjen Perkebunan. c. Juklak, Juknis Penanggungjawab kegiatan harus menyusun Juklak/Juknis yang mengacu kepada pedoman teknis yang dikeluarkan oleh Ditjen.Perkebunan. Penyusunan Juklak/Juknis untuk kegiatan TP
3
Provinsi/Kabupaten/Kota paling lambat 2 (dua) minggu setelah ditetapkannya SK Tim pelaksana. d. Koordinasi dan Sosialisasi Koordinasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan dengan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan dengan melibatkan instansi terkait dan Dinas Kabupaten/Kota dimana terdapat lokasi kegiatan dilaksanakan. Sosialisasi dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan kepada pelaku usaha perkebunan, masyarakat dan aparat pemerintah. e. Pelelangan/pengadaan Pelelangan/pengadaan dilaksanakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pelelangan/pengadaan barang dan jasa harus selesai pada bulan Januari 2017. f.
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh satker pelaksana kegiatan selama kegiatan berlangsung. g. Laporan 1) Laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan sesuai dengan jadual dan form Pedoman SIMONEV.
4
2) Laporan akhir kegiatan disampaikan oleh satker pelaksana kegiatan ke pusat paling lambat 2 (dua) minggu setelah kegiatan selesai dan tidak melewati bulan Desember 2017. 2. Prinsip Pendekatan Teknis a. Melakukan Pertemuan Koordinasi / Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan dengan mengundang instansi terkait, pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. b. Melakukan koordinasi dan untuk mufakat dengan pelaku usaha perkebunan terkait untuk mendapatkan yang adil.
musyawarah masyarakat, dan instansi penyelesaian
3. Tindak Lanjut Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut: a. Tahap Pelaksanaan Kegiatan 1) Perencanaan kegiatan/Jadual kegiatan. 2) Pembuatan Juklak Juknis setiap kegiatan. 3) Menunjuk penanggung jawab dan pelaksana kegiatan. 4) Survei lokasi kegiatan. 5) Koordinasi dengan instansi terkait.
5
6) Menindaklanjuti pembinaan.
rekomendasi
b. Tahap Pasca Pelaksanaan Gangguan Usaha Perkebunan.
hasil
Kegiatan
Dinas provinsi/kabupaten/kota melakukan pembinaan dan inventarisasi gangguan usaha perkebunan serta terus meningkatkan koordinasi dengan pelaku usaha perkebunan dan instansi terkait lainnya baik tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. B. Spesifikasi Teknis 1. Kriteria a. Kegiatan dilaksanakan di provinsi atau kabupaten/kota yang rawan terjadinya gangguan usaha perkebunan; b. Provinsi atau Kabupaten/Kota yang terjadi gangguan usaha perkebunan. 2. Metode a. Melakukan inventarisasi kasus gangguan usaha perkebunan di wilayah kerja masing-masing; b. Melakukan identifikasi dengan mengelompokan jenis kasus gangguan usaha perkebunan (GUP-Lahan dan GUPNon Lahan);
6
c. Membuat data rekapitulasi kasus GUP di wilayah kerjanya sesuai Format 1 yang terdapat dalam lampiran 1; d. Membuat notulen rapat/berita acara hasil pertemuan/rapat (bedah kasus). e. Melakukan monitoring tindak lanjut hasil dari butir d.
7
III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup 1. Inventarisasi data dan informasi, terkait dengan gangguan usaha perkebunan antara lain berdasarkan pengaduan; 2. Mengidentifikasi akar permalasahan gangguan usaha perkebunan; 3. Melakukan terjadinya pembinaan;
Groundcheck ke lokasi GUP untuk dilakukan
4. Indikator Kinerja; No 1
Indikator Input/Masukan
2
Output/Keluaran
3
Outcome/hasil
Uraian - Dana - SDM - Data dan informasi Terselenggaranya kegiatan Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi dan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan Tersedianya data dan informasi terkait kasus GUP dari pihak-pihak terkait sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi penyelesaian kasus GUP
8
B. Pelaksana dan Penanggung Jawab Kegiatan 1. Pelaksana dan penanggung jawab kegiatan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan untuk TP provinsi adalah dinas provinsi yang membidangi perkebunan. 2. Kewenangan dan tanggung jawab : a. Direktorat Perlindungan Perkebunan 1) Menyiapkan Terms of Reference (TOR) dan Pedoman Teknis; 2) Melakukan bimbingan, monitoring dan evaluasi. b. Dinas Provinsi perkebunan
yang
pembinaan, membidangi
1) Menetapkan Tim Pelaksana kegiatan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan di tingkat provinsi; 2) Melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perkebunan dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan serta institusi terkait lainnya; 3) Membuat petunjuk pelaksanaan kegiatan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan; 4) Melakukan pengawalan, pembinaan, monitoring dan evaluasi Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan;
9
5) Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan melalui Direktorat Perlindungan Perkebunan. C. Lokasi, Jenis dan Volume Kegiatan Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi, dan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan dilaksanakan di 9 provinsi dengan sasaran 9 kasus gangguan usaha perkebunan dan dengan rincian pada lampiran 2. D. Simpul Kritis 1. Kasus Gangguan Usaha Perkebunan pada umumnya sudah terjadi dan berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu dan penanganannya melibatkan berbagai pihak yang terkait baik di tingkat pusat maupun daerah, sehingga penyelesaiannya diperlukan waktu yang lama; 2. Koordinasi antar instansi terkait berjalan optimal;
belum
3. Penanganan kasus gangguan usaha perkebunan umumnya masih bersifat parsial; 4. Belum semua Provinsi/Kabupaten/Kota membentuk unit kerja tersendiri yang melakukan penanganan kasus Gangguan Usaha Perkebunan;
10
5. Terdapat perbedaan pemahaman tentang peraturan perundang-undangan bidang perkebunan baik petugas, masyarakat, atau pelaku usaha perkebunan. 6. Penyelesaian gangguan usaha perkebunan yaitu pejabat pemberi izin usaha perkebunan yaitu bupati/walikota sementara dinas yang menangani perkebunan merupakan salah satu perangkat kerja dari pejabat pemberi izin usaha perkebunan.
11
IV.
PROSES PENGADAAN BARANG
Pengadaan barang dan jasa kegiatan Perlindungan Perkebunan untuk dana Tugas Perbantuan (TP) Direktorat Jenderal Perkebunan mengacu kepada Perpres No 54 tahun 2010 dan Perpres No.70 tahun 2012. Semua kegiatan pengadaan barang dan jasa yang melalui proses tender, pelaksanaan dan penetapan pemenang harus sudah sesuai dengan usulan rencana yang disampaikan oleh Satker pada awal tahun kegiatan.
12
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN A. Pembinaan, Pengendalian, dan Pendampingan
Pengawalan
Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dana dekonsentrasi Provinsi dilakukan secara terencana dan terkoordinasi dengan unsur penanggung jawab kegiatan di Direktorat Jenderal Perkebunan, Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan diutamakan pada tahapan yang menjadi simpul-simpul kritis kegiatan yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan dilakukan koordinasi secara berjenjang sesuai dengan tugas fungsi dan kewenangan masing-masing unit pelaksana kegiatan. Sasaran kegiatan pembinaan, pengendalian, dan pengawalan terhadap pelaksana kegiatan (Man), pembiayaan (Money), Metode, dan bahan-bahan yang dipergunakan (Material). Kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan harus mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan melalui pemberian rekomendasi dan pemecahan masalah terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat mengakselerasi
13
kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran kegiatan yang ditetapkan. B. Pelaksanaan Pembinaan, Pengendalian, Pengawalan dan Pendampingan Waktu pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengendalian dan pengawalan minimal satu kali pada setiap jenis kegiatan yang dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan hendaknya selalu di koordinasikan dengan pusat, provinsi dan kabupaten/kota sehingga pembinaan, pengendalian dan pengawalan efektif dan efisien. Direktorat Perlindungan Perkebunan melakukan pembinaan dan pengawalan kegiatan pemberdayaan perangkat pada seluruh wilayah pelaksana kegiatan. Dinas yang membidangi Perkebunan tingkat provinsi melakukan pembinaan, pengendalian, pengawalan dan pendampingan kegiatan tingkat provinsi.
14
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring Monitoring ditujukan untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai pada setiap kegiatan. Monitoring dilaksanakan oleh petugas Dinas yang membidangi perkebunan di tingkat provinsi pada wilayah kerja masing-masing. Pelaksanaan monitoring minimal satu kali selama kegiatan berlangsung. B. Evaluasi Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui ketepatan/kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan hasil yang dicapai dibandingkan dengan yang direncanakan serta realisasi/penyerapan anggaran. Hasil evaluasi sebagai umpan balik perbaikan pelaksanaan selanjutnya. Evaluasi dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Perkebunan, serta Dinas yang membidangi perkebunan Provinsi pada wilayah kerja masingmasing. C. Pelaporan Setiap kegiatan didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan. Laporan dibuat oleh pelaksana kegiatan dan dilaporkan secara berjenjang kepada penanggung jawab/pembina kegiatan mengacu kepada pedoman outline
15
penyusunan laporan dan SIMONEV serta bentuk laporan lainnya sesuai dengan kebutuhan. 1. Jenis Laporan : a. Laporan Mingguan Laporan Mingguan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap minggu berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan setiap minggu hari Jum’at. b. Laporan Bulanan Laporan Bulanan berisi laporan kemajuan (fisik dan keuangan) pelaksanaan kegiatan setiap bulan berjalan dan disampaikan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan paling lambat tanggal 5 pada bulan berikutnya. c. Laporan Triwulan Laporan Triwulan berisi laporan kemajuan fisik dan keuangan (Lampiran 3) pelaksanaan kegiatan setiap triwulan dan disampaikan setiap triwulan kepada Direktorat Jenderal Perkebunan, paling lambat tanggal 5 pada bulan pertama triwulan berikutnya . d. Laporan Akhir Laporan Akhir merupakan laporan keseluruhan pelaksanaan kegiatan, setelah seluruh rangkaian kegiatan selesai dilaksanakan. Laporan akhir disampaikan
16
kepada Direktorat Perlindungan Perkebunan, paling lambat 2 minggu setelah kegiatan selesai. Laporan disampaikan melalui surat dan e-mail 2. Out Line Laporan Out line laporan akhir kegiatan seperti dalam lampiran 4.
17
VII. PEMBIAYAAN Kegiatan dukungan perlindungan perkebunan di daerah antara lain didanai dari APBN tahun anggaran 2017 melalui anggaran Tugas Pembantuan (TP) Ditjen. Perkebunan.
18
VIII. PENUTUP Pedoman Teknis kegiatan Penanganan Gangguan Usaha Perkebunan merupakan acuan secara umum yang perlu dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang lebih operasional. Diharapkan dengan pedoman teknis ini, pelaksanaan kegiatan tersebut dapat terlaksana sesuai dengan tujuan dan sasaran yang direncanakan.
-----ooo-----
23
LAMPIRAN
24
Lampiran I. FORM PENANGANAN KASUS GANGGUAN USAHA PERKEBUNAN PROVINSI ....... SAMPAI DENGAN BULAN ......... TAHUN 2017 No
1.
Pelap or
Uraian Singk at Perma salaha n
Jenis GUP Lahan
Non Lahan
Perizi nan
Rekome ndasi Tindak Lanjut
Upaya Penanganan
Keterangan
*) dimediasi oleh... pada tanggal....
*) Kasus selesai, dalam proses, pending, belum ditangani
*) proses peradilan
CATATAN: Tipologi Kasus Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan 1. Tipologi GUKP – Lahan, a.l: a. Penggunaan tanah adat/ulayat tanpa persetujuan pemuka adat/masyarakat; b. Belum selesainya penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota; c. Okupasi/penyerobotan lahan pelaku usaha perkebunan oleh masyarakat; d. Tumpang tindih lahan perkebunan dengan kawasan pertambangan; e. Terjadinya tumpang tindih lahan karena izin baru; f. Proses penerbitan HGU tidak sesuai peraturan perundangan; g. Tuntutan masyarakat terhadap tanah yang sedang dalam proses HGU h. Belum dilakukannya ganti rugi lahan/ganti rugi tanam tumbuh, tetapi usaha perkebunan sudah operasional; i. Tanah masyarakat yang diambil alih perusahaan; j. Kebun plasma yang menjadi agunan kredit diperjualbelikan oleh petani tanpa sepengetahuan perusahaan/bank;
21
k. Tuntutan masyarakat terhadap kebun plasma yang telah dijanjikan tidak dipenuhi perusahaan; l. Masyarakat menuntut pengembalian tanah yang sudah dilakukan ganti rugi perusahaan; m. Izin Lokasi sudah berakhir dan tidak dilakukan pembaharuan/perpanjangan; n. Terhadap HGU yang diperpanjang, masyarakat menuntut pengembalian kembali lahannya; o. Masyarakat menuntut lahan perusahaan untuk dimiliki/dikuasai; p. Luas lahan plasma tidak sesuai dengan penetapan jumlah calon petani peserta oleh Bupati; q. Lahan yang ditelantarkan oleh perusahaan; r. Pelaku usaha perkebunan tidak menyelesaikan perolehan hak atas tanah; s. Tanah-tanah perkebunan HGU dituntut untuk diserahkan kepada kelompok masyarakat tertentu dengan dasar tanah ulayatnya. 2. Tipologi GUKP – Kehutanan, a.l: a. Pelaku usaha perkebunan diberikan Izin usaha perkebunan berdasarkan RTRWP/RTRWK, namun lokasi usaha perkebunan berdasarkan Peta Kawasan Hutan berada pada Kawasan Budidaya Kehutanan; b. Pelaku usaha perkebunan membuka Kawasan Hutan sebelum ada Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan; c. Pelaku usaha perkebunan memperoleh hak atas tanah sesuai peraturan, namun lokasi usaha perkebunan berdasarkan Peta Kawasan Hutan berada pada Kawasan Hutan. 3. Tipologi GUKP – Non Lahan, a.l: a. Pelaku usaha perkebunan tidak memiliki izin usaha perkebunan; b. Tuntutan masyarakat atas pembangunan kebun plasma 20% dari areal yang diusahakan oleh perusahaan (Permentan No.26 Th.2007 jo Permentan 98/2013) c. Petani/pekebun tidak mampu dan/atau tidak ada keinginan membayar/melunasi kredit; d. Penetapan harga/pembelian hasil panen tidak sesuai keinginan pekebun; e. Masyarakat menolak pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit karena dipengaruhi oleh LSM dan pihak ketiga lainnya (oknum); f. Pengerusakan tanaman dan aset perkebunan; g. Penjarahan dan pencurian produksi; h. Masyarakat Ingin ikut serta sebagai peserta plasma; i. Keterlambatan konversi kebun petani peserta/plasma;
22
j.
Wanprestasi/ingkar janji kemitraan usaha perkebunan antar pelaku usaha perkebunan; k. Penerbitan Izin Usaha Perkebunan yang belum/tidak sesuai ketentuan; l. Pembangunan kebun melebihi areal yang diizinkan. m. Pembagian sisa hasil usaha tidak proporsional.
Lampiran
2.Lokasi dan volume kegiatan Fasilitasi, Inventarisasi, Identifikasi dan Penanganan Kasus Gangguan Usaha Perkebunan
NO
PROPINSI
JUMLAH KASUS
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
RIAU JAMBI SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN LAMPUNG JAWA TENGAH KALIMANTAN TENGAH SULAWESI BARAT NUSA TENGGARA BARAT
1 1 1 1 1 1 1 1 1
KASUS KASUS KASUS KASUS KASUS KASUS KASUS KASUS KASUS
23
Lampiran 3. Form Laporan Perkembangan Realisasi Fisik Dan KeuanganKegiatan Gangguan Usaha Perkebunan KEGIATAN : PROVINSI : KABUPATEN : LUAS : POSISI : (Tanggal/bulan/tahun) NO URAIAN
PAGU (Rp)
REALISASI KEUANGAN Rp %
REALISASI FISIK (%)
PERMAS ALAHAN
RTL
24
Lampiran 4. Out Line Laporan Akhir Laporan akhir dibuat sesuai out line sebagai berikut: KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL (jika ada) DAFTAR GAMBAR (jika ada) DAFTAR LAMPIRAN (jika ada) I. PENDAHULUAN A. Latar belakang B. Tujuan dan Sasaran C. Ruang Lingkup Kegiatan D. Indikator Kinerja II. TINJAUAN PUSTAKA III.PELAKSANAAN KEGIATAN A. Waktu dan Lokasi B. Alat dan Bahan C. Metode D. Tahap Aktivitas/Kegiatan/ Pelaksanaan E. Simpul Kritis Kegiatan F. Pelaksana G. Pembiayaan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran/rekomendasi C. Rencana Tindak Lanjut VI. DAFTAR PUSTAKA VII. LAMPIRAN
25