KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH DAN TRANSFER KE DAERAH SERTA DANA DESA Disampaikan Pada: Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi Tahun 2015 Provinsi Kalimantan Tengah
DIREKTUR EVALUASI PENDANAAN DAN INFORMASI KEUANGAN DAERAH
OUTLINE Hubungan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Profil Keuangan, Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat
Perkembangan Kebijakan Dana Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Arah Kebijakan Transfer Ke daerah ke Depan
2
HUBUNGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH
3
DASAR HUKUM PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN
Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
Perpres Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019 4
POKOK-POKOK PENGATURAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
Perencanaan pembangunan daerah harus mengacu kepada rencana pembangunan nasional. 5
HUBUNGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH DAN PENGANGGARAN NASIONAL DAN DAERAH
Pedoman
RPJP Nasional Diacu
RPJM
Musrenbangnas Dijabarkan
Nasional
Renja KL
RPJM Daerah
Pedoman
Renstra SKPD
RKA-KL
Keppres Rincian APBN
RAPBN
APBN
Diacu
RKP
Diperhatikan Pedoman
Pedoman
Pedoman
Diselaraskan melalui Musrenbang Dijabarkan
Musrenbangda Pedoman
PLANNING
RKP Daerah
Pedoman KUA
RAPBD
Pedoman
RKA SKPD
APBD
Diacu
Renja SKPD
Kep KDH tentang Rincian APBD
Pemerintah Daerah
RPJP Daerah
Pedoma n
Pedoman
Pemerintah Pusat
Renstra KL
BUDGETING 6
6
RPJMN 2015-2019
C M1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. M2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan Negara Hukum. M3. Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim M4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera M5. Mewujudkan Indonesia yang berdaya saing M6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional M7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan
C1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara C2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya C3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan C4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya C5. Meningkatkan kualitas hidup manusia indonesia C6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional C7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik C8. Melakukan revolusi karakter bangsa C9. Memperteguh ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial indonesia
7
Relevansi Kebijakan HKPD Dengan Program Kabinet Kerja Jokowi (Nawacita Jokowi-JK)
1. Membangun dari pinggir dimaksudkan bahwa pembangunan dimulai dari daerah, utamanya daerah perbatasan; 2. Meningkatkan “kesempatan” bagi daerah untuk menumbuhkembangkan inovasi dan potensi lokal, sesuai dengan culture dan kebutuhan riil masyarakatnya; 3. Inovasi dan diskresi yang diberikan kepada Daerah harus didukung dengan pendanaan dari Pusat dan kewenangan daerah untuk mengelolanya.
8
Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional dan Daerah • Kebijakan fiskal daerah harus sejalan dan mendukung dengan keempat kebijakan makro nasional.
• Seluruh kebijakan makro, terutama Kebijakan Fiskal mempengaruhi Kebijakan Transfer ke Daerah
Interrelasi Kebijakan Makro
Kebijakan Fiskal
Kebijakan Neraca Pembayaran
Kebijakan Moneter
Kebijakan Sektor Riil
9
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH
10
KONSEPSI HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DI INDONESIA MENGIKUTI PRINSIP MONEY FOLLOWS FUNCTION
• Hubungan keuangan pusat dan daerah timbul sebagai konsekuensi dari adanya hubungan fungsi/urusan. • Fungsi/Urusan dibagi antara pemerintah pusat dan daerah (6 urusan absolut yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan sebagian besar menjadi urusan daerah dan sebagian lainnya menjadi urusan konkuren), namun tanggungjawab akhir tetap pada pemerintah pusat – UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. • Penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah oleh pemerintah daerah dilakukan dengan asas desentralisasi (urusan yang menjadi tanggungjawab daerah) dan tugas pembantuan (pelaksanaan urusan yang menjadi tanggung jawab pusat) 11
Cakupan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
• Pemberian kewenangan perpajakan kepada daerah (local taxing power) dan kewenangan dalam melakukan pinjaman; • Kebijakan transfer (revenue assignment);
• Keleluasaan untuk Belanja (expenditure assignment).
12
Penerapan Prinsip Money Follows Function
13
Otonomi Percontohan
UU No.5 Tahun 1974 UU Darurat No.11 &12 Tahun 1957
• Pajak (40 Jenis) dan Retribusi (150 Jenis) • Pelimpahan Pajak Pusat PKB/BBNKB • Open list • Pengendalian oleh pusat/provinsi
UU No.18 Tahun 1997
• Krisis Ekonomi tidak banyak berdampak terhadap peningkatan PAD • Membatasi Jenis Pajak dan Retribusi • Closed list • Pajak baru yang potensial PBBKB
UU No.22 /1999 UU No.25 /1999
UU No.34 Tahun 2000
• Open list • Pengendalian pungutan daerah yang bermasalah sulit dilakukan
Memperkuat Otonomi
UU No.28 Tahun 2009
• Closed list • Ada Pajak baru yaitu, PBB-P2, BPHTB, dan Pajak Rokok
14
PROFIL KEUANGAN, EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
15
STRUKTUR APBD PROVINSI/KAB/KOTA SE-INDONESIA DAN SE-PROV. KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 - 2015 • Dalam kurun waktu tahun 20102015, terjadi kenaikan pendapatan dan belanja daerah. • Dalam kurun waktu tahun 20102013 terdapat surplus anggaran daerah (realisasi APBD), defisit anggaran terjadi dalam APBD secara Nasional tahun 2014-2015.
Keterangan: Tahun 2010 – 2013 : Data realisasi APBD Tahun 2014 – 2015 : Data APBD
16
STRUKTUR PENDAPATAN PROVINSI/KAB/KOTA SE-INDONESIA DAN SEKALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 - 2015 Struktur pendapatan daerah secara nasional masih didominasi oleh dana perimbangan (transfer ke daerah). Secara nasional, rata-rata proporsi dana perimbangan terhadap total pendapatan mencapai 61,8%, sedangkan ratarata proporsi pada daerah seProv. Kalteng mencapai 77,8%.
Secara nasional, rata-rata proporsi PAD terhadap total pendapatan mencapai 21,3%, sedangkan rata-rata proporsi pada daerah se-Prov. Kalteng mencapai 11,5%.
17
PERANANAN PAD TERHADAP PENDAPATAN DAERAH PROVINSI/KAB/KOTA SEINDONESIA TAHUN 2010 – 2015 Secara Nasional, peranan PAD dalam pendapatan daerah relatif masih rendah meskipun terus meningkat, dari 18,1% tahun 2010 menjadi 25% pada tahun 2015. Peranan PAD terhadap pendapatan daerah juga meningkat di provinsi/kab/kota se-Kalimantan Tengah, dari 8,9% pada tahun 2010 menjadi 12,2% pada tahun 2015. Hal ini diantaranya disebabkan adanya kebijakan penguatan Local Taxing Power, pendaerahan PBB dan BPHTB serta pengenaan pajak rokok). Implikasinya inefisiensi dan kurang akuntabelnya daerah dalam membelanjakan pendapatannya
18
TAX RATIO DAN ELASTISITAS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH 2011 Nasional Provinsi Kab Tax Ratio (%) Tax Elasticity
1,45
Kota
0,39
Kota
1,12
0,43
0,79
1,66
1,17
0,50
0,87
2,52 2,11 2,96 5,57 1,69 Elastis Elastis Elastis Elastis Elastis
1,51 Elastis
2,28 Elastis
2,11 Elastis
1,63 Elastis
1,39 Elastis
2,56 Elastis
1,76 Elastis
2011 Prov Kab
0,70
Kota
2013 Nasional Provinsi Kab
1,56
Se-Prov Kalteng
1,07
2012 Nasional Provinsi Kab
Kota
Se-Prov Kalteng
2012 Prov Kab
Kota Se-Prov Kalteng
2013 Prov Kab
Kota
Tax Ratio
1,84
1,45
0,39
0,77
1,92
1,51
0,41
0,94
1,94
1,54
0,38
0,99
Tax Elasticity
3,52
4,03
1,85
2,98
1,35
1,31
1,29
2,80
1,09
1,19
0,53
1,40
Secara Nasional, rasio penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PDRB (tax ratio) masih sangat rendah meskipun terus mengalami peningkatan selama periode 2011 – 2013 dari sebesar 1,45% pada tahun 2011 menjadi 1,66% pada tahun 2013. Adapun tingkat elastisitas PDRD terhadap PDRB secara Nasional dapat dikatakan cukup baik meskipun hanya sebesar 1,63 pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemungutan PDRD relatif lebih baik.
19
PERANAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP PENDAPATAN DAERAH YANG SEMAKIN MENURUN Secara Nasional, peranan dana perimbangan terhadap pendapatan daerah terus mengalami penurunan dari 68,3% tahun 2010 menjadi 55,3% pada tahun 2015. Peranan dana perimbangan terhadap pendapatan daerah di provinsi/kab/kota juga mengalami penurunan dari 82,2% pada tahun 2010 menjadi 73,8% pada tahun 2015.
20
STRUKTUR BELANJA PROVINSI/KAB/KOTA SE-INDONESIA TAHUN 2010 - 2015
Belanja pegawai masih mendominasi struktur belanja di daerah. Secara nasional, rata-rata proporsi belanja pegawai terhadap total belanja adalah sebesar 41,4%, sedangkan belanja modal sebesar 22,6%. Sedangkan rata-rata proporsi belanja pegawai di provinsi/kab/kota se-Kalteng sebesar 38,5%, sedangkan belanja modal sebesar 29,7%.
21
BELANJA PEGAWAI PROVINSI/KAB/KOTA SE-INDONESIA DAN SE-KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 - 2015 Secara Nasional, terdapat penurunan porsi belanja pegawai terhadap total belanja daerah dari semula sebesar 45,7% pada tahun 2010 menjadi 38% pada tahun 2015. Daerah-daerah di provinsi/kab/ kota se-Kalimantan Tengah juga mengalami penurunan porsi belanja pegawai terhadap total belanjanya, dari semula sebesar 40,3% pada tahun 2010 menjadi 36,7% pada tahun 2015.
22
BELANJA MODAL PROVINSI/KAB/KOTA SE-INDONESIA DAN SE-KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 - 2015 Secara Nasional, terdapat peningkatan porsi belanja modal terhadap total belanja daerah dari semula sebesar 21,4% pada tahun 2010 menjadi 24,5% pada tahun 2015. Daerah-daerah di provinsi/kab/ kota se-Kalimantan Tengah juga mengalami penurunan porsi belanja modal terhadap total belanjanya, dari semula sebesar 31,6% pada tahun 2010 menjadi 27,6% pada tahun 2015.
23
PENERIMAAN PEMBIAYAAN PROVINSI/KAB/KOTA SE-INDONESIA DAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2010 - 2015 Secara nasional, jumlah SiLPA secara meningkat semula sebesar Rp52,1 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp77,2 triliun pada tahun 2015. Jumlah SiLPA di provinsi/kab/kota seKalimantan Tengah juga meningkat dari Rp. 0,9 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp 1,4 triliun pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan tingkat penyerapan anggaran yang relatif rendah.
24
LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI
• Laju pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah terus mengalami peningkatan selama periode 2010 – 2013, semula 6,50% menjadi 7,37%. Selama periode tersebut, laju pertumbuhan selalu berada di atas laju pertumbuhan ekonomi nasional.
25
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
Indeks Pembangunan Manusia terus mengalami peningkatan selama periode 2009 - 2013. Dari semula 71,76% pada tahun 2009 menjadi 73,81% pada tahun 2013.
26
26
PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kalimantan Tengah menurun dari semula 4,14% pada tahun 2010 menjadi 3,09% pada tahun 2013.
Persentase penduduk miskin di Kalimantan Tengah terus mengalami penurunan selama periode 2010 - 2013. Dari semula 6,77% pada tahun 2009 menjadi 6,07% pada tahun 2013.
27
PROBLEM MAPPING
28
Proporsi terbesar belanja daerah adalah belanja pegawai, dengan proporsi diatas 36% namun kecenderungannya menurun. Proporsi belanja modal relatif cukup besar, dimana berada pada tingkat kedua terbesar pada struktur belanja, meskipun proporsinya mengalami penurunan pada tahun 2014 dan 2015.
Jenis Belanja Daerah (dalam miliar rupiah)
2011
2012
2013
2014
2015
Belanja Pegawai
3.955,2
4.451,6
4.940,9
5.736,5
6.584,9
Belanja Barang dan Jasa
1.796,5
2.041,5
2.346,2
3.725,4
3.986,2
Belanja Modal
2.812,1
3.287,2
4.368,4
4.355,7
4.644,9
879,8
1.538,7
1.958,7
1.846,6
2.358,3
9.443,6
11.319,0
13.614,2
15.664,2
17.574,3
Belanja Lain-Lain Total
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
29
475 450 425 400 375 350 325 300 275 250 225 200 175 150 125 100 75 50 25 -
GRAFIK PENETAPAN APBD TA 2011-2015 PROV., KAB., DAN KOTA DI INDONESIA per Tanggal 24 Maret 2015
327
Des Thn Sblm Jan
354
274
Mar
139 62
116
60
2012
GRAFIK PENYAMPAIAN APBD TA 2011-2015 PROV., KAB., DAN KOTA DI INDONESIA per Tanggal 24 Maret 2015
211 181
43
92 47
2013
2014
274
270
58 10
2015
355
161
156
Maret
91
75
56
2011
Des Thn Sblm Januari
• Per tanggal 24 Maret2015 terdapat 528 daerah telah menyampaikan APBD-nya kepada Kemenkeu. Dari 482 daerah tersebut, yang menetapkan APBD-nya tepat waktu (sebelum 31 Desember) sebanyak 458 daerah (87%) naik dari tahun 2014 yg mencapai 354 daerah (67%).
Februari
87 43
• APBD seharusnya ditetapkan paling lambat 31 Desember sebelum TA berjalan;
Peb
211 176
2011
225 200 175 150 125 100 75 50 25 -
458
55
2012
2013
2014
72 67
2015
30
• Hingga bulan Januari 2015, terdapat 12 daerah di Provinsi Kalimantan Tengah telah menyampaikan APBDnya dan terdapat 3 daerah menyampaikan pada bulan Februari 2015. Sementara itu terdapat 13 daerah telah menetapkan APBD tepat waktu dan 2 daerah yang menetapkan pada Januari 2015.
31
*Data Tahun 2014 adalah data anggaran (konsolidasi)
Perhitungan estimasi penyerapan belanja Agregat Provinsi/Kab/Kota Kalimantan Tengah didasarkan pada data-data sekunder untuk dapat membuat proxy penyerapan belanja daerah secara bulanan per provinsi. Pendekatan ini merupakan proxy dengan menggunakan data dana pemerintah daerah di perbankan per bulan dari Bank Indonesia, data realisasi transfer per bulan dan proxy realisasi PAD. Realisasi penyerapan belanja secara persentase menunjukkan perbandingan antara besaran realisasi penyerapan dengan anggaran belanja (konsolidasi). Realisasi belanja daerah s.d. Desember Tahun 2014 Agregat Provinsi/Kab/Kota Kalimantan Tengah diperkirakan mencapai 96,2% dari total anggaran belanja daerah (Rp14,97 triliun), yang berarti lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2013 sebesar 95,3%.
32
NASIONAL
SE-PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
• SiLPA cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan bahkan diperkirakan hampir mencapai dua kali lipat, SiLPA dari tahun 2009-2013 sebesar Rp52,2 triliun menjadi Rp100,58 triliun.
• SiLPA se-Provinsi Kalimantan Tengah juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun, SiLPA dari tahun 2009-2013 sebesar Rp987,9 milyar menjadi Rp2,6 triliun. • Semakin besar SiLPA tahun berkenaan memberikan indikasi perencanaan anggaran dan pelaksanaan yang kurang baik yang pada gilirannya berdampak terhadap kurang optimalnya pelayanan kepada masyarakat.
33
•
SiLPA tahun berkenaan masing-masing Pemerintah Daerah di Kalimantan Tengah mempunyai pergerakan yang meningkat dan cukup beragam. Besaran SiLPA tahun 2013 rata-rata mencapai dua sampai tiga kali lipat SiLPA tahun 2009 pada masing-masing Pemerintah Daerah yang terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah.
•
Semakin besar SiLPA tahun berkenaan memberikan indikasi semakin besarnya dana yang tidak digunakan dalam memenuhi pelayanan dasar kepada masyarakat.
34
Dana simpanan daerah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dana dalam bentuk simpanan berjangka mengalami kenaikan secara signifikan. Besarnya simpanan daerah menunjukkan perencanaan belanja yang kurang baik atau adanya kecenderungan daerah melakukan investasi jangka pendek dalam bentuk simpanan berjangka.
Sumber: Bank Indonesia, 2014
35
Masih banyak daerah yang mendapatkan opini disclaimer dan tidak wajar atas LKPD mereka. Untuk LKPD tahun 2013, dari 456 daerah yang telah diaudit oleh BPK, 98 daerah mendapatkan opini WTP, 56 daerah mendapatkan opini WTP Dengan Paragraf Penjelasan, 277 daerah mendapatkan opini WDP, 7 daerah mendapatkan opini Tidak Wajar dan 18 daerah mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat. 36
Akuntabilitas Provinsi Kalimantan Tengah masih kurang. Hal ini dibuktikan dengan hasil opini BPK dimana pada 4 tahun berturut-turut dari tahun 2010 hingga tahun 2013 Pemerintah Daerah di Provinsi Kalimantan Tengah didominasi opini WDP, TW, dan TMP. Namun kecenderungan saat ini tingkat akuntabilitas di Provinsi Kalimantan Tengah dengan ditandai bertambahnya daerah yang memperoleh WTP (3 daerah pada tahun 2013), dan berkurangnya penerima TMP (1 daerah).
37
PERKEMBANGAN KEBIJAKAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
38
Kebijakan Umum Transfer ke Daerah 1. Meningkatkan kapasitas fiskal daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; 2. Mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah dan mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antardaerah; 3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; 4. Memprioritaskan penyediaan pelayanan dasar di daerah tertinggal, terluar, terpencil, terdepan, dan pasca bencana; 5. Mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur dasar; 6. Mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah yang lebih efisien, efektif, transparan, dan akuntabel; 7. Meningkatkan kualitas pengalokasian Transfer ke Daerah dengan tetap memperhatikan akuntabilitas dan transparansi; 8. Meningkatkan kualitas pemantauan dan evaluasi Dana Transfer ke Daerah.
39
• Dana Perimbangan berperan cukup besar dalam melakukan pemerataan kempuan keuangan antar daerah yang tercermin dari semakin kecilnya koefisien variasi dari 1.21 menjadi 0.68 (Data APBD TA.2013) 40
Postur Transfer ke Daerah TA 2014
Postur Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA 2015 Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Perimbangan
DBH Pajak
Dana Transfer ke Daerah
Dana Perimbangan
Dana Alokasi Umum
DBH PBB
Dana Alokasi Khusus
DBH PPh
Dana Otsus PAPUA
Dana Alokasi Khusus
Dana Otsus PAPUA Dana Otsus PAPUA BRT Dana Otsus
TRANSFER KE DAERAH
Dana Otsus ACEH Dana Infras Otsus Papua
Dana Otsus PAPUA BRT
DBH CHT
DBH SDA
Dana Infras Otsus PaBarat
Kehutanan
Dana Keistimewaan DIY
Pertum
DANA TRANSFER KE DAERAH DAN DESA
Tamb Penghasilan Guru Tunjangan Profesi Guru
Dana Penyesuaian
Dana Inf. Otsus PaBarat
Dana Transfer Lainnya
DBH CHT
DBH SDA
Kehutanan
Perikanan
Tunjangan Profesi Guru
Panas Bumi
DBH PPh
Pertum
Tamb Penghasilan Guru
Bantuan Op Sekolah
Migas Panas Bumi
Bantuan Op Sekolah Dana Insentif Daerah
Dana Insentif Daerah Dana P2D2
Dana Inf. Otsus Papua
Migas
DBH PBB
Dana Otsus ACEH
Dana Keistimewaan DI Yogyakarta
Perikanan
Dana Otsus & Penyesuaian
Dana Otsus
DBH Pajak
Dana Desa
Dana P2D2
41
Dalam Miliar Rupiah
2014 POSTUR
2015
APBNP
APBN
PERUBAHAN APBN-P*
APBNP 2015 – APBN 2015 Nominal
1. Transfer ke Daerah
%
596.504
637.975,1
643.834,5
5.859,40
0,9%
491.882
516.401,0
521.760,5
5.359,50
1,0%
117.663
127.692,5
110.052,0
-17.640,50
-13,8%
1.1.1.1. DBH Pajak
46.116
50.568,7
54.216,6
3.647,90
7,2%
1.1.1.2. DBH Sumber Daya Alam
71.547
77.123,8
55.835,4
-21.288,40
-27,6%
1.1.2. Dana Alokasi Umum
341.219
352.887,8
352.887,8
0,00
0,0%
1.1.3. Dana Alokasi Khusus
33.000
35.820,7
58.820,7
23.000,00
64,2%
16.148
16.615,5
17.115,5
500,00
3,0%
523
547,5
547,5
0,00
0,0%
87.948
104.411,1
104.411,1
0,00
0,0%
-
9.066,2
20.766,2
11.700,00
129,1%
596.504
647.041,3
664.600,7
17.559,40
2,7%
1.1. Dana Perimbangan 1.1.1. Dana Bagi Hasil (DBH)
1.2. Dana Otonomi Khusus 1.3. Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta 1.4. Dana Transfer Lainnya 2. Dana Desa
JUMLAH
* Setelah penambahan optimalisasi sebesar Rp3 Triliun pada pagu DAK 42
1. Menetapkan perkiraan alokasi DBH secara tepat waktu sesuai dengan rencana penerimaan berdasarkan potensi daerah penghasil sebagai dasar penyaluran. 2. Menyalurkan alokasi DBH berdasarkan rencana penerimaan untuk menjamin kepastian jumlah dan waktu. 3. Menyempurnakan sistem penganggaran dan pelaksanaan atas PNBP yang dibagihasilkan ke daerah. 4. Melakukan perhitungan kurang bayar/lebih bayar DBH dengan memperhitungkan penyaluran tersebut berdasarkan realisasi penerimaan. 5. Mempercepat penyelesaian penghitungan PNBP SDA yang belum dibagihasilkan.
43
KEBIJAKAN DAU 2015 1. Menerapkan formula DAU secara konsisten dengan penerapan prinsip Non Hold Harmless, melalui pembobotan dalam Formula DAU yaitu pada: o Alokasi Dasar; o Komponen Kebutuhan Fiskal; o Komponen Kapasitas Fiskal. 2. Meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah (sebagai equalization grant) yang ditunjukkan oleh Indeks Williamson yang paling optimal, melalui pembatasan porsi alokasi dasar dan mengevaluasi bobot variabel kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal, dengan arah mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah, serta memperhatikan jumlah daerah yang mengalami penurunan DAU dan total penurunannya relatif kecil. 3. Menetapkan besaran DAU yang bersifat final (tidak mengalami perubahan), dalam hal terjadi perubahan APBN yang menyebabkan PDN Neto bertambah atau berkurang.
44
Bobot Penghitungan Kapasitas Fiskal Dinaikkan Untuk Mengalokasikan DAU yang Lebih Besar Bagi Daerah yang Kapasitasnya Rendah
BOBOT VARIABEL ALOKASI DASAR CELAH FISKAL VARIABEL KEBUTUHAN FISKAL - INDEKS JUMLAH PENDUDUK - INDEKS LUAS WILAYAH (LUAS LAUT) - INDEKS IKK - INDEKS IPM - INDEKS PDRB /cap VARIABEL KAPASITAS FISKAL - PAD - DBH PAJAK - DBH SDA
2014 PROVINSI KAB/KOTA 40% 49% 60% 51%
2015 PROVINSI KAB/KOTA 40% 49% 60% 51%
30% 14% 35% 27% 15% 14%
30% 13% 40% 28% 15% 14%
30% 14% 35% 27% 17% 12%
30% 13% 40% 28% 17% 12%
58% 55% 63%
60% 57% 57%
70% 100% 100%
65% 80% 95% 45
KEBIJAKAN DAK DALAM APBN 2015 1. Mendukung pencapaian prioritas nasional dalam RKP, serta melakukan restrukturisasi bidang DAK sehingga lebih fokus dan berdampak signifikan; 2. Membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik untuk mendorong pencapaian standar pelayanan minimal (SPM), melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat; 3. Memprioritaskan daerah tertinggal, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah pesisir dan kepulauan sebagai kriteria khusus dalam pengalokasian DAK; 4. Melanjutkan kebijakan affirmatif DAK yang diprioritaskan pada bidang infrastruktur dasar untuk daerah tertinggal dan perbatasan yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah. 5. Perubahan jumlah bidang DAK dari 19 bidang pada APBN 2014 menjadi 14 bidang pada APBN 2015 6. Perubahan kriteria kewilayahan dari 6 kriteria (ketahanan pangan, rawan bencana, pariwisata, daerah tertinggal, perbatasan, dan pesisir kepulauan) pada APBN 2014 menjadi 3 kriteria (daerah tertinggal, perbatasan, dan pesisir kepulauan) pada APBN 2015 46
Kebijakan Afirmasi DAK dalam APBN 2015 Affirmative policy kepada 196 daerah tertinggal dan/atau daerah perbatasan yang berkemampuan keuangan relatif rendah, melalui: 1. Pemberian alokasi DAK Tambahan bagi daerah tertinggal dan perbatasan yang berkemampuan keuangan relatif rendah, yang diperuntukan bagi DAK Bidang Infrastruktur Dasar, yaitu: Infrastruktur Transportasi (sub bidang jalan dan sub bidang transportasi perdesaan); Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum; dan
Infrastruktur Irigasi. 2. Dana Pendamping untuk DAK Tambahan diatur berdasarkan kemampuan keuangan daerah, yaitu: Kemampuan Keuangan Daerah Rendah Sekali, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 0% (nol persen); Kemampuan Keuangan Daerah Rendah, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 1% (satu persen); dan Kemampuan Keuangan Daerah Sedang, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 2% (dua persen).
47
KEBIJAKAN DAK DALAM APBN-P 2015 Dalam rangka mendukung pendanaan atas berbagai urusan pemerintahan dan penyelenggaran layanan publik yang telah diserahkan kepada daerah, maka salah satu mekanisme pendanaan yang tepat untuk mendukung program prioritas nasional adalah melalui DAK. Untuk itu dalam APBN-P 2015, dialokasikan DAK Tambahan: Untuk mengakomodasi berbagai program/kegiatan yang mendukung prioritas Kabinet Kerja (Kedaulatan Pangan, Revitalisasi Pasar Tradisional, Peningkatan Layanan Kesehatan, dan Peningkatan Konektivitas antar Wilayah), dialokasikan DAK Tambahan Pendukung Program Prioritas Kabinet Kerja (P3K2) pada TA 2015;
Untuk mengakomodasi berbagai usulan daerah yang disampaikan melalui DPR-RI dan disetujui oleh DPR-RI. DAK Tambahan dialokasikan pada bidang:
1) 2) 3) 4) 5)
Bidang Infrastruktur Irigasi Bidang Pertanian Bidang Sarana Perdagangan Bidang Kesehatan, dan Bidang Transportasi/jalan
Pagu DAK Tambahan dalam APBN-P 2015 disepakati sebesar Rp23 Triliun.
48
DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN DANA TAMBAHAN INFRASTRUKTUR PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT Pasal 34 ayat (3) huruf f UU 21/2001
Dana Tambahan Infrastruktur: ditetapkan antara Pemerintah dan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur dalam 25 tahun seluruh kota-kota provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya terhubungkan dengan transportasi darat, laut, atau udara yang berkualitas
Penggunaan Dana Tambahan Infrastruktur Prov Papua dan Papua Barat tidak diatur secara detai dalam UU, namun diarahkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur seperti: jalan, jembatan, dermaga, sarana transprtasi darat, sungai maupun laut dalam rangka mengatasi keterisolasian dan kesenjangan penyediaan infrastruktur antara Papua dan Papua Barat dengan daerah lainnya.
49
Dana Keistimewaan DIY (UU Nomor 13 Tahun 2012) DANA KEISTIMEWAAN DIY Dana yang berasal dari APBN dalam rangka pelaksanaan kewenangan Keistimewaan DIY yang diperuntukkan bagi dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DIY yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah sesuai kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara.
KEWENANGAN KEISTIMEWAAN DIY Wewenang tambahan tertentu yang dimiliki oleh DIY selain wewenang yang ditentukan dalam UU Pemerintahan Daerah, yaitu: 1. tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; 2. Kelembagaan ; 3. Kebudayaan; 4. Pertanahan; 5. Tata Ruang.
50
Perkembangan Alokasi dan Pagu Alokasi Dana Keistimewaan DI Yogyakarta 2015 No.
Bidang Kewenangan
Alokasi (miliar Rupiah) 2014
1.
Tata Cara Pengisian Jabatan Gubernur & Wakil Gubernur
2.
2015 0,4
-
Kebudayaan
375,2
420,8
3.
Pertanahan
23,0
10,6
4.
Kelembagaan pemerintah
1,7
1,7
5.
Tata ruang
123,6
114,4
523,9
547,5
Jumlah
51
Tunjangan Guru PNSD melalui Transfer ke Daerah Tunjangan Profesi Guru (TPG) PNSD 1. Tunjangan Profesi diberikan kepada Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Tunjangan Guru PNSD
2. Tunjangan Profesi Guru PNSD diberikan sebesar 1 (satu) kali gaji pokok PNS yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak termasuk untuk bulan ke-13.
Tambahan Penghasilan Guru (Tamsil) PNSD 1. Dana Tambahan Penghasilan Bagi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) diberikan kepada guru yang belum mendapatkan tunjangan profesi guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; 2. Besarnya adalah Rp250.000,00 per bulan selama 12 bulan. 52
Kebijakan Bantuan Operasional Sekolah TA 2015 1.Dana BOS dialokasikan dalam APBN untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dasar yang lebih bermutu. 2.Dana BOS dialokasikan untuk SD/SDLB dan SMP/SMPLB serta digunakan untuk: Biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar, dan Mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 3. Dana BOS merupakan pelengkap dari kewajiban daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan dan bukan merupakan pengganti BOS Daerah (BOSDA). 4. Perhitungan Kebutuhan Alokasi Dana BOS diusulkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 5. Dana BOS disalurkan dari rekening kas negara ke rekening kas umum daerah provinsi untuk selanjutnya diteruskan ke sekolah dengan mekanisme hibah.
53
Dana Insentif Daerah (DID) Dana Insentif Daerah dialokasikan kepada Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk melaksanakan fungsi pendidikan dengan mempertimbangkan kriteria kinerja tertentu, yang terdiri dari kriteria kinerja utama, kriteria kinerja keuangan, kriteria kinerja pendidikan, kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan, dan batas minimum kelulusan kinerja. No
Kriteria
Kriteria Kinerja Keuangan
Bobot Tahun 2014
Usulan Bobot Tahun 2015
50%
50%
1.
Opini BPK atas LKPD
35%
35%
2.
Penetapan Perda APBD tepat waktu
35%
35%
3.
Effort peningkatan PAD
15%
15%
4.
Penyampaian LKPD Tepat Waktu
15%
15%
100%
100%
Total Bobot Kriteria Kinerja Keuangan Daerah Kriteria Kinerja Pendidikan
25%
25%
1.
Partisipasi Sekolah (APK)
50%
50%
2.
Reduction Shortfall IPM
50%
50%
100%
100%
Total Bobot Kriteria Kinerja Pendidikan Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan
25%
25%
1.
Pertumbuhan Ekonomi
30%
35%
2.
Penurunan Tingkat Kemiskinan
30%
30%
3.
Penurunan Tingkat Pengangguran
20%
20%
4
Kluster Kemampuan fiskal daerah (KFD)
20%
15%
100%
100%
Total Bobot Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan
54
Peta Sebaran Desa Per Provinsi Aceh 6474
Kepri 275
Kaltara 447
Sumut 5389
Kalbar 1908
Malut 1063 PaBar 1628 Papua 5118
Kaltim 833
Kalteng 1434
Jambi 1398 Babel 309
Bengkulu 1341
Kalsel 1864
Sulbar 576 Sulsel 2253
Sumsel 2817
Sultra 1820
Lampung 2435
Banten 1238
Sulut 1490
Sulteng 1839
Riau 1592
Sumbar 880
Gorontalo 657
Jabar 5319
Jateng 7809
DIY 392
Jatim 7723
Bali 636
NTB 995
NTT 2950
Maluku 1191
Jumlah Desa 74.093 (Kemendagri) 55
KEBIJAKAN UMUM DANA DESA
1.
Menetapkan alokasi Dana Desa yang bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa (sesuai dengan amanat UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa);
2.
Mengalokasikan Dana Desa kepada kabupaten/kota berdasarkan jumlah desa dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis;
3.
Menyalurkan Dana Desa kepada kabupaten/kota melalui mekanisme transfer;
4.
Dana Desa digunakan untuk mendanai keseluruhan kewenangan Desa dengan prioritas untuk mendukung program pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.
56
PENGALOKASIAN DANA DESA DALAM APBN 2015 (BERDASARKAN PP 60/2014)
Keterangan: •Jumlah Penduduk adalah Jumlah Penduduk kabupaten/kota (sumber BPS) •Jumlah Penduduk Miskin adalah Jumlah Penduduk Miskin kabupaten/kota (sumber BPS) •Luas Wilayah adalah Luas Wilayah kabupaten/kota (sumber Kemendagri dan BIG) •IKK adalah IKK kabupaten/kota (sumber BPS)
57
PENGALOKASIAN DANA DESA DALAM APBNP 2015 (BERDASARKAN REVISI PP 60/2014) MENTERI KEUANGAN
APBN
DANA DESA PER KAB/KOTA 10 % Formula
Transfer ke Daerah
Dana Desa
90% Alokasi Dasar
BUPATI/WALIKOTA DANA DESA PER DESA 10 % Formula
90% Alokasi Dasar
25% x Jumlah Penduduk Desa
25% x Jumlah Penduduk Desa
35% x Jumlah Penduduk Miskin Desa
35% x Jumlah Penduduk Miskin Desa
10% x Luas Wilayah Desa
10% x Luas Wilayah Desa
30% x IKK
30% x IKG
Keterangan: • Jumlah Penduduk adalah Jumlah Penduduk Desa pada kabupaten/kota (sumber BPS) • Jumlah Penduduk Miskin adalah Jumlah Penduduk Miskin Desa pada kabupaten/kota (sumber BPS) • Luas Wilayah adalah Luas Wilayah Desa pada kabupaten/kota (sumber Kemendagri dan BPS) •IKK adalah IKK kabupaten/kota (sumber BPS)
58
Perbedaan Hasil Perhitungan Dana Desa APBN 2015 dan RAPBNP 2015 Berdasarkan pagu APBN 2015 sebesar Rp9,066 Triliun, alokasi Dana Desa yang dihitung murni berdasarkan Formula Base diperoleh hasil: o rata-rata Dana Desa setiap desa Rp124,29 juta : o alokasi terendah Rp41,26 juta, o alokasi tertinggi Rp287,46 juta., o rasionya 1 : 6,9 Berdasarkan pagu RAPBNP 2016 sebesar Rp20.766,2 Triliun, alokasi dana desa yang dihitung dengan menggunakan: 1. Murni Formula Base diperoleh hasil: o rata-rata Dana Desa setiap desa Rp280,27 juta : o alokasi terendah Rp96,50 juta, o alokasi tertinggi Rp693,31 juta., o rasionya 1 : 7,2 2. Alokasi Dasar dan Formula Base diperoleh hasil: 90% pagu dana dibagi secara merata, 10 % pagu dana dibagi berdasarkan jumlah penduduk (bobot 25%), angka kemiskinan (bobot 35%), luas wilayah (bobot 10%), dan tingkat kesulitan geografis (bobot 30%) Diperoleh hasil: o rata-rata Dana Desa setiap desa sebesar Rp280,51 juta: o alokasi terendah Rp254,47 juta, 59 o alokasi tertinggi Rp1.121,04 juta
KEBIJAKAN DANA DESA DALAM APBN-P 2015 1.
Sejalan dengan visi Pemerintah untuk Membangun Indonesia dari Pinggiran dalam kerangka NKRI, perlu dialokasikan dana yang lebih besar untuk memperkuat pembangunan daerah dan desa.
2.
Dalam rangka memenuhi ketentuan UU 6/2014, yakni anggaran Dana Desa dari APBN sebesar 10% dari dan diluar dana transfer ke daerah secara bertahap, Pemerintah sedang menyiapkan Road Map Dana Desa.
3.
Sesuai roadmap Dana Desa, dalam APBNP tahun 2015 diusulkan tambahan anggaran dana desa sebesar Rp11.700,0 miliar, sehingga total dana desa dalam APBNP 2015 sebesar Rp20.766,2 miliar.
4.
Anggaran Dana Desa tersebut akan dialokasikan melalui mekanisme sebagai berikut: a. Alokasi dari Pusat ke kab/kota (ditetapkan dalam Perpres Rincian APBN) b. Alokasi dari kab/kota ke desa (ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah)
5.
Untuk menghindari ketimpangan alokasi Dana Desa untuk setiap kab/kota dan setiap desa, penghitungan alokasi dana desa akan dilakukan berdasarkan: a. alokasi yang dibagi secara merata; dan b. alokasi yang dibagi berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.
Dana Desa
APBN 2015
APBN-P 2015
Rp 9.066,2 miliar
Rp 20.766,2 miliar 60
PENYALURAN DANA DESA PEMERINTAH PUSAT (Mekanisme Transfer APBN) 1 KPA DJPK Menerbitkan SPM
2 KPPN Jakarta II selaku Kuasa BUN Menerbitkan SP2D
3 Bank Operasional Melaksanakan Transfer DD ke Kab/Kota (dari RKUN ke RKUD)
4
5
REKENING KAS DESA
Pemerintah Kab/Kota Melaksanakan Transfer DD ke Desa (dari RKUD ke RKUDes)
PEMERINTAH KAB/KOTA (Mekanisme Transfer APBD) 61
MEKANISME DAN JADWAL PENYALURAN DANA DESA URAIAN
Proporsi
TAHAPAN PENYALURAN DD
KETERANGAN/ PERSYARATAN
TAHAP I
TAHAP 2
TAHAP 3
40%
40%
20%
Dasar: Perpres Alokasi Dana Desa
Minggu II Bulan Oktober
Persyaratan: Perda APBD thn berjalan; Perkada ttg tata cara pembagian dan penetapan Dana Desa setiap desa ; dan Laporan realisasi thn sebelumnya.
Penyaluran Dana Desa dari PUSAT KE KAB./KOTA
Minggu II Bulan April
Penyaluran Dana Desa dari KAB / KOTA KE DESA
7 hari kerja setelah diterima di Kas Daerah
Minggu II Bulan Agustus
7 hari kerja setelah diterima di Kas Daerah
7 hari kerja setelah diterima di Kas Daerah
Persyaratan: • Tahap I: Penyampaian APB Desa; •Tahap II: Laporan penggunaan semester sebelumnya.
Menteri Keuangan selaku BUN akan menyalurkan Dana Desa dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) untuk alokasi per Kab/Kota; Mekanisme penyaluran dari RKUN ke RKUD sesuai mekanisme APBN untuk Transfer ke Daerah; Selanjutnya Bupati/Walikota selaku BUD akan menyalurkan alokasi Dana Desa setiap Desa dari RKUD ke Rekening Kas Desa. Mekanisme penyaluran dari RKUD ke Rekening Desa sesuai mekanisme Transfer dalam APBD. 62
Roadmap Dana Desa Dana Desa (DD): Rp20.766,2 M Rata-rata DD per Desa: Rp 280,3 juta ADD: Rp34.236,6 M Bagi Hasil PDRD: Rp4.109,3 M TOTAL= Rp59.112,1 M Rata2 perdesa: Rp797,8 juta
Dana Desa (DD): Rp47.684,7 M Rata-rata DD per Desa: Rp643,6 juta ADD: Rp37.564,4 M Bagi Hasil PDRD: Rp4.270,3 M TOTAL= Rp89.519,4M Rata2 perdesa: Rp1.208,2 juta
Dana Desa (DD): Rp81.184,3M Rata-rata DD per Desa: Rp1.095,7 juta ADD: Rp42.285,9M Bagi Hasil PDRD: Rp4.975,9 M TOTAL= Rp128.446,3M Rata2 perdesa: Rp1.733,6 juta
Penggunaan: - Sesuai kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa - Open menu dg prioritas utk mendukung program pembangunan & pemberdayaan masyarakat desa melalui pembangunan infrastruktur dasar desa - Tdk dapat digunakan utk penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa Perencanaan: - APBDes - RKP Des Pedoman Pelaksanaan; Pendampingan; Pengembangan Database Target Keberhasilan
Penggunaan: - Sesuai kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa - Open menu dg prioritas utk mendukung program pembangunan & pemberdayaan masyarakat desa melalui pembangunan infrastruktur dasar desa - melalui pembangunan infrastruktur dasar Desa - Tdk dapat digunakan utk penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa Perencanaan: - APBDes - RKP Des - RPJM Des
2018
Dana Desa (DD): Rp111.840,2 M Rata-rata DD per Desa: Rp 1.509,5 juta ADD: Rp60.278,0 M Bagi Hasil PDRD: Rp6.384,6M TOTAL= Rp178.502,8 M Rata2 perdesa: Rp2.409,2 juta
2019
2017
2016 APBN-P 2015
Dana Desa (DD): Rp103.791,1M Rata-rata DD per Desa: Rp 1.400,8 juta ADD: Rp55.939,8M Bagi Hasil PDRD: Rp5.680,1M TOTAL= Rp165.411,1M Rata2 perdesa: Rp2.232,5 juta
Penggunaan: - Sesuai kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa - Open menu dg prioritas utk mendukung program pembangunan & pemberdayaan masyarakat desa melalui pembangunan infrastruktur dasar desa - Tdk dapat digunakan utk penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa Perencanaan: - APBDes - RKP Des - RPJM Des
Penggunaan: - Sesuai kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa - Open menu dg prioritas utk mendukung program pembangunan & pemberdayaan masyarakat desa melalui pembangunan infrastruktur dasar desa - Tdk dapat digunakan utk penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa Perencanaan: - APBDes - RKP Des - RPJM Des Pedoman Pelaksanaan; Pendampingan; Pengembangan Database: Target Keberhasilan
Penggunaan: - Sesuai kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa - Open menu dg prioritas utk mendukung program pembangunan & pemberdayaan masyarakat desa melalui pembangunan infrastruktur dasar desa - Tdk dapat digunakan utk penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa Perencanaan: - APBDes - RKP Des - RPJM Des Pedoman Pelaksanaan; Pendampingan; Pengembangan Database: Target Keberhasilan
Jumlah Desa 63 74.093
63
ARAH KEBIJAKAN TRANSFER KE DEPAN
Dasar Penyusunan Kebijakan Transfer TA.2016
RPJM 2015-2019
RKP 2016 RAPBN 2016
• Kebijakan keberpihakan (affirmative policy) kepada daerah-daerah yang saat ini masih tertinggal, terutama (a) kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar; (b) daerah tertinggal dan terpencil; (c) desa tertinggal; (d) daerah-daerah yang kapasitas pemerintahannya belum cukup memadai dalam memberikan pelayanan publik. • Disusun dengan mengacu pada RPJM dengan targettarget yang lebih spesifik • Melanjutkan kebijakan transfer dalam APBN-P TA.2015 •Terkait dengan kebijakan transfer ke daerah dan desa disusun dengan mempertimbangkan : •Penerimaan Dalam Negeri sebagai Dasar Perhitungan Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang diperkirakan tidak banyak mengalami perubahan; dan •Jumlah daerah yang akan memperoleh alokasi dana transfer meningkat
65
Kebijakan Strategis Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA.2016
Arahan Presiden agar alokasi Transfer ke Daerah bagi pembangunan infrastruktur daerah (Kab/Kota) terus ditingkatkan; Melanjutkan affirmative policy terkait alokasi DAK; Pengalokasian DAU dengan tetap mempertimbangkan agar semua daerah memiliki kemampuan keuangan daerah yang sama untuk membiayai urusan yang menjadi tanggungjawabnya. Mengalokasikan dana desa dengan arah segera mencapai jumlah yang telah diamanatkan UU Nomor 6 Tahun 2014.
66
LANGKAH-LANGKAH YANG TELAH DILAKUKAN TERKAIT KEBIJAKAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
1. Percepatan penyampaian informasi alokasi transfer ke daerah dan dana desa melalui pengunggahan dalam website DJPK segera setelah pengambilan keputusan dalam rapat kerja banggar DPR RI bersama pemerintah untuk mempermudah Daerah dalam menyusun APBD; 2. Percepatan penyampaian informasi penetapan rincian transfer ke daerah dan dana desa dalam Peraturan Presiden melalui website DJPK. Kebijakan ini dilakukan juga dalam rangka mempermudah Daerah dalam menyusun APBD; 3. Pedoman penyusunan APBD harus dikoordinasikan terlebih dahulu kepada Kemenkeu dan Bappenas sebelum ditetapkan Kemendagri. Kebijakan ini dilakukan untuk memastikan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran antara Pusat dengan Daerah. (Pasal 308 UU 23/2014) 67
ARAH KEBIJAKAN HKPD KE DEPAN (DRAFT REVISI UU 28/2009)
Peningkatan Kemandirian Daerah Dalam Pembiayaan Untuk Meningkatkan Efisiensi dan Akuntabilitas Memperluas basis pajak daerah melalui pendaerahan PBB P3. Memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengenakan opsen atas pajak pusat (PPh Orang Pribadi). Menyederhanakan struktur pajak daerah dan retribusi daerah.
68
ARAH KEBIJAKAN HKPD KE DEPAN … (1) (DRAFT REVISI UU 33/2004)
1. Reformulasi Sumber Pendanaan APBD a. Reformulasi DBH: Memperkuat konsepsi by origin DBH (menghapus DBH yang tidak punya dampak signifikan terhadap penerimaan daerah namun menyalahi prinsip by origin), yaitu menghapus DBH Perikanan. Penyaluran DBH menggunakan mekanisme prognosa pada akhir tahun, yang selanjutnya selisihnya dengan realisasi akan diperhitungkan pada tahun berikutnya. b. Reformulasi DAU: Menghapus alokasi dasar (belanja pegawai daerah), sehingga formula DAU hanya didasarkan pada Fiscal Gap, guna mengurangi dorongan inefisiensi belanja pegawai. Penetapan bobot daerah berdimensi jangka menengah (3 tahun) Kebutuhan fiskal diukur dengan ukuran kebutuhan riil (transisi penerapan 5 tahun) 69
ARAH KEBIJAKAN HKPD KE DEPAN … (2) (DRAFT REVISI UU 33/2004) c. Reformulasi DAK: DAK Prioritas Nasional: DAK harus benar-2 tepat sasaran dan mendukung target prioritas program kerja pemerintah(i) prioritas bersifat fleksibel sesuai RKP; (ii) penentuan daerah berbasis pada kriteria prioritas pencapaian output; (iii) jumlah bidang per tahun relatif terbatas namun mempunyai dampak yg signifikan. DAK untuk pencapaian SPM/SPN sektor layanan dasar (sektor kesehatan, pendidikan dan infrastruktur dasar (jalan, jembatan, air minum dan irigasi). DAK untuk pencapaian prioritas nasional (dapat ditentukan setiap tahun sesuai prioritas pemerintah) berbasis prioritas kewilayahan dan/atau sektoral. Konsep output based untuk mengurangi rigiditas petunjuk penggunaan dari Pusat (K/L terkait), namun digantikan dengan target output yang harus dicapai oleh daerah. Penerapan kerangka pendanaan jangka menengah pada DAK. Besaran DAK harus ditingkatkan secara signifikan agar arah pembangunan nasional dapat lebih terkendali Tidak ada dana pendamping DAK d. Mengintegrasikan dana transfer lainnya (yang penggunaannya telah ditentukan, seperti TPG, BOS, dll) ke dalam DAK yang dapat digunakan untuk kegiatan fisik dan non-fisik.
70
ARAH KEBIJAKAN HKPD KE DEPAN … (3) (DRAFT REVISI UU 33/2004) 2. Penegasan mekanisme pendanaan sesuai urusan pemerintahan a. Urusan daerah didanai dari APBD, dan APBD dilarang mendanai urusan Pusat diserta dengan penerapan sanksi berupa pembatalan Perda APBD oleh Gubernur untuk APBD Kab/Kota dan Mendagri untuk APBD Provinsi apabila Daerah melanggar. b. Urusan Pusat didanai dari APBN, dan K/L dilarang mendanai urusan Daerah c. Pelanggaran dikenakan sanksi pemotongan anggaran tahun berikutnya. 3. Pengendalian pemekaran daerah Pengalokasian Dana Perimbangan kepada daerah otonom baru tidak secara otomatis setelah penetapan, namun baru dilakukan pada tahun kedua.
4. Pengendalian belanja daerah dan perbaikan pengelolaan keuangan: a. kontrol terhadap dana idle daerah, bila Pemda mempunyai deposito jangka > 2 bulan sebesar >1/12 belanja APBD, maka transfer dapat digantikan dengan SUN. Hal ini dimaksudkan agar daerah lebih fokus pada belanja untuk peningkatan kuantitas dan kualitas public service delivery, dan mengurangi fokus daerah pada investasi financial; 71
ARAH KEBIJAKAN HKPD KE DEPAN … (4) (DRAFT REVISI UU 33/2004) b. c.
Pengendalian batas maksimal kumulatif defisit APBD; Pengaturan mengenai belanja, utamanya batas minimal untuk belanja infrastruktur yang langsung terkait dengan peningkatan kuantitas layanan publik dalam APBD.
5. Pengaturan mengenai Pinjaman Daerah a. Ruang yang lebih leluasa bagi daerah dalam melakukan pinjaman daerah aturan tetap prudent namun tidak mempersulit daerah; b. Pengembangan Lembaga pembiayaan daerah semacam RIDF. 6. Surveillance serta reward and punishment Surveillance dilakukan secara berkala, sebagai salah satu alat untuk memberikan reward and punishment kepada daerah yang didasarkan pada kinerja keuangannya.
72
Terima Kasih Kementerian Keuangan Jl. DR Wahidin No. 1, Gd. Radius Prawiro Jakarta Pusat, Indonesia, 10710 Telp. +6221-3509442 Fax. +6221-3509443 Website : http://www. djpk.depkeu.go.id