ANALISIS PENGELOLAAN MODAL KERJA, PROFIT MARGIN, OPERATING ASSETS TURNOVER, DAN UKURAN PERUSAHAAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT RENTABILITAS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Mutia Desanti NIM: 104081002472
Di bawah Bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
Herni Ali H.T, SE, MM
NIP. 150 317 955
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008/1429H
ANALISIS PENGELOLAAN MODAL KERJA, PROFIT MARGIN, OPERATING ASSETS TURNOVER, DAN UKURAN PERUSAHAAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT RENTABILITAS PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Oleh Mutia Desanti NIM: 104081002472
Di bawah Bimbingan Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
Herni Ali H.T, SE, MM
NIP. 150 317 955 Penguji Ahli
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 131 474 891 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2008/1429H
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
: Mutia Desanti
2. Tempat & Tgl Lahir : Jakarta, 24 Desember 1985 3. Alamat
: Perumahan Taman Kedaung Jl. Melati Raya B7 No.1A, Pamulang – Tangerang 15415
4. Telepon
: 08568724809 / 92009655
II. PENDIDIKAN FORMAL 1. SDN IV Ciputat
: 1992 s/d 1998
2. SMPN 2 Ciputat
: 1998 s/d 2001
3. SMAN 1 Ciputat
: 2001 s/d 2004
4. Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
: 2004 s/d 2008
III. PENDIDIKAN NON FORMAL 1. Computer Course “Microsoft Office”, SMAN 1 Ciputat (2002) 2. English Course, IEC Ciputat (2003) 3. Pelatihan
Simulasi
Operasional
Perbankkan,
dan Ilmu Sosial, UIN Syarif Hidyatullah (2007)
Fakultas
Ekonomi
ABSTRACT
The objective of this research is to discover influence between working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, and firm size to the level rentability of manufacturing companies. This study used secondary data from Financial Statement of 28 manufacturing companies which are listed on Indonesia Stock Exchange (IDX) for period year 2003 to 2007. These companies sample achieved by purposive sampling technique. The data are processed through an SPSS (Statistic Product and Service Solution) computerized program to obtain the result of the analysis and tested through: regression analysis, t-test, and F-test to find out the significant level. The result of this research show that working capital turnover has significant negative effects to the rentability rates in level of significancy at 5 %, while others independent variables (profit margin, operating assets turnover, and firm size) has significant positive effects to the rentability rates in level of significancy at 1%. This study also shown that profit margin has dominant effects to the rentability rates of manufactures. The conclusion of the research is based on the result of the coefficient determination (Adj R2) calculation shows 82,9 %, it means 82,9 % of company’s rentability is affected by the working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, and firm size, and the remaining 17,1 % is affected by other factors not covered in this research. Key Word: Working Capital, Profit Margin, Operating Assets Turnover, Firm Size, Rentability.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara perputaran modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan ukuran perusahaan terhadap tingkat rentabilitas pada perusahaan manufaktur. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan keuangan dari 28 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2003 hingga 2007. Sampel perusahaan diperoleh dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data diproses dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Product and Service Solution) untuk memperoleh hasil berdasarkan pengujian dan analisis melalui: analisis regresi, uji-t, uji-F untuk memperoleh tingkat signifikan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perputaran modal kerja memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat rentabilitas pada level signifikan 5 %, sementara varibel independen lainnya (profit margin, operating assets turnover, dan ukuran perusahaan) memiliki pengaruh positif terhadap tingkat rentabilitas pada level signifikan 1 %. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa profit margin memiliki pengaruh paling dominan terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur. Kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan perhitungan koefisien determinasi (Adj R2) menunjukan nilai sebesar 82,9 %, hal ini berarti 82,9 % tingkat rentabilitas perusahaan dipengaruhi oleh perputaran modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan ukuran perusahaan, serta sisanya sebesar 17,1 % dipengaruhi oleh faktor lain di luar model dalam penelitian ini. Kata Kunci: Modal Kerja, Profit Margin, Operating Assets Turnover, Ukuran Perusahaan, Rentabilitas.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Analisis Pengelolaan Modal Kerja, Profit Margin, Operating Assets Turnover, dan Ukuran Perusahaan Serta Pengaruhnya Terhadap Tingkat Rentabilitas Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata-1 (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini. Selama menyusun skripsi ini maupun dalam mengikuti kegiatan akademik di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, banyak pihak yang turut memberikan bantuan kepada penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, motivasi, doa, serta semangat yang sangat berarti dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Drs. Mohammad Faisal Badroen, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Pembantu Dekan Bid. Akademik Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus selaku dosen pembimbing I yang telah banyak
memberikan saran, petunjuk, ilmu pengetahuan, serta telah meluangkan waktunya yang sangat berguna bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Herni Ali H.T., SE, MM, selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta dengan penuh kesabaran telah memberikan saran dan dorongan kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Terima kasih kepada seluruh dosen-dosen di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmuilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini, semua itu sangat berarti untuk masa depan yang lebih baik lagi. 6. Terimakasih kepada Papa dan Mama tercinta atas semua yang telah kalian berikan kepada saya terutama atas curahan rasa cinta yang tiada batas yang memberikan saya keyakinan untuk terus melangkah. Mungkin hanya kado kecil ini yang dapat saya berikan untuk kalian. Untuk abang dan adikku tersayang Zaky Riadi dan Moh.Ardi Iradat yang telah memberikan masukan dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Keluarga besarku Abah, Embu, Uwa edi, Mang ijun, Bi umin, Bi eni, Uwa uum, Uwa toto, Mamak to, Ni’ zulfa terimakasih atas masukan, dukungan, dan doanya yang telah diberikan sehingga menjadi energi besar untuk saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Saudara sepupuku Teh selis, Dwi, Teh uum, Teh neni, Teh ety, Aa toto, Fran, Dani, Mira, Suci terimakasih atas support dan doanya. 8. Terimakasih untuk Razka Hadhista Putra (Keka), atas kasih sayang, perhatian, semangat, dan terlebih doanya yang telah kamu berikan untuk aku dalam proses penulisan skripsi ini dan terimakasih telah memberikan warna-warna terindah dalam hidupku ini. 9. Teman-teman terdekat dan sepermainanku Pipiiiit, Edoy, Rendy, Dwi, Maxus, Nita, Dimas, Dewiii, Riri, Mala, Novies, Puput, Meta, Frieda, Vany, Wulan, Saski, Tika yang telah membantu memberikan informasi, smangat, dan pertemanan yang telah terjalin begitu indah dalam suka dan duka, kalian teman-teman terbaik saya.
10. Teman-teman seperjuanganku Nanaaaa, Dina, Tuti, Kania, Titin, Lia, Iin, Fera, Icha, Finda, Sulis, Lia, Titi, Santi, Ita yang telah mengisi hari-hari penulis dan penelitian ini tidak ada apa-apanya tanpa kalian yang dengan sabar mengingatkan saya tentang teori-teori dan statistik. 11. Teman-temanku keluarga besar manajemen B dan keuangan A angkatan 2004 Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syahid Jakarta, terimakasih telah membuat masa kuliah aku menjadi lebih berwarna dan tidak akan mungkin ku lupakan. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Akhir kata, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya untuk membalas kebaikan dari semua pihak yang telah membantu penulis selama ini dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.
Jakarta, Desember 2008
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
i
ABSTRACT
ii
ABSTRAK
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
Bab I : PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang Penelitian
1
B. Perumusan Masalah
12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
12
Bab II : TINJAUAN PUSTAKA
15
A. Modal Kerja
15
B. Profit Margin
30
C. Operating Assets Turnover
31
D. Ukuran Perusahaan
32
E. Rentabilitas
34
F. Penelitian Terdahulu
38
G. Kerangka Pemikiran
41
H. Rumusan Hipotesis
43
Bab III : METODOLOGI PENELITIAN
44
A. Ruang Lingkup Penelitian
44
B. Metode Penentuan Sampel
45
C. Metode Pengumpulan Data
46
D. Metode Analisis
47
E. Definisi Operasional Variabel
52
Bab IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
55
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah singkat Bursa Efek Indonesia
55 55
2. Lembaga-lembaga yang terkait di Bursa Efek Indonesia 60 3. Industri Perusahaan Manufaktur
63
B. Analisis Deskriptif
64
C. Hasil dan Pembahasan
67
1. Pengujian Asumsi Klasik
67
a. Uji Normalitas
67
b. Uji Autokorelasi
68
c. Uji Multikolinieritas
69
d. Uji Heterokedastisitas
70
2. Pengujian Regresi Linier Berganda
71
3. Pengujian Hipotesis
74
a. Uji Simultan (Uji-F)
74
b. Uji Parsial (Uji-t)
76
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
82
BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
84
A. Kesimpulan
84
B. Implikasi
85
DAFTAR PUSTAKA
87
LAMPIRAN
90
DAFTAR TABEL Tabel
Hal.
1.1
: Pertumbuhan Industri Manufaktur dan pertumbuhan PDB
4
4.1
: Hasil Analisis Deskriptif
65
4.2
: Hasil Uji Frequency Ukuran Perusahaan
66
4.3
: Uji Autokorelasi Durbin-Watson
69
4.4
: Pengujian Multikolinearitas
69
4.5
: Hasil Uji Regresi Linear Berganda
71
4.6
: Hasil Uji Regresi Simultan ( F-test )
75
4.7
: Hasil Uji Regresi Parsial ( t-test )
76
4.8
: Pengujian Koefisien Determinasi
83
DAFTAR GAMBAR Gambar
Hal.
1.1
: NPL Kredit Modal Kerja Dan Investasi
1.2
: Pertumbuhan Laba, Modal Kerja, Sales, Dan Total Assets Perusahaan Manufaktur
2
5
2.1
: Kerangka Pemikiran
42
4.1
: Hasil Uji Normalitas Data
68
4.2
: Uji Heterokedastisitas
70
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Hal.
1
: Sampel Perusahaan Manufaktur
90
2
: Analisis Deskriptif
91
3
: Uji Asumsi Klasik
92
4
: Analisis Regresi Berganda
94
5
: Rasio Keuangan Tahun 2003
97
6
: Rasio Keuangan Tahun 2004
98
7
: Rasio Keuangan Tahun 2005
99
8
: Rasio Keuangan Tahun 2006
100
9
: Rasio Keuangan Tahun 2007
101
10
: Kategori Ukuran Perusahaan (Variabel Dummy)
102
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi yang melanda dunia saat ini memberi dampak yang signifikan bagi kehidupan manusia. Perekonomian dunia akan terintegrasi secara global dengan semakin kuatnya tuntutan terhadap penerapan prinsip perdagangan bebas. Di mana batas-batas negara dalam perdagangan dan perekonomian menjadi semakin kurang jelas, sehingga persaingan dunia usaha semakin ketat. Tantangan yang terjadi dewasa ini adalah para pelaku ekonomi harus segera menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Perusahaan harus segera melakukan restrukturisasi dan meningkatkan profesionalisme untuk dapat bersaing di pasar global. Dalam mewujudkan seluruh tuntutan tersebut diperlukan suatu prinsip pengelolaan yang efektif, efisien, dan produktif terhadap semua bagian yang ada di dalam perusahaan serta ditunjang suatu tindakan pengendalian yang efektif untuk mencegah timbulnya penyimpangan yang bersifat negatif yang dapat mengakibatkan terganggunya kesinambungan hidup perusahaan. Manajemen harus dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menetapkan kebijakan yang mantap dan strategis. Semua tindakan tersebut dilakukan agar perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya sehingga dapat bersaing dan mempertahankan kesinambungan hidup perusahaan.
Efisiensi modal kerja sangat diperlukan agar perusahaan selalu dapat menjalankan aktivitas dan efisiensinya dari penggunaan modal kerja yang memegang peranan penting yaitu sebagai pengukur terhadap keberhasilan perusahaan. Efisiensi penggunaan modal kerja tidak dapat dilihat dari jumlah modal yang besar, tetapi dilihat dari penggunaan dan pengalokasian modal kerja tersebut (Indri Yuliafitri, 2005). Jumlah modal kerja yang terlalu besar akan berakibat ada sebagian dana yang tidak produktif. Hal ini akan merugikan perusahaan, karena kesempatan untuk memperoleh laba akan sia-sia. Terlebih lagi apabila sampai terjadi kekurangan modal kerja, maka suatu perusahaan tidak akan dapat membiayai pengeluaran sehari-harinya (Tri Siswantini, 2006). Besarnya tingkat modal kerja yang dikelola oleh perusahan di Indonesia secara umum tergambar melalui tingkat Non Performing Loan (NPL) kredit modal kerja dan investasi yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Gambar 1.1
Sumber: Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/
Berdasarkan gambar 1.1 diperoleh data pergerakan tingkat NPL kredit modal kerja dan investasi dalam kurun waktu 2003-2007 mengalami
pergerakan yang fluktuatif setiap tahunnya. Pada semester I tahun 2003 sampai dengan kuartal II tahun 2004 tingkat NPL kredit modal kerja dan invetasi mengalami penurunan di bawah 10%. Kemudian pergerakan tingkat NPL kredit modal kerja dan investasi kembali mengalami peningkatan mulai 2005-2006 dan kembali menurun di awal semester I tahun 2007. Hal ini menggambarkan bahwa pergerakan fluktuatif tingkat kredit modal kerja disebabkan keadaan iklim investasi di Indonesia yang belum stabil, sehingga perusahaan sangat berhati-hati dalam pengelolaan modal kerjanya. Perusahaan yang tergolong ke dalam sektor manufaktur merupakan perusahaan-perusahaan
yang
dalam
kegiatan
operasionalnya
banyak
membutuhkan dana investasi yang cukup besar sehingga dengan sendirinya modal kerja yang digunakan juga sangat besar. Berpijak pada kondisi perusahaan yang banyak memerlukan modal kerja yang cukup besar, maka diperlukan suatu evaluasi terhadap keefektivitasan pengelolaan modal kerja tersebut. Industri manufaktur merupakan sektor terbesar di dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Seperempat dari keseluruhan produksi barang dan jasa berasal dari sektor ini (Kompas, Maret 2003). Hal ini menegaskan bahwa betapa pentingnya sektor industri manufaktur dalam pembentukan PDB. Namun, pertumbuhan sektor yang demikian penting ini tengah mengalami trend yang terus menurun. Gambar berikut ini menyajikan data pertumbuhan industri manufaktur dan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) selama kurun waktu 2003 – 2007.
Tabel 1.1 Pertumbuhan Industri Manufaktur dan Pertumbuhan PDB (dalam %) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Pertumbuhan Manufaktur 5,3 6,4 4,6 4,7 7,2
Pertumbuhan PDB 4,7 5,1 5,6 5,2 6,3
Sumber: Bank Indonesia
Observasi yang lebih rinci pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan industri manufaktur memang terus menurun selama kurun waktu 2003-2006. Sebelum krisis, pertumbuhan sektor industri mencapai rata-rata 9% per tahun, setelah krisis hanya 5%. Namun, yang lebih mengkhawatirkan, sampai dengan triwulan III 2003, pertumbuhan ini terus menurun. Industri pengolahan hanya tumbuh 2,3% sedangkan selama 2002 tumbuh 4,1% (Kompas, Juni 2004). Sejak 2005 hingga sekarang, pertumbuhan industri manufaktur merosot menjadi jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan PDB. Dengan Perkembangan industri manufaktur yang terpuruk maka mengakibatkan kualitas pertumbuhan PDB pun menjadi buruk. Hal ini karena persentase pertumbuhannya sangat lambat, bahkan lebih lambat dari inflasi (Kwik Kian Gie, Desember 2007). Secara historis, kinerja perusahaan seringkali diukur dari tinggi rendahnya laba yang dihasilkan. Laba juga menunjukkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dilihat dari tingkat rentabilitasnya. Dari data yang diperoleh melalui Capital Market Electronic Document Services (CMEDS) dalam kurun waktu 2003-2007 laba bersih 28 perusahaan
pada sektor manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia berkisar diantara Rp. 170.164.506.071 – Rp. 269.148.365.934. Besarnya nilai modal kerja yang dimiliki perusahaan selama periode penelitian pun mengalami peningkatan yang rendah setiap tahunnya. Sedangkan tingkat Penjualan dan total assets perusahaan mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Gambar berikut ini menyajikan data pertumbuhan laba, modal kerja, sales, dan total assets pada industri manufaktur selama kurun waktu 2003 – 2007. Gambar 1.2 Pertumbuhan Laba, Modal Kerja, Sales, dan Total Assets Perusahaan Manufaktur 3,500 3,000 2,500 milliar
Total Assets 2,000
Sales EBIT
1,500
Working Capital 1,000 500 0 2003
2004
2005
2006
2007
tahun
Sumber: Data diolah, financial report CMEDS
Pada perusahaan industri seringkali dijumpai masalah-masalah yang timbul dalam pengelolaan modal kerja menjadi penyebab terjadinya mismanagement. Dari fenomena yang ada pada beberapa perusahaan terdapat kondisi modal kerja yang kurang efisien, terutama apabila perusahaan sudah mendapatkan posisi yang baik dalam pasar, terlepas dari faktor pendukung lainnya.
Tujuan setiap perusahaan adalah memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal, salah satu caranya adalah dengan melakukan efisiensi pengelolaan modal kerja. Agar tujuan perusahaan bisa tercapai maka diperlukan suatu kemampuan perusahaan di dalam mengelola modal kerja secara efisien guna memperoleh
tingkat
rentabilitas
yang
tinggi.
Tingkat
rentabilitas
mencerminkan kemampuan modal kerja menghasilkan keuntungan, berarti dengan tingkat rentabilitas yang tinggi mencerminkan adanya penggunaan modal kerja secara lebih efisien. Sebagian besar sumber daya yang dimiliki perusahaan berada di dalam modal kerja. Sehingga masalah modal kerja merupakan hal yang penting dan memerlukan perhatian besar dengan tindakan cermat dalam pengelolaannya. Modal kerja penting bagi setiap perusahaan, hal ini dikarenakan beberapa alasan yaitu: Pertama, tanpa modal kerja perusahaan tidak dapat melakukan kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Kedua, sebagian besar waktu dari manajer dicurahkan untuk mengelola modal kerja perusahaan (JF Weston & Brigham, 2000). Ketiga, pada beberapa perusahaan manufaktur, investasi modal kerjanya dapat mencapai lebih 50% dari total aktiva perusahaan. Oleh karena itu modal kerja perusahaan perlu dikelola dengan baik (Federal Trade Commision) dalam Sudana dan Widyaningrum (2003). Sumber-sumber modal kerja dapat menggunakan modal kerja sendiri (intern) dan pinjaman dari pihak lain. Pembiayaan yang menggunakan modal sendiri jumlahnya sangat terbatas, sedangkan kebutuhan untuk pembiayaan modal kerja sangat besar. Maka perusahaan membutuhkan modal kerja dari
pihak lain berupa pinjaman. Walaupun besarnya kebutuhan dapat dipenuhi akan tetapi timbul tambahan beban dalam penggunaannya, yaitu berupa bunga pinjaman. Kebutuhan dana yang besar akan mengakibatkan penggunaan dana pinjaman yang besar pula, sehingga menyebabkan tingginya beban. Oleh karena itu, modal kerja harus dikelola secara efektif dan efisien (Siswantini, 2006). Mengingat pentingnya modal kerja dalam
menunjang suksesnya
perusahaan perlu adanya pertimbangan-pertimbangan yang mendetail dalam menentukan besarnya modal yang diperlukan dan dari mana sumber modal itu diperoleh. Penggunaan modal yang tepat diberbagai aktivitas perusahaan dan pengalokasiannya adalah salah satu indikator yang menunjukkan sukses tidaknya perusahaan. Salah satu unsur atau komponen rentabilitas adalah efisiensi penggunaan modal kerja (Indri, 2005). Selain itu, efektivitas dan efisiensi perusahaan dapat dilihat dari kecepatan perputaran operating assets dalam suatu periode tertentu. Semakin cepat perputaran operating assets berarti semakin efisien penggunaan operating assets perusahaan tersebut. Kemudian faktor lain yang mempengaruhi tingkat rentabilitas perusahaan selain operating assets turnover, yaitu tingkat profit margin (Riyanto, 2001). Alasan mengapa topik ini menarik untuk diteliti, karena perusahaan pada umumnya lebih mengutamakan masalah laba daripada masalah rentabilitas, dengan laba yang besar bukan berarti bahwa perusahaan itu telah bekerja dengan efektif dan efisien. Efisiensi barulah dapat diketahui dengan
menghitung
tingkat
rentabilitasnya.
Penelitian-penelitian
sebelumnya
mengenai efektivitas kinerja perusahaan dengan indikator perputaran modal kerja dan analisis rasio serta hubungannya dengan laba telah banyak dilakukan. Vedavinayagam Ganesan (2007) melakukan penelitian tentang analisa efisiensi pengelolaan modal kerja pada industri perlengkapan telekomunikasi selama periode 2001 – 2006 dengan menggunakan Uji F pada analisis regresi, mengemukakan bahwa efisiensi pengelolaan modal kerja memiliki hubungan negatif dengan tingkat profitabilitas pada perusahaan industri perlengkapan telekomunikasi di USA. Hasil penelitian Ganesan (2007) sependapat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kesseven Padachi (2006) tentang trend dalam pengelolaan modal kerja dan implikasinya terhadap perusahaan manufaktur di Mauritius, Afrika selama periode 1998-2003. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa tingginya tingkat investasi dalam persediaan dan piutang usaha berhubungan dengan rendahnya tingkat profitabilitas pada perusahaan manufaktur. Susi Dwimulyani dan Shirley (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh faktor-faktor seperti rasio keuangan, laba bersih, dan ukuran perusahaan terhadap prediksi pertumbuhan laba pada periode mendatang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat memprediksi pertumbuhan laba usaha pada perusahaan manufaktur, yaitu rasio kemampulabaan, laba bersih, dan ukuran perusahaan.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Suryo Luhur W.A dan Triani Pujiastuti (2006) mengemukakan bahwa profit margin dan perputaran aktiva lancar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rentabilitas modal kerja. Selain itu, profit margin ternyata memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap tingkat rentabilitas modal kerja. Indri Yuliafitri (2005) mengemukakan tentang pengaruh kecepatan perputaran modal kerja dan operating assets turnover terhadap tingkat rentabilitas pada perusahaan yang bergerak di sektor industri dasar dan kimia yang diobseravasi selama 3 tahun, yaitu dari tahun 2001 sampai 2003. Berdasarkan uji F yang dilakukan terhadap 48 sampel, diperoleh hasil penelitian adalah secara bersama-sama atau simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara efektivitas modal kerja dan operating assets turnover terhadap tingkat rentabilitas. Sedangkan pengujian secara parsial atau individual menemukan bukti bahwa efektivitas modal kerja dan operating assets turnover tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat rentabilitas. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Aprilia (2003) yang menyatakan bahwa perputaran modal kerja dan operating assets turnover secara individual tidak berpengaruh terhadap rentabilitas. Dari temuan ini menunjukkan bahwa kedua variabel (perputaran modal kerja dan operating assets turnover) akan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat rentabilitas apabila keduanya berfungsi secara bersama. Selanjutnya Tria Siswantini (2006) melakukan penelitian yang membahas tentang pengaruh pengelolaan modal kerja, khususnya perputaran kas,
perputaran piutang, dan perputaran persediaan terhadap tingkat profitabilitas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perputaran kas memberikan pengaruh negatif secara signifikan terhadap profitabilitas. Sedangkan perputaran piutang dan perputaran persediaan memberikan hasil yang positif dan signifikan serta berpengaruh terhadap profitabilitas. Berbeda dengan hasil penelitian Nugroho (2004) bahwa pengujian secara parsial menunjukkan perputaran kas dan perputaran persediaan masing-masing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas. Sedangkan perputaran piutang secara individual tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk menguji konsistensi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Indri Yuliafitri (2005) dan Tri Siswantini (2006) dengan melihat pengaruh pengelolaan modal kerja dan operating assets turnover terhadap tingkat rentabilitas. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Indri Yuliafitri (2005) dan Tri Siswantini (2006). Adapun perbedaan dalam penelitian ini terletak pada: 1. Variabel independen yang digunakan merupakan kombinasi dari kedua penelitian di atas, yaitu pengelolaan modal kerja, operating assets turnover, dan rentabilitas. Selain itu, pada penelitian ini ditambahkan variabel independen lainnya, yaitu profit margin dan ukuran perusahaan. 2. Periode observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah tahun 2003 – 2007. Periode ini merupakan lanjutan dari periode penelitian yang telah
dilakukan oleh Indri Yuliafitri (2005) yang melakukan penelitian pada periode tahun 2001 – 2003, sedangkan Tri Siswantini (2006) melakukan penelitian pada periode tahun 2003. Dengan demikian maka penulis tertarik untuk menganalisa masalah pengelolaan modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan ukuran perusahaan serta pengaruhnya terhadap tingkat rentabilitas perusahaan, yang diungkap dalam skripsi dengan judul “Analisis Pengelolaan Modal Kerja, Profit Margin, Operating Assets Turnover, dan Ukuran Perusahaan Serta Pengaruhnya
Terhadap
Tingkat
Rentabilitas
Pada
Perusahaan
Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia”. Penulis mengidentifikasi beberapa masalah yang terdapat pada penelitian ini, yaitu antara lain: adanya perbedaan ukuran perusahaan berdasarkan nilai total assets pada perusahaan yang tergolong ke dalam sektor manufaktur; tingkat rentabilitas perusahaan dipengaruhi oleh beberapa variabel diantaranya working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size; serta mengidentifikasi dari keempat variabel independen tersebut yang paling dominan dalam mempengaruhi tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur. Dalam penulisan ini, terdapat batasan-batasan yang perlu ditentukan agar pembahasan penelitian ini lebih terfokus dan tidak mencakup hal yang lebih luas. Pembatasan masalah dalam penelitian ini antara lain: menganalisis tingkat rentabilitas perusahaan yang tergolong ke dalam sektor manufaktur selama periode penelitian, yaitu mulai tahun 2003 hingga 2007; kemudian
menganalisis pengaruh variabel working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size berdasarkan nilai total aktiva terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur dengan menggunakan metode regresi linier berganda; selanjutnya data keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan per semesteran pada perusahaan manufaktur antara lain berupa neraca, laporan laba rugi, serta laporan perubahan modal.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh variabel working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size terhadap tingkat rentabilitas perusahaan? 2. Dari keempat variabel independen (working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size), manakah yang paling dominan mempengaruhi tingkat rentabilitas perusahaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang sejauh mana pengaruh working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size terhadap tingkat rentabilitas perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Secara operasional tujuan penelitian adalah: a. Menganalisis pengaruh antara working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size terhadap tingkat rentabilitas perusahaan. b. Menganalisis keempat variabel independen tersebut dan menentukan variabel yang paling dominan mempengaruhi tingkat rentabilitas perusahaan. 2. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaat oleh beberapa pihak sebagai berikut: a. Bagi internal perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan berguna dalam mengevaluasi pengelolaan modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan total aktiva sebagai indikator ukuran perusahaan (firm size) dalam meningkatkan rentabilitas perusahaan dan sebagai informasi untuk menilai kinerja manajemen dalam memaksimalkan sumber daya ekonomi yang dimiliki perusahaan secara efektif dan efisien. b. Bagi pihak eksternal, penelitian ini diharapkan berguna untuk dapat mengevaluasi sampai sejauh mana perusahaan mengelola modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan total aktiva sebagai indikator ukuran perusahaan (firm size) serta hubungannya dengan tingkat rentabilitas perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi
yang relevan kepada pihak investor sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi suatu perusahaan. c. Bagi penulis, untuk mengetahui lebih jauh mengenai pengaruh pengelolaan modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan ukuran perusahaan terhadap tingkat rentabilitas perusahaan, serta sebagai bahan perbandingan
atau
referensi
khususnya
untuk
pengkajian topik-topik yang berkaitan dengan masalah pengelolaan modal kerja, profit margin, operating assets turnover, ukuran perusahaan, dan rentabilitas perusahaan. d. Bagi akademisi, sebagai bahan referensi yang dapat membantu dalam penelitian sejenis serta menambah wawasan pembaca. e. Bagi peneliti berikutnya, sebagai perbandingan dan acuan untuk penelitian-penelitian yang akan datang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Modal Kerja Setiap perusahaan membutuhkan modal kerja untuk membiayai kegiatan operasionalnya sehari-hari. Modal kerja tersebut diharapkan dapat kembali dalam jangka pendek, biasanya kurang dari satu tahun, sehingga dapat dipergunakan kembali untuk membiayai kegiatan operasional selanjutnya. Dengan demikian modal kerja tersebut terus menerus akan berputar selama perusahaan itu berjalan. Pengelolaan modal kerja meliputi usaha mendapatkan dan menyediakan dana yang dibutuhkan serta usaha untuk menggunakan dana tersebut secara efektif dan efisien dengan tetap mempertahankan arus pendapatan guna kelangsungan perusahaan dalam membiayai operasi selanjutnya. Oleh karena itu, diperlukan manajemen yang baik terhadap pengelolaan modal kerja. 1. Pengertian modal kerja Definisi modal kerja banyak dijelaskan oleh para ahli ekonomi. Menurut Weston dan Brigham (1993) dalam Sudana dan Widyaningrum (2003), mengemukakan bahwa modal kerja adalah investasi perusahaan pada aktiva jangka pendek, seperti kas, sekuritas yang mudah dipasarkan, piutang usaha, dan persediaan. Kemudian menurut Keown (1993) yang dikutip oleh Indri Yuliafitri (2005), working capital is defined as the firm’s total investment in current
assets. Net working capital, on the other hand, is the difference between the firm’s current assets and its current liabilities. Hal senada diungkapkan oleh Wild, etc (2004) bahwa working capital is defined as the excess of current assets over current liabilities. Weston dan Copeland (2001) menerangkan bahwa modal kerja merupakan investasi perusahaan dalam bentuk uang tunai, surat berharga, piutang dan persediaan, dikurangi kewajiban lancar yang digunakan untuk membiayai aktiva lancar perusahaan. Jumlah ini disebut modal kerja bersih (net working capital). Pemahaman senada diungkapkan oleh Alwi (2003), modal kerja mengandung dua pengertian pokok, yaitu gross working capital yang merupakan keseluruhan dari aktiva lancar dan net working capital yang merupakan selisih antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Definisi-definisi di atas menjelaskan net working capital, yaitu aktiva yang benar-benar dapat digunakan oleh perusahaan tanpa mengurangi likuiditasnya. Prinsip modal kerja yang dimaksud adalah selisih aktiva lancar (current assets) di atas hutang lancar (current liabilities). Secara umum, aktiva lancar terdiri dari: kas atau uang tunai, surat-surat berharga (marketable securities), piutang (account receivable), dan persediaan (inventory). Sedangkan hutang lancar terdiri dari: hutanghutang jangka pendek (short-term liabilities), hutang wesel (notes), hutang usaha, dan hutang-hutang pada bank yang berusia kurang dari satu tahun, serta hutang jangka panjang (long-term liabilities) yang jatuh tempo.
Berkaitan dengan pengertian modal kerja ini dapat dikemukakan beberapa konsep modal kerja. Riyanto (2001) mengemukakan tiga konsep pengertian modal kerja, yaitu: konsep kuantitatif, konsep kualitatif, dan konsep fungsional. a. Konsep kuantitatif Konsep dipergunakan
kuantitatif untuk
berdasarkan
mencukupi
pada
kebutuhan
kuantitas
yang
perusahaan
dalam
membiayai operasinya yang bersifat rutin, atau menunjukkan jumlah dana (fund) yang tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek. Dalam konsep ini menganggap bahwa modal kerja merupakan keseluruhan dari jumlah aktiva lancar (gross working capital). b. Konsep kualitatif Konsep kualitatif berdasarkan pada kualitas modal kerja, dalam konsep ini modal kerja merupakan kelebihan aktiva lancar terhadap hutang lancar (net working capital), yaitu jumlah aktiva lancar yang berasal dari pinjaman jangka panjang maupun pemilik perusahaan. c. Konsep fungsional Konsep fungsional berdasarkan pada fungsi dari dana yang dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok perusahaan. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal kerja merupakan kekayaan atau aktiva yang diperlukan perusahaan sehari-hari dan selalu berputar. Dengan demikian modal kerja berupa investasi dari
aktiva jangka pendek perusahaan yaitu kas, efek-efek jangka pendek, piutang dagang dan persediaan. Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan akan jumlah modal kerja setiap perusahaan tidak sama, umumnya perusahaan yang berhasil menyediakan modal kerja lebih dari cukup. Beberapa pengaruh terhadap penyediaan modal kerja yang melebihi keperluan antara lain (Riyanto, 2001): a. Modal kerja yang berlebihan dapat menambah resiko terhadap hilangnya modal kerja itu sendiri karena tidak dapat dipergunakan secara efisien. b. Modal kerja yang berlebihan juga bisa mengakibatkan mengurangi hasil (laba), karena modal kerja ini tidak produktif dengan adanya dana secara ekonomis tidak dapat digunakan sebagai keuntungan yang semestinya dicapai tetapi tidak dapat dicapai. c. Modal kerja
yang berlebihan bisa
menambah kegiatan dan
produktivitas perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya. Menurut S. Munawir (2005) keuntungan yang lain dari modal kerja sebagai berikut: a. Melindungi perusahaan terhadap krisis modal hanya karena turunnya nilai dari aktiva lancar. b. Memungkinkan untuk dapat membayar semua kewajiban – kewajiban tepat pada waktunya.
c. Menjamin dimilikinya kredit standing perusahaan, semakin besar dan memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat menghadapi bahaya atau kesulitan keuangan yang mungkin terjadi. d. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup untuk melayani para konsumen. e. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat kredit yang lebih menguntungkan kepada para pelanggan. f. Memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan. 2. Jenis-jenis modal kerja Manajemen harus dapat mengetahui dan menetapkan jenis modal kerja yang harus selalu ada atau yang hanya ada sewaktu-waktu dibutuhkan. Riyanto (2001) menggolongkan modal kerja dalam beberapa jenis, yaitu: a. Modal kerja permanen (permanent working capital) Modal kerja permanen merupakan modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja permanen dibedakan dalam:
1) Modal kerja primer (primary working capital) Modal kerja primer merupakan jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usaha. 2) Modal kerja normal (normal working capital) Modal kerja normal merupakan jumlah modal kerja yang diperlukan untuk menyelenggarakan luas produksi yang normal dalam artian yang dinamis. b. Modal kerja variabel (variable working capital) Modal kerja variabel merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja ini dibedakan dalam: 1) Modal kerja musiman (seasonal working capital) Modal kerja musiman merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim. 2) Modal kerja siklis (cyclical working capital) Modal kerja siklis merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur. 3) Modal kerja darurat (emergency working capital) Modal kerja darurat merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya: pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang mendadak).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi modal kerja Modal kerja yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan tergantung atau dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagaimana dikemukakan oleh S. Munawir (2005) sebagai berikut : a. Sifat atau type dari perusahaan Modal kerja dari suatu perusahaan jasa akan lebih rendah bila dibandingkan dengan perusahaan industri karena perusahaan jasa tidak memerlukan investasi yang besar dalam kas, piutang maupun persediaan. Sedangkan perusahaan industri harus mengadakan investasi yang cukup besar dalam aktiva lancar agar perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam operasinya sehari-hari. Oleh karena itu apabila dibandingkan dengan perusahaan jasa, perusahaan industri membutuhkan modal kerja yang lebih besar. b. Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual Kebutuhan modal kerja suatu perusahaan yang berhubungan langsung dengan waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh barang yang akan dijual, bahan dasar akan diproduksi sampai barang tersebut dijual. Makin panjang waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau memperoleh barang tersebut, maka makin besar pula modal kerja yang dibutuhkan. Disamping itu harga pokok produksi barang juga akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang dibutuhkan, semakin besar harga pokok produksi barang yang dijual akan semakin besar pula kebutuhan akan modal kerja.
c. Syarat pembelian bahan atau barang dagangan Syarat pembelian bahan dasar atau barang dagang yang akan digunakan untuk memproduksi barang sangat dipengaruhi jumlah modal kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan yang bersangkutan. Jika syarat kredit yang diterima pada waktu pembelian menguntungkan, maka makin sedikit uang kas yang harus diinvestasikan dalam persediaan bahan atau barang dagangan. Namun, sebaliknya bila pembayaran atas bahan atau barang dagangan yang dibeli tersebut harus dilakukan dalam jangka waktu yang pendek maka uang kas yang diperlukan untuk membiayai persediaan semakin besar pula. d. Syarat penjualan Semakin lunak kredit yang diberikan oleh perusahaan kepada para langganannya atau pembelinya akan mengakibatkan semakin besarnya jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam piutang. Untuk memperoleh dan memperkecil jumlah modal kerja yang harus diinvestasikan dalam piutang dan untuk memperkecil resiko adanya piutang yang tidak dapat tertagih, maka sebaiknya perusahaan memberikan potongan tunai kepada para pembeli. Dengan demikian para pembeli akan tertarik untuk segera membayar utangnya dalam periode diskonto tersebut. e. Tingkat perputaran persediaan Tingkat perputaran persediaan menunjukkan beberapa kali persediaan tersebut diganti dalam arti dijual kembali. Semakin tinggi
tingkat perputaran persediaan maka modal kerja yang dibutuhkan (terutama yang diinvestasikan pada perusahaan) semakin rendah, sehingga untuk dapat mencapai tingkat perputaran yang tinggi maka harus dilakukan perencanaan dan pengawasan persediaan secara teratur dan efisien. Semakin cepat atau semakin tinggi tingkat perputaran akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau karena perubahan selera konsumen, disamping itu akan menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut. 4. Sumber dan Penggunaan Modal Kerja Analisa sumber dan penggunaan modal kerja sangat penting bagi penganalisa intern dan ekstern. Maksud utama dari analisa ini adalah untuk mengetahui dari mana modal tersebut dipergunakan. Dengan kata lain, analisa sumber dan penggunaan modal kerja erat kaitannya dengan dana yang diperoleh dan dapat dipergunakan oleh perusahaan dalam kegiatan operasinya sehari-hari dalam suatu periode tertentu. Sumber modal kerja perusahaan pada umumnya diperoleh melalui (Syahyunan, 2003): a. Penambahan jumlah hutang tidak lancar Pengeluaran obligasi misalnya akan mengakibatkan pertambahan kas (harta lancar) tanpa diikuti oleh pertambahan dalam hutang jangka pendek.
b. Penambahan modal saham. Pengeluaran saham biasanya akan mengakibatkan pertambahan kas atau harta lancar tanpa dibarengi oleh pertambahan dalam hutang jangka pendek. Pengecualian dalam hal ini ialah bila pengeluaran saham baru disertai dengan penurunan dalam hutang jangka panjang misalnya obligasi dikonversikan kepada modal saham. c. Penambahan jumlah laba yang ditahan. Suatu
pertambahan
dalam
jumlah
laba
yang
ditahan
akan
mengakibatkan penambahan dalam modal kerja. Dalam hal ini pendapatan atau laba bersih merupakan sumber modal kerja. d. Pengurangan harta tidak lancar. Suatu pengurangan dalam jumlah harta tidak lancar biasanya akan merupakan suatu pertambahan dalam jumlah modal kerja. Penjualan gedung, mesin, dan peralatan berat lainnya akan mengakibatkan pertambahan kas tanpa diikuti oleh pertambahan dalam jumlah hutang jangka pendek. Sedangkan penggunaan-penggunaan modal kerja perusahaan secara umum meliputi (Syahyunan, 2003): a. Pengurangan jumlah hutang tidak lancar Pengurangan dalam jumlah hutang tidak lancar biasanya akan mengurangi jumlah modal kerja. Misalnya pelunasan hutang jangka panjang akan mengurangi kas tanpa diikuti oleh pengurangan dalam hutang jangka pendek.
b. Pengurangan jumlah modal saham Suatu pengurangan jumlah modal saham akan mengakibatkan berkurangnya modal kerja. Pembelian dan pemilikan kembali sahamsahamnya oleh perusahaan akan memerlukan penggunaan modal kerja. c. Pengurangan jumlah laba yang tidak dibagi Pengurangan dalam jumlah laba yang tidak dibagi biasanya mengakibatkan
pengurangan
jumlah
modal
kerja.
Misalnya
pembayaran dividen akan mengurangi modal kerja, tetapi pengeluaran stock dividen tidak akan mempengaruhi jumlah modak kerja karena hanya akan mengurangi jumlah laba yang tidak dibagi di satu pihak dan penambahan modal saham di lain pihak dengan jumlah yang sama. d. Penambahan harta tidak lancar Suatu pertambahan dalam harta tidak lancar akan mengakibatkan pengurangan modal kerja, misalnya pembelian mesin dan peralatanperalatan baru akan mengurangi kas atau harta lancar tanpa diikuti pengurangan yang sama dalam jumlah hutang jangka pendek. Jika jumlah modal kerja pada suatu saat lebih besar dari pada jumlah modal kerja pada saat sebelumnya berarti ada kenaikan modal kerja. Hal ini disebabkan karena sumber-sumbernya lebih besar dari penggunaannya sehingga mempunyai efek netto yang positif terhadap modal kerja. Sebaliknya kalau penggunaannya lebih besar dari sumbernya
maka efek nettonya akan memperkecil modal kerja. Kalau besarnya sumber persis sama dengan besarnya penggunaan berarti tidak ada efek nettonya terhadap modal kerja sehingga besarnya modal kerja tidak berubah. 5. Pengelolaan modal kerja Sebelum memahami pengelolaan modal kerja perusahaan, maka harus diketahui terlebih dahulu pengelolaan setiap komponen modal kerja yang paling likuid diantara komponen lainnya, yaitu kas, piutang, dan persediaan (Siswantini, 2006). Komponen modal kerja tersebut di atas harus dikelola dengan baik agar tersedia dengan cukup dan menguntungkan karena berhubungan dengan kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Dengan demikian, setiap perusahaan harus selalu mengawasi, merencanakan, serta menjaga tingkat modal kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan atau dengan kata lain perusahaan harus melakukan manajemen modal kerja yang efektif, efisien, serta berdaya guna. a. Perputaran kas Kas merupakan salah satu komponen modal kerja yang paling likuid. Perusahaan dapat menggunakan uang kas bagi kegiatan operasionalnya sehari-hari maupun untuk investasi baru dalam aktiva tetap. Kas sangat menentukan tingkat likuiditas suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena diantara seluruh aktiva, kas mempunyai
likuiditas yang paling tinggi. Makin tinggi jumlah kas yang dimiliki suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pula likuiditas perusahaan tersebut. Kendati demikian, jumlah kas yang besar tidak selalu berarti baik bagi suatu perusahaan. Menurut Indriyo Sudarmo (1998) yang dikutip oleh Tri Siswantini (2006) menyatakan bahwa jumlah kas yang harus diperhatikan dalam posisi keuangan perusahaan yang baik (well finance) sebaiknya tidak kurang dari 5% sampai dengan 10% dari jumlah aktiva lancar. Besarnya uang kas yang harus dipertahankan juga dapat dikaitkan dengan tingkat penjualan. Perbandingan antara penjualan dengan jumlah kas rata-rata menggambarkan tingkat perputaran kas (cash turnover). Semakin tinggi tingkat perputaran kas maka akan semakin efisien pula penggunaan kasnya, tetapi cash turnover (CTO) yang terlalu cepat berputarnya berarti kas yag tersedia terlalu kecil untuk volume penjualan yang bersangkutan. b. Perputaran piutang Dalam menghadapi persaingan usaha antara perusahaan sejenis, maka umumnya setiap perusahaan melakukan kebijaksanaan transaksi penjualan secara kredit. Akan tetapi tidak jarang menimbulkan risiko bagi perusahaan, yaitu apabila terjadi kredit macet. Oleh sebab itu, pengelolaan piutang usaha perlu dilakukan dan umumnya menyangkut masalah pengendalian jumlah piutang, pengendalian pemberian dan
pengumpulan piutang, terakhir dilakukan evaluasi terhadap politik kredit yang dijalankan perusahaan. Pengendalian piutang secara efektif dapat dilaksanakan dengan mengatur kebijaksanaan pemberian kredit, syarat-syarat penjualan, ditetapkannya kredit maksimum bagi pembeli dan cara penagihannya. Perlu diketahui bahwa pengurusan kredit secara efisien dapat menghasilkan perputaran piutang yang tinggi. Suatu perputaran piutang yang tinggi harus disertai dengan penagihan piutang yang relatif cepat. Apabila tidak, maka modal kerja akan terikat untuk waktu yang lebih lama dan oleh karena itu tidak akan tersedia cukup modal kerja untuk digunakan segera dalam siklus usaha perusahaan. c. Perputaran persediaan Persediaan merupakan komponen harta lancar yang memiliki tingkat likuiditas paling rendah dibandingkan dengan kas dan piutang usaha. Persediaan yang terlalu besar akan memperbesar beban bunga, memperbesar
biaya
penyimpanan
dan
pemeliharaan,
ada
kemungkinan rugi karena kerusakan, turunnya kualitas maupun keuangan
yang
kesemuanya
dapat
memperkecil
keuntungan
perusahaan. Sedangkan persediaan yang terlalu kecil juga berdampak resiko pada pelanggan sehingga menekan keuntungan karena adanya kekurangan persediaan material. Pengendalian
persediaan
yang
efektif
diperlukan
untuk
memelihara jumlah, jenis, dan kualitas barang yang sesuai dan untuk
mengatur investasi dalam persediaan. Suatu program persediaan dan pembelian yang efisien akan menyebabkan suatu perputaran persediaan yang lebih cepat dengan kecepatan putaran yang lebih tinggi. Lebih cepat persediaan berputar, maka akan lebih sediakit risiko kerugian jika persediaan itu turun nilainya, atau jika terjadi perubahan mode. Disamping itu biaya yang berhubungan dengan perputaran persediaan juga semakin berkurang. Perusahaan industri umumnya mengenal tiga jenis persediaan, yaitu persediaan bahan baku, barang dalam proses produksi, dan persediaan barang jadi. Sedangkan perusahaan perdagangan hanya mengenal satu jenis persediaan yang punya sifat perputaran yang sama dan tidak mengalami proses lebih lanjut yang berakibat pada perubahan bentuk, yang dikenal sebagai Merchandise Inventory (persediaan barang dagang). d. Perputaran modal kerja Modal kerja selalu dalam keadaan operasi atau berputar dalam perusahaan selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode perputaran modal kerja dimulai dari saat dimana kas diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja sampai saat dimana kembali lagi menjadi kas (Riyanto, 2001). Efektivitas modal kerja ditunjukkan dengan rasio perputaran modal
kerja
(working
capital
turnover),
yaitu
rasio
yang
memperlihatkan adanya keefektifan modal kerja dalam pencapaian penjualan.
B. Profit Margin Menurut Suryo Luhur W.A. dan Triani Pujiastuti (2006) pengertian profit margin adalah jumlah dari laba bersih yang dapat dihasilkan dari penjualan bersih. Dengan kata lain, profit margin adalah perbandingan antara laba bersih dengan penjualan bersih dan dinyatakan dalam persentase. Profit margin mengukur persentase dari laba yang diperoleh dari tiap penjualan sebelum dikurangi dengan biaya bunga dan pajak. Pada umumnya semakin tinggi tingkat profit margin semakin baik, dan semakin rendah biaya relatif dari barang yang dijual. Besar kecilnya profit margin pada setiap transaksi penjualan ditentukan oleh 2 faktor, yaitu penjualan bersih dan laba usaha. Besar kecilnya laba usaha atau net operating income tergantung pada hasil penjualan dan besarnya buaya usaha. Dengan jumlah biaya usaha tertentu profit margin dapat diperbesar dengan memperbesar penjualan, atau dengan jumlah penjualan tertentu profit margin dapat diperbesar dengan menekan atau memperkecil biaya usaha. Dengan demikian maka terdapat 2 alternatif dalam usaha untuk memperbesar profit margin, yaitu: 1. Dengan menambah biaya usaha sampai tingkat tertentu diusahakan tercapainya tambahan penjualan yang sebesar-besarnya, atau dengan kata lain tambahan penjualan harus lebih besar daripada tambahan biaya usaha.
2. Dengan mengurangi pendapatan dari penjualan sampai tingkat tertentu diusahakan adanya pengurangan biaya usaha yang sebesar-besarnya atau dengan kata lain mengurangi biaya usaha relatif besar daripada berkurangnya pendapatan dari penjualan. Meskipun jumlah penjualan selama periode tertentu berkurang, tetapi oleh karena disertai dengan berkurangnya biaya usaha yang lebih sebanding maka akibatnya ialah bahwa profit margin akan lebih besar.
C. Operating Assets Turnover Mengenai operating assets turnover sering dibahas oleh para ahli ekonomi, terutama dalam menganalisa income ratio, Riyanto (2001) mengatakan bahwa operating assets turnover adalah kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu. Sedangkan pengertian operating assets seperti dijelaskan oleh Wild (2004) bahwa investment activities refer to a company acquisition and maintenance of investments for purpose of conducting the company’s business operations, such assets are called operating assets. Operating assets turnover diukur dengan rasio yang menghubungkan antara penjualan dengan aktiva yang digunakan. Turnover yang tinggi menunjukkan manajemen yang efektif. Perputaran yang lamban dari aktiva menunjukkan adanya hambatan. Kemungkinan turunnya penjualan akan mempengaruhi rasio ini. Diharapkan operating assets turnover akan semakin baik yang berarti
pemakaian lebih efisien. Tingkat operating assets turnover selama periode tertentu ditentukan oleh dua faktor yaitu net sales dan operating assets. Dengan jumlah operating assets tertentu, makin besarnya jumlah penjualan selama periode tertentu mengakibatkan makin tinggi perputarannya. Demikian pula luas sales tertentu dengan makin kecilnya operatig assets akan mengakibatkan makin tinggi perputarannya. Apabila dihubungkan dengan profit margin yang tetap dan semakin tinggi operating assets turnover maka akan menghasilkan rentabilitas yang tinggi. Menurut Riyanto (2001), usaha untuk mempertinggi operatig assets turnover dapat ditempuh dengan cara: 1. Menambah modal usaha (operating assets) sampai tingkat tertentu diusahakan tercapainya tambahan penjualan yang sebesar-besarnya. 2. Mengurangi penjualan pada tingkat tertentu diusahakan penurunan atau pengurangan operating assets sebesar-besarnya.
D. Ukuran Perusahaan (Firm Size) Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan, dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Ketiga variabel ini digunakan untuk menentukan ukuran perusahaan karena dapat mewakili seberapa besar perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin
besar pula ia dikenal dalam masyarakat. Dari ketiga variabel ini, nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan dalam mengukur ukuran perusahaan (Sudarmadji dan Sularto, 2007). Ukuran perusahaan secara tdak langsung menentukan kemampuan suatu perusahaan dalam mengendalikan dan menghasilkan laba. Ukuran suatu perusahaan salah satunya dapat dilihat dari aktiva yang dimiliki oleh perusahaan, karena aktiva menggambarkan tersedianya sumber daya untuk kegiatan perusahaan dimana kegiatan tersebut cenderung dilakukan untuk memperoleh laba. Hal tersebut membuktikan bahwa ukuran suatu perusahaan secara tidak langsung juga menentukan laba yang diperoleh perusahaan (Susi Dwimulyani, 2007). Menurut Agnes Sawir (2004) Ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi dan untuk sejumlah alasan berbeda. Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk obligasi maupun saham. Kalaupun mereka punya akses, biaya peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan penentuan harga sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi secara signifikan.
Kedua, ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari berbagai
bentuk
hutang,
termasuk
penawaran
spesial
yang
lebih
menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin besar jumlah uang yang terlibat, semakin besar kemungkinan pembuatan kontrak yang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan kontrak standar hutang. Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Akhirnya, ukuran diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur keuangan, yaitu perusahaan kecil sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan rencana keuangan, dan tidak mengembangkan sistem akuntansi mereka menjadi suatu sistem informasi manajemen. Ukuran perusahaan dapat ditentukan berdasarkan laba, aktiva, tenaga kerja, dan lain-lain, yang semuanya berkorelasi tinggi (Agnes Sawir, 2004).
E. Rentabilitas Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Riyanto, 2001). Jumlah modal yang diperoleh secara teratur serta kecenderungan keuntungan yang semakin meningkat merupakan suatu faktor yang sangat
perlu diperhatikan dalam menganalisis nilai rentabilitas suatu perusahaan. Rentabilitas sering digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi penggunaan modal kerja dalam suatu perusahaan dengan membandingkan antara laba dengan modal yang digunakan dalam operasi. Oleh karena itu, keuntungan yang besar tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut rentabel, sehingga bagi manajemen atau pihak-pihak lain, rentabilitas yang tinggi lebih penting daripada keuntungan yang besar. Berhubungan dengan pernyataan tersebut maka bagi perusahaan pada umumnya dalam menjalankan kegiatan lebih diarahkan untuk mendapatkan titik rentabilitas maksimal daripada laba maksimal. Jadi yang penting bagi perusahaan adalah bagaimana caranya untuk meningkatkan rentabilitas perusahaan. Menurut Bambang Riyanto (2001), Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Berbeda dengan pengertian laba, maka rentabilitas di dalam faktor modal atau aktiva telah diperhitungkan juga sehingga dengan demikian bahwa rentabilitas ekonomi menunjukkan efisiensi penggunaan modal dalam perusahaan. Rasio ini mencerminkan keuntungan yang diperoleh tanpa mengingat dari mana sumber modal dan menunjukkan tingkat efisiensi perusahaan dalam melaksanakan operasi perusahaan.
Riyanto (2001) menyatakan bahwa rentabilitas disebut juga earning power, yang dipengaruhi oleh profit margin dan operating assets turnover. Semakin tinggi tingkat profit margin atau operating assets turnover masingmasing atau keduanya akan mengakibatkan naiknya earning power. Rentabilitas dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: rentabilitas ekonomi dan rentabilitas modal sendiri. 1. Rentabilitas Ekonomi Rentabilitas ekonomis adalah perbandingan antara laba usaha dengan modal sendiri dan modal asing yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut yang dinyatakan dalam persentase. Oleh karena pengertian rentabilitas sering digunakan untuk mengukur efisiensi suatu perusahaan maka rentabilitas ekonomis dimaksudkan sebagai kemampuan suatu perusahaan dengan seluruh modalnya yang ada untuk menghasilkan laba. 2. Rentabilitas Modal Sendiri Rentabilitas modal sendiri adalah perbandingan antara jumlah laba dengan modal sendiri di pihak lain. Atau dengan kata lain bahwa rentabilitas modal sendiri adalah kemampuan suatu perusahaan dengan modal sendiri yang bekerja di dalamnya untuk menghasilkan keuntungan. Namun dalam perhitungan laba di sini ada perbedaan dengan rentabilitas ekonomis, yaitu laba yang diperhitungkan adalah laba yang berasal dari operasi perusahaan.
Sedangkan laba
yang
diperhitungkan dalam
rentabilitas modal sendiri adalah laba usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing atau bunga pinjaman dan pajak perseroan. Masalah penggunaan modal asing maupun modal sendiri mempunyai pengaruh besar terhadap besar kecilnya rentabilitas ekonomis dan rentabilitas modal sendiri, karena dengan menghitung kedua rentabilitas tersebut dapat diketahui apakah perusahaan telah menggunakan modal secara efisien atau tidak. Dengan demikian maka jelaslah perbedaan antara rentabilitas ekonomis dengan rentabilitas modal sendiri baik dari segi modal yang diperhitungkan ataupun dari laba yang dipergunakan untuk menentukan tingkat rentabilitas bagi suatu perusahaan. Semua perusahaan dalam menjalankan usaha baik dalam industri maupun jasa akan selalu memerlukan modal kerja. Modal kerja merupakan jumlah yang digunakan oleh perusahaan untuk melakukan kegiatan usaha perusahaan. Tujuan dari usaha tersebut adalah mendapatkan laba setinggi-tingginya. Laba yang dihasilkan dari kegiatan/perputaran modal kerja tersebut yang akan dijadikan dasar penentuan tingkat rentabilitas perusahaan. Menurut S. Munawir (2005), hubungan rendahnya rentabilitas dengan modal kerja dapat ditunjukkan dengan kemungkinan sebagai berikut: 1. Adanya
over
investment
dalam
aktiva
yang
digunakan
dalam
hubungannya dengan volume penjualan yang diperoleh dalam aktiva tersebut. 2. Adanya efisiensi baik dalam produksi, pembelian maupun pemasaran.
3. Adanya kegiatan ekonomi yang menurun. Karena tingkat rentabilitas mencerminkan kemampuan modal perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, maka dengan demikian tingkat rentabilitas yang tinggi merupakan pencerminan efisiensi yang tinggi pula.
F. Penelitian Terdahulu Vedavinayagam Ganesan (2007) dalam penelitiannya tentang analisa efisiensi pengelolaan modal kerja pada industri perlengkapan telekomunikasi selama periode 2001 – 2006 dengan menggunakan Uji ANOVA pada analisis regresi, mengemukakan bahwa efisiensi pengelolaan modal kerja memiliki hubungan negatif dengan tingkat profitabilitas pada perusahaan industri perlengkapan telekomunikasi di USA. Kesseven Padachi (2006) melakukan penelitian tentang trend dalam pengelolaan modal kerja dan implikasinya terhadap perusahaan manufaktur di Mauritius, Afrika selama periode 1998-2003. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa tingginya tingkat investasi dalam persediaan dan piutang usaha berhubungan dengan rendahnya tingkat profitabilitas pada perusahaan manufaktur. Suryo Luhur W.A. dan Triani Pujiastuti (2006) mengemukakan bahwa profit margin dan perputaran aktiva lancar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rentabilitas modal kerja. Selain itu, profit margin ternyata memiliki pengaruh yang paling dominan dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas modal kerja.
Susi Dwimulyani dan Shirley (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh faktor-faktor seperti rasio keuangan, laba bersih, dan ukuran perusahaan terhadap prediksi pertumbuhan laba pada periode mendatang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat memprediksi pertumbuhan laba usaha pada perusahaan manufaktur, yaitu rasio kemampulabaan, laba bersih, dan ukuran perusahaan. Wenty dan Murtanto (2001) mengemukakan bahwa rasio perdagangan memiliki hubungan yang sangat erat dan positif dengan rasio ROA dan hubungan yang cukup erat dan negatif dengan rasio debt to total assets. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan strategi modal kerja perusahaan bergantung pada kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva secara efektif dan pemanfaatan hutang secara maksimal untuk menghasilkan keuntungan. Indri Yuliafitri (2005) mengemukakan tentang pengaruh kecepatan perputaran modal kerja dan operating assets turnover terhadap tingkat rentabilitas pada perusahaan yang bergerak di sektor industri dasar dan kimia yang diobservasi selama 3 tahun, yaitu dari tahun 2001 sampai 2003. Dari uji ANOVA didapat hasil pengujian yang dilakukan terhadap 48 sampel perusahaan yang tercatat dalam perusahaan yang bergerak di sektor industri dasar dan kimia yang diobservasi selama 3 tahun, yaitu dari tahun 2001 sampai 2003, maka diperoleh kesimpulan bahwa efektivitas modal kerja dan operating assets turnover secara individu tidak berpengaruh terhadap tingkat rentabilitas perusahaan.
Selanjutnya Tri Siswantini (2006) melakukan penelitian yang membahas tentang analisis pengelolaan modal kerja dan pengaruhnya terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Adapun variabel yang dianalisa hanyalah komponen-komponen yang sangat erat kaitannya dengan modal kerja, dan diberi simbol sebagai variabel bebas (X), yaitu: cash turnover, account receivable turnover, dan inventory turnover. Sedangkan variabel terikat (Y) merupakan keuntungan atau profit yang diperoleh perusahaan dalam suatu periode, yang biasa disebut profitabilitas. Data yang diambil sebagai sampel adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dan diambil secara random sebanyak 40 perusahaan. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perputaran kas memberikan pengaruh negatif secara signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini disebabkan adanya pemesanan barang yang terus-menerus dan dalam jumlah besar serta mendadak bagi perusahaan manufaktur yang menghasilkan barang musiman dan tidak tahan lama. Sedangkan perputaran piutang dan perputaran persediaan memberikan hasil yang positif dan signifikan serta berpengaruh terhadap profitabilitas, yang artinya semakin cepat perputaran piutang akan mempercepat pula perputaran persediaan
menandakan ada peningkatan
volume penjualan. Dengan meningkatnya volume penjualan berarti meningkat pula profitabilitas. Berkaitan dengan hasil penelitian yang diperoleh dibuktikan bahwa dari persamaan regresi linier berganda, hasil perputaran persediaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas yang artinya dengan
adanya penambahan perputaran persediaan akan meningkatkan volume penjualan yang akhirnya dapat juga meningkatkan laba atau profit penjualan.
G. Kerangka Berpikir Manajemen modal kerja merupakan salah satu aspek terpenting dari keseluruhan manajemen pembelanjaan perusahaan. Dengan adanya modal kerja yang cukup sangat penting bagi perusahaan karena memungkinkan untuk beroperasi seefisien mungkin. Berhubungan dengan itu, maka pada penelitian ini akan dibahas mengenai pengaruh working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size terhadap tingkat rentabilitas perusahaan. Salah satu upaya untuk menganalisa hubungan tersebut adalah dengan melakukan analisa rasio keuangan. Dimana dengan penerapan tersebut, terdapat beberapa hal yang diketahui yaitu apakah pengelolaan modal kerja sudah efisien atau belum dalam memperoleh laba. Selain itu juga untuk mengetahui apakah working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size mempengaruhi tingkat rentabilitas bagi perusahaan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji t yaitu mengetahui apakah ada pengaruh atau tidak secara parsial (secara individu) variabel independen terhadap variabel dependen dan uji F dilakukan untuk mengetahui apakah secara bersama-sama (simultan) ada pengaruh atau tidak antara variabel independen terhadap variabel dependen. Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara
variabel independent atau tidak. Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Uji heroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain atau tidak. Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia
Laporan Keuangan Perusahaan Tahun 2003 sampai dengan 2007
Profit Margin
Working capital turnover
Operating Assets Turnover
Firm Size
Rentabilitas
Analisis Uji Asumsi Klasik Regresi Berganda Normalitas Multikolinieritas Heteroskedastisitas Autokorelasi
Analisis Uji Statistik Regresi Berganda Uji Adjusted R2 Uji t-test Uji F-test
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran H. Rumusan Hipotesis Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis yang ada pada dasarnya merupakan jawaban
sementara terhadap suatu masalah yang harus dibuktikan kebenarannya. Adapun hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ho : Tidak terdapat pengaruh yang siginifikan antara variabel working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size secara parsial terhadap tingkat rentabilitas perusahaan. Ha : Terdapat pengaruh yang siginifikan antara variabel working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size secara parsial terhadap tingkat rentabilitas perusahaan. 2. Ho : Tidak terdapat pengaruh yang dominan dan signifikan antara variabel profit margin terhadap tingkat rentabilitas perusahaan. Ha : Terdapat pengaruh yang dominan dan siginifikan antara variabel profit margin terhadap tingkat rentabilitas perusahaan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size terhadap tingkat rentabilitas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Adapun metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis regresi berganda dengan periode penelitian selama 5 tahun mulai tahun 2003 hingga 2007. Alasan pemilihan tahun penelitian pada periode 2003 – 2007 yaitu karena pada awal tahun 2003 terjadi pengumuman kebijakan yang dilakukan pada zaman pemerintahan Megawati Soekarno Putri dalam menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Daya Listrik (TDL), dan tarif telepon secara bersamaan (Kompas, Januari 2003). Kemudian pada zaman pemerintahan selanjutnya
yaitu
tahun
2004-2007,
pemerintahan
Susilo
Bambang
Yudhoyono pun melakukan kebijakan menaikkan harga BBM untuk sektor industri sampai sebesar 150% (Tempo, Oktober 2005). Akibatnya tingkat inflasi dalam negeri meningkat dan daya beli masyarakat menurun Oleh karena itu, beban operasional yang ditanggung oleh perusahaan industri semakin meningkat namun penjualan mengalami peningkatan yang rendah, sehingga tingkat pertumbuhan pada sektor industri (manufaktur) mengalami
penurunan. Hal ini menjadi dasar untuk melihat apakah dalam keadaan pertumbuhan sektor manufaktur yang sedang menurun, variabel-variabel independen yang terdiri dari pengelolaan modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur. Data yang digunakan adalah data historis keuangan berupa laporan keuangan semesteran pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
B. Metode Penentuan Sampel Populasi dalam penelitian ini, yaitu perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan periode observasi tahun 2003 hingga 2007. Dasar pertimbangan dalam menentukan populasi dalam penelitian ini yaitu karena perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang dalam kegiatan operasionalnya banyak membutuhkan dana investasi yang cukup besar sehingga dengan sendirinya modal kerja yang digunakan juga sangat besar. Berpijak dengan kondisi perusahaan saat ini banyak memerlukan modal kerja yang cukup besar, maka diperlukan evaluasi terhadap efektivitas pengelolaan modal kerja tersebut dan faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat rentabilitas perusahaan. Sample dalam peneliatian ini berjumlah 28 perusahaan manufaktur. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2003 – 2007. 2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangannya secara semesteran dan berkelanjutan, mulai periode laporan keuangan per 30 Juni 2003 hingga 31 Desember 2007. 3. Laporan keuangan perusahaan tidak menunjukkan adanya saldo modal kerja bersih serta total aktiva yang bernilai negatif dan atau mengalami kerugian selama tahun 2003 – 2007. 4. Laporan keuangan telah diaudit oleh Auditor Independent dan telah dipublikasikan di Pusat Referensi Pasar Modal di Bursa Efek Indonesia.
C. Metode Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu berupa laporan keuangan semesteran pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2003 – 2007. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder atau studi kepustakaan dengan cara: 1. Field Research Untuk memperoleh data, penulis mengadakan penelitian langsung ke Bursa Efek Indonesia untuk memperoleh data-data yang diperlukan melalui pusat layanan informasi pada pusat referensi pasar modal. 2. Library Research
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan literatur teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti sebagai data penunjang. Sumber-sumber ini digunakan sebagai tinjauan pustaka untuk menganalisis dan membahas permasalahan penelitian ini.
D. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi Klasik Pengujian yang dilakukan dalam uji asumsi klasik adalah sebagai berikut: a. Normalitas Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel independen, variabel dependen, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusan, yaitu jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi mengikuti asumsi normalitas, sedangkan jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak mengikuti asumsi normalitas (Santoso, 2002 ). b. Multikolinieritas Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika
terjadi maka dinamakan terdapat problem Multikolinieritas (Santoso, 2002:203). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Untuk mendeteksi adanya problem multikolinieritas ini salah satunya dilakukan dengan melihat nilai Tolerance (TOL) dan Variance Inflation Factor (VIF). Di mana model regresi yang bebas multikolinieritas adalah mempunyaii nilai VIF di sekitar angka 1 dan mempunyai angka TOL mendekati 1 (Santoso, 2002) c. Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik tidak terjadi heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan
residualnya
(SRESID).
Deteksi
ada
tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED di mana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di-studentized (Ghozali, 2001:69). Dasar pengambilan keputusan yaitu jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur
(bergelombang,
melebar
kemudian
menyempit),
maka
terjadi
heteroskedastisitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2002). d. Autokorelasi Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah sebuah regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Tentu saja model regresi yang baik adalah yang bebas dari problem autokorelasi. Deteksi adanya autokorelasi dengan menggunakan Durbin-Watson, di mana angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif, angka D-W di antara -2 sampai +2 tidak ada autokorelasi, dan angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif (Santoso, 2002:219). 2. Metode Analisis Data Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan statistik analisis regresi berganda untuk melakukan analisis terhadap variabel independen yaitu pengelolaan modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan ukuran perusahaan terhadap variabel dependen yaitu tingkat rentabilitas, maka digunakan persamaan regresi berganda seperti di bawah ini: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + ε Dimana:
Y
= Rentabilitas
a
= Konstanta
X1
= Perputaran Modal Kerja
X2
= Profit Margin
X3
= Operating Assets Turnover
X4
= Ukuran Perusahaan
bi
= Parameter yang mencerminkan koefisien regresi variabel ke i
ε
= Error
3. Pengujian Hipotesis Penelitian a. Uji Statistik F Uji Statistik F dilakukan untuk mengetahui hubungan variabelvariabel independen secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independent secara
bersama-sama
mempengaruhi
variabel
dependen,
maka
digunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05. jika nilai probability F lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Sebaliknya jika nilai probability F lebih kecil dari 0,05 maka model regresi tidak dapat digunakan untuk memprediksi variabel dependen atau dengan kata lain variabel independen secara bersamasama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Ghozali, 2001).
b. Uji Statistik t Uji Statistik t digunakan untuk mengetahui hubungan masingmasing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh masingmasing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen digunakan tingkat signifikansi 0,05. jika nilai probability t lebih besar dari 0,05 maka tidak ada pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien regresi tidak signifikan), sedangkan jika nilai probability T lebih kecil dari 0,05 maka terdapat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen (koefisien regresi signifikan) (Santoso, 2002:168). c. Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) Untuk menentukan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen, maka perlu diketahui nilai koefisien determinasi (Adjusted R-Square). Jika Adjusted R-Square adalah sebesar 1 berarti fluktuasi variabel dependen seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel independen dan tidak ada faktor lain yang menyebabkan fluktuasi variabel dependen. Nilai Adjusted R-Square berkisar hampir 1, berarti
semakin
kuat
kemampuan
variabel
independen
dapat
menjelaskan variabel dependen. Sebaliknya, jika nilai Adjusted RSquare semakin mendekati angka 0 berarti semakin lemah kemampuan
variabel independen dapat
menjelaskan fluktuasi variabel dependen
(Ghozali, 2001)
E. Definisi Operasional Variabel Variabel-variabel yang berperan dalam penelitian ini adalah hanya pada analisis pengelolaan modal kerja, profit margin, operating assets turnover, dan ukuran perusahaan serta kemudian dihubungkan dengan tingkat rentabilitas perusahaan. Untuk lebih memperjelas variabel yang akan diuji, maka dibawah ini diterangkan variabel-variabel tersebut: 1. Variabel Bebas (independent variable) a. Working Capital Turnover Working Capital Turnover, yaitu rasio yang memperlihatkan adanya keefektifan modal kerja dalam pencapaian penjualan. Riyanto (2001:335) merumuskan formula untuk menghitung perputaran modal kerja, sebagai berikut: Sales Working Capital Turnover = Current Assets – Current Liabilities b. Operating Assets Turnover Operating Assets Turnover, yaitu perbandingan antara penjualan dengan assets yang digunakan dalam operasi perusahaan. Operating Assets Turnover dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Sales Operating Assets Turnover = Operating Assets
c. Profit Margin Profit margin merupakan perbandingan antara laba bersih sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan penjualan dan dinyatakan dalam persentase. Profit margin dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Net Operating Income Profit Margin = Sales d. Ukuran Perusahaan (Firm Size) Besar kecilnya ukuran perusahaan diukur berdasarkan pada rata-rata total assets perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2003 hingga 2007. Menurut Yenny Charlemagne (2005) dalam Asnawi dan Wijaya (2006), Ukuran perusahaan berdasarkan total assets dikategorikan menjadi dua kriteria, yaitu: 1) Perusahaan kecil, kriteria: total assets kurang dari 400 Milliar. 2) Perusahaan besar, kriteria: total assets lebih besar dari 400 Milliar. Variabel ukuran perusahaan berdasarkan besarnya total assets dibentuk menjadi variable dummy, yaitu: perusahaan kecil dengan nilai dummy 0 dan perusahaan besar dengan nilai dummy 1.
2. Variabel Terikat (dependent variable) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat rentabilitas. Tingkat rentabilitas yaitu membandingkan antara laba dengan jumlah modal yang
digunakan. Menurut Riyanto (2001) tingkat rentabilitas dapat diukur dengan formula: Rentabilitas = Profit Margin x Operating Assets Turnover Net Operating Income Rentabilitas =
Sales X
Sales Net Operating Income Rentabilitas = Operating Assets
Operating Assets
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia Objek penelitian ini adalah laporan keuangan konsolidasi semesteran yang berakhir setiap tanggal tutup buku per 30 Juni dan 31 Desember pada perusahaan-perusahaan industri manufaktur yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia dan telah diaudit oleh auditor independen. Alasan Bursa Efek Indonesia dipilih sebagai sumber dari objek penelitian ini karena Bursa Efek Indonesia merupakan Bursa tertua yang ada di Indonesia. Sejarah Bursa Efek Indonesia awalnya pada saat pemerintahan Hindia Belanda mendirikan di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang diselenggarakan oleh Vereniging Voor de Effectenhandel. Pada tanggal 11 Januari 1925 dibuka Bursa Efek di Surabaya, dan disusul dengan pembukaan Bursa Efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Kemudian pada tahun 1956 pemerintah mengaktifkan pasar modal sebagai sarana pembiayaan ekonomi. Pada tanggal 13 Juli 1992 Bursa Efek Indonesia diswastakan kemudian pada tahun 1995 Bursa Efek Indonesia meluncurkan sistem perdagangan yang disebut JATS (Jakarta Automated Trading System) sistem ini memberikan fasilitas pada perdagangan saham secara fair dan transparan sehingga informasi dapat diserap oleh investor dengan cepat,
dan pada tahun 2002 Bursa Efek Indonesia juga mulai menerapkan sistem perdagangan jarak jauh yang disebut Remote Trading System (RTS), sebagai upaya meningkatkan akses pasar, kecepatan, dan frekuensi perdagangan. Pada tahun 2007 dilakukan penggabungan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) yang kemudian berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Bursa Efek Indonesia dipimpin oleh Direktur Utama Erry Firmansyah, mantan direktur utama BEJ. Mantan Direktur Utama BES Guntur Pasaribu menjabat sebagai Direktur Perdagangan Fixed Income dan Derivatif, Keanggotaan dan Partisipan. Menurut Jogianto (2003) era pasar modal di Indonesia dibagi menjadi enam periode: a. Periode Pertama (1912-1942): Periode Zaman Belanda Pada tanggal 14 Desember 1912, suatu asosiasi 13 broker dibentuk di Jakarta. Asosiasi ini diberi nama Belandanya sebagai “Vereniging voor Effectenhandel” yang merupakan cikal bakal pasar modal pertama di Indonesia. Setelah perang dunia I, pasar modal di Surabaya mendapat giliran dibuka pada tanggal 1 Januari 1925 dan disusul di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. karena masih dalam zaman penjajahan Belanda dan pasar-pasar modal ini juga didirikan oleh Belanda, mayoritas saham-saham yang diperdagangkan di sana juga merupakan saham-saham perusahaan Belanda dan afiliasinya yang tergabung dalam Dutch East Indies Trading Agencies.
b. Periode Kedua (1952-1960): Periode Orde Lama Setelah Jepang meninggalkan Indonesia,
pada
tanggal 1
September 1951 dikeluarkan Undang-Undang Darurat no. 12 yang kemudian dijadikan Undang-Undang No. 15 tahun 1952 tentang Pasar Modal.Melalui keputusan Menteri Keuangan No. 289737/UU tanggal 1 Nopember 1951, Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya dibuka kembali pada tanggal 3 Juni 1952. Tujuan dibuka kembali bursa efek ini untuk menampung obligasi pemerintah yang sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan lainnya adalah untuk mencegah saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya diperdagangkan di pasar modal di Jakarta pergi ke luar negeri. Kepengurusan bursa efek ini kemudian diserahkan kepada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3 bank dengan Bank Indonesia sebagai anggota kehormatan. c. Periode Ketiga (1977-1988): Periode Orde Baru Bursa Efek Jakarta dikatakan lahir kembali pada tahun 1977 dalam periode orde baru sebagai hasil Keputusan Presiden No. 52 tahun 1976. Keputusan ini menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan PT. Danareksa. Presiden Soeharto meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 10 Agustus 1977. PT. Semen Cibinong merupakan perusahaan pertama yang tercatat di BEJ.
d. Periode Keempat (1988-1995): Periode Bangun dari Tidur yang Panjang Setelah tahun 1988, selama tiga tahun yaitu sampai tahun 1990, jumlah perusahaan yang terdaftar di BEJ meningkat sampai dengan 127 perusahaan. Kemudian pada tahun 1996 jumlah perusahaan yang terdaftar meningkat menjadi 238 perusahaan. Pada periode ini, Initial Public Offering (IPO) menjadi peristiwa nasional. e. Periode Kelima (mulai 1995): Periode Otomatisasi Peningkatan kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi kapasitas manual, maka BEJ memutuskan untuk mengotomatisasikan kegiatan transaksi di bursa. System otomatisasi yang diterapkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) di beri nama Jakarta Automated Trading System (JATS) dan mulai beroperasi pada hari senin tanggal 22 Mei 1995. Selain itu, untuk mengantisipasi jumlah anggota bursa dan transaksi yang meningkat, maka pada tanggal 19 September 1996 BES menerapkan system otomatisasi yang disebut Surabaya Market Information and Automated Trading System (S-MART). f. Periode Keenam (mulai Agustus 1997): Kritis Moneter Pada bulan Agustus 1997, krisis moneter melanda Negara-negara di Asia, termasuk Indonesia. Krisis moneter yang terjadi ini dimulai dari penurunan nilai-nilai mata uang Negara-negara Asia tersebut relatif terhadap Dolar Amerika. Untuk mencegah permintaan dolar
Amerika yang berlebihan dan mengakibatkan nilainya meningkat, serta pengaruh turunnya nilai Rupiah, Bank Indonesia menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Tingginya suku bunga deposito berakibat negatif terhadap pasar modal. Investor tidak tertarik lagi untuk menanamkan dananya di pasar modal, karena total return yang diterima lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan dari bunga deposito. Akibatnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun, begitupun halnya dengan harga saham-saham di pasar modal. Untuk mengurangi kelesuan permintaan sekuritas di pasar modal Indonesia,
pemerintah
berusaha
meningkatkan
aktivitas
perdagangannya melalui transaksi investor asing. Pada tanggal 3 September 1997 pemerintah tidak lagi memberlakukan pembatasan 49% pemilikan asing. Ini berarti investor asing boleh memiliki sahamsaham yang jumlahnya tidak terbatas. Selain itu, untuk memperbaiki perekonomian yang bergejolak, pemerintah pada tanggal 1 Nopember 1997 mengumumkan likuidasi 16 bank swasta nasional. Pengumuman yang mengejutkan ini tidak banyak membantu memperbaiki lesunya pasar saham. Bahkan IHSG untuk bulan Nopember merosot tajam. BEJ proaktif memantau pergerakan harga saham dan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan terhadap transaksi-transaksi saham yang mengalami fluktuasi harga yang signifikan tanpa didukung informasi yang jelas. Perbaikan dalam hal tingkat respon BEJ mencerminkan
komitmen
BEJ
dalam
menjalankan
mekanisme
kepengawasan maupun pengendalian, untuk senantiasa menjaga integritas dan kredibilitas Bursa. 2. Lembaga-lembaga yang terkait di Bursa Efek Indonesia Bursa Efek Indonesia melibatkan banyak lembaga, masing-masing pihak mempunyai peranan dan fungsi yang berbeda-beda dan saling menunjang kepentingan pihak lain. Pihak-pihak yang terkait dalam kegiatan Bursa Efek Indonesia adalah : a. Perusahaan yang go public (Emiten) Adalah perusahaan yang melakukan emisi atau yang telah melakukan penawaran dalam surat berharga. Pihak ini membutuhkan dana guna membelanjai operasi rencana investasi. b. Perusahaan Efek Perusahaan efek adalah perusahaan yang telah memperoleh izin usaha untuk beberapa kegiatan seperti penjamin emisi efek, perantara perdagangan efek, manajer investasi, atau penasehat investasi. c. Lembaga kliring dan penyelesaian penyimpanan Adalah
suatu
lembaga
yang
menyelenggarakan
kliring
dan
penyelesaian transaksi yang terjadi di Bursa Efek, penyimpanan efek serta penitipan harta untuk pihak lain. d. Perusahaan Reksadana Adalah pihak yang kegiatan utamanya melakukan investasi, investasi kembali (reinvestasi).
e. Lembaga Penunjang Pasar Modal Lembaga penunjang meliputi tempat penitipan harta, wali amanat atau penanggung yang menyediakan jasa. Tempat penitipan harta adalah pihak yang menyelenggarakan penyimpanan harta dalam penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak tanpa mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut. f. Profesi Penunjang. Terdiri dari Akuntan publik, notaris, perusahaan penilai (appraisal) dan konsultan hukum. Akuntan publik adalah pihak yang memiliki keahlian dalam bidang akuntansi dan pemeriksaan (auditing). Fungsi akuntan adalah memberi pendapat atas kewajaran laporan keuangan emiten dan calon emiten. Notaris adalah pejabat yang berwenang membuat akte otentik sebagaimana dimaksudkan dalam Staad Glad 1860 No.3 tentang pengaturan jabatan notaris. Peranan notaris adalah membuat perjanjian, menyusun anggaran dasar dan perubahannya, perubahan milik modal dan lain-lain. Penilaian appraisal adalah pihak menandatangani
laporan
penilai.
yang
Laporan
menerbitkan penilai
dan
mencakup
pendapatan atas aktiva yang disusun berdasarkan pemeriksaan menurut keahlian penilai. Konsultan hukum adalah ahli hukum yang memberikan dan menandatangani pendapat hukum mengenai emisi atau emiten. Fungsi utama konsultan hukum adalah melindungi
pemodal atau calon pemodal dari segi hukum. Tugasnya antara lain meneliti akte pendirian, izin usaha dan lain-lain. g. Pemodal (investor) Adalah pihak perorangan maupun lembaga yang menanamkan modalnya dalam efek-efek yang diperdagangkan. h. Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM) merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas sebagai berikut : 1) Memonitor dan mengatur pasar modal sebagai tempat sekuritassekuritas dapat diterbitkan dan diperdagangkan secara teratur, wajar, dan efesien dengan maksud untuk melindungi kepentingan para pemodal dan masyarakat. 2) Mengawasi dan memonitor pertukaran sekuritas, kliring, dan lemabaga-lembaga penyimpanan reksadana, perusahaan sekuritas dan para pialang, berbagai lembaga pendukung pasar modal dan para professional. 3) Untuk memberikan rekomendasi tentang pasar modal kepada menteri keuangan. Dengan fungsi tersebut diharapkan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) lebih bisa melaksanakan fungsi pengawasan karena kegiatan pendanaan efek dan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan yang diselenggarakan oleh Bursa Efek sendiri, selain itu peraturan
mulai dilakukan oleh Badan Pengawasan Pasar Modal (BAPEPAM) secara konsisten. 3. Industri Perusahaan Manufaktur Penelitian ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang laporan keuangannya dipublikasikan di BEI. Laporan keuangan yang digunakan sebagai objek penelitian berasal dari neraca dan laporan laba (rugi). Industri perusahaan manufaktur terdiri dari tiga sektor, antara lain : a. Industri Dasar dan Kimia b. Aneka Industri c. Industri Barang Konsumsi Perusahaan-perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel dalam penelitian ini sebanyak 28 perusahaan, antara lain: 1)
Astra Otoparts, Tbk
2)
Colorpak Indonesia, Tbk
3)
Citra Tubindo, Tbk
4)
Davomas Abadi, Tbk
5)
Delta Jakarta, Tbk
6)
Darya Varia Lab, Tbk
7)
Ekadharma International, Tbk
8)
Gudang Garam, Tbk
9)
H.M. Sampoerna, Tbk
10) Indorama Synthetics, Tbk 11) Jaya Pari Steel, Tbk
12) Kimia Farma, Tbk 13) Kalbe Farma, Tbk 14) Lion Metal Works, Tbk 15) Lion Mesh Prima, Tbk 16) Merck, Tbk 17) Mustika Ratu, Tbk 18) Mayora Indah, Tbk 19) Pan Brothers Tex, Tbk 20) Pyridam Farma, Tbk 21) Selamat Sempurna, Tbk 22) Sorini Corp, Tbk 23) Siantar Top, Tbk 24) Mandom Indonesia, Tbk 25) Trias Sentosa, Tbk 26) Tempo Scan Pacific, Tbk 27) Ultrajaya Milk Industry, Tbk 28) Unilever Indonesia, Tbk
B. Analisis Deskriptif Statistik Penelitian ini menggunakan jumlah sampel sebanyak 28 perusahaan sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan selama periode penelitian mulai tahun 2003 hingga tahun 2007. Analisis deskripsi dilakukan untuk menghitung nilai deviasi standar, mean, maksimum dan minimum pada
variabel independen dan variabel dependen. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada masing-masing variabel yang diteliti, maka diperoleh hasil sebagaimana yang tercantum dalam tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Rentabilitas
280
.002
.401
.07697
.071188
Working Capital Turnover
280
.472
130.169
5.57758
11.844882
Profit Margin
280
.004
.216
.07769
.050519
Operating Assets Turnover
280
.180
2.823
.97522
.534592
Firm Size
280
0
1
.68
.468
Valid N (listwise)
280
Sumber : Data diolah, Output SPSS
Tabel 4.1 menyajikan gambaran statistik dari variabel rentabilitas, working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size. Secara statistik dapat diketahui bahwa pada 28 perusahaan yang dijadikan sampel, variabel rentabilitas perusahaan manufaktur memiliki nilai minimum 0,002 yang terdapat pada perusahaan Indorama Synthetics Tbk, dan nilai maximum 0,401 pada perusahaan Unilever Indonesia Tbk, dengan nilai mean 0,07697 dan standar deviasi 0,071188. Variabel working capital turnover memiliki nilai minimum 0,472 yang terdapat pada perusahaan Lion Metal Works Tbk, dan nilai maximum 130,169 pada perusahaan Trias Sentosa Tbk, dengan nilai rata-rata 5,57758 dan standar deviasi 11,844882.
Variabel profit margin memiliki nilai minimum 0,004 yang terdapat pada perusahaan Indorama Synthetics Tbk, dan nilai maximum 0,216 pada perusahaan Lion Metal Works Tbk, dengan nilai rata-rata 0,07769 dan standar deviasi 0,050519. Variabel operating assets turnover memiliki nilai minimum 0,180 yang terdapat pada perusahaan Ultrajaya Milk Industry Tbk, dan nilai maximum 2,823 pada perusahaan Pan Brothers Tbk, dengan nilai rata-rata 0,97522 dan standar deviasi 0,534592. Oleh karena variabel ukuran perusahaan merupakan variabel dummy (kategori), maka tidak perlu dilakukan statistik deskripsi hanya perlu dibuat table frekuensi. Frekuensi variabel ukuran perusahaan dapat dilihat pada tabel 4.2 di bawah ini. Tabel 4.2 Hasil Uji Frequency Ukuran Perusahaan Firm Size Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Perusahaan Kecil
9
32.1
32.1
32.1
Perusahaan Besar
19
67.9
67.9
100.0
Total
28
100.0
100.0
Sumber : Data diolah, Output SPSS Tabel 4.2 menggambarkan bahwa ukuran perusahaan kecil tercatat sebanyak 9 perusahaan atau 32.1% dari total perusahaan yang dijadikan sampel, sedangkan perusahaan besar tercatat sebanyak 19 perusahaan atau 67.9% dari total 28 perusahaan yang dijadikan sampel.
C. Hasil dan Pembahasan Sebelum melakukan pengujian dengan analisis regresi berganda terlebih dahulu dilakukan uji asumsi dasar klasik yaitu uji Normalitas data, Autokorelasi, Multikolinieritas, dan Heteroskedastisitas untuk menghindari penyimpangan dalam model regresi. 1. Pengujian Asumsi Klasik Uji asumsi klasik diperlukan agar model regresi yang diperoleh memenuhi kriteria BLUE (best linier unbiased estimator). Adapun uji asumsi klasik meliputi normalitas, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. a. Uji Normalitas Terdapat beberapa cara dalam mendeteksi normalitas, yaitu dengan melihat penyebaran data (scatter plot) pada sumbu diagonal dari grafik (Santoso, 2007 : 214). Dasar pengambilan keputusannya: 1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Hasil uji normalitas yang terlihat pada gambar 4.1 di bawah menunjukkan bahwa data menyebar dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Data 2003 – 2007 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
b. Uji Autokorelasi Salah satu asumsi regresi linear berganda adalah tidak terdapatnya Autokorelasi. Autokorelasi adalah korelasi antara sesama urutan pengamatan dari waktu ke waktu. Untuk mendeteksi ada tidaknya Autokorelasi maka dilakukan pengujian Durbin Watson (DW) dengan ketentuan sebagai berikut (Santoso, 2007 : 216): 1) Angka Durbin Watson (DW) dibawah -2 berarti ada Autokorelasi positif. 2) Angka Durbin Watson (DW) diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada Autokorelasi.
Dari hasil pengolahan data diperoleh nilai Durbin Watson (DW) seperti pada tabel berikut: Tabel 4.3 Uji Autokorelasi Durbin-Watson Model
Durbin-Watson
1
Kesimpulan 2.000
Tidak ada Autokorelasi
Sumber: Data diolah, Output SPSS Hasil Uji gejala Autokorelasi yang ditunjukkan dengan nilai Durbin Watson (DW) seperti pada tabel 4.3 di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2003 sampai dengan 2007 model regresinya tidak terdapat gejala Autokorelasi. c. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Tabel 4.4 Pengujian Multikolinieritas Collinearity Statistics Model
Tolerance
VIF
Kesimpulan
Working Capital Turnover
.980
1.021
Tidak ada Multikolinieritas
Profit Margin
.998
1.002
Tidak ada Multikolinieritas
Operating Assets Turnover
.954
1.048
Tidak ada Multikolinieritas
Firm Size
.967
1.034
Tidak ada Multikolinieritas
Sumber: Data diolah, Output SPSS Apabila dilihat hasil Uji Multikolinieritas pada tabel 4.4 di atas, dapat dijelaskan bahwa besaran nilai Tolerance dan Variance Inflation
Factor (VIF) untuk seluruh tahun observasi, menunjukkan angka tolerance berada pada kisaran 0.954 sampai dengan 0.998 atau mendekati angka 1. Nilai VIF yang diperbolehkan hanya mencapai angka 10, sehingga variabel-variabel independen tersebut terbebas dari masalah multikolinieritas. Dengan demikian model regresi ini layak dipakai dalam pengujian. d. Uji Heteroskedastisitas Model regresi yang tidak terdapat gejala Heteroskedastisitas adalah apabila sebaran data berada disekitar titik nol serta tidak nampak adanya suatu pola tertentu. Gambar 4.2 Uji Heterokedastisitas
Apabila kita perhatikan Gambar 4.2 di atas terlihat sebaran data pada umumnya
berada disekitar
angka
nol,
sehingga
dapat
disimpulkan bahwa model regresi ini memenuhi syarat untuk melihat pengaruh variabel independen (working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size) terhadap variabel dependen (rentabilitas).
2. Pengujian Regresi Linier Berganda Adapun hasil regresi linier berganda dengan pengaruh working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size terhadap tingkat Rentabilitas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa
Model 1
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
(Constant)
-.083
.005
Working Capital Turnover
-.003
.001
Profit Margin
.960
Operating Assets Turnover Firm Size
t
Beta
Sig.
-15.183
.000
-2.119
.035
.035
.681 27.526
.000
.079
.003
.591 23.348
.000
.015
.004
.102
.000
-.053
4.038
Sumber: Data diolah, Output SPSS Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dirumuskan suatu persamaan regresi untuk tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia sebagai berikut:
Persamaan: Y = -0,083 – 0,003 X1 + 0,960 X2 + 0,079 X3 + 0,015 X4 + ε Keterangan: Y1 = Variabel dependen Rentabilitas a = Konstanta β = Koefisien regresi dari variabel independen ke i. i
X = Variabel Independen Working Capital Turnover 1
X = Variabel Independen Profit Margin 2
X = Variabel Independen Operating Assets Turnover 3
X = Variabel Independen (Variabel Dummy) Firm Size atau Ukuran 4
Perusahaan
yang
membedakan
perusahaan
besar
dan
perusahaan kecil. ε = Estimasi Error Koefisien-koefisien pada persamaan regresi linier berganda di atas dapat diartikan sebagai berikut: a. Tanda pada koefisien regresi mencerminkan hubungan antara variabel independen (working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size) dengan variabel dependen (rentabilitas) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Tanda (+) berarti terdapat hubungan yang positif atau searah antara variabel independen dengan variabel dependen. Semakin meningkat nilai variabel independen (working capital turnover, profit margin, operating assets
turnover, dan firm size) maka semakin meningkat pula nilai variabel dependen (rentabilitas) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia, begitu juga sebaliknya. b. Nilai konstanta pada persamaan regresi sebesar -0,083 menunjukkan bahwa jika variabel dependen lainnya bernilai nol, maka tingkat rentabilitas mengalami penurunan sebesar 8,3 %. c. Koefisien regresi untuk variabel working capital turnover (X1) sebesar -0,003 menunjukkan bahwa jika variabel working capital turnover (X1) meningkat satu kali perputaran maka tingkat rentabilitas mengalami penurunan sebesar 0,3 %, dengan ketentuan variabel lain konstan. d. Koefisien regresi variabel profit margin (X2) sebesar 0,960 menunjukkan bahwa jika profit margin (X2) meningkat satu persen maka tingkat rentabilitas mengalami peningkatan sebesar 96%, dengan ketentuan variabel lain konstan. e. Koefisien regresi variabel Operating Assets Turnover (X3) sebesar 0,079 menunjukkan bahwa jika variabel Operating Assets Turnover (X3) meningkat satu kali perputaran maka tingkat rentabilitas mengalami peningkatan sebesar 7,9 %, dengan ketentuan variabel lain konstan. f. Koefisien regresi variabel firm size (X4) sebesar 0,015 menunjukkan bahwa jika perusahaan tergolong “Perusahaan Kecil” (dummy = 0) dan variabel lain bernilai sama dengan nol, maka nilai rentabilitas sebesar
-0,083 + (0,015).(DJenis) = -0,083 + (0,015).(0) = -0,083. Jadi tingkat rentabilitas mengalami penurunan sebesar 8,3%, dengan ketentuan variabel lain konstan. Jika perusahaan tergolong “Perusahaan Besar” (dummy = 1) dan variabel lain bernilai sama dengan nol, maka nilai rentabilitas sebesar -0,083 + (0,015).(DJenis) = -0,083 + (0,015).(1) = -0,068. Jadi tingkat rentabilitas mengalami penurunan sebesar 6,8%, dengan ketentuan variabel lain konstan.
3. Pengujian Hipotesis Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang telah ditetapkan diterima atau ditolak secara statistik. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan Uji Statistik F dan Uji Statistik t. Uji F digunakan untuk menguji apakah semua variabel independen secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen, sedangkan Uji t digunakan untuk menguji apakah variabel independen secara parsial berpengaruh terhadap variabel dependen. a. Uji Simultan (Uji F) Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen yang terdiri dari working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size terhadap variabel independen yaitu rentabilitas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia secara simultan atau bersama-sama.
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Regresi Simultan (F-Test) b
ANOVA Sum of Model 1
Squares Regression Residual Total
df
Mean Square
1.176
4
.294
.238
275
.001
1.414
279
F 340.033
Sig. .000
Sumber: Data diolah, Output SPSS *Signifikan pada α = 1%
Berdasarkan hasil pengujian regresi simultan pada tabel 4.7 tersebut menunjukkan bahwa variable independen (working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size) berpengaruh secara simultan terhadap variable dependen (rentabilitas). Pernyataan ini didukung oleh hasil pengujian hipotesis, dengan menggunakan uji F tabel (α : 1%, df1 = 4, df2 = 275) adalah 3,388. Dari F-test yang dilakukan menghasilkan probabilitas signifikansi di bawah 1% yaitu sebesar 0,000 dan nilai F-hitung sebesar 340,033 lebih besar dari F table sebesar 3,388, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan adanya hal itu, hasil pengujian dengan Uji F dapat disimpulkan bahwa variabel independen (working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (rentabilitas) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia
b. Uji Parsial (Uji t) Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen yang terdiri dari working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size terhadap rentabilitas pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia secara parsial. Tabel 4.7 Hasil Pengujian Regresi Parsial (t-test) a
Coefficients
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model 1
B
Std. Error
(Constant)
-.083
.005
Working Capital Turnover
-.003
.001
Profit Margin
.960
Operating Assets Turnover Firm Size
t
Beta
Sig.
-15.183
.000
-.053
-2.119
.035 **
.035
.681
27.526
.000*
.079
.003
.591
23.348
.000 *
.015
.004
.102
4.038
.000 *
Sumber: Data diolah, Output SPSS Ket: *Signifikan pada α = 1%, ** Signifikan pada α = 5% Berdasarkan hasil pengujian regresi parsial pada table 4.7 di atas, menunjukkan bahwa hanya variabel working capital turnover yang secara
parsial mempunyai pengaruh negatif
rentabilitas
perusahaan
manufaktur,
sedangkan
terhadap
tingkat
profit
margin,
operating assets turnover, dan firm size secara parsial memiliki pengaruh positif terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Working capital turnover berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hitung -2,119 dan t tabel ±1,650 dengan penentuan α : 5% dan dengan derajat kebebasan (df = n – k = 280 – 4) : 276. Dengan demikian dapat diambil keputusan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Profit margin berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hitung 27,526 dan t tabel ±2,340 dengan penentuan α : 1% dan dengan derajat kebebasan (df = n – k = 280 – 4) : 276. Dengan demikian dapat diambil keputusan bahwa t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Operating assets turnover berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hitung 23,348 dan t tabel ±2,340 dengan penentuan α : 1% dan dengan derajat kebebasan (df = n – k = 280 – 4) : 276. Dengan demikian dapat diambil keputusan bahwa t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Firm size berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hitung 4,038 dan t tabel ±2,340 dengan penentuan α : 1% dan dengan derajat kebebasan (df = n – k = 280 – 4) : 276. Dengan demikian dapat diambil keputusan bahwa t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dibentuk suatu persamaan: Rent = – 0,083 – 0,003 WCT + 0,960 PM + 0,079 OAT + 0.015 FS Pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dapat dijelaskan berikut ini: 1) Working Capital Turnover Variabel Working Capital Turnover mempunyai koefisien negatif sebesar -0,003 menunjukkan bahwa variabel working capital turnover memiliki hubungan negatif dengan variabel rentabilitas, maka setiap kenaikan tingkat working capital turnover akan diikuti dengan penurunan tingkat rentabilitas perusahaan sebesar 0,003 atau 0,3% pada periode penelitian. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa t hitung lebih kecil dari t table (t hitung = -2,119 < t table = -1,650), berarti variabel working capital turnover terbukti memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas, hal ini didukung dengan tingkat signifikansi sebesar 0,035 yang lebih rendah dari tingkat alpha yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 5% (α = 0,05). 2) Profit Margin Berdasarkan hasil pengolahan data seperti pada tabel 4.7, variabel profit margin mempunyai koefisien positif sebesar 0,960 menunjukkan bahwa variabel profit margin memiliki hubungan positif dengan variabel rentabilitas, maka setiap kenaikan tingkat
profit margin akan diikuti dengan kenaikan tingkat rentabilitas perusahaan sebesar 0,960 atau 96% pada periode penelitian. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung = 27,526 > t tabel = 2,340), berarti variabel profit margin terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat rentabilitas, hal ini didukung dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang lebih rendah dari tingkat alpha yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 1% (α = 0,01). 3) Operating Assets Turnover Berdasarkan persamaan regresi berganda, koefisien regresi untuk
variabel
operating
assets
turnover
sebesar
0,079
menunjukkan bahwa variabel operating assets turnover memiliki hubungan positif dengan variabel rentabilitas, maka setiap kenaikan tingkat operating assets turnover akan diikuti dengan kenaikan tingkat rentabilitas perusahaan sebesar 0,079 atau 7,9% pada periode penelitian. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung = 23,348 > t tabel = 2,340), berarti variabel operating assets turnover terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat rentabilitas, hal ini didukung dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang lebih rendah dari tingkat signifikansi yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 1% (α = 0,01).
4) Firm Size Nilai koefisien regresi untuk variabel firm size yaitu sebesar 0,015 menunjukkan bahwa variabel firm size memiliki hubungan positif dengan variable rentabilitas. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel (t hitung = 27,526 > t tabel = 2,340), berarti variabel profit margin terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat rentabilitas, hal ini didukung dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 yang lebih rendah dari tingkat signifikansi yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 1% (α = 0,01). Hasil uji t (t-test) di atas konsisten dengan hasil penelitian Ganesan (2007) bahwa efisiensi pengelolaan modal kerja memiliki hubungan negatif dengan tingkat profitabilitas pada perusahaan industri perlengkapan telekomunikasi. Hasil penelitian ini juga sependapat dengan hasil penelitian Padachi (2006) bahwa tingginya investasi dalam pengelolaan modal kerja berhubungan dengan rendahnya
tingkat
profitabilitas
pada
perusahaan
manufaktur.
Sedangkan hasil temuan Indri Yuliafitri (2005) menunjukkan bahwa kecepatan perputaran modal kerja (working capital turnover) tidak berpengaruh terhadap tingkat rentabilitas perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Suryo Luhur W.A. dan Triani Pujiastuti (2006) yang meneliti pengaruh profit margin dan perputaran
aktiva lancar terhadap tingkat rentabilitas menyimpulkan bahwa profit margin memiliki pengaruh secara parsial terhadap tingkat rentabilitas perusahaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang penulis lakukan, bahwa variabel profit margin berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian. Hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan operating assets turnover serta pengaruhnya terhadap tingkat rentabilitas, dilakukan oleh Indri Yuliafitri (2005) menunjukkan bahwa secara parsial variabel operating assets turnover tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat rentabilitas perusahaan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan penulis, bahwa variabel operating assets turnover memiliki pengaruh positif terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur. Terjadinya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dikarenakan adanya perbedaan kondisi pasar modal yang diteliti, karakteristik sample, jumlah observasi, dan periode penelitian. Penelititan yang dilakukan oleh Susi Dwimulyani dan shirley (2007) meneliti pengaruh size perusahaan terhadap tingkat laba perusahaan manufaktur menyimpulkan bahwa size perusahaan mempunyai pengaruh secara parsial terhadap tingkat laba yang diharapkan perusahaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
penulis lakukan, yaitu adanya pengaruh positif antara firm size dengan tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Koefisien regresi variabel firm size (variabel dummy) sebesar 0,015 menunjukkan bahwa jika perusahaan tergolong “perusahaan kecil” (dummy = 0) dan variabel lain bernilai sama dengan nol, maka nilai rentabilitas sebesar -0,083 + (0,015).(DJenis) = -0,083 + (0,015).(0) = -0,083. Jadi rentabilitas turun sebesar 8,3%. Jika perusahaan tergolong “perusahaan besar” (dummy = 1) dan variabel lain bernilai sama dengan nol, maka nilai rentabilitas sebesar -0,083 + (0,015).(DJenis) = -0,083 + (0,015).(1) = -0,068. Jadi tingkat rentabilitas turun sebesar 6,8%. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan yang tergolong “besar” memiliki pengaruh negatif lebih kecil terhadap tingkat rentabilitas, yaitu sebesar -6,8% dibandingkan dengan ukuran perusahaan yang tergolong “kecil” dimana memiliki pengaruh negatif lebih besar terhadap tingkat rentabilitas, yaitu sebesar -8,3%. Oleh karena itu, perusahaan yang tergolong besar memiliki tingkat rentabilitas yang lebih tinggi dibandingkan tingkat rentabilitas yang dihasilkan oleh perusahaan yang tergolong kecil. c. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang
kecil
berarti
kemampuan
variabel-veriabel
independen
dalam
menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati
satu
berarti
variasi
variabel-variabel
independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2005). Tabel 4.8 Pengujian Koesfisien Determinasi b
Model Summary
Model 1
R .912
R Square a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.832
.829
.029406
Durbin-Watson 2.000
Sumber: Data diolah, Output SPSS Berdasarkan hasil output pada tabel 4.8 di atas, besarnya adjusted R2 adalah 0,829, hal ini berarti kemampuan variabel independen (working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size) dalam menjelaskan variabel dependen (rentabilitas) sebesar 82,9%, sedangkan sisanya sebesar 17,1% (100% - 82,9%) dijelaskan oleh faktor lain di luar model.
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai variabel working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size serta pengaruhnya terhadap tingkat rentabilitas perusahaan pada sektor manufaktur selama periode 2003 hingga 2007, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa variabel profit margin, operating assets turnover, dan firm size memiliki pengaruh positif dan signifikan pada level signifikan 1% terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur, sedangkan variabel pengelolaan modal kerja (working capital turnover) berpengaruh negatif dan signifikan pada level signifikan 5% terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa profit margin merupakan variabel yang paling dominan dan signifikan mempengaruhi tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 3. Hasil uji koefisien determinasi (Adjusted R2) menunjukkan nilai sebesar 0,829. Hal ini berarti kemampuan variabel independen (working capital turnover, profit margin, operating assets turnover, dan firm size) dapat menjelaskan variabel dependen (rentabilitas) sebesar 82,9 %.
B. Implikasi Penelitian Berdasarkan
analisis
dan
pembahasan
hasil
penelitian,
penulis
mengemukakan implikasi yang bisa bermanfaat yaitu antara lain: 1. Pengelolaan modal kerja berdasarkan rasio working capital turnover memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur, sehingga kecepatan perputaran modal kerja memiliki hubungan berbanding terbalik dengan tingkat rentabilitas perusahaan. Hal ini dapat memberikan pertimbangan bagi investor dalam pengelolaan modal kerja guna pengaruhnya terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 2. Profit margin memiliki pengaruh paling dominan terhadap tingkat rentabilitas perusahaan, selain variabel operating assets turnover dan ukuran perusahaan (firm size) yang juga memiliki pengaruh positif terhadap
tingkat
rentabilitas
perusahaan
manufaktur.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa profit margin merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam peningkatan rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 3. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi potensial bagi para pengguna laporan keuangan dan investor khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan modal kerja terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan untuk penelitian
selanjutnya
diarahkan
pada
faktor-faktor
lain
yang
mampengaruhi tingkat rentabilitas, seperti: kebijakan investasi modal kerja, aktiva tetap, serta strategi penjualan.
DAFTAR PUSTAKA Alwi, Syafaruddin. “Alat-Alat Analisis dalam Pembelanjaan”, Andi Offset, Yogyakarta, 2003. Basri, Chatib. “Ekspor Manufaktur Indonesia dan Hambatan Sisi Penawaran”, KOMPAS, 31 Maret 2003. Brealey, Myers, Marcus. “Fundamentals Of Corporate Finance”, McGraw-Hill, New York, 2001. Brealey, Richard A dan Myers, Stewart C. “Principles of Corporate Finance : Fifth Edition”, McGraw-Hill, New York, 1996. Brigham, Eugene dan Houston, Joel. “Manajemen Keuangan” Jilid I, Erlangga, Jakarta, 2001. Copeland dan Wenston, J. Fred. “Manajemen Keuangan” Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta, 2001. Ganesan, Vedavinayagam. “An Analysis of Working Capital Management Efficiency in Telecommunication Equipment Industry”, Rivier Academic Journal, Volume 3, Number 2, Fall 2007. Ghozali, Imam. “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”, BP UNDIP, Semarang, 2001. Gie, Kwik Kian. “PDB Tumbuh, Manufaktur Terpuruk, dan Hasil Tambang Diisap”, http://els.bappenas.go.id/, 11 Desember 2007. Hartono, Jogiyanto. “Pasar Efisien Secara Keputusan”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005. Horne, Wachowicz. “Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan”, Salemba Empat, Jakarta, 1998. Husnan, Suad. “Manajemen Keuangan : Teori dan Penerapan Keputusan Jangka Pendek”, BPFE, Yogyakarta, 1998. Indri, Koesmawan, Amilin. Analisis Pengaruh Efektivitas Modal Kerja Dan Operating Assets Turnover Terhadap Tingkat Rentabilitas Pada Sektor Industri Dasar Dan Kimia Yang Tercatat Di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Ekonomi Vol. XV No. 39 Sep./Okt. 2005.
Keown, Arthur J., Scott Jr., David F., Martin, John D., Petty, William. “Foundation of Finance”, Prentice Hall, New Jersey, 1994. Luhur, Suryo, Triani Pujiastuti. Analisis Perkembangan Rentabilitas Modal Kerja Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rentabilitas Modal Kerja Studi Kasus Pada PT. Aneka Karya Di Klaten, Buletin Ekonomi No.1 Tahun Pertama Desember 2006. Minanda, Evy Flamboyan. “PKS Protes Besaran Kenaikan BBM”, Tempo Interaktif, 1 Oktober 2005. Munawir. “Analisis Laporan Keuangan”, Liberty, Yogyakarta, 2005. Muttaqin, Hidayatullah. Membedah Latar Belakang Kenaikan BBM, TDL, dan Telepon: Tinjauan Politik Ekonomi”, Jurnal Ekonomi Ideologis (http://jurnal-ekonomi.org/), 15 September 2003. Padachi, Kesseven. “Trends in Working Capital Management and It’s Impact on Firms’ Performance: An Analysis of Mauritian Small Manufacturing Firms”, International Review of Business Research Papers Vol.2 No.2, October 2006. Riyanto, Bambang. “Dasar-Dasar Yogyakarta, 2001.
Pembelanjaan
Perusahaan”,
BPFE,
Ross, Stephen A., Westerfield, Randolf W., Jordan, Bradford D. “Fundamental of Corporate Finance : Fifth Edition”, Irwin, Massachusetts, 2000. Sartono, Agus. “Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi”, BPFE, Yogyakarta, 2001. Sawir, Agnes. “Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan”, Gramedia, Jakarta, 2004 Singgih, Santoso. “Mengatasi Masalah Statistik Dengan SPSS versi 11,5”, Gramedia, Jakarta, 2004. Siswantini, Tri. “Analisis Pengelolaan Modal Kerja Dan Pengaruhnya Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta”, Equity Vol.4, No.2, Juli – Desember 2006. Sudana, Widyaningrum. “Analisis Kebijakan Investasi Modal Kerja Hubungannya Dengan Profitabilitas Pada Kondisi Ekonomi Sebelum Krisis dan Masa Krisis”, Majalah Ekonomi Tahun XIII No.2, Agustus 2003.
Sudarmadji, Sularto. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage, dan Tipe Kepemilikan Perusahaan Terhadap Luas Voluntary Disclosure Laporan Keuangan Tahunan”, Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek, dan Sipil) Vol.2, 21-22 Agustus 2007. Sudarmanto, Gunawan. “Analisis Regresi Linear Ganda Dengan SPSS”, Graha Ilmu. Jakarta. 2005. Susanto, Steve. “Logika Kenaikan Harga BBM, Tarif Listrik, dan Telepon, KOMPAS, 27 Januari 2003. Syahyunan. “Analisis Modal Kerja”, Digitized by USU digital library, 2003. Wenty, Murtanto. “Pengaruh Komprehensif Atas Stategi Modal Kerja Melalui Rasio Perdagangan (Merchandising Ratio)”, Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol.1 No.1, April 2001. Weston, JF., Brigham EF. “Essentials of Managerial Finance”, The Dryden Press, 2000. Wibisono, Handoyo. “Manajemen Modal Kerja”, Universitas Atma Jaya, Jakarta, 1997. Wijaya, Asnawi. “Metodologi Penelitian Keuangan”, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006. Wild, John J., Submanyam, K.R., Halsey, Robert F. “Financial Statement Analysis”, Mc Graw-Hill, New York, 2004. Walsh, Ciaran. “Key Management Ratios : Third Edition”, Erlangga, Jakarta, 2003.