DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA -------------
NOTULEN RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANITIA PERANCANG UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH MASA SIDANG I TAHUN SIDANG 2014 - 2015 1.
Hari
:
Selasa
2.
Tanggal
:
4 November 2014
3.
Waktu
:
09.30 WIB - Selesai
4.
Tempat
:
Ruang Rapat PPUU, Gd. B Lt. 3
5.
Pimpinan Rapat
:
1. Gede Pasek Suardika, SH., MH. 2. Ir. Anang Prihantoro 3. Drs. Muh. Afnan Hadikusumo
6.
Sekretaris Rapat
:
Mediana Pongsitanan
7.
Acara
:
Dengar Pendapat Umum mengenai penyusunan Prolegnas Usul DPD RI tahun 2015-2019 dengan Narasumber: 1. Sunny Ummul Firdaus, SH., MH.; 2. Muhammad M.Sc.;
Hendri
Nuryadi,
3. Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, SH., MH.; 4. Dr. Rudi, SH., LLM., LLD.; dan 5. Ronald Rofiandri.
SEKRETARIAT PPUU 2014
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
----------NOTULEN RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANITIA PERANCANG UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH MASA SIDANG I TAHUN SIDANG 2014-2015 -----------KETERANGAN : 1.
Hari
:
Selasa
2.
Tanggal
:
4 November 2014
3.
Waktu
:
09.30 WIB - Selesai
4.
Tempat
:
Ruang Rapat PPUU, Gd. B Lt. 3
5.
Pimpinan Rapat
:
1. Gede Pasek Suardika, SH., MH. 2. Ir. Anang Prihantoro 3. Drs. Muh. Afnan Hadikusumo
6.
Sekretaris Rapat
:
Mediana Pongsitanan
7.
Acara
:
Dengar Pendapat Umum mengenai penyusunan Prolegnas Usul DPD RI tahun 2015-2019 dengan Narasumber: 1. Sunny Ummul Firdaus, SH., MH.; 2. Muhammad Hendri Nuryadi, M.Sc.; 3. Prof. Dr. Aminuddin Ilmar, SH., MH.; 4. Dr. Rudi, SH., LLM., LLD.; dan 5. Ronald Rofiandri.
A. Pendahuluan 1. Rapat Dengar Pendapat Umum PPUU dibuka pada pukul 10.00 WIB oleh Ketua PPUU Gede Pasek Suardika, SH., MH., dan dihadiri oleh 26 (dua puluh enam) orang Anggota PPUU. 1
2. Rapat diawali dengan penjelasan dari Ketua PPUU Gede Pasek Suardika, SH., MH., bahwa dalam pembentukan undang-undang, PPUU berpandangan bahwa perlu ada acuan bersama bagi penyusunan prioritas yang nantinya ditetapkan dalam prolegnas. Acuan tersebut perlu dikaji dan dibahas bersama dalam pertemuan kali ini. Pertama, persoalan interpretasi dari ketentuan Pasal 22D ayat (1) UUD 1945 terkait dengan kewenangan DPD RI dalam mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Pada prakteknya yang lalu, dalam pembahasan Prolegnas Tahun 2014 di Baleg, tidak dipungkiri oleh Ketua Baleg waktu itu, Ignatius Mulyono menyatakan bahwa tidak ada satupun undang-undang yang tidak terkait dengan urusan daerah, semua undang-undang tentunya melibatkan dan berdampak bagi kepentingan daerah. Namun, terjadi perdebatan seperti misalnya perdebatan terkait dengan RUU tentang Pajak dan Retribusi daerah, apakah masuk dalam kewenangan DPD RI? Karena pajak sesuai dengan ketentuan Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 menjadi kewenangan pertimbangan DPD bukan pengajuan usul RUU. Bagaimana konteks tersebut dari sisi hukum dan politik? Selama ini DPD menggunakan konsep PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, dimana sekarang ketentuan dalam PP tersebut masuk dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perlu ada arah legislasi yang jelas bagi DPD terkait dengan ruang lingkup RUU yang akan diajukan dan dibahas oleh DPD sehingga menjadi pedoman bagi Komite dan PPUU dalam menyusun RUU inisiatif dari DPD. Kedua, berkaitan dengan kewenangan PPUU untuk mengajukan RUU, karena lingkup kewenangan DPD dalam UUD 1945 telah dibagi habis dalam tugas-tugas Komite, sebagaimana ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf j Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib, bahwa PPUU bertugas untuk mengadakan persiapan, pembahasan dan penyusunan rancangan undang-undang yang tidak menjadi lingkup tugas Komite, maka selama ini PPUU kesulitan untuk mengajukan RUU karena bertabrakan dan tidak ada pembagian yang jelas dengan kewenangan Komite. Dalam rapat kali ini juga, kami harapkan adanya pandangan dan pendapat dari narasumber terkait dengan lingkup kewenangan PPUU dalam menyusun RUU. 3. Rapat dilanjutkan dengan mendengarkan paparan dari Narasumber sebagai berikut:
2
1) Dr. Rudi, SH., LLM., LLD. Dalam Prolegnas 2014-2019, terdapat beberapa rumpun RUU yang sangat berkaitan dengan kewenangan konstitusional DPD RI serta sangat berkaitan dengan kepentingan daerah yaitu: (1) Rumpun Pelayanan Dasar Pelayanan dasar merupakan kewenangan wajib yang menjadi tanggungjawab Pemerintahan Daerah yang meliputi pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan sosial. Tanggung jawab Pemda dalam pelayanan dasar akan sangat berkaitan dengan jaminan pemenuhan hak masyarakat atas kebebasan, ketersediaan (availability), keteraksesan (accesability), ketersesuaian (adaptability) dan kualitas (quality) atas pelayanan dasar. RUU yang dapat dimasukkan dalam rumpun pelayanan dasar adalah: a.
RUU Jaminan Penyandang Disabilitas;
b.
RUU Ruang Publik;
c.
RUU Perlindungan Ibu dan Balita; dan
d.
RUU Kota Layak Anak. Apabila tidak diatur dalam UU, banyak masyarakat yang akan bingung, seperti dalam aspek pendidikan, kesehatan.
(2) Rumpun Negara Kepulauan Indonesia adalah negara kepulauan. Status sebagai negara kepulauan ini telah diperjuangkan sejak Deklarasi Juanda. Perlunya UU Negara Kepulauan sebagai pengaturan archipelago state yang akan mendukung dan mengintegrasikan UU Kelautan yang sudah disahkan dengan RUU yang termasuk dalam rumpun Negara Kepulauan. UU Kelautan sebagai masterpiece dari DPD RI masih membutuhkan pengaturan dalam bentuk UU yang bersifat mendukung UU Kelautan. Norma-norma dalam UU Kelautan jika diperhatikan masih membutuhkan pengaturan dalam bentuk UU lebih lanjut.RUU dalam Rumpun RUU Negara Kepulauan, di satu sisi akan memberikan dukungan bagi program poros maritim di Indonesia, dan disisi lain akan memberikan keuntungan-keuntungan yang positif bagi daerah. RUU yang dapat dimasukkan dalam rumpun RUU Negara Kepulauan adalah: a. RUU Negara Kepulauan; b. RUU Pembangunan Provinsi Kepulauan; 3
c. RUU pengelolaan Sumber Daya Kelautan Daerah; d. RUU Kawasan Strategis. (3) Rumpun Pertanahan Hal pertanahan adalah masalah klasik dalam pengaturan hukum di Indonesia bahkan sejak sebelum kemerdekaan. Keadaan ini sangat natural karena tanah sangat berkaitan dengan kehidupan, dan halhal yang berkaitan dengan kehidupan sangat sensitif dan dapat menimbulkan konflik. Pertanahan pada saat ini masih diatur dalam rezim Agraria sedangkan tanah adalah hal yang lebih khusus dari agraria. Dalam rumpun RUU Pertanahan, RUU yang sudah terlebih dahulu harus dipertahankan dan disempurnakan. Secara ideal, rumah besar rumpun pertanahan ada di RUU Pertanahan. Kemudian diikuti oleh pengaturan-pengaturan yang lebih spesifik mengenai tanah. RUU yang dapat dimasukkan dalam rumpun RUU pertanahan adalah: a. Revisi Undang-Undang Pokok Agraria; b. RUU Pertanahan; c. RUU Hak atas tanah; d. RUU Penyelesaian Konflik Agraria; e. RUU Pengadilan Agraria. (4) Rumpun Hak Adat Hak adat yang terdapat dalam hukum adat mempunyai dinamika tersendiri dalam sejarah pembangunan hukum di Indonesia. Sejak dahulu Van Vollenhoven berulangkali menyatakan pendapatnya bahwa sertifikasi hak masyarakat bumiputera sangat penting demi kepastian hukum Kebanyakan bumi putera menolak hal ini. Fase ini merupakan fase di persimpangan yang penting yang akhirnya mengakibatkan dampak ketidakpastian hukum yang berkepanjangan bagi masyarakat bumiputera. Saat ini, pengakuan hak adat dalam bentuk UU sangat urgen demi mengakhiri polemik ratusan tahun dalam pembangunan hukum. Negara-negara maju seperti Perancis dan Jepang juga mengalami masalah serupa dalam sertifikasi hukum hak adat. Terdapat beberapa opsi di dua negara tersebut yaitu inkorporasi hukum adat ke dalam Kodifikasi Hukum dan inkorporasi hukum adat melalui UU Khusus. RUU yang dapat dimasukkan dalam rumpun RUU Hak Adat adalah: 4
a. RUU Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat; b. RUU Pendaftaran Hak Adat; c. RUU Penyelamatan dan Perlindungan Hukum Adat; d. RUU Desa Adat. (5) Rumpun Hubungan Kelembagaan Pusat Daerah Keberhasilan desentralisasi ditentukan oleh adanya keseimbangan antara system desentralisasi dan sentralisasi. Desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari sentralisasi sebagaimana diungkapkan oleh Rondinelli, yang menyatakan bahwa jarang ada negara yang hanya melaksanakan sentralisasi ataupun desentralisasi saja dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Sentralisasi dan desentralisasi tidaklah eksklusif atau dikotomis satu sama lainnya. Keberhasilan pelaksanaan desentralisasi akan sangat ditentukan juga oleh kemampuan dalam menyeimbangkan pelaksanaan kedua asas tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan. Artinya, harus dipertimbangkan secara tepat mengenai seberapa besar wewenang desentralisasi diberikan kepada daerah dan dalam urusan apa daerah seharusnya diberikan kewenangan untuk mengaturnya sehingga didapatkan keseimbangan yang optimal dan dinamik antara derajad intervensi pusat dan wewenang daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Perumusan kewenangan otonom dilakukan untuk merumuskan keseimbangan optimal dan dinamik antar susunan pemerintahan. Dalam praktiknya, hubungan kelembagaan pusat dan daerah terutama dalam hubungannya juga dengan komisi-komisi independen juga problematik. Pemilihan kepala daerah di Lampung menjadi tertunda karena desain institusional UU mengharuskan pembiayaan oleh Daerah. Contoh lain adalah independensi Komisi Informasi dan Komisi Penyiaran yang sangat tergantung dengan politik daerah sehingga menyebabkan komisi-komisi independen kehilangan independensinya. RUU Rumpun Hubungan Kewenangan Kelembagaan Pusat-Daerah adalah: a. RUU Hubungan Kelembagaan Otonom; b. RUU Kerjasama Daerah.
2) Sunny Ummul Firdaus, SH., MH. a. bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang 5
dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Peraturan Undang-undang terkait DPD yaitu UUD 1945, UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (P3), UU No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), Perpres No 87 Tahun 2014, Peraturan DPD No 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPD RI, Peraturan DPR RI No 1 Tahun 2014 tentang Tata tertib, Putusan Mahkamah Konstitusi No 92/PUUX/2012. c. Satu UU mengatur 4 (empat) lembaga negara, yakni UU MD3. Mestinya masing-masing lembaga tersebut punya UU sendiri. d. Bagaimana membuat UU yg membuat tuntas semua peroalan, minimal mengapuskan banyak persoalan dengann meminimalisir munculnya masalah baru. e. Terkait dengan hasil penelitian Puskada setjen DPD, sejauh mana manfaatnya, sejauh mana sinkron dengan program DPD, dan mencegah jangan sampai tidak efisien. f. Salah satu tugas dan wewenang DPD dalam Pasal 249 (1) UU no 17 tahun 2014 yaitu menyusun PROLEGNAS yang berkaitan dengan: Otonomi daerah; Hubungan Pusat & Daerah; Pembentukan & Pemekaran serta Penggabungan Daerah; Pengelolaan SDA & SDE lainnya; serta yg berkaitan dengan Perimbangan Keuangan Pusat & Daerah. g. Terkait Prolegnas: perlu dipetakan persoalan-persoalan di daerah yang berhubungan dengan: Otonomi daerah; Hubungan Pusat & Daerah; Pembentukan & Pemekaran serta Penggabungan Daerah; Pengelolaan SDA & SDE lainnya; serta yang berkaitan dengan Perimbangan Keuangan Pusat & Daerah. h. Dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan UU. Perlu dikembangkan Kajian & Evaluasi Peraturan Undang-undang terkait: Otonomi daerah; Pembentukan, Pemekaran & Penggabungan Daerah; Hubungan Pusat & Daerah; Pengelolaan SDA & SDE lainnya; Pelaksanaan APBN; Pajak; Pendidikan; & Agama.
3) Muhammad Hendri Nuryadi, M.Sc. a. Fungsi pengawasan DPD dalam bidang pendidikan sangat penting.
6
b. Terkait Prolegnas: perlu dipetakan persoalan-persoalan di daerah yg berhubungan dengan: Otoonomi daerah; Hubungan Pusat & Daerah; Pembentukan & Pemekaran serta Penggabungan Daerah; Pengelolaan SDA & SDE lainnya; serta yang berkaitan dengan Perimbangan Keuangan Pusat & Daerah. c. Dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan Undang-undang perlu dikembangkan Kajian & Evaluasi peraturan Undang-undang terkait: Otonomi daerah; Pembentukan, Pemekaran & Penggabungan Daerah; Hubungan Pusat & Daerah; Pengelolaan SDA & SDE lainnya; Pelaksanaan APBN; Pajak; Pendidikan; & Agama. d. Dari 340 Target Program dalam Matrik Program DPD tahun 2015 s.d 2019 hanya 13 Program yang mengarah ke Amandemen UUD 1945, berarti hanya 3.82 %. Bagiamana hal ini bisa meningkatkan Penguatan Kelembagaan DPD kalau staregi Utama penguatan dengan Amandemen saja diberikan Porsi Program yang sangat Kecil. e. Dukungan akan Program Kehumasan juga sangat kecil, dari 340 Program tahun 2015 hanya 45 Program yang di alokasikan, ini hanya 13.2 % dari Program Dukungan untuk memperkuat kelembagaan DPD RI.
4) Ronald Rofiandri a. dalam menyusun Politik legislasi, perlu melakukan repleksi terhadap prolegnas Tahun tahun sebelumnya yaitu 2010-2014. b. Mengusulkan perubahan undang-undang MD3 dan undang-undang P3 berdasarkan putusan MK.
5) Prof. Dr. Imanuddin Ilmar, SH., MH. a. DPD perlu memberikan peran kepada pembentukan grand design pembentukan hukum nasional. b. Basis pemilihan anggota DPD juga dapat dipertanyakan mengingat basis pemilihan adanya di kab kota, bukan di provinsi. c. Sangat tidak tepat apabila pengelolaan pemerintahan desa dijadikan urusan kementerian PDT, kalau pembagian desa bisa dilakukan PDT. Boleh jadi kepala desa tdk akan lagi mau patuh kepada Bupati karena merasa sudah punya anggaran sendiri. d. Kepala desa punya kewenangan besar dalam UU Desa.
7
B. Tanggapan Peserta Rapat 1)
Baiq Diyah Ratu Ganefi berpendapat bahwa: - terkait hubungan desa dan kecamatan, pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi kaitannya dengan dana alokasi desa yang akan mengakibatkan hilangnya hirarkis birokrasi dalam pelaksanaan otonomi daerah. - Prolegnas harus mengacu pada kewenangan DPD.
2)
Denty Widi Eka Pratiwi, SE., MH. Berpendapat bahwa: - Perlu dibentuk mekanisme yang cerdas terkait penyusunan Prolegnas antara DPD dan DPR. - Adanya korelasi yang baik antara PPUU dengan ALat Kelengkapan lain dalam penyusunan Prolegnas. - Pelaksanan Otonomi Daerah perlu diperjelas menyuarakan aspirasi masyarakat daerah.
agar
DPD
dapat
- Organisasi Masyarakat/LSM perlu dilibatkan dalam menyusun prolegnas karena masih memiliki sikap yang kritis dan ideal. 3)
Hj. Emma Yohanna menanyakan hal-hal sebagai berikut: - Perlu kejelasan terkait Otonomi daerah, apakah dibawa kepusat atau daerah? - Pendidikan bertaraf internasional perlu diatur dalam Undang-undang atau Peraturan Pemerintah.
4)
Hanna Hasanah Fadel Muhammad berpendapat bahwa penyusunan undang-undang harus pro pada rakyat.
C. Tanggapan Narasumber 1)
Prof. Dr. Imanuddin Ilmar, SH., MH. a. Dalam pelaksanaan otonomi di indonesia harus ada pembagian tugas yang jelas antara pemerintah Kabupaten/Kota dengan Provinsi. Dalam penyaluran dana alokasi desa akan menimbulkan permasalahan yang luar biasa antara hubungan desa. b. Terkait dengan otonomi daerah, peletakan Otonomi daerah di provinsi lebih efisien karena menurut Prof. Ryas Rasyid apabila otonomi diletakkan di Kabupaten kota maka akan memudahkan terjadinya negara federal. Masalahnya hanya pilihan: otonomi daerah diletakkan di prov atau di kab kota?
2)
Ronald Rofiandri a. Prolegda spesifik instrumentnya pada perda. Tidak bisa diangkat ke level nasasional. 8
b. Bappenas telah menyusun kerangka regulasi. Tumpang tindih regulasi disebabkan karena adanya target-target politik dan ego sektoral. c. Di baleg DPR sudah ada fungsi harmoniasi dan sinkronisasi, baru di level rancangan. d. Di setjen dpr ada biro hk, yg dibawahnya ada unit monitoring dan evaluasi perundang-undangan. e. Dalam situs legislasi, penyusunan Prolegnas tidak semata-semata fokus pada perencanaan tetapi juga focus pada monev.
3)
Dr. Rudi, SH., LLM., LLD a. Pengadilan agraria, tujuannya untuk melindungi petani yang miskin dan masyarakat rentan, yang ternyata diambil kebijakan transpalansi dari asing berupa Pengadilan Agraria. Padahal untuk masuk pengadilan butuh biaya besar. Akibatnya hanya perusahaan-perusahaan besar yang memanfaatkan pengadilan ini karena mampu membayar pengacara. Sementara petani miskin. Sulit. b. Kita ada hirarki perundang-undangan, kalau ada 200an lebih UU maka yang tejadi tumpang tindih. Problemnya pada pembentukan kebijakan teknis, keputusan menteri akan menjadi acuan.
4)
Rofiqul Umam, SH., MH. a. Law Center merupakan unit kerja di Setjen DPD yang bertugas memberikan dukungan substantive dan konseptual kepada PPUU; b. Mengharapkan Prolegnas yang disusun DPD bersifat selektif, sedikit dan difokuskan kepada kewenangan DPD saja. Belajar dari kinerja DPR dalam memproduk UU yang jauh lebih sedikit disbanding daftar Prolegnasnya; c. Mengharapkan agar DPD mencermati substansi RUU agar tidak bertentangan dg konstitusi, trmsk tidak memuat atau mendukung paham liberalisme atau kapitalisme yang bertentangan dengan UUD 1945; d. Beberapa putusan MK yang membatalkan UU atau bagian UU di bidang perekonomian karena dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 membuktikan masuknya paham liberalism dan neoliberalisme serta kapitalisme ke dalam UU; e. Ada kecenderungan pergeseran focus pelaksanaan tugas parlemen di negara-negara Barat dari membentuk UU menjadi melaksanakan fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan jauh lebih mudah, cepat dengan hasil yg segera dpt dilihat dibandingkan dg membentuk UU; f. Diharapkan DPD juga dapat memberikan perhatian besar kpd pelaksanaan fungsi pengawasan DPD. Apalagi salah satu kewenangan 9
DPD menurut UUD adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN, dengan demikian begitu banyak program pembangunan yang dapat diawasi oleh DPD. D. Simpulan Rapat Dengar Pendapat Umum ini tidak bersifat menyimpulkan hal-hal yang berkembang dalam rapat akan menjadi bahan masukan bagi PPUU dalam pembahasan dan perumusan Prolegnas DPD RI. E. Penutup Rapat ditutup pada pukul 12.30 WIB.
----------Jakarta, 5 November 2014 Kabag. Set. PPUU/Sekretaris Sidang
Mediana Pongsitanan NIP. 196610161997032001
10