DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
PEDOMAN TEKNIS
Peralatan Penanganan Pascapanen Tanaman Perkebunan Tahun 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012
KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Pelaksanaan Kegiatan Peralatan Penanganan Pascapanen Tanaman Perkebunan Tahun 2013 disusun sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan di daerah yang dilaksanakan dengan dukungan dana APBN Tahun Anggaran 2013 dalam bentuk Tugas Pembantuan di Provinsi/ Kabupaten/Kota. Pedoman teknis ini menjelaskan mengenai pelaksanaan kegiatan di daerah terutama dalam kaitannya dengan penyediaan sarana pascapanen untuk kelompok tani dimana pada tahun 2013 penyediaan sarana pascapanen tersebut dilakukan melalui belanja barang bukan lagi melalui bantuan sosial langsung untuk masyarakat. Pedoman teknis ini perlu dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang lebih bersifat operasional. Semoga Pedoman Teknis ini dapat bermanfaaat dalam mendukung kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan pascapanen tanaman perkebunan tahun 2013. Jakarta, Desember 2012 Direktur Jenderal Perkebunan,
Ir. Gamal Nasir, MS 19560728 198603 1 001
DAFTAR ISI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Penanganan Penanganan Penanganan Penanganan Penanganan Penanganan Penanganan Penanganan Penanganan Mete
Pascapanen Pascapanen Pascapanen Pascapanen Pascapanen Pascapanen Pascapanen Pascapanen Pascapanen
Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman Tanaman
Kakao Kopi Lada Pala Cengkeh Nilam Kelapa Karet Jambu
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
PEDOMAN TEKNIS Penanganan Pascapanen Tanaman Kakao Tahun 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kakao memegang peran penting dalam perekonomian nasional dan merupakan komoditas andalan Kawasan Timur Indonesia (KTI) khususnya di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Sebagai komoditas terpenting ketiga setelah karet dan kelapa sawit, kakao merupakan salah satu sumber utama pendapatan petani di 31 provinsi dengan keterlibatan petani sejumlah 1.539.401 Kepala Keluarga (Ditjen Perkebunan, 2011).
Upaya pengembangan kakao dihadapkan berbagai kendala antara lain (1) produktivitas tanaman dibawah potensi normal karena banyaknya tanaman tua dan banyak tanaman tidak dirawat dengan baik; (2) adanya berbagai serangan hama atau penyakit yang sulit dikendalikan oleh petani secara individual; (3) mutu biji rendah; (4) industri hilir dalam negeri belum berkembang sehingga masih dalam bentuk produk primer; (5) sulitnya petani mendapatkan pendanaan khusus untuk pengembangan kakao. Sampai saat ini, petani menjual kakao dalam bentuk biji untuk diekspor, namun mutunya masih rendah karena tidak difermentasi, kandungan kadar air masih tinggi, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Selain itu 1
terdapat infestasi serangga, biji berjamur, dan bercampur dengan kotoran atau benda-benda asing lainnya. Dampaknya di negara tujuan ekspor terutama di Amerika Serikat kakao Indonesia diberlakukan automatic detention atau potongan harga sehingga harganya lebih rendah daripada kakao dari negara lain. Beberapa faktor yang menyebabkan beragamnya mutu kakao yang dihasilkan selain karena penanganan dari tingkat on-farm, juga karena penanganan pascapanen serta pengawasan mutu yang belum optimal. Ini menunjukkan bahwa perlakuan pascapanen belum diterapkan dengan baik dan benar. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan upaya pembinaan kepada petani/ kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang baik dan benar berbasis Good Handling Practices (GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Good Agricultural Practices (GAP). 1.2 Sasaran Nasional a. Mendukung Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan penanganan pascapanen di provinsi sentra produksi Kakao. b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai 2
tambah dan daya saing baik di tingkat lokal maupun global. c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/ gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan teknologi pascapanen secara optimal.
1.3 Tujuan Tujuan disusunnya pedoman teknis pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman kakao adalah : a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di provinsi dan kabupaten/ kota dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman kakao. b. Meningkatkan pencapaian mutu biji kakao melalui penanganan pascapanen di tingkat petani. c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan harga jual biji kakao.
II.
PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis. 3
Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan bidang produksi yang terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan adalah : 2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1) Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman kakao dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan pascapanen dengan menghasilkan produk primer yang bermutu. 2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani yang aktif dan berfungsi serta jelas kepengurusannya. Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk kelompok tani dilakukan melalui proses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang membidangi Perkebunan setempat. 4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan dan pendampingan oleh petugas daerah yang ditunjuk; 4
5) Tiap tahapan Pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan pencatatan secara tertib sebagai bahan penyusunan laporan akhir. 2.2 Spesifikasi Teknis Alat dan mesin yang digunakan untuk penanganan pascapanen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah; 2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas; 3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik, dan lain-lain; 4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi. Spesifikasi alat dan mesin pascapanen kakao yang akan diberikan untuk kelompok tani terlampir. Selain kegiatan pengadaan alat dan mesin pascapanen untuk kelompok tani, dalam kegiatan penanganan pascapanen kakao terdapat kegiatan bimbingan teknis penanganan pascapanen kakao. Materi terlampir.
5
III. PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan Pengembangan Penanganan Pascapanen kakao meliputi : 1) Pengadaan alat dan mesin pascapanen kakao di 9 provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Banten Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua; 2) Peningkatan Kapabilitas Petani melalui Bimbingan Teknis di provinsi DI.Yogyakarta dan dan Pertemuan Teknis di Jawa Tengah. 3.2 Pelaksana Kegiatan Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut : 1) Kegiatan Tingkat Pusat : Penyusunan Pedoman Teknis. Sosialisasi dan Pembinaan. Pengawalan dan Pendampingan. Monitoring dan Evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 2) Kegiatan Tingkat Provinsi : Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP Propinsi. Sosialisasi dan Pembinaan. 6
Pengawalan dan monitoring serta evaluasi kegiatan. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota : Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP kabupaten/kota Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen. Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan. Pengawalan, monitoring serta evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3.3 Lokasi, Jenis dan Volume : Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman kakao adalah sebagai berikut : No 1 2 3 4 5 6 7 8
Lokasi Aceh Sumut Banten Jateng NTB Sulteng Sultra Papua
Jenis
Penyediaan sarana, alat dan mesin pascapanen tanaman kakao
Volume 1 KT 2 KT 2 KT 1 KT 2 KT 2 KT 1 KT 1 KT 7
9
DIY
Bimbingan teknis pascapanen kakao
2 KT
3.4 Simpul Kritis Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan : -
Dalam penetapan kelompok sasaran penerima bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik.
-
Penyerahan barang kepada kelompok tani. Harus dilengkapi dengan berita acara serah terima barang.
IV.
PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN BANTUAN
Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual.
8
4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang 1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya tentang Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa. 2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3) Kontrak pengadaan alat/mesin paling lambat harus sudah ditandatangani akhir triwulan I (bulan Maret) tahun 2013 . 4.2 Mekanisme Penyaluran Kelompok Tani
Barang
kepada
1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 2) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai 6.000 rupiah. 3) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni) 2013. 9
4.3 Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Serta Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran
1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, identifikasi serta penetapan kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan paling lambat pada bulan Februari 2013. 2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan
melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang. 4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung). 5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya . 6) Kelompok yang mengalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar. 10
4.4 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti sosialiasi atau pertemuan teknis petani dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013
V.
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
1) Pembinaan kelompok dilakukan secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD. 2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean governance), maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan dan perundangan, Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), Menjunjung tinggi keterbukaan informasi, transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas akuntabilitas. 3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik secara teknis maupun dalam pembinaan berada pada dinas/kantor perkebunan atau yang 11
melaksanakan fungsi perkebunan lingkup provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Dinas yang membidangi perkebunan kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing masing instansi. 5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat menerapkan prinsip prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabel.
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan. 6.1 Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan 12
Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya pemanfaatan bantuan sarana alat mesin pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan mengevaluasi berdasarkan laporan dan mengadakan kunjungan lapangan. 6.2 Pelaporan Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari : a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya pada setiap bulan. b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir. Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha. 13
VII. PEMBIAYAAN Kegiatan pelaksanaan pengembangan penanganan pascapanen kakao dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.
VIII.
PENUTUP
Kegiatan pembangunan perkebunan oleh Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelompok dan partisipasi masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam bidang perkebunan agar mandiri dalam menjalankan usahataninya yang pada akhirnya kelompok-kelompok tersebut berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat meningkatkan ekonomi secara nasional.
14
Lampiran 1 REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KAKAO 2013 No. 1
Provinsi Aceh
Kabupaten Pidie ( 1 KT)
2
Sumut
Serdang Bedagai (2 KT)
3
Banten
Serang (1 KT) Pandeglang (1 KT)
-
Jenis Alat Mesin Pemecah buah kakao Kotak Fermentasi Alat ukur Kadar Air Terpal Gunting Tarik Angkong/ Gerobak Sorong Parang Kotak Fermentasi Alat Ukur Kadar Air Terpal Kotak Fermentasi Alat Ukur Kadar Air Terpal
Vol. (Unit) 1 12 1 40 60 60 60 12 1 80 12 1 80 15
4
Jateng
Batang (1 KT)
5
NTB
Lombok Timur (1 KT) Lombok Utara (1 KT)
6
Sulteng
Donggala (1 KT) Parigi Moutong (1 KT)
-
Mesin Pemecah buah kakao Kotak Fermentasi Alat ukur Kadar Air Terpal Kotak Fermentasi Alat Ukur Kadar Air Terpal Kotak Fermentasi Alat Ukur Kadar Air Terpal Mesin Pemecah buah kakao Kotak Fermentasi Alat ukur Kadar Air Terpal Mesin Pemecah buah kakao Kotak Fermentasi Alat ukur Kadar Air Terpal
1 12 1 50 8 1 60 8 1 60 1 9 1 45 1 9 1 45 16
7
Sultra
Kolaka (1 KT)
8
Papua
Keerom (1 KT)
-
Mesin Pemecah buah kakao Kotak Fermentasi Alat ukur Kadar Air Terpal Mesin Pemecah buah kakao Kotak Fermentasi Alat ukur Kadar Air Terpal
1 6 1 45 1 9 1 70
KT : Kelompok Tani
17
Lampiran 2 SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KAKAO 1) Mesin Pemecah Buah Kakao Spesifikasi : - Kapasitas : 500 Kg/ jam - Tipe silinder bergerigi, hopper besi beton - Pemecah : besi pipa silinder bergerigi yang berputar - Bagian pengeluaran : plat aluminium - Penggerak : motor bensin 5,5 PK - Transmisi : pulley dan V-belt karet 2) Kotak Fermentasi Kakao Spesifikasi : - Kapasitas 40-50 Kg/ Batch tipe bak kayu - Jenis kayu meranti - Ketebalan papan kayu : 20 – 30 mm - Siku penguat : plat aluminium - Dimensi : 40 x 40 x 50 cm3 - 1 set terdiri dari dua kotak kayu yang dilengkapi dengan 1 unit kaki/ dudukan sebagai penyangga salah satu kotak 3) Alat Ukur Kadar Air Spesifikasi : - Skala meter : 5-15 % - Tipe Digital
18
4) Terpal Spesifikasi : - Ukuran 6 x 5 m2 - Type bahan terpal A 12 5) Gunting Tarik Spesifikasi : - Bahan baja - Jangkauan sampai 5 m - Kemampuan memotong : Diameter 4 cm 6) Angkong Spesifikasi : - Kapasitas : 130 Kg - Roda : karet mati diameter 13 “ 7) Parang Spesifikasi : - Ukuran 26 inchi, - Bahan terbuat dari baja per - Handle dari kayu
19
Lampiran 3 BIMBINGAN TEKNIS PASCAPANEN KAKAO a. Materi yang disampaikan : - Kebijakan Direktorat Pascapanen Pembinaan Usaha - Pemeliharaan Tanaman - Pengendalian Hama dan Penyakit - Pemanenan - Penanganan Pascapanen - Fermentasi - Jaminan mutu dan keamanan Pangan - Kewirausahaan - Pembukuan usaha kelompok - Administrasi kelompok - Strategi dan Jaringan Pemasaran - Kelembagaan Usaha - Praktek panen dan pascapanen - Dinamika Kelompok - Studi banding
dan
b. Waktu pelaksanaan Pelaksanaan bimbingan teknis dilaksanakan selama 14 hari (112 jpl) meliputi teori, praktek, dinamika kelompok dan studi banding.
20
c. Lokasi Pelaksanaan Kegiatan bimbingan teknis pascapanen kakao dilaksanakan khusus untuk Propinsi DI. Yogyakarta di Kab. Kulon Progo dan Kab. Gunung Kidul untuk mendukung kegiatan pembuatan Model Desa kakao d. Peserta Bimbingan Teknis Peserta bimbingan teknis untuk setiap kabupaten adalah sebanyak 30 org peserta yang berasal dari kelompok tani kabupaten setempat
21
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
PEDOMAN TEKNIS Penanganan Pascapanen Tanaman Kopi Tahun 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas penting di dalam perdagangan dunia yang melibatkan beberapa negara produsen dan banyak negara konsumen. Kopi, meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia, tanaman ini mempunyai peranan penting dalam industri perkebunan di Indonesia. Menurut Ditjen Perkebunan (2011), areal perkebunan kopi di Indonesia pada tahun 2010 mencapai lebih dari 1,210 juta hektar dengan total produksi sebesar 686.921 ton dimana 96% diantaranya adalah areal perkebunan kopi rakyat, dengan jumlah petani yang terlibat sebanyak 1.881.694 KK. Laju perkembangan areal kopi di Indonesia rata-rata mencapai sebesar 2,11 % per tahun. Perkembangan yang cukup pesat tersebut perlu di dukung dengan kesiapan teknologi dan sarana pascapanen yang cocok untuk kondisi petani agar mereka mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu seperti yang dipersyaratkan oleh Standard Nasional Indonesia. Adanya jaminan mutu yang pasti, ketersediaan dalam jumlah yang cukup dan pasokan yang tepat waktu serta keberlanjutan merupakan beberapa persyaratan yang dibutuhkan agar biji kopi rakyat dapat dipasarkan pada tingkat harga yang lebih menguntungkan.
1
Untuk memenuhi persyaratan di atas penanganan pascapanen kopi rakyat harus dilakukan dengan tepat waktu, tepat cara dan tepat jumlah seperti halnya produk pertanian yang lain. Buah kopi hasil panen perlu segera diproses menjadi bentuk akhir yang lebih stabil agar aman untuk disimpan dalam jangka waktu tertentu. Keberhasilan penanganan pascapanen sangat tergantung dari mutu bahan baku dari kegiatan proses produksi/budidaya, karena itu penanganan proses produksi di kebun juga harus memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip cara budidaya yang baik dan benar (Good Agricultural Practices/GAP). Penerapan GAP dan GHP menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa produk yang dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses yang efisien, produktif dan ramah lingkungan. Dengan demikian petani akan mendapatkan nilai tambah berupa insentif peningkatan harga dan jaminan pasar yang memadai. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan upaya pembinaan kepada petani/ kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang baik dan benar berbasis Good Handling Practices (GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Good Agricultural Practices (GAP).
2
1.2 Sasaran Nasional a. Mendukung Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan penanganan pascapanen di provinsi sentra produksi Kopi. b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai tambah dan daya saing baik di tingkat lokal maupun global. c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/ gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan teknologi pascapanen secara optimal. 1.3 Tujuan Tujuan disusunnya pedoman teknis pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman kopi adalah : a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di provinsi dan kabupaten/ kota dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman kopi. b. Meningkatkan pencapaian mutu biji kopi melalui penanganan pascapanen di tingkat petani. c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan harga jual biji kopi.
3
II.
PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis. Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan bidang produksi yang terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan adalah : 2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1) Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman kopi dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan pascapanen dengan menghasilkan produk primer yang bermutu. 2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani yang aktif dan berfungsi serta jelas kepengurusannya. Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk kelompok tani dilakukan melalui proses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh 4
panitia/pejabat pengadaan di Dinas membidangi Perkebunan setempat.
yang
4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan dan pendampingan oleh petugas daerah yang ditunjuk. 5) Tiap tahapan kegiatan perlu dilakukan pencatatan secara tertib sebagai bahan penyusunan laporan akhir. 2.2 Spesifikasi Teknis Alat dan mesin yang digunakan untuk penanganan pascapanen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah; 2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas; 3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik, dan lain-lain; 4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi. Spesifikasi alat dan mesin pascapanen kopi yang akan diberikan untuk kelompok tani terlampir. 5
Selain kegiatan pengadaan alat dan mesin pascapanen untuk kelompok tani, dalam kegiatan penanganan pascapanen kopi terdapat kegiatan Pelatihan penanganan pascapanen kopi. Materi dan jumlah jam terlampir.
III. PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan Pengembangan Penanganan Pascapanen kopi meliputi : 1) Pengadaan alat dan mesin pascapanen kopi di 12 provinsi yaitu : Aceh, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Lampung, Sumatera Utara 2) Peningkatan Kapabilitas Petani melalui Pelatihan Pascapanen kopi di provinsi Lampung dan Pertemuan teknis di Jawa Tengah. 3.2 Pelaksana Kegiatan Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut : 1) Kegiatan Tingkat Pusat : Penyusunan Pedoman Teknis. Sosialisasi dan Pembinaan. Pengawalan dan Pendampingan. 6
Monitoring dan Evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 2) Kegiatan Tingkat Provinsi : Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP Propinsi. Sosialisasi dan Pembinaan. Pengawalan dan monitoring serta evaluasi kegiatan. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota : Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP kabupaten/kota Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen. Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan. Pengawalan, monitoring serta evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3.3 Lokasi, Jenis dan Volume : Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan Pengembangan penanganan pascapanen tanaman kopi adalah sebagai berikut :
7
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Lokasi Aceh Sumsel Jambi Bengkulu Jabar Jateng Jatim Bali NTB NTT Sumut lampung
Jenis
Penyediaan sarana, alat dan mesin pascapanen tanaman kopi
Pelatihan pascapanen kopi
Volume 1 KT 1 KT 4 KT 1 KT 2 KT 1 KT 2 KT 1 KT 1 KT 2 KT 2 KT 1 KT 1 K T
3.4 Simpul Kritis Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan : -
Dalam penetapan kelompok sasaran penerima bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik.
-
Penyerahan barang kepada kelompok tani. Harus dilengkapi dengan berita acara serah terima barang. 8
IV.
PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN BANTUAN
Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual. 4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang 1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya tentang Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa. 2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat harus sudah ditandatangani akhir triwulan I (bulan Maret) tahun 2013. 4.2 Mekanisme Penyaluran Kelompok Tani
Barang
kepada
1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 9
2) Penyerahan alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai 6.000 rupiah. 3) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni) 2013 4.3
Kriteria Umum dan Kriteria Teknis serta Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran
1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,
identifikasi serta penetapan kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan paling lambat pada bulan Februari 2013. 2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan
melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang 4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan 10
yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung) 5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya. 6) Kelompok yang mengalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
4.4 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti sosialiasi atau pertemuan teknis petani dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013
V.
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
1) Pembinaan kelompok dilakukan secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD. 11
2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean governance), maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan dan perundangan, Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), Menjunjung tinggi keterbukaan informasi, transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas akuntabilitas. 3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik secara teknis maupun dalam pembinaan berada pada dinas/kantor perkebunan atau yang melaksanakan fungsi perkebunan lingkup provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Dinas yang membidangi perkebunan kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing masing instansi. 5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat menerapkan prinsip prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabel. 12
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan. 6.1 Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya pemanfaatan bantuan sarana alat mesin pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan mengevaluasi berdasarkan laporan dan mengadakan kunjungan lapangan. 6.2 Pelaporan Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari : a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya pada setiap bulan. 13
b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir. Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha.
VII. PEMBIAYAAN Kegiatan pelaksanaan pengembangan penanganan pascapanen kopi dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.
VIII.
PENUTUP
Kegiatan pembangunan perkebunan oleh Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelompok dan partisipasi 14
masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam bidang perkebunan agar mandiri dalam menjalankan usahataninya yang pada akhirnya kelompok-kelompok tersebut berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat meningkatkan ekonomi secara nasional.
15
Lampiran 1 REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KOPI 2013 No.
Provinsi
Kabupaten
1
Aceh
2
Sumsel
Gayo Lues (1 KT) Muara enim (1 KT)
3
Jambi
Kerinci (4 KT)
4
Bengkulu
Kepahyang (1 KT)
5
Jawa Barat
Garut
Jenis Alat -
Huller 500 Kg Bangunan uph Huller 500 Kg Pulper 1 ton Bangunan uph Terpal Pulper 200 Kg Huller 100 Kg terpal Pulper 1 ton Huller 500 kg Terpal Lantai jemur Huller 100 Kg
Vol. (Unit) 1 1 1 1 1 20 4 4 32 1 1 60 1 1 16
( 1 KT) Ciamis ( 1 KT ) 6 7
Jateng Jatim
Kendal (1 KT) Bondowoso (1 KT)
Nganjuk (1 KT) 8
Bali
Bangli (1 KT)
-
Pulper 200 Kg Terpal Alat sortasi biji 400 kg Huller 100 Kg Pulper 200 Kg Terpal Alat sortasi biji 400 kg Huller 200 Kg Pulper 1 ton Huller 500 kg Washer 500 kg Para para Terpal Alat ukur kadar air Pulper 1 ton Huller 500 kg terpal Pulper 1 ton Huller 500 Kg Terpal
1 20 1 1 1 20 1 1 1 1 1 30 30 1 1 1 16 1 1 40 17
9
NTB
Sumbawa (1 KT)
10
NTT
11
Lampung
Manggarai (1 KT) Manggarai Timur (1 KT) Lampung Barat (1 KT)
12
Sumut
Samosir (1 KT)
-
Para para Alat ukur kadar air Pulper 1 ton Huller 500 kg Terpal Para para Pulper 1 ton Huller 500 kg Pulper 1 ton Huller 500 kg Huller 500 Kg Pulper 1 ton Terpal Alat sortasi biji 1 ton Pulper 1 ton Huller 500 kg Alat sortasi biji 1 ton Para para
40 1 1 1 30 30 1 1 1 1 1 1 50 1 1 1 1 10
KT : Kelompok Tani 18
Lampiran 2 SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN KOPI 1. Pulper 1 ton/ jam Spesifikasi : - Kapasitas 1 ton/ jam - Tipe : 2 silinder - Penggerak : motor bensin 5.5 pk 2. Pulper 200 Kg/ jam Spesifikasi : - Kapasitas 200 Kg/ jam - Tipe 1 silinder - Penggerak : motor bensin 5.5 pk 3. Huller 500 Kg/ jam Spesifikasi : - Kapasitas 500 Kg/ jam - Tipe silinder horisontal - Penggerak : motor bensin 16 - 18 pk 4. Huller 200 Kg/ jam Spesifikasi : - Kapasitas 200 Kg/ jam - Tipe silinder horisontal - Penggerak : motor bensin 8 - 10 pk 5. Huller 100 Kg/ jam Spesifikasi : - Kapasitas 100 Kg/ jam 19
- Tipe silinder horisontal - Penggerak : motor bensin 5.5 pk 6. Washer 500 Kg/ jam Spesifikasi : - Kapasitas 500 Kg/ jam - Tipe silinder horisontal - Penggerak : motor bensin 10-12 pk 7. Alat sortasi biji 1000 Kg/ jam Spesifikasi : - Kapasitas 1000 Kg/ jam - Tipe meja getar - Penggerak : motor bensin 5.5 pk/ motor listrik 2 HP 8. Alat sortasi biji 400 Kg/ jam Spesifikasi : - Kapasitas 400 Kg/ jam - Tipe meja getar - Penggerak : motor bensin 5.5 pk/ motor listrik 1 HP 9. Alat Ukur Kadar Air Spesifikasi : - Skala meter : 5-15 % - Tipe Digital 10. Terpal Spesifikasi : - Ukuran 6 x 5 m2 20
-
Type bahan terpal A 12
11. Para para Spesifikasi : - Ukuran : 80 x 200 cm2 - Tinggi kaki : 1 m - Sungkup dengan plastik tranparan 12. Lantai jemur Spesifikasi : - Ukuran : 10 x 10 m2 - ketebalan : 0.1 m - coran bertulang beton 13. Bangunan UPH Spesifikasi : - Ukuran : 8 x 5 m2 - Dinding : sebagian tembok dan sebagian rawat kawat - Tinggi dinding dari lantai : 4 m (tembok bata 3.2 m, ram kawat 0.8 m) - Atap asbes - Tinggi atap dari langit langit 2 m
21
Lampiran 3 PELATIHAN PASCAPANEN KOPI 1) Materi yang disampaikan : -
Pemeliharaan Tanaman Pemanenan Penanganan Pascapanen Jaminan mutu dan keamanan Pangan Strategi dan Jaringan Pemasaran Kelembagaan Usaha Praktek panen dan pascapanen
2) Waktu pelaksanaan Pelatihan dilaksanakan selama 3 hari (24 jpl) meliputi teori dan praktek. 3) Lokasi Pelaksanaan Kegiatan pelatihan pascapanen kopi dilaksanakan khusus untuk Propinsi Lampung di Kab. Lampung Barat 4) Peserta Peserta pelatihan adalah sebanyak 35 org peserta yang berasal dari kelompok tani kabupaten setempat
22
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
PEDOMAN TEKNIS Penanganan Pascapanen Tanaman Lada Tahun 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lada merupakan salah satu komoditas ekspor tradisional andalan Indonesia, yang diperoleh dari buah tanaman lada “black pepper” (Piper nigrum Linn). Walaupun bukan tanaman asli Indonesia peranannya sangat besar di dalam perekonomian nasional. Riwayatnya sebagai komoditas perdagangan Indonesia pun sangat panjang karena tercatat sebagai produk pertama Indonesia yang diperdagangkan ke Eropa melalui Arabia dan Persia ( Wahid, 1996). Hampir semua pertanaman lada di Indonesia diusahakan dalam bentuk usaha tani kecil (small holders) dan tersebar pada beberapa propinsi. Daerah sentra produksi utama lada adalah Lampung dan Sumatra Selatan (Bangka - Belitung). Daerah daerah lada lainnya adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Bengkulu, dan Sulawesi Selatan dan kini komoditas lada di Indonesia telah berkembang di 24 propinsi. Lada hitam Indonesia di perdagangan Internasional dikenal dengan nama Lampung Black Pepper, sedangkan lada putih dikenal dengan nama Muntok White pepper. Dikenal dengan nama-nama tersebut karena daerah Lampung dan Muntok (di pulau Bangka) merupakan daerah sentra produksi pertama yang mengembangkan lada di Indonesia. Dari seluruh hasil produksi lada Indonesia sekitar 80 - 90 persen 1
dijadikan komoditas ekspor, sisanya dikonsumsi di dalam negeri. Sampai sekarang penanganan pascapanen lada hitam dan putih dilakukan ditingkat petani dengan menggunakan alat - alat yang sederhana dengan metoda dari nenek moyang yang dilakukan secara turun - temurun dengan kurang memperhatikan segi kebersihan. Oleh karena hal tersebut produk lada yang dihasilkan sering terkontaminasi baik oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan tetapi juga oleh kotoran-kotoran lain seperti bahan tanaman, kotoran binatang dan sebagainya. Dengan makin sadarnya konsumen akan kesehatan, peraturan lingkungan yang makin ketat, ketatnya kompetisi diantara para pengusaha makanan dan perubahan pada struktur ekonomi global, tuntutan industri rempah dan industri makanan terhadap bahan baku dengan mutu yang tinggi serta aman untuk dikonsumsi makin tinggi. Begitu pula halnya dengan lada, para konsumen lada menghendaki produk lada dengan mutu yang tinggi dan aman untuk dikonsumsi. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP) menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa produk yang dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses yang efisien, produktif dan ramah lingkungan. Dengan demikian petani akan mendapatkan nilai tambah berupa insentif peningkatan harga dan jaminan pasar yang memadai. 2
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan upaya pembinaan kepada petani/ kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang baik dan benar berbasis Good Handling Practices (GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Good Agricultural Practices (GAP). 1.2 Sasaran Nasional a. Mendukung Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan penanganan pascapanen di provinsi sentra produksi Lada. b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai tambah dan daya saing baik di tingkat lokal maupun global. c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/ gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan teknologi pascapanen secara optimal. 1.3 Tujuan Tujuan disusunnya pedoman teknis pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman lada adalah : a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di provinsi dan kabupaten/ kota dalam 3
pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman lada. b. Meningkatkan pencapaian mutu lada melalui penanganan pascapanen di tingkat petani. c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan harga jual produk lada.
II.
PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis. Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan bidang produksi yang terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan adalah : 2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1) Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman lada dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan pascapanen dengan menghasilkan produk primer yang bermutu. 2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani yang aktif dan berfungsi serta jelas kepengurusannya. Penentuan kelompok tani 4
terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk kelompok tani dilakukan melalui proses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang membidangi Perkebunan setempat. 4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan dan pendampingan oleh petugas daerah yang ditunjuk. 5) Tiap tahap Pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan pencatatan secara tertib sebagai bahan penyusunan laporan akhir. 2.2 Spesifikasi Teknis Alat dan mesin yang digunakan untuk penanganan pascapanen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah; 2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas; 3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau 5
fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik, dan lain-lain; 4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi. Spesifikasi alat dan mesin pascapanen lada yang akan diberikan untuk kelompok tani terlampir.
III. PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan Pengembangan Penanganan Pascapanen lada meliputi pengadaan alat dan mesin pascapanen lada di 2 (dua) provinsi yaitu : Bangka Belitung, Kalimantan Timur. 3.2 Pelaksana Kegiatan Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut : 1) Kegiatan Tingkat Pusat : Penyusunan Pedoman Teknis. Sosialisasi dan Pembinaan. Pengawalan dan Pendampingan. Monitoring dan Evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 6
2) Kegiatan Tingkat Provinsi : Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP Propinsi. Sosialisasi dan Pembinaan. Pengawalan dan monitoring serta evaluasi kegiatan. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota : Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP kabupaten/kota Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen. Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan. Pengawalan, monitoring serta evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3.3 Lokasi, Jenis dan Volume : Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman lada adalah sebagai berikut : No 1 2
Lokasi Jenis Kep. Babel Penyediaan sarana, alat dan mesin Kaltim pascapanen Lada
Volume 2 KT 2 KT 7
3.4 Simpul Kritis Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan : -
Dalam penetapan kelompok sasaran penerima bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik.
-
Penyerahan barang kepada kelompok tani. Harus dilengkapi dengan berita acara serah terima barang.
IV.
PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN BANTUAN
Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual. 4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang 1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010 8
beserta perubahannya tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Peraturan
2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat harus sudah ditandatangani akhir triwulan I (bulan Maret) tahun 2013 4.2 Mekanisme Penyaluran Kelompok Tani
Barang
kepada
1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 2) Penyerahan alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai 6.000 rupiah. 3) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni) 2013.
9
4.3
Kriteria Umum dan Kriteria Teknis serta Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran
1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,
identifikasi serta penetapan kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan paling telat pada bulan Februari 2013. 2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan
melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang. 4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung). 5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya. 6) Kelompok yang mengalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar. 10
4.4 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti sosialiasi atau pertemuan teknis petani dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013
V.
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
1) Pembinaan kelompok dilakukan secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD. 2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean governance), maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan dan perundangan, Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), Menjunjung tinggi keterbukaan informasi, transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas akuntabilitas. 3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik secara teknis maupun dalam pembinaan berada 11
pada dinas/kantor perkebunan atau yang melaksanakan fungsi perkebunan lingkup provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Dinas yang membidangi perkebunan kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing masing instansi. 5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat menerapkan prinsip prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabel.
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan.
12
6.1 Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya pemanfaatan bantuan sarana alat mesin pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan mengevaluasi berdasarkan laporan dan mengadakan kunjungan lapangan. 6.2 Pelaporan Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari : a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya pada setiap bulan. b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir. Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim 13
setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha
VII. PEMBIAYAAN Kegiatan pelaksanaan pengembangan penanganan pascapanen lada dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013. ini dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tahun Anggaran 2013.
VIII.
PENUTUP
Kegiatan pembangunan perkebunan oleh Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelompok dan partisipasi masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam bidang perkebunan agar mandiri dalam menjalankan usahataninya yang pada akhirnya 14
kelompok-kelompok tersebut berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat meningkatkan ekonomi secara nasional.
15
Lampiran 1 REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN LADA 2013 No. 1
Provinsi Kep. Babel
2
Kaltim
Kabupaten Bangka Barat (2 KT) Kutai Kertanegara (2 KT)
-
Mesin Mesin Mesin Mesin
Jenis Alat Perontok lada Penggiling lada Perontok lada Penggiling lada
Vol. (Unit) 4 4 4 4
KT : Kelompok Tani
16
Lampiran 2 SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN LADA 1. Mesin Perontok Lada Spesifikasi : - Kapasitas 650 – 700 Kg/Jam - Motor penggerak : 5,5 HP 2. Mesin Penggiling lada Spesifikasi : - Kapasitas 400 – 500 kg/ jam - Motor pengerak : 5,5 HP
17
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
PEDOMAN TEKNIS Penanganan Pascapanen Tanaman Pala Tahun 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pala (Myristica Fragan Houtt) adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari kepulauan Banda dan Maluku. Tanaman pala menyebar ke Pulau Jawa, pada saat perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang melewati pulau Jawa pada tahun 1271 sampai tahun 1295. Pembudidayaan tanaman pala terus meluas sampai ke Sumatera. Sampai saat ini daerah penghasil utama pala di Indonesia adalah Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Sumatra Barat, Nanggroe Aceh Darusalam, Jawa Barat dan Papua. Buah pala berbentuk bulat berkulit kuning jika sudah tua dan berdaging putih. Bijinya berkulit tipis agak keras berwarna hitam kecokelatan yang dibungkus fuli berwarna merah padam. Isi bijinya putih, bila dikeringkan menjadi gelap kecokelatan dengan aroma khas. Buah pala terdiri atas daging buah (77,8%), fuli (4 %), tempurung (5,1%) dan biji (13,1%) dan dikenal sebagai rempah yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk bahan berbagai industri. Biji dan fuli merupakan produk utama dari tanaman pala, yang sebagian besar untuk diekspor dan berfungsi sebagai rempah, baik untuk keperluan sehari-hari maupun untuk industri makanan dan minuman. Daging buah yang muda banyak digunakan untuk makanan ringan dan 1
minuman seperti manisan, permen, sirup dan jus pala. Minyak pala yang diperoleh dari penyulingan biji pala muda, selain untuk ekspor juga merupakan bahan baku industri obat obatan, pembuatan sabun, parfum dan kosmetik didalam negeri. Produk lain yang berasal dari biji pala adalah mentega pala yaitu trimiristin yang dapat digunakan sebagai minyak makan dan industri kosmetik. Sampai saat ini Indonesia termasuk salah satu negara produsen dan pengekspor biji dan fuli pala terbesar dunia. Sampai dengan tahun 2007, kebutuhan pala dunia mencapai 76 % dipenuhi oleh Indonesia, 20 % oleh Grenada dan selebihnya oleh Sri Langka, India dan Papua New Guinea. Pada tahun 2010 luas areal pertanaman pala di Indonesia adalah 118.345 Ha dengan jumlah produksi 15.793 ton. Jumlah ekspor Indonesia tahun 2010 mencapai 14.186 ton dengan nilai US$ 86.096. Pala Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat yaitu sekitar 99%, dengan cara penanganan pascapanen yang masih tradisional dengan peralatan seadanya dan dilakukan kurang higienis. Sehingga masalah yang dihadapi pala Indonesia adalah rendahnya mutu, dimana hal ini berpengaruh terhadap harga. Disamping itu rendahnya mutu pala Indonesia disebabkan oleh beragamnya jenis pala, waktu panen yang kurang tepat, penyimpanan dan pengemasan yang kurang 2
baik serta tercampurnya dengan pala hutan. Waktu panen yang kurang tepat saat pala masih muda menyebabkan buah jadi keriput. Sedangkan penyimpanan dan pengemasan yang kurang baik memberi peluang jamur untuk tumbuh. Kondisi seperti ini mengakibatkan kualitas pala kurang baik yang dapat menurunkan kepercayaan para importir luar negeri terhadap Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penolakan produk pala oleh negara Uni Eropa karena tercemar oleh aflatoxin pada periode tahun 2010-2011, dimana pala dari Indonesia mengandung aflatoxin melebihi kadar ambang yang diperbolehkan. Keberhasilan penanganan pascapanen sangat tergantung dari mutu bahan baku dari kegiatan proses produksi/budidaya, karena itu penanganan proses produksi di kebun juga harus memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip cara budidaya yang baik dan benar (Good Agricultural Practices/GAP). Penerapan GAP dan GHP menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa produk yang dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses yang efisien, produktif dan ramah lingkungan. Dengan demikian petani akan mendapatkan nilai tambah berupa insentif peningkatan harga dan jaminan pasar yang memadai. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan upaya pembinaan kepada petani/ kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping 3
agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang baik dan benar berbasis Good Handling Practices (GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Good Agricultural Practices (GAP). 1.2 Sasaran Nasional a. Mendukung Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan penanganan pascapanen di provinsi sentra produksi Pala. b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai tambah dan daya saing baik di tingkat lokal maupun global. c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/ gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan teknologi pascapanen secara optimal. 1.3 Tujuan Tujuan disusunnya pedoman teknis pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman pala adalah : a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di provinsi dan kabupaten/ kota dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman pala.
4
b. Meningkatkan pencapaian mutu pala melalui penanganan pascapanen di tingkat petani. c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan harga jual produk pala.
II.
PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis. Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan bidang produksi yang terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan adalah : 2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1) Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman pala dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan pascapanen dengan menghasilkan produk primer yang bermutu. 2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani yang aktif dan berfungsi serta jelas kepengurusannya. Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat 5
atau Kepala perkebunan.
Dinas
yang
membidangi
3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk kelompok tani dilakukan melalui proses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang membidangi Perkebunan setempat. 4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan dan pendampingan oleh petugas daerah yang ditunjuk. 5) Tiap tahap pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan pencatatan secara tertib sebagai bahan penyusunan laporan akhir. 2.2 Spesifikasi Teknis Alat dan mesin yang digunakan untuk penanganan pascapanen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah; 2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas; 3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik, dan lain-lain; 6
4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi. Spesifikasi alat dan mesin pascapanen pala yang akan diberikan untuk kelompok tani terlampir. Selain kegiatan pengadaan alat dan mesin pascapanen untuk kelompok tani, dalam kegiatan penanganan pascapanen pala terdapat kegiatan Pertemuan teknis petani pala. Materi terlampir.
III. PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan Pengembangan Penanganan Pascapanen pala meliputi : 1) Pengadaan alat dan mesin pascapanen pala di 5 provinsi yaitu : Jawa Barat, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat 2) Peningkatan Kapabilitas Petani melalui pertemuan teknis petani pala di 5 provinsi yang sama. 3.2 Pelaksana Kegiatan Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut : 7
1) Kegiatan Tingkat Pusat : Penyusunan Pedoman Teknis. Sosialisasi dan Pembinaan. Pengawalan dan Pendampingan. Monitoring dan Evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 2) Kegiatan Tingkat Provinsi : Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP Propinsi. Sosialisasi dan Pembinaan. Pengawalan dan monitoring serta evaluasi kegiatan. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota : Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP kabupaten/kota Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen. Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan. Pengawalan, monitoring serta evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
8
3.3 Lokasi, Jenis dan Volume : Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman pala adalah sebagai berikut : No 1 2 3 4 5
Lokasi Jawa Brt Sulut Maluku Maluku Utr Papua Brt
Jenis Penyediaan sarana, alat dan mesin pascapanen dan Pertemuan Teknis Petani Pala
Volume 3 KT 3 KT 3 KT 3 KT 3 KT
3.4 Simpul Kritis Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan : -
Dalam penetapan kelompok sasaran penerima bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik.
-
Penyerahan barang kepada kelompok tani. Harus dilengkapi dengan berita acara serah terima barang.
9
IV.
PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN BANTUAN
Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual. 4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang 1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya tentang Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa. 2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat harus sudah ditandatangani akhir triwulan I (bulan Maret) tahun 2013 4.2 Mekanisme Penyaluran Kelompok Tani
Barang
kepada
1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 10
2) Penyerahan alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai 6.000 rupiah. 3) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni) 2013. 4.3
Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Serta Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran
1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,
identifikasi serta penetapan kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan paling lambat pada bulan Februari 2013 2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan
melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan 3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang 4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan 11
yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung) 5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya. 6) Kelompok yang mengalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
4.3 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti sosialiasi atau pertemuan teknis petani dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013
V.
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
1) Pembinaan kelompok dilakukan secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD. 12
2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean governance), maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan dan perundangan, Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), Menjunjung tinggi keterbukaan informasi, transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas akuntabilitas. 3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik secara teknis maupun dalam pembinaan berada pada dinas/kantor perkebunan atau yang melaksanakan fungsi perkebunan lingkup provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Dinas yang membidangi perkebunan kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing masing instansi. 5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat menerapkan prinsip prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabel. 13
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan. 6.1 Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya pemanfaatan bantuan sarana alat mesin pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan mengevaluasi berdasarkan laporan dan mengadakan kunjungan lapangan. 6.2 Pelaporan Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari : a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya pada setiap bulan. 14
b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir. Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha.
VII. PEMBIAYAAN Kegiatan pelaksanaan pengembangan penanganan pascapanen pala dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.
VIII.
PENUTUP
Kegiatan pembangunan perkebunan oleh Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelompok dan partisipasi masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok 15
tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam bidang perkebunan agar mandiri dalam menjalankan usahataninya yang pada akhirnya kelompok-kelompok tersebut berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat meningkatkan ekonomi secara nasional.
16
Lampiran 1 REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN PALA 2013 No. 1
2
3
4
Provinsi Jawa Barat
Sulawesi Utr
Maluku
Maluku Utr
Kabupaten Sukabumi (3 KT)
-
Bitung (3 KT)
-
Seram Bag. Timur (3 KT)
-
Kota Ternate
-
Jenis Alat pengering pala Mesin pemecah cangkang pala terpal Pengering Pala Mesin pemecah cangkang pala Aflatoxin meter Pengering Pala Mesin pemecah cangkang pala Aflatoxin meter Pengering Pala
Vol. (Unit) 3 3 48 3 3 3 3 3 3 3 17
(3 KT) 5
Papua Brt
Fak Fak (3 KT)
- Mesin pemecah cangkang pala - Aflatoxin meter - Pengering Pala - Mesin pemecah cangkang pala - Aflatoxin meter
3 3 3 3 3
KT : Kelompok Tani
18
Lampiran 2 SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN PALA 1. Aflatoxin meter Spesifikasi : - Range ukur : 0.1 – 1 ng/ml (PPB) - Sensitivitas : <0.1 ng/ ml - Power : 40 W, 220 V, 50-60 Hz 2. Pengering Pala Spesifikasi : Tipe : Dry Box, Kapasitas : 2,5 ton / proses Dimensi (pxlxt) : 6.5x2x1.5 m Motor : 7,5 PK Body : plast mild steel Putaran blower : 1800 rpm Blower : axial Kapasitas 200 Kg/ jam 3. Mesin pemecah cangkang pala Spesifikasi : Dimensi : 1500 x 900 x 1250 mm Pengerak : Bensin 5, 5 HP Transmisi : Gear Box dan Pulley Roll : 1 buah Kapasitas : 300-400 kg/ jam 4. Terpal Spesifikasi : - Ukuran 6 x 5 m2 , Type bahan terpal A 12 19
Lampiran 3 PERTEMUAN TEKNIS PETANI PALA 1) Materi yang disampaikan : -
Penanganan Pascapanen Jaminan mutu dan keamanan Pangan Strategi dan Jaringan Pemasaran Kelembagaan Usaha Praktek pascapanen
2) Waktu pelaksanaan Pertemuan teknis dilaksanakan selama 2 hari (20 jpl) meliputi teori dan praktek. 3) Lokasi Pelaksanaan Kegiatan pertemuan teknis petani pala dilaksanakan untuk Propinsi Jawa Barat di Kab. Sukabumi, Sulawesi Utara di Kab. Bitung, Maluku di Seram Bag. Timur, Maluku Utara di Kota Ternate, Papua Barat di Fak fak 4) Peserta Peserta pertemuan teknis adalah sebanyak 45 org peserta yang berasal dari kelompok tani kabupaten setempat
20
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
PEDOMAN TEKNIS Penanganan Pascapanen Tanaman Cengkeh Tahun 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cengkeh (Syzigium aromaticum) merupakan salah satu komoditas pertanian yang tinggi nilai ekonominya. Baik sebagai rempah-rempah, bahan campuran rokok kretek atau bahan dalam pembuatan minyak atsiri. Produksi Cengkeh mempunyai peranan yang cukup besar dalam menunjang upaya peningkatan pendapatan negara karena sampai saat ini Cukai rokok merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat besar dibanding dengan sumber-sumber pendapatan lainnya. Besarnya cukai Rokok Kretek tergantung dari perkembangan produksi Rokok Kretek yang dihasilkan oleh Pabrik Rokok Kretek di Indonesia. Sedangkan produksi Rokok baik kualitas maupun kuantitasnya akan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pasokon Cengkeh yang merupakan bahan baku utama produksi Rokok Kretek. Berdasarkan data statistik perkebunan (2011), luas areal Perkebunan Cengkeh nasional pada tahun 2010 adalah 470.041 Ha dengan total produksi sebesar 98.386 ton. 98 % dari luasan kebun cengkeh tersebut diatas merupakan milik petani sedangkan sisanya diusahakan oleh Perusahaan baik milik negara maupun swasta. Volume ekspor cengkeh nasional adalah sebesar 6.008 ton. Hal ini menunjukan bahwa produksi 1
cengkeh nasional sebagaian besar masih dikonsumsi di dalam negeri, baik itu untuk kebutuhan campuran rokok maupun untuk rempah dan obat. Pengusahaan cengkeh yang sebagian besar diusahakan oleh petani membuat kualitas cengkeh yang dihasilkan menjadi lebih beragam. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP) menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa produk yang dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses yang efisien, produktif dan ramah lingkungan. Dengan demikian petani akan mendapatkan nilai tambah berupa insentif peningkatan harga dan jaminan pasar yang memadai. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan upaya pembinaan kepada petani/ kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang baik dan benar berbasis Good Handling Practices (GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Good Agricultural Practices (GAP). 1.2 Sasaran Nasional a. Mendukung Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan penanganan pascapanen di provinsi sentra produksi Cengkeh. 2
b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai tambah dan daya saing baik di tingkat lokal maupun global. c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/ gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan teknologi pascapanen secara optimal. 1.3 Tujuan Tujuan disusunnya pedoman teknis pelaksanaan kegiatan Pengembangan penanganan pascapanen tanaman cengkeh adalah : a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di provinsi dan kabupaten/ kota dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman cengkeh. b. Meningkatkan pencapaian mutu cengkeh melalui penanganan pascapanen di tingkat petani. c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan harga jual produk cengkeh.
II.
PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis. 3
Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan bidang produksi yang terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan adalah : 2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1) Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman cengkeh dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan pascapanen dengan menghasilkan produk primer yang bermutu. 2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani yang aktif dan berfungsi serta jelas kepengurusannya. Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk kelompok tani dilakukan melalui proses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang membidangi Perkebunan setempat. 4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan dan pendampingan oleh petugas daerah yang ditunjuk. 4
5) Tiap tahapan Pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan pencatatan secara tertib sebagai bahan penyusunan laporan akhir.
2.2 Spesifikasi Teknis Alat dan mesin yang digunakan untuk penanganan pascapanen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah; 2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas; 3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik, dan lain-lain; 4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi. Spesifikasi alat dan mesin pascapanen cengkeh yang akan diberikan untuk kelompok tani terlampir. III. PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Ruang Lingkup Ruang Penanganan
lingkup kegiatan Pengembangan Pascapanen cengkeh meliputi 5
pengadaan sarana pascapanen cengkeh di provinsi Gorontalo dan Jawa Barat 3.2 Pelaksana Kegiatan Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut : 1) Kegiatan Tingkat Pusat : Penyusunan Pedoman Teknis. Sosialisasi dan Pembinaan. Pengawalan dan Pendampingan. Monitoring dan Evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 2) Kegiatan Tingkat Provinsi : Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP Propinsi. Sosialisasi dan Pembinaan. Pengawalan dan monitoring serta evaluasi kegiatan. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota : Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP kabupaten/kota Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen.
6
Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan. Pengawalan, monitoring serta evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3.3 Lokasi, Jenis dan Volume : Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman cengkeh adalah sebagai berikut : No 1 2
Lokasi Gorontalo Jabar
Jenis Penyediaan sarana/ alat pascapanen Cengkeh
Volume 2 KT 2 KT
3.4 Simpul Kritis Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan : -
Dalam penetapan kelompok sasaran penerima bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik.
-
Penyerahan barang kepada kelompok tani. Harus dilengkapi dengan berita acara serah terima barang. 7
IV.
PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN BANTUAN
Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual. 4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang 1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya tentang Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa. 2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat harus sudah ditandatangani akhir triwulan I (bulan Maret) tahun 2013 4.2 Mekanisme Penyaluran Kelompok Tani
Barang
kepada
1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 8
2) Penyerahan alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai 6.000 rupiah. 3) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni) 2013. 4.3
Kriteria Umum dan Kriteria Teknis serta Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran
1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan,
identifikasi serta penetapan kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan paling lambat pada bulan Februari 2013. 2) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan
melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 3) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang. 4) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan 9
yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung) 5) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya 6) Kelompok yang mengalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
4.4 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti sosialiasi atau pertemuan teknis petani dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013
V.
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
1) Pembinaan kelompok dilakukan secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD. 10
2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean governance), maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan dan perundangan, Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), Menjunjung tinggi keterbukaan informasi, transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas akuntabilitas. 3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik secara teknis maupun dalam pembinaan berada pada dinas/kantor perkebunan atau yang melaksanakan fungsi perkebunan lingkup provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Dinas yang membidangi perkebunan kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing masing instansi. 5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat menerapkan prinsip prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabel. 11
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan. 6.1 Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya pemanfaatan bantuan sarana alat mesin pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan mengevaluasi berdasarkan laporan dan mengadakan kunjungan lapangan. 6.2 Pelaporan Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari : a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya pada setiap bulan. 12
b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir. Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha.
VII. PEMBIAYAAN Kegiatan pelaksanaan pengembangan penanganan pascapanen cengkeh dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.
VIII.
PENUTUP
Kegiatan pembangunan perkebunan oleh Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi 13
pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelompok dan partisipasi masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam bidang perkebunan agar mandiri dalam menjalankan usahataninya yang pada akhirnya kelompok-kelompok tersebut berkembang dan menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat meningkatkan ekonomi secara nasional.
14
Lampiran 1 REKAPITULASI SARANA/ALAT PASCAPANEN CENGKEH 2013 No. 1
Provinsi Gorontalo
2
Jawa Barat
Kabupaten Gorontalo (2 KT) Cianjur (2 KT)
-
Jenis Alat Lantai jemur terpal Lantai jemur terpal
Vol. (Unit) 2 50 2 50
KT : Kelompok Tani
15
Lampiran 2 SPESIFIKASI SARANA/ALAT PASCAPANEN CENGKEH 1. Lantai Jemur Spesifikasi : - Ukuran : 15 x 15 m2 - ketebalan jadi : 0.2 m - coran beton bertulang 2. Terpal Spesifikasi : - Ukuran 6 x 5 m2 - Type bahan terpal A 12
16
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
PEDOMAN TEKNIS Penanganan Pascapanen Tanaman Nilam Tahun 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sentra tanaman nilam di Indonesia tersebar di beberapa propinsi dimana sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan sisanya berada di wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa wilayah lain yang belum tercatat sebagai wilayah produsen minyak nilam. Sebaran di wilayah Sumatera terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung. Di wilayah Kalimantan mulai dikembangkan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, wilayah Sulawesi meliputi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara sedangkan untuk wilayah Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Barat tanaman nilam dikembangkan dengan sistem tanaman sela. Tanaman nilam di Indonesia sebagian besar masih diusahakan oleh petani dengan menggunakan benih asalan, teknologi yang sederhana dan sarana produksi yang minimal. Oleh karena itu produksi maupun produktifitas serta mutu minyak yang dihasilkan masih rendah. Keunggulan minyak nilam asal Indonesia telah dikenal di berbagai negara pengimpor minyak nilam seperti Amerika, Perancis, Belanda, Jerman, Jepang, Singapura, Hongkong, Mesir dan Arab Saudi. Minyak nilam dalam industri digunakan 1
sebagai bahan fiksasi yaitu bahan pengikat minyak lain yang belum dapat digantikan oleh minyak lain sampai dengan saat ini. Selain itu, minyak nilam merupakan minyak atsiri yang tidak dapat dibuat secara sintesis. Kegiatan pemanenan dan penanganan pascapanen belum dilakukan secara baik dan benar seperti cara pemanenan, waktu pemanenan, penanganan bahan yang dipanen sebelum disuling. Penanganan dari bahan tanaman yang dipanen yang akan diambil minyaknya berkaitan erat dengan mutu dan rendemen minyak nilam yang dihasilkan. Sistem penanganan pascapanen yang diterapkan sangat sederhana baik cara maupun alat penyulingan yang berdampak pada mutu yang dihasilkan rendah tidak memenuhi standar yang dinginkan konsumen. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP) menjadi jaminan bagi konsumen, bahwa produk yang dipasarkan diperoleh dari hasil serangkaian proses yang efisien, produktif dan ramah lingkungan. Dengan demikian petani akan mendapatkan nilai tambah berupa insentif peningkatan harga dan jaminan pasar yang memadai. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan upaya pembinaan kepada petani/ kelompok tani oleh petugas/penyuluh/pendamping agar dapat menerapkan teknologi pascapanen yang baik dan benar berbasis Good Handling Practices 2
(GHP) dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip Good Agricultural Practices (GAP). 1.2 Sasaran Nasional a. Mendukung Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu melalui kegiatan penanganan pascapanen di provinsi sentra produksi Nilam. b. Dihasilkannya produk yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar sehingga memiliki nilai tambah dan daya saing baik di tingkat lokal maupun global. c. Terfasilitasinya kebutuhan kelompok tani/ gapoktan dalam memperoleh dan memanfaatkan teknologi pascapanen secara optimal. 1.3 Tujuan Tujuan disusunnya pedoman teknis pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman nilam adalah : a. Memberikan petunjuk dan acuan bagi petugas di provinsi dan kabupaten/ kota dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan penanganan pascapanen tanaman nilam. b. Meningkatkan pencapaian mutu nilam melalui penanganan pascapanen di tingkat petani.
3
c. Meningkatkan nilai tambah, daya saing dan harga jual minyak nilam.
II.
PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pada era industri sekarang ini, upaya peningkatan mutu hasil perkebunan rakyat sudah saatnya diarahkan melalui pendekatan agrobisnis. Dengan pola ini, petani tidak lagi dilihat sebagai individu dengan kemampuan bidang produksi yang terbatas. Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan adalah : 2.1 Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1) Pelaksanaan kegiatan ditempuh melalui pendekatan kelompok pada satu wilayah pertanaman nilam dengan harapan para petani mampu melakukan penanganan pascapanen dengan menghasilkan produk primer yang bermutu. 2) Kelompok tani terpilih adalah kelompok tani yang aktif dan berfungsi serta jelas kepengurusannya. Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 4
3) Paket bantuan yang akan diberikan untuk kelompok tani dilakukan melalui proses pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan oleh panitia/pejabat pengadaan di Dinas yang membidangi Perkebunan setempat. 4) Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan dan pendampingan oleh petugas daerah yang ditunjuk. 5) Tiap tahap Pelaksanaan kegiatan perlu dilakukan pencatatan secara tertib sebagai bahan penyusunan laporan akhir.
2.2 Spesifikasi Teknis Alat dan mesin yang digunakan untuk penanganan pascapanen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Perawatan dan pengoperasiannya mudah; 2) Permukaan peralatan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas; 3) Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik, dan lain-lain; 4) Mudah dikenakan tindakan sanitasi. 5
Spesifikasi alat dan mesin pascapanen nilam yang akan diberikan untuk kelompok tani terlampir.
III. PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1 Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan Pengembangan Penanganan Pascapanen Nilam meliputi : 1) Pengadaan alat dan mesin pascapanen nilam di 6 (enam) provinsi yaitu : Lampung, Jawa Barat, Bali, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengah; 2) Bimbingan teknis pascapanen nilam di provinsi Bali. 3.2 Pelaksana Kegiatan Tugas dan fungsi petugas tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota sebagai berikut : 1) Kegiatan Tingkat Pusat : Penyusunan Pedoman Teknis. Sosialisasi dan Pembinaan. Pengawalan dan Pendampingan. Monitoring dan Evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan.
6
2) Kegiatan Tingkat Provinsi : Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP Propinsi. Sosialisasi dan Pembinaan. Pengawalan dan monitoring serta evaluasi kegiatan. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3) Kegiatan Tingkat Kabupaten/kota : Penyusunan Petunjuk Teknis (Juknis). Penetapan Kelompok Sasaran untuk alokasi APBN melalui TP kabupaten/kota Sosialisasi program dan kegiatan pascapanen. Pelaksanaan koordinasi/konsultasi ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan. Pengawalan, monitoring serta evaluasi. Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan. 3.3 Lokasi, Jenis dan Volume : Lokasi, Jenis dan Volume kegiatan penanganan pascapanen tanaman nilam adalah sebagai berikut : No 1 2 3
Lokasi Lampung Jawa Brt Gorontalo
Jenis Penyediaan sarana, alat dan mesin pascapanen Nilam
Volume 1 KT 3 KT 1 KT 7
4 5 6
Sulbar Sulteng Bali
2 KT 1 KT 1 KT Bimbingan pascapanen
teknis
1 KT
3.4 Simpul Kritis Beberapa hal yang harus diperhatikan yang menjadi simpul kritis dalam pelaksanaan kegiatan : -
Dalam penetapan kelompok sasaran penerima bantuan. Penetapan kelompok sasaran harus yang sudah eksis dan terorganisir agar bantuan yang diberikan dapat dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik.
- Penyerahan barang kepada kelompok tani. Harus dilengkapi dengan berita acara serah terima barang.
IV.
PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN BANTUAN
Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual. 8
4.1. Pelaksanaan Pengadaan Barang 1) Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya tentang Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa. 2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3) Kontrak penyediaan alat/mesin paling lambat harus sudah ditandatangani akhir triwulan I (bulan Maret) tahun 2013 4.2 Mekanisme Penyaluran Kelompok Tani
Barang
kepada
1) Pengelolaan dan penyaluran barang harus mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 2) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, identifikasi serta penetapan kelompok sasaran penerima sarana/alat/ mesin dilaksanakan paling lambat pada bulan Februari 2013. 3) Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh
9
Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 4) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi Materai 6.000 rupiah. 5) Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada akhir triwulan 2 (bulan Juni) 2013. 4.3
Kriteria Umum dan Kriteria Teknis serta Mekanisme Penentuan Calon Kelompok Sasaran
1) Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang. 2) Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung). 3) Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya. 10
4) Kelompok yang mengalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
4.3 Pelaksanaan Kegiatan Lainnya Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti sosialiasi atau pertemuan teknis petani dilaksanakan mulai Januari hingga Juli 2013.
V.
PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN
1) Pembinaan kelompok dilakukan secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD. 2) Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean governance), maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi prinsip-prinsip: Mentaati ketentuan peraturan dan perundangan, Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), 11
Menjunjung tinggi keterbukaan informasi, transparansi dan demokratisasi, Memenuhi asas akuntabilitas. 3) Tanggung jawab pelaksanaan kegiatan ini baik secara teknis maupun dalam pembinaan berada pada dinas/kantor perkebunan atau yang melaksanakan fungsi perkebunan lingkup provinsi/kabupaten/kota. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian. 4) Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Dinas yang membidangi perkebunan kabupaten dan provinsi serta Ditjen Perkebunan, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing masing instansi. 5) Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat menerapkan prinsip prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabel.
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor 31/Permentan/OT.140/- 3/2010 12
tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan. 6.1 Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya pemanfaatan bantuan sarana alat mesin pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : memonitor dan mengevaluasi berdasarkan laporan dan mengadakan kunjungan lapangan. 6.2 Pelaporan Pelaksana kegiatan di Provinsi/Kabupaten/ Kota wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari : a) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya pada setiap bulan. b) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir. 13
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan dan Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha.
VII. PEMBIAYAAN Kegiatan pelaksanaan pengembangan penanganan pascapanen nilam dibiayai dengan dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan provinsi atau Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013.
VIII. PENUTUP Kegiatan pembangunan perkebunan oleh Pemerintah dilakukan antara lain melalui fasilitasi pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas dan kapabilitas kelompok dan partisipasi masyarakat. Fasilitasi sarana alat mesin kelompok tani merupakan salah satu cara untuk memfasilitasi kelompok-kelompok petani yang bergerak dalam bidang perkebunan agar mandiri dalam menjalankan usahataninya yang pada akhirnya kelompok-kelompok tersebut berkembang dan 14
menjadi kekuatan ekonomi di pedesaan, yang tidak saja dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi kemiskinan, tetapi juga dapat meningkatkan ekonomi secara nasional.
15
Lampiran 1 REKAPITULASI ALAT/MESIN PASCAPANEN NILAM 2013 No. 1
Provinsi Lampung
Kabupaten Lampung Utara
2
Jawa Barat
Sumedang Garut Kuningan
3
Bali
Karang asem
4
Sulteng
Donggala
-
Jenis Alat alat penyuling nilam Bangunan UPH alat penyuling nilam Bangunan UPH alat penyuling nilam Bangunan UPH alat penyuling nilam Bangunan UPH alat penyuling nilam Bangunan UPH alat penyuling nilam Bangunan UPH
Vol. (Unit) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16
5
Sulbar
Majene Polman
6
Gorontalo
Pahuwato
-
alat penyuling nilam Bangunan UPH alat penyuling nilam Bangunan UPH alat penyuling nilam Bangunan UPH
1 1 1 1 1 1
KT : Kelompok Tani
17
Lampiran 2 SPESIFIKASI ALAT/MESIN PASCAPANEN NILAM 1. Alat Penyuling Nilam Spesifikasi : - Kapasitas : 100-200 Kg - Diameter tabung : 760 mm - Material tabung : stainless steel 3 mm - Sumber Pemanas : Kayu bakar 2. Bangunan UPH nilam Spesifikasi : - Bangunan terdiri dari rumah pelayuan, bangunan sarana penyulingan (termasuk tungku)
18
Lampiran 3 BIMBINGAN TEKNIS PETANI NILAM 1) Materi yang disampaikan : -
Penanganan Pascapanen Jaminan mutu dan keamanan Pangan Strategi dan Jaringan Pemasaran Kelembagaan Usaha Praktek pascapanen
2) Waktu pelaksanaan Bimbingan teknis dilaksanakan selama 2 hari (20 jpl) meliputi teori dan praktek. 3) Lokasi Pelaksanaan Kegiatan bimbingan teknis petani nilam dilaksanakan untuk Propinsi Bali di Kab. Karang asem. 4) Peserta Peserta bimbingan teknis adalah sebanyak 30 org peserta yang berasal dari kelompok tani kabupaten setempat.
19
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
PEDOMAN TEKNIS (PENANGANAN PASCAPANEN KELAPA) TAHUN 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kelapa (Cocos nucifera L.) dijuluki sebagai pohon kehidupan, karena setiap bagian tanaman (buah, daun, batang) dapat dimanfaatkan. Kelapa juga merupakan komoditas penting di Indonesia baik dalam ketahanan pangan maupun sebagai komoditi ekspor. Dari kelapa dapat dihasilkan minyak goreng, minyak kelapa murni (VCO), kelapa parut kering (desiccated coconut), santan, minuman isotonik, nata de coco, kelapa muda (dikalengkan), kue kelapa (cocunut cake), dan produk-produk makanan lainnya yang potensial untuk dikembangkan. Di Indonesia, Produktivitas rata-rata perkebunan kelapa (perkebunan rakyat) adalah 1.175 kg/ha. Daerah penghasil utama tanaman kelapa di Indonesia yaitu Provinsi Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, Sulawesi Utara, Maluku, dan Maluku Utara. Data luas areal, produksi, ekspor dan impor kelapa tahun 2006-2010, tertera pada Tabel 1 berikut.
1
Tabel 1. Perkembangan Luas Areal, Produksi, Volume Ekspor dan Impor Komoditi Kelapa Tahun 2006 – 2010 Thn
Luas Areal (Ha)
Produksi (Ton)
2006 2007 2008 2009 2010
3.788.892 3.787.989 3.783.074 3.799.124 3.739.350
3.131.158 3.193.266 3.239.672 3.257.969 3.166.666
Ekspor (Ton) Minyak Kopra Kelapa 519.973 238.359 739.923 323.288 649.362 247.022 571.157 209.046 567.497 231.397
Impor (Ton) Minyak Kopra Kelapa 8.990 7.366 271 125 232 18 287 -
Sumber :Data Statistik Perkebunan Indonesia, Tahun 2010 – 2012, komoditi kelapa Selama ini komoditas kelapa hanya dimanfaatkan produk primernya saja, baik dalam bentuk kelapa segar, kopra untuk bahan baku minyak goreng, dan VCO. Pengembangan dan pemanfaatan produk hilir kelapa belum banyak dilakukan, pemanfaatan hasil sampingan akan dapat meningkatkan nilai tambah produk kelapa yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan petani kelapa. Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai instansi yang membina perkebunan memiliki program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan. Kelapa adalah salah satu tanaman binaan Direktorat Jenderal Perkebunan yang kegiatan aspek pascapanennya dilaksanakan oleh Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha Direktorat Jenderal Perkebunan yakni Pengembangan Penanganan Pascapananen 2
Kelapa di 8 (delapan) provinsi dan 15 (lima belas) kabupaten. Sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan, maka diperlukan pedoman pelaksanaan kegiatan penanganan pascapanen kelapa. B. Tujuan
1. Memberikan pedoman bagi kelompok tani dan petugas lapangan dalam penanganan pascapanen kelapa sehingga menghasilkan produk yang berkualitas baik, menekan kehilangan hasil dan meningkatkan efisiensi usaha pascapanen. 2. Meningkatkan ketrampilan kelompok tani dalam penanganan pascapanen kelapa C. Sasaran Nasional
Sasaran nasional sesuai dengan rencana strategis Kementerian Pertanian untuk periode 2010-2014 yang akan ditindak lanjuti dan dilaksanakan oleh Direktorat Pascapanen dan Pembinaan usaha, Direktorat Jenderal Perkebunan antara lain: 1. Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian 2. Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian
3
Sesuai dengan Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha Tahun 2010 – 2014 adalah: 1. Peningkatan ketersediaan dan penerapan teknologi pascapnen tanaman perkebunan. 2. Peningkatan mutu, nilai tambah dan daya saing hasil perkebunan. Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan, kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : 1. Tercapainya optimalisasi penyediaan dan pemanfaatan sarana pascapanen yang telah diberikan pemerintah. 2. Dihasilkannya produk pascapanen yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar 3. Tercapainya harga yang proporsional bagi petani 4. Tercapainya peningkatan nilai daya saing nasional di pasar luar negeri 5. Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Direktorat Jenderal Perkebunan.
4
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1. Daerah sasaran kegiatan adalah daerah sentra produksi tanaman kelapa, daerah miskin, daerah perbatasan dan daerah pasca konflik. 2. Petani/kelompok tani sasaran adalah petani/pekebun di daerah sasaran seperti pada butir (1), petani/kelompok tani yang sudah ada yang telah diseleksi. Selanjutnya Calon Kelompok Tani yang telah diseleksi ditetapkan oleh Kepala Dinas Perkebunan atau Dinas yang membidangi perkebunan Kabupaten setempat. 3. Kriteria Calon Kelompok Tani dapat diatur lebih rinci dalam Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) yang disusun oleh Provinsi berdasarkan wilayah, kemudian diatur secara spesifik dalam Petunjuk Teknis (JUKNIS) oleh Kabupaten sesuai kondisi petani dan sosial budaya setempat. 4. Proses pengadaan barang/jasa dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6 Agustus 2010, Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Pertama atas Perpres Nomor 5
54 Tahun 2010 tanggal 30 Juni 2011, serta Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tanggal 31 juli 2012. 5. Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani melalui kelompok tani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan oleh petugas daerah yang ditunjuk. B. Spesifikasi Teknis Alat dan mesin yang dipergunakan untuk penanganan pascapanen kelapa harus memenuhi persyaratan minimum yang telah ditetapkan, dan telah teruji kinerjanya oleh Balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin Pertanian, Kementerian Pertanian. Selain itu, alat dan mesin harus memenuhi persyaratan teknis, kesehatan dan ekonomis. Persyaratan peralatan dan mesin yang digunakan dalam penanganan pascapanen kelapa yakni: — Permukaan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas. — Mudah dibersihkan dan dikontrol. — Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik dan lain-lain. — Mudah dikenakan tindakan sanitasi — Spesifikasi Alat pascapanen kelapa: 6
1) Provinsi Jambi a) Kabupaten Tanjung Jabung Barat — Rumah pengasapan untuk 3 poktan masing-masing (ukuran 5x6 m). b) Kabupaten Tanjung Jabung Timur — Rumah pengasapan untuk 3 poktan masing-masing (ukuran 5x6 m). 2) Provinsi Jawa Tengah a) Kabupaten Banyumas Peralatan dan perlegkapan pembuatan gula semut untuk 7 poktan, masing-masing terdiri dari: — Wajan aluminium — Saingan nira stainless — Tungku hemat energi — Pengaduk — Oven pengering gula kelapa kristal — Pengukur kadar air — Pengayak gula ristal 3) Provinsi NTT a) Kabupaten Timor Tengah Selatan - UPH Sentra VCO dan Minyak Goreng untuk 4 poktan, masing-masing terdiri dari: - (mesin parut kelapa, baskom plastik besar, toples plastik besar, saringan plastik untuk santan, pengaduk/sutel kayu, selang plastik kecil, ember plastik sedang, gayung plastik, sendok plastik besar, toples plastik sedang, 7
saringan plastik untuk minyak, kain saring, kertas saring, batu zeolit, kapas steril, alat penyaring minyak, jerigen putih 5 liter, botol kemasan VCO/120 ml, corong minyak kecil, kompor minyak tanah sedang, wajan sedang, pengaduk/sutel, corong minyak sedang, botol kemasan minyak goreng 1 liter). - UPH Sentra Nata De Coco untuk 4 poktan yang terdiri dari: drum plastik tampungan air kelapa, ember sedang, gayung plastik, kain penyaring, dandang besar, kompor minyak besar, botol starter, loyang plastik, rak kayu, wadah penampung nata de coco. b) Kabupaten Belu — UPH Sentra VCO dan Minyak Goreng untuk 4 poktan, masing-masing terdiri dari: (mesin parut kelapa, baskom plastik besar, toples plastik besar, saringan plastik untuk santan, pengaduk/sutel kayu, selang plastik kecil, ember plastik sedang, gayung plastik, sendok plastik besar, toples plastik sedang, saringan plastik untuk minyak, kain saring, kertas saring, batu zeolit, kapas steril, alat penyaring minyak, jerigen putih 5 8
liter, botol kemasan VCO/120 ml, corong minyak kecil, kompor minyak tanah sedang, wajan sedang, pengaduk/sutel, corong minyak sedang, botol kemasan minyak goreng 1 liter). — UPH Sentra Nata De Coco untuk 4 poktan yang terdiri dari: drum plastik tampungan air kelapa, ember sedang, gayung plastik, kain penyaring, dandang besar, kompor minyak besar, botol starter, loyang plastik, rak kayu, wadah penampung nata de coco. c) Kabupaten Ende — UPH Sentra VCO dan Minyak Goreng untuk 4 poktan, masing-masing terdiri dari: (mesin parut kelapa, baskom plastik besar, toples plastik besar, saringan plastik untuk santan, pengaduk/sutel kayu, selang plastik kecil, ember plastik sedang, gayung plastik, sendok plastik besar, toples plastik sedang, saringan plastik untuk minyak, kain saring, kertas saring, batu zeolit, kapas steril, alat penyaring minyak, jerigen putih 5 liter, botol kemasan VCO/120 ml, corong minyak kecil, kompor minyak tanah sedang, wajan sedang, 9
pengaduk/sutel, corong sedang, botol kemasan goreng 1 liter).
minyak minyak
— UPH Sentra Nata De Coco untuk 4 poktan yang terdiri dari: drum plastik tampungan air kelapa, ember sedang, gayung plastik, kain penyaring, dandang besar, kompor minyak besar, botol starter, loyang plastik, rak kayu, wadah penampung nata de coco. 4) Provinsi Kalimantan Barat a) Kabupaten Singkawang Peralatan dan Perlengkapan Pengolah Cocomesh untuk 1 poktan yang terdiri dari: — Mesin filling — Pengurai sabut kelapa — Pengayak sabut — Pemintai Tali — Perangkai cocomesh
10
5) Provinsi Kalimantan Tengah a) Kabupaten Kota Waringin Timur Peralatan dan perlengkapan pembuatan gula semut untuk 2 poktan yang terdiri dari: — Peralatan pembuatan gula semut dan alat pengemas — Pembangunan rumah gudang semi permanen 6) Provinsi Sulawesi Utara a) Kabupaten Minahasa — Rumah pengasapan kopra peralatan untuk 6 poktan. b) Kabupaten Minahasa Utara — Rumah pengasapan kopra peralatan untuk 6 poktan. c) Kabupaten Minahasa Selatan — Rumah pengasapan kopra peralatan untuk 10 poktan.
dan dan dan
7) Provinsi Maluku a) Kabupaten Maluku Tenggara Peralatan dan perlengkapan pembuatan kopra untuk 2 poktan yang terdiri dari: — Rumah pengasapan kopra — Lantai jemur Alat pengasapan — Alat uji kadar air kopra — Alat cungkil daging kelapa
11
b) Kabupaten Maluku tenggara Barat Peralatan dan perlengkapan pembuatan kopra untuk 1 poktan yang terdiri dari: — Rumah pengasapan kopra — Lantai jemur Alat pengasapan — Alat uji kadar air kopra — Alat cungkil daging kelapa 8) Provinsi Maluku Utara a) Kabupaten Halmahera Utara — Rumah pengasapan kopra dan lantai jemur untuk 4 poktan b) Kabupaten Halmahera Barat — Rumah pengasapan kopra dan lantai jemur untuk 4 poktan.
12
III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen kelapa sebanyak 8 (delapan) provinsi yakni Provinsi Jambi, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara dan 15 (lima belas) Kabupaten. B.
Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan penanganan pascapanen tanaman kelapa, dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan meliputi: 1. Kegiatan Pusat - Pelaksanaan kegiatan workshop dan pembahasan pedoman; - Sosialisasi, koordinasi, bimbingan, pembinaan, pengawalan dan evaluasi kegiatan serta inventarisasi alat pascapanen yang diwujudkan dalam bentuk perjalanan dinas ke provinsi dan kabupaten yang melaksanakan kegiatan ini. - Pelaporan - Dukungan administrasi. 2. Kegiatan Provinsi - Melaksanakan pengadaan peralatan atau perlengkapan pascapanen 13
-
-
kelapa sesuai dengan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6 Agustus 2010 apabila dana bantuan berupa dana Tugas Pembantuan Provinsi. Pelaksanaan koordinasi/konsultasi oleh dinas provinsi yang membidangi perkebunan, koordinasi ke kabupaten dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan. Pelaporan Dukungan administrasi Dapat berupa dukungan pelatihan bagi petani yang mendapat bantuan.
3. Kegiatan Kabupaten - Melaksanakan pengadaan peralatan atau perlengkapan pascapanen kelapa sesuai dengan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6 Agustus 2010 apabila dana bantuan berupa dana Tugas Pembantuan Kabupaten. - Pelaksanaan koordinasi/konsultasi oleh dinas kabupaten yang membidangi perkebunan ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan, dan pembinaan. - Pelaporan 14
- Dukungan administrasi. - Dapat berupa dukungan pelatihan bagi petani yang mendapat bantuan. Adapun capaian serapan kegiatan harus mencapai : Triwulan I : 30 % Triwulan II: 60 % Triwulan III: 100 %
anggaran
C. Lokasi, Jenis Bantuan dan Volume NO
PROVINSI
1.
Jambi
2.
Jawa Tengah
3.
Nusa Tenggara Timur
JENIS BANTUAN Rumah pengasapan berukuran ukuran 5x6 m di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan tanjung Jabung Timur Peralatan dan perlegkapan pembuatan gula semut di Kabupaten Banyumas Bantuan UPH VCO dan Nata De Coco di Kabupaten Timur Tengah Selatan, Belu dan Ende — UPH Sentra VCO dan Minyak Goreng beserta bimbingan teknis — UPH Sentra Nata De 15
VOL (KT) 6
7
12
4.
Kalimantan Barat
5.
Kalimantan Tengah
6.
Sulawesi Utara
7.
Maluku
8.
Maluku Utara
Coco beserta bimbinganteknis Peralatan dan Perlengkapan Pengolah Cocomesh di Kabupaten Singkawang Peralatan dan perlengkapan pembuatan gula semut di Kabupaten Banyumas Rumah pengasapan kopra dan peralatannya di Kabupaten Minahasa, Minahasa Utara dan Minahasa Selatan Peralatan dan perlengkapan pembuatan kopra di Kabupaten Maluku Tenggara dan Maluku Tenggara Barat Rumah pengasapan kopra dan lantai jemur di Kabupaten Hakmahera Utara dan Halmahera Barat
16
1
2
22
3
8
D. Simpul Kritis Permasalahan dalam penanganan pascapanen produk kelapa nasional adalah: — Masih terbatasnya produk olahan kelapa yang dilaksanakan oleh kelompok tani — Kualitas produk olahannya yang masih rendah — Kebersihan dalam proses pengolahan yang masih kurang. Sebagai upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut maka Direktorat Jenderal Perkebunan memberikan fasilitasi peralatan pascapanen tanaman kelapa untuk kelompok tani di daerah sasaran. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, terdapat beberapa simpul kritis yang perlu diwaspadai antara lain: 1. Kelompok sasaran penerima bantuan 2. Proses pelaksanaan pengadaan barang 3. Spesifikasi teknis peralatan penanganan pascapanen kelapa 4. Pemanfaatan barang bantuan oleh kelompok tani
17
IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual. A. Pelaksanaan Pengadaan Barang 1. Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya tentang Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa. 2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3. proses pengadaan alat/mesin paling lambat harus sudah selesai akhir semester I (bulan Juni) tahun 2013. Sehingga pada awal semester 2 sarana/alat/mesin sudah bisa dimanfaatkan kepada petani. B. Mekanisme Penyaluran Barang Kepada Kelompok Tani 1. Pengelolaan dan penyaluran barang harus mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010 2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, identifikasi serta penetapan
18
kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan pada bulan Januari 2013. 3. Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 4. Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi materai 6.000 rupiah. 5. Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada keslompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada bulan Juni 2013. C. Pelaskanaan Kegiatan lainnya Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti sosialiasi atau pertemuan teknis petani dilaksanakan mulai Januari hingga Juni 2013. D. Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Calon Kelompok Sasaran yaitu : 1. Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu 19
mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang 2. Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung) 3. Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya 4. Kelompok yang megalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar. Kriteria calon kelompok sasaran lebih rinci diatur dalam Pedoman yang diterbitkan oleh eselon I maupun Petunjuk Pelaksanaan yang diterbitkan provinsi dan Petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh Kabupaten/Kota seseuai kondisi petani dan sosial budaya setempat. Disamping kriteria umum calon kelompok sasaran, diharapkan masing-masing kabupaten/kota menyusun Kriteria Teknis Calon Kelompok Sasaran.
20
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN, DAN PENDAMPINGAN 1. Pembinaan kelompok dilakukan secara berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD. 2. Tanggung jawab teknis pelaksanaan berada pada Dinas yang membidangi Perkebunan di tingkat Kabupaten. Tanggung jawab tingkat koordinasi pembinaan program ada pada Dinas Perkebunan atau Dinas yang membidangi Perkebunan di tingkat Provinsi. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan. 3. Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten, Tim Pembina Provinsi dan Pusat, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masingmasing Instansi. 4. Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat menerapkan prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabel. Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah 21
melalui aparat pengawas fungsional (Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Daerah maupun Lembaga Pengawas lainnya) dan oleh masyarakat. 5. Pendampingan kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Tahunan dan inventarisasi alat pascapanen, diwujudkan dalam bentuk perjalanan dinas ke provinsi dan kabupaten yang melaksanakan kegiatan tersebut.
22
VI. MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 31/Permentan/OT.140/3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan. A. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya pemanfaatan bantuan sarana alat mesin pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : (1).memonitor dan mengevaluasi berdasarkan laporan dan (2) mengadakan kunjungan lapangan. B. Pelaporan Tim Teknis Kabupaten / Kota dan Tim Pembina Provinsi wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan terdiri dari: 1) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya dengan periode triwulanan.
23
2) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir. Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan. VII. PEMBIAYAAN Kegiatan Penanganan Pascapnen Tanaman Kelapa Tahun 2013 ini dibiayai dari dana APBN melalui DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan (TP) Provinsi/Kabupaten. VIII. PENUTUP Penyusunan Pedoman Teknis Peningkatan Penanganan Pascapanen kelapa Tahun 2013 dimaksudkan sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dalam kegiatan Pengembangan Penanganan Pascapanen kelapa.
24
Pedoman Umum ini akan ditindak lanjuti dengan Petunjuk Pelaksanaan di tingkat Provinsi dan Petunjuk Teknis di tingkat Kabupaten. Diharapkan dengan adanya Pedoman Umum ini kegiatan Penanganan Pascapanen kelapa Tahun Anggaran 2013 dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
25
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
PEDOMAN TEKNIS (PENANGANAN PASCAPANEN KARET) TAHUN 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut undang-undang nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan bahwa perkebunan mempunyai fungsi (1) ekonomi, yakni untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, (2) ekologi, yakni peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, penyangga kawasan lindung (3) dan sosial budaya, yakni sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Karet (Hevea brasiliensis. Sp) adalah salah komoditi perkebunan yang peranan penting dalam perekonomian Indonesia yang pembinaanya ada di bawah Direktorat Jenderal Pekebunan. Pada tahun 2010 luas areal karet di Indonesia mencapai 3.445.121 Ha, jumlah produksi sebesar 2.591.935 ton dan produktivitas sebesar 935 Kg/Ha/Th. Usaha perkebunan karet dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 2.077.450 orang. (Statistik Perkebunan 2009-2011). Dari total luas areal perkebunan karet di Indonesia, sebagian besar terdiri dari perkebunan rakyat seluas 2.934.378 Ha 1
(85,17%), BUMN seluas 236.714 Ha (6,87%) dan PBSN 274.029 Ha (7,96%). Pada umumnya hasil dari perkebunan rakyat adalah bahan olah karet (bokar) berupa lump, slab dan sit dengan mutu yang relatif rendah (belum sesuai dengan SNI). Hal ini merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi petani (pekebun). Rendahnya kualitas karet yang dihasilkan oleh petani akan mempengaruhi nilai tambah produk karet. Direktorat Jenderal Perkebunan selaku instansi yang membina perkebunan, sebagai upaya untuk meningkatkan mutu produk karet pada tahun 2013 memiliki kegiatan Pengembangan Penanganan Pascapanen Tanaman Perkebunan yang salah satunya adalah karet. Dalam upaya mengawal kegiatan tersebut, perlu disusun pedoman teknis penanganan pascapanen karet untuk menjadi acuan bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait dengan pascapanen karet.
2
B. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan Pedoman Teknis Penanganan Pascapanen Karet adalah : 1. Memberikan pedoman bagi kelompok tani dan petugas lapangan dalam penanganan pascapanen karet sehingga menghasilkan produk yang berkualitas baik, menekan kehilangan hasil dan meningkatkan efisiensi usaha pascapanen. 2. Meningkatkan ketrampilan kelompok tani dalam penanganan pascapanen karet C. Sasaran Nasional Sasaran nasional sesuai dengan rencana strategis Kementerian Pertanian untuk periode 2010-2014 yang akan ditindak lanjuti dan dilaksanakan oleh Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha, Direktorat Jenderal Perkebunan antara lain : 1. Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian 2. Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian.
3
Sesuai dengan Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha Tahun 2010 – 2014 adalah: 1. Peningkatan ketersediaan dan penerapan teknologi pascapnen tanaman perkebunan. 2. Peningkatan mutu, nilai tambah dan daya saing hasil perkebunan. Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan, kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : 1. Tercapainya optimalisasi penyediaan dan pemanfaatan sarana pascapanen yang telah diberikan pemerintah. 2. Dihasilkannya produk pascapanen yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar 3. Tercapainya harga yang proporsional bagi petani 4. Tercapainya peningkatan nilai daya saing nasional di pasar luar negeri 5. Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Direktorat Jenderal Perkebunan.
4
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip Pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1. Daerah sasaran kegiatan adalah daerah sentra produksi tanaman karet, daerah miskin, daerah perbatasan dan daerah pasca konflik. 2. Petani/kelompok tani sasaran adalah petani/pekebun di daerah sasaran seperti pada butir (1), petani/kelompok tani yang sudah ada yang telah diseleksi. Selanjutnya Calon Kelompok Tani yang telah diseleksi ditetapkan oleh Kepala Dinas Perkebunan atau Dinas yang membidangi perkebunan Kabupaten setempat. 3. Kriteria Calon Kelompok Tani dapat diatur lebih rinci dalam Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) yang disusun oleh Provinsi berdasarkan wilayah, kemudian diatur secara spesifik dalam Petunjuk Teknis (JUKNIS) oleh Kabupaten sesuai kondisi petani dan sosial budaya setempat. 4. Proses pengadaan barang/jasa dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6 Agustus 2010, Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 tentang 5
Perubahan Pertama atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tanggal 30 Juni 2011, serta Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tanggal 31 juli 2013. 5. Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani melalui kelompok tani atau kelembagaannya dilaksanakan dengan bimbingan oleh petugas daerah yang ditunjuk. B. Spesifikasi Teknis Alat dan mesin yang dipergunakan untuk penanganan pascapanen karet harus memenuhi persyaratan minimum yang telah ditetapkan, dan telah teruji kinerjanya oleh Balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin Pertanian, Kementerian Pertanian. Selain itu, alat dan mesin harus memenuhi persyaratan teknis, kesehatan dan ekonomis. Persyaratan peralatan dan mesin yang digunakan dalam penanganan pascapanen karet yakni: — Permukaan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas. — Mudah dibersihkan dan dikontrol. — Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak 6
pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik dan lain-lain. — Mudah dikenakan tindakan sanitasi — Spesifikasi Alat pascapanen karet: a) Provinsi Aceh 1) Kabupaten Aceh Tamiang Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks 2) Kabupaten Aceh Utara Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks b) Provinsi Sumatera Utara 1) Kabupaten Serdang Bedagai Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap
untuk
untuk
untuk
7
— Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks 2) Kabupaten Batubara Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks c) Provinsi Riau 1) Kabupaten Kuantan Singingi Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks
untuk
untuk
8
2) Kabupaten Kampar Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks d) Provinsi Sumatera Selatan 1) Kabupaten Musi Banyuasin Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks 2) Kabupaten Muara Enim Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks
untuk
untuk
untuk
9
3) Kabupaten Prabumulih Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks 4) Kabupaten Ogan Ilir Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks e) Provinsi Bengkulu 1) Kabupaten Bengkulu Utara Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks
untuk
untuk
untuk
10
2) Kabupaten Seluma Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks
untuk
f) Provinsi Jawa Barat 1) Kabupaten Sukabumi Bantuan peralatan panen untuk 2 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks — Hand Mangel (1 batik + 2 polos/tebal dan tipis) — Pondok Hand Mangel 2) Kabupaten Cianjur Bantuan peralatan panen untuk 2 poktan yang terdiri dari: — Rumah asap ( 4 x 6 m)
11
g) Provinsi Banten 1) Kabupaten Lebak Bantuan peralatan panen untuk 3 poktan yang terdiri dari: — Hand mangel (1 batik + 2 polos/tebal & tipis) — Pondok Hand Mangel 2) Kabupaten Pandeglang Peralatan dan perlengkapan pembuatan kopra untuk 3 poktan yang terdiri dari: — Hand mangel (1 batik + 2 polos/tebal & tipis) — Pondok Hand Mangel h) Provinsi Jawa tengah 1) Kabupaten Cilacap Bantuan peralatan panen 3 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks
untuk
12
i) Provinsi Kalimantan Barat 1) Kabupaten Melawi Bantuan peralatan panen untuk 2 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks — Hand mangel (1 batik + 2 polos/tebal & tipis) — Pondok Hand Mangel 2) Kabupaten Sambas Bantuan peralatan panen untuk 2 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks — Hand mangel (1 batik + 2 polos/tebal & tipis) — Pondok Hand Mangel j) Kalimantan Tengah 1) Kabupaten Lamandau Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari:
untuk 13
— Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks k) Kalimantan Selatan 1) Kabupaten Balangan Bantuan peralatan panen 3 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks
untuk
2) Kabupaten Banjar Bantuan peralatan panen untuk 1 poktan yang terdiri dari: — Gudang pengolahan hasil semi permanen ukuran 4 x 5 m — Rumah asap semi permanen ukuran 6 x 4 x8 m — Gudang sortasi 4 x 5 m — Meja Sortasi — Press Sit Asap (packing) — Gunting, kaca transparan, meja — Timbangan duduk — Instalasi Air Bersih — Gudang penyimpanan (trasito)
14
3) Kabupaten Tabalong Bantuan peralatan panen 3 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks 4) Kabupaten Kota Baru Bantuan peralatan panen 4 poktan yang terdiri dari: — Pisau sadap — Mangkok sadap — Ring mangkok sadap — Talang sadap — Bak pembeku aluminium — Bahan pembeku lateks
untuk
untuk
15
III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan Peningkatan Penanganan Pascapanen Tanaman Karet melalui anggaran APBN Tugas Pembantuan (TP) di 11 (sebelas) Provinsi, meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan dan 23 Kabupaten. B. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan kegiatan penanganan pascapanen tanaman karet, dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan meliputi: 1. Kegiatan Pusat - Pelaksanaan kegiatan workshop dan pembahasan pedoman; - Sosialisasi, koordinasi, bimbingan, pembinaan, pengawalan dan evaluasi kegiatan serta inventarisasi alat pascapanen yang diwujudkan dalam bentuk perjalanan dinas ke provinsi dan kabupaten yang melaksanakan kegiatan ini. - Pelaporan - Dukungan administrasi. 16
2. Kegiatan Provinsi - Melaksanakan pengadaan peralatan atau perlengkapan pascapanen karet sesuai dengan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6 Agustus 2010 apabila dana bantuan berupa dana Tugas Pembantuan Provinsi. - Pelaksanaan koordinasi/konsultasi oleh dinas provinsi yang membidangi perkebunan, koordinasi ke kabupaten dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan. - Pelaporan - Dukungan administrasi - Dapat berupa dukungan pelatihan bagi petani yang mendapat bantuan. 3. Kegiatan Kabupaten - Melaksanakan pengadaan peralatan atau perlengkapan pascapanen karet sesuai dengan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6 Agustus 2010 apabila dana bantuan berupa dana Tugas Pembantuan Kabupaten. - Pelaksanaan koordinasi/konsultasi oleh dinas kabupaten yang membidangi perkebunan ke provinsi dan koordinasi 17
ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan, dan pembinaan. - Pelaporan - Dukungan administrasi. - Dapat berupa dukungan pelatihan bagi petani yang mendapat bantuan. Adapun capaian serapan kegiatan harus mencapai : Triwulan I : 30 % Triwulan II: 60 % Triwulan III: 100 %
anggaran
C. Lokasi, Jenis Bantuan dan Volume Lokasi No 1.
2.
Jenis Bantuan
Provinsi Aceh
Bantuan peralatan panen dan pascapanen karet di Kabupaten Aceh Tamiang dan Aceh Utara
Provinsi Sumatera Utara
Bantuan peralatan panen dan pascapanen karet di Kabupaten Serdang Bedagai dan Batubara
Volume (KT) 8
8
18
3.
Riau
Bantuan peralatan panen dan pascapanen karet di Kabupaten Kuantan Singingi dan Kampar
8
4.
Sumatera Selatan
Bantuan peralatan panen dan pascapanen karet di Kabupaten Musi Banyuasin, Muara Enim, Prabumulih, Ogan Ilir
16
5.
Bengkulu
8
6.
Jawa Barat
7.
Banten
8.
Kalimantan Barat
Bantuan peralatan panen dan pascapanen karet di Kabupaten Bengkulu dan Seluma Bantuan peralatan panen dan pascapanen karet di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi Bantuan peralatan panen dan pascapanen karet di Kabupaten lebak dan Pandeglang Bantuan peralatan panen dan pascapanen karet di Kabupaten Melawi dan Sambas
4
6
4
19
9.
Kalimantan Tengah
10. Kalimantan Selatan
Bantuan peralatan panen dan pascapanen karet di Kabupaten Lamandau Bantuan peralatan panen dan pascapanen karet di KabupatenBalangan, Tabalong, Kota Baru, Banjar
4
11
D. Simpul Kritis Permasalahan dalam penanganan pascapanen karet nasional adalah rendahnya kualitas bahan olah karet (bokar) yang dihasilkan oleh petani. Sebagai upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut maka Direktorat Jenderal Perkebunan memberikan fasilitasi peralatan pascapanen tanaman karet untuk kelompok tani di daerah sasaran. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, terdapat beberapa simpul kritis yang perlu diwaspadai antara lain: 1. Kelompok sasaran penerima bantuan 2. Proses pelaksanaan pengadaan barang 3. Spesifikasi teknis peralatan penanganan pascapanen karet 4. Pemanfaatan barang bantuan oleh kelompok tani 20
IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual. A. Pelaksanaan Pengadaan Barang 1. Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya tentang Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa. 2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3. proses pengadaan alat/mesin paling lambat harus sudah selesai akhir semester I (bulan Juni) tahun 2013. Sehingga pada awal semester 2 sarana/alat/mesin sudah bisa dimanfaatkan kepada petani.
21
B. Mekanisme Penyaluran Kelompok Tani
Barang
Kepada
1. Pengelolaan dan penyaluran barang harus mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010 2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, identifikasi serta penetapan kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan pada bulan Januari 2013. 3. Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 4. Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi materai 6.000 rupiah. 5. Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada bulan Juni 2013.
22
C. Pelaksanaan Kegiatan lainnya Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti sosialiasi atau pertemuan teknis petani dilaksanakan mulai januari hingga Juni 2013 D. Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Calon Kelompok Sasaran yaitu : 1. Kelompok yang bersangkutan sudah ada/telah eksis dan aktif, berpengalaman, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang 2. Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung) 3. Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya 4. Kelompok yang megalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi 23
teknologi anjuran secara penuh memanfaatkan peluang pasar.
dan
Kriteria calon kelompok sasaran lebih rinci diatur dalam Pedoman yang diterbitkan oleh eselon I maupun Petunjuk Pelaksanaan yang diterbitkan provinsi dan Petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh Kabupaten/Kota seseuai kondisi petani dan sosial budaya setempat. Disamping kriteria umum calon kelompok sasaran, diharapkan masing-masing kabupaten/kota menyusun Kriteria Teknis Calon Kelompok Sasaran.
24
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN, DAN PENDAMPINGAN 1. Pembinaan kelompok dilakukan secara berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD. 2. Tanggung jawab teknis pelaksanaan berada pada Dinas yang membidangi Perkebunan di tingkat Kabupaten. Tanggung jawab tingkat koordinasi pembinaan program ada pada Dinas Perkebunan atau Dinas yang membidangi Perkebunan di tingkat Provinsi. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan. 3. Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten, Tim Pembina Provinsi dan Pusat, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masingmasing Instansi.
25
4. Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat menerapkan prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabel. Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah melalui aparat pengawas fungsional (Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Daerah maupun Lembaga Pengawas lainnya) dan oleh masyarakat. 5. Pendampingan kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Tahunan dan inventarisasi alat pascapanen, diwujudkan dalam bentuk perjalanan dinas ke provinsi dan kabupaten yang melaksanakan kegiatan tersebut.
26
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 31/Permentan/OT.140/3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan. A. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya pemanfaatan bantuan sarana alat pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : (1). memonitor dan mengevaluasi berdasarkan laporan dan (2). mengadakan kunjungan lapangan. B. Pelaporan Tim Teknis Kabupaten / Kota dan Tim Pembina Provinsi wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari : 1) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan 27
permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya dengan periode triwulanan. 2) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir. Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan. VII. PEMBIAYAAN Kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Karet Tahun 2013 ini dibiayai dari dana APBN melalui DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan (TP) Provinsi/Kabupaten.
28
VIII. PENUTUP Penyusunan Pedoman Teknis Kegiatan Peningkatan Penanganan Pascapanen Tanaman Karet Tahun 2013 dimaksudkan sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dalam kegiatan Pengembangan Penanganan Pascapanen Tanaman Karet. Pedoman Teknis ini akan ditindaklanjuti dengan Petunjuk Pelaksanaan di tingkat Provinsi dan Petunjuk Teknis di tingkat Kabupaten. Diharapkan dengan adanya Pedoman Teknis ini kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Karet Tahun Anggaran 2013 dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
29
DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA
PEDOMAN TEKNIS (PENANGANAN PASCAPANEN JAMBU METE) TAHUN 2013
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jambu mete (Anacardium occidentale L) adalah salah satu komoditas perkebunan yang potensial dikembangkan di Indonesia karena memiliki arti ekonomis yang baik sebagai bahan baku agroindustri, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor. Produk utama tanaman mete adalah kacang mete dengan produk sampingnya berupa buah semu dan cairan kulit biji mete yang dikenal dengan CNSL (Cashew Nut Shell Liquid). Sampai saat ini peluang pasar kacang mete baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor masih sangat terbuka. Sebagai komoditas ekspor kacang mete memiliki prospek yang baik karena kacang mete sangat digemari terutama sebagai makanan kecil (snack) dan sebagai penyedap rasa berbagai jenis makanan seperti es krim, coklat batangan dan kue-kue. Sentra tanaman mete tersebar di Kawasan Timur Indonesia dan sebagian besar pertanamannya (± 98%) diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat. Penghasil utama mete di Indonesia yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
1
Tabel 1 Perkembangan Ekspor dan Impor Gelondong Kacang Mete tahun 2006 – 2010 Tahun
Ekspor Impor Volume Nilai Volume Nilai (Ton) (000 (Ton) (000 US$) US$) 2006 63,406 56,584 19 65 2007 83,646 82,833 1,237 1,718 2008 66,990 77,755 1,090 1,743 2009 68,767 82,650 2,724 3,997 2010 45,593 71,581 2,008 3,171 Sumber : Data Statistik Perkebunan, Indonesia 2010 – 2012 komoditi Jambu Mete Permasalahan yang banyak ditemukan pada komoditas mete pada umumnya adalah gelondong mete yang dihasilkan masih banyak bercampur antara buah mete tua, muda, cacat dan bercampur dengan kotoran. Disamping itu kacang mete yang dihasilkan banyak yang pecah. Hal ini menunjukkan bahwa penanganan pascapanen belum dilaksanakan dengan baik dan benar. Oleh karena itu diperlukan pedoman teknis penanganan pascapanen mete untuk menjadi acuan seluruh stakeholders yang terkait dengan penanganan pascapanen buah mete.
2
B. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan Pedoman teknis Penanganan Pascapanen Mete ini adalah : 1. Menurunkan kehilangan hasil panen mete dan menekan kehilangan hasil dan meningkatkan efisiensi usaha pascapanen 2. Meningkatkan mutu hasil olahan mete sehingga sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). 3. Meningkatkan nilai tambah hasil mete. C. Sasaran Nasional Sasaran nasional sesuai dengan rencana strategis Kementerian Pertanian untuk periode 2010-2014 yang akan ditindak lanjuti dan dilaksanakan oleh Direktorat Pascapanen dan Pembinaan usaha, Direktorat Jenderal Perkebunan antara lain : 1. Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian 2. Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing, Industri Hilir, Pemasaran dan Ekspor Hasil Pertanian Sesuai dengan Rencana Strategis Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha Tahun 2010 – 2014 adalah: 1. Peningkatan ketersediaan dan penerapan teknologi pascapnen tanaman perkebunan. 3
2. Peningkatan mutu, nilai tambah dan daya saing hasil perkebunan. Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan, kegiatan yang akan dilaksanakan adalah : 1. Tercapainya optimalisasi penyediaan dan pemanfaatan sarana pascapanen yang telah diberikan pemerintah. 2. Dihasilkannya produk pascapanen yang bermutu sesuai dengan permintaan pasar 3. Tercapainya harga yang proporsional bagi petani 4. Tercapainya peningkatan nilai daya saing nasional di pasar luar negeri 5. Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Direktorat Jenderal Perkebunan.
4
II. PENDEKATAN PELAKSANAAN KEGIATAN A. Prinsip pendekatan Pelaksanaan Kegiatan 1. Daerah sasaran kegiatan Peningkatan Penanganan Pascapanen adalah daerah sentra produksi tanaman mete, daerah miskin, daerah perbatasan dan daerah pasca konflik. 2. Petani/kelompok tani sasaran adalah petani/pekebun di daerah sasaran seperti pada butir (1), petani/kelompok tani yang sudah ada yang telah diseleksi. Selanjutnya Calon Kelompok Tani yang telah diseleksi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Bupati) setempat atau Kepala Dinas perkebunan atau Dinas yang membidangi perkebunan Kabupaten setempat. 3. Kriteria Calon Kelompok Tani dapat diatur lebih rinci dalam Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) yang disusun oleh Provinsi berdasarkan wilayah, kemudian diatur secara spesifik dalam Petunjuk Teknis (JUKNIS) oleh Kabupaten sesuai kondisi petani dan sosial budaya setempat. 4. Jenis bantuan merupakan hibah bagi kelompok tani. 5. Seluruh tahapan kegiatan yang dilakukan oleh petani melalui kelompok tani atau kelembagaannya dilaksanakan 5
dengan bimbingan oleh petugas daerah yang ditunjuk. B. Spesifikasi Teknis Alat dan mesin yang dipergunakan untuk penanganan pascapanen jambu mete harus memenuhi persyaratan minimum yang telah ditetapkan, dan telah teruji kinerjanya oleh Balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin Pertanian, Kementerian Pertanian. Selain itu, alat dan mesin harus memenuhi persyaratan teknis, kesehatan dan ekonomis. Persyaratan peralatan dan mesin yang digunakan dalam penanganan pascapanen jambu mete yakni: — Permukaan yang berhubungan dengan bahan yang diproses tidak boleh berkarat dan tidak mudah mengelupas. — Mudah dibersihkan dan dikontrol. — Tidak mencemari hasil seperti unsur atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan bakar, tidak bereaksi dengan produk, jasad renik dan lain-lain. — Mudah dikenakan tindakan sanitasi — Spesifikasi Alat pascapanen jambu mete: 1. Provinsi Nusa Tenggara Barat a) Kabupaten Sumbawa Peralatan pascapanen jambu mete untuk 3 poktan masing-masing terdiri dari: 6
Kacip mete dengan kapasitas : 5 kg Mete/Jam dengan tenaga manual Lantai Jemur b) Kabupaten Lombok Utara Peralatan pascapanen jambu mete untuk 3 poktan masing-masing terdiri dari: Kacip mete dengan kapasitas : 5 kg Mete/Jam dengan tenaga manual Lantai Jemur c) Kabupaten Lombok Tengah Peralatan pascapanen jambu mete untuk 3 poktan masing-masing terdiri dari: Kacip mete dengan kapasitas : 5 kg Mete/Jam dengan tenaga manual Lantai Jemur 2. Provinsi Nusa Tenggara Timur a) Kabupaten Kupang Peralatan pascapanen jambu mete untuk 2 poktan masing-masing terdiri dari: Oven dryer Vacuum packing Genset 5 KVA Alat ukur kadar air Timbangan duduk 150kg Timbangan duduk 10 kg 7
Kacip ceklok Wadah penampung kacang mete Meja kerja Plastik kemasan 5 kg polos Plastik kemasan 0, 5 kg berlabel Loyang plastik
b) Kabupaten Flores Timur Peralatan pascapanen jambu mete untuk 2 poktan masing-masing terdiri dari: Oven dryer Vacuum packing Genset 5 KVA Alat ukur kadar air Timbangan duduk 150kg Timbangan duduk 10 kg Kacip ceklok Wadah penampung kacang mete Meja kerja Plastik kemasan 5 kg polos Plastik kemasan 0, 5 kg berlabel Loyang plastik
8
III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman teknis Penanganan Pascapanen mete sebanyak 13 kelompok tani untuk 5 (lima) kabupaten dan di 2 (dua) provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. B. Pelaksanaan Kegiatan 1. Kegiatan Pusat - Pelaksanaan kegiatan workshop dan pembahasan pedoman; - Sosialisasi, koordinasi, bimbingan, pembinaan, pengawalan dan evaluasi kegiatan serta inventarisasi alat pascapanen yang diwujudkan dalam bentuk perjalanan dinas ke provinsi dan kabupaten yang melaksanakan kegiatan ini. - Pelaporan - Dukungan administrasi. 2. Kegiatan Provinsi - Melaksanakan pengadaan peralatan atau perlengkapan pascapanen jambu mete sesuai dengan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6 Agustus 2010 apabila dana bantuan berupa dana Tugas Pembantuan Provinsi. 9
- Pelaksanaan koordinasi/konsultasi oleh dinas provinsi yang membidangi perkebunan, koordinasi ke kabupaten dalam rangka persiapan, pelaksanaan dan pembinaan. - Pelaporan - Dukungan administrasi - Dapat berupa dukungan pelatihan bagi petani yang mendapat bantuan. 3. Kegiatan Kabupaten - Melaksanakan pengadaan peralatan atau perlengkapan pascapanen jambu mete sesuai dengan Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tanggal 6 Agustus 2010 apabila dana bantuan berupa dana Tugas Pembantuan Kabupaten. - Pelaksanaan koordinasi/konsultasi oleh dinas kabupaten yang membidangi perkebunan ke provinsi dan koordinasi ke lokasi dalam rangka persiapan, pelaksanaan, dan pembinaan. - Pelaporan - Dukungan administrasi. - Dapat berupa dukungan pelatihan bagi petani yang mendapat bantuan.
10
Adapun capaian serapan anggaran kegiatan harus mencapai : Triwulan I : 30 % Triwulan II : 60 % Triwulan III : 100 % C. Lokasi, Jenis dan Volume N o 1
2
Lokasi
Jenis Bantuan
Volume (KT)
Nusa Penyediaan Sarana Pendukung Tenggara (alat dan bangunan) Barat pendukung pascapanen untuk komoditas Jambu Mete - Pengadaan kacip - Lantai Jemur Nusa Penyediaan Sarana Pendukung Tenggara (alat dan bangunan) Timur pendukung pascapanen untuk komoditas Jambu Mete Oven dryer Vaccum packing Ginset 5 kva Alat ukur kadar air Kacip ceklok Wadah penampung kacang mete Meja kerja Plastik 5 kg polos Plastik 0,5 kg berlabel Loyang plastic
9
4
11
D. Simpul Kritis Permasalahan dalam penanganan pascapanen biji mete dan produk sampingnya (cangkang mete dan buah semu) secara nasional adalah: — Masih terbatasnya produk olahan biji mete dan produk sampingnya (cangkang mete dan buah semu) yang dilaksanakan oleh kelompok tani — Kualitas produk olahannya yang masih rendah — Kebersihan dalam proses pengolahan yang masih kurang. Sebagai upaya dalam mengatasi permasalahan tersebut maka Direktorat Jenderal Perkebunan memberikan fasilitasi peralatan pascapanen tanaman karet untuk kelompok tani di daerah sasaran. Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, terdapat beberapa simpul kritis yang perlu diwaspadai antara lain: 1. Kelompok sasaran penerima bantuan 2. Proses pelaksanaan pengadaan barang 3. Spesifikasi teknis peralatan penanganan pascapanen jambu mete 4. Pemanfaatan barang bantuan oleh kelompok tani.
12
IV. PROSES PENGADAAN DAN PENYALURAN Sesuai dengan arahan dari Kementerian Keuangan bahwa kegiatan fasilitasi bantuan untuk petani pada tahun 2013 harus melalui proses pengadaan yang dilakukan oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan atau melalui metode kontraktual. A. Pelaksanaan Pengadaan Barang 1. Proses pengadaan barang yang dilakukan harus mengacu kepada Perpres No. 54 tahun 2010 beserta perubahannya tentang Peraturan Pengadaan Barang dan Jasa. 2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, persiapan pengadaan barang dimulai dari Januari 2013 sekaligus pengumuman pelelangan. 3. proses pengadaan alat/mesin paling lambat harus sudah selesai akhir semester I (bulan Juni) tahun 2013. Sehingga pada awal semester 2 sarana/alat/mesin sudah bisa dimanfaatkan kepada petani. B. Mekanisme Penyaluran Barang Kepada Kelompok Tani 1. Pengelolaan dan penyaluran barang harus mengacu kepada Permenkeu No.248 tahun 2010 2. Dalam rangka percepatan pelaksanaan kegiatan, identifikasi serta penetapan 13
kelompok sasaran penerima alat/ mesin dilaksanakan pada bulan Januari 2013. 3. Penentuan kelompok tani terpilih dilakukan melalui seleksi oleh petugas dinas yang membidangi perkebunan serta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat atau Kepala Dinas yang membidangi perkebunan. 4. Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani harus dilengkapi dengan Berita Acara Serah Terima Barang antara PPK pelaksana kegiatan dengan Ketua Kelompok Tani yang bersangkutan dengan dibubuhi materai 6.000 rupiah. 5. Penyerahan sarana/alat/mesin pascapanen kepada kelompok tani paling lambat harus sudah dilakukan pada bulan Juni 2013. C. Pelaskanaan Kegiatan lainnya Pelaksanaan kegiatan pendukung seperti sosialiasi atau pertemuan teknis petani dilaksanakan mulai Januari hingga Juni 2013. D. Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Kelompok Sasaran yaitu : 1. Kelompok yang bersangkutan ada/telah eksis dan berpengalaman, bukan bentukan
Calon sudah aktif, baru, 14
dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang 2. Kelompok yang bersangkutan tidak mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung) 3. Kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya 4. Kelompok yang megalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar. Kriteria calon kelompok sasaran lebih rinci diatur dalam Pedoman yang diterbitkan oleh eselon I maupun Petunjuk Pelaksanaan yang diterbitkan provinsi dan Petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh Kabupaten/Kota seseuai kondisi petani dan sosial budaya setempat. Disamping kriteria umum calon kelompok sasaran, diharapkan masing-masing kabupaten/kota menyusun Kriteria Teknis Calon Kelompok Sasaran. 15
V. PEMBINAAN, PENGAWALAN, MONITORING DAN EVALUASI, PENDAMPINGAN 1. Pembinaan kelompok dilakukan secara berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD. 2. Tanggung jawab teknis pelaksanaan berada pada Dinas yang membidangi Perkebunan di tingkat Kabupaten. Tanggung jawab tingkat koordinasi pembinaan program ada pada Dinas Perkebunan atau Dinas yang membidangi Perkebunan di tingkat Provinsi. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan. 3. Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten, Tim Pembina Provinsi dan Pusat, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing-masing Instansi. 4. Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku agar penyelenggaraan kegiatan dapat menerapkan prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabel. Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah melalui aparat pengawas fungsional 16
(Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Daerah maupun Lembaga Pengawas lainnya) dan oleh masyarakat. 5. Pendampingan kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Tahunan dan inventarisasi alat pascapanen, diwujudkan dalam bentuk perjalanan dinas ke provinsi dan kabupaten yang melaksanakan kegiatan tersebut. VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 31/Permentan/OT.140/3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan. A. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan Evaluasi (Monev) dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai dari Pusat hingga ke desa supaya pemanfaatan bantuan sarana alat mesin pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : (1). Memonitor dan mengevaluasi berdasarkan laporan dan (2). Mengadakan kunjungan lapangan. 17
B. Pelaporan Tim Teknis Kabupaten / Kota dan Tim Pembina Provinsi wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari : 1) Laporan Perkembangan, berisi realisasi kegiatan yang sedang berjalan dan permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya dengan periode triwulanan. 2) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir. Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas Pembantuan per bulan sebagaimana diatur dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan. VII. PEMBIAYAAN Kegiatan Penanganan Pascapnen Tanaman Jambu mete Tahun 2013 ini dibiayai dari dana APBN melalui DIPA Direktorat Jenderal Perkebunan Tugas Pembantuan (TP) Provinsi/Kabupaten. 18
VIII. PENUTUP Penyusunan Pedoman teknis Peningkatan Penanganan Pascapanen Tanaman Mete Tahun 2013 dimaksudkan sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dalam kegiatan Pengembangan Penanganan Pascapanen Tanaman Mete. Pedoman teknis ini akan ditindak lanjuti dengan Petunjuk Pelaksanaan di tingkat Provinsi dan Petunjuk Teknis di tingkat Kabupaten. Diharapkan dengan adanya Pedoman teknis ini kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Mete Tahun Anggaran 2013 dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
19