REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN LUAR NEGERI
STRATEGI MANAJEMEN PERUBAHAN
“Menjadikan Kementerian Luar Negeri yang lebih baik”
BIRO PERENCANAAN DAN ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA 2013
Kata Pengantar Kementerian Luar Negeri memiliki komitmen tinggi dan mendukung penuh keberhasilan implementasi program Reformasi Birokrasi Nasional yang telah digariskan dalam Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Roadmap Reformasi Birokrasi 2010-2014 melalui Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 20 Tahun 2010. Penyusunan buku saku mengenai Strategi Manajemen Perubahan adalah salah satu upaya untuk memastikan bahwa program-program Reformasi Birokrasi di 9 (sembilan) area perubahan dapat dilaksanakan dengan baik khususnya untuk mengelola perubahan menuju Kementerian Luar Negeri yang lebih baik, profesional, partisipatif, inovatif dan akuntabel. Perubahan seringkali ditanggapi dengan sikap yang berbeda. Sebagian pihak sangat mendukung, sementara yang lain mungkin bersikap netral, apatis atau resistant terhadap perubahan tergantung sudut i
pandang dan argumentasi masing-masing. Kepesertaan Kementerian Luar Negeri pada program Reformasi Birokrasi menunjukkan komitmen Kementerian Luar Negeri untuk melangkah lebih maju memperkuat upaya Benah Diri yang telah dirintis sejak tahun 2001. Perbedaan perspektif bisa terjadi terhadap perubahan, namun yang terpenting adalah bagaimana menyikapinya secara bijak. Strategi Manajemen Perubahan memiliki peran yang sangat penting dalam membangun kesepahaman, kesadaran dan komitmen terhadap perubahan itu sendiri. Reformasi Birokrasi dan langkah-langkah perubahan harus dapat dikomunikasikan dengan baik ke setiap pegawai dan para pemangku kepentingan melalui sosialisasi dan internalisasi yang memadai. Komitmen pimpinan tertinggi, kepemimpinan di setiap lini organisasi, dari yang teratas sampai yang terendah, peran Satuan Kerja, budaya kerja 3T 1 A, “sense of ownership” terhadap program RB Kemlu, merupakan faktor kunci keberhasilan implementasi program manajemen perubahan. Pengintegrasian faktor-faktor kunci tersebut diyakini akan ii
memperkuat daya ungkit pelaksanaan manajemen perubahan di Kementerian Luar Negeri. Buku saku ini diharapkan dapat dipahami oleh para pegawai Kementerian Luar Negeri, khususnya agenagen perubahan, untuk menyukseskan manajemen perubahan Kementerian ke arah yang lebih baik, profesional, partisipatif, dan akuntabel.
Jakarta,
Februari 2013
Budi Bowoleksono Sekretaris Jenderal
iii
BAB I MENGAPA PERLU PERUBAHAN?
A.
Perkembangan Lingkungan dan Tuntutan Masyarakat yang Dinamis
Sebagai ujung tombak diplomasi, Kementerian Luar Negeri berada di tengah-tengah perubahan yang banyak membawa beragam implikasi pada kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Dengan arus globalisasi yang tak terbendung, isu-isu berhembus cepat, saling pengaruh dan bertalian satu sama lain. Keterbukaan akses informasi menjadi salah satu dampak nyata dari pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Isu-isu seperti globalisasi, demokratisasi, good governance, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia tidak hanya berputar di level regional dan internasional, tetapi secara cepat merambah ke berbagai lapisan masyarakat. Perubahan terjadi hampir di seluruh aspek kehidupan baik di bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, teknologi, lingkungan kerja maupun harapanharapan masyarakat, pegawai dan pemangku kepentingan. Organisasi di sektor publik maupun 1
swasta semakin menyadari bahwa pengetahuan, strategi, kepemimpinan dan teknologi di masa lalu yang statis tidak akan membawa banyak keberhasilan di masa depan. Organisasi yang lambat melakukan perubahan dan gagal beradaptasi dengan lingkungan baru akan sulit bertahan dalam perubahan. Paradigma pemerintahan pun berubah, dari Pangreh Praja (pemerintah sebagai pihak yang memerintah) menjadi Pamong Praja (pelindung masyarakat). Pejabat pemerintah berubah dari pihak yang dilayani menjadi sosok yang melayani. Pejabat pemerintah juga bergeser dari pemegang kekuasaan ekslusif penggunaan sumber daya, khususnya keuangan negara, menjadi pemegang tanggung jawab atas akuntabilitas publik dan keharusan melaksanakan roda organisasi berdasarkan asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik. Good governance tidak lagi dipandang sebagai sebuah isu baru. Tingginya kesadaran masyarakat akan hak-haknya sebagai warga bangsa dan hakhak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945 telah melahirkan sejumlah tuntutan baru. Di antara tuntutan baru tersebut adalah, pertama terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih; kedua terwujudnya pemerintahan yang akuntabel kepada publik; dan ketiga pemerintahan yang menjamin pelayanan prima kepada masyarakat. 2
Tuntutan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih yang memastikan bahwa “the government works or delivers” semakin tak terelakkan. Perkembangan ini adalah konsekuensi logis dari semakin demokratisnya sistem pemerintahan di Indonesia yang diperkuat dengan sistem pengawasan, baik oleh masyarakat (social control), lembaga-lembaga pengawasan maupun Dewan Perwakilan Rakyat. Manajemen tata kelola pemerintahan baik dari aspek administrasi keuangan, kepegawaian, sarana dan prasarana maupun ketajaman dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang diemban sehingga berjalan optimal, efektif dan efisien menjadi bagian integral dan esensial dalam pengelolaan misi hubungan luar negeri dan politik luar negeri, sama pentingnya dengan pelaksanaan hubungan diplomasi dan kekonsuleran itu sendiri. Tuntutan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih adalah satu refleksi transformasi sistem pemerintahan yang semakin demokratis. Seiring dengan perkembangan tersebut, tuntutan akuntabilitas publik terhadap tata kelola pemerintahan semakin meningkat. Akuntabilitas Pemerintah tidak lagi dipandang sebagai sebuah pilihan tetapi telah menjadi suatu keharusan. Realita ini dapat diamati dari diundangkannya berbagai perangkat hukum dan peraturan perundang3
undangan yang mengharuskan seluruh Kementerian/Lembaga untuk mempertanggungjawabkan penggunaan sumbersumber daya termasuk keuangan dan kinerja. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain adalah:
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 09/M.PAN/05/2007 tentang Pedoman Penyusunan Indikator Kinerja Utama di lingkungan Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 20/M.PAN/11/2008 tentang Petunjuk Penyusunan Indikator Kinerja Utama, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 29 Tahun 2010 tanggal 31 Desember 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Perkembangan penting lain yang patut dicatat adalah peran Kementerian Luar Negeri yang semakin kuat dalam isu perlindungan WNI dan BHI di luar negeri. 4
Isu perlindungan WNI dan BHI di luar negeri secara langsung berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak, lebih-lebih dengan posisi WNI yang bekerja sebagai TKI di luar negeri jumlah cukup signifikan. Pelayanan prima bagi WNI menjadi misi yang semakin penting, mengingat posisi Kementerian Luar Negeri yang berada di garda terdepan dalam perlindungan WNI dan BHI di luar negeri. Perlindungan WNI dan BHI, selain menjadi salah satu dari misi diplomatik yaitu “protecting”, juga merupakan amanat langsung dari Alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 yakni “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia…” Posisi ini lebih diperkuat dalam UU No.37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Pasal 19 (b) UU tersebut menyebutkan “Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundangundangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional”. Sebaik apapun kinerja diplomasi, hubungan luar negeri dan politik luar negeri, hal kinerja tersebut akan kehilangan artikulasinya jika tidak dibarengi dengan performa yang baik di bidang perlindungan WNI dan BHI. Realitas yang ada memerlukan dilihat dan ditanggapi secara bijak dengan cara. Kemajuan yang dicapai 5
hari ini akan berubah menjadi kemunduran di masa yang akan datang jika berhenti di satu titik sementara lingkungan di sekitar berubah lebih cepat. Capaian hari ini bukanlah tujuan akhir tetapi sekedar modal awal untuk mencapai kemajuan dan keunggulan di masa depan. Perubahan yang sangat cepat seiring dengan perubahan tingkat pengharapan masyarakat dapat menimbulkan kompleksitas baru jika disikapi dan diselesaikan dengan pola pikir lama. Tidak ada satu pun masalah yang dapat diselesaikan oleh upaya-upaya yang berdasarkan kesadaran atau pemahaman yang menimbulkan masalah itu, demikian dikatakan oleh Albert Einstein. Bagi Kementerian Luar Negeri perkembangan tersebut paling tidak membawa 5 (lima) konsekuensi sebagai berikut: 1.
2.
6
Perlunya terus mempertajam diplomasi, hubungan luar negeri dan politik luar negeri RI untuk memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia secara optimal di fora internasional baik dalam konteks bilateral, regional maupun multilateral dan menjamin terlindunginya kepentingan nasional Indonesia. Perlunya memastikan kapasitas Kemlu untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat khususnya perlindungan WNI dan BHI di luar negeri dan kekonsuleran.
3.
4.
5.
B.
Perlunya memastikan bahwa pengelolaan diplomasi, hubungan luar negeri dan politik luar negeri dilaksanakan berdasarkan asasasas pemerintahan yang baik, bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Perlunya penguatan pertanggungjawaban kinerja Kementerian Luar Negeri termasuk Perwakilan RI di luar negeri secara terukur. Perlunya penguatan pertanggungjawaban administrasi dan keuangan Kementerian Luar Negeri termasuk Perwakilan RI di luar negeri sehingga dapat memperkuat opini BPK dari WTP Dengan Paragraf Penjelas menjadi WTP.
Kondisi umum Perubahan
Birokrasi
Menuntut
Berdasarkan Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 telah diidentifikasi kondisi umum birokrasi di Indonesia yang masih banyak dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang perlu ditangani dengan baik untuk meningkatkan kinerja birokrasi. Permasalahanpermasalahan tersebut di antaranya sebagai berikut: 1.
Organisasi. Organisasi pemerintah yang belum tepat fungsi dan tepat ukuran (right-sizing). 7
2.
Peraturan Perundang-undangan. Sejumlah peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara masih banyak yang tumpang tindih, inkosisten, tidak jelas dan multitafsir, atau bahkan terdapat pertentangan antara peraturan peraturan perundangundangan yang satu dengan yang lainnya.
3.
SDM Aparatur. Manajemen sumber daya manusia aparatur belum dilaksanakan secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai dan organisasi. Selain itu sistem penggajian pegawai negeri belum didasarkan pada bobot pekerjaan/kinerja atau jabatan yang diperoleh dari evaluasi jabatan. Gaji pokok yang ditetapkan berdasarkan golongan/pangkat tidak sepenuhnya mencerminkan beban tugas dan tanggung jawab. Tunjangan kinerja belum sepenuhnya dikaitkan dengan prestasi kerja dan tunjangan pensiun belum menjamin kesejahteraan.
4.
Kewenangan. Masih adanya praktik penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan belum
8
mantapnya pemerintah. 5.
akuntabilitas
kinerja
instansi
Pelayanan publik. Pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat, dan belum memenuhi hak-hak dasar warga negara/pendukung. Pelayanan publik sebagai pilar utama penyelenggaraan pemerintahan memerlukan komitmen bersama mulai dari Pejabat eselon 1 sampai dengan sampai dengan Unit-unit Pelaksana. Pelayanan publik perlu diselaraskan dengan harapan masyarakat dan dinamika kebutuhan pelayanan masyarakat yang lebih baik, murah, cepat dan peningkatan mutu pelayanan yang inovatif.
6.
Pola pikir (mind-set) dan (cultural set).
budaya
kerja
Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (cultural set) birokrat belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang efisien, efektif, produktif dan profesional. Selain itu birokrat belum benarbenar memiliki pola pikir yang melayani masyarakat, belum mencapai kinerja yang baik dan belum berorientasi pada hasil (outcomes). Dalam hal ini diperlukan adanya perubahan mindset ke arah pola pikir aparat birokrasi yang 9
melayani, kepedulian dan keberpihakan pada masyarakat.
C.
Perlunya langkah Perubahan di Kementerian Luar Negeri
Perubahan adalah sebuah proses menuju perbaikan dan tidak berhenti di satu fase saja karena lingkungan dan masyarakat dimana organisasi itu berada terus berubah secara dinamis. Bagi Kemlu, langkah perubahan masih terus dilanjutkan bahkan diperkuat terutama mengingat tantangan diplomasi di masa depan yang tentu semakin kompleks seiring dengan perjalanan bangsa yang semakin maju dan berperan penting di berbagai fora baik regional maupun internasional seperti ASEAN, APEC, G20. Banyak pihak bahkan memproyeksikan Indonesia menjadi salah satu kekuatan besar ekonomi dunia pada tahun 2030. Hal yang bukannya tidak mungkin diwujudkan mengingat saat ini Indonesia telah berhasil menduduki peringkat ke-16 kekuatan ekonomi dunia. Perlu dipastikan bahwa kekuatan “mesin” diplomasi Indonesia benar-benar profesional, tajam dan andal didukung oleh organisasi yang adaptif, efektif, produktif, berkinerja tinggi, akuntabel dan mampu memberikan pelayanan publik yang berkualitas. 10
Pengembangan modal dasar sumber daya manusia yang telah dirintis melalui proses rekrutmen yang selektif, obyektif, transparan dan akuntabel perlu dipertajam dan didukung oleh manajemen yang kuat. Dengan demikian mampu memberikan sumbangsih yang semakin signifikan dalam mendukung perjalanan bangsa menuju tujuan nasional sebagaimana diamanatkan di dalam Pembukaan UUD 1945 yakni “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Dengan posisinya yang berada di garda terdepan dalam perubahan-perubahan global, karakteristik kemampuan adaptif sebenarnya sudah menjadi bagian dari identitas Kementerian Luar Negeri. Salah satu bukti kuat hal ini adalah upaya Benah Diri tahun 2001 yang merupakan inisiatif dari dalam Kemlu sendiri dan diluncurkan jauh sebelum program Reformasi Birokrasi Nasional dicanangkan. Sebagai salah satu dari 23 K/L yang belum melaksanakan RB, kemajuan RB Kemlu telah diverifikasi oleh Tim UPRBN (Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional) Kemenpan dan RB pada tanggal 5 September 2012. Berdasarkan hasil verifikasi lapangan tersebut, capaian Reformasi 11
Birokrasi Kemlu memperoleh nilai 63 dan berada pada level 3 (dari 4 level yang ada). Meskipun Kementerian Luar Negeri menduduki peringkat ke-3 dari 23 K/L tersebut, namun nilai 63 menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi. Penuntasan hal ini penting selain untuk mendongkrak tingkat remunerasi Kemlu yang diusulkan oleh Kemenpan dan RB sebesar 55% berdasarkan tingkat kemajuan RB, juga secara substantif penting untuk memperkuat dan mempertajam kinerja Kemlu. Tingkat capaian Reformasi Birokrasi Kementerian Luar Negeri masih perlu lebih ditingkatkan. Meskipun Kemlu telah dapat merampungkan 10 (sepuluh) aktivitas, namun masih terdapat 12 (dua belas) aktivitas yang masih harus dituntaskan yang saat ini dalam proses penyelesaian; dan1 (satu) aktivitas yang belum dilaksanakan. Sepuluh aktivitas yang sudah dilaksanakan adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 12
Aktivitas program percepatan; Aktivitas penilaian kinerja; Redefinisi visi, misi dan strategi; Restrukturisasi; Membangun sistem penilaian kinerja; Mengembangkan Pola Pelatihan Pengembangan; Memperkuat Pola Karir;
dan
8. Penguatan unit kerja/organisasi kepegawaian; 9. Penguatan unit kerja/organisasi diklat; 10. Menegakkan disiplin kerja. Dua belas aktivitas yang sedang dalam proses penyelesaian adalah: 1. 2. 3. 4.
Postur birokrasi Kemlu 2025; Proses sosialisasi dan internalisasi; Sistem remunerasi; Penyusunan business process untuk menghasilkan SOP; 5. Elektronisasi dokumentasi/kearsipan; 6. Asesmen kompetensi individu; 7. Mengembangkan sistem pengadaan (staffing) dan seleksi; 8. Memperkuat pola rotasi, mutasi dan promosi; 9. Membangun/memperkuat database kepegawaian; 10. Perbaikan sarana dan prasarana; 11. Memetakan regulasi – deregulasi – menyusun regulasi baru; 12. Menegakkan kode etik.
Satu aktivitas yang belum dilaksanakan yaitu: analisa beban kerja. 3 (tiga) dari 11 (sebelas) aktivitas yang sedang dalam proses penyelesaian adalah aktivitas yang 13
akan terus berjalan mengiringi perjalanan Reformasi Birokrasi Kemlu. Ketiga aktivitas reformasi birokrasi tersebut merupakan aktivitas yang berkontribusi dalam mendukung implementasi sistem yang dibangun aktivitas-aktivitas lain dalam Reformasi Birokrasi. Ke-3 aktivitas dimaksud adalah:
Proses sosialisasi dan internalisasi; Perbaikan sarana dan prasarana; Memetakan regulasi – deregulasi menyusun regulasi baru;
–
Perlu dipastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang sedang dalam proses dan yang belum diselesaikan tersebut akan segera dituntaskan sesuai dengan Road Map RB Kemlu. Program RB Kemlu diharapkan dapat mengantarkan Kementerian Luar Negeri dalam mewujudkan birokrasi yang profesional, beretika, berintegritas, berkinerja tinggi, bebas dan bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), mampu melayani publik, bersikap netral, sejahtera, berdedikasi dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Sasarannya adalah: 1) Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, melalui pengembangan atau 14
2)
3)
4)
penguatan sistem manajemen yang transparan, akuntabel dan adil, Meningkatkan kualitas pelayanan publik baik melalui upaya memperjuangkan kepentingan nasional di fora internacional, maupun perlindungan bagi WNI dan BHI di luar negeri, Meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja dengan memastikan dijalankannya sistem administrasi dan manajemen pemerintahan secara taat azas oleh semua unit kerja, baik di Pusat maupun di Perwakilan RI, dan Terwujudnya Kemlu yang lebih baik, partisipatif, inovatif, dan akuntabel.
Secara nasional, terdapat 9 (sembilan) area yang memerlukan perubahan, yaitu 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Manajemen perubahan; Penataan peraturan perundang-undangan; Penataan dan penguatan organisasi; Penataan tata laksana; Penataan sistem manajemen SDM aparatur; Penguatan pengawasan; Penguatan akuntabilitas kinerja; Peningkatan kualitas pelayanan publik; dan Monitoring, evaluasi dan pelaporan.
15
BAB Il MANAJEMEN PERUBAHAN DALAM KERANGKA REFORMASI BIROKRASI KEMENTERIAN LUAR NEGERI
A.
Manajemen Perubahan
Perubahan bagi suatu organisasi, besar atau kecil, baik di sektor swasta maupun publik merupakan hal yang tidak terelakkan. Tren perubahan organisasi tersebut terus meningkat dalam frekuensi, kecepatan, kompleksitas dan gejolak dalam kondisi saat ini, dan sepertinya tidak ada tanda-tanda penurunan. Tujuan konkret manajemen perubahan bagi beberapa organisasi yang berbeda mungkin tidak sama, namun etos manajemen perubahan sama, yaitu, menjadikan organisasi lebih efektif, efisien dan responsif terhadap perubahan lingkungan yang bergejolak. Perubahan merupakan keniscayaan bagi individu, organisasi, dan masyarakat, seperti perubahan teknologi, perubahan nilai dan perilaku, perubahan tujuan dan kebutuhan, perubahan ketersediaan sumber daya, perubahan hukum, perubahan kontrol politik pemerintah. Manajemen perubahan adalah pendekatan sistematis untuk menghadapi perubahan, baik dari perspektif organisasi maupun 16
pada tataran individu. Manajemen perubahan merupakan aktivitas yang dilakukan dalam (1) mendefinisikan dan menanamkan nilai-nilai, sikap, norma dan perilaku baru di dalam sebuah organisasi yang mendukung cara-cara baru dalam melaksanakan pekerjaan dan mengatasi perlawanan terhadap perubahan; (2) membangun konsensus di antara para pelanggan dan pemangku kepentingan (stakeholders) mengenai perubahan-perubahan spesifik yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan lebih baik; dan (3) perencanaan, pengujian, dan pelaksanaan seluruh aspek transisi dari satu struktur organisasi atau proses bisnis ke yang lain. Bagi organisasi, tuntutan perubahan adalah hal yang konstan yang patut disikapi dengan bijak menuju perbaikan. Manajemen perubahan adalah suatu proses yang sistematis dan dinamis dengan menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan organisasi untuk bergeser dari kondisi sekarang menuju kondisi yang diinginkan, yaitu menuju ke arah kinerja yang lebih baik. Di samping itu, untuk menuju ke arah peningkatan manajemen SDM sebagai salah satu unsur penting dari organisasi yang akan menggerakkan dan menjalani proses perubahan tersebut. Manajemen perubahan akan lebih artikulatif jika dalam pelaksanaannya banyak mengikutsertakan 17
dan didukung penuh oleh agen perubahan yakni individu atau kelompok pegawai yang secara aktif memotori perencanaan perubahan dan implementasinya. Para agen perubahan diharapkan dapat menjadi contoh atau role model, baik dalam prestasi kerja maupun dalam perilaku. Agen perubahan utamanya terdiri dari pimpinan organisasi yaitu Pejabat Eselon I, II dan pegawai-pegawai yang reformis, visioner, dan memiliki kapabilitas tinggi sebagai penggerak perubahan. Agen perubahan berperan antara lain sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
18
Katalis yaitu peran untuk meyakinkan pegawai di lingkungan Kemlu tentang pentingnya perubahan menuju kondisi yang lebih baik. Pemberi Solusi adalah peran sebagai pemberi alternatif solusi kepada para pegawai yang menemui kendala dalam proses perubahan menuju tujuan akhir. Mediator adalah peran membantu memperlancar proses perubahan, terutama menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, serta membina hubungan antarpihak di dalam dan di luar Kemlu yang terkait dengan proses perubahan. Penghubung Sumber Daya adalah peran sebagai penghubung dengan pegawai di lingkungan Kemlu dengan pembuat kebijakan.
Selain Agen Perubahan, manajemen perubahan hendaknya melibatkan dan didukung secara optimal oleh para pemangku kepentingan dan individuindividu yang bertindak sebagai role model. Para pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu yang memiliki kepentingan serta dapat mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu, sedang role model adalah orang-orang yang bisa dijadikan contoh dalam prestasi kerja, pola pikir (mind set) dan budaya kerja. B.
Manajemen Perubahan Reformasi Birokrasi
dalam
Kerangka
Manajemen Perubahan di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri merupakan pendekatan terstruktur dalam rangka membawa Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri dari kondisi saat ini ke masa depan yang yang lebih baik. Perubahan tersebut meliputi struktur organisasi, business process yang semakin ke arah e-government, sumber daya manusia, penataan peraturan perundang-undangan, pelayanan publik, akuntabilitas publik, pola pikir dan budaya kerja. Manajemen perubahan memegang peranan strategis dalam menciptakan organisasi pembelajaran atau learning organization. Dalam hal ini sistem 19
organisasi menjamin proses pembelajaran yang terus-menerus setiap pegawai dan para pemangku kepentingan guna meningkatkan kapasitas mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Pola pikir baru dipelihara dan aspirasi kolektif dibiarkan bebas untuk memperkuat pembelajaran tim. Perlu dipastikan bahwa setiap kegiatan perubahan dilakukan secara terencana dan terukur, sehingga keberhasilan penerimaan setiap orang terhadap perubahan yang diinginkan dapat diwujudkan secara baik. Setiap pimpinan dan pegawai yang terlibat dalam proses perubahan harus memahami dan menjalankan peran dan tanggung jawabnya secara bijak dan profesional. Organisasi Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri perlu menetapkan tanggung jawab bagi pegawai yang berbeda dalam organisasi. Diharapkan melalui pembelajaran maka Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri akan mempunyai kemampuan secara fleksibel, adaptif, generatif, dan produktif tetap bertahan pada situasi yang cepat berubah. Melalui organisasi pembelajaran maka Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri tidak hanya mampu bertahan (belajar adaptif) tetapi maju dan berkembang (belajar generatif). Pengelolaan manajemen perubahan perlu mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun 20
eksternal, serta komunikasi terkait perubahan tersebut kepada para pegawai di lingkungan Kemlu. Untuk mendukung pelaksanaan perubahan tersebut, para pegawai di lingkungan Kemlu perlu dikembangkan dan diarahkan kepada tujuan dari perubahan yang dicanangkan oleh Kemlu. Tahapan perubahan yang perlu dilakukan bagi pegawai Kemlu mencakup antara lain: 1.
2.
3.
4. 5.
Awareness, meningkatkan pemahaman dan membangkitkan kesadaran pegawai terhadap perubahan yang direncanakan, Desire, membuat pegawai merasa sudah mulai memiliki “keinginan untuk berubah” sesuai dengan rencana, Knowledge, memahami tujuan dan pentingnya perubahan serta mengetahui bagaimana menjalankannya, Ability, memiliki kemampuan untuk menjalankan perubahan dengan baik, Reinforcement, perubahan yang sudah dijalankan untuk tetap dipertahankan dan bahkan disempurnakan.
21
BAB Ill STRATEGI MANAJEMEN PERUBAHAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI
A.
Penggunaan Metodologi SWOT (Strengths, Weaknesess, Opportunities dan Threats)
Mengingat berhasil tidaknya perubahan melalui implementasi program RB Kemlu banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal yakni peluang dan ancaman dan faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan yang ada di Kementerian Luar Negeri, maka faktor-faktor tersebut penting untuk dipertimbangkan. Dengan dasar pemikiran yang demikian, maka penggunaan analisa SWOT dipandang sangat relevan. Selain untuk mengidentifikasi dan menganalisa faktor internal dan eksternal juga untuk penyusunan strategi melalui Strength-Opportunities (SO), Weaknesess-Opportunities (WO), StrengthsThreats (ST) dan Weaknesses- Threats (WT). Seyogyanya strategi manajemen perubahan berorientasi hasil (results-oriented), yakni bagaimana strategi tersebut bermanfaat dan dapat membantu keberhasilan pelaksanaan RB Kemlu. Untuk itu, perlu dipastikan strategi manajemen perubahan yang 22
digunakan benar-benar “doable” yakni praktis dan dapat diimplementasikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang ada di lingkungan Kementerian Luar Negeri. Dalam kaitan itu, kiranya perlu diidentifikasi dan ditemukan faktor kunci keberhasilan yang akan menjadi kekuatan pengungkit atau leverage perubahan. Analisis Causal Loop Diagram dalam metode system thinking dalam hal ini dapat digunakan untuk menentukan faktor kunci keberhasilan. System thinking merupakan suatu cara pandang dan pembicaraan tentang realitas. Cara ini membantu kita untuk memahami dan bekerja lebih baik dengan sistem guna mempengaruhi kualitas hidup kita. System thinking memberikan suatu cara pandang tentang bekerjanya dunia secara menyeluruh. Berpikir serba sistem adalah cara berpikir dan memahami bahwa kita sendiri adalah sistem, dibentuk oleh sistem dan hidup dalam sistem dunia. Berpikir serba sistem lebih memperhatikan pada relasi atau hubungan dibandingkan bagian-bagian . secara terpisah Dengan demikian system thinking memberikan kepada kita piranti untuk dapat mengerti lebih baik persoalan manajemen yang sulit dan kompleks. Definisi yang lebih jelas dikemukan oleh Peter Senge yang mengatakan bahwa sistem merupakan totalitas yang terdiri dari unsur-unsur yang saling bergantung antara satu dan lainnya, 23
saling mempengaruhi secara berkesinambungan dan bergerak menuju ke arah yang sama. Disiplin system thinking terdiri atas esensi (essence), prinsip-prinsip (principles) dan praktik (practices). Esensi system thinking atau berpikir serba sistem adalah 1). Memandang sesuatu secara keseluruhan; 2). Memandang adanya saling keterkaitan antar bagian yang membentuk suatu entitas. Sementara prinsip berpikir serba sistem terkait dengan 1). Struktur mempengaruhi perilaku; 2). Penolakan terhadap kebijakan dan adanya 3) Pengungkit atau leverage. Di samping itu, praktik berpikir serba sistem adalah 1). System Archetype; 2). Causal Loop Diagram; 3). Simulasi.
B.
Eksplorasi Opsi-opsi Strategi Manajemen Perubahan
Berdasarkan metodologi SWOT, kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi dalam manajemen perubahan implementasi RB Kemlu nampak dalam Tabel berikut. Tabel tersebut sekaligus mengidentifikasi kemungkinankemungkinan yang realistis strategi manajemen perubahan yang dapat diterapkan di Kementerian Luar Negeri.
24
Strategi Manajemen Perubahan Berdasarkan Analisis Faktor Internal dan Eksternal Analisis Faktor Internal
Strengths/S 1. Komitmen Pimpinan tinggi 2. Kepemimpinan yang cukup baik 3. Budaya Kerja sudah mulai terbentuk dengan semboyan 3T 1A.
Analisis Faktor Eksternal
Opportunities/O 1. Reformasi Birokrasi menjadi
Weaknesses/W 1. Kekhawatiran kemungkinan “side effects” pelaksanaan RB akibat pemahaman para pemangku kepentingan mengenai RB Kemlu belum terlalu tinggi 2. Belum dilibatkannya Satuan-satuan Kerja dalam pelaksanaan RB Kemlu 3. Rasa kepemilikan terhadap program RB Kemlu belum terlalu tinggi di kalangan para pemangku kepentingan 4. Belum terbentuknya identitas “ke-Kemluan”
Strategi SO 1. Memulai program manajemen perubahan dari
Strategi WO 1
Memperkuat sosialisasi dan internalisasi
25
prioritas tinggi Pemerintah 2. Tuntutan masyarakat yang semakin kuat terhadap good governance, akuntabilitas publik dan pelayanan prima
level atas untuk menyukseskan program RB Kemlu dan memenuhi tuntutan masyarakat terhadap good governance, akuntabilitas publik dan pelayanan prima 2. Memperkuat peran kepemimpinan untuk menyukseskan manajemen perubahan 3. Memperkuat peran budaya kerja 3T 1 A untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap good governance, akuntabilitas publik dan pelayanan prima
26
2
3
4
5
manajemen perubahan di kalangan pemangku kepentingan untuk menyukseskan program RB Kemlu Memperkuat peran Satuan Kerja di lingkungan Kemlu untuk menyukseskan program RB Kemlu Memperkuat rasa kepemilikan terhadap program RB untuk menyukseskan program RB sebagai prioritas nasional Memperkuat pelaksanaan RB Kemlu untuk membentuk identitas kekemluan. Mengidentifikasi dan membentuk identitas kekemluan untuk merespon tuntutan masyarakat terhadap good governance, akuntabilitas publik dan pelayanan prima
Threats/T 1. Pandangan skeptis beberapa pihak terhadap perubahan melalui program RB
Strategi ST 1. Memulai program manajemen perubahan dari level atas meminimalisir pandangan skeptis beberapa pihak terhadap perubahan melalui program RB 2. Memperkuat peran kepemimpinan untuk meminimalisir pandangan skeptis beberapa pihak terhadap perubahan melalui program RB 3. Memperkuat peran budaya kerja 3T 1 A untuk meminimalisir pandangan skeptis beberapa pihak terhadap perubahan melalui program RB
Strategi WT 1. Memperkuat peran Satuan Kerja di lingkungan Kemlu untuk meminimalisir pandangan skeptis beberapa pihak terhadap perubahan melalui program RB 2. Membentuk identitas kekemluan untuk meminimalisir pandangan skeptis beberapa pihak terhadap perubahan melalui program RB
Strategi SO 1) Memulai program manajemen perubahan dari level atas untuk menyukseskan program RB Kemlu dan memenuhi tuntutan masyarakat terhadap good governance, akuntabilitas publik dan pelayanan prima. 27
2)
Memperkuat peran kepemimpinan menyukseskan manajemen perubahan.
untuk
3)
Memperkuat peran budaya kerja 3T 1 A untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap good governance, akuntabilitas publik dan pelayanan prima.
Strategi WO 1)
Memperkuat sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan di kalangan pemangku kepentingan untuk menyukseskan program RB Kemlu.
2)
Memperkuat peran Satuan Kerja di lingkungan Kemlu untuk menyukseskan program RB Kemlu.
3)
Memperkuat rasa kepemilikan terhadap program RB untuk menyukseskan program RB sebagai prioritas nasional.
4)
Memperkuat pelaksanaan RB Kemlu untuk membentuk identitas kekemluan.
5)
Mengidentifikasi dan membentuk identitas kekemluan untuk merespon tuntutan masyarakat terhadap good governance.
28
Strategi ST 1)
Memulai program manajemen perubahan dari level atas meminimalisir pandangan skeptis beberapa pihak terhadap perubahan melalui program RB
2)
Memperkuat peran kepemimpinan untuk meminimalisir pandangan skeptis beberapa pihak terhadap perubahan melalui program RB
3)
Memperkuat peran budaya kerja 3T 1 A untuk meminimalisir pandangan skeptis beberapa pihak terhadap perubahan melalui program RB
Strategi WT
1)
Memperkuat peran Satuan Kerja di lingkungan Kemlu untuk meminimalisir pandangan skeptis beberapa pihak terhadap perubahan melalui program RB.
2)
Membentuk identitas kekemluan untuk meminimalisir pandangan skeptis beberapa pihak terhadap perubahan melalui program RB.
29
C.
Strategi Manajemen Perubahan
Dengan menggunakan analisis Causal Loop Diagram (CLD) dalam metode System Thinking maka hubungan variable faktor dapat dilihat dalam diagram berikut.
Dalam CLD tersebut nampak bahwa komitmen pimpinan saling memperkuat dengan variabel kepemimpinan dan peran satuan kerja. Peran satuan kerja saling memperkuat dengan pelaksanaan RB Kemlu. Keberhasilan RB Kemlu memperkuat tuntutan masyakat terhadap perubahan dan sebaliknya tuntutan masyarakat yang kuat akan mendorong pelaksanaan RB Kemlu. Keberhasilan 30
RB Kemlu akan meminimalisir pandangan skeptis masyarakat. Selain itu RB Kemlu akan memperkuat budaya kerja yang selanjutnya faktor yang terakhir ini saling mendukung dengan identitas Kekemluan. Sementara itu peran kepemimpinan tampak mendukung budaya kerja yang selanjutnya budaya kerja yang baik akan menekan pandangan skeptis masyarakat. Berdasarkan peringkat jumlah Loop diperoleh urutan pembobotan yakni RB Kemlu (10 loop), Budaya Kerja (7), Komitmen pimpinan (6), Kepemimpinan (5), Tuntutan Masyarakat (4), Pandangan skeptis (4), dan Identitas Ke-Kemlu-an (1). Faktor kunci keberhasilan yang memiliki daya ungkit tinggi untuk keberhasilan manajemen perubahan RB Kemlu meliputi RB Kemlu, Budaya Kerja, Komitmen pimpinan, dan Kepemimpinan. Untuk itu opsi-opsi strategi manajemen perubahan diyakini akan lebih baik jika mengintegrasikan faktor-faktor tersebut. Berdasarkan pemikiran yang demikian, maka diperoleh strategi manajemen perubahan RB Kemlu sebagai berikut:
31
1)
Memulai program manajemen perubahan dari level atas untuk menyukseskan program RB Kemlu. Perubahan berkaitan dengan pegawai di seluruh tingkatan. Pada umumnya perhatian ditujukan kepada pimpinan tertinggi untuk memperoleh kejelasan arah, tujuan dan kekuatan tim. Pemimpin perubahan diharapkan dapat melakukan pendekatan-pendekatan baru yang efektif untuk melibatkan dan memperoleh dukungan seluruh pegawai dan pemangku kepentingan, memberi kejelasan visi, misi tujuan dan sasaran perubahan yang akan dituju dengan jelas. Perubahan organisasi, proses bisnis dan tata kelola pemerintahan dapat memberikan dampak beragam kepada setiap individu. Perlu dipahami dengan baik concerns dan aspirasi mereka sehingga kekhawatiran mereka dapat ditanggapi dan diselesaikan dengan baik. Tipe pegawai dari perspektif tingkat kinerja dan konsensus yang dibangun bisa berbeda-beda mulai dari tingkat kinerja rendah dan konsensus rendah, kinerja tinggi konsensus rendah, kinerja rendah konsensus tinggi dan kinerja tinggi dan konsensus tinggi. Pendekatan yang dilakukan untuk tipe-tipe individu perlu dilakukan secara khusus seperti dalam tabel analisa di bawah ini.
32
Analisa kemungkinan ragam reaksi dari tingkat kinerja dan konsensus pegawai Tingkat Konsensus Pegawai Tingkat Kinerja pegawai
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Siap berubah Kemungkinan reaksi: “Hal ini tidak masuk akal, saya tidak setuju dengan perubahan”
Berkeinginan berubah Kemungkinan reaksi: “Tunjukkan saya kesuksesan, inspirasi saya dan saya akan melakukan yang terbaik”
Mampu melakukan perubahan
Menghasilkan perubahan yang berkelanjutan Kemungkinan reaksi: “Saya akan belajar dari yang lain dan bersama-sama melakukan perubahan”
Kemungkinan reaksi: “Tunjukkan dan ajari saya, saya akan berubah”
33
Pembentukan tim RB Kemlu baik Tim Pengarah yang dipimpin langsung oleh Menteri Luar Negeri dan beranggotakan para pejabat eselon I maupun Tim Pelaksana yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal selain memenuhi persyaratan Reformasi Birokrasi Nasional, dipandang sangat penting untuk menyukseskan RB Kemlu. Visi, misi, komitmen dan peran para pemimpin kunci di lingkungan Kemlu diyakini dapat menjadi kekuatan penggerak perubahan di kalangan pegawai. Dengan mengikutsertakan individu-individu yang memiliki potensi dan kapabilitas yang baik sebagai agen perubahan, diyakini kolaborasi dan sinergi diantara mereka akan memperkuat peluang keberhasilan pelaksanaan RB Kemlu. 2)
Memperkuat peran kepemimpinan untuk menyukseskan manajemen perubahan Peran kepemimpinan sangat penting untuk mendorong dan mengelola perubahan. Kepemimpinan hendaknya dibangun di setiap lapis organisasi dari yang terbawah sampai yang tertinggi. Kepemimpinan yang berhasil pada umumnya memiliki karakteristik antara lain dorongan prestasi, keinginan maju, energi, keuletan, inisiatif, motivasi kepemimpinan pribadi
34
atau sosial, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, kemampuan kognitif dan pengetahuan bisnis, dan memiliki kecerdasan emosional dan kemampuan interpersonal yang unggul. Kepemimpinan yang baik memiliki pola perilaku utama yaitu “kepedulian pada tugas”, kepedulian pada orang, kepemimpinan yang mengarahkan, dan kepemimpinan partisipatif. 3)
Memperkuat peran budaya kerja 3T 1 A untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap good governance, akuntabilitas publik dan pelayanan prima Budaya kerja 3 T dan 1 A adalah budaya yang dibangun dari aspek Tertib waktu, Tertib administrasi, Tertib fisik dan Aman personilinformasi-lingkungan kerja. Budaya tersebut sudah sejak tahun 2001 dibangun dan ditanamkan di Kemlu. Pemahaman pegawai mengenai hal ini diyakini cukup tinggi karena pada dasarnya pengembangan budaya tersebut tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai yang dianggap penting untuk mendukung keberhasilan misi diplomasi pemerintah RI. Penguatan peran Budaya Kerja 3T 1A dimaksudkan untuk meningkatkan dan memperkokoh etika, integritas dan ethos kerja 35
yang menjadi prasyarat terbentuknya pegawai Kemlu yang disiplin, beretika, berintegritas, berkinerja tinggi, kompabilitas publik dan pelayanan prima. Tertib waktu menyangkut penegakan disiplin waktu kerja seluruh pegawai Kemlu, termasuk kecepatan dan ketepatan waktu pelaksanaan instruksi dan penyampaian laporan. Budaya tertib waktu akan menegakkan displin untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas pegawai, mengikis dan menghilangkan penyakit korupsi waktu yang menghambat peningkatan produktivitas. Dalam perkembangannya, Kementerian Luar Negeri telah memberlakukan ketentuan mengenai jam kerja yang dalam pelaksanaannya telah didukung perangkat teknis sistem daftar hadir sidik vena. Rekapitulasi kehadiran selanjutnya diperhitungkan untuk menentukan besaran remunerasi setiap pegawai. Tertib administrasi menyangkut pengelolaan yang benar, efisien dan efektif atas sumbersumber daya keuangan, manusia, perlengkapan dan penanganan substansi yang berorientasi pada keberhasilan pelaksanaan tugas dan misi. Kelancaran penerapan manajemen administrasi 36
akan menentukan kelancaran pelaksanaan tugas dan kegiatan serta memudahkan dalam hal pertanggungjawaban kerja. Ketidaktertiban administrasi selain dapat dapat menghambat upaya pelayanan prima kepada masyarakat juga melemahkan akuntabilitas publik. Hal ini tidak saja mengundang risiko administratif bagi pegawai yang bersangkutan tetapi juga risiko hukum. Tertib fisik menyangkut penampilan yang etis dan pantas mulai dari gedung-gedung kantor, ruang-ruang kerja, dan penampilan pejabatnya. Penampilan fisik gedung dan ruang kerja yang pantas dan terpelihara bertumpu pada kebersihan, kerapihan, asas fungsionalitas dan pencerminan kekayaan budaya Indonesia. Upaya perbaikan telah dilakukan menyangkut perbaikan berbagai fasilitas fisik di Kemlu yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan aman bagi karyawan Kemlu. Aman mencakup kepastian perlindungan keamanan baik secara fisik maupun hukum terhadap pegawai Kementerian Luar Negeri yang melaksanakan tugas, juga keamanan dan kenyamanan dari lingkungan kerja. Keamanan juga menyangkut kerahasiaan informasi, baik lisan maupun tulisan. Etika yang dapat ditarik dari budaya aman antara lain adalah memahami 37
dengan baik jenis-jenis atau kategorisasi informasi yang harus disampaikan kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik, informasi yang dapat dibuka untuk publik dan informasi yang harus dirahasiakan antara lain karena dapat membahayakan keamanan negara, proses yang belum final yang jika dibuka akan merusak proses yang sedang berjalan. 4)
Memperkuat sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan di kalangan pemangku kepentingan untuk menyukseskan program RB Kemlu. Sosialisasi dan internalisasi mengenai perlunya perubahan seyogyanya dilakukan secara berkala dan terus-menerus. Selain untuk memastikan bahwa setiap pegawai dan pemangku kepentingan memahami esensi, arti dan tujuan perubahan juga untuk meletakkan pondasi dasar pembangunan kesadaran dan komitmen. Hanya dengan pemahaman yang baik dapat dibangun kesadaran yang selanjutnya kesadaran itu akan menumbuhkan komitmen terhadap langkah perubahan. Adalah suatu kesalahan besar jika berasumsi semua pegawai telah memahami langkah, tujuan, sasaran perubahan seperti para
38
penggerak perubahan. Komunikasi yang baik kepada kalangan pemangku kepentingan penting untuk dilakukan untuk mendorong dan menginspirasi pegawai dan kalangan pemangku kepentingan. Kejelasan dan keakuratan rasionalitas terhadap gagasan perubahan akan banyak membantu meyakinkan mereka yang masih memiliki keraguan terhadap tujuan dan konsekuensi perubahan. Sosialisasi dan internalisasi akan lebih kuat pesannya jika dibarengi dengan kemungkinan “reward” yang sepadan dengan langkah-langkah perubahan. Perubahan menuju kondisi yang lebih baik, baik untuk organisasi, misi maupun pegawai dan para pemangku kepentingan perlu dilandasi oleh kepemimpinan yang memiliki kepedulian kepada misi, tugas, orang dan lingkungan. Manusia adalah mahluk yang rasional. Pertanyaan dasar apa arti perubahan bagi mereka dan sejauh mana perubahan dilakukan merupakan hal yang sangat wajar. Mereka akan bersandar pada para pemimpin perubahan untuk memperoleh jawaban atas hal tersebut. Dalam hal ini penggerak perubahan kiranya perlu menjalin komunikasi yang baik untuk menjelaskan bagaimana dan dimana posisi organisasi saat ini dan permasalahan39
permasalahan atau tantangan yang dihaddapi dan ke arah mana dan bagaimana organisasi akan mengarah ke tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini kiranya perlu dikomunikasikan kemungkinan-kemungkinan dampak negatif jika gagal melakukan perubahan dan konsekuensi bagi misi, organisasi, dan mereka yang tidak mau atau bahkan menghambat perubahan. 5)
Memperkuat peran Satuan Kerja di lingkungan Kemlu untuk menyukseskan program RB Kemlu RB Kemlu adalah pekerjaan besar Kemlu, untuk itu peran dan partisipasi seluruh Satuan Kerja (Satker) sangat penting. Pedoman peran dan pelaksanaan RB Kemlu oleh Satker diperlukan tidak hanya dalam kerangka internalisasi program dan kegiatan RB Kemlu, tetapi untuk memberikan daya dorong yang signifikan terhadap kemajuan RB Kemlu dalam rangka mewujudkan pelaksanaan RB Kemlu yang sistematis, berkesinambungan, partisipatif, inklusif dan transparan. Peran dan pelaksanaan RB Kemlu oleh Satker menjadi penting untuk membangun dan memperkuat sinergi antara Tim Pengarah dan Tim Pelaksana RB Kemlu sesuai dengan Grand
40
Design dan Roadmap RB Nasional dan Satkersatker di Kemlu. Untuk itu, penting dipertimbangkan penyusunan pedoman pelaksanaan RB Kemlu di setiap Satuan Kerja dengan tujuan: 1. Untuk memberikan pedoman kepada Satkersatker di Kemlu dalam berperan mendukung, melaksanakan dan mensukseskan RB Kemlu terutama koordinasi dengan Kelompokkelompok Kerja Tim Reformasi Birokrasi di 9 (sembilan) area perubahan. 2. Untuk memperkuat sinergi antara Satkersatker dengan Kelompok-kelompok Kerja Tim Reformasi Birokrasi di 9 (sembilan) area perubahan. 3. Untuk memperkuat pelaksanaan program dan kegiatan RB Kemlu sebagaimana tertuang dalam Roadmap RB kemlu sehingga dapat dicapai tingkat kemajuan sesuai target yang ditetapkan. 4. Untuk memperkuat sinkronisasi dan harmonisasi program dan kegiatan pelaksanaan RB Kemlu oleh Satker dan Kelompok-kelompok Kerja Tim Reformasi Birokrasi di 9 (sembilan) area perubahan. 5. Untuk memperkuat partisipasi dan kontribusi Satker-satker dalam melaksanakan dan 41
mensukseskan program dan kegiatan RB Kemlu. 6. Untuk meminimalisir kemungkinan tumpang tindih program dan kegiatan Satker dengan Kelompok-kelompok Kerja Tim Reformasi Birokrasi di 9 (sembilan) area perubahan. 7. Untuk mensukseskan pelaksanaan RB Kemlu sebagaimana tertuang dalam Roadmap RB Kemlu sesuai target waktu yang ditetapkan.
6)
Memperkuat rasa kepemilikan terhadap program RB untuk menyukseskan program RB sebagai prioritas nasional
Terdapat beberapa faktor kunci keberhasilan RB Kemlu, yaitu: Rasa kepemilikan atau “sense of ownership” terhadap Reformasi Birokrasi Kementerian Luar Negeri. Partisipasi dari seluruh pemangku kepentingan dalam mendukung dan mensukseskan RB Kemlu. Komitmen bersama dari seluruh pemangku kepentingan untuk mendukung, melaksanakan dan mesukseskan Reformasi Birokrasi. Transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan RB Kemlu. 42
Program RB Kemlu diharapkan dapat membawa perubahan-perubahan nyata sehingga Kemlu dapat lebih memenuhi harapan publik, pegawai dan seluruh pemangku kepentingan. Harapan tersebut adalah terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik, birokrasi yang profesional, berintegritas, berkinerja tinggi, bebas dan bersih dari KKN, mampu melayani publik secara optimal, sejahtera, berdedikasi dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Diperlukan rasa kepemilikan (sense of ownership) seluruh pegawai dan pemangku kepentingan terhadap program RB Kemlu. Implementasi program dan kegiatan RB Kemlu merupakan instrumen penting untuk mendukung keberhasilan misi Kemlu di bidang penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri melalui tata kelola pemerintahan yang baik. Sebagai misi bersama, setiap unit organisasi dari yang tertinggi sampai yang terendah dan seluruh pegawai di setiap unit organisasi berkewajiban untuk turut serta aktif menyukseskan program tersebut. 7)
Memperkuat pelaksanaan RB Kemlu untuk membentuk identitas ke-Kemlu-an
Sebagai Kementerian yang berada di garis terdepan perubahan lingkungan global dan regional, Kemlu telah membuktikan diri sebagai organisasi yang 43
tanggap terhadap perubahan itu dan secara proaktif melakukan langkah-langkah perubahan melalui program Benah Diri yang dimulai pada tahun 2001. Kemampuan adaptif adalah modal dasar yang telah dimiliki oleh Kemlu. Modal dasar ini perlu dioptimalkan untuk memperkuat pelaksanaan RB Kemlu. Modal dasar lain yang dimiliki adalah wawasan global dan selalu update terhadap perkembangan terbaru yang menjadi salah satu kunci dalam menyikapi permasalahan-permasalahan global, regional dan nasional untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan nasional. Selain itu, profesionalisme yang ditunjukkan mulai dari pelaksanaan rekrutmen pegawai, pengembangan SDM untuk memperkuat kapabilitas pelaksanaan misi diplomasi menjadi modal yang sangat berharga. Profesionalisme menjadi kunci penting dalam menyikapi setiap perubahan, pergeseran isu, kepentingan dan prioritas. Kemampuan kreatif dan inovatif terus dipupuk dan dikembangkan mulai dari pengembangan sarana dan prasarana yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mewujudkan e-government sampai dengan pelaksanaan diplomasi khususnya negosiasi. Hal ini terbukti sangat penting dalam mendorong efisiensi dan efektivitas tata kelola 44
pemerintahan yang baik dan akuntabel untuk mewujudkan salah satu tujuan nasional yakni turut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berwawasan global dan selalu update, profesional, adaptif, kreatif-inovatif, akuntabel, kepedulian dan humanis, semakin mengkristal untuk dikuatkan sebagai nilai-nilai dasar Kementerian Luar Negeri yang dapat menjadi ciri khas atau identitas Kementerian Luar Negeri. Keberhasilan pelaksanaan RB diharapkan dapat membantu proses pembentukan identitas Kemlu.
45
BAB IV KESIMPULAN
Perubahan adalah satu kenyataan yang harus disikapi dengan bijak. Perubahan baik dalam skala besar maupun kecil terus terjadi baik di tataran global, regional, dan nasional dan membawa beragam implikasi pada kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Harapan publik, pegawai dan para pemangku kepentingan pun berubah. Dinamika tersebut memerlukan pola pendekatan, strategi dan cara-cara baru untuk memperkuat peluang kemajuan dan keberhasilan di masa yang akan datang. Suatu “lesson-learned” dapat dilakukan dari pengalaman masa lalu, namun penyelesaian masalah sekarang dengan cara-cara lama tidak akan menyelesaikan masalah. Perlu “kacamata” baru sebagai perspektif melihat masalah sekarang dan yang akan datang. Perubahan tidak selalu harus dihindari, tetapi justru harus dikelola dengan baik dengan mempersiapkan berbagai aspek sehingga dapat mengarah ke perbaikan yang terus-menerus. Secara nasional, terdapat 9 (sembilan) area yang memerlukan perubahan, yaitu: 46
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Manajemen perubahan; Penataan peraturan perundang-undangan; Penataan dan penguatan organisasi; Penataan tata laksana; Penataan sistem manajemen SDM aparatur; Penguatan pengawasan; Penguatan akuntabilitas kinerja; Peningkatan kualitas pelayanan publik; dan Monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Manajemen perubahan memegang peranan strategis dalam menciptakan organisasi pembelajaran atau learning organization. Dalam hal ini sistem organisasi menjamin proses pembelajaran yang terus-menerus setiap pegawai dan para pemangku kepentingan guna meningkatkan kapasitas mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Pola pikir baru dipelihara dan aspirasi kolektif dibiarkan bebas untuk memperkuat pembelajaran tim. Perlu dipastikan bahwa setiap kegiatan perubahan dilakukan secara terencana dan terukur, sehingga keberhasilan penerimaan setiap orang terhadap perubahan yang diinginkan dapat diwujudkan secara baik. Manajemen perubahan merupakan elemen dalam mendukung reformasi birokrasi. Tim manajemen perubahan membantu pelaksanaan berbagai program reformasi birokrasi dengan merancang program manajemen perubahan dan menjamin pelaksanaannya melalui pengembangan berbagai 47
strategi agar tujuan dan sasaran reformasi birokrasi dapat dicapai. Manajemen Perubahan di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri merupakan pendekatan terstruktur dalam rangka membawa Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI di luar negeri dari kondisi saat ini ke masa depan yang yang lebih baik. Perubahan tersebut meliputi struktur organisasi, business process yang semakin ke arah e-government, sumber daya manusia, penataan peraturan perundang-undangan, pelayanan publik, akuntabilitas publik, pola pikir dan budaya kerja. Diperlukan strategi manajemen perubahan yang baik untuk memastikan implementasi perubahan ke arah yang diinginkan yakni Kementerian Luar Negeri yang lebih baik, partisipatif, inovatif dan akuntabel. Berdasarkan variabel daya ungkit dalam menyukseskan RB Kemlu, tersusun strategi manajemen perubahan sebagai berikut: 1)
2) 3) 48
Memulai program manajemen perubahan dari level atas untuk menyukseskan program RB Kemlu. Memperkuat peran kepemimpinan untuk menyukseskan manajemen perubahan Memperkuat peran budaya kerja 3T 1 A untuk memenuhi tuntutan masyarakat terhadap good
4)
5) 6)
7)
governance, akuntabilitas publik dan pelayanan prima Memperkuat sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan di kalangan pemangku kepentingan untuk menyukseskan program RB Kemlu. Memperkuat peran Satuan Kerja di lingkungan Kemlu untuk menyukseskan program RB Kemlu Memperkuat rasa kepemilikan terhadap program RB untuk menyukseskan program RB sebagai prioritas nasional Memperkuat pelaksanaan RB Kemlu untuk membentuk identitas kekemluan
Proses pembentukan identitas Kementerian Luar Negeri berjalan seiring dengan pelaksanaan RB kemlu dan manajemen perubahan. Modal dasar yang telah dimiliki antara lain adalah berwawasan global dan selalu update, profesional, adaptif, kreatifinovatif, akuntabel, kepedulian dan humanis. Unsurunsur tersebut akan di-refine melalui proses organisasi pembelajaran dan pembangunan visi bersama. Diharapkan dapat segera mengkristal sebagai nilai-nilai dasar yang akan menjadi ciri khas atau identitas Kementerian Luar Negeri. Keberhasilan pelaksanaan RB diharapkan dapat membantu proses pembentukan identitas Kemlu. 49