EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Diajukan Oleh: NIA ANGGRAINI 102082026204
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL /AKUNTANSI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 / 1429 H
EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN (STUDI KASUS PADA KPP JAKARTA KEBAYORAN BARU SATU)
Skripsi Diajukan Kepada Fakutas Ekonomi dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh: NIA ANGGRAINI NIM. 102082026204
Dibawah Bimbingan:
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM
Rini, SE, AK, Msi
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008 / 1429 H
Hari ini Kamis Tanggal 29 Bulan Mei Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Nia Anggraini NIM: 102082026204 dengan judul skripsi “EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 29 Mei 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Rini SE, Ak, Msi Ketua
Yessi Fitri SE, Ak, Msi Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji Ahli
Hari ini Jum’at Tanggal 12 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Nia Anggraini NIM: 102082026204 dengan judul skripsi “EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 Desember 2008
Tim Penguji Ujian Skripsi
Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM Ketua
Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA Penguji Ahli
Rini, SE, AK, MSi Sekretaris
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Nia Anggraini
Jenis kelamin
: Perempuan
Tempat, tanggal lahir
: Jakarta, 12 Mei 1984
Agama
: Muslim
Alamat
: Jl. Villa Mutiara V Blok. MM No.5 Rt.002/04 Sawah Baru Ciputat 15413
Nomor telepon
: (021) 7492308 / 95165194
Riwayat Pendidikan 1. MI Nurul Falah
: Tahun 1996
2. MTs Soebono Mantofani
: Tahun 1999
3. MAN 4 Jakarta
: Tahun 2002
4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
: Tahun 2008
Pengalaman Organisasi 1. Voice Of Communication (VOC) UIN Syarif Hidayatullah
ABSTRACT Accomplishment of Tax Inspection for the letter of Annual Information of Income– Tax of Corporation Tax- Payer (Study cases in the office of Tax Service Jakarta Kebayoran Baru Satu) Oleh: Nia Anggraini The aim of research is to know the accomplishment of Tax Inspection the implementation of inspector on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu for the letter of Annual Information of Income- Tax corporation Tax- Payer. The methode used in this research is descriptive method with the unique variability which consist of several sub- variabilities, those are: tax- inspection, letter of annual information, income tax and corporation tax- payer. The author uses to analysis statistic descriptive method, that’s mean data presentation with table, while for data spreading calculation is with mean average calculation. The data of this research taken from the profile of the tax service on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, observation, and interview with the inspector of income- tax corporation taxpayer. The sample that used for the research is each tax- payer corporation on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu. The scope of inspection with to be done in this research is sample field inspection, the accomplishment of inspection is done in three steps, those are: preparation, accomplishment and report making. The result of data analysis show that the accomplishment of tax inspection in the office of tax service Jakarta Kebayoran Baru Satu already implement system with the effective enough, can be know that the number of corporation tax- payer who registered in the tax service on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu the data of December, 31, 2006 is 6.216 tax- payers, which 1.775 corporations are the effective tax- payers and 4.441 corporations are non- effective tax- payers. Until December, 31, 2006 the number of corporation tax- payer who gave the letter of annual information is only 1.688 tax- payers, the number of letter of annual information which noted in tax year 2005 is 1.705 letters, in the tax year 2004 is 1.618 letters, whereas for tax year 2007 will be reporting in tax year 2008. Key word: Tax Inspection, Letter of Annual Information, Corporation Tax Payer
ABSTRAK Evaluasi atas Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu) Oleh: Nia Anggraini Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh pemeriksa pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. Dalam penelitian ini digunakan metode deskriftif dengan variabel tunggal yang terdiri dari beberapa sub variabel yaitu pemeriksaan pajak, SPT Tahunan, Pajak Penghasilan, dan Wajib Pajak Badan, penulis juga menggunakan metode analisis statistik deskriftif dengan menggunakan rumus Rata-rata hitung (Mean) yakni dengan penyajian data dengan tabel, sedangkan untuk perhitungan data dengan perhitungan rata-rata. Data penelitian ini diperoleh dari profile KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, pengamatan, dan wawancara dengan pemeriksa pajak diseksi PPh Badan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak Badan pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu. Ruang lingkup pemeriksaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Pemeriksaan Sederhana Lapangan, pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pembuatan laporan. Hasil pengelolaan data menunjukkan bahwa pelaksanaan pemeriksa pajak pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu telah melaksanakan sistem pemeriksaan pajak dengan cukup efektif, diketahui bahwa Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP Jakarta Kebayoran Baru satu per 31 Des’2006 adalah sejumlah 6.216 Wajib Pajak Badan, yaitu 1.775 merupakan Wajib Pajak efektif dan 4.441 adalah Wajib Pajak Non-efektif. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2006 Wajib Pajak Badan yang mau melaporkan SPT Tahunannya hanya 1.688 Wajib Pajak Badan, untuk SPT yang masuk tahun pajak 2005 adalah 1.705 SPT, tahun pajak 2004 adalah 1.618 SPT, sedangkan untuk tahun pajak 2007 baru akan dilaporkan pada tahun pajak 2008. Kata kunci: Pemeriksaan Pajak, SPT Tahunan,Wajib Pajak Badan.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahi Robil ’Alamin, Maha Suci Allah yang Maha Kuasa. Segala puji bagimu ya Allah, yang membuat semua hal menjadi mungkin, yang membuat sulit menjadi mudah, dan membuat perih terasa nikmat. Sujud syukurku atas rahmat dan rizkiMu serta semua pemberianmu untukku, sehingga aku dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan semoga Allah melimpahkan sholawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, kepada para Anbiya, para utusan-Nya, keluarganya dan kepada para sahabatnya sekalian, Aamiin. Dengan seiring kasih sayang kedua orang tuaku, aku ucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga untukmu Ibu dan Bapakku tercinta, terima kasih atas semua dukungan, semangat dan do’a, kesabaran, cinta dan kasih sayangnya yang telah engkau berikan kepadaku, sehingga aku mampu menyelesaikan skripsi ini (maafkan semua kesalahanku). Adik-adikku tersayang yang selalu mengiringi dan mendukung hidupku (Ria maniez, Agil, Ardi…, serta adik kecilku yang paling Luchu Alliyan, I love U all). Kekasih yang selalu mengisi hari2ku dengan memberi banyak cinta dan kenangan, kesetiaan, semangat dan do’a (Abhank) thanks for everything. Serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberi dukungan dan semangat untuk menjadi yang terbaik. Tak lupa aku ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang memberikan
bimbingan, tuntunan serta bantuan moril dan material dan segala bentuk bantuan yang tak ternilai selama menempuh study, sehingga sekarang penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM selaku Dosen pembimbing I yang
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis. 2. Ibu Rini, SE, AK, Msi selaku Dosen pembimbing II yang telah meluangkan
waktunya
dan
masih
berkenan
membimbing
serta
memberikan pengarahan, motivasi untuk mendapatkan hasil yang terbaik, walupun penulis banyak mengalami hambatan waktu. 3. Bapak Drs., M Faisal Badroen, MBA selaku Dekan FEIS UIN Syarif Hidayatullah. 4. Bapak Prof., Dr., Abdul Hamid, MS selaku Pudek FEIS UIN Syarif Hidayatullah. 5. Bapak Drs., Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA selaku Sekjur FEIS UIN Syarif Hidayatullah. 6. Segenap Bapak / Ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang tak terhingga selama penulis menuntut ilmu di FEIS UIN Syarif Hidayatullah. 7. Segenap staf akademik dan perpustakaan, Ibu Lili, Ibu Novi, Ibu Siska, Ibu Dewi, Pak Zuhro, Pak Ali, Pak Bambang terima kasih. 8. Bapak Sodiqin yang telah memberikan ijin riset di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu.
9. Bapak Priyanto Dan Bapak Hendrawan selaku pemeriksa pajak, serta Bapak David yang telah membantuku dalam memberikan data, terima kasih. 10. Sahabat-sahabatku tercinta, tersayang, yang tak pernah terlupakan, Dewi Ian Lee-a Isna amhell, akhirnya kita lu2s semua I miss Uuuuu…thx for Supporting Mee!! 11. Temen – temen KKNS di Cikeas – Gunung Putri Bogor. 12. Sahabat dan Temen-temen dekat seperjuangan Akuntansi angkatan 2002 FEIS UIN Syahid, I Miss Uuuuuuuuuuu!!! 13. Keluarga besarku tersayang di Potlot, I love you All….! 14. Semua teman yang datang dan pergi yang gak bisa ditulis karena tintanya abieeezzZZ, trima kasih atas rasa sayang dan dukungannya pada saya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis masih merasa banyak kekurangan dan kesalahan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik untuk melengkapi penelitian ini. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, November 2008
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.................................................................
i
ABSTRACT .............................................................................................
ii
ABSTRAK................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR..............................................................................
iv
DAFTAR ISI ............................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xii
BAB I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian .....................................................
1
B. Perumusan Masalah ..............................................................
8
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian.............................................
9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Perpajakan Di Indonesia.................................
11
1. Pengertian Pajak ............................................................
11
2. Fungsi Pajak ...................................................................
13
3. Jenis Pajak ......................................................................
14
4. Asas Pemungutan Pajak ..................................................
17
5. Sistem Pemungutan Pajak ...............................................
18
6. Surat Ketetapan Pajak (SKP)...........................................
19
7. Strategi Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak..................
20
8. Perlawanan terhadap Pajak..............................................
22
B. Pemeriksaan Pajak ................................................................
23
1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak………………………..
23
2. Pengertian Pemeriksaan Pajak…………………………...
24
3. Tujuan Pemeriksaan Pajak……………………………….
25
4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak….
25
5. Petugas Pelaksana Pemeriksaan Pajak…………………...
26
6. Tahap Pemeriksaan Pajak………………………………..
27
7. Jenis Pemeriksaan Pajak……………………………........
31
8. Tehnik Dan Metode Pemeriksaan Pajak…………………
33
9. Prosedur Pemeriksaan……………………………………
34
C. Surat Pemberitahuan (SPT) ...................................................
35
1. Pengertian dan Fungsi SPT .............................................
35
2. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) ....................................
36
3. Bentuk Surat Pemberitahuan ...........................................
37
4. Pihak Pengisi SPT...........................................................
38
5. Batas Waktu Penyampaian dan Perpanjangan SPT..........
38
D. Pajak Penghasilan……………………………………………
39
1. Pengertian Pajak…………………………………………
39
2. Subjek Pajak Penghasilan……………………………….
39
3. Objek Pajak Penghasilan………………………………..
40
E.
W ajib Pajak Badan dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan……………………………………………………….
41
1. Wajib Pajak Badan……………………………………..
41
2. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan…………………
41
F. Kerangka Pemikiran………………………………………..
44
G. Undang Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ke-3 atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan Dan Sunset Policy…………………………………………………
45
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian.....................................................
61
B. Metode Penentuan Sampel....................................................
61
C. Metode Pengumpulan Data ...................................................
62
D. Metode Analisis Data............................................................
63
E. Operasional Variabel Penelitian ............................................
64
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tentang Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu ............................................................
66
1. Sejarah dan Perkembangan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu................................
66
2. Pemeriksa Pajak..............................................................
72
B. Hasil dan Pembahasan ..........................................................
74
1. Wajib Pajak Badan..........................................................
74
2. Surat Pemberitahuan (SPT).............................................
75
3. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak……………………………
85
4. Monitoring Dan Tindak Lanjut …………………………...
95
5. Relevansi dengan Undang-Undang Perpajakan Baru……
97
BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan ..........................................................................
98
B. Implikasi...............................................................................
99
C. Saran………………………………………………………………
100
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
101
LAMPIRAN .............................................................................................
103
DAFTAR TABEL
Nomor 1.1
Keterangan
Halaman
Perkembangan Jumlah Wajib Pajak 3
2.1
Perkembangan Jumlah WP Tahun 2002- 2007
20
4.1
Tenaga Pemeriksa Pajak Di Seksi PPh Badan
72
4.2
Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2004-31 Des 2005
76
4.3
Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2005-31 Des 2006
79
4.4
Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2006-31 Des 2007
80
4.5
Jenis Produk Hukum Tahun 2004
96
4.6
Jenis Produk Hukum Tahun 2005
96
4.7
Jenis Produk Hukum Tahun 2006
96
4.8
Jenis Produk Hukum Tahun 2007
96
DAFTAR GAMBAR
Nomor 4.1
Keterangan
Halaman
Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu
68
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1
Keterangan Surat
Edaran
Departemen
Halaman Keuangan
Republik
Indonesia Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor
123/PMK.03/2006
Tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, Tanggal 7 Desember 2006
103
2
Lembar Pedoman Wawancara
109
3
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
4
111
Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu
5
119
Surat Keterangan Ijin Riset di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu
6
Surat
Permohonan
Kunjungan
120 Riset
di
Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu
Kantor 121
Ciputat, 12 November 2008
Hal Lampiran
: Permohonan kerja : 1 Berkas
Kepada Yth. Bapak/Ibu Manajer Personalia Di Tempat
Dengan Hormat, Sehubungan dengan informasi yang saya peroleh tentang adanya kebutuhan karyawan / tenaga kerja dalam menjalankan operasional kerja di perusahaan yang Bapak / Ibu pimpin, maka saya dengan ini mengajukan diri untuk mengisi posisi tersebut. Nama saya adalah Nia Anggraini dan saya berusia 23 tahun. Saya seorang yang ulet, pekerja keras, rajin, mudah bersosialisasi dan dapat belajar dengan cepat. Saya lulusan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Jurusan Akuntansi Perpajakan. Alamat saya di Perum Villa Mutiara Jl. Mutiara V Blok MM no.5 Rt.02/04 Sawah Baru Ciputat 15413. Demikian lamaran ini saya buat. Selanjutnya saya menunggu kesempatan untuk mengikuti test dan wawancara.
Hormat Saya,
Nia Anggraini
Lampiran: 1. Daftar Riwayat Hidup 2. Pas Foto 3. Foto cofy Kartu Tanda Penduduk 4. Foto cofy Ijazah SMU 5. Foto cofy Indeks Prestasi Kumulatif
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, landasan hukum penerapan pajak terhadap Undangundang 1945 pasal 23 Ayat (2) berbunyi: “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”. Kemudian ayat ini dapat diperjelas dalam penjelasannya yang berbunyi: “Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Pajak
merupakan
salah
satu
alternatif
sumber
pembiayaan
pembangunan yang diterapkan hampir seluruh negara di dunia. Bahkan pajak dapat menjadi sumber pendapatan negara paling favorit di saat langkanya sumber dana pembangunan, mengingat penyelenggaraannya yang sepenuhnya menjadi otoritas pemerintah suatu negara, sehingga pembiayaan pembangunan secara mandiri dapat terwujud. Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber yang utama, baik dalam penerimaan rutin pemerintah maupun pengaluaran investasi atau pembangunan serta pengeluaran dan pengendalian kebijakan ekonomi di berbagai negara. Namun, keberhasilan penggalangan dana pembangunan melalui optimalisasi penerimaan pajak ini memerlukan kerjasama dan dukungan seluruh rakyat, sehingga perlu disusun suatu sistem perpajakan yang sederhana namun memadai baik dari segi perangkat hukumnya maupun dari segi pelaksanaannya di lapangan. Sistem dan prosedur perpajakan untuk meningkatkan pendapatan negara
terus disempurnakan dan disederhanakan dengan memperhatikan asas keadilan, pemerataan, manfaat dan kemampuan masyarakat melalui peningkatan mutu pelayanan dan kualitas aparat yang tercermin dalam peningkatan kejujuran, tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi serta melalui penyempurnaan sistem administrasi. Dengan adanya sistem perpajakan yang baik diharapkan potensi pajak yang belum tersentuh dan dioptimalkan, akan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam penerimaan APBN. Menurut data yang diperoleh dari www.pajak.go.id (Inovasi Online Edisi Vol.6/XVIII/Maret 2006), pajak dianggap sebagai mesin penghasil uang negara semenjak berakhirnya era kejayaan minyak yang dulu berfungsi sebagai penghasil utama penerimaan negara. Namun demikian, menurut Jakarta Kompas (Kamis, 19 Juni 2008) jumlah penerimaan negara dari pajak belum optimal sebab upaya memperbanyak jumlah pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP belum menunjukan hasil yang maksimal. Sejak awal tahun 2006 hingga kini, jumlah NPWP efektif atau NPWP yang dimiliki orang yang membayar pajak secara riil, baru enam juta. Dengan demikian, jumlah orang yang belum memiliki NPWP sangat besar. Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Darmin Nasution menyebutkan, dari 6 juta pemilik NPWP hanya sekitar 2,4 juta Wajib Pajak yang rutin membayar pajak, yaitu 1,3 juta Wajib Pajak Orang Pribadi dan 1,1 juta Wajib Pajak Badan. Akan tetapi dengan hal ini pemerintah akan berusaha menjaring Wajib Pajak lain untuk membayar pajak di atas Rp 5 miliar, pemerintah berharap akan ada peningkatan kesadaran masyarakat untuk membuat NPWP paling lambat akhir 2008. Dengan kenaikan jumlah itu, pemerintah mengharapkan
ada kenaikan penerimaan negara sebesar Rp. 5 triliun pertahun. Saat ini, 3.276 orang membayar pajak penghasilan (PPh) Rp 1 miliar-Rp 2 miliar dengan nilai Rp 1,456 triliun, sebanyak 1.901 orang membayar pajak Rp 2 miliar-Rp 5 miliar senilai Rp 2,88 triliun dan sebanyak 411 orang membayar pajak di atas Rp 5 miliar dengan nilai Rp 1,4 triliun. Kewajiban mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dimulai ketika seseorang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Batas PTKP yang sekarang berlaku adalah sejak tanggal 1 Januari 2006, sebagai berikut: Wajib Pajak belum kawin Rp.13.200.000 pertahun; tambahan Rp.1.200.000 untuk Wajib Pajak yang kawin; tambahan Rp.13.200.000 jika istri bekerja; dan tambahan masing-masing Rp.1.200.000 untuk tanggungan (maksimal tiga). Dilihat dari batasan penghasilan tersebut, potensi pajak yang dimiliki oleh masyarakat masih sangat besar. Sementara itu target penerimaan negara dari sektor pajak terus ditingkatkan dari tahun ke tahunnya. Berikut Tabel Perkembangan Jumlah Wajib Pajak selama 6 tahun terakhir: Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Uraian 2002 2003 2004 2005 WP Badan 1.Terdaftar 941.038 1.031.624 1.116.224 1.207.653 2. Efektif 795.451 882.253 964.122 1.054.127 WP OP 1.Terdaftar 2.112.896 2.426.110 2.728.947 2.999.100 2. Efektif 1.986.108 2.263.492 2.564.735 2.829.251 TOTAL 1.Terdaftar 3.053.934 3.457.734 3.845.171 4.206.762 2. Efektif 2.781.559 3.145.745 3.528.857 3.883.378 Sumber: Direktorat TIP ( 05 Februari 2008) diolah sendiri
2006
2007
1.337.637 1.358.022 1.137.752 1.268.739 3.330.821 5.336.214 2.876.911 5.144.748 4.668.458 6.694.236 4.014.663 6.413.487
Dapat dijelaskan bahwa Wajib Pajak Efektif adalah Wajib Pajak yang melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya dalam melaporkan serta
membayarkan jumlah pajak terutangnya secara riil kepada pemerintah (KPP) serta melaporkan SPT Tahunannya tepat pada waktu yang telah ditentukan yang dilakukan secara rutin sesuai peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pemerintah. Sedangkan Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya selama 2 tahun berturutturut, wajib pajak tersebut meninggal dunia/ bubar, wajib pajak yang tidak diketahui lagi alamatnya serta wajib pajak yang berdasarkan hasil penelitian/ pengamatan tidak melakukan kegiatan usaha lagi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Indonesian Tax Review (2005:28) Pajak dapat juga disebut sebagai sebuah produk hukum yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan publik. Namun, ironisnya publik relatif masih menganggapnya sebagai sesuatu yang sulit dan dapat menimbulkan kebingungan. Bahkan tidak jarang publik bersikap apatis terhadap pajak. Salah satu penyebab sikap apatis tersebut adalah karena pajak dirasakan sebagai sesuatu yang asing, rumit dan membingungkan. Pemeriksaan pajak adalah salah satu bentuk upaya Direktorat jenderal Pajak dalam menerapkan pengawasan terhadap para Wajib Pajak. Adapun wewenang untuk melakukan pemeriksaan ini diberikan melalui Perubahan ketiga atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan, yang terakhir telah diubah dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan. Penerapan sistem perpajakan sebelum reformasi perpajakan pertama (Undang-undang No. 6 Tahun 1983), dimana besarnya pajak yang harus dibayar Wajib Pajak sepenuhnya
ditentukan oleh fiskus, telah membuat bayangan menakutkan terhadap Wajib Pajak yang mengakibatkan sikap antipati dan cenderung menghindar dari pajak. Kondisi ini diperparah oleh kurang memadainya perangkat hukum yang mengaturnya, sehingga perlindungan akan hak-hak dari Wajib Pajak dan kepastian hukum serta persamaan perlakuan hukum menjadi kurang terjamin. Sebagai akibatnya, pajak terlebih pemeriksaan pajak dianggap sebagai momok yang meresahkan hanya menambah beban bagi masyarakat. Pemeriksaan
pajak
merupakan
instrument
untuk
menentukan
kepatuhan baik formal maupun material, yang tujuan utamanya adalah untuk menguji dan meningkatkan tax compliance seorang wajib pajak. Dengan demikian pemeriksaan pajak tidak lain merupakan pagar penjaga agar Wajib Pajak tetap pada koridor peraturan perpajakan. Selain itu penegakan hukum ini menjadi upaya untuk menciptakan keadilan melalui penerapan peraturan perpajakan secara fair, konsisten, dan konsekuen sesuai nilai-nilai yang dituntut pada era masa depan. Seiring dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang semakin kritis, menuntut banyak lagi kepada Pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang layak, termasuk dalam penerapan kewajiban perpajakan, mengingat salah satu sifat dari pengenaan pajak yang tidak memberikan kontraprestasi individual secara langsung. Menurut Chaidir Ali dalam bukunya Hukum Pajak Elementer (1993:16) beberapa diantara tuntutan ini antara lain adalah kepastian hukum dan kejelasan informasi mengenai hak-hak dan kewajibannya serta perlakuan yang sama dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Dewasa ini kita menginginkan transparansi baik dalam
aturan main pengumpulannya maupun alokasi penggunaan dana dari pajak yang dipungut. Tanpa pemungutan pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan Negara akan lumpuh terlebih lagi bagi Negara yang sedang membangun seperti Indonesia. Namun, ada beberapa kendala dan hambatan dalam melaksanakan pemeriksaan pajak. Kendala ini berasal dari fiskusnya sendiri yang jumlah maupun kemampuannya masih sangat terbatas, menurut data yang telah diperoleh dari www.pajak.go.id (06 Juni 2007) jumlah pejabat eselon dua ke atas Ditjen Pajak adalah yang terbanyak berjumlah 44 orang, jumlah pegawainya pun mencapai 30 ribu. Namun, karyawan yang berlatar belakang auditor fungsional hanya berjumlah 2.300 orang, padahal di negara lain komposisi auditor ideal mencapai 50-60 persen. Sedangkan dari sisi objek pemeriksaan yaitu Wajib Pajak sendiri yang kerap kali menghindar atau bahkan menolak untuk bekerja sama. Dalam prakteknya Wajib Pajak sering tidak kooperatif dalam memberikan datadata yang dibutuhkan selama proses pemeriksaan. Bahkan kerapkali terjadi pula usaha-usaha meringankan beban pajak dengan cara yang melanggar undangundang atau menggelapkan pajak (tax evasion), selain itu kendala yang dihadapi adalah masih kurang memadainya sarana pemeriksaan. Menurut data yang diperoleh dari Indonesian Tax Review (Volume IV/Edisi 50/2005:36-37), keengganan mereka (wajib pajak) untuk membayar atau menyetorkan pajak, pada umumnya diaplikasikan melalui dua cara yang berbeda. Pertama, dengan cara penghindaran pajak (tax avoidance). Kedua, dengan cara pengelakan pajak (tax evasion). Tax evasion, atau yang kadang disebut dengan penggelapan pajak, adalah tindakan pengelakan membayar pajak yang dilakukan
dengan cara melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan perpajakan itu sendiri. Sebagai contoh, misalnya tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, atau memiliki NPWP tetapi tidak melaporkan SPT atau melaporkan SPT tetapi isinya tidak benar. Banyak alasan mengapa orang (wajib pajak) melakukan hal itu. Namun secara garis besar, sebab-musabab tindak penggelapan pajak (tax evasion) dapat dibedakan menjadi dua. Pertama karena yang bersangkutan tidak sengaja (alpa) dan tidak mengetahui akan adanya peraturan tersebut. Dan kedua yang bersangkutan tahu bahwa ada peraturan tersebut, tetapi tetap melanggarnya demi menjaga kesejahteraannya agar tidak berkurang atau tidak membayar pajak. Penelitian tentang pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Siti Himayah (2005), dengan judul “Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak atas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi”. Hasil dari skripsinya tersebut menyebutkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan di KPP Jakarta Tebet sudah sangat efektif, yang menunjukan bahwa kepatuhan Wajib Pajak untuk diperiksa tinggi dan petugas pemeriksa tidak mendapat kendala serta hambatan dalam melaksanakan
pemeriksaan
tersebut,
sehingga
pemeriksa
pajak
dapat
menyelesaikan pemeriksaan tepat waktu dan sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3). Berdasarkan berbagai kondisi dan keadaan seperti diuraikan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap topik ini,
dengan harapan dapat ikut memberikan sumbangan pemikiran dalam memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya, juga dalam memecahkan berbagai persoalan yang menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan pajak. Serta ingin meningkatkan kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan Undang-undang yang berlaku. Seberapa jauh pelaksanaan dimaksud, penulis mencoba menelitinya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Evaluasi atas Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan pajak atas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu, ditinjau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak?
C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui proses Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak atas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan dalam praktek di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. Serta untuk mengetahui apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilakukan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam menyerahkan SPT Tahunannya ke Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu. Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti a. Berguna untuk menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari. b. Berguna untuk menambah pengetahuan apabila nantinya bekerja di KPP, terutama dalam hal pemeriksaan pajak. c. Untuk memenuhi salah satu prasyarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. d. Serta sebagai wujud partisipasi penulis dalam meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban yang melekat pada Wajib Pajak sebagai warga negara yang baik, khususnya yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak yang selama ini masih dianggap sebagai momok yang meresahkan dan menakutkan yang harus dihindari. 2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
a. Sebagai bahan masukan dan saran berupa rekomendasi dan perbaikan yang diharapkan dapat memberikan sumbangan pemeriksaan guna mencapai perbaikkan kinerja pemeriksaan pajak bagi pemeriksa pajak dalam rangka mengatasi hambatan penerimaan negara di sektor pajak. b. Juga sebagai sarana untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi palaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan khususnya di KPP. 3. Bagi Pihak Lain a.
Sebagai sarana untuk memberikan informasi dan gambaran bagi masyarakat Wajib Pajak Badan atas pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap SPT Tahunan PPh yang dilaporkan setiap tahun ke Direktorat Jenderal Pajak melalui KPP.
b.
Sebagai sumber bacaan bagi pihak yang membutuhkan tambahan pengetahuan
dan
informasi
tentang
KPP,
terutama
tentang
pemeriksaan pajak. c.
Agar pihak lain lebih memahami tentang pelaksanaan pemeriksaan pajak di KPP.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Perpajakan Di Indonesia 1.
Pengertian Pajak Pajak bukan saja sebagai kewajiban belaka, melainkan juga adalah hak dari
pembayar pajak (Wajib Pajak) dimana rakyat selaku pembayar pajak melalui wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat mempertanyakan: untuk apa pajak itu? Terdapat berbagai macam mengenai definisi pajak dikalangan para sarjana ahli dibidang perpajakan. Diantara pendapat para ahli tersebut adalah sebagai berikut: a. Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro, SH (2003:5): “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal-balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian disempurnakan, sehingga berbunyi: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus” nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”. b. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Soeparman Soemahamidjaya (2000:5) dalam disertasinya yang berjudul: “Pajak berdasarkan asas gotong-royong”, memberikan definisi: pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh pengusaha berdasrakan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.
c. Definisi pajak yang dikemukakan oleh S. I. Djajadiningrat dalam Rimsky K.Judisseno (2003:1): “Pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum”. d.
Definisi pajak yang dikemukakan oleh N. J. Feldmann (2003:1): “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontrapestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”. Dengan melihat definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun oleh daerah. d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengelaran pemerintah, yang dilihat dari pengeluarannya dipergunakan untuk membiayai publik investment seperti pembuatan jalan, jembatan, gedung, gaji untuk pegawai negeri temasuk TNI dan sebagainya. e. Pajak merupakan iuran wajib, pengenaan pajak ditetapkan untuk semua orang dalam suatu negara tanpa kecuali. f. Adanya peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara.
Pemungutan pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat. Oleh sebab itu pemungutan pajak harus berdasarkan persetujuan dari rakyat. Tentang jenis pajak apa saja yang dipungut serta berapa besar pemungutan pajak. Dan proses persetujuan itu dapat dilakukan dengan suatu undang-undang yang diatur dalam pasal 23 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang”. 2. Fungsi Pajak Fungsi pajak sebagaimana dikemukakan oleh Siti Resmi (2005:2) dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan. Penerimaan rutin pemerintah berasal dari penerimaan sektor pajak, retribusi, bea dan cukai, hasil perusahaan negara denda dan sitaan. Penerimaan rutin adalah untuk membiayai pengeluaran rutin dari pemerintah seperti gaji pegawai, pembelian alat tulis menulis, ongkos
pemeliharaan
gedung
pemerintah,
bunga
dan
angsuran
pembayaran utang-utang kepada negara lain, tunjangan sosial dan lain sebagainya. b. Fungsi Regulerend (mengatur) Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Salah
satu contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang mewah. Pajak penjualan atas barang mewah (PPn-BM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba untuk mengkonsumsi barang mewah. c. Fungsi Demokrasi Adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi sekarang ini sering dikaitkan dengan hak seseorang untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah. d. Fungsi Distribusi Yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya tarif progresif yang mengenakan tarif lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan sebaliknya. 3. Jenis Pajak Terdapat berbagai macam jenis pajak, yang dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu pengelompokan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya.
a. Menurut Golongannya Menurut golongannya, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. 1) Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan. Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut. 2) Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa, perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang dan jasa. Pajak ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun secara implisit (dimasukan dalam harga jual barang atau jasa). b. Menurut Sifatnya Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokan menjadi dua yaitu pajak subjektif dan pajak objektif. 1) Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan
pribadi.
Wajib
Pajak
atau
pengenaan
pajak
yang
memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan. Dalam Pajak Penghasilan terdapat subjek pajak (Wajib Pajak) orang pribadi. Pengenaan
Pajak
Penghasilan
untuk
oarang
pribadi
tersebut
memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (status perkawinan, banyaknya anak dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi Wajib Pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan tidak kena pajak. 2) Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan
timbulnya
kewajiban
membayar
pajak,
tanpa
memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan. c. Menurut Lembaga Pemungutnya Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu Pajak Negara (Pajak Pusat) dan Pajak Daerah. 1) Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan, PPn-BM, dan PBB. 2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh: Pajak
Daerah tingkat I (Propinsi): Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di Wilayahnya. 4.
Asas Pemungutan Pajak Banyak pendapat ahli yang mengemukakan tentang asas-asas perpajakan
yang harus ditegakkan dalam membangun suatu sistem perpajakan di antara pendapat para ahli tersebut, yang paling terkenal adalah four maxims dari Adam Smith. Menurut Adam Smith, pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas empat asas, yaitu equity, certainty, convenience dan economy. Berikut ini dijelaskan beberapa asas yang penting untuk diperhatikan dalam mendisain sistem pemungutan pajak: a. Asas Domisili (asas tempat tinggal) Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun penghasilan yang berasal dari luar negeri. b. Asas Sumber Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.
c. Asas kebangsaan Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. . 5. Sistem Pemungutan Pajak Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu: official assesment system, self assesment system, dan with holding system. a. Official Assesment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Semua inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. b. Self Assesment System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang bagi Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakanyang berlaku. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi,serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.
c. With Holding System Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. 6. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenakan pajak, tanpa menunggu adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP). Surat Ketetapan Pajak hanya berfungsi sebagai surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah pengurangan pembayaran pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar. Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak tidak lagi berkewajiban untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas keseluruhan Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas pada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran pengisian SPT atau ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak. Surat Ketetapan Pajak baru diterbitkan bila Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya menurut peraturan Perundang-undangan Perpajakan. Untuk mengetahui apakah Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak, adalah karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa pajaknya kurang dibayar dari jumlah yang
seharusnya terutang. Pemeriksaan dapat dilakukan ditempat Wajib Pajak dengan memeriksa pembukuan dengan melalui penelitian administrasi. 7. Strategi Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak Menurut data yang diperoleh dari www.pajak.go.id (Inovasi online edisi vol.6/xiii/Maret 2006) Strategi yang ditempuh guna meningkatkan dan menjaga kepatuhan Wajib Pajak adalah: a. Pembangunan pusat data dan pembentukan system nomor induk tunggal (sigle identification number). Upaya ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kemampuan Direktorat Jenderal Pajak untuk lebih efektif dalam melakukan pengawasan terhadap Wajb Pajak. b. Pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka pembentukan pusat data secara nasional, koordinasi dengan lembaga keuangan dan otoritas moneter dalam rangka peningkatan akses informasi atas transaksi keuangan Wajib Pajak dan penyisiran wilayah-wilayah dimana banyak terdapat anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak. Strategi ini telah menghasilkan pertambahan jumlah Wajib Pajak dalam kurun waktu satu tahun. Tabel 2.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Tahun 2002- Desember 2007 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Jumlah Wajib Pajak (Badan dan Orang Pribadi) 5.835.493 6.603.479 7.374.028 8.090.140 8.683.121 13.107.723
c. Perbaikan Manajemen Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak, sebagai upaya peningkatan penegakan hukum (law enforcement) pajak, dilaksanakan dengan pengembangan risk analysis sebagai dasar pemeriksaan, pengembangan system administrasi pemeriksaan pajak, dan pengembangan data matching sebagai basis elektronik audit. Sementara itu, perbaikan manajemen penyidikan pajak dilaksanakan dengan pengembangan kegiatan
intelijen sebagai dasar
penyidikan, pengembangan kerja sama dengan instansi penegak hukum lainnya, dan pengembangan system administrasi penyidikan pajak. Pengembangan penegakan hukum pajak dari November 2004-September 2005 adalah sebanyak 20 Wajib Pajak disidik, 159 Wajib Pajak dicegah dan 4 Wajib Pajak disandera. d. Peningkatan program penyuluhan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan
kesadaran
Wajib
Pajak,
memperluas,
dan
meningkatkan pengetahuan pajak. Upaya penyuluhan pajak dilaksanakan dengan cara: 1) Penerapan pendidikan perpajakan kepada generasi muda, baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal, 2) Sosialisasi perpajakan kepada masyarakat, dan 3) Penyediaan hot line service bagi masyarakat untuk memperoleh pengetahuan tentang perpajakan, serta 4) Optimalisasi fungsi public relation juga dilaksanakan untuk dapat meningkatkan citra positif aparatur pajak.
8. Perlawanan Terhadap Pajak Santoso R. Brotodiharjo (1995:13) menjelaskan, pada umumnya masyarakat cenderung untuk meloloskan diri dari pajak. Terdapat dua factor utama dalam usaha tersebut, yang dapat dibedakan kedalam bentuk perlawanan pasif dan perlawanan aktif. Bentuk-bentuk perlawanan tersebut diuraikan sebagai berikut: a. Rimsky K. Judisseno (1999:39), menyatakan bahwa perlawanan pasif merupakan produk dari ketidaktahuan masyarakat tentang pengetahuan perpajakan. Masyarakat secara tidak sadar melakukan suatu perlawanan dalam bentuk tidak membayar pajak. Dalam perlaawanan pasif ini tidak terlihat adanya unsur kesengajaan dari masyarakat untuk menghindari pembayaran pajak apalagi menghambatnya. Mereka tidak tahu untuk apa, bagaimana, kapan, dan kepada siapa pajak harus dibayarkan. b. Brotodihardjo (1995:13), menjelaskan bahwa perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Perlawanan ini justru dilakukan oleh mereka yang mengetahui peraturan dan permainan pajak dengan baik. Sementara cara-cara perlawanan aktif yang ada secara umum dapat dibedakan atas: 1) Penghindaran diri dari pajak (tax avoidance), yaitu pembayaran pajak dengan mudah dapat dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak. 2) Penyelundupan pajak, apabila penghindaran diri dari pajak tidak dapat dilaksanakan, maka Wajib Pajak akan berusaha menggunakan cara lain yang disebut pengelakan pajak misalnya dengan penyelundupan pajak.
Pengelakan itu merupakan pelanggaran Undang-Undang dengan maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasarnya. 3) Melalaikan pajak, yaitu menolak pajak-pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas
yang harus dipenuhi
olehnya.
B. Pemeriksaan Pajak 1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak Berdasarkan Perubahan Ketiga atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang No. 16 Tahun 2000, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun1986 tentang tata cara pemeriksaan dibidang perpajakan, bahwa tujuan pemeriksaan pajak adalah menetapkan jumlah pajak terutang. Selain itu dasar hukum tindakan pemeriksaan dibidang perpajakan adalah Peraturan Menteri Keuangan RI No. 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI No.545/KMK.04/2000 Tata Cara Pemeriksaan dibidang Perpajakan.
2. Pengertian Pemeriksaan Pajak
Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah sistem self assesment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri pajak yang terutang dan menyetorkan ke kas negara. Dalam sistem ini tentu diperlukan kejujuran, dan tetap ada yang tidak jujur dalam menghitung pajaknya melalui Surat Pemberitahuan. Untuk itu fiskus diberikan wewenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran dari Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dari Wajib Pajak yang bersangkutan. Pemeriksaan menurut Undang-undang No. 28/2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang No. 6/1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut: “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Objek dari pemeriksaan adalah laporan keuangan Wajib Pajak yang menjadi dasar dari SPT Tahunan. Pemeriksaan Pajak adalah suatu kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini petugas pemeriksa pajak (fiskus) terhadap Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakannya berdasarkan undang-undang pajak untuk berbagai tujuan. Tindakan pemeriksaan adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas perpajakan (fiskus) dalam rangka melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak, untuk mencari bahan-bahan dalam menetapkan jumlah pajak yang terutang dan jumlah pajak yang harus dibayar. 3. Tujuan Pemeriksaan Pajak
Tujuan pemeriksaan pajak yang utama adalah untuk memperoleh / mengumpulkan bahan-bahan yang dijadikan dasar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Tambahan, dan Pemberitahuan, Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak, dan lain-lain yang berhubungan dengan administrasi perpajakan. Tujuan lain dari pemeriksaaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakkan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak. Serta dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan
perundang-undangan
perpajakan.
Untuk
keperluan
pemeriksaan tugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah pemeriksaan dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa. 4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari: a. Pemeriksaan lapangan 1)
Pemeriksaan lapangan meliputi suatu jenis pajak,beberapa jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan/atau tahun sebelumnya dan/atau untuk tujuan lain yang dilakukan ditempat Wajib Pajak dan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
2)
Pemeriksaan Lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana lapangan.
3)
Jangka waktu pemeriksaan sebagaimana PMK No.123/PMK.03/2006 pasal 3 ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
4)
Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan ditemukan indikasi adanya transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi Pemeriksaan Lapangan.
b. Pemeriksaan Kantor 1) Pemeriksaan kantor meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak. 2) Pemeriksaan kantor dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana kantor dan Pemeriksaan sederhana lapangan. 5. Petugas Pelaksana Pemeriksaan Pajak Sesuai dengan PMK RI Nomor. 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI No.545/KMK.04/2000 pasal 1 ayat (2), yang menjadi pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak. Selain itu, berdasarkan Pasal 9 ayat (1), pemeriksaan pajak harus dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang: a) Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai Pemeriksa Pajak. b) Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela.
c) Menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang Wajib Pajak. Untuk melaksanakan suatu tugas pemeriksaan pajak dilakukan oleh pemeriksa pajak yang tergabung dalam suatu tim yang terdiri dari seorang supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota. Penunjukan tim pemeriksa pajak ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak(SP3). 6. Tahap Pemeriksaan Pajak Pengelompokan kegiatan dalam proses pemeriksaan pajak secara tersurat tidak dicantumkan dalam keputusan menteri keuangan maupun pada petunjuk pelaksanaanya. Namun secara tersirat tahapan proses pemeriksaan ini adalah sebagai berikut: a. Tahap Persiapan 1) Mempelajari berkas Wajib Pajak atau berkas data yaitu setelah diterbitkan SP3, maka pemeriksa pajak segera mempelajari berkas Wajib Pajak baik yang tersedia dalam program SIP (Sistem Informasi Pajak) maupun data-data dan informasi juga diperoleh dari pihak lain 2) Menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak, yaitu SPT Tahunan dan lampirannya termasuk laporan keuangan yang dilaporkan oleh Wajib Pajak, dilakukan analisis untuk mencari adanya petunjuk awal yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan data-data yang ada pada SPT Wajib Pajak dengan data yang tersedia pada database SPT.
3) Berdasarkan hasil analisa terhadap SPT Wajib Pajak, pemeriksa pajak melakukan identifikasi permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian dan penekanan khusus, agar pemeriksaan dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam jangka waktu yang tersedia relatif singkat. 4) Melakukan pengenaan lokasi Wajib Pajak, yaitu pada langkah ini pemeriksa pajak melakukan peninjauan kealamat tempat tinggal dan usaha Wajib
Pajak beserta
anggota keluarga
yang menjadi
tanggungannya, untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pemeriksaan dan menentukan ruang lingkup pemeriksaan. 5) Menyusun
program
pemeriksaan,
yaitu
program
pemeriksaan
diperlukan untuk memberikan arahan dan petunjuk mengenai langkah dan tindakan yang harus diambil, agar pemeriksaan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan. 6) Menentukan buku dan dokumen yang akan dipinjam, yaitu buku, catatan, dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan disusun berdasarkan program pemeriksa dan dibuat dalam formulir yang telah ditentukan. Formulir yang dimaksud adalah surat permintaan peminjaman buku, catatan, dokumen serta daftar peminjaman buku dan dokumen.
7) Menyediakan sarana pemeriksaan, yaitu beberapa formulir yang harus tersedia dalam rangka pemeriksaan sebagaimana diatur dalam KEP.17/PJ./2002 tanggal 29 Januari 2002 antara lain: a) Kartu Tanda Pengenal Pemeriksaan Pajak b) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) c) Surat Pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak (kepada Wajib Pajak) d) Surat Pernyataan Penolakan membantu kelancaran pemeriksaan pajak e) Berita acara penolakan membantu kelancaran pemeriksaan pajak f) Daftar kesimpulan hasil pemeriksaan g) Lembar pernyataan persetujuan h) Berita acara hasil pemeriksaan b. Tahap Pelaksanaan 1)
Memeriksa ditempat Wajib Pajak Tujuannya adalah mengumpulkan data-data dan informasi yang belum ada pada SPT Wajib Pajak maupun database aplikasi Sistem Informasi Perpajakan
2)
Melakukan penilaian atas pengendalian intern perlu dilakukan terhadap unsur-unsur pokoknya, agar pemeriksa pajak dapat mengukur keandalan yang dihasilkannya. Unsur-unsur pokok dari sistem pengendalian intern menurut Mulyadi dalam bukunya Sistem Akuntansi adalah:
a) Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas. b) Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. c) Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap organisasi. d) Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya. 3)
Memutahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan Jika dirasa perlu,
ruang lingkup pemeriksaan dan program
pemeriksaan yang telah disusun dan ditetapkan dapat dilakukan penyesuaian berdasarkan pengamatan terhadap kondisi fisik usaha dan praktik perlakuan yang dilakukan Wajib Pajak. 4)
Melakukan pemeriksaan terhadap buku, catatan, dokumen dan lainnya.
5)
Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga Konfirmasi perlu dilakukan terutama terhadap kredit pajak yang dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT untuk menguji apakah benar telah dilakukan penyetoran PPh untuk pihak lain atas nama Wajib Pajak.
6)
Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak.
7)
Melakukan sidang penutup (closing conference).
c. Tahap Pembuatan Laporan
Pedoman yang harus diperhatikan dalam penyusunan laporan pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut: 1)
Laporan pemeriksaan pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang
lingkup
sesuai dengan tujuan
pemeriksaan,
membuat
kesimpulan pemeriksaan pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan dan memuat pula pengungkapan informasi lalu yang terkait. 2)
Laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan SPT harus memperhatikan kertas kerja pemeriksaan antara lain mengenai: a) Berbagai faktor perbandingan b) Nilai absolut dari penyimpangan c) Sifat dari penyimpangan d) Petunjuk atau temuan adanya penyimpangan e) Pengaruh penyimpangan f) Hubungan dengan permasalahan lainya g) Laporan pemeriksaan pajak didukung oleh daftar yang lengkap dan rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.
7. Jenis Pemeriksaan Pajak Ada beberapa jenis pemeriksaan yang dilakukan terhadap pemeriksaan pajak antara lain yaitu:
a. Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannnya. b. Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu berdasarkan skor otomatis secara komputerisasi. c. Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terutama terhadap wajib pajak sehubungan dengan adanya keterangan atau masalah yang berkaitan dengannya. d. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas cabang, perwakilan, pabrik, dan tempat usaha dari Wajib Pajak domosili. e. Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis pajak tertentu atau seluruh jenis pajak dan mengumpulkan data dan keterangan untuk tujuan tertentu. f. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindakan pidana dibidang perpajakan. g. Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan data harta Wajib Pajak yang merupakan objek pajak sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak sesuai dengan undang-undang penagihan. Adapun mengenai ruang lingkup pemeriksaan dan jangka waktu penyelesaiannya, terdiri dari:
a. Pemeriksaan Lapangan. b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Dirjen Pajak. 8. Tehnik dan Metode Pemeriksaan Pajak PMK RI No.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI Nomor 545/KMK.04/2000 Pasal 8, menyatakan bahwa “ Pelaksanaan pemeriksaan pajak yang meliputi pedoman umum pemeriksaan pajak, pedoman pelaksanaan pemeriksaan pajak, dan pedoman laporan pemeriksaan pajak”. PMK RI No.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI Nomor 545/KMK.04/2000 Pasal 10, menjelaskan tentang pedoman pelaksanaan pemeriksaan sebagai berikut: a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pemeriksaan yang seksama. b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan. c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada temuan yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Adapun metode-metode pemeriksaan yang dapat digunakan terdiri dari dua jenis yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung digunakan
dengan cara menguji secara langsung angka dalam SPT dengan laporan keuangan dan pembukuan yang diselenggarakan oleh wajib pajak. Metode tidak langsung dengan cara melalui pendekatan penghasilan biaya dengan perhitungan tertentu. 9. Prosedur Pemeriksaan Mardiasmo (1997:35-36), menjelaskan tentang prosedur pemeriksaan untuk memeriksa pajak adalah sebagai berikut: a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa. b. Wajib Pajak yang diperiksa harus: 1) Memperlihatkan dan / meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terhutang pajak. 2) Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan. 3) Memberikan keterangan yang diperlukan 4) Apabila dalam pengungkapan hal-hal dalam angka (1) Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban itu tidak berlaku untuk keperluan pemeriksaan tersebut c. Dirjen Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban huruf b diatas.
C. Surat Pemberitahuan (SPT)
1. Pengertian dan Fungsi SPT Surat Pemberitahuan adalan surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Fungsi SPT menurut penjelasan Pasal 3 ayat (1) Perubahan ketiga UU Nomor. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor. 16 Tahun 2000, adalah: a.
Bagi Wajib Pajak penghasilan, SPT PPh berfungsi sebagai sarana untuk: 1) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. 2) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. 3) Melaporkan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak, harta dan kewajiban. 4) Melaporkan
pembayaran
pemotong
atau
pemungut
tentang
pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak.
b. Bagi pengusaha kena pajak, SPT PPN berfungsi sebagai sarana untuk:
1) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terutang. 2) Melaporkan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran 3) Melaporakan
pembayaran
atau
pelunasan
pajak
yang
telah
dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak. 4) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan. c. Pemotong atau pemungut pajak, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan, mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
2. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) Surat pemberitahuan berdasarkan periode waktu pelaporannya, ada dua macam SPT, yaitu: a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa pajak yang dilaporkan setiap bulan, b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun pajak atau Bagian Tahun pajak yang dilaporkan setiap tahun. Sedangkan berdasarkan subjek pajaknya, ada SPT Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Adapun SPT yang sesuai dengan topik pembahasan skripsi ini adalah SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. 3. Bentuk Surat Pemberitahuan (SPT)
Bentuk dan isi SPT serta keterangan dan atau dokumen yang harus dilampirkan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Bentuk SPT Tahunan PPh Wajib Badan (1771) sendiri yaitu: a. Yang wajib mengisi SPT PPh Badan adalah seluruh Wajib Pajak Badan yang telah terdaftar dan telah mempunyai NPWP. b. Bentuk formulir dan isi SPT PPh Badan ini diatur dengan keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor: KEP.394 PJ/2002 Tanggal 30 Agustus 2002. c. Dokumen yang harus dilampirkan adalah: 1) Neraca dan Laporan Rugi-Laba tahun pajak yang bersangkutan beserta rekonsiliasi laba-rugi fiskal. 2) Daftar perhitungan penyusutan dan atau amortisasi fiskal. 3) Perhitungan kompensasi kerugian, jika ada kompensasi kerugian yang masih dapat dikompensasikan. 4) SSP PPh Pasal 29 dalam hal adanya kekurangan pajak yang terhutang. 5) Surat Kuasa Khusus dalam hal SPT ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak . 6) Lampiran-lampiran
yang
dianggap
perlu
untuk
menjelaskan
perhitungan besarnya penghasilan kena pajak atau besarnya PPh Pasal 25.
4. Pihak pengisi SPT
Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahan dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh pengurus atau direksi. Yang termasuk Wajib Pajak Badan adalah semua Wajib Pajak Badan dengan nama dalam bentuk apapun termasuk badan koperasi yang dalam hal ini dibedakan atas badan yang dalam usahanya mengadakan pembukuan dan yang menggunakan norma penghitungan. 5. Batas Waktu Penyampaian dan Perpanjangan Penyampaian SPT Batas waktu penyampaian SPT diatur sebagai berikut: a. Untuk SPT Masa, harus disampaikan paling lambat 20 hari (dua puluh hari) setelah masa pajak berakhir. b. Untuk SPT Tahunan, harus disampaikan paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dalam jangka waktu paling lama enam bulan. Permohonan perpanjangan SPT tersebut disampaikan secara tertulis disertai surat pernyataan mengenai perhitungan sementara pajak terhutang dalam satu tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak terhutang. Bila SPT tidak disampaikan seusai batas waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, akan diterbitkan Surat Teguran.
D. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak Siti Resmi (2003:74) menyatakan bahwa pengertian Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. 2. Subjek Pajak Penghasilan Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Subjek pajak penghasilan menurut Perubahan ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa yang menjadi subjek adalah: a. Orang Pribadi b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak c. Badan. Pengertian badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan melakukan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak usaha
yang
meliputi,
Perseroan
Terbatas,
Perseroan
Komanditer, Badan Usaha Milik Negara, atau Daerah. Dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Yayasan dan bentuk badan lainnya. d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor pewakilan, dan lain sebagainya. 3. Objek Pajak Penghasilan Objek pajak penghasilan yang dimaksud adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik berasal dari dalam maupun luar negeri, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk menabah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk apapun. Jenis penghasilan yang dikenakan pajak atau disebut objek pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UU PPh dikelompokkan sebagai berikut: a. Pegantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Ditentukan lain dalam undang-undang. b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan. c. Laba usaha d. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. e. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang. f. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi pada pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi, g. Royalti
h. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. i. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. j. Premi asuransi.
E. Wajib Pajak Badan dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan 1. Wajib Pajak Badan Pengertian Wajib Pajak sebagaimana diterangkan dalam Undang-undang KUP Pasal 1 adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan
ditentukan
untuk
melakukan
kewajiban
perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, frma, kongsi, kopeasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya. 2. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Pengertian dari SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan periode waktu pelaporannya ada dua macam SPT yaitu SPT Masa yang dilaporkan setiap bulan, dan SPT Tahunan
yang dilaporkan setiap tahun. Sedangkan berdasarkan subjek pajaknya ada SPT awjib pajak orang pribadi dan SPT Wajib Pajak Badan. Adapun SPT yang sesuai dengan topik bahasan skripsi ini adalah SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. a. Ketentuan formal SPT Ketentuan mengenai formulir SPT yang digunakan beserta lampiran dan petunjuk pengisiannya, diatur dalam keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor:KEP-185/PJ./2003 Tanggal 19 Juni 2003, yang berlaku mulai tahun pajak 2003. batas waktu penyampaian SPT yaitu bulan setelah akhir tahun pajak. Sehubungan dengan laporan dalam SPT ini jenis formulir SPT yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan adalah: 1) Formulir SPT 1771, yaitu SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. 2) Formulir SPT 1771-I, yaitu penghasilan neto dalam negeri dari usaha dan dari luar usaha. 3) Formulir SPT 1771-II, yaitu daftar pemotongan / pemungutan PPh oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung pemerintah. 4) Formulir SPT 1771-III, yaitu penghasilan neto dan pajak atas penghasilan yang dibayar/ terutang di luar negeri. 5) Formulir SPT 1771-IV, yaitu daftar penerimaan dividen, bonus, tantiem dan gratifikasi. 6) Formulir SPT 1771-V, yaitu daftar susunan pengurus/komisaris/badan pemeriksa, daftar pemegang saham/pemilik modal, daftar cabang/badan anggota koperasi.
7) Formulir SPT 1771-VI, yaitu penghasilan yang tealah dikenakan pajak bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. b. Kelengkapan SPT SPT yang dilaporkan ke KPP oleh wajib pajak harus memenuhi syarat kelengkapan sebagaima telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak. SPT lengkap adalah SPT yang semua elemen SPT induk dan lampirannya telah diisi lengkap, SPT induk telah ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya, serta dilampiri dengan lampiran khusus dan atau lampiran yang telah disyaratkan. c.
Ketentuan Pembukuan Untuk dapat mengisi SPT, maka Wajib Pajak yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas berkewajiban untuk melakukan pencatatan atau pembukuan. Pengertian pembukuan secara fiskal yaitu sebagai berikut: “Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan arang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan rugi-laba pada setiap tahun pajak berakhir”. Adapun syarat-syarat minimal pembukuan fiskal adalah: 1) Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
2) Pembukuan harta meliputi seluruh kegiatan usaha serta pekerjaan bebas yang dilakukan Wajib Pajak. 3) Pembukuan harus dilakukan secara teratur, tepat waktu, terinci dan taat asas. 4) Pembukuan harus didukung dengan bukti-bukti transaksi yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dan keabsahannya. 5) Pembukuan harus dapat ditelusuri kembali apabila diperlukan. 6) Pembukuan harus ditutup dengan membuat neraca dan perhitungan rugi-laba pada setiap akhir tahun pajak.
F. Kerangka Pemikiran Ada dua variabel yang diuji dalam penelitian ini yaitu hubungan antara variabel independen (Pemeriksaan Pajak) dengan variabel dependen (SPT Tahunan PPh WP Badan) yang disajikan dalam bentuk diagram: Pemeriksaan Pajak (variabel independen)
SPT Tahunan PPh WP Badan (variabel dependen)
(Gambar 2.1): Kerangka Pemikiran Pemeriksaan pajak merupakan variabel yang diduga secara logis menjelaskan atau mempengaruhi variabel SPT Tahunan PPh WP Badan (Gambar 2.1).
G. Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan Dan Sunset Policy 1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan Bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material di bidang perpajakan perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000; a. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1) Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan
imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. 2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai perundang-undangan perpajakan.
dengan
ketentuan peraturan
3) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif bentuk usaha tetap. 4) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang,
mengekspor
barang,
melakukan
usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. 5) Pengusaha
Kena
Pajak adalah Pengusaha
yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. 6) Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 7) Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini. 8) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
9) Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. 10) Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 11) Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 12) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. 13) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. 14) Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 15) Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. 16) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 17) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
18) Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 19) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. 20) Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. 25)Pemeriksaan
adalah
serangkaian
kegiatan
menghimpun
dan
mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 27)Pemeriksaan Bukti Permulaan adaiah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
b. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 7) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak daiam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
c. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 3 1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a) mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 3) Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah: a. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak; b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau c. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. 4) Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 5a) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau batas waktu perpanjangan
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat diterbitkan Surat Teguran. 6) Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan, dan cara yang digunakan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 7) Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila: a. Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1); b. Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6); c. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis; atau d. Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak. 7a) Apabila
Surat
Pemberitahuan
dianggap
tidak
disampaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktur Jenderal Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak.
d. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 1) Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya. 2) Surat Pemberitahuan Wajib Pajak badan harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi. 3) Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani Surat Pemberitahuan, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada Surat Pemberitahuan.
4) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasiian Wajib Pajak yang wajibmenyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasiian Kena Pajak. 4a)Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalan laporan keuangan dari masing-masing Wajib Pajak. 4b)Dalam hal laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada Surat Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan dianggap tidak lengkap dan tidak
Jelas,
sehingga
Surat
Pemberitahuan
dianggap
tidak
disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) huruf b. 5) Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
e. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut; Pasal 6 1) Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak ke kantor Direktorat Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan oleh pejabat yang ditunjuk dan kepada Wajib Pajak diberikan bukti penerimaan. 2) Penyampaian Surat Pemberitahuan dapat dikirimkan melalui pos dengan tanda bukti pengiriman surat atau dengan cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 3) Tanda bukti dan tanggal pengiriman surat untuk penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan sepanjang Surat Pemberitahuan tersebut telah lengkap.
f. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 1) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar
Rp1.000.000,00
(satu
Juta
rupiah)
untuk
Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar
Rp100.000.00
(seratus
ribu
rupiah)
untuk
Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. g. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 13A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 13A Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
2. Sunset Policy a. Pengertian Sunset Policy Jakarta 1 Juli 2008, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution, bertempat di kantor Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan penjelasan mengenai Sunset Policy yang diamanatkan pasal 37A Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (UU KUP) beserta peraturan pelaksanaannya.
Sunset policy adalah semacam pengampunan pajak yang terbatas pada sanksi administrasi berupa bunga yang tidak akan dikenakan apabila Wajib Pajak yang berhak menyampaikan Surat Pemberitahuan tertentu. Ada dua jenis pengampunan berupa penghapusan sanksi ini yang diberikan oleh Undang-undang KUP yang baru ini. Pertama adalah pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pembetulan SPT Tahunan untuk tahun pajak sebelum tahun 2007. Yang kedua adalah penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi yang mendaftarkan diri secara sukarela untuk mendapatkan NPWP.
b. Jenis Sunset Policy Ada dua jenis sunset policy berdasarkan ketentuan yaitu : 1) Sunset Policy Untuk Wajib Pajak Baru Penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar bagi Wajib Pajak orang pribadi yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008 dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya. Fasilitas pembebasan
sanksi ini
khusus
diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi saja
yang mendaftarkan diri secara sukarela dalam tahun 2008. Wajib Pajak yang memperoleh NPWP dalam tahun 2008 berdasarkan hasil ekstensifikasi termasuk dalam kriteria mendaftarkan diri secara sukarela
ini
sehingga
dapat
menggunakan
fasilitas sunset policy. Termasuk dalam lingkup penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi meliputi penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang terkait dengan pembayaran: a. Pajak Penghasilan Pasal 29; b. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau c. Pajak Penghasilan Pasal 15, Yang dibayar sendiri dan dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan. 2) Sunset Policy Untuk Wajib Pajak Lama Yang dimaksud dengan Wajib Pajak Lama adalah Wajib Pajak yang sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak sebelum 1 Januari 2008. Penghapusan
sanksi
administrasi
berupa
bunga
atas
keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak diberikan kepada Wajib Pajak lama, baik Orang Pribadi maupun Badan, yang dalam tahun 2008
menyampaikan
Pemberitahuan
pembetulan
Tahunan
Pajak
Surat
Penghasilan
sebelum Tahun Pajak 2007. Termasuk dalam lingkup pembetulan Surat Pemberitahuan
Tahunan
Pajak
meliputi
pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang terkait dengan pembayaran: a. Pajak Penghasilan Pasal 29; b. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau c. Pajak Penghasilan Pasal 15, yang dibayar sendiri
dan
dilaporkan
dalam
Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. c. Persyaratan Yang Harus Dipenuhi Untuk mendapatkan fasilitas penghapusan sanksi yang dikenal dengan sunset policy ini, Wajib Pajak baru harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1) Secara
sukarela
mendaftarkan
diri
untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008; 2) Tidak
sedang
Permulaan,
dilakukan penyidikan,
pemeriksaan
Bukti
penuntutan,
atau
pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; 3) Menyampaikan
Surat
Pemberitahuan
Tahunan
Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling lambat tanggal 31 Maret 2009; dan 4) Melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Sedangkan persyaratan bagi Wajib Pajak baru adalah sebagai berikut : 1) Telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2008;
2) Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan belum diterbitkan surat ketetapan pajak; 3) Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
yang
dibetulkan
belum
dilakukan
pemeriksaan atau dalam hal sedang dilakukan pemeriksaan, Pemeriksa Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan; 4) Telah dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, tetapi Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut tidak dilanjutkan dengan tindakan penyidikan karena tidak ditemukan adanya Bukti Permulaan tentang tindak pidana di bidang perpajakan; 5) Tidak
sedang
Permulaan,
dilakukan penyidikan,
Pemeriksaan
Bukti
penuntutan,
atau
pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; 6) Menyampaikan
Surat
Pemberitahuan
Tahunan
Tahun Pajak 2006 dan sebelumnya paling lambat tanggal 31 Desember 2008; dan
7) Melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. 8) Dalam
hal
Wajib
Pajak
membetulkan
Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang sedang dilakukan pemeriksaan yang juga meliputi jenis pajak lainnya, maka pemeriksaan tersebut dihentikan kecuali untuk pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan atas pajak lainnya yang menyatakan lebih
bayar;
dilanjutkan
atau
pemeriksaan
berdasarkan
tersebut
pertimbangan
tetap
Direktur
Jenderal Pajak. 9) Dalam
hal
Wajib
Pajak
membetulkan
Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang tidak sedang dilakukan pemeriksaan, namun atas Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya untuk periode yang sama sedang dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan tersebut dihentikan kecuali untuk
pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan atas pajak lainnya yang menyatakan lebih bayar; atau pemeriksaan tersebut tetap dilanjutkan berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak. 10) Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan menyatakan lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
dianggap
sebagai
pencabutan
atas
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan. d. Tidak Dapat Digunakan Dasar Menetapkan Pajak Lain Data pembetulan
dan
informasi
Surat
yang
Pemberitahuan
tercantum
dalam
Tahunan
Pajak
Penghasilan Wajib Pajak lama tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas pajak lainnya. Dengan ketentuan ini fihak aparat pajak tidak dapat menggunakan data dalam SPT PPh Pembetulan untuk menagih jenis pajak lainnya. Misalnya data dalam SPT Pembetulan SPT PPh tidak dapat
digunakan menagih PPN melalui analisis ekualisasi PPh dan PPN. Terhadap
pembetulan
Surat
Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan tidak dilakukan pemeriksaan, kecuali terdapat data atau keterangan yang menyatakan bahwa pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut tidak benar. Dalam hal terhadap pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan dilakukan pemeriksaan karena memenuhi ketentuan di atas, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak atas seluruh kewajiban perpajakan. e. Wajib Pajak Lama Yang Belum Menyampaikan SPT Wajib Pajak lama yang sebelum 1 Januari 2008 telah memiliki NPWP dan sampai dengan 31 Desember 2007 belum menyampaikan SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007, dapat menyampaikan SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007. SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007 yang disampaikan dalam
tahun 2008 tersebut diperlakukan sebagai pembetulan SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007 yang memanfaatkan sunset
policy. Jadi
yang
dapat
memperoleh fasilitas sunset policy ini bukan hanya atas pembetulan SPT Tahunan PPh saja tetapi juga SPT Tahunan PPh yang memang belum pernah disampaikan untuk tahun pajak sebelum 2007. f. Fasilitas Sunset Policy Lebih Dari Satu kali Pembetulan yang diberikan penghapusan sanksi administrasi berupa bunga adalah pembetulan SPT Tahunan PPh yang disampaikan sebelum tanggal 1 Juli 2008 dan satu kali pembetulan setelah 30 Juni s.d. 31 Desember 2008. Dengan demikian, apabila sebelum 1 Juli Wajib Pajak sudah menyampaikan SPT PPh Pembetulan dan mendapatkan fasilitas sunset policy, maka setelah tanggal 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2008 dapat melakukan sekali lagi pemebetulan untuk mendapatkan fasilitas sunset policy. Apabila sebelum 1 Juli 2008 Wajib Pajak lama belum
melakukan
pembetulan,
maka
hak
atas
penyampaian SPT Pembetulan hanya satu kali saja dalam rangka untuk mendapatkan fasilitas sunset policy. g. Ketentuan Lain 1) Penyampaian
SPT
menggunakan
formulir
SPT
Tahunan PPh Tahun Pajak yang bersangkutan. 2) Menuliskan ”Pembetulan berdasarkan Pasal 37A UU KUP” atau ”SPT
berdasarkan
Pasal
37A
UU
KUP” di bagian atas tengah SPT Induk & setiap lampirannya 3) Kurang bayar dalam SPT Tahunan PPh harus dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). 4) Melampirkan SSP lembar ke-3 pada SPT Tahunan PPh. 5)
Disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah studi kasus di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu. Penelitian yang dilakukan adalah dengan cara membandingkan fakta yang ada dilaporan dengan pengetahuan teoritis yang erat hubungannya dengan masalah yang diteliti. Adapun masalah yang akan diteliti adalah pelaksanakan pemeriksaaan pajak terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan di KPP Jakarta Kebayoran Satu. B. Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah metode purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan pengambilan data yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, ini berarti data yang diambil adalah data yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu. Dalam metode ini, siapa yang akan diambil sebagai anggota sampel diserahkan pada pertimbangan pengumpulan data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Jadi, pengumpulan data yang telah diberi penjelasan oleh peneliti akan mengambil siapa saja yang menurut pertimbangannya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian (Kusnaka, 1995:63).
C. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian. Dalam penyusunan skripsi ini digunakan beberapa metode untuk mengumpulkan data dan informasi. Adapun metode pengumpulan data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Data Primer Data primer dapat dilakukan melalui penelitian lapangan (Field Research)
dengan cara: a. Metode Pengamatan (Observe Method) Yaitu melakukan pengamatan langsung atas objek data dan kronologis atau kejadian, merekam, menghitung serta mencatat data yang diperoleh dari seksi PPh Badan, seksi TUP pada bagian pengisian SPT Tahunan, dan seksi Pengolahan data dan Informasi. b. Metode Wawancara (Interview Method) Yaitu tehnik pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab kepada salah satu petugas pemeriksa pajak dari seksi PPh Badan sebagai pihak yang berkepentingan dan terkait sesuai dengan penelitian yang dilakukan. 2. Data Sekunder Data sekunder dapat diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) penelitian ini digunakan untuk mendapatkan landasan dan konsep yang kuat agar permasalahan dapat dipecahkan. Penelitian ini dilakukan dengan membaca literatur yang ada, buku, dan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi yang dibahas, seperti sejarah KPP, struktur organisasi dan
data-data lainnya. Serta melalui dokumentasi yaitu mencatat dan memfotokopi dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan dalam KPP. D. Metode Analisis Data Dalam penulisan skripsi ini, digunakan Metode Analisis Deskriptif yaitu membandingkan antara data maupun informasi yang diperoleh dari penelitian langsung pada kantor pelayanan pajak dengan pengetahuan atau landasan teori yang diperoleh dari literatur yang tersedia yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Menurut
Gay
(1976)
dalam
buku
Alimudin
Tuwu
(1993:71)
mendefinisikan metode penelitian deskriptif sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Metode Deskriptif ini dilakukan secara kualitatif yaitu menguraikan dengan kalimat atau secara teoritis dengan mengklasifikasikan data tersebut sesuai dengan golongan atau kelompok. Analisis data diperoleh dari hasil pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder dianalisis dengan tujuan untuk menjawab masalah penelitian. Selain itu data juga diperoleh melalui Metode Statistik Deskriptif yaitu penyajian data dilakukan melalui tabel dan perhitungan persentase. Pada penyajian data dengan tabel dan perhitungan persentase tersebut digunakan Metode Rata-rata Hitung atau dapat disingkat Rata-rata (Mean), sekumpulan data adalah bilangan yang didapat dari hasil pembagian jumlah nilai data yaitu SPT
yang diterima KPP oleh banyak data yaitu Wajib Pajak yang terdaftar di KPP dalam kumpulan itu. Dengan perhitungan tersebut dapat dilihat seberapa besar tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam pelaporan SPT Tahunannya berdasarkan pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, apakah memiliki kecenderungan naik atau turun. Rumus yang digunakan bersumber dari replikasi penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Iis Rahmawati (2006), dengan judul skripsi “Analisis Kepatuhan Wajib Pajak dalam Pelaporan SPT Masa PPN Dikaitkan dengan Rencana Penerimaan PPN pada KPP Jakarta Cilandak”. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: Persentase (%) tingkat efektifitas =
SPT diterima KPP WP terdaftar di KPP
Rata-rata hitung, beberapa ciri yang penting antara lain: 1. Nilainya dapat menyimpang terlalu jauh karena adanya nilai-nilai eksterm, sehingga dalam distribusi dengan kecenderungan yang jelek, rata-rata hitung dapat kehilangan makna. 2. Ukuran ini paling terkenal karena paling sering digunakan, sehingga penjelasan panjang tentang rata-rata hitung tidak perlu diberikan. E. Operasional Variabel Penelitian Operasional variabel penelitian merupakan penjelasan dari pengertian teoritis variabel sehingga dapat diamati dan diukur, sedangkan variabel itu sendiri adalah segala sesuatu yang dapat diberi berbagai macam nilai dapat berupa angka atau berupa atribut yang menggunakan ukuran atau skala dalam suatu kisaran nilai.
Variabel utama yang berkenaan dengan topik pembahasan dalam skripsi ini adalah merupakan variabel tunggal yang terdiri dari beberapa sub variabel antara lain: 1. Pemeriksaan
Pajak
adalah
serangkaian
kegiatan
untuk
mencari,
mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya utuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2. Surat Pemberitahuan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3. Pajak Penghasilan Terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 4. Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, frma, kongsi, kopeasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya, dan diwajibkan untuk melakukan pembukuan dengan cara yang telah ditetapkan dalam KUP.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tentang Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu 1. Sejarah Dan Perkembangan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu Pada tahun 1966 diresmikan berdirinya suatu instansi pajak di lokasi Jakarta Selatan tepatnya di Jl.K.H Ahmad Dahlan No.14 A, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang bernama Kantor Inspeksi Pajak Pendapatan Kebayoran. Kemudian pada tahun 1974 diubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak Jakarta Selatan Dua. Lalu sesuai dengan perubahan waktu dan keadaan maka pada tahun 1994 diubah lagi menjadi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru (KPP JKB). Dan terakhir pada tahun 2002 mengalami perubahan menjadi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu. Awal beroperasinya KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu dilakukan secara bersama dengan KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua di gedung Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 14 A, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Tetapi karena melihat kondisi dan kapasitas gedung yang tidak memungkinkan untuk dihuni 2 unit kantor dan seirama dengan langkah reorganisasi Ditjen Pajak, maka pada awal tahun 2002 dilakukan pemindahan lokasi untuk KPP Jakarta Kebayoran Dua menempati gedung baru di Graha kanan, Jl TB simatupang Kav.18 jakarta Selatan. Sementara itu KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu tetap menempati gedung lama.
Wilayah adiministrasi KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu meliputi satu wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kebayoran Baru dengan batas-batas sebagai berikut : a. Sebelah Utara
: Kec. Kebayoran Lama, Jl. Jend. Sudirman dan Jl. Jend Gatot Subroto.
b. Sebelah Timur
: Kec. Mampang Prapatan.
c. Sebelah Barat
: Kec. Cilandak.
d. Sebelah Barat
: Kec. Cilandak dan Kebayoran Lama
Wilayah kerja KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu meliputi 6 (enam) Kelurahan , Yaitu : a. Kelurahan Senayan b. Kelurahan Selong c. Kelurahan Melawai d. Kelurahan Gunung e. Kelurahan Petogogan f. Kelurahan Rawa Barat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah unsur pelakasana Direktorat Jenderal di bidang pelayanan pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu ini melakukan tugas pokoknya antara lain pelayanan, pengawasan adiminstratif, pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gambar 4.1 Susunan Organisasi KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu
Kepala Kantor Sub Bagian Umum
Seksi PDI
Seksi TUP
Seksi PPh OP
Seksi PPh Badan
Seksi P2PPh
Seksi Seksi PPN/PTLL Penagihan
Seksi Penkeb
Sumber : KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu
Dalam melaksanakan tugasnya kegiatan di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu dibagi dalam 8 (delapan) seksi dan Sub Bagian Tata Usaha, uraiannya adalah sebagai berikut : a. Kepala kantor Pelayanan Pajak b. Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan dan rumah tangga. c. Seksi-seksi 1). Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) Mempunyai tugas
melakukan urusan pengolahan data dan
penyajian informasi, penggalian potensi perpajakan serta melakukan tugas ekstensifikasi Wajib Pajak Seksi pengolahan Data dan Informasi (PDI) terdiri dari :
a) Subseksi Data masukan dan keluaran ; b) Subseksi pengolahan Data dan penyajian Informasi ; c) Subseksi pengalian Potensi Pajak dan Ekstensifikasi Wajib Pajak 2). Seksi Tata Usaha Perpajakan (TUP) Mempunyai tugas melakukan urusan Tata Usaha Wajib Pajak, penerimaan dan pengecekan surat pemberitahuan tahunan serta penerbitan surat ketetapan pajak. Seksi Tata Usaha perpajakan terdiri dari : a)
Subseksi pendaftaran Wajib Pajak
b)
Subseksi Surat Pemberitahuan Pajak ;
c)
Subseksi Ketetapan dan Kearsipan Wajib Pajak
3). Seksi Pajak penghasilan Perorangan (PPh OP) Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan surat pemberitahuan Masa, Memantau dan menyusun laporan pembayaran
masa
serta
melakukan
verifikasi
atas
surat
pemberitahuan masa dan tahunan pajak penghasilan perseorangan. Seksi Pajak penghasilan perseorangan terdiri dari : a) Subseksi Pengawasan pembayaran Masa pajak Penghasilan Badan. b) Subseksi verifikasi pajak penghasilan Perseorangan. 4). Seksi Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan)
Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan surat pemberitahuan masa, memantau dan menyusun laporan pembayaran
masa
serta
melakukan
verifikasi
atas
surat
pemberitahuan masa dan tahunan Pajak Penghasilan Badan. Seksi Pajak Penghasilan Badan terdiri dari : a) Subseksi pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan Badan ; b) Subseksi Verifikasi Pajak Penghasilan Badan. 5). Seksi Pemotongan dan pemungutan Pajak penghasilan (P2PPh) Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan surat pemberitahuan masa, memantau dan menyusun laporan pembayaran masa serta melakukan verifikasi atas surat pemberitahuan masa dan tahunan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan. Seksi pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan terdiri dari : a) Subseksi pengawasan Pembayaran Masa
Pemotongan dan
Pemungutan Pajak Penghasilan; b) Subseksi
Verifikasi
Pemotongan
dan
Pemungutan
Pajak
Penghasilan. 6). Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak langsung Lainnya ( PPN dan PTLL) Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Masa, memantau dan menyusun Laporan perkembangan
pengusaha
kena
pajak
dan
kepatuhan
surat
Pemberitahuan Masa, melakukan urusan konfirmasi faktur Pajak, serta
melakukan urusan verifikasi atas surat pemberitahuan masa Pajak pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan pajak Tidak Langsung Lainnya. Seksi Pajak pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya terdiri dari: a. Subseksi Pajak Pertambahan Nilai Industri; b. Subseksi pajak pertambahan Nilai Perdagangan; c. Subseksi Pajak Pertambahan Nilai Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya; d. Subseksi Verifikasi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak langsung Lainnya. 7). Seksi Penagihan Mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha piutang Pajak dan penagihan Wajib Pajak. Seksi penagihan terdiri dari : 1) Subseksi Tata Usaha Piutang Pajak 2) Subseksi Penagihan 8) Seksi Penerimaan dan Keberatan (Penkeb) Mempunyai tugas melakukan tata usaha penerimaan, restitusi, rekonsiliasi pembayaran pajak dan penyelesaian keberatan serta perselisihan perpajakan. Seksi Penerimaan dan Keberatan terdiri dari: a) Subseksi Tata Usaha Penerimaan Pajak dan Resitusi; b) Subseksi Rekonsiliasi ;
c) Subseksi Keberatan Pajak Penghasilan ; d) Subseksi Keberatan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung lainnya.
2. Pemeriksa Pajak Petugas yang mendapat kewajiban sebagai tim pelaksana pemeriksaan pajak di seksi Pajak Penghasilan Badan berjumlah duabelas orang tenaga pemeriksa pajak yang terdiri dari: a) Kepala Seksi (Supervisor) b) Satu Orang Kasubsi (Ketua Tim) c) Sepuluh Orang Pelaksana (Anggota Tim) Tabel 4.1 Tenaga Pemeriksa Pajak Di Seksi PPh Badan Subsi
Pendidikan
Golongan
S2
IIIc
S1
IIIa
Yuli Setianingsih
DIII
IIIa
Hendrawan
DIII
IIIa
Kasi Pelaksana Heru Wibowo, Ak. Kasubsi (Ketua Tim) Wibowo Dwi R, SE. Pelaksana
Dari tabel diatas dapat dilihat pendidikan para petugas pemeriksa pajak. Beberapa diantara para pameriksa pajak yang berlatar belakang pendidikan DIII, saat ini sedang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (S1) di beberapa perguruan tinggi di Jakarta.
Dalam setiap pelaksanaan pemeriksaan, penugasan sebagian besar diberikan kepada sebuah tim pemeriksa yang terdiri dari satu orang Supervisor, satu Ketua tim, dan dua orang anggota tim. Penentuan jumlah anggota tim dalam setiap penugasan sebagaimana disampaikan oleh Kepala Seksi PPh Badan adalah berdasarkan pertimbangan tingkat kesulitan dan kerumitan dari objek pemeriksaan dengan mempertimbangkan pula pengalaman serta keahlian dari anggota tim pemeriksa yang bersangkutan. Penunjukan anggota tim dan ketua tim pelaksana dilakukan oleh seorang supervisor dalam hal ini Kepala Seksi PPh Badan, yang terlebih dahulu di setujui oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor.545/KMK.04/2000 pasal 1 ayat (2),yang menjadi petugas pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas dan wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak, maka petugas pelaksana pemeriksa pajak yang melaksanakan pemeriksaan di KPP
Jakarta Kebayoran Baru Satu telah memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini dikarenakan isi dari peraturan pemerintah tersebut hanya mensyaratkan dua unsur saja untuk menjadi seorang petugas pelaksana pemeriksaan pajak, yaitu: a. Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau Tenaga Ahli. b. Diberi tugas dan wewenang serta tanggung jawab oleh Direktorat Jenderal Pajak. Syarat ini jelas telah terpenuhi dengan baik, karena petugas pemeriksa pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu selama ini diambil dari para pelaksana di bagian seksi PPh Badan demikian juga dengan pemberian tugas, wewenang serta tanggung jawab dilakukan melalui penerbitan Surat Perintah Pemeriksaan pajak (SP3) kepada petugas pelaksana di seksi PPh Badan.
B. Hasil Dan Pembahasan 1. Wajib Pajak Badan Wajib Pajak merupakan bagian dari masyarakat, baik sebagai pengusaha maupun karyawan yang tentu akan berhubungan dengan lembagalembaga atau instansi pelayanan publik baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu peneliti perlu mengetahui berapa banyak jumlah dari Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi yang masih memenuhi kewajiban perpajakannya di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2006 jumlah Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi yang telah terdaftar (mempunyai NPWP) di KPP
Jakarta Kebayoran Baru Satu berdasarkan data yang diperoleh dalam laporan pengolahan data Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2005 sampai dengan tahun 2006 dari Sistem Informasi Perpajakan yang ada adalah sejumlah 12.623 Wajib Pajak, yang terdiri dari 6.216 Wajib Pajak Badan dan 6.407 Wajib Pajak Orang Pribadi. Dari jumlah tersebut diatas, hanya 4.321 Wajib Pajak yang telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dalam melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilannya, yaitu 1.775 Wajib Pajak Badan dan 2.546 Wajib Pajak Orang Pribadi. Dilihat dari segi jenis kegiatan usaha dan pekerjaan penduduk, Wajib Pajak Badan di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu yang dilakukan pemeriksaan terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Masa, Organisasi Sosial Politik, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap dan Bentuk Badan lainnya. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang dilakukan
pemeriksaan
terdiri
dari
Pegawai
Negeri/Pensiunan,
Direktur/Komisaris, Pegawai Swasta serta BUMN/BUMD. 2. Surat Pemberitahuan (SPT) a. Pelaksanaan ketentuan formal Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu melalui tempat tersendiri yang disebut Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2006 dilakukan paling lambat 31 Maret 2007, bagi
Wajib Pajak yang terlambat melaporkan SPT Tahunannya akan dikenakan sanksi berupa denda dan Formulir SPT yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan adalah Form SPT 1771. b. Penelitian kelengkapan SPT Setelah diteliti kelengkapan formalnya, SPT yang diterima oleh petugas pemeriksa selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan atau editing untuk memastikan bahwa SPT yang dilaporkan tidak terdapat kesalahan seperti lebih bayar, kurang bayar, tidak balans ataupun nihil. Apabila terjadi kesalahan tersebut maka petugas pemeriksa akan segera mengirimkan surat teguran kepada Wajib Pajak tersebut untuk melakukan perbaikan ulang terhadap SPT Tahunan yang telah diserahkannya. Data hasil penelitian yang dikumpulkan dari wawancara serta pengamatan langsung mengenai pelaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 4.2 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2004 s/d 31 Desember 2005 Uraian
WP Badan
WP OP
Jumlah
1. WP terdaftar
5.094
5.461
10.555
2. SPT PPh yang masuk Nihil Kurang Bayar Lebih Bayar Balans Tidak Balans
960 562 84 1.594 12
1.498 631 31 2.160 0
2.458 1.193 115 3.754 12
1.606 10 0 0
2.160 4 0 0
3.766 14 0 0
Jumlah SPT yang masuk KP.PPh pasal 1 ayat 4 SPT PPh 1770/1-Y KP.PPh 1P
Pembukuan bukan Takwin SPT dan Penundaan
3 1.616
0 2.164
3 3.780
3. Belum memasukan SPT Th.
3.478
3.297
6.775
Sumber: KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu diolah sendiri
Pada tahun pajak 2004 SPT Tahunan PPh Badan yang masuk ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu berjumlah 1.618 yang terdiri dari: a. 960 SPT menyatakan Nihil, b. 562 merupakan SPT Kurang Bayar, c. 84 SPT adalah SPT Lebih Bayar, d. 12 SPT termasuk kategori Tidak Balans.
Dapat dijelaskan bahwa, SPT Nihil adalah SPT yang menunjukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau karena pajak tidak terutang serta tidak ada kredit pajak. Sedangkan SPT Kurang Bayar adalah SPT yang menunjukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. SPT Lebih Bayar adalah SPT yang menunjukan adanya jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah pokok pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang/ seharusnya tidak terutang. SPT Balans adalah SPT yang menunjukan adanya keseimbangan diantara besarnya jumlah pokok pajak dengan jumlah pajak yang terutang, sedangkan SPT Tidak Balans adalah SPT yang menunjukan
adanya ketidakseimbangan antara jumlah pokok pajak dengan jumlah pajak terutangnya. Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2004 s/d 31 Desember 2005 (tabel 4.2) dapat dihitung besarnya persentase efektifitas Wajib Pajak Badan dalam melaporkan SPT Tahunannya, yaitu: Persentase (%) tingkat efektifitas = SPT diterima KPP WP terdaftar di KPP = 1.616 5.094 = 31,7% Hasil tersebut menjelaskan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak yang telah dilakukan oleh petugas pemeriksa pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan cukup memiliki pengaruh yang sangat baik terhadap peningkatan efektifitas Wajib Pajak Badan, yaitu sebesar 31,7% (sangat efektif) Wajib Pajak Badan patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, SPT yang dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Pada tahun 2004 s/d 31 Desember 2005 sebagian besar Wajib Pajak Badannya yaitu sebanyak 3.478 (tidak efektif) Wajib Pajak Badan tidak memasukan SPT Tahunannya, menurut keterangan yang diperoleh dari KPP bagian seksi PPh Badan hal ini dikarenakan sebagian Wajib Pajak Badan telah membubarkan usahanya walaupun belum ada akte pembubarannya dari instansi yang berwenang, dan sebagian lagi berdasarkan hasil penelitian dan
pengamatan yang dilakukan pihak KPP Wajib Pajak Badan yang bersangkutan tidak melakukan kegiatan usaha lagi. Akan tetapi pada tahun berikutnya, tahun 2005 sampai dengan 31 Desember 2006 diketahui bahwa tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya sedikit mengalami penurunan, dari data yang diperoleh tahun 2005 s/d 31 Desember 2006 (tabel 4.3) tersebut dapat dihitung besarnya persentase tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam melaporkan SPT Tahunannya, yaitu: Persentase (%) tingkat efektifitas = SPT diterima KPP WP terdaftar di KPP = 1.721 5.614 = 30,6%
Hasil tersebut menjelaskan bahwa tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam melaporkan SPT Tahunannya hanya sebesar 30,6% Wajib Pajak Badan memenuhi kewajiban perpajakannya
dalam
melaporkan SPT
Tahunannya, pada tahun ini terjadi penurunan persentase tingkat efektifitas yang disebabkan karena Wajib Pajak yang terdaftar yaitu sebanyak 3.893 Wajib Pajak Badan tidak melaporkan SPT Tahunannya pada KPP. Sebagian dikarenakan Wajib Pajak Badan tersebut tidak diketahui lagi keberadaannya/ alamatnya walaupun sudah dilakukan pencarian oleh petugas verifikasi/ petugas yang ditunjuk untuk itu, sedangkan sebagian lainnya diketahui telah
membubarkan usahanya serta tidak melakukan kegiatan usaha lagi, yang dapat dilihat dalam tabel 4.3 dibawah sebagai berikut: Tabel 4.3 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2005 s/d 31 Desember 2006 Uraian
WP Badan
WP OP
Jumlah
1. WP terdaftar
5.614
5.864
11.478
2. SPT PPh yang masuk Nihil Kurang Bayar Lebih Bayar Balans Tidak Balans
1.003 640 62 1.705 0
1.622 658 21 2.293 8
2.625 1.298 83 3.998 8
Jumlah SPT yang masuk KP.PPh pasal 1 ayat 4 SPT PPh 1770/1-Y KP.PPh 1P Pembukuan bukan Takwin SPT dan Penundaan
1.705 16 0 0 3 1.721
2.301 22 0 1 0 2.324
4.006 38 0 1 3 4.045
3. Belum memasukan SPT Th.
3.893
3.450
7.433
Sumber: KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu diolah sendiri
Untuk Tahun Pajak 2005, jumlah SPT Tahunan yang masuk mencapai 1.705 SPT, dari SPT yang masuk rinciannya adalah sebagai berikut: 1) 1.003 SPT menyatakan Nihil 2) 640 merupakan SPT Kurang Bayar 3) 62 adalah SPT Lebih Bayar 4) Tidak ada SPT yang termasuk kategori Tidak Balans. Tabel 4.4 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2006 s/d 31 Desember 2007 Uraian
WP Badan
WP OP
Jumlah
1. WP terdaftar
6.216
6.407
12.623
2. SPT PPh yang masuk Nihil Kurang Bayar Lebih Bayar Balans Tidak Balans
980 647 61 1.688 0
1.861 667 15 2.543 0
2.841 1.314 76 4.231 0
Jumlah SPT yang masuk KP.PPh pasal 1 ayat 4 SPT PPh 1770/1-Y KP.PPh 1P Pembukuan bukan Takwin SPT dan Penundaan
1.688 87 0 0 3 1.775
2.543 2 0 1 0 2.546
4.231 89 0 1 3 4.321
3. Belum memasukan SPT Th.
4.441
3.861
8.302
Sumber: KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu diolah sendiri
Untuk Tahun Pajak 2006 sampai dengan 31 Desember 2007 diketahui bahwa tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya mengalami banyak penurunan, yaitu:
Persentase (%) tingkat efektifitas = SPT diterima KPP WP terdaftar di KPP = 1.775 6.216 = 28,5% Hasil tersebut menjelaskan bahwa hanya sebesar 28,5% Wajib Pajak Badan melaporkan SPT Tahunannya, sebagian dari Wajib Pajak Badan yang telah terdaftar melakukan banyak penundaan serta tidak memasukan SPT Tahunannya
di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, yaitu sebanyak 4.441 Wajib Pajak Badan yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya selama 2 tahun berturut-turut untuk melaporkan SPT Tahunannya. Dari Keterangan yang diperoleh hal ini dikarenakan selain banyak yang melakukan penundaan sebagian Wajib Pajak Badan tersebut
telah
membubarkan usahanya
tetapi belum
ada
akte
pembubarannya dari instansi yang berwenang, Wajib Pajak Badan yang berdasarkan hasil penelitian/ pengamatan sudah tidak melakukan kegiatan usaha lagi serta tidak diketahui lagi keberadaan alamatnya meskipun sudah dilakukan pencarian oleh petugas yang ditunjuk oleh KPP. Dan jumlah SPT yang masuk pada tahun 2006 s/d 31 Desember 2007 berjumlah 1.688 SPT, yaitu terdiri dari: 1. 980 SPT menyatakan Nihil 2. 647 merupakan SPT Kurang Bayar 3. 61 adalah SPT Lebih Bayar 4. Tidak ada SPT yang termasuk kategori Tidak Balans. Berdasarkan dari hasil keseluruhan perhitungan persentase tersebut dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak yang telah dilakukan oleh petugas pemeriksa pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan memiliki pengaruh yang cukup baik terhadap peningkatan efektifitas Wajib Pajak Badan untuk menyerahkan SPT Tahunannya, hal ini dapat dilihat pada penyerahan SPT Tahunan tahun 2004 sampai dengan 31 Desember 2005 yaitu sebesar 31,7% Wajib Pajak Badan efektif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat berlangsung lama dikarenakan pada tahun berikutnya persentase penyerahan SPT Tahunan ke
Kantor Pelayanan Pajak berangsur menurun, tahun 2005 sampai dengan 31 Desember 2006 tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya sedikit mengalami penurunan yaitu sebesar 30,6% saja Wajib Pajak Badan menyerahkan SPT Tahunannya. Sedangkan untuk tahun pajak 2006 sampai dengan 31 Desember 2007 tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya banyak mengalami penurunan yaitu hanya sebesar 28,5% Wajib Pajak Badan yang menyerahkan SPT Tahunannya, sebagian besar Wajib Pajak Badan yang telah terdaftar banyak melakukan penundaan terhadap SPT Tahunannya serta tidak memasukan SPT Tahunannya ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu. Untuk Tahun Pajak 2007, jumlah SPT yang masuk belum dapat diketahui karena baru akan dilaporkan pada tahun pajak 2008, yang baru diketahui hanya jumlah Surat Tagihan Pajak saja yang masuk yaitu sebesar 487 STP. Jadi pada tahun ini belum dapat diketahui berapa jumlah SPT yang menyatakan Nihil, Kurang Bayar, Lebih Bayar, dan SPT Tidak Balans.
Kecenderungan penurunan ini dapat kemungkinan di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu diantaranya kurangnya pemahaman dan kesadaran Wajib
Pajak Badan atas kewajiban perpajakannya terutama dalam
penyampaian SPT setiap tahunnya, serta beberapa tindakan pemeriksaan yang
terkadang kurang memperhatikan
norma dan pedoman pemeriksaan
sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No.16 pasal 29 tahun 2000 Tentang ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan, seperti transparansi atas hasil pemeriksaan pajak yang dapat memacu rasa percaya Wajib Pajak Badan pada pihak fiskus serta manfaat yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan sebagai upaya penegakan keadilan bagi Wajib Pajak. Selain itu pada saat pemeriksaan pajak berlangsung petugas pemeriksa sedikit mengalami hambatan yang cukup berarti yang berasal dari fiskusnya sendiri yaitu kurangnya petugas pemeriksa pajak yang hanya berjumlah 12 orang di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu. Terjadi peningkatan dikarenakan sarana yang telah diberikan oleh KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu sudah cukup memadai, dan secara umum SPT Tahunan yang dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan ke KPP telah memenuhi persyaratan formal yang ditentukan, walaupun masih ada Wajib Pajak Badan yang salah dalam menggunakan norma perhitungan. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan yang tanggapannya untuk diperiksa cukup tinggi, sehingga pemeriksa pajak dapat segera menyelesaikan pemeriksan tepat pada waktunya dan sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaam Pajak (SP3). Selain itu dalam rangka untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu berusaha mengefektifkan Wajib Pajak Badan yang selama ini belum terdaftar. Dan berdasarkan pengamatan serta wawancara dengan para petugas pemeriksa pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu seksi PPh Badan, SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak sudah lengkap dan
sudah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini diketahui karena kasubsi PPh Badan melakukan pengawasan langsung terhadap lampiran Daftar harta dan kekayaan serta Daftar kewajiban sehingga SPT tersebut telah diisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Ketentuan Pembukuan dan Pencatatan Dalam
melaporkan
pendapatannya
Wajib
Pajak
menggunakan
pembukuan, pembukuan yang mereka pergunakan harus didukung oleh buktibukti transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, hal ini dikatakan oleh salah satu petugas pemeriksa di Seksi PPh Badan. Namun ada juga Wajib Pajak yang hanya melakukan pencatatan terhadap omset mereka atau penghasilan brutonya dan telah menghitung penghasilan neto mereka dengan
menggunakan norma perhitungan penghasilan neto yang telah
ditetapkan sebelumnya.
3. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak Berdasarkan hasil pengamatan langsung di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu pada seksi PPh Badan, pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap
Wajib Pajak dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pembuatan laporan. Adapun kegiatan dari masingmasing tahapan tersebut adalah sebagai berikut: a. Tahap Persiapan 1) Mempelajari berkas data Wajib Pajak Proses pemeriksaan dimulai sejak diterimanya SPT Tahunan oleh petugas pelaksana dari seksi PPh Badan yang ditunjuk secara bergiliran di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Saat petugas pemeriksa menerima SPT Tahunan dari Wajib Pajak tersebut, hal pertama yang dilakukannya adalah menerima kelengkapan pengisian dan lampiran yang di syaratkan sesuai dengan jenis usaha dari Wajib Pajak. Sedangkan proses selanjutnya petugas tersebut melakukan perekaman dan editing untuk memastikan bahwa SPT Tahunan tidak terjadi salah hitung dan salah tulis, sehingga data yang direkam kedalam komputer adalah data yang benar. Selama proses tersebut petugas juga dapat memilah SPT Tahunan yang telah diterima dan direkam sesuai dengan jenis SPT (Lebih Bayar, Kurang Bayar, atau Nihil). Selain itu juga, petugas pemeriksa berusaha melakukan pemahaman terlebih dahulu terhadap laporan keuangan Wajib Pajak seperti Laporan Neraca, Laporan Rugi-Laba, dan seterusnya.
2) Menganalisa SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak
Setelah proses pemilihan SPT Tahunan berakhir, petugas pemeriksa melakukan penelahaan lebih lanjut dan membuat analisa terhadap SPT tersebut, bagi yang memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan khusus. Analisa terhadap SPT dilakukan dengan cara melakukan komparasi dengan data SPT tahun sebelumnya, atau juga dengan data SPT dari Wajib Pajak yang memiliki usaha sejenis. Selain itu analisa juga dilakukan dengan cara memahami terlebih dahulu ketentuan apa saja yang terkait dengan kewajiban pajak Wajib Pajak. 3) Mengidentifikasi Masalah Agar proses pelaksanaan pemeriksaan pajak dapat berlangsung dengan efektif dan efesien, petugas pemeriksa lebih berusaha lagi meningkatkan melakukan identifikasi terhadap masalah yang akan dihadapi oleh pemeriksa pajak seperti permasalahan tentang pencabutan NPWP, pemenuhan kewajiban perpajakan, Lebih Bayar, Kurang Bayar, SPT yang tidak masuk, SPT yang mengalami penundaan, serta masalah Wajip Pajak pindah. 4) Melakukan Pengenalan Lokasi Wajib Pajak Pada saat petugas menyampaikan surat permintaan peminjaman buku, catatan, dokumen dan daftar buku yang akan dipinjam dari Wajib Pajak, sekaligus menyampaikan SPT Pemeriksaan Pajak dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3), petugas pemeriksa tersebut mengambil kesempatan ini untuk melihat langsung bagaimana keadaan fisik tempat tinggal dan atau tempat usaha Wajib Pajak tersebut, untuk digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pemeriksaan dan menentukan ruang lingkup pemeriksaan. 5) Menentukan Ruang Lingkup Pemeriksaan Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor.123/PMK.03/2006 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, jenis pemeriksaan terbagi menjadi dua yaitu: Pemeriksaan Lapangan dan Pemeriksaan Sederhana, dan menurut Peraturan Direktur jenderal Pajak Nomor. PER- 123/PJ/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, yang dimaksud dengan Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal Wajib Pajak atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak yang meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau tahun sebelumnya. Sedangkan Pemeriksaan Sederhana terbagi lagi menjadi dua yaitu: Pemeriksaan Sederhana Lapangan dan Pemeriksaan Sederhana Kantor. Mengenai ruang lingkup atau jenis pemeriksaan yang digunakan oleh KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu atas SPT Tahunan PPh Badan adalah dalam bentuk Pemeriksaan Sederhana Lapangan yaitu pemeriksaan lapangan untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya, yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut keadaan dalam rangka
mencapai
tujuan
pemeriksaan
yakni
mendapatkan
hasil
pemeriksaan yang lebih lengkap serta tercapainya hasil pemeriksaan yang
lebih efektif. Pemeriksaan Sederhana Lapangan tersebut dilakukan dalam jangka waktu 2 bulan, apabila pemeriksaan tersebut tidak selesai dalam jangka waktu yang telah ditetapkan maka pemeriksaan akan terus dilanjutkan sampai dengan selesai. 6) Menyusun Program Pemeriksaan Dalam menyusun program pemeriksaan, yang dilakukan oleh pemeriksa pajak adalah dengan cara menentukan buku, catatan, dan dokumen apa saja yang akan diperlukan dalam proses pelaksanaan pemeriksaan pajak untuk mencapai sebuah tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 7) Menentukan Buku, Catatan, Dokumen serta Bukti yang akan dipinjam Sehubungan dengan pelaksanaan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak No. PRIN-46/WPJ.04/KP.0405/2006 pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu pemeriksa pajak melakukan peminjaman terhadap buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan serta bukti lain yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak. Diantara buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam oleh pemeriksa pajak adalah SPT Tahunan PPh Badan dan PPh 21, SPT Masa PPh pasal 25, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23/26, Pasal 4 (2), Laporan Keuangan, Daftar Akun, Neraca Percobaan (Trial Balance), Buku Besar (General Ledger dan Sub Ledger), Akta Pendirian, Sruktus Organisasi, Bukti-bukti Pemasukan dan Pengeluaran, serta masih banyak lagi daftar buku, catatan,
dan dokumen yang akan dipinjam oleh pemeriksa pajak dalam rangka pemeriksaan. Buku, catatan, dan dokumen serta bukti yang diperlukan petugas dalam pemeriksaan harus diserahkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Surat Permintaan Peminjaman diterima oleh Wajib Pajak. Buku, catatan, dan dokumen serta bukti tersebut akan dikembalikan kepada Wajib Pajak secara utuh dan lengkap setelah proses pemeriksaan selesai dilaksanakan. Apabila dalam jangka waktu 7 hari tersebut Wajib Pajak tidak memberikan atau meminjamkan buku, catatan, dan dokumen serta bukti yang diperlukan dalam pemeriksaan, maka pemeriksa pajak akan memberikan surat peringatan I dan II. 8) Menyediakan Sarana Pemeriksaan Sarana yang diperlukan oleh pemeriksa pajak di Seksi PPh Badan selama proses pemeriksaan harus terlebih dahulu dipersiapkan, untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pemeriksaan pajak. Sarana tersebut dapat berupa: a) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) b) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak c) Surat Pemberitahuan Wajib Pajak yang bersangkutan d) Surat Peminjaman buku, catatan, dokumen ke Wajib Pajak e) Formulir surat Peringatan I dan II peminjaman buku, catatan, dan dokumen ke Wajib Pajak f) Formulir Berita Acara Hasil Pemeriksaan
g) Formulir Risalah Tim Pembahas h) Formulir Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak i) Formulir Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan j) Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan k) Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan l) Formulir Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan m) Surat Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir n) Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan. Selain sarana diatas, pada saat pelaksanaan petugas pemeriksa pajak menyediakan Tanda Pengenal Pemeriksa yang telah ditandatangani oleh seorang Kepala Kantor untuk jangka waktu tertentu, yang akan ditunjukan kepada Wajib Pajak dalam setiap pelaksanaan pemeriksaan pajak berlangsung. b. Tahap Pelaksanaan 1) Memeriksa di tempat Wajib Pajak Pada tahap awal pelaksanaan pemeriksaan pajak, terlebih dahulu petugas pemeriksa menyampaikan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) beserta dengan surat permintaan peminjaman buku, catatan, dokumen serta bukti yang diperlukan yang akan dipinjam dari Wajib Pajak Badan. Dan pada kesempatan ini, petugas pemeriksa dapat melihat langsung keadaan fisik tempat tinggal atau tempat usaha Wajib Pajak Badan tersebut.
Dalam jangka waktu 7 hari setelah surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen disampaikan, Wajib Pajak Badan tersebut harus segera memberikan atau meminjamkan buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan pencatatan yang berhubungan dengan kegiatan usaha mereka. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan Wajib Pajak tidak juga meminjamkan buku, catatan, dan dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan, maka petugas pemeriksa pajak akan memberikan Surat Peringatan I kepada Wajib Pajak tersebut dan apabila Wajib Pajak masih juga belum bersedia memberikan atau meminjamkan petugas pemeriksa selanjutnya akan memberikan Surat Peringatan Yang ke-II, dan sebagai langkah terakhir akan dilakukan perhitungan pajak terutang secara jabatan. 2) Melakukan Penilaian atas Sistem Pengendalian Intern Petugas pemeriksa pajak di Seksi PPh Badan melakukan penilaian terlebih dahulu atas Sistem Penendalian Intern, hal tersebut dilakukan untuk menentukan apakah pemeriksaan yang dilakukannya telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam Sistem Pengendalian Intern Wajib Pajak. 3) Memutakhirkan Ruang Lingkup dan Program Pemeriksaan Ruang lingkup dan program pemeriksaan perlu disesuaikan kembali oleh pemeriksa pajak dengan cara melihat langsung keadaan Wajib Pajak, hal tersebut dilakukan untuk menentukan apakah perlu dilakukan
perluasan pemeriksaan serta apakah perlu untuk menyusun kembali program pemeriksaan yang sesuai dengan keadaan Wajib Pajak. 4) Melakukan Pemeriksaan atas Buku, Catatan, dan Dokumen Setelah buku, catatan, dokumen dan bukti lainnya telah diberikan atau dipinjamkan oleh Wajib Pajak, Pemeriksa pajak kemudian akan langsung melakukan pemeriksaan apakah angka yang telah tercantum dalam SPT Wajib Pajak tersebut yang telah diisi olehnya sesuai dengan angka yang tercatat didalam buku, catatan, dan dokumen Wajib Pajak. Apabila tidak sesuai dengan angka yang telah tercantum didalam buku, catatan dan dokumen tersebut, maka oleh petugas pemeriksa pajak SPT akan dikembalikan kepada Wajib Pajak untuk disesuaikan ulang. 5) Melakukan Konfirmasi Kepada Pihak Ke-3 Jika dianggap perlu, konfirmasi kepada pihak ke-3 akan dilakukan untuk menguji keabsahan pemotongan atau pemungutan PPh sebagaimana dilakukan oleh Wajib Pajak dalam SPT nya, konfirmasi tersebut dilakukan melalui pos terhadap kredit pajak dan fiskal luar negeri. 6) Memberitahukan Hasil Pemeriksaan Kepada Wajib Pajak Untuk memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa, Pemeriksa pajak akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP), Formulir Berita Acara Hasil Pemeriksaan (BAHP), serta Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak (DTPP) untuk ditandatangani dan ditanggapi oleh Wajib Pajak pada waktu yang telah ditentukan. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara pemeriksa pajak dengan Wajib Pajak,
maka perbedaan tersebut akan dituangkan kedalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) disertai dengan alasan dari masing-masing pendapat kedua belah pihak. 7) Melakukan Sidang Penutup (Closing Conference) Langkah terakhir dalam tahap pelaksanaan ini adalah dengan melakukan Closing Conference dengan Wajib Pajak. Untuk itu pemeriksa pajak terlebih dahulu akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Hasil Pameriksaan (SPHP) dan Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak (DTPP) kepada Wajib Pajak untuk diberikan tanggapan secara langsung. Hasil dari tanggapan Wajib Pajak tersebut akan dituangkan kedalam Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan (STHP) apakah Wajib Pajak menyetujui seluruh hasil pemeriksaan atau tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan. Jika Wajib Pajak memberikan tanggapan dengan menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, maka Wajib Pajak akan memberikan Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan (LPPHP) yang sebelumnya telah diberikan oleh petugas pemeriksa, lembar tersebut digunakan untuk memberikan pernyataan yang sebenar-benarnya bahwa Wajib Pajak telah menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, yang kemudian pemeriksa pajak akan segera menerbitkan Formulir Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan (BAPHP). Sebaliknya, jika Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan tersebut, maka pemeriksa pajak akan menanggapinya dengan menerbitkan Formulir Risalah Tim Pembahas (RTP) yang terdiri
dari beberapa anggota. Tim pembahas tersebut akan menerima pendapat dari pemeriksa pajak serta tanggapan dari Wajib Pajak yang menjadi pokok masalah koreksi, yang kemudian akan diambil sebuah kesimpulan oleh tim pembahas tersebut untuk dapat disetujui oleh kedua belah pihak dan hasil akhir pembahasan tersebut akan dimasukan kedalam Formulir Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir (IHPA). Hasil pembahasan akhir dari closing conference digunakan sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terhutang. Setelah melakukan closing conference, Wajib Pajak harus membuat dan menandatangani LPPHP, namun apabila dalam jangka waktu 7 hari Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan terhadap SPHP dan DTPP maka pemeriksa pajak akan segera menerbitkan Formulir Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan (BATMT) kepada Wajib Pajak, yang kemudian akan ditutup dengan ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan juga oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu. c. Tahap Pembuatan Laporan Tahap pembuatan laporan pemeriksaan pajak akan dibuat oleh petugas pemeriksa pajak pada saat menjelang berakhirnya waktu pemeriksaan pajak yang telah ditentukan yakni setelah dilakukannya proses closing conference dengan Wajib Pajak. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari proses
pemeriksaan
pajak,
laporan
pemeriksaan
pajak
tersebut
menjelaskan tentang ruang lingkup pemeriksaan dan tujuan dari pemeriksaan, identitas subjek dan objek pemeriksaan, serta menjelaskan
tentang usaha dari Wajib Pajak, kewajiban perpajakan yang harus dilaksanakan oleh Wajib Pajak. Pembuatan laporan pemeriksaan pajak ini dilakukan dengan berpedoman pada Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), serta Nota Hitung yang telah dibuat pada saat proses pemeriksaan dan akan dituliskan dalam Formulir yang telah ditentukan sebelumnya oleh pemeriksa pajak. Petugas pemeriksa pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu tidak melakukan pengecekan dan tidak pula membuat laporan mengenai Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak serta mengenai Daftar Harta Kekayaan dari Wajib Pajak. Setelah laporan hasil pemeriksaan pajak dibuat dan ditandatangani oleh Tim pemeriksa pajak, maka laporan tersebut harus segera disahkan dengan ditandatangani oleh seorang Kepala Kantor bersamaan dengan Nota Perhitungan Pajak Terutang, hal ini dilakukan agar hasil dari pemeriksaan pajak tersebut mempunyai sebuah kekuatan hukum yang sah. Selanjutnya Laporan Pemeriksaan Pajak dan Nota Perhitungan Pajak Terutang tersebut akan diserahkan langsung kepada seksi Tata Usaha Perpajakan yang kemudian akan dibuatkan Surat Ketetapan Pajak (SKP). 4. Monitoring Dan Tindak Lanjut Pemeriksa Pajak Di KPP Semua tindak lanjut dan monitoring merupakan tugas dari seksi PPh Badan di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu dan merupakan kegiatan diluar pemeriksaan sehingga bukan merupakan tugas atau wewenang para petugas pemeriksa pajak, monitoring akan dilakukan oleh pemeriksa pajak di seksi PPh
Badan dengan cara mengirimkan Laporan Tahunan secara langsung kepada Kakanwil Direktorat Jenderal Pajak III, sedangkan tindak lanjut diawali dengan segera menerbitkan sebuah produk hukum berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), serta Surat Tagihan Pajak (STP). Setelah Surat Ketetapan Pajak diterbitkan, maka selanjutnya Wajib Pajak akan segera menyelesaikan kewajibannya dan menggunakan haknya untuk mengajukan sebuah keberatan.
Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) di Seksi PPh Badan tahun 2004 sampai dengan 2006 jenis produk hukum adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Jenis Produk Hukum Tahun 2004 No. 1. 2. 3. 4.
Jenis Produk Hukum SKPKB SKPLB SKPN STP Jumlah
Jumlah 62 60 32 104 258
Tabel 4.6 Jenis Produk Hukum Tahun 2005 No. 1. 2. 3. 4.
Jenis Produk Hukum SKPKB SKPLB SKPN STP Jumlah
Jumlah 40 38 20 343 441
Tabel 4.7 Jenis Produk Hukum Tahun 2006 No. 1. 2. 3. 4.
Jenis Produk Hukum SKPKB SKPLB SKPN STP Jumlah
Jumlah 7 12 2 651 672
Tabel 4.8 Jenis Produk Hukum Tahun 2007 No. 1. 2. 3. 4.
Jenis Produk Hukum SKPKB SKPLB SKPN STP Jumlah
Jumlah 487 487
Untuk tahun 2007 jumlah Surat Tagihan Pajak (STP) yang masuk sebanyak 487 surat , dari jumlah tersebut diketahui bahwa masih banyak Wajib Pajak yang tidak mau memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya, sehingga menyebabkan turunnya tingkat efektifitas Wajib Pajak. Jadi dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak tidak sepenuhnya dapat meningkatkan efektifitas Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya.
5. Relevansi dengan Undang-Undang Perpajakan Baru Dengan adanya Undang-undang perpajakan yang baru yaitu Undangundang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara
Perpajakan, masyarakat umumnya dan Wajib Pajak Badan khususnya kini telah mendapat kepastian hukum dan kejelasan informasi mengenai hak-hak dan kewajibannya serta perlakuan yang sama dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan baru.
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di seksi PPh Badan di KPP Jakarta Kebayoran baru satu yang diobservasi selama 3 tahun yaitu dari tahun 2004 sampai dengan 2006. Dari hasil penelitian, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan adalah sebagai berikut: 1. Wajib Pajak Badan pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu relatif mau melaporkan SPT Tahunannya, akan tetapi cenderung menurun dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari semakin rendahnya persentase penyerahan SPT Tahunan ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, yaitu sebesar 31,7% pada tahun 2004, berangsur menurun pada tahun 2005 sebesar 30,6% dan sebesar 28,5% pada tahun 2006. 2. Pada KPP Jakarta Kebayoran Baru satu jenis ruang lingkup pemeriksaan yang dilakukan atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan adalah dalam bentuk Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL), pemeriksaan sederhana lapangan tersebut akan memberikan hasil pemeriksaan yang lengkap dan dapat mencapai hasil pemeriksaan yang lebih efektif. Pelaksanaan pemeriksaan pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu yang dilakukan oleh seksi PPh Badan telah memenuhi ketentuan peraturan yang telah
ditetapkan
yaitu
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No.545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, dan sarana yang telah diberikan oleh KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu juga sudah cukup memadai. 3. Menurut Ditjen Pajak, dengan adanya kebijakan Sunset Policy yang berakhir Desember tahun 2008 sejauh ini berjalan sangat efektif yang dampak pelaksanaannya bisa dilihat dari penerimaan bulanan 2008 dimana mulai 1 Januari sampai dengan September 2008 pertumbuhan penerimaan pajak semakin meningkat, serta dapat meningkatkan jumlah Wajib Pajak pada tahun ini sebanyak 2 juta Wajib Pajak, para investor mulai memiliki NPWP agar transaksi mereka pada waktu mendatang menjadi lebih mudah. B. Implikasi Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi, yaitu sebagai berikut: 1.
Walaupun tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam melaporkan SPT Tahunannya di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu terus mengalami penurunan, hal ini tidak pula ikut menyebabkan turunnya jumlah penerimaan pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu tersebut. Dan untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu berusaha mengefektifkan Wajib Pajak Badan yang selama ini belum terdaftar.
2.
Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak yang dilakukan di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu menjadi lebih efektif dengan menggunakan Pemeriksan
Sederhana Lapangan, hal ini dapat dilihat dari tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan yang tanggapannya untuk diperiksa cukup tinggi, sehingga pemeriksa pajak dapat segera menyelesaikan pemeriksaan tepat pada waktunya dan sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3). C. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diajukan beberapa saran yaitu: 1. Pemeriksaan pajak perlu terus ditingkatkan sehingga efektifitas dan manfaatnya dapat tercapai serta diharapkan dapat berimplikasi pada optimalisasi penerimaan pajak dan sikap kejujuran serta rasa keadilan bagi para Wajib Pajak. Upaya peningkatan kepatuhan terutama dalam hal melaporkan SPT hendaknya dapat terus ditingkatkan, baik oleh pihak aparatur pajak maupun Wajib Pajak sebagai langkah utama mendorong Wajib Pajak menuju masyarakat yang sadar akan pajak dan peduli pajak. 2. Adanya faktor lain diluar pelaksanaan pameriksaan pajak yang perlu terus ditingkatkan, misalnya saja di tahun 2009 diharapkan dilakukannya peningkatan program penyuluhan perpajakan kepada pembayar pajak, dilakukannya sosialisasi secara besar-besaran dengan langsung kepada masyarakat untuk memperlihatkan lebih jelas kemana larinya uang pajak yang dibayar masyarakat, peningkatan profesionalisme serta integritas para aparat pemerintah khususnya para petugas pemeriksa pajak di KPP sehingga dapat memberikan pelayanan dengan lebih baik kepada masyarakat, serta dapat meningkatkan motivasi para Wajib Pajak itu sendiri agar dapat terus memenuhi kewajiban perpajakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamid, “Panduan Penulisan Skripsi”, Cetakan Pertama, Grafika Karya Utama, Jakarta, 2004. Bwoga Hanantha, Yoseph Agus dan Tony Marsyahrul, “Pemeriksaan Pajak di Indonesia”, PT. Grasindo, Jakarta, 2005. Chaidir Ali, “Hukum Pajak Elementer”, 1993. Consuelo G. Sevilla dkk, “Pengantar Metode Penelitian”, Penerjemah Alimuddin Tuwu, UI Press, Jakarta, 1993. Departemen Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, tanggal 7 Desember 2006. Departemen Keuangan Republik Indonesia. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Tentang Petunjuk Pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Eko Novianto Nugroho, ”Pelanggaran di Bidang Perpajakan”, Indonesian Tax Review Volume IV/ Edisi50, 2005. Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, “Perpajakan Teori dan Aplikasi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Iis Rahmawati. “Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pelaporan SPT Masa PPN Dikaitkan Dengan Rencana Penerimaan PPN Pada KPP Jakarta Cilandak”, 2006. Kompas. ”Kenaikan Jumlah Wajib Pajak”, Jakarta,2008. Mardiasmo. Drs., Akt., MBA, “Perpajakan”, Edisi ke-5, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta,1997. Nur Indriantoro. Dr., M.Sc., Akt, dan Bambang Supomo. Drs., M.Si., Akt, “Metodologi Penelitian Bisnis”, Edisi pertama, BPFE Yogyakarta. Rimsky K. Judisseno, “Pajak dan Strategi Bisnis”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999. Santoso Brotodihardjo, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, Edisi ke tiga, PT. Eresco, Bandung, 1995.
Siti Resmi, “Perpajakan: Teori dan Kasus”, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta, 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000, Tanggal 17 Juli 2007. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-123/PJ/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, Tanggal 15 Agustus 2006. Wira Sakti, “Menyimak Permasalahan Pajak Dalam Meningkatkan Jumlah Wajib Pajak”, Inovasi Online Edisi vol.6/xiii/ Maret 2006. Wirawan dan Waluyo, “Perpajakan Indonesia”, Salemba Empat, Jakarta, 1999. www.pajak.go.id.