ANALISIS PERBEDAAN PENDAPATAN PETANI KAKAO YANG MENERAPKAN TEKNIK FERMENTASI DAN YANG TIDAK MENERAPKAN TEKNIK FERMENTASI DI DESA SILEA KECAMATAN ONEMBUTE KABUPATEN KONAWE
SKRIPSI
Oleh :
RATNO PUTRA PERDANA D1A1 11 151
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
ANALISIS PERBEDAAN PENDAPATAN PETANI KAKAO YANG MENERAPKAN TEKNIK FERMENTASI DAN YANG TIDAK MENERAPKAN TEKNIK FERMENTASI DI DESA SILEA KECAMATAN ONEMBUTE KABUPATEN KONAWE
Skripsi
diajukan kepada Fakultas Pertanian untuk ntuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Agribisnis
Oleh: RATNO PUTRA PERDANA D1A1 11 151
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016 i
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR DIAJUKAN PERGURUAN
HASIL
SEBAGAI TINGGI
KARYA
SENDIRI
SKRIPSI
ATAU
ATAU
DAN KARYA
LEMBAGA
BELUM
PERNAH
ILMIAH
MANAPUN,
PADA
APABILA
DIKEMUDIAN HARI TERBUKTI ATAU DAPAT DIBUKTIKAN BAHWA SKRIPSI INI MERUPAKAN HASIL JIPLAKAN, MAKA SAYA BERSEDIA MENERIMA SANKSI SESUAI PERATURAN YANG BERLAKU.
KENDARI, OKTOBER 2016
RATNO PUTRA PERDANA D1A1 11 151
ii
ABSTRAK
RATNO PUTRA PERDANA (D1A1 11 151) “Analisis Perbedaan Pendapatan Petani Kakao yang Menerapkan Teknik Fermentasi dan yang Tidak Menerapkan Teknik Fermentasi di Desa SileaKecamatan OnembuteKabupaten Konawe” dibimbing oleh LukmanYunussebagai pembimbing I dan Muhammad AswarLimisebagai pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Pendapatan petani kakao yang menerapkan dan yang tidak menerapkan teknik fermentasi (non fermentasi), (2) Perbedaan pendapatanantara petani kakao yang menerapkan dan yang tidak menerapkan teknik fermentasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Populasi dalam penelitian ini yaitu petani kakao di Desa Sileaberjumlah 168orang, dan dengan caraProportionate stratified random sampling diperoleh23 petani fermentasi dan 40 petani non fermentasi sebagai sampel penelitian. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah (1) Identitas responden : umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani dan luas lahan garapan, (2) Pendapatan usahatani : proses pengolahan produksi biji kakao dengan teknik fermentasi dan non fermentasi, penerimaan dan biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata responden yang menerapkan teknik fermentasi sebesar Rp. 18.164.795, sedangkan pendapatan rata-rata responden yang tidak menerapkan teknik fermentasi (non fermentasi) sebesar Rp.12.382.287, dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh nilai signifikansi thitung lebih kecil dibanding signifikansi α = 0,05 (0,00<0,05), yang artinya terdapat berbedaan yang nyata antara pendapatan petani yang menerapkan teknik fermentasi dan petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi (non fermentasi). Kata Kunci : Kakao, Pendapatan, Fermentasi, Non Fermentasi, Desa Silea.
v
ABSTRACT
Ratno Putra Perdana (D1A1 11 151) "AnalysisIncome Differences of Farmer Applying Cocoa Fermentation Techniques and Not Applying Fermentation Techniques in Silea Village of Onembute District of Konawe Regency" under guidance LukmanYunus as the first supervisor and Muhammad AswarLimi as second supervisor. This research aimed to determine (1) Income cocoa farmers who apply and do not apply fermentation techniques, (2) The difference between the income of cocoa farmers who apply and are not applying the techniques of fermentation (non fermentation). The data used in this study are primary data and secondary data. The population in this study is a cocoa farmer in the village of Silea amounted to 168 people, and by the way Proportionate stratified random sampling obtained 23 and 40 peasant farmers ferment non fermentation as samples. The variables were observed in this study were (1) Identity of respondents: age, education level, number of dependents, experience farming and acreage, (2) Income farming: the processing of cocoa seed production by fermentation techniques and nonfermented, revenue and costs , The results showed that the average income of respondents who applied the techniques of fermentation Rp. 18.164.795, while the average income of respondents who did not apply the fermentation techniques Rp. 12.382.287, With a confidence level 95%,the value of significantion ttest is smaller than significantion of α =0,05 (0,00<0,05), which means that there are real difference of income between farmers who applied the techniques of fermentation and farmers who do not apply the techniques of fermentation (non fermentation). Keywords: Cocoa, Revenue, Fermentation, Non Fermentation, Silea Village.
vi
UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan segala alam dan seluruh isinya. Bismillah merupakan penyadaran atas diri seorang manusia yang akan jiwanya tenggelam dalam dunia keberagaman makhluk. Salawat dan salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya yang telah membimbing umatnya kejalan yang benar diatas keridhaan Allah SWT. Sekalipun skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun ini merupakan salah satu usaha yang maksimal, karena dalam proses penyelesaiannya tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis temui. Namun berkat pertolongan Allah SWT, yang telah memberikan nikmat-Nya dan kesungguhan kepada penulis serta bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada ayahanda alm. MARKUS SAPA dan ibunda tercinta Almh. SUMARTINI yang telah memberikan motivasi dalam penyelesaian studi. Khususnya ucapan terimasih kepada: 1.
Rektor Universitas Halu Oleo Kendari
2.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari.
3.
Ketua Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari.
4.
Bapak Dr. Ir. Lukman Yunus, M.Si Selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Muhammad Aswar Limi, S.P.,M.Si Selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberi petunjuk dalam penyusunan dan ketelitian atas kekurangan skripsi.
vii
5.
Bapak pembimbing Akademik yang selalu memberikan arahan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Seluruh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo yang selalu memberikan ilmunya selama masa perkuliahan.
7.
Seluruh Staf di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kendari.
8.
Adik kandung saya Ratminto Dwi Putra Anantatur dan keluarga saya Niluh Nyasih, S.Pd, Komang Adi Suprapto, S.Kep., I Nyoman Alit Sutriadi, S.P., Fandi Setiawan, S.H., dan Putu Rahula Putra yang telah banyak memberi motivasi selama menjalani perkuliahan.
9.
Calon Istri saya Astria Ramdani insyaAllah amin, yang selama ini paling banyak berkontribusi dalam penyusunan skripsi ini baik dalam bentuk ilmu pengetahuan, materi maupun tenaga yang tidak dapat terhitung dan terbalaskan.
10.
Sahabat terdekat saya, I Wayan Ignasius, S.Mat., I Gusti Putu Suyasa, S.Kep., Alip Wibowo, S.Si., Muhammad Idul, S.Sos., Ondang Jaya Muhalis, Amd.Kep., Egi Aldi Setiawan, S.Tp., Ketut Michael Kristefen, S.E., Ridwan Budiman, Devit Kurniawan, Try Iyanreksiandi, Joko Purnomo Rimpan, I Nyoman Richi Wahyu Wantoro, Ardi Hidayat Saputra, Ketut Putra dan I Kadek Kristus, yang sudah memberikan motivasi dan bantuan selama penyusunan skripsi.
11.
Teman seperjuangan saya Muhamad Siraj, SP, Muhamad Zul F Ode, SP, Mulyadi, SP, Ikhsan, SP, Ali Sukarman, Kadek Adi Mahardika,Yogisman
viii
Angga, Eka Putra Mahardika, Dwi Ardika, Saktiawan dan Abdul Waris yang sudah begitu banyak bantuan yang di berikan yang tidak dapat terhitung dan terbalaskan. 12.
Seluruh teman-teman agribisnis angkatan 2011 yang tidak bisa disebut namanya satu per satu.
13.
Kakak senior agribisnis yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu. Akhir kata teriring harapan dan doa semua yang telah diberikan baik secara
moril maupun materil insya allah mendapat imbalan dari Allah SWT. begitu pun terhadap penulisan ini semoga bermanfaat bagi semua. Amin
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Kendari, Oktober 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ............................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ iii HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iv ABSTRAK ................................................................................................ v ABSTRACT............................................................................................... vi UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiv I . PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. B. Rumusan Masalah ......................................................................... C. Tujuan Penelitian .......................................................................... D. Kegunaan Penelitian .....................................................................
1 4 5 5
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kakao .............................................................................. A.1. Sistematika Tanaman Kakao .................................................. B. Pengelolahan Panen dan Pasca Panen ............................................ B.1. Waktu dan Cara Panen ............................................................ B.2. Sortasi Buah ............................................................................ B.3. Penyimpanan Buah ................................................................. B.4. Pengupasan Buah………………………………………. ....... B.5. Fermentasi Biji Kakao ............................................................ C. Pendapatan ...................................................................................... C.1. Produksi .................................................................................. C.2. Penerimaan.............................................................................. C.3. Biaya ....................................................................................... D. Penelitian Terdahulu ....................................................................... E. Kerangka Pikir ................................................................................
6 6 8 8 9 9 10 11 14 18 21 21 22 25
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... B. Populasi dan Pengambilan Sampel ................................................ C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data............................................. D. Variabel yang Diamati ................................................................... E. Analisis Data.................................................................................. F. Konsep Operasional .......................................................................
28 28 29 30 30 32
x
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah ............................................................ A.1 Letak Geografis ...................................................................... A.2 Keadaan Iklim ........................................................................ A.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Golongan Umur ................. A.4 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............ A.5 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian .............. A.6 Sarana dan Prasarana .............................................................. B. Hasil Penelitian .............................................................................. B.1 Identitas Petani Responden .................................................... B.1.1 Umur ........................................................................... B.1.2 Pendidikan .................................................................. B.1.3 Pengalaman Berusahatani........................................... B.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga .................................... B.1.5 Luas Lahan Garapan ................................................... B.2 Proses Pengolahan Biji Kakao ............................................... B.3 Produksi ................................................................................. B.4 Biaya Produksi ....................................................................... B.5 Analisis Penerimaan dan Pendapatan .................................... B.5.1 Penerimaan ................................................................. B.5.2 Pendapatan.................................................................. B.5.3 Analisis Perbedaan Pendapatan ..................................
35 35 35 35 36 37 37 38 38 39 40 40 42 43 44 46 48 49 49 51 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................. B. Saran ...........................................................................................
54 54
DAFTAR PUSTAKA
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Skema Kerangka Pikir Penelitian .............................................
27
2.
Skema Produksi Biji Kakao Fermentasi dan Non Fermentasi ..
46
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Halaman Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur di Desa Silea Tahun 2015 ...............................................................................
36
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal di Desa Silea Tahun 2015 .............................................................
36
Jumlah Kepala Keluarga Menurut Mata Pencaharian di Desa Silea Tahun 2015 ......................................................................
37
Keadaan Sarana dan Prasarana di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe Tahun 2015 .............................
38
5.
Keadaan Umur Responden di Desa Silea Tahun 2016 .............
39
6.
Tingkat Pendidikan Responden diDesa Silea Tahun 2016 .......
40
7.
Pengalaman Berusahatani Responden diDesa Silea Tahun 2016 ..........................................................................................
41
Jumlah Tanggungan Keluarga Responden diDesa Silea Tahun 2016 ..........................................................................................
42
9.
Luas Lahan Garapan Responden diDesa Silea Tahun 2016 .....
43
10.
Proses Pengolahan Biji Kakao ..................................................
44
11.
Keadaan Produksi Usahatani Kakao diDesa Silea Tahun 2016
47
12.
Biaya Pengolahan Kakao diDesa Silea Tahun 2016 .................
48
13.
Keadaan Penerimaan Usahatani Kakao diDesa Silea Tahun 2016 ..........................................................................................
50
Keadaan Pendapatan Usahtani Kakao diDesa Silea Tahun 2016 ..........................................................................................
51
Hasil Uji t ..................................................................................
52
2.
3.
4.
8.
14.
15.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Daftar Riwayat Hidup ...............................................................
58
2.
Peta Lokasi Penelitian ...............................................................
59
3.
Kuisioner Penelitian ..................................................................
60
4.
Data Identitas Responden yang Menerapkan Teknik Fermentasi Desa Silea Tahun 2016...........................................
62
Data Identitas Responden yang Tidak Menerapkan Teknik Fermentasi Desa Silea Tahun 2016...........................................
63
Alokasi Biaya Usahatani Kakao yang Menerapkan Teknik Fermentasi .................................................................................
65
Alokasi Biaya Usahatani Kakao yang Menerapkan Teknik Fermentasi .................................................................................
66
Produksi, Alokasi Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Kakao yang Menerapkan Teknik Fermentasi ..........
68
Produksi, Alokasi Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Kakao yang Tidak Menerapkan Teknik Fermentasi
69
Perhitungan Perbedaan Pendapatan Antara Petani Kakao yang Menerapkan Teknik Fermentasi dan yang Tidak Menerapkan Teknik Fermentasi ....................................................................
70
Dokumentasi Penelitian ............................................................
71
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
xiv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi. Peranan sektor ini di Indonesia masih dapat ditingkatkan lagi apabila dikelolah dengan baik karena belum optimalnya penggarapan. Ke masa depan sektor ini akan terus menjadi sektor penting dalam upaya pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan nasional dan penerimaan ekspor serta berperan sebagai produsen bahan baku untuk penciptaan nilai tambah di sektor industri dan jasa. Pada sektor pertanian, subsektor usahatani diharapkan tetap memainkan peran penting kontribusinya dalam PDB, penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan dan pembangunan wilayah. Komoditi kakao merupakan komoditi hasil pertanian subsektor perkebunan yang telah menjadi komoditi ekspor utama pertanian. Indonesia sebagai negara penghasil kakao terbesar ketiga setelah pantai Gading dan Ghana dengan pangsa pasar 13,6 persen dari total produksi dunia, dengan produksi 809.583 ton per tahun setelah pantai Gading dan Ghana. Ekspor kakao Indonesia yang mencapai 535.236 ton dengan nilai USS 1.413.5 pada tahun 2009, menjadikan komoditi kakao sebagai penghasil devisa terbesar ketiga dalam subsektor perkebunan kelapa sawit dan karet (Departemen Pertanian, 2012). Masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2015, pengembangan kakao berada pada koridor Sulawesi. Total luas lahan kakao di Sulawesi sampai mencapai 838.037 Ha atau 58% dari total
2
luas lahan di Indonesia. Disamping itu, Sulawesi penyumbang 63% produksi kakao nasional. Sulawesi Tenggara penyumbang terbesar kedua (18%) setelah Sulawesi
Tengah
(19%).
Potensi
Sulawesi
Tenggara
sebagai
sentral
pengembangan kakao sangat besar. Luas lahan kakao di Sulawesi Tenggara yaitu 240.000 Ha, Pada tahun 2013 luas lahan kakao di daerah ini ditargetkan mencapai 250.000 Ha (Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sulawesi Tenggara, 2012). Kabupaten Konawe termasuk kabupaten penghasil kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2014 luas lahan kakao di Kabupaten Konawe mencapai 18.408 Ha dengan rincian Tanaman Menghasilkan (TM) 4.035,0 Ha, Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) 12.862,5 Ha dan Tanaman Tidak Menghasilkan (TTM) 1.510,5 Ha. Kecamatan Onembute merupakan salah satu Kecamatan penghasil kakao di Kabupaten Konawe, dimana luas lahan 655 Ha dengan produksi kakao pada tahun 2014 sebesar 377 ton,
Hal ini membuat
Kecamatan Onembute termasuk di kenal sebagai daerah penghasil kakao di Kabupaten Konawe (Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara, 2015). Kakao telah menjadi salah satu
sumber
pendapatan di Desa Silea
Kecamatan Onembute yang penduduknya mengusahakan tanaman kakao. Harga biji kakao terkhusus untuk wilayah Kabupaten Konawe pada tahun 2013 mencapai Rp 15.000, sedangkan pada tahun 2014 harga biji kakao mencapai Rp 20.000 dan pada tahun 2015 harga biji kakao di Kabupaten Konawe
bisa
mencapai Rp 35.000. Kenaikan harga biji kakao setiap tahunnya tidak terlepas dari permintaan yang semakin tinggi, selain itu kebutuhan akan biji kakao di Indonesia kurang mencukupi. Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya
3
pendapatan petani walaupun harga setiap tahunnya meningkat adalah rendahnya kualitas biji kakao itu sendiri. Rendahnya kualitas biji kakao Indonesia ini disebabkan oleh kualimortas tanaman kakao Indonesia yang menurun, selain itu karena kebanyakan kakao di Indonesia telah menua, disamping hama PBK (Penggerek Buah Kakao) yang menyerang kebanyakan perkebunan kakao di Indonesia, teknologi pasca panen yang masih sederhana dan mesin pengolahan yang telah tua, serta hal yang paling penting adalah biji kakao Indonesia jarang yang difermentasi terlebih dahulu, padahal mutu biji yang telah difermentasi lebih baik dari pada yang belum difermentasi (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013). Fermentasi merupakan proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena daging kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat sudah dapat mengundang terbentuknya pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi. Proses fermentasi biji kakao penting dilakukan untuk meningkatkan Kualitas biji kakao. Upaya yang dilakukan dalam hal ini hingga petani kakao yang berada di Desa Silea Kecamatan Onembute memilih menerapkan teknik fermentasi itu di karenakan
dengan
adanya
program
dari
pemerintah
setempat
dengan
memperkenalkan teknologi pengelolahan pasca panen yaitu fermentasi serta pemerintah juga memberikan bantuan kepada petani kakao yang berada di Desa
4
Silea berupa alat fermentasi akan tetapi tidak semua petani kakao yang berada di Desa Silea menerima bantuan tersebut itu disebabkan karna bantuan dari pemerintah setempat sangatlah terbatas, hanya beberapa petani terpilih saja yang mendapatkan bantuan terebut sehingga petani di Desa Silea sebagian besar belum menerapkan teknik fermentasi pada hasil panen buah kakaonya. Kurangannya bantuan pemerintah serta pengetahuan Petani terhadap teknologi pengolahan pasca panen mengenani teknik fermentasi menjadi permasalahan yang mendasar untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahtraan petani kakao. Berbagai penjelasan di atas menjadi bahan pertimbangan bagi peneliti untuk menganalisis tentang pendapatan petani yang secara langsung dipengaruhi teknik fermentasi dan pendapatan petani yang tidak dipengaruhi oleh teknik fermentasi guna merubah pandangan pentani tentang perbedaan kualitas kakao fermentasi dan non fermentasi serta perbedaan pendapatan tentunya, peneliti tertarik untuk menganalisis perbedaan pendapatan diantara keduanya maka dilakukan penelitian analisis pendapatan petani kakao yang menerapkan dan yang tidak menerapkan teknik fermentasi di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Berapakah pendapatan petani kakao yang menerapkan dan yang tidak menerapkan teknik fermentasi di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe?
5
2. Apakah terdapat perbedaan pendapatan antara petani kakao yang menerapkan dan yang tidak menerapkan teknik fermentasi biji kakao di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis : 1. Pendapatan petani kakao yang menerapkan dan yang tidak menerapkan teknik fermentasi di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe. 2. Perbedaan pendapatan antara petani kakao yang menerapkan dan yang tidak menerapkan teknik fermentasi biji kakao di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai : 1. Bahan informasi dan pertimbangan bagi petani kakao untuk meningkatkan kualitas biji kakao yang dihasilkan. 2. Bahan informasi bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan peningkatan kualitas biji kakao pada usahatani kakao rakyat. 3. Bahan studi referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya peneliti selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman kakao Kakao merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon yang dikenal di Indonesia sejak tahun 1560, namun baru menjadi komoditi yang penting sejak tahun 1951. Pemerintah Indonesia mulai menaruh perhatian dan mendukung industri kakao pada tahun 1975, setelah PTP IV berhasil menaikkan produksi kakao per hektar melalui penggunaan bibit unggul Upper Amazon Interclonal Hibryd, yang merupakan hasil persilangan antar klon dan sabah. Tanaman tropis t ahunan ini berasal dari Amerika Selatan. Penduduk Maya dan Aztec di Amerika Selatan dipercayai sebagai perintis pengguna kakao dalam makanan dan minuman. Sampai pertengahan abad ke XVI, selain bangsa di Amerika Selatan, hanya bangsa Spanyol yang mengenal tanaman kakao. Dari Amerika Selatan tanaman ini menyebar ke Amerika Utara, Afrika dan Asia (Siahaan, 2011). A.1. Sistematika Tanaman Kakao Tanaman kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Untuk itulah tanaman kakao digolongkan menjadi kelompok tanaman Caulifloris. Kakao merupakan satu-satunya diantara 22 jenis marga Theobroma, suku Sterculiaceae yang diusahakan secara komersial (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004). Menurut Tjitrosoepomo (dalam pusat penelitian kopi dan kakao, 2004) sistematika tanaman ini adalah sebagai berikut :
7
Divisi
: Spermatophyta
Anak divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Anak kelas
: Dialypetalae
Bangsa
: Malvales
Suku
: Sterculiaceae
Marga
: Theobroma
Jenis
: Theobroma cacao L.
Beberapa sifat (penciri) dari buah dan biji digunakan sebagai dasar klasifikasi dalam sistem taksonomi. Berdasarkan bentuk buahnya, kakao dapat dikelompokkan ke dalam empat populasi yaitu : Cundeamor, Criollo, Amelonado, Angoleta (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004). Sesungguhnya terdapat banyak jenis tanaman kakao, namun jenis yang paling banyak ditanam untuk produksi kakao secara besar-besaran hanya tiga jenis (Sunanto, 1992) yaitu: a. Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan. Jenis ini menghasilkan biji kakao yang mutunya sangat baik dan dikenal sebagai: kakao mulia, fine flavour cocoa, choiced cocoa, edel cocoa. b. Jenis Forastero, banyak diusahakan di berbagai negara produsen kakao dan menghasilkan biji kakao yang mutunya sedang dan dikenal sebagai kakao lindak (bulk). Jenis kakao ini berasal dari Brasil, Afrika Barat dan Ekuador. c. Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan Forastero secara alami, sehingga kakao jenis ini sangat heterogen.
8
B. Pengolahan Panen dan Pascapanen B.1. Waktu dan Cara Panen Pemanenan buah kakao dilakukan dengan cara dipetik atau dipotong. Panen harus dilakukan pada umur atau waktu, cara
dan sarana yang tepat.
Pemanenan buah kakao dilakukan setiap 1 atau 2 minggu sekali. Alat panen yang digunakan dengan menggunakan sabit, gunting atau alat lainnya. Hal yang harus diperhatikan pada saat pemanenan ialah: (1) Buah kakao dipanen atau dipetik tepat masak. Kriteria buah masak adalah alur buah berwarna kekuningan untuk buah yang warna kulitnya merah pada saat masih muda, atau berwarna kuning tua atau jingga untuk buah yang warna kulitnya hijau kekuningan pada saat masih muda. (2) Menjaga agar buah tidak rusak atau pecah, dan menjaga agar bantalan buah juga tidak rusak karena ini merupakan tempat tumbuhnya bunga untuk periode selanjutnya. (3) Pemanenan terhadap buah muda atau lewat masak harus dihindari karena akan menurunkan mutu biji kakao kering. Buah yang tepat masak mempunyai kondisi fisiologis yang optimal dalam hal pembentukan senyawa penyusun lemak di dalam biji. (4) Panen buah yang terlalu tua akan menurunkan rendemen lemak dan menambah presentase biji cacat (biji berkecambah). Panen buah muda akan menghasilkan biji kakao yang bercitarasa khas cokelat tidak maksimal, rendemen yang rendah, presentase biji pipih (flat bean) tinggi dan kadar kulit bijinya juga cenderung tinggi. (5) Apabila ada alasan teknis atau alasan lain yang sangat mendesak seperti serangan hama atau penyakit, pemanenan buah kakao dapat dilakukan sebelum tepat masak. Hal ini untuk menghindari
9
kehilangan produksi yang lebih banyak (Direktorat Pascapanen dan Pembinaan, Usaha Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, 2012). B.2. Sortasi Buah Sortasi buah kakao merupakan hal sangat penting terutama jika buah hasil panen harus ditimbun terlebih dahulu selama beberapa hari sebelum dikupas kulitnya. Buah yang kualitasnya baik segera dipisahkan dengan buah yang rusak karena hama atau penyakit. Buah yang sehat langsung diproses fermentasi sedangkan buah yang rusak terserang hama atau penyakit segera dikupas kulitnya. Setelah diambil bijinya, kulit buah segera ditimbun dalam tanah untuk mencegah penyebaran hama atau penyakit ke seluruh kebun (Permentan.No.51.th.2012). B.3. Penyimpanan Buah Pemeraman buah dilakukan dengan menimbun buah kakao hasil panen di kebun selama 5–12 hari tergantung kondisi setempat dan tingkat kemasakan buah dengan cara memilih lokasi penimbunan di tempat yang bersih, terbuka (tetapi terlindung dari panas matahari langsung) dan aman dari gangguan hewan. Buah dimasukkan dalam keranjang atau karung goni dan diletakkan di permukaan tanah yang dipilih sebagai lokasi penimbunan dengan dialasi daun-daunan. Permukaan tumpukan buah ditutup dengan daun-daun kering (Permentan.No.51.tahun 2012). Pemeraman baik dilakukan terutama pada saat panen rendah sambil menunggu buah hasil panen terkumpul cukup banyak 400–500 buah atau setara dengan 35–40 kg biji kakao basah, agar jumlah minimal untuk fermentasi dapat dipenuhi. Pada tahap pemeraman ini, apabila sortasi buah tidak dilakukan dengan
10
cermat, maka tingkat kehilangan panen akibat busuk buah akan cukup tinggi. Awasi perkembangan kematangan buah, hindari kerusakan atau pembusukan buah, segera hentikan pemeraman sebelum buah busuk (Direktorat Jendral Perkebunan, 2013). B.4. Pengupasan Buah Pemecahan buah dimaksudkan untuk mengeluarkan dan memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasentanya. Pemecahan buah harus dilakukan secara hati-hati agar tidak melukai atau merusak biji kakao. Disamping itu juga harus dijaga agar biji kakao tetap bersih tidak tercampur dengan kotoran atau tanah (Sunanto, 1992). Pemecahan buah kakao sebaiknya menggunakan pemukul kayu atau memukulkan buah satu dengan buah lainnya. Harus dijaga agar tidak terjadi kontak langsung biji kakao dengan benda-benda yang terbuat dari logam karena dapat menyebabkan warna biji kakao menjadi kelabu (Mulato dan sri, 2010). Pemecahan buah kakao dilakukan untuk mengeluarkan dan memisahkan biji kakao dari kulit buah dan plasentanya. Pemecahan buah harus dilakukan secara hati-hati agar tidak melukai atau merusak biji kakao. Disamping itu juga harus dijaga agar biji kakao tetap bersih atau tidak tercampur dengan kotoran dan tanah. Menurut (Permentan.No.51.tahun 2012), bahwa dalam pemecahan buah kakao yang hars di perhatikan yaitu : 1. Pemecahan buah kakao sebaiknya menggunakan pemukul kayu atau memukulkan buah satu dengan buah lainnya.
11
2.
Apabila pemecahan buah menggunakan golok atau sabit maka harus dilakukan dengan hati-hati supaya biji kakao tidak terlukai atau terpotong oleh alat pemecah, karena akan meningkatkan jumlah biji cacat dan mudah terinfeksi oleh jamur.
3. Setelah kulitnya terbelah, biji kakao diambil dari belahan buah dan ikatan empulur (plasenta) dengan menggunakan tangan. Kebersihan tangan harus sangat diperhatikan karena kontaminasi senyawa kimia dari pupuk, pestisida, minyak dan kotoran, dapat mengganggu proses fermentasi atau mencemari produk akhirnya. 4. Biji yang sehat harus dipisahkan dari kotoran-kotoran pengganggu maupun biji cacat, kemudian dimasukkan ke dalam ember plastik atau karung plastik yang bersih untuk dibawa ke tempat fermentasi, sedangkan plasenta yang melekat pada biji dibuang. 5. Biji yang sehat harus segera dimasukkan ke dalam wadah fermentasi karena keterlambatan proses dapat berpengaruh negatif pada mutu akibat terjadi prafermentasi secara tidak terkendali. 6. Untuk penanganan pascapanen kakao dengan kapasitas besar, dapat digunakan mesin pemecah kulit buah kakao. B.5. Fermentasi Biji Kakao Tujuan fermentasi biji kakao adalah untuk mematikan lembaga biji agar tidak tumbuh sehingga perubahan-perubahan di dalam biji akan mudah terjadi, seperti warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa, perbaikan konsistensi keping biji dan untuk melepaskan selaput lendir. Selain itu untuk menghasilkan
12
biji yang tahan terhadap hama dan jamur (Departemen Pertanian, 2012). Mulato dan Sri (2010) juga mengemukakan bahwa fermentasi biji kakao bertujuan untuk membentuk cita rasa khas coklat serta mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada di dalam biji kakao sehingga menghasilkan biji kakao dengan mutu dan aroma yang khas serta warna coklat cerah dan bersih. Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi. Pada proses fermentasi biji kakao akan terjadi pembentukan citarasa cokelat, mengurangi rasa pahit dan sepat serta perbaikkan penampakan fisik biji kakao. Biji yang tidak di fermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013). Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu fermentasi anaerob dan fermentasi aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi kedalam biji dan membuat biji tidak berkecambah. Selama fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang
13
terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi pigmen selama fermentasi (Palina, 2011). Beberapa aspek penting untuk kesempurnaan proses fermentasi adalah biji yang akan difermentasi, pengadukan atau pembalikan, lama fermentasi dan rancangan kotak fermentasi. Berat biji untuk proses fermentasi sebaiknya tidak kurang dari 40 kg. Hal ini terkait dengan kemampuan untuk menghasilkan panas yang cukup agar proses fermentasi berjalan dengan baik. Panas merupakan hasil oksidasi senyawa gula di dalam pulp. Selain faktor berat biji, proses fermentasi akan berjalan dengan baik jika tersedia cukup oksigen. Untuk penetrasi oksigen yang maksimal, peti fermentasi sebaiknya dibuat dari papan kayu yang diberi lubang-lubang. Untuk skala kecil (40 kg biji kakao basah) diperlukan ukuran lebar dan panjang masing-masing 40 cm dan 50 cm. Biji kakao dimasukkan ke dalam peti lalu ditutup menggunakan karung goni atau daun pisang. Setelah 48 jam (2 hari) dilakukan pembalikan dengan memindahkan biji kakao ke kotak kedua sambil diaduk (Mulato dan sri, 2010). Oksigen yang semula terhalang lapisan pulp, dapat masuk ke dalam tumpukan biji. Kondisi aerob ini dimanfaatkan oleh bakteri aseto-bakteri untuk mengubah alkohol menjaadi asam asetat dengan mengeluarkan bau khas yang menyengat. Proses oksidasi juga menghasilkan panas yang menyebabkan suhu tumpukan biji berangsur naik dan mencapai maksimum mendekati 45-480C setelah hari ketiga. Pada hari berikutnya, suhu biji cenderung stabil dan bahkan
14
sedikit menurun sampai hari kelima. Pada hari keenam biji dikeluarkan untuk selanjutnya dilakukan penjemuran (Palina, 2011). Penjemuran dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan cara penjemuran alami (cahaya matahari), penjemuran mekanis dan kombinasi antara alami dan mekanis. Tujuan dari pengeringan adalah menurunkan kandungan air biji dari sekitar 65% menjadi 7% (kering patah). Biji kakao yang telah kering dimasukkan kedalam karung dan disimpan ditempat yang bersih, kering, memiliki sirkulasi udara yang baik, serta bebas dari hama perusak dan benda-benda lain (Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010). C. Pendapatan Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi. Analisa usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu Aritonang, 1993 dalam (Siregar, 2009). Petani berupaya keras untuk mengolah garapannya dengan harapan dapat memperoleh hasil usahatani yang mengguntungkan untuk mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Hasil usahatani yang telah didapat dikurangi dengan biayabiaya usahatani yang terjadi selama proses produksi itulah yang disebut pendapatan petani (Soekartawi, 1995). Soekartawi, (1986) menguraikan dan membagi pendapatan usahatani menjadi dua, yaitu: pendapatan kotor ushatani (gross farm income) dan
15
pendapatan bersih (net farm income). Pendapatan kotor usahatani yaitu nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu yang meliputi seluruh produk yang dihasilkan baik yang (1) dijual, (2) dikonsumsi rumah tangga petani, (3) digunakan dalam usahatani seperti untuk bibit atau makanan ternak, (4) digunakan untuk pembayaran, dan (5) untuk disimpan. Untuk menghitung nilai produk tersebut, harus dikalikan dengan harga pasar yang berlaku, yaitu harga jual bersih ditingkat petani. sedangkan pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan usahatani dipengaruhi oleh penerimaan usahatani dan biaya produksi. Jika harga produk atau harga faktor produksi berubah maka pendapatan usahatani juga akan mengalami perubahan. Menurut Mardikanto (1993), petani dengan tingkat pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi dan sebaliknya, petani dengan pendapatan semakin rendah akan lambat bahkan tidak mengadopsi inovasi. Dalam pengertian umum pendapatan adalah hasil pencaharian usaha. Baridwan dan Zaki (2002), menjelaskan bahwa pendapatan adalah aliran masuk atau kenaikan lain aktiva suatu badan usaha atau pelunasan utang (kombinasi dari keduanya) selama suatu periode yang berasal dari penyerahan atau pembuatan barang, penyerahan jasa atau dari kegiatan lain yang merupakan kegiatan utama badan usaha. Pendapatan adalah jumlah seluruh penghasilan atau penerimaan yang diperoleh baik berupa gaji atau upah maupun pendapatan dari usaha dan pendapatan lainnya selama satu bulan (Rahmawati, dan Hadiwiyono, 2004).
16
Menurut IAI (2004), kata “income” diartikan sebagai penghasilan dan kata revenue sebagai pendapatan, penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain). Menurut Rosjidi (1999), pendapatan adalah peningkatan jumlah aktiva atau penurunan jumlah kewajiban perusahaan, yang timbul dari transaksi penyerahan barang dan jasa atau aktivitas usaha lainnya dalam suatu periode yang dapat diakui dan diukur berdasarkan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum. Pengertian ini menjelaskan pendapatan yang diperoleh dari transaksi penyerahan barang atau jasa aktivitas usaha lainnya itu adalah yang berhubungan secara langsung dengan kegiatan untuk memperoleh laba usaha yang dapat mempengaruhi terhadap jumlah ekuitas pemilik. Dengan demikian, tidak termasuk dalam pengertian pendapatan, adalah peningkatan aktiva perusahaan yang timbul dari pengadaan aktiva, investasi oleh pemilik, pinjaman ataupun koreksi laba rugi pada periode sebelumnya. Kamaruddin (2006), menyatakan bahwa pendapatan adalah uang atau materi ataupun keduannya yang timbul dari penggunaan faktor produksi (Kamaruddin, 2006) menambahkan bahwa pendapatan pada hakekatnya merupakan balas jasa yang dikorbankan termaksud didalamnya upah tenaga kerja, sewa bunga modal. Sedangkan menurut Winardi (1992), pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktorfaktor produksi. Sebagaimana pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan gambaran terhadap posisi ekonomi keluarga dalam masyarakat. Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian keluarga.
17
Hernanto (1994) mengatakan bahwa besarnya pendapatan usahatani menggambarkan
kemajuan
ekonomi
usahatani.
Pendapatan
usahatani
menggambarkan tingkat keberhasilan seseorang petani dibandingkan dengan petani lainnya. Untuk mengetahui apakah suatu usahatani berhasil maka yang dapat diukur adalah besar kecilnya pendapatan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikorbankan sebagai biaya dalam usahatani. Apabila setiap rupiah yang dikorbankan sebagai biaya mampu menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari setiap rupiah yang dikorbankan berarti usahatani tersebut memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pendapatan dikemukakan pula oleh Dyckman (2002), bahwa pendapatan adalah arus masuk atau peningkatan lainnya atas aktiva sebuah entitas atau penyelesaian kewajiban (atau kombinasi dari keduanya) selama satu periode dari pengiriman atau produksi barang, penyediaan jasa atau aktivitas lain yang merupakan operasi utama atau sentral entitas yang sedang berlangsung. Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil pengertian pendapatan merupakan salah satu unsur yang paling utama dari pembentukan laporan laba rugi dalam suatu perusahaan. Pendapatan dapat diartikan sebagai revenue dan dapat juga diartikan sebagai income. Untuk memperoleh pendapatan yang maksimal dari usahatani maka petani harus mampu mengkombinasikan berbagai faktor produksi sedemikian rupa sehingga biaya rata-rata untuk setiap unit hasil menjadi minimal. Soekartawi (1990)
mengatakan
bahwa
untuk
memaksimumkan
pendapatan
(profit
maximization) maka upaya yang dapat dilakukan ada dua pendekatan yaitu
18
meminimumkan biaya produksi (cost minimization) untuk sejumlah tertentu hasil produksi atau memaksimumkan hasil produksi untuk sejumlah biaya tertentu. C.1. Produksi Usahatani sesungguhnya tidak sekedar hanya terbatas pada pengambilan hasil melainkan nyata merupakan suatu usaha produksi. Dalam hal ini akan berlangsung pendayagunaan tanah, modal, tenaga kerja, dan keterampilan sebagai faktor produksi tersebut. Jika pendayagunaannya dilakukan dengan baik akan menghasilkan hasil yang baik pula dan sebaliknya jika pengelolaanya tidak berjalan dengan baik maka hasilnya tidak dapat diandalkan. Jika hasil-hasilnya tersebut sangat baik ditinjau dari segi kuantitas dan kualitas akan menghasilkan suatu kepuasan bagi produsen itu sendiri. Dengan demikian dalam zproduksi komoditi pertanian terdapat berbagai kegiatan dan hubungan antara sumbersumber produksi yang digunakan dengan hasil komoditasnya (Ginting, 2010) . Ditinjau dari pengertian teknis maka produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia agar hasil yang diperoleh lebih besar dari pengorbanan yang diberikan. Sedangkan bila ditinjau dari segi ekonomi maka pengertian produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumbersumber yang telah tersedia sehingga memperoleh suatu hasil yang kualitas dan kuantitasnya baik, sehingga menjadi komoditi yang layak diperdagangkan (Ginting, 2010). Agar lebih jelas tentang pengertian produksi maka kita dapat melihat pengertian produksi menurut Sofyan (1992) yang mengatakan: “yang dimaksud dengan produksi adalah segala kegiatan dalam rangka menciptakan dan
19
menambah kegunaan atau utility sesuatu barang dan jasa untuk kegiatan mana dibutuhkan faktor-faktor produksi yang didalam ilmu ekonomi terdiri dari tanah, modal, tenaga kerja, dan keterampilan”. Siahaan (2011) mengemukakan bahwa faktor produksi dalam usahatani mencakup tanah, modal, tenaga kerja dan manajemen atau pengelolaan. Tanah merupakan faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanpa tanah rasanya mustahil usahatani dapat dilakukan. Dalam tanah dan sekitar tanah banyak lagi faktor yang harus diperhatikan, katakan luasnya, topografinya, kesuburannya, keadaan fisiknya, lingkungannya, lerengnya, dan lain sebagainya. Dengan mengetahui semua keadaan mengenai tanah, usaha pertanian dapat dilakukan dengan baik. Sebagai faktor produksi, tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Tanpa modal, sudah pasti usaha tidak bisa dilakukan, paling tidak modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit dan upah tenaga kerja. Kecukupan modal mempengaruhi ketepatan waktu dan ketepatan takaran dalam penggunaan input (Siahaan, 2011). Tenaga kerja merupakan faktor yang penting bagi keberhasilan atau produksi. Dalam usahatani ditemukan dua macam tenaga kerja yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenga kerja luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga adalah tenaga kerja dalam usahatani tidak dibayar upahnya, sedangkan tenaga kerja luar keluarga adalah tenaga dalam usahatani yang dibayarkan upahnya sehingga dinamakan tenaga upahan (Siahaan, 2011).
20
Manajemen
usahatani
adalah
kemampuan
petani
menentukan,
mengkoordinasikan faktor produsi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan (Siahaan, 2011). Lebih lanjut Mubyarto (1994) mengemukakan bahwa untuk menghasilkan produksi (output) diperlukan bantuan kerjasama beberapa faktor produksi sekaligus. Masalah ekonomi yang kita hadapi kini adalah bagaimana petani dapat mengkombinasikan faktor-faktor produksi tersebut agar tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya baik secara fisik maupun secara ekonomis. Besar kecilnya produksi sangat tergantung dari peranan faktor produksi, namun patut diperhitungkan bahwa besar kecilnya produksi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi setempat mengingat sifat pertanian yang adaptasinya tergantung pada kondisi setempat (local specific). Faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Di berbagai literatur, faktor produksi dikenal pula dengan istilah input, production factor dan korbanan produksi. Hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut dengan factor relationship (Soekartawi, 2010). Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa produksi ialah suatu kegiatan atau aktifitas yang dapat menambah nilai guna dan manfaat barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi merupakan suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output.
21
C.2. Penerimaan Menurut Soekartawi, (1986), penerimaan usahatani diperoleh dengan mengalikan total produksi dengan harga setiap satuan produksi pada waktu yang bersangkutan. Bishop dan Toussaint (1979) juga menjelaskan lebih lanjut bahwa nilai dari hasil produksi usahatani disebut penerimaan yang dinyatakan dalam satuan uang misalnya rupiah atau dollar. Dengan demikian maka besarnya penerimaan usahatani juga ditentukan oleh tinggi rendahnya harga jual dari hasil usahatani tersebut. Sehubungan dengan penerimaan usahatani Hernanto (1994) menjelaskan bahwa penerimaan usahatani dapat berwujud dalam tiga hal, yaitu hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produk yang dijual; produksi yang dikonsumsi petani dengan keluarga selama melakukan kegiatan; digunakan untuk membeli inventaris usahatani. C.3. Biaya Modal dalam pengertian ekonomi adalah barang atau uang yang bersamasama faktor produksi lahan dan tenaga kerja digunakan untuk menghasilkan suatu barang baru atau hasil pertanian dalam suatu proses produksi. Sedangkan modal merupakan bentuk kekayaan berupa uang tunai ataupun barang yang akan digunakan untuk menghasilkan suatu barang. Pengertian barang disini meliputi alat-alat produksi dan sarana produksi pertanian lainnya seperti pupuk, bibit, dan obat-obatan (Mubyarto, 1994).
22
Hernanto
(1994)
mengemukakan
bahwa
biaya-biaya
dianggap
memberikan manfaat dimasa yang akan datang. Jadi biaya merupakan sejumlah korbanan baik yang berupa uang maupun yang tidak berupa uang dalam proses produksi yang dipergunakan dalam pilihan yang terbaik dengan harapan dapat memberikan manfaat yang lebih baik dimasa yang akan datang. Biaya produksi akan selalu muncul dalam kegiatan ekonomi dimana usahanya berkaitan dengan produksi. Kemunculan itu sangat berkaitan dengan diperlukannya input (faktor-faktor produksi) ataupun korbanan-korbanan lainnya yang digunakan dalam kegiatan produksi tesebut (Ginting, 2010). Menurut Soekartawi, (1986) biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap umumnya relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh, sedangkan biaya tidak tetap dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang diperolehnya. Yang termasuk biaya tetap adalah sewa tanah, pajak, alat-alat pertanian, iuran irigasi, dan lainnya. Menurut Soekartawi (1986) biaya tidak tetap terdiri dari biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, biaya panen, biaya angkutan dan biaya lainnya yang dipengaruhi oleh besar kecilnya volume produksi. D. Penelitian Terdahulu Menurut Wulandary (2014) penelitian tentang Analisis Perbandingan Pendapatan Petani fermentasi kakao dan non fermentasi kakao (Studi Kasus di Desa Batulappa, Kecamatan Larompong Selatan, Kabupaten Luwu Tujuan
23
Penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang menjadi alasan petani melakukan fermentasi kakao dan mengetahui perbedaan pendapatan petani fermentasi kakao dan non fermentasi. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Batulappa, Kecamatan Larompong Selatan, Kabupaten Luwu dengan jumlah responden pada petani fermentasi sebanyak 5 orang sedangkan jumlah responden pada petani non fermentasi sebanyak 24 orang. Data dianalisis menggunakan Analisis Deskriptif atau tabulasi silang (crosstabs) dan Analisis Kuantitatif . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dua faktor yang menjadi alasan petani melakukan proses fermentasi yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yaitu meningkatkan kualitas kakao, tingginya harga pasar, memiliki daya saing sedangkan faktor internal yaitu keadaan ekonomi. Usahatani kakao fermentasi memiliki luas lahan rata-rata sebesar 1,50 ha dengan pendapatan petani fermentasi adalahRp 8.381.746,60/ ha/thn sedangkan luas lahan rata-rata pada petani nonfermentasi sebesar 1,13 ha dengan pendapatan petani non fermentasi adalah Rp 6.586.973,72/ha/thn. Selisih pendapatan petani fermentasi dengan petani non fermentasi kakao adalah Rp 1.794.772,88/ha/thn. Menurut Permatasari (2014). Skripsi, Analisis Pendapatan Usahatani Gula Tumbu
Kasus Kecamatan Dewa Kabupaten
kudus.
Metode dasar yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan menggunakan metode survey. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis Pendapatan, Analisis Break Event Point (BEP), dan Analisis R/C Ratio pada usahatani gula tumbu. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung serta wawancara dengan
24
pihak terkait, dan data sekunder diperoleh dari buku-buku dan literatur-literatur dari berbagai sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya usahatani gula tumbu selama satu tahun sebesar Rp 1.233.823.142,60 yang terdiri dari biaya tetap
sebesar
Rp
32.494.392,60
dan
biaya
tidak
tetap
sebesar
Rp
1.201.328.750,00. Penerimaan usahatani gula tumbu selama satu tahun sebesar Rp 1.335.470.617,28 dan keuntungan usahatani gula tumbu selama satu tahun sebesar Rp 101.647.474,68. Nilai BEP volume produksi sebesar 190,3 ton dan nilai BEP harga sebesar Rp 5.989.432,73 per ton menunjukkan bahwa produksi gula tumbu tidak mengalami untung dan tidak mengalami kerugian pada tingkat produksi 190,3 ton dan pada harga jual Rp 5.989.432,73 per ton. Nilai R/C ratio usahatani gula tumbu sebesar 1,08 di mana nilai R/C > 1. Berdasarkan analisis pendapatan, perhitungan BEP, dan R/C ratio maka dapat dikatakan bahwa usahatani gula tumbu di Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Menurut Septria (2010), Penelitian tentang analisa perbandingan tingkat keuntungan petani dengan tingkat keuntungan pedagang dalam pemasaran kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. Tujuan penelitian ini adalah untuk 1). mengidentifikasi saluran tataniaga kakao yang terdapat di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok dan 2). menganalisa perbandingan tingkat keuntungan yang diterima petani kakao dan keuntungan yang diterima masing-masing pedagang yang terlibat untuk masing-masing saluran tataniaga dalam pemasaran kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey. Data hasil penelitian ini dianalisa dengan
25
menggunakan analisa kualitatif dan kuantitatif. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa terdapat dua saluran tataniaga kakao di Kecamatan Kubung, yaitu 1). petani menjual kepada pedagang pengumpul, pedagang pengumpul menjual kakao kepada pedagang besar, dan terakhir pedagang besar menjual kakao kepada eksportir, dan 2). petani menjual kakaonya kepada pedagang besar, kemudian pedagang besar menjual kembali kepada eksportir. Diantara 2 saluran ini saluran II merupakan saluran tataniaga kakao yang efisien karena saluran yang dilalui lebih pendek sehingga tingkat keuntungan yang diperoleh oleh petani lebih tinggi dibandingkan dengan saluran I. Petani memperoleh keuntungan yang palingbesar dibandingkan dengan pedagang perantara baik pada saluran tataniaga kakao I (saluran I) maupun saluran tataniaga kakao II (saluran II). Pada saluran tataniaga kakao I (saluran I), tingkat keuntungan yang diperoleh oleh petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, dan eksportir berturut – turut adalah sebesar 41,10%, 6,36%, 4,48%, dan 6,43% terhadap harga ekspor dengan total keuntungan yang diperoleh lembaga niaga sebesar Rp. 16.926,66/Kg. Saluran tataniaga kakao II (saluran II) tingkat keuntungan petani, pedagang besar, dan eksportir berturut – turut sebesar 41,77%, 9,29%, dan 8,15% terhadap harga ekspor dengan totalkeuntungan yang diperoleh lembaga niaga sebesar Rp. 17.171,59/Kg. E. Kerangka Pikir Objek dalam penelitian ini adalah petani kakao yang menanam kakao dan yang melakukan teknik fermentasi dan yang tidak melakukan teknik fernentasi khususnya petani kakao di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe.
26
Pengolahan hasil panen perlu diperhatikan agar produktivitas para petani kakao bisa lebih ditingkatkan. selain faktor pemeliharaan dan kondisi tanaman kakao, proses pengolahan buah kakao pasca pemanenan cukup mempengaruhi pendapatan yang diperoleh para petani. Petani kakao di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe belum seluruhnya memahami cara mengolah hasil panen buah kakao agar mengoptimalkan
pendapatan
dari
hasil
panennya,
salah
satu
upaya
mengoptimalkan hasil panen buah kakao adalah pengolahan yang tepat pasca pemanenan yaitu dengan teknik fermentasi. Untuk mendapatkan harga jual yang tinggi buah kakao yang telah dipanen harus segera diolah, pengeolahan pasca panen salah satunya dilakukan dengan fermentasi. fermentasi dilakuakan untuk meluruhkan lendir yang terdapat pada kulit biji sehingga setelah kering, biji kakao menjadi lebih beraroma dan bercitarasa kuat. fermentasi juga dapat meningkatkan mutu teknis biji kakao sehingga kadar air, kadar jamur dan kadar kulit biji semakian rendah. Dengan demikian, fungsi proses teknik fermentasi adalah untuk mendapatkan kualitas biji kakao yang baik sehinggah meningkatkan harga jual yang berimbas langsung pada peningkatan pendapatan petani kakao. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian ini sajikan pada Gambar 1 sebagai berikut :
27
PETANI KAKAO
PENGOLAHAN PASCA PANEN
FERMENTASI
NON FERMENTASI
PENDAPATAN PETANI
PERBEDAAN PENDAPATAN
Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Penelitian
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe pada Bulan Juni sampai dengan September tahun 2016. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pertimbangan bahwa sebagian besar penduduk Desa Silea yakni 213 KK (Kepala Keluarga) dari jumlah keseluruhan penduduk Desa Silea di mulai dari dusun I, II dan III sebanyak 876 jiwa, (168 KK) merupakan petani kakao. Sebagian petani kakao di Desa tersebut telah menerapkan teknik fermentasi dan sebagian lainnya belum menerapkan teknik fermentasi. 3.2. Populasi dan Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah petani kakao di Desa Silea Kecamatan Onembute yang berjumlah 168 KK. Populasi dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu petani yang menerapkan teknik fermentasi sebanyak 62 orang (37%) dan petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi sebanyak 106 orang (63%). Penentuan sampel untuk petani kakao menggunakan cara Proportionate stratified random sampling dimana teknik ini di gunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional, sehingga dalam penelitian ini penulis membagi dua kelompok strata yaitu yang menerapkan teknik fermentasi dan Non fermentasi (Sugiyono, 2009). Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin dalam Rianse dan Abdi (2008) dengan formulasi sebagai berikut :
29
n=
()
Dimana :
n= n=
n N E
= Banyak sampel = Banyak populasi = Persentase kesalahan yang diinginkan (10%)
168 168. (0,1 ) + 1 168 2,68
n = 62,6 di bulatkan menjadi 63. %=
63 x 100 = 37,5% 168
Tabel Perhitungan Sampel : No
Strata
1 2 Jumlah
Fermentasi Non Fermentasi
Jumlah (KK) 62 106 168
Sampel 62 x 38% = 23,5 = 23 106 x 38% =40.2 = 40 63
Dari rumus tersebut, diambil sampel secara keseluruhan maka jumblah sampel petani terpilih, yaitu sebanyak 63 petani kakao. Dari keseluruhan sampel di bagi menjadi 23 petani kakao untuk kelompok yang menerapkan teknik fermentasi dan 40 petani kakao untuk kelompok yang tidak menerapkan teknik fermentasi.
3.3. Jenis dan teknik Pengumpulan Data Data yang akan dikumpulkan terdiri dari dua jenis, yaitu : 1.
Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden dan data pengamatan langsung ke lapangan.
30
2.
Data sekunder yaitu data yang akan diperoleh dari instansi-instansi atau kantor-kantor yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu sebagai berikut: 1. Melalui wawancara langsung, yaitu melakukan wawancara langsung dengan dengan obyek penelitian. 2. Melalui observasi, yaitu mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap obyek penelitian. 3. Melalui pencatatan, yaitu mengumpulkan data dengan mencatat data yang sudah tersedia di Kantor Desa Silea dan BPS Sulawesi Tenggara. 3.4. Variabel Yang Teliti Adapun variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Identitas responden meliputi : umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani dan luas lahan garapan. 2. Pendapatan usahatani meliputi : proses pengolahan produksi biji kakao dengan teknik fermentasi dan non fermentasi, biaya, penerimaan dan pendapatan. 3.5. Analisis Data Metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif. 1.
untuk menjawab tujuan yang pertama mengenai seberapa besar tingkat pendapatan petani dari usahatani kakao di Desa silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe mengunakan rumus pendapatan (Soekartawi, 2006) :
31
π = TR – TC TR = P x Q TC = TFC + TVC Keterangan: π
= Pendapatan (Rp)
P
= Price/ Harga kakao (Rp)
Q
= Quantity/ Jumlah produksi kakao fermentasi dan non fermentasi (Kg)
TR = Total Revenue/ Jumlah penerimaan (Rp) TC = Total Cost/ Jumlah biaya (Rp) TFC = Total Fixed Cost/ Jumlah biaya tetap (Rp) TVC = Total Variable Cost/ Jumlah biaya variabel (Rp) 2. Untuk menjawab tujuan yang kedua mengenai seberaapa besar perbedaan yang menerapkan teknik fernentasi dannon fermentasi, mengunakan rumus t-test menurut Sudjana (2002) dengan formulasi sebagai berikut : t=
–
Dengan : s
=
(!")# (!")# !!"
Keterangan : t
= Nilai uji statistik atau thitung
X
= Pendapatan rata-rata yang menerapkan fermentasi
X
= Pendapatan rata-rata yang tidak menerapkan fermentasi
S12
= Varian pendapatan petani yang menerapkan fermentasi
32
S22
= Varian pendapatan petani yang tidak menerapkan fermentasi
n1
= Banyaknya petani yang menerapkan fermentasi
n2
= Banyaknya petani yang tidak menerapkan fermentasi
S
= Standar defiasi/simpangan baku
Hipotesis yang digunakan adalah : Ho : Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan petani yang menerapkan teknik fermentasi dan pendapatan petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi. Ha : Terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan petani yang menerapkan teknik fermentasi dan pendapatan petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi
Kriteria pengambilan keputusan : a. Jika nilai signifikansi thitung > signifikansi α (0,05), maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan petani yang menerapkan teknik fermentasi dan pendapatan petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi. b. Jika nilai signifikansi thitung < signifikansi α (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan petani yang menerapkan teknik fermentasi dan pendapatan petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi.
33
3.6. Konsep Operasional Untuk menjelaskan batasan penelitian ini maka perlu dijelaskan beberapa pengertian yang digunakan sebagai berikut : 1) Petani responden adalah petani yang menerapkan teknik fermentasi dan yang tidak menerapkan teknik fermentasi dalam pasca panen usahatani kakao. 2) Umur adalah usia petani kakao pada saat penelitian dilakukan (tahun). 3) Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh responden. 4) Pengalaman berusahatani adalah lamanya petani melakukan usahatani kakao (tahun). 5) Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani responden (jiwa). 6) Luas lahan garapan adalah luas areal atau tanah yang ditanami usaha tani kakao (hektar). 7) Produksi adalah jumlah olahan biji kakao dengan teknik fermentasi dan non fermentasi selama 1 (satu) musim produksi (Kg). 8) Biaya total adalah jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap yang dikeluarkan dalam satu kali proses produksi biji kakao fermentasi dan non fermentasi (Rp). 9) Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi biji kakao dengan teknik fermentasi dan non fermentasi (Rp).
34
10) Biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya produksi biji kakao dengan teknik fermentasi dan non fermentasi (Rp). 11) Panen adalah proses pemetikan atau pemungutan hasil kakao. 12) Pasca panen adalah rangkaian kegiatan yang mengelola buah kakao atau biji kakao dengan teknik fermentasi dan non fermentasi sampai hasil tersebut siap dipasarkan baik untuk dikonsumsi langsung maupun untuk bahan baku industri. 13) Fermentasi adalah perlakuan pada biji kakao basah untuk pembentukan cita rasa khas cokelat dengan bantuan mikroba alami agar diperoleh mutu biji kakao yang baik. 14) Penggunaan tenaga kerja adalah banyaknya curahan tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani kakao. 15) Penerimaan adalah jumlah produk yang dihasilkan dikali dengan harga jual produksi biji kakao dengan teknik fermentasi dan non fermentasi saat penelitian dilakukan (Rp). 16) Pendapatan adalah selisih penerimaan dan biaya total selama satu tahun dalam proses produksi biji kakao dengan teknik fermentasi dan non fermentasi (Rp).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Wilayah A.1 Letak Geografis Desa Silea merupakan salah satu desa yang berada diwilayah Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Dengan letak geografis Desa Silea berada kurang lebih 27 Km dari Ibukota Kabupaten dan 96 Km dari Ibukota Propinsi, Luas wilayah Desa Silea 704 Ha dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tetembomua
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Mata Iwoi
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tawapandere
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Kawasan Hutan lindung.
A.2 Keadaan Iklim Sebagaimana desa-desa lain diwilayah Indonesia mempunyai dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Desa Silea Kecamatan Onembute mempunyai tipe iklim B3 menurut Oldeman yaitu 7 bulan basah dan 5 bulan kering. A.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Golongan Umur Jumlah penduduk Desa Silea 876 jiwa yang terdiri dari laki-laki 442 jiwa dan perempuan 436 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 213 yang berada di tiga dusun. Sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel berikut :
36
Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur di Desa Silea Tahun 2015 Jenis Kelamin Golongan Jumlah Persentase Umur (Thn) (Jiwa) (%) Laki – Laki Perempuan 0 – 10 67 71 138 15,75 11 – 55 299 301 600 68,50 > 56 76 62 138 15,75 Jumlah 442 434 876 100,00 Sumber : Monografi Desa Silea tahun 2015. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk Desa Silea tergolong umur produktif. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang sebagian besar berada pada kisaran umur 11–55 tahun sebanyak 600 jiwa atau 68,5%.
A.4 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan masyarakat Desa Silea di bedakan
atas beberapa
kelompok yaitu belum/tidak sekolah, tidak tamat Sekolah Dasar, tamat Sekolah Dasar (SD), tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP) tamat Sekolah Menengah Atas, dan Diploma/Sarjana. Untuk dapat melihat tingkat pendedikan dapat di lihat dari tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal di Desa Silea Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6
Tingkat Pendidikan Formal Belum Sekolah/Tidak Tamat SD/Buta Huruf Tamat Sekolah Dasar (SD) Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi (D3) Tamat Perguruan Tinggi (PT) Jumlah
Sumber :Monografi Desa Silea tahun 2015.
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
234
26.71
297 179 163 3 876
33.90 20.43 18.61 0.34 0 100,00
37
Dari data pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Silea secara umum masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang belum sekolah/tidak tamat SD/buta huruf dan yang tamat SD sebanyak 531 jiwa atau 60,62% dari jumlah penduduk yang ada.
A.5 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Silea merupakan desa pertanian, maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut : Tabel 3. Jumlah Kepala Keluarga Menurut Mata Pencaharian di Desa Silea Tahun 2015 No Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Petani 175 82,16 2 Pedagang 18 8,45 3 Lain-lain (buruh / sopir) 20 9,39 Jumlah 213 100,00 Sumber : Monografi Desa Silea Tahun 2015
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar kepala keluarga di Desa Silea bermata pencaharian sebagai petani yakni 175 jiwa atau 82,16% dari jumlah kepala keluarga yang ada. Dari 175 penduduk yang bertani 96% adalah petani kakao, 2% petani lada dan sisanya petani buah (salak dan semangka) dan sayuran. A.6 Sarana dan Prasarana Kondisi sarana dan prasarana Desa Silea secara garis besar dapat dilihat pada Tabel 4.
38
Tabel 4. Keadaan Sarana dan Prasarana di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe Tahun 2016. Sarana dan prasarana Jumlah Balai Pertemuan Desa 1 Unit Jalan Kabupaten 27 Km Jalan Kecamatan 7 Km Jalan Desa 15 Km Mesjid/Mushola 2 Unit Perkuburan 1 Unit Lapangan Sepak Bola 1 Unit Pasar Tradisional 1 Unit Sekolah 5 Unit Jembatan 1 Unit Sumber : Monografi Desa Silea tahun 2015
Desa Silea merupakan salah satu desa yang di bentuk berdasarkan program transmigrasi. Keragaman suku bangsa tersebut berpengaruh pada kondisi dan jenis sarana dan prasarana desa berdasarkan kebutuhan suku dan agama yang ada di Desa Silea. Berbagai macam sarana dan prasarana yang ada di Desa Silea seperti, Balai Pertemuan Desa, Jalan Kabupaten, Jalan Kecamatan, Jalan Desa, Masjid/Mushalla, Perkuburan, Lapangan Sepak Bola, Sekolah, Jembatan. Jumlah sarana prasarana yang ada di Desa Silea cukup memadai karena semua kebutuhan kebutuhan berdasarkan agama, pendidikan dan infrastruktut desa lainnya sudah terpenuhi, sehingga aktivitas dalam desa dapat berjalan dengan baik. B.
Hasil Penelitian
B.1. Identitas Petani Responden Identitas
merupakan
indikator
untuk
menggambarkan
keragaman
sumberdaya manusia dalam kegiatan bidang pertanian. Identitas petani merupakan keadaan petani yang mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan kegiatan usaha taninya. Identitas petani meliputi: umur, pendidikan, pengalaman berusaha dan jumlah tanggungan keluarga.
39
B.1.1. Umur Umur petani sangat mempengaruhi kemampuan bekerja dan cara berpikir, sehingga secara langsung akan berpengaruh terhadap pengelolaan usahataninya. Umumnya petani muda mempunyai kemampuan fisik yang lebih baik dan lebih giat mengadopsi teknologi dan informasi dibandingkan dengan petani yang berumur tua. Tetapi petani yang berumur tua umumnya mempunyai pengalaman kerja yang banyak sehingga lebih matang dalam mengelola usahataninya dan lebih berhati-hati dalam menghadapi teknologi dan informasi, tetapi kemampuan fisiknya sudah mulai menurun. Menurut Soeharjo dan Patong (1986), kelompok umur yang tergolong produktif yaitu berkisar antara 15-55 tahun sedangkan kelompok umur yang tidak produktif berada pada kisaran 55 tahun ke atas. Untuk lebih jelasnya keadaan umur responden di Desa Silea dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini : Tabel 5. Keadaan Umur Responden di Desa Silea Tahun 2016 Fermentasi Non Fermentasi Kelompok Umur No Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Tahun) (Jiwa) (%) (Jiwa) (%) 1 15-55 (Produktif) 23 100 39 98,04 2 > 55 (Kurang Produktif) 1 1,96 Jumlah 23 100 40 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa seluruh responden yang menerapakan teknik fermentasi tergolong umur produktif. Sedangkan responden yang tidak menerapkan teknik fermentasi sebagian besarnya juga tergolong umur produktif yakni 98,04% (40 jiwa). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan fisik maupun
40
kemampuan responden dalam berpikir cukup baik sehingga usahataninya pun akan dikelola dengan baik. B.1.2 Pendidikan Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang pernah diikuti oleh petani responden. Pada umumnya pendidikan berpengaruh terhadap cara berpikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis dalam mengembangkan usahatani untuk memperoleh hasil yang optimal dan pendapatan yang lebih menguntungkan.Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini : Tabel 6. Tingkat Pendidikan Responden di Desa Silea Tahun 2016 Fermentasi Non Fermentasi No Pendidikan Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Jiwa) (%) (Jiwa) (%) 1 2 3
SD SMP SMA Jumlah
6 10 7 23
26,08 43,47 30,43 100,00
20 16 4 40
50,00 40,00 10,00 100,00
Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016.
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa sebagian besar dari petani responden yang menerapkan teknik fermentasi menempuh pendidikan hingga jenjang pendidikan SMP sebanyak 10 jiwa (43.47%), sedangkan responden yang tidak menerapkan teknik fermentasi sebagian besar menempuh pendidikan SD sebanyak 20 jiwa (50%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden secara umum masih tergolong rendah.
41
B.1.3 Pengalaman Berusahatani Pengalaman berusahatani memiliki peran yang sangat penting bagi seorang petani khususnya dalam menerima dan menerapkan teknologi baru. Pengalaman seorang petani dapat dilihat dari lamanya seseorang melaksanakan kegiatan sebagai petani. Semakin lama pengalaman seseorang sebagai petani, dapat diasumsikan bahwa petani tersebut cenderung semakin terampil atau mantap dan matang dalam menghadapi masalah-masalah dalam usahataninya. Pengalaman berusahatani diharapkan dapat menambah kemampuan petani dalam bertindak secara rasional dengan tetap memperhatikan segala resiko yang mungkin terjadi seperti pada masa-masa lampau yang telah dilaluinya. Menurut Soeharjo dan Patong (1986) pengalaman berusahatani dikatakan cukup apabila telah menggeluti pekerjaan berusahatani selama 5–10 tahun, sedangkan 10 tahun ke atas dikategorikan berpengalaman dan kurang dari 5 tahun dikategorikan kurang pengalaman. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pengalaman berusahatani untuk kelompok petani yang menerapkan teknik fermentasi biji kakao berkisar antara 5-17 tahun dan 5–19 tahun untuk kelompok yang tidak menerapkan teknik fermentasi biji kakao. Untuk mengetahui sebaran responden berdasarkan pengalaman berusahatani dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengalaman Berusahatani Responden di Desa Silea Tahun 2016 Fermentasi Non Fermentasi Pengalaman No Berusahatani Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Tahun) (Jiwa) (%) (Jiwa) (%) 1 < 5 (Kurang) 2 5 – 10 (Cukup) 7 30,43 18 45,00 3 >10 (Berpengalaman) 16 69,56 22 55,00 Jumlah 23 100,00 40 100,00 Sumber : Data primer setelah diolah tahun 2016
42
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa sebaran responden yang menerapkan teknik fermentasi maupun yang tidak menerapkan teknik fermentasi berada pada kategori cukup (30,43% dan 45%) dan telah berpengalaman (69,56% dan 55%) dalam usahatani kakao. Hal ini juga menunjukkan bahwa pengalaman berusahatani mampu mempengaruhi responden dalam memilih menerapkan teknik fermentasi atau tidak menerapkan teknik fermentasi.
B.1.4 Jumlah Tanggungan Keluarga Anggota keluarga petani terdiri dari petani itu sendiri, istri, anak dan anggota keluarga lainnya yang menjadi tanggungan petani. Jumlah anggota keluarga petani akan berpengaruh bagi petani dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dalam hal usahataninya, karena anggota keluarga petani dapat merupakan sumber tenga kerja dalam usahatani terutama anggota keluarga yang produktif selain itu jumlah anggota keluarga merupakan salah satu potensi yang sangat menentukan dalam peningkatan produksi dan pendapatan petani. Menurut Soeharjo dan Patong (1986) yang termasuk tanggungan keluarga kecil berkisar antara 1–4 orang dan 4 orang keatas termasuk tanggungan keluarga besar. Jumlah tanggungan keluarga responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini : Tabel 8. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden di Desa Silea Tahun 2016 Fermentasi Non Fermentasi Jumlah Tanggungan No Jumlah Persentase Jumlah Persentase Keluarga (Jiwa) (Jiwa) (%) (Jiwa) (%) 1 1 – 4 (Kecil) 16 69,56 25 62,50 2 > 4 (Besar) 7 16.10 15 37,50 Jumlah 23 100,00 40 100,00 Sumber : Data primer setelah diolah tahun 2016.
43
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah tangungan keluarga baik petani responden yang menerapkan teknik fermentasi (69,86%) maupun tanggungan keluarga petani responden yang tidak menerapkan teknik fermentasi (62,5%) memiliki tanggungan keluarga kecil.
B.1.5 Luas Lahan Garapan Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan skala usaha pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian (Soekartawi, 1986). Lahan merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan besar kecilnya produksi yang akan diperoleh seorang petani. Semakin luas lahan yang dimiliki seorang petani diharapkan produksi usahataninya pun akan semakin tinggi. Hernanto (1994) mengemukakan bahwa luas lahan pertanian dikategorikan dalam tiga, yaitu : luas lahan garapan sempit (< 0,5Ha), luas lahan garapan sedang (0,5–2,00 Ha) dan luas lahan garapan luas (>2,00 Ha). Hasil penelitian menunjukkan luas lahan garapan petani responden yang menerapkan teknik fermentasi berkisar antara 1–4 Ha dengan rata-rata 1,6 Ha dan untuk responden yang tidak menerapkan fermentasi berkisar antara 1–2 Ha dengan rata-rata 1,3 Ha. Sebaran responden menurut luas lahan dapat dilihat pada Tabel 9 berikut. Tabel 9. Luas Lahan Garapan Responden di Desa Silea Tahun 2016 Fermentasi Non Fermentasi Luas Lahan No Garapan Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Ha) (%) (Jiwa) (%) (Jiwa) 1. < 0,5 (sempit) 2. 0,5 – 2,0 (sedang) 20 86,96 40 100,00 3. > 2,0 (luas) 3 13,04 Jumlah 23 100,00 40 100,00 Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
44
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa petani yang menerapkan dan yang tidak menerapkan teknik fermentasi memiliki lahan garapan dengan kategori sedang. Data tersebut juga menunjukkan bahwa seluruh (100%) petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi memiliki luas lahan garapan dengan kategori sedang. Sedangkan untuk petani yang menerapkan teknik fermentasi yaitu sebesar 13,04% (3 orang) memiliki luas lahan dengan kategori luas. Luas lahan garapan akan berpengaruh pada produksi usahatani. Semakin luas lahan garapan maka semakin tinggi pula produksi yang diperoleh dan sebaliknya.
B.2. Proses Pengolahan Biji Kakao Proses pengolahan biji kakao dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dengan menggunakan teknik fermentasi dan tanpa menggunakan teknik fermentasi. Adapun proses produksi pengolahan biji kakao tersebut di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe diuraikan dalam Tabel 10 berikut. Tabel 10. Proses Pengolahan Biji Kakao No 1
2
Uraian Kegiatan Pemisahan biji kakao dari kulit buah
Biji kakao dimasukkan ke dalam peti/ kotak fermentasi
Fermentasi Biji kakao yang diperoleh dari produksi usahatani dipisahkan dari kulit buah dengan menggunakan parang.
Non Fermentasi Biji kakao yang diperoleh dari produksi usahatani dipisahkan dari kulit buah dengan menggunakan parang
(tidak ada) Biji kakao yang telah dikeluarkan dari kulit buah dimasukkan ke dalam peti/ kotak fermentasi dan ditutup dengan menggunakan karung goni. Proses ini ditujukan untuk proses fermentasi atau peluruhan lendir (pulp) dari kulit biji.
45
Lanjutan Tabel 10. 3 Pengadukan biji kakao
4
Pengeringan
5
Sortasi
Tumpukkan biji kakao di dalam kotak di aduk setiap satu hari sekali agar panas yang dihasilkan dalam proses fermentasi dapat merata Biji kakao yang telah melalui proses fermentasi di keluarkan dari kotak, yang kemudian diletakkan di atas waring guna dilakukan pengeringan dengan menjemur dibawah terik matahari. Setelah dikeringkan, biji kakao yang telah kering dipilah berdasarkan kualtias yang diketahui oleh petani, kemudian dimasukan ke dalam karung untuk dijual.
(tidak ada)
Biji kakao yang telah telah di pisahkan dari kulit buah, kemudian diletakkan di atas waring dan dilakukan pengeringan dengan cara menjemur dibawah terik matahari. Setelah dikeringkan, biji kakao yang telah kering dipilah berdasarkan kualtias yang diketahui oleh petani, kemudian dimasukan ke dalam karung untuk dijual.
Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa perbedaan proses pengolahan biji kakao di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe dengan teknik fermentasi dan non fermentasi terletak pada tahapan ketiga dimana proses non fermentasi, biji kakao tidak melalui perlakuan khusus dengan dimasukkan ke dalam kotak fermentasi. Berbeda halnya dengan tahapan fermentasi dimana biji kakao dimasukkan ke dalam kotak dan diaduk selama proses tersebut. Tujuan fermentasi adalah untuk meluruhkan lendir dari kulit biji, dalam hal ini untuk meningkatkan mutu teknis biji kakao sehingga kadar air, kadar jamur dan kadar kulit biji semakin rendah. Menurut Karmawati, dkk (2010), untuk mendapatkan harga jual yang tinggi, biji kakao yang telah dipanen harus segera diolah. Pengolahan pasca panen biji kakao yang benar dilakukan dengan tahapan-tahapan yang mampu menjaga
46
mutu biji agar tetap optimal. Tahapan-tahapan pengolahan pasca panen kakao tersebut antara lain fermentasi, pencucian, pengeringan, sortasi, pengemasan, dan penyimpanan. Uraian mengenai tahapan pengolahan biji kakao teknik fermentasi dan non fermentasi setelah pemanenan (pasca panen) yang diterapkan di Desa Silia juga dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
FERMENTASI
NON FERMENTASI
Pemisahan Biji
Pemisahan Biji
Pengkotakkan Pengeringan Pengadukkan
Pengeringan
Sortasi
Sortasi
Gambar 2. Skema Produksi Biji Kakao Fermentasi dan Non Fermentasi
B.3
Produksi Produksi adalah hasil produksi sebagai akibat bekerjanya berbagai faktor
produksi sekaligus dalam hal ini tanah, tenaga kerja dan modal. Produksi merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam penerimaan usahatani. Selain itu, produksi juga merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam usahatani, oleh karena itu setiap petani berusaha agar produksi usahatani yang
47
dikelolanya tinggi. Semakin tinggi produksi yang dihasilkan maka semakin berhasil pula usahatani yang dikelola (Mubyarto, 2001) Jumlah produksi yang dihasilkan responden yang menerapkan teknik fermentasi berkisar antara 400–1.800 kg dengan rata-rata 728 kg dan yang tidak menerapkan teknik fermentasi berkisar antara 400– 950 kg dengan rata–rata 612 kg. Untuk lebih jelasnya keadaan produksi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini : Tabel 11. Keadaan Produksi Usahatani Kakao di Desa Silea Tahun 2016 Total Produksi Rata-Rata produksi No Usahatani (Kg) (Kg) 1. Fermentasi 16.740 728 2. Non Fermentasi 24.475 612 Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
Data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa total produksi tanaman kakao untuk petani kakao yang menerapkan teknik fermentasi adalah sebesar 16.780 kg, sedangkan total produksi tanaman kakao untuk petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi adalah sebesar 24.475 kg. Data tersebut juga menunjukkan, untuk rata-rata produksi petani kakao yang menerapkan teknik fermentasi jauh lebih besar dibandingkan dengan rata-rata produksi kakao petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi (728 kg > 612 kg). Besar kecilnya produksi ini dapat menunjukkan sejauh mana petani mampu mengoptimalkan faktor-faktor produksi yang digunakan selama usahatani. Selain itu, faktor pengalaman dalam usahtani bagi kedua kelompok ini juga menentukan besar kecilnya produksi tersebut.
48
B.4
Biaya Produksi Biaya yang digunakan dalam penelitian ini merupakan biaya pengolahan
yang terdiri dari biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi berupa parang, waring, karung, peti/kotak fermentasi dan pengaduk, biaya tetap berupa biaya penyusutan, dan biaya variabel berupa tali, karung pemasaran dan tenaga kerja. Biaya pengolahan yang dikeluarkan petani yang menerapkan teknik fermentasi sebagian besar berada diatas rata-rata biaya produksi yang dikeluarkan responden yang tidak menerapkan teknik fermentasi. Tinggi rendahnya biaya produksi akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan. Lebih jelasnya mengenai keadaan biaya tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini : Tabel 12. Biaya Pengolahan Kakao di Desa Silea Tahun 2016 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9.
Jenis
Jumlah Rata-Rata Biaya Kakao Fermentasi (Rp)
Biaya Investasi Parang Waring Karung Fermentasi Peti/ Kotak Fermentasi Pengaduk Biaya Tetap Penyusutan: 6Parang Waring Karung Fermentasi Peti/ Kotak Fermentasi Pengaduk Biaya Variabel Tali Karung Pemasaran Tenaga Kerja Jumlah
Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
Jumlah Rata-Rata Biaya Kakao Non Fermentasi (Rp)
64.348 274.783 10.000 250.000 20.000
73.000 299.200 -
28.358 137.391 2.500 125.000 10.000
22.444 149.600 -
5.000 36.739 3.433.696 4.397.814
5.000 30.969 498.750 1.078.963
49
Tabel 12 juga menggambarkan jumlah rata-rata biaya pengolahan yang dialokasikan petani kakao dengan teknik fermentasi yaitu sebesar Rp. 4.397.814 dan biaya rata-rata pengolahan dialokasikan petani kakao non fermentasi yaitu sebesar Rp. 1.078.963. Biaya tenaga kerja membutuhkan alokasi dana yang paling besar, yaitu sebesar 3.433.696 atau 78,08% dari total biaya rata-rata untuk petani kakao fermentasi. Sedangkan pada petani kakao non fermentasi biaya tenaga kerjanya sebesar 498.750 atau 46,22% dari total biaya rata-rata untuk pertani kakao non fermentasi. Tinggi rendahnya biaya produksi akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan.
B.5
Analisis Penerimaan dan Pendapatan
B.5.1 Penerimaan Penerimaan merupakan jumlah uang yang diterima oleh petani dari harga produksi usahataninya. Mubyarto (1989) mengemukakan bahwa penerimaan petani terdiri dari penerimaan tunai dan non tunai. Peneriman tunai adalah bentuk penerimaan yang merupakan penerimaan dari hasil penjualan produksi usahatani yang diterima langsung oleh petani. Sedangkan penerimaan non tunai adalah bentuk penerimaan dimana produksi usahatani digunakan langsung atau dikonsumsi oleh keluarga petani. Faktor yang mempengaruhi besarnya penerimaan adalah produktivitas usahatani, harga persatuan produk, waktu pemasaran dan kualitas hasil, sehingga untuk meningkatkan penerimaan petani perlu meningkatkan hasil produksi usahatani, meninkatkan kualitas dan harga pasar terjamin.
50
Tinggi rendahnya penerimaan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya produksi dan harga jual produk itu sendiri, di lain sisi harga jual dipengaruhi oleh kualitas biji kakao yang dihasilkan. Dalam penelitian ini harga jual untuk kakao fermentasi sebesar Rp.31.000/Kg, sedangkan harga jual kakao non fermentasi sebesar Rp.22.000/Kg. Penerimaan petani kakao yang menerapkan teknik fermentasi berkisar antara Rp. 12.400.000–Rp. 55.800.000 sedangkan penerimaan petani kakao yang tidak menerapkan teknik fermentasi berkisar antara Rp. 9.350.000 – Rp. 20.900.000. Keadaan penerimaan responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini. Tabel 13. Keadaan Penerimaan Usahatani Kakao di Desa Silea Tahun 2016 Penerimaan No Usahatani Total Penerimaan Rata-Rata Penerimaan (Rp) (Rp) 1. Fermentasi 518.940.000 22.562.609 2. Non Fermentasi 538.450.000 13.461.250 Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
Data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa total penerimaan petani yang menerapkan teknik fermentasi adalah sebesar Rp. 518.940.000, sedangkan yang tidak menerapkan teknik fermentasi memiliki total penerimaan 538.450.000. Perbedaan total penerimaan ini lebih dikarenakan oleh jumlah petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi lebih besar dibandingkan dengan petani yang menerapkan teknik fermentasi. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian rendahnya minat petani untuk menerapkan teknik fermentasi disebabkan oleh keterbatasan modal dalam menerapkan teknik ini. Adapun rata-rata penerimaan petani yang menerapkan teknik fermentasi adalah sebesar Rp. 22.562.609 dan untuk petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi memiliki rata-rata
51
penerimaan sebesar Rp. 13.461.250. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan rata–rata responden yang menerapkan teknik fermentasi lebih tinggi dari penerimaan rata–rata responden yang tidak menerapkan teknik fermentasi. Tinggi rendahnya penerimaan akan mempengaruhi tinggi rendahnya pendapatan.
B.5.2 Pendapatan Pendapatan usahatani diperoleh dari total penerimaan dikurangi total biaya dalam suatu proses produksi (Soekartawi, 2010). Sehingga tinggi rendahnya pendapatan dalam usahatani dipengaruhi oleh tinggi rendahnya penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan petani yang menerapkan teknik fermentasi berkisar antara Rp. 11.022.278–Rp. 51.509.167, sedangkan petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi berkisar antara Rp. 8.135.833–Rp. 19.414.167. Untuk melihat sebaran pendapatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini: Tabel 14. Keadaan Pendapatan Usahatani Kakao di Desa Silea Tahun 2016 Pendapatan No Usahatani Total Pendapatan Rata-Rata Pendapatan (Rp) (Rp) 1. Fermentasi 417.790.278 18.164.795 2. Non Fermentasi 495.291.472 12.382.287 Sumber : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
Data pada Tabel 14 menunjukkan bahwa total pendapatan petani kakao yang menerapkan teknik fermentasi adalah sebesar Rp. 417.790.278, sedangkan petani kakao non fermentasi memiliki total pendapatan sebesar 495.291.472. Adapun pendapatan rata-rata petani kakao yang menerapkan teknik fermentasi adalah sebesar Rp. 18.164.795, sedangkan petani kakao non fermentasi memiliki pendapatan rata-rata sebesar 12.382.287. Data tersebut juga menunjukkan
52
walaupun total pendapatan petani non fermentasi jauh lebih besar dari total pendapatan petani fermentasi, akan tetapi pendapatan rata-rata petani yang menerapkan teknik fermentasi biji kakao lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan rata-rata petani yang tidak menerapkan teknik fermentasi biji kakao. Tingginya pendapatan rata-rata petani kakao yang menerapkan teknik fermentasi ini sejalan dengan tingginya rata-rata penerimaan yang diperolehnya, begitupun dengan rendahnya rata-rata penerimaan petani non fermentasi yang sejalan dengan rendahnya rata-rata penerimaan yang diperoleh.
B.5.3 Analisis Perbedaan Pendapatan Berdasarkan data pendapatan usahatani yang telah diuraikan di atas dan juga yang disajikan lebih jelas pada lampiran penelitian ini, dapat dilihat bahwa pendapatan responden yang menerapkan teknik fermentasi lebih tinggi dari pendapatan responden yang tidak menerapkan teknik fermentasi. Untuk membuktikan secara ilmiah melalui metode statistik apakah perbedaan yang diperoleh ini nyata maka dilakukan analisis perbedaan mengenai pendapatan dengan uji beda nyata atau uji t. Tabel 15. Hasil uji t Nilai Uji t 2,778
Signifkansi t hitung 0,00
Signifikansi 95% 0,05
Kesimpulan : Signifikansi thitung < α 0,05 pada taraf kepercayaan 95%. Artinya terdapat perbedaan yang nyata antara pendapatan petani yang menerapkan teknik fermentasi dengan yang tidak menerapkan teknik fermentasi. Dari hasil analisis uji-t pada petani kakao fermentasi dan non fermentasi tersebut diperoleh nilai t hitung sebesar 2,778 dengan nilai signifikansi 0,00. Hal
53
ini menunjukkan nilai Signifikansi thitung < α
0,05.
Artinya pada taraf kepercayaan
95% terdapat perbedaan nyata antara pendapatan petani kakao yang menerapkan teknik fermentasi dan petani kakao yang tidak menerapkan teknik fermentasi. Rata-rata pendapatan petani kakao fermentasi adalah sebesar Rp.18.164.795 dan petani kakao non fermentasi Rp. 12.382.287. Adapun penyebab terjadinya perbedaan rata-rata pendapatan petani kakao fermentasi dari pada petani non fermentasi adalah perbedaan harga kakao yang dihasilkan dari proses fermentasi dan non fermentasi. Produsen akhir akan lebih cenderung menghargai biji kakao fermentasi lebih tinggi dibanding dengan biji kakao non fermentasi. Selanjutnya terdapat perbedaan pemahaman antara petani untuk menerapkan atau tidak menerapkan teknik fermentasi, yang antara lain berdasarkan informasi yang diperoleh dari petani di yang melakukan fermentasi, dikatakan bahwa “biji kering yang difermentasi dihargai lebih tinggi daripada yang tidak difermentasi”. Sedangkan untuk petani yang tidak melakukan fermentasi dikatakan bahwa “lebih baik tanpa fermentasi, karena harga kakao tanpa fermentasi sama atau hampir sama saja dengan yang difermentasi”. Secara struktural, masalah atau faktor penyebab munculnya fenomena tersebut kemungkinan besar adalah skala ekonomi. Di daerah dimana respon kenaikan harganya tidak signifikan fenomena tersebut terjadi karena para pedagang pengumpul yang membeli biji kakao di daerah tersebut secara keseluruhan tidak dapat memenuhi volume atau bobot minimum untuk pengiriman lebih lanjut baik kepada eksportir atau industri pengolahan kakao.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Pendapatan rata–rata petani kakao yang menerapkan teknik fermentasi biji kakao adalah Rp. 18.164.795 sedangkan pendapatan rata-rata petani kakao yang tidak menerapkan teknik fermentasi biji kakao adalah Rp. 12.382.287. 2. Pendapatan petani kakao yang menerapkan teknik fermentasi berbeda nyata dengan pendapatan pentani yang tidak menerapkan teknik fermentasi biji kakao pada baik pada taraf kepercayaan 95%.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, adapun saran yang dapat peneliti sampaikan adalah : 1. Kepada petani kakao di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe, agar menerapkan teknik fermentasi biji kakao sebelum melakukan penjualan biji kakao guna meningkatkan pendapatan. 2. Kepada pemerintah, agar lebih mengoptimalkan bantuan sebagai upaya mengatasi keterbatasan modal yang dialami oleh petani dalam mengolah biji kakao dengan teknik fermentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Baridwan dan Zaki, 2002, Sistem Akutansi Penyusunan Prosedur dan Metode, Erlangga, Jakarta. Bishop, dan W. Toussaint. 1979. Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian. Penerbit Mutiara, Jakarta. BPS 2015. Data Luas Lahan dan Produksi Kakao Kabupaten Konawe. Kantor BPS Sulawesi Tenggara. Kendari. Departemen Pertanian. 2012. Pedoman Teknis Unit Fermentasi Biji Kakao (UFBK). http://www.deptan.go.id/pedum../2.2%29pedoman-UFBK.pdf. Diakses 20 maret 2016. Departemen Pertanian. 2009. Perencanaan Gerakan Nasional Kakao Fermentasi untuk Mendukung Industri Dalam Negeri. http://www.deptan.go.id /news/detail.php?id=618&awal=0&page. Diakses 20 Maret 2016. Dinas Perkebunan dan Hortikultura Sulawesi Tenggara. 2012. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Teknologi Fermentasi Untuk Meningkatkan Kualitas Biji Kakao Indonesia. http://ditjenbun.deptan.go.id / bbp2tpsur/teknologi–fermentasi–untuk-meningkatkan-kualitas-biji-kakaoindonesia. Diakses 19 Maret 2016). Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Statistik Perkebunan Indonesia 2012-2013. Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, 2012, Pedoman Teknik Penanganan Pascapanen Kakao, Jakarta. Dyckman, 2002. Akuntansi Intermediate Jilid Dua. Erlangga. Jakarta. Ginting, RO. 2010. Pengertian Produksi. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19470/.../chapter%2011.pdf Diakses 27 Maret 2016. Hernanto, F., 1994. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Hernanto, F., 1988. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta IAI (Ikatan Akutansi Indonesia, 2004, Standar Akutansi Keuangan Edisi ketiga, Selemba Empat, Jakarta.
56
56
Kamaruddin, 2006. Ensikloedia Manajemen. Erlangga. Jakarta. Karmawati E., Mahmud Z, Syakir M., Munarso J.S., Ardana I.K., dan Rubiyo. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Kementrian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. 2010. Buku Panduan Teknis Budidaya Tanaman Kakao (Theoroma cacao L.). USAID, AMARTA, PPKKI. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta Mubyarto. 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta. Mubyarto. 2001. Ekonomi Pertanian. LP3ES: Jakarta Mulato dan Sri. 2010. Petunjuk Teknis Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. Palina, W, 2011. Teknik Fermentasi Dalam Pengolahan Biji Kakao. http://teknologi.kompasiana.com/terapan/2011. Diakses 25 Maret 2016 Peraturan Menteri Pertanian (2012) Tentang pedoman penanganan pasca panen kakao .//Permentan.No.51.th.2012.ttg.pacapanen.kakao.pdf/. Diakses 26 Maret 2016 Permatasari, D., 2014, Analisis Pendapatan Usahatani Gula Tumbu (Kasus Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus), Skripsi. Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro. Semarang. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budi Daya Kakao. Agro Media Pustaka, Jakarta Rahmawati, F., dan Hadiwiyono, V., 2004, Analisis Waktu Tunggu Tenaga Kerja Terdidik di Kecamatan Jebres Kota Surakarta Tahun 2003. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negri Sebelas Maret, Surakarta. Rianse, U dan Abdi .2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, Teori dan Aplikasi. Penerbit Alfabeta. Bandung. Rosjidi, 1999, Teori Akutansi: Tujuan, Konsep dan Struktur Edisi Pertama, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonimi Universitas Indonesia, Jakarta.
57 57
Septria, Y. 2010. Penelitian tentang Analisa Perbandingan Tingkat Keuntungan Petani dengan Tingkat Keuntungan Pedagang dalam Pemasaran Kakao di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. Skripsi Fakultas Pertanian. Universitas Padang. Siahaan, WA. 2011 .Analisis Usaha tani dan Pemasaran Kakao. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24809/chapterII.pdf. Siregar, Surya Amri. 2009. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Soeharjo dan Patong, D. 1986. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI – Press, Jakarta. Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi. CV. Rajawali, Jakarta. Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press, Jakarta. Soekartawi. 1995. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil Pertanian Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta. Soekartawi. 2010. Aribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sofyan A. 1992. Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit FEUI,
Jakarta. Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan RAD), Alfabeta, Jakarta. Sunanto, H., 1992. Cokelat. Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonomi. Kanisisus, Yogyakarta. Tjitrosoepomo (1988). Buku Pintar Budidaya Kakao. Pusat penelitian Kopi Dan Kakao. Agro Media Pustaka. jakarta. http://old.bukabuku.com/search/index?searchtype=author&searchtext=Pusat PenelitianKopidanKakao. Diakses 28 april 2016 Winardi, 1992. Manajemen Perilaku Organisasi. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. Wulandary, A., 2014. Penelitian Tentang Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Fermentasi Kakao dan Non Fermentasi Kakao (Studi Kasus di Desa Batulappa, Kecamatan Larompong Selatan, Kabupaten Luwu. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas hasanuddin. Makassar.
58
LAMPIRAN
58
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Oktober 1993 di Uepai, Kabupaten Konawe.Penulis .Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Penulis merupakan anak dari pasangan Alm. Markus Sapa dan Almh. Ibu Sumartini. Penulis menyelesaikan pendidikan SD di SDN SDNegeri I Olo-Oloho Olo pada Tahun 2005, SMP Negeri 1 Uepai pada tahun 2008, SMA A Negeri 1 Uepai pada Tahun 2011. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi tepatnya di Universitas Halu Oleo dan di terima di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Uni Universitas Halu Oleo melalui Jalur SNMPTN. PTN. Tahun 2015 penulis memenuhi salah satu tuntutan Tridharma Perguruan Tinggi dengan melakukan penelitian yang berjudul Analisis Pendapatan Petani Kakao yang Menerapkan dan yang Tidak Menerapkan Teknik Fermentasi di Desa Silea, Kecamatan Onembute, Kabupaten Konawe dan Insya Allah Penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan berkepentingan.
56 59
Lampiran 2 Peta Lokasi Penelitian
57 60
Lampiran 3 DAFTAR KUESIONER PENELITIAN Nomor ...............
A. IDENTITAS RESPONDEN a. Nama : ............................................... b. Umur
: ...............................................
c. Jenis Kelamin
: ...............................................
d. Pendidikan
: ................................................
e. Lamanya berusahatani : ................................................ f. Jumlah anggota keluarga
: ................................................
g. Pengolahan pasca panen
: a. Fermentasi
b. Non fermentasi
h. Luas Lahan
: ..............................................
i. Status Lahan
: a. Hak Milik
b. Bagi Hasil
c. Sewa )*
B. PRODUKSI USAHATANI KAKAO a. Jumlah produksi : ............... Kg b. Harga jual
: Rp........................./Kg
C. PENGGUNAAN TENAGA KERJA Pasca panen -
Pria,......orang, ......hari. Upah/hari/orang Rp...................=Rp..................
-
Wanita,......orang, ......hari. Upah/hari/orang Rp. ..............=Rp..................
-
Anak-anak......orang, ......hari. Upah/hari/orang Rp..............=Rp............
-
Sewa = Rp.....................
58 61
D. PERALATAN YANG DIGUNAKAN Jenis Peralatan 1. Parang 2. Waring 3. Tali 4. Karung Fermentasi 5. Karung Pemasaran 6. Peti/ Kotak Fermentasi 7. ............ 8. ............
Jumlah
Harga Awal (Rp)
Umur Ekonomis (Rp)
Lama Pemakaian (Bulan)
59 62
Lampiran 4 Data Identitas Responden Yang Menerapkan Teknik Fermentasi Desa Silea Tahun 2016 No
Nama
1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
2 Hamka Wardi M. Tawil Sumardi Rusdi Pasennangi Sandi Samsu Wahyu Ruslan Hasbar Kadir Hasbi Baso Dedi Risal Risdar Berni S. Dirmanto Semmeng Sahrul Abd. Latif Hamsah Jumlah Rata-rata
Umur (Tahun ) 3 45 47 35 27 37 43 30 40 29 32 47 42 30 45 39 41 31 47 41 45 35 45 41 894 38,86
Pendidika n 4 SMP SMP SMA SMA SMP SMA SMP SMP SMA SMA SD SMP SD SMP SMA SMP SMP SD SD SD SMA SD SMP
Pengalaman Berusahatan i (Tahun) 5 13 15 10 5 10 13 9 12 7 7 12 10 9 14 10 10 8 17 10 10 9 12 13 245 10,65
Tanggunga n Keluarga (Jiwa) 6 3 2 2 2 4 3 2 3 4 4 3 4 3 4 2 4 2 5 3 2 3 1 3 68 2,95
Luas Lahan (Ha) 7 1 1 2 1 1 1,5 1 4 2 1 1 1 3 2 1 1 1 1 2 2 4 2 1 37,5 1,63
60 63
Lampiran 5. Data Identitas Responden Yang Tidak Menerapkan Teknik Fermentasi Desa Silea Tahun 2016 No
Nama
Umur (Thn)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Enre Isar Idris Biru Baharuddin Basri Bahr. L Ambo Asse Abd. Hakim Rahman M. Tahir Yusuf Sirajjudin Arman Padli Sabrisaba Ilham Suyuti Dg. Jalling MUH. Ali Midding Usman B Muksin Bustan Nirwan Said Rustam Bakkareng Nasir Samsu Alam Bahri Sudrman Mahide Bahar M Radi Karnadi
27 39 40 47 41 45 40 45 35 29 55 29 40 28 26 30 27 45 49 50 42 37 30 27 26 40 50 55 42 40 40 39 56 29 47 30
Pengalaman Tanggungan Keluarga Pendidikan Berusahatani (Jiwa) (Tahun) SMP 10 2 SMP 9 4 SD 12 4 SD 10 3 SD 10 4 SD 10 3 SMA 15 4 SMP 10 2 SMP 8 3 SMA 10 2 SD 12 2 SMP 10 2 SMP 15 3 SMP 10 4 SMP 7 4 SD 10 3 SMA 5 1 SD 15 2 SD 10 3 SMP 10 4 SD 9 2 SMP 9 2 SD 10 2 SMP 10 1 SMP 7 2 SD 9 2 SD 10 2 SD 15 2 SD 8 4 SD 10 3 SMP 10 4 SMP 9 2 SD 13 4 SMP 10 2 SD 10 5 SMA 7 2
Luas Lahan (Ha) 1,5 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1,5 1 1 2 2 1 1,5 1 2 1 2 1 1
61 64
37 38 39 40
Hartono Supriadi Darling Anwar Jumlah Rata-rata
37 40 45 45 1.564 39,1
SMP SD SD SD
10 10 16 12 412 10,3
Lanjutan Lampiran 5 3 1 2 1 5 2 4 2 114 53 2,85 1,32
62
63
Lampiran 7
64
65
Lampiran 8
66
Lampiran 9
Perhitungan Perbedaan Pendapatan Antara Petani Kakao yang Menerapkan Teknik Fermentasi dan yang Tidak Menerapkan Teknik Fermentasi
Lampiran 10.
67 70
68 71
Lampiran 11 Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Data Monografi Desa di Kantor Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe
69 72
Gambar 2. Jalan Menuju Perkebunan Kakao Warga di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe
Gambar 3. Kondisi Perkebunan Kakao di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe
70 73
Gambar 4. Kotak Fermentasi dan Karung Goni
Gambar 5. Waring Untuk Penjemuran Kakao
71 74
Gambar 6. Wawancara dengan Responden (Petani Kakao)