KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH DAN TRANSFER KE DAERAH SERTA DANA DESA
Disampaikan Pada: Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Timur Tahun 2015
OUTLINE Hubungan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Problem Mapping Keuangan Daerah Perkembangan Kebijakan Dana Transfer Ke Daerah dan Dana Desa Arah Kebijakan Transfer Ke daerah ke Depan Kebijakan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
2
HUBUNGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH
3
DASAR HUKUM PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional; Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; Perpres Nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019 4
POKOK-POKOK PENGATURAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Sistem perencanaan pembangunan nasional bertujuan untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Perencanaan pembangunan daerah harus mengacu kepada rencana pembangunan nasional. 5
HUBUNGAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH DAN PENGANGGARAN NASIONAL DAN DAERAH
Pedoman
RPJP Nasional Diacu
RPJM
Nasional
Musrenbangnas Dijabarkan
Renja KL
RPJM Daerah
Pedoman
Renstra SKPD
RKA-KL
Keppres Rincian APBN
RAPBN
APBN
Diacu
RKP
Diperhatikan Pedoman
Pedoman
Pedoman
Diselaraskan melalui Musrenbang Dijabarkan
Musrenbangda Pedoman
PLANNING
RKP Daerah
Pedoman KUA
RAPBD
Pedoman
RKA SKPD
APBD
Diacu
Renja SKPD
Kep KDH tentang Rincian APBD
Pemerintah Daerah
RPJP Daerah
Pedoma n
Pedoman
Pemerintah Pusat
Renstra KL
BUDGETING 6
6
RPJMN 2015 2015--2019
C M1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. M2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan Negara Hukum. M3. Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim M4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera M5. Mewujudkan Indonesia yang berdaya saing M6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional M7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan
C1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara C2. Membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya
C3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan C4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya C5. Meningkatkan kualitas hidup manusia indonesia C6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional C7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik C8. Melakukan revolusi karakter bangsa C9. Memperteguh ke-bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial indonesia
7
Relevansi Kebijakan HKPD Dengan Program Kabinet Kerja Jokowi (Nawacita Jokowi-JK)
1. Membangun dari pinggir dimaksudkan bahwa pembangunan dimulai dari daerah, utamanya daerah perbatasan; 2. Meningkatkan “kesempatan” bagi daerah untuk menumbuhkembangkan inovasi dan potensi lokal, sesuai dengan culture dan kebutuhan riil masyarakatnya; 3. Inovasi dan diskresi yang diberikan kepada Daerah harus didukung dengan pendanaan dari Pusat dan kewenangan daerah untuk mengelolanya.
8
Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional dan Daerah • Kebijakan fiskal daerah harus sejalan dan mendukung dengan keempat kebijakan makro nasional. • Seluruh kebijakan makro, terutama Kebijakan Fiskal mempengaruhi Kebijakan Transfer ke Daerah
Interrelasi Kebijakan Makro
Kebijakan Fiskal
Kebijakan Neraca Pembayaran
Kebijakan Moneter
Kebijakan Sektor Riil
9
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH
10
KONSEPSI HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH DI INDONESIA MENGIKUTI PRINSIP MONEY FOLLOWS FUNCTION
• Hubungan keuangan pusat dan daerah timbul sebagai konsekuensi dari adanya hubungan fungsi/urusan. • Fungsi/Urusan dibagi antara pemerintah pusat dan daerah (6 urusan absolut yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan sebagian besar menjadi urusan daerah dan sebagian lainnya menjadi urusan konkuren), namun tanggungjawab akhir tetap pada pemerintah pusat – UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. • Penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah oleh pemerintah daerah dilakukan dengan asas desentralisasi (urusan yang menjadi tanggungjawab daerah) dan tugas pembantuan (pelaksanaan urusan yang menjadi tanggung jawab pusat) 11
Cakupan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah
• Pemberian kewenangan perpajakan kepada daerah (local taxing power) dan kewenangan dalam melakukan pinjaman; • Kebijakan transfer (revenue assignment); • Keleluasaan untuk Belanja (expenditure assignment).
12
Penerapan Prinsip Money Follows Function
13
PROBLEM MAPPING KEUANGAN DAERAH
14
Proporsi terbesar belanja daerah adalah belanja pegawai, dengan proporsi diatas 40% namun kecenderungannya menurun. Proporsi belanja modal relatif cukup kecil, dimana berada pada tingkat terkecil pada struktur belanja secara keseluruhan, namun proporsinya mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai 2015.
Jenis Belanja Daerah (dalam miliar rupiah)
2011
2012
Belanja Pegawai
26.859,6
30.579,2
33.342,7
36.058,9
41.689,9
Belanja Barang dan Jasa
10.688,6
11.662,4
13.279,1
17.224,2
20.003,9
Belanja Modal
7.291,6
9.680,5
11.146,3
15.094,8
17.963,2
Belanja Lain-Lain
9.371,8
12.436,8
14.818,2
14.827,9
21.506,8
54.211,7
64.359,0
72.586,4
83.205,8
101.163,8
Total
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
2013
2014
2015
15
15
Peranan PAD (kemandirian daerah) masih relatif rendah khususnya kab/kota sehingga kurang menjamin efisiensi dan akuntabilitas penggunaan belanja.
Peranan PAD yang masih relatif rendah disebabkan oleh basis pajak daerah khususnya kab/kota yang masih terbatas.
16
NASIONAL
SE-PROVINSI JAWA TIMUR
• SiLPA di level nasional cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan bahkan diperkirakan hampir mencapai dua kali lipat, SiLPA dari tahun 2009-2013 sebesar Rp52,2 triliun menjadi Rp100,58 triliun. • SiLPA se-Provinsi Jawa Timur juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun, SiLPA dari tahun 20092013 sebesar Rp6,21 triliun menjadi Rp9,58 triliun. • Semakin besar SiLPA tahun berkenaan memberikan indikasi perencanaan anggaran dan pelaksanaan yang kurang baik yang pada gilirannya berdampak terhadap kurang optimalnya pelayanan kepada masyarakat. 17
•
SiLPA tahun berkenaan masing-masing Pemerintah Daerah di Jawa Timur mempunyai pergerakan yang meningkat dan cukup beragam.
•
Semakin besar SiLPA tahun berkenaan memberikan indikasi semakin besarnya dana yang tidak digunakan dalam memenuhi pelayanan dasar kepada masyarakat.
18
Dana simpanan daerah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dana dalam bentuk simpanan berjangka mengalami kenaikan secara signifikan. Besarnya simpanan daerah menunjukkan perencanaan belanja yang kurang baik atau adanya kecenderungan daerah melakukan investasi jangka pendek dalam bentuk simpanan berjangka.
Sumber: Bank Indonesia, 2014
19
475 450 425 400 375 350 325 300 275 250 225 200 175 150 125 100 75 50 25 -
GRAFIK PENETAPAN APBD TA 2011-2015 PROV., KAB., DAN KOTA DI INDONESIA per Tanggal 24 Maret 2015
327
274 139
62
2012
211
156
2011
Apr
43
92 47
2013
2014
274
• APBD seharusnya ditetapkan paling lambat 31 Desember sebelum TA berjalan;
Peb
270
58 10 2015
355
161
Des Thn Sblm Januari
• Per tanggal 24 Maret 2015 terdapat 528 daerah telah menyampaikan APBD-nya kepada Kemenkeu. Dari 482 daerah tersebut, yang menetapkan APBDnya tepat waktu (sebelum 31 Desember) sebanyak 458 daerah (87%) naik dari tahun 2014 yg mencapai 354 daerah (67%).
Februari
75
56
43
354
116
60
GRAFIK PENYAMPAIAN APBD TA 2011-2015 PROV., KAB., DAN KOTA DI INDONESIA per Tanggal 24 Maret 2015
181
Des Thn Sblm Jan
Mar
211 176
2011
225 200 175 150 125 100 75 50 25 -
458
87
91 55
2012
2013
2014
Maret
72 67
2015
20
• Hingga bulan Januari 2015, terdapat 36 daerah di Provinsi Jawa Timur telah menyampaikan APBDnya dan terdapat 3 daerah menyampaikan pada bulan Februari 2015. Penyampaian APBD Prov. Jawa Timur 32
35 30
27
26
25
19
20
21
15 10 5
11
8
11
8
4 4 2 3 1
3
6
2 2 3
0 S.d Desember
Januari
Februari
Maret 2011
* Data Per 25 Maret 2015
0
2012
2013
1 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 1 0 0
0 0 0 0 0
April
Mei
Juni
Juli
2014
• Sementara itu terdapat 38 daerah telah menetapkan APBD tepat waktu dan 1 daerah yang menetapkan APBD pada Januari 2015.
2015
21
Masih banyak daerah yang mendapatkan opini disclaimer dan tidak wajar atas LKPD mereka. Untuk LKPD tahun 2013, dari 456 daerah yang telah diaudit oleh BPK, 98 daerah mendapatkan opini WTP, 56 daerah mendapatkan opini WTP Dengan Paragraf Penjelasan, 277 daerah mendapatkan opini WDP, 7 daerah mendapatkan opini Tidak Wajar dan 18 daerah mendapatkan opini Tidak Memberikan Pendapat.
22
Akuntabilitas Provinsi Jawa Timur sudah baik. Hal ini dibuktikan dengan hasil opini BPK dimana pada 4 tahun berturut-turut dari tahun 2010 hingga tahun 2013 Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Timur didominasi opini WDP, WTP DPP, dan WTP. Namun pada tahun 2013 terdapat penambahan 1 daerah yang memperoleh opini TW dan berkurangnya jumlah daerah yang memperoleh opini WTP. 23
PERKEMBANGAN KEBIJAKAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
24
Kebijakan Umum Transfer ke Daerah 1. Meningkatkan kapasitas fiskal daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah; 2. Mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah dan mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antardaerah; 3. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah; 4. Memprioritaskan penyediaan pelayanan dasar di daerah tertinggal, terluar, terpencil, terdepan, dan pasca bencana; 5. Mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur dasar; 6. Mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah yang lebih efisien, efektif, transparan, dan akuntabel; 7. Meningkatkan kualitas pengalokasian Transfer ke Daerah dengan tetap memperhatikan akuntabilitas dan transparansi; 8. Meningkatkan kualitas pemantauan dan evaluasi Dana Transfer ke Daerah.
25
• Dana Perimbangan berperan cukup besar dalam melakukan pemerataan kempuan keuangan antar daerah yang tercermin dari semakin kecilnya koefisien variasi dari 1.21 menjadi 0.68 (Data APBD TA.2013) 26
Postur Transfer ke Daerah TA 2014
Postur Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA 2015 Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Perimbangan
DBH Pajak
Dana Transfer ke Daerah
Dana Perimbangan
Dana Alokasi Umum
DBH PBB
Dana Alokasi Khusus
DBH PPh
Dana Otsus PAPUA
Dana Alokasi Khusus
Dana Otsus
TRANSFER KE DAERAH
Dana Infras Otsus Papua
Dana Otsus PAPUA BRT
DBH CHT
Dana Otsus ACEH DBH SDA
Dana Infras Otsus PaBarat
Kehutanan
Dana Keistimewaan DIY
Pertum
DANA TRANSFER KE DAERAH DAN DESA
Dana Otsus
Tamb Penghasilan Guru Tunjangan Profesi Guru
Dana Inf. Otsus Papua Dana Inf. Otsus PaBarat
DBH SDA
Kehutanan Pertum
Dana Keistimewaan DI Yogyakarta
Perikanan Migas Tamb Penghasilan Guru
Migas
Panas Bumi Tunjangan Profesi Guru
Panas Bumi Dana Transfer Lainnya
Bantuan Op Sekolah Dana Penyesuaian
DBH CHT
Dana Otsus ACEH
Perikanan Dana Otsus & Penyesuaian
DBH PBB DBH PPh
Dana Otsus PAPUA Dana Otsus PAPUA BRT
DBH Pajak
Bantuan Op Sekolah Dana Insentif Daerah
Dana Insentif Daerah Dana Desa
Dana P2D2
Dana P2D2
27
Dalam Miliar Rupiah
2014 POSTUR
2015
APBNP
APBN
PERUBAHAN APBN-P*
APBNP 2015 – APBN 2015 Nominal
1. Transfer ke Daerah
%
596.504
637.975,1
643.834,5
5.859,40
0,9%
491.882
516.401,0
521.760,5
5.359,50
1,0%
117.663
127.692,5
110.052,0
-17.640,50
-13,8%
1.1.1.1. DBH Pajak
46.116
50.568,7
54.216,6
3.647,90
7,2%
1.1.1.2. DBH Sumber Daya Alam
71.547
77.123,8
55.835,4
-21.288,40
-27,6%
1.1.2. Dana Alokasi Umum
341.219
352.887,8
352.887,8
0,00
0,0%
1.1.3. Dana Alokasi Khusus
33.000
35.820,7
58.820,7
23.000,00
64,2%
16.148
16.615,5
17.115,5
500,00
3,0%
523
547,5
547,5
0,00
0,0%
87.948
104.411,1
104.411,1
0,00
0,0%
-
9.066,2
20.766,2
11.700,00
129,1%
596.504
647.041,3
664.600,7
17.559,40
2,7%
1.1. Dana Perimbangan 1.1.1. Dana Bagi Hasil (DBH)
1.2. Dana Otonomi Khusus 1.3. Dana Keistimewaan D.I. Yogyakarta 1.4. Dana Transfer Lainnya 2. Dana Desa JUMLAH
* Setelah penambahan optimalisasi sebesar Rp3 Triliun pada pagu DAK 28
1. Menetapkan perkiraan alokasi DBH secara tepat waktu sesuai dengan rencana penerimaan berdasarkan potensi daerah penghasil sebagai dasar penyaluran. 2. Menyalurkan alokasi DBH berdasarkan rencana penerimaan untuk menjamin kepastian jumlah dan waktu. 3. Menyempurnakan sistem penganggaran dan pelaksanaan atas PNBP yang dibagihasilkan ke daerah. 4. Melakukan perhitungan kurang bayar/lebih bayar DBH dengan memperhitungkan penyaluran tersebut berdasarkan realisasi penerimaan. 5. Mempercepat penyelesaian penghitungan PNBP SDA yang belum dibagihasilkan.
29
KEBIJAKAN DAU 2015 1. Menerapkan formula DAU secara konsisten dengan penerapan prinsip Non Hold Harmless, melalui pembobotan dalam Formula DAU yaitu pada: o Alokasi Dasar; o Komponen Kebutuhan Fiskal; o Komponen Kapasitas Fiskal. 2. Meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah (sebagai equalization grant) yang ditunjukkan oleh Indeks Williamson yang paling optimal, melalui pembatasan porsi alokasi dasar dan mengevaluasi bobot variabel kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal, dengan arah mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah, serta memperhatikan jumlah daerah yang mengalami penurunan DAU dan total penurunannya relatif kecil. 3. Menetapkan besaran DAU yang bersifat final (tidak mengalami perubahan), dalam hal terjadi perubahan APBN yang menyebabkan PDN Neto bertambah atau berkurang. 30
Bobot Penghitungan Kapasitas Fiskal Dinaikkan Untuk Mengalokasikan DAU yang Lebih Besar Bagi Daerah yang Kapasitasnya Rendah
BOBOT VARIABEL ALOKASI DASAR CELAH FISKAL VARIABEL KEBUTUHAN FISKAL - INDEKS JUMLAH PENDUDUK - INDEKS LUAS WILAYAH (LUAS LAUT) - INDEKS IKK - INDEKS IPM - INDEKS PDRB /cap VARIABEL KAPASITAS FISKAL - PAD - DBH PAJAK - DBH SDA
2014 PROVINSI KAB/KOTA 40% 49% 60% 51%
2015 PROVINSI KAB/KOTA 40% 49% 60% 51%
30% 14% 35% 27% 15% 14%
30% 13% 40% 28% 15% 14%
30% 14% 35% 27% 17% 12%
30% 13% 40% 28% 17% 12%
58% 55% 63%
60% 57% 57%
70% 100% 100%
65% 80% 95% 31
KEBIJAKAN DAK DALAM APBN 2015 1. Mendukung pencapaian prioritas nasional dalam RKP, serta melakukan restrukturisasi bidang DAK sehingga lebih fokus dan berdampak signifikan; 2. Membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik untuk mendorong pencapaian standar pelayanan minimal (SPM), melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat; 3. Memprioritaskan daerah tertinggal, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah pesisir dan kepulauan sebagai kriteria khusus dalam pengalokasian DAK; 4. Melanjutkan kebijakan affirmatif DAK yang diprioritaskan pada bidang infrastruktur dasar untuk daerah tertinggal dan perbatasan yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah. 5. Perubahan jumlah bidang DAK dari 19 bidang pada APBN 2014 menjadi 14 bidang pada APBN 2015 6. Perubahan kriteria kewilayahan dari 6 kriteria (ketahanan pangan, rawan bencana, pariwisata, daerah tertinggal, perbatasan, dan pesisir kepulauan) pada APBN 2014 menjadi 3 kriteria (daerah tertinggal, perbatasan, dan pesisir kepulauan) pada APBN 2015 32
Kebijakan Afirmasi DAK dalam APBN 2015 Affirmative policy kepada 196 daerah tertinggal dan/atau daerah perbatasan yang berkemampuan keuangan relatif rendah, melalui: 1. Pemberian alokasi DAK Tambahan bagi daerah tertinggal dan perbatasan yang berkemampuan keuangan relatif rendah, yang diperuntukan bagi DAK Bidang Infrastruktur Dasar, yaitu: Infrastruktur Transportasi (sub bidang jalan dan sub bidang transportasi perdesaan); Infrastruktur Sanitasi dan Air Minum; dan Infrastruktur Irigasi.
2. Dana Pendamping untuk DAK Tambahan diatur berdasarkan kemampuan keuangan daerah, yaitu: Kemampuan Keuangan Daerah Rendah Sekali, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 0% (nol persen); Kemampuan Keuangan Daerah Rendah, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 1% (satu persen); dan Kemampuan Keuangan Daerah Sedang, diwajibkan menyediakan dana pendamping paling sedikit 2% (dua persen). 33
KEBIJAKAN DAK DALAM APBN APBN--P 2015 Dalam rangka mendukung pendanaan atas berbagai urusan pemerintahan dan penyelenggaran layanan publik yang telah diserahkan kepada daerah, maka salah satu mekanisme pendanaan yang tepat untuk mendukung program prioritas nasional adalah melalui DAK. Untuk itu dalam APBN-P 2015, dialokasikan DAK Tambahan: Untuk mengakomodasi berbagai program/kegiatan yang mendukung prioritas Kabinet Kerja (Kedaulatan Pangan, Revitalisasi Pasar Tradisional, Peningkatan Layanan Kesehatan, dan Peningkatan Konektivitas antar Wilayah), dialokasikan DAK Tambahan Pendukung Program Prioritas Kabinet Kerja (P3K2) pada TA 2015; Untuk mengakomodasi berbagai usulan daerah yang disampaikan melalui DPR-RI dan disetujui oleh DPR-RI. DAK Tambahan dialokasikan pada bidang: 1) 2) 3) 4) 5)
Bidang Infrastruktur Irigasi Bidang Pertanian Bidang Sarana Perdagangan Bidang Kesehatan, dan Bidang Transportasi/jalan
Pagu DAK Tambahan dalam APBN-P 2015 disepakati sebesar Rp23 Triliun.
34
Tunjangan Guru PNSD melalui Transfer ke Daerah Tunjangan Profesi Guru (TPG) PNSD 1. Tunjangan Profesi diberikan kepada Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) yang telah memiliki sertifikat pendidik dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Tunjangan Guru PNSD
2. Tunjangan Profesi Guru PNSD diberikan sebesar 1 (satu) kali gaji pokok PNS yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak termasuk untuk bulan ke-13.
Tambahan Penghasilan Guru (Tamsil) PNSD 1. Dana Tambahan Penghasilan Bagi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) diberikan kepada guru yang belum mendapatkan tunjangan profesi guru sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; 2. Besarnya adalah Rp250.000,00 per bulan selama 12 bulan. 35
Kebijakan Bantuan Operasional Sekolah TA 2015 1.Dana BOS dialokasikan dalam APBN untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dasar yang lebih bermutu. 2.Dana BOS dialokasikan untuk SD/SDLB dan SMP/SMPLB serta digunakan untuk: Biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar, dan Mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. 3. Dana BOS merupakan pelengkap dari kewajiban daerah untuk menyediakan anggaran pendidikan dan bukan merupakan pengganti BOS Daerah (BOSDA). 4. Perhitungan Kebutuhan Alokasi Dana BOS diusulkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 5. Dana BOS disalurkan dari rekening kas negara ke rekening kas umum daerah provinsi untuk selanjutnya diteruskan ke sekolah dengan mekanisme hibah.
36
Dana Insentif Daerah (DID) Dana Insentif Daerah dialokasikan kepada Provinsi, Kabupaten dan Kota untuk melaksanakan fungsi pendidikan dengan mempertimbangkan kriteria kinerja tertentu, yang terdiri dari kriteria kinerja utama, kriteria kinerja keuangan, kriteria kinerja pendidikan, kriteria kinerja ekonomi dan kesejahteraan, dan batas minimum kelulusan kinerja. No
Kriteria
Kriteria Kinerja Keuangan
Bobot Tahun 2014
Usulan Bobot Tahun 2015
50%
50%
1.
Opini BPK atas LKPD
35%
35%
2.
Penetapan Perda APBD tepat waktu
35%
35%
3.
Effort peningkatan PAD
15%
15%
4.
Penyampaian LKPD Tepat Waktu
15%
15%
100%
100%
Total Bobot Kriteria Kinerja Keuangan Daerah Kriteria Kinerja Pendidikan
25%
25%
1.
Partisipasi Sekolah (APK)
50%
50%
2.
Reduction Shortfall IPM
50%
50%
100%
100%
Total Bobot Kriteria Kinerja Pendidikan Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan
25%
25%
1.
Pertumbuhan Ekonomi
30%
35%
2.
Penurunan Tingkat Kemiskinan
30%
30%
3.
Penurunan Tingkat Pengangguran
20%
20%
4
Kluster Kemampuan fiskal daerah (KFD)
20%
15%
100%
100%
Total Bobot Kriteria Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan
37
DANA DESA
38
Peta Sebaran Desa Per Provinsi Aceh 6474
Kepri 275
Kaltara 447
Sumut 5389
Kalbar 1908
Malut 1063 PaBar 1628 Papua 5118
Kaltim 833
Kalteng 1434
Jambi 1398 Babel 309
Bengkulu 1341
Kalsel 1864
Sulbar 576 Sulsel 2253
Sumsel 2817
Sultra 1820
Lampung 2435 Banten 1238
Sulut 1490
Sulteng 1839 Riau 1592
Sumbar 880
Gorontalo 657
Jabar 5319
Jateng 7809
DIY 392
Jatim 7723
Bali 636
NTB 995
NTT 2950
Maluku 1191
Jumlah Desa 74.093 (Kemendagri)
39
KEBIJAKAN UMUM DANA DESA 1.
Menetapkan alokasi Dana Desa yang bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa (sesuai dengan amanat UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa);
2.
Mengalokasikan Dana Desa kepada kabupaten/kota berdasarkan jumlah desa dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis;
3.
Menyalurkan Dana Desa kepada kabupaten/kota melalui mekanisme transfer;
4.
Dana Desa digunakan untuk mendanai keseluruhan kewenangan Desa dengan prioritas untuk mendukung program pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa.
40
PENGALOKASIAN DANA DESA DALAM APBN 2015 (BERDASARKAN PP 60/2014)
Keterangan: •Jumlah Penduduk adalah Jumlah Penduduk kabupaten/kota (sumber BPS) •Jumlah Penduduk Miskin adalah Jumlah Penduduk Miskin kabupaten/kota (sumber BPS) •Luas Wilayah adalah Luas Wilayah kabupaten/kota (sumber Kemendagri dan BIG) •IKK adalah IKK kabupaten/kota (sumber BPS)
41
PENGALOKASIAN DANA DESA DALAM APBNP 2015 (BERDASARKAN REVISI PP 60/2014) MENTERI KEUANGAN APBN
Transfer ke Daerah
Dana Desa
DANA DESA PER KAB/KOTA 10 % Formula
90% Alokasi Dasar
BUPATI/WALIKOTA DANA DESA PER DESA 10 % Formula
90% Alokasi Dasar
25% x Jumlah Penduduk Desa
25% x Jumlah Penduduk Desa
35% x Jumlah Penduduk Miskin Desa
35% x Jumlah Penduduk Miskin Desa
10% x Luas Wilayah Desa
10% x Luas Wilayah Desa
30% x IKK
30% x IKG
Keterangan: • Jumlah Penduduk adalah Jumlah Penduduk Desa pada kabupaten/kota (sumber BPS) • Jumlah Penduduk Miskin adalah Jumlah Penduduk Miskin Desa pada kabupaten/kota (sumber BPS) • Luas Wilayah adalah Luas Wilayah Desa pada kabupaten/kota (sumber Kemendagri dan BPS) •IKK adalah IKK kabupaten/kota (sumber BPS)
42
Perbedaan Hasil Perhitungan Dana Desa APBN 2015 dan RAPBNP 2015 Berdasarkan pagu APBN 2015 sebesar Rp9,066 Triliun, alokasi Dana Desa yang dihitung murni berdasarkan Formula Base diperoleh hasil: o rata-rata Dana Desa setiap desa Rp124,29 juta : o alokasi terendah Rp41,26 juta, o alokasi tertinggi Rp287,46 juta., o rasionya 1 : 6,9 Berdasarkan pagu RAPBNP 2016 sebesar Rp20.766,2 Triliun, alokasi dana desa yang dihitung dengan menggunakan: 1. Murni Formula Base diperoleh hasil: o rata-rata Dana Desa setiap desa Rp280,27 juta : o alokasi terendah Rp96,50 juta, o alokasi tertinggi Rp693,31 juta., o rasionya 1 : 7,2 2. Alokasi Dasar dan Formula Base diperoleh hasil: 90% pagu dana dibagi secara merata, 10 % pagu dana dibagi berdasarkan jumlah penduduk (bobot 25%), angka kemiskinan (bobot 35%), luas wilayah (bobot 10%), dan tingkat kesulitan geografis (bobot 30%) Diperoleh hasil: o rata-rata Dana Desa setiap desa sebesar Rp280,51 juta: o alokasi terendah Rp254,47 juta, o alokasi tertinggi Rp1.121,04 juta 43 o rasionya 1 : 4,4
KEBIJAKAN DANA DESA DALAM APBNAPBN-P 2015 1.
Sejalan dengan visi Pemerintah untuk Membangun Indonesia dari Pinggiran dalam kerangka NKRI, perlu dialokasikan dana yang lebih besar untuk memperkuat pembangunan daerah dan desa.
2.
Dalam rangka memenuhi ketentuan UU 6/2014, yakni anggaran Dana Desa dari APBN sebesar 10% dari dan diluar dana transfer ke daerah secara bertahap, Pemerintah sedang menyiapkan Road Map Dana Desa.
3.
Sesuai roadmap Dana Desa, dalam APBNP tahun 2015 diusulkan tambahan anggaran dana desa sebesar Rp11.700,0 miliar, sehingga total dana desa dalam APBNP 2015 sebesar Rp20.766,2 miliar.
4.
Anggaran Dana Desa tersebut akan dialokasikan melalui mekanisme sebagai berikut: a. Alokasi dari Pusat ke kab/kota (ditetapkan dalam Perpres Rincian APBN) b. Alokasi dari kab/kota ke desa (ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah)
5.
Untuk menghindari ketimpangan alokasi Dana Desa untuk setiap kab/kota dan setiap desa, penghitungan alokasi dana desa akan dilakukan berdasarkan: a. alokasi yang dibagi secara merata; dan b. alokasi yang dibagi berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.
Dana Desa
APBN 2015
APBN-P 2015
Rp 9.066,2 miliar
Rp 20.766,2 miliar 44
PENYALURAN DANA DESA PEMERINTAH PUSAT (Mekanisme Transfer APBN) 1 KPA DJPK Menerbitkan SPM
2 KPPN Jakarta II selaku Kuasa BUN Menerbitkan SP2D
Bank Operasional Melaksanakan Transfer DD ke Kab/Kota (dari RKUN ke RKUD)
4
5
REKENING KAS DESA
3
Pemerintah Kab/Kota Melaksanakan Transfer DD ke Desa (dari RKUD ke RKUDes)
PEMERINTAH KAB/KOTA (Mekanisme Transfer APBD) 45
MEKANISME DAN JADWAL PENYALURAN DANA DESA TAHAPAN PENYALURAN DD URAIAN
Proporsi
KETERANGAN/ PERSYARATAN
TAHAP I
TAHAP 2
TAHAP 3
40%
40%
20%
Dasar: Perpres Alokasi Dana Desa
Minggu II Bulan Oktober
Persyaratan: Perda APBD thn berjalan; Perkada ttg tata cara pembagian dan penetapan Dana Desa setiap desa ; dan Laporan realisasi thn sebelumnya.
Penyaluran Dana Desa dari PUSAT KE KAB./KOTA
Minggu II Bulan April
Penyaluran Dana Desa dari KAB / KOTA KE DESA
7 hari kerja setelah diterima di Kas Daerah
Minggu II Bulan Agustus
7 hari kerja setelah diterima di Kas Daerah
7 hari kerja setelah diterima di Kas Daerah
Persyaratan: • Tahap I: Penyampaian APB Desa; •Tahap II: Laporan penggunaan semester sebelumnya.
Menteri Keuangan selaku BUN akan menyalurkan Dana Desa dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) untuk alokasi per Kab/Kota; Mekanisme penyaluran dari RKUN ke RKUD sesuai mekanisme APBN untuk Transfer ke Daerah; Selanjutnya Bupati/Walikota selaku BUD akan menyalurkan alokasi Dana Desa setiap Desa dari RKUD ke Rekening Kas Desa. Mekanisme penyaluran dari RKUD ke Rekening Desa sesuai mekanisme Transfer dalam APBD.
46
Roadmap Dana Desa Dana Desa (DD): Rp20.766,2 M Rata-rata DD per Desa: Rp 280,3 juta ADD: Rp34.236,6 M Bagi Hasil PDRD: Rp4.109,3 M TOTAL= Rp59.112,1 M Rata2 perdesa: Rp797,8 juta
APBN-P 2015 Penggunaan: - Sesuai kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa - Open menu dg prioritas utk mendukung program pembangunan & pemberdayaan masyarakat desa melalui pembangunan infrastruktur dasar desa - Tdk dapat digunakan utk penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa Perencanaan: - APBDes - RKP Des Pedoman Pelaksanaan; Pendampingan; Pengembangan Database Target Keberhasilan
Dana Desa (DD): Rp47.684,7 M Rata-rata DD per Desa: Rp643,6 juta ADD: Rp37.564,4 M Bagi Hasil PDRD: Rp4.270,3 M TOTAL= Rp89.519,4M Rata2 perdesa: Rp1.208,2 juta
Dana Desa (DD): Rp81.184,3M Rata-rata DD per Desa: Rp1.095,7 juta ADD: Rp42.285,9M Bagi Hasil PDRD: Rp4.975,9 M TOTAL= Rp128.446,3M Rata2 perdesa: Rp1.733,6 juta
2018
2017
2016 Penggunaan: - Sesuai kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa - Open menu dg prioritas utk mendukung program pembangunan & pemberdayaan masyarakat desa melalui pembangunan infrastruktur dasar desa - melalui pembangunan infrastruktur dasar Desa - Tdk dapat digunakan utk penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa Perencanaan: - APBDes - RKP Des - RPJM Des
Dana Desa (DD): Rp103.791,1M Rata-rata DD per Desa: Rp 1.400,8 juta ADD: Rp55.939,8M Bagi Hasil PDRD: Rp5.680,1M TOTAL= Rp165.411,1M Rata2 perdesa: Rp2.232,5 juta
Penggunaan: - Sesuai kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa - Open menu dg prioritas utk mendukung program pembangunan & pemberdayaan masyarakat desa melalui pembangunan infrastruktur dasar desa - Tdk dapat digunakan utk penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa Perencanaan: - APBDes - RKP Des - RPJM Des
Penggunaan: - Sesuai kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa - Open menu dg prioritas utk mendukung program pembangunan & pemberdayaan masyarakat desa melalui pembangunan infrastruktur dasar desa - Tdk dapat digunakan utk penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa Perencanaan: - APBDes - RKP Des - RPJM Des Pedoman Pelaksanaan; Pendampingan; Pengembangan Database: Target Keberhasilan
Dana Desa (DD): Rp111.840,2 M Rata-rata DD per Desa: Rp 1.509,5 juta ADD: Rp60.278,0 M Bagi Hasil PDRD: Rp6.384,6M TOTAL= Rp178.502,8 M Rata2 perdesa: Rp2.409,2 juta
2019 Penggunaan: - Sesuai kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa - Open menu dg prioritas utk mendukung program pembangunan & pemberdayaan masyarakat desa melalui pembangunan infrastruktur dasar desa - Tdk dapat digunakan utk penghasilan tetap Kades dan Perangkat Desa Perencanaan: - APBDes - RKP Des - RPJM Des Pedoman Pelaksanaan; Pendampingan; Pengembangan Database: Target Keberhasilan
Jumlah Desa 47 74.093
47
ARAH KEBIJAKAN TRANSFER KE DEPAN
Dasar Penyusunan Kebijakan Transfer TA.2016
RPJM 2015-2019 RKP 2016 RAPBN 2016
• Kebijakan keberpihakan (affirmative policy) kepada daerah-daerah yang saat ini masih tertinggal, terutama (a) kawasan perbatasan dan pulau-pulau terluar; (b) daerah tertinggal dan terpencil; (c) desa tertinggal; (d) daerah-daerah yang kapasitas pemerintahannya belum cukup memadai dalam memberikan pelayanan publik. • Disusun dengan mengacu pada RPJM dengan targettarget yang lebih spesifik • Melanjutkan kebijakan transfer dalam APBN-P TA.2015 •Terkait dengan kebijakan transfer ke daerah dan desa disusun dengan mempertimbangkan : •Penerimaan Dalam Negeri sebagai Dasar Perhitungan Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang diperkirakan tidak banyak mengalami perubahan; dan •Jumlah daerah yang akan memperoleh alokasi dana transfer meningkat
49
Kebijakan Strategis Transfer ke Daerah dan Dana Desa TA.2016
Arahan Presiden agar alokasi Transfer ke Daerah bagi pembangunan infrastruktur daerah (Kab/Kota) terus ditingkatkan; Melanjutkan affirmative policy terkait alokasi DAK; Pengalokasian DAU dengan tetap mempertimbangkan agar semua daerah memiliki kemampuan keuangan daerah yang sama untuk membiayai urusan yang menjadi tanggungjawabnya. Mengalokasikan dana desa dengan arah segera mencapai jumlah yang telah diamanatkan UU Nomor 6 Tahun 2014.
50
LANGKAH-LANGKAH YANG TELAH DILAKUKAN TERKAIT KEBIJAKAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
1. Percepatan penyampaian informasi alokasi transfer ke daerah dan dana desa melalui pengunggahan dalam website DJPK segera setelah pengambilan keputusan dalam rapat kerja banggar DPR RI bersama pemerintah untuk mempermudah Daerah dalam menyusun APBD; 2. Percepatan penyampaian informasi penetapan rincian transfer ke daerah dan dana desa dalam Peraturan Presiden melalui website DJPK. Kebijakan ini dilakukan juga dalam rangka mempermudah Daerah dalam menyusun APBD; 3. Pedoman penyusunan APBD harus dikoordinasikan terlebih dahulu kepada Kemenkeu dan Bappenas sebelum ditetapkan Kemendagri. Kebijakan ini dilakukan untuk memastikan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran antara Pusat dengan Daerah. (Pasal 308 UU 23/2014) 51
ARAH KEBIJAKAN HKPD KE DEPAN … (1) (DRAFT REVISI UU 28/2009)
Peningkatan Kemandirian Daerah Dalam Pembiayaan Untuk Meningkatkan Efisiensi dan Akuntabilitas Memperluas basis pajak daerah melalui pendaerahan PBB P3. Memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengenakan opsen atas pajak pusat (PPh Orang Pribadi). Menyederhanakan struktur pajak daerah dan retribusi daerah.
52
ARAH KEBIJAKAN HKPD KE DEPAN … (2) (DRAFT REVISI UU 33/2004)
1. Reformulasi Sumber Pendanaan APBD a. Reformulasi DBH: Memperkuat konsepsi by origin DBH (menghapus DBH yang tidak punya dampak signifikan terhadap penerimaan daerah namun menyalahi prinsip by origin), yaitu menghapus DBH Perikanan. Penyaluran DBH menggunakan mekanisme prognosa pada akhir tahun, yang selanjutnya selisihnya dengan realisasi akan diperhitungkan pada tahun berikutnya. b. Reformulasi DAU: Menghapus alokasi dasar (belanja pegawai daerah), sehingga formula DAU hanya didasarkan pada Fiscal Gap, guna mengurangi dorongan inefisiensi belanja pegawai. Penetapan bobot daerah berdimensi jangka menengah (3 tahun) Kebutuhan fiskal diukur dengan ukuran kebutuhan riil (transisi penerapan 5 tahun) 53
ARAH KEBIJAKAN HKPD KE DEPAN … (3) (DRAFT REVISI UU 33/2004)
c. Reformulasi DAK: DAK Prioritas Nasional: DAK harus benar-2 tepat sasaran dan mendukung target prioritas program kerja pemerintah(i) prioritas bersifat fleksibel sesuai RKP; (ii) penentuan daerah berbasis pada kriteria prioritas pencapaian output; (iii) jumlah bidang per tahun relatif terbatas namun mempunyai dampak yg signifikan. DAK untuk pencapaian SPM/SPN sektor layanan dasar (sektor kesehatan, pendidikan dan infrastruktur dasar (jalan, jembatan, air minum dan irigasi). DAK untuk pencapaian prioritas nasional (dapat ditentukan setiap tahun sesuai prioritas pemerintah) berbasis prioritas kewilayahan dan/atau sektoral. Konsep output based untuk mengurangi rigiditas petunjuk penggunaan dari Pusat (K/L terkait), namun digantikan dengan target output yang harus dicapai oleh daerah. Penerapan kerangka pendanaan jangka menengah pada DAK. Besaran DAK harus ditingkatkan secara signifikan agar arah pembangunan nasional dapat lebih terkendali Tidak ada dana pendamping DAK d. Mengintegrasikan dana transfer lainnya (yang penggunaannya telah ditentukan, seperti TPG, BOS, dll) ke dalam DAK yang dapat digunakan untuk kegiatan fisik dan non-fisik.
54
ARAH KEBIJAKAN HKPD KE DEPAN … (4) (DRAFT REVISI UU 33/2004)
2. Penegasan mekanisme pendanaan sesuai urusan pemerintahan a. Urusan daerah didanai dari APBD, dan APBD dilarang mendanai urusan Pusat diserta dengan penerapan sanksi berupa pembatalan Perda APBD oleh Gubernur untuk APBD Kab/Kota dan Mendagri untuk APBD Provinsi apabila Daerah melanggar. b. Urusan Pusat didanai dari APBN, dan K/L dilarang mendanai urusan Daerah c. Pelanggaran dikenakan sanksi pemotongan anggaran tahun berikutnya. 3. Pengendalian pemekaran daerah Pengalokasian Dana Perimbangan kepada daerah otonom baru tidak secara otomatis setelah penetapan, namun baru dilakukan pada tahun kedua. 4. Pengendalian belanja daerah dan perbaikan pengelolaan keuangan: a. kontrol terhadap dana idle daerah, bila Pemda mempunyai deposito jangka > 2 bulan sebesar >1/12 belanja APBD, maka transfer dapat digantikan dengan SUN. Hal ini dimaksudkan agar daerah lebih fokus pada belanja untuk peningkatan kuantitas dan kualitas public service delivery, dan mengurangi fokus daerah pada investasi financial; 55
ARAH KEBIJAKAN HKPD KE DEPAN … (5) (DRAFT REVISI UU 33/2004) b. c.
Pengendalian batas maksimal kumulatif defisit APBD; Pengaturan mengenai belanja, utamanya batas minimal untuk belanja infrastruktur yang langsung terkait dengan peningkatan kuantitas layanan publik dalam APBD.
5. Pengaturan mengenai Pinjaman Daerah a. Ruang yang lebih leluasa bagi daerah dalam melakukan pinjaman daerah aturan tetap prudent namun tidak mempersulit daerah; b. Pengembangan Lembaga pembiayaan daerah semacam RIDF. 6. Surveillance serta reward and punishment Surveillance dilakukan secara berkala, sebagai salah satu alat untuk memberikan reward and punishment kepada daerah yang didasarkan pada kinerja keuangannya.
56
KEBIJAKAN DANA DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN
57
PRINSIP DASAR PENDANAAN Pemerintah (K/L) berwenang menentukan lokasi lokasi,, anggaran dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan dan ditugaskan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara negara,, keseimbangan pendanaan di daerah daerah,, dan kebutuhan pembangunan daerah daerah.” .” ( PP 7/2008 Pasal 21 dan Pasal 50 )
Penjelasan PP 7/2008 Pasal 21 dan Pasal 50 • Kemampuan keuangan negara pengalokasian disesuaikan dengan kemampuan APBN dalam mendanai urusan pemerintah pusat melalui bagian anggaran K/L • Keseimbangan pendanaan di daerah pengalokasian mempertimbangkan kemampuan fiskal daerah yang terdiri dari besarnya transfer ke daerah dan kemampuan keuangan daerah • Kebutuhan pembangunan daerah pengalokasian disesuaikan dengan prioritas pembangunan nasional dan prioritas pembangunan daerah 58
TUJUAN REKOMENDASI Berdasarkan Prinsip Dasar Pendanaan Dekon-TP tersebut, setiap tahun Kementerian Keuangan menerbitkan rekomendasi kepada K/L, dengan tujuan:
Mewujudkan proporsionalitas agar sebaran alokasi dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan tidak terkonsentrasi pada daerah tertentu. Meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Memberi masukan kepada Kementerian/Lembaga dalam perencanaan lokasi dan anggaran dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (PMK No. 156/PMK.07/2008 Sebagaimana telah disempurnakan dengan PMK No. 248/PMK.07/2010) 59
VARIABEL KESEIMBANGAN PENDANAAN Variabel Kemampuan Fiskal Daerah (KFD)
Variabel Keseimbangan Pendanaan di Daerah
Variabel Pembangunan di Daerah (IPM)
Sumber Data : - KFD dari Pemda (APBD) dan Kemenkeu - IPM dari BPS
APBD : PAD dan Lain-Lain Pendapatan yg sah Dana Perimbangan Dana Otsus dan Dana Penyesuaian Belanja PNSD
Indikator Pembangunan Masyarakat di Daerah, mencakup bidang : Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteraan rakyat
Untuk rekomendasi alokasi Tahun 2016, data fiskal menggunakan data tahun 2014 dan IPM Tahun 2013 60
KELOMPOK DAERAH REKOMENDASI TAHUN 2015 IPM Nasional
Prioritas 2
Kuadran II
Kuadran I
IKFD rill perkapita di bawah rata rata--rata dan IPM di atas IPM Nasional
IKFD rill perkapita di atas rata rata--rata dan IPM di atas IPM Nasional
Non Prioritas
Rata2 IKFD rill per kapita
Prioritas 1
Kuadran III
Kuadran IV
IKFD rill perkapita di bawah rata rata--rata dan IPM di bawah IPM Nasional
IKFD rill perkapita diatas rata rata--rata dan IPM di bawah IPM Nasional
Non Prioritas
61
REKOMENDASI TAHUN 2015 Dalam Perencanaan Lokasi dan Alokasi Dana Dekon Dekon/TP /TP Tahun 2016 2016:: 1. Daerah yang direkomendasikan untuk diprioritaskan mendapat alokasi dana dekonsentrasi dan dan//atau dana tugas pembantuan T.A 2016 sebanyak 390 daerah daerah,, dengan rincian : – Prioritas 1: daerah yang mempunyai tingkat kemampuan keuangan dibawah rata rata--rata nasional nasional,, dan tingkat pembangunan kesejahteraan masyarakat (IPM) dibawah IPM nasional nasional.. Kelompok daerah ini perlu mendapat perhatian melalui intervensi pemerintah pusat melalui kewenangan yang dimiliki sehingga dapat menstimulasi percepatan pembangunan di daerah tersebut melalui penyelenggaraan program dan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan pembantuan.. Kelompok daerah ini sebanyak 242 daerah daerah,, yang terdiri dari 15 Provinsi dan 227 Kabupaten Kabupaten/Kota /Kota – Prioritas 2: daerah yang mempunyai tingkat kemampuan keuangan dibawah rata rata--rata nasional nasional,, namun memiliki tingkat pembangunan kesejahteraan masyarakat (IPM) di atas IPM nasional nasional.. Kelompok daerah ini diasumsikan sebagai “daerah berkinerja baik baik”,”, karena walaupun memiliki tingkat kemampuan keuangan dibawah rata rata--rata nasional namun masih dapat secara efektif melalukan pembangunan daerah melalui kegiatan pelayanan terhadap masyarakat dengan baik baik.. Kelompok ini perlu mempertahankan kinerjanya kinerjanya,, dengan diberikan program dan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang berkesinambungan berkesinambungan.. Kelompok daerah ini sebanyak 148 daerah,, yang terdiri dari 12 Provinsi dan 136 Kabupaten daerah Kabupaten/Kota /Kota 62
REKOMENDASI TAHUN 2015 2. Kementerian/ Kementerian/Lembaga wajib memperhatikan program/ program/kegiatan kegiatan yang merupakan urusan pemerintah yang didanai melalui mekanisme Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan secara tertib,, dan taat pada peraturan perundang tertib perundang-undangan undangan.. 3. Kementerian/ Kementerian/Lembaga mempertimbangkan program/ program/kegiatan kegiatan tugas pembantuan dengan komposisi belanja modal yang lebih besar dari jenis belanja lainnya dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah daerah.. 4. Kementerian/ Kementerian/Lembaga melakukan langkah langkah--langkah percepatan penyerapan anggaran kegiatan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan dalam rangka pencapaian target pembangunan nasional nasional.. 5. Kementerian/ Kementerian/Lembaga melakukan koordinasi dengan kepala daerah pada saat penyusunan Renja K/L dalam rangka sinergi kebijakan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pembantuan.. 6. Kementerian/ Kementerian/Lembaga memberikan masukan kepada Kepala Daerah agar memperhatikan ketersediaan sumber daya manusia yang mampu dan berpengalaman dalam pengelolaan keuangan di setiap SKPD sehingga tidak mengganggu pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan pembantuan,, terutama apabila pejabat dimaksud berpindah tugas atau promosi promosi.. 63
Terima Kasih Kementerian Keuangan Jl. DR Wahidin No. 1, Gd. Radius Prawiro Jakarta Pusat, Indonesia, 10710 Telp. +6221-3509442 Fax. +6221-3509443 Website : http://www. djpk.depkeu.go.id
Alokasi Transfer ke Daerah Jawa Timur Dalam APBN 2015 No
DBH PAJAK
DBH SDA
DAU
DAK
TRANSFER LAINNYA
2.360.556.945
497.015.297
1.587.261.707
66.039.190
3.701.477.027
DESA
JUMLAH
1
Provinsi Jawa Timur
- 8.212.350.166
2
Kab. Bangkalan
58.993.456
30.717.397
888.673.426
211.121.740
222.943.939
79.115.023
1.491.564.981
3
Kab. Banyuwangi
52.344.629
31.032.412
1.288.940.680
141.830.300
391.515.273
59.888.614
1.965.551.908
4
Kab. Blitar
32.812.302
28.266.695
1.037.911.125
145.856.470
361.497.606
62.103.692
1.668.447.890
5
Kab. Bojonegoro
241.685.999
949.170.738
895.987.113
67.346.180
312.542.329
116.539.758
2.583.272.117
6
Kab. Bondowoso
26.608.240
27.996.347
862.599.540
122.444.580
209.870.147
60.687.619
1.310.206.473
7
Kab. Gresik
127.581.957
27.840.008
873.265.959
110.844.780
251.330.481
91.691.495
1.482.554.680
8
Kab. Jember
59.647.855
28.652.927
1.586.836.602
208.153.250
467.188.346
71.400.973
2.421.879.953
9
Kab. Jombang
42.829.659
27.869.552
1.032.325.237
70.876.670
324.752.253
85.437.433
1.584.090.804
10 Kab. Kediri
42.776.579
28.023.217
1.177.392.295
94.367.170
356.321.847
97.418.474
1.796.299.582
11 Kab. Lamongan
44.949.106
28.164.502
1.064.300.915
154.244.850
327.076.433
127.056.805
1.745.792.611
12 Kab. Lumajang
32.938.720
28.638.830
923.492.395
92.841.390
260.055.965
57.562.288
1.395.529.588
13 Kab. Madiun
27.455.446
28.477.315
832.357.223
138.123.730
239.959.711
55.287.810
1.321.661.235
14 Kab. Magetan
25.205.387
27.746.666
856.278.521
83.460.730
281.727.549
56.708.716
1.331.127.569
15 Kab. Malang
58.352.960
28.081.439
1.613.161.777
153.350.440
470.101.642
109.423.772
2.432.472.030
16 Kab. Mojokerto
49.332.627
27.763.943
923.747.632
88.135.250
277.043.793
82.636.892
1.448.660.137
17 Kab. Nganjuk
35.667.467
28.001.790
1.024.223.014
76.950.740
344.204.370
75.231.367
1.584.278.748
18 Kab. Ngawi
31.545.014
28.301.789
995.119.303
104.967.240
325.300.324
61.959.247
1.547.192.917
19 Kab. Pacitan
24.264.163
27.878.503
714.847.233
95.364.070
233.458.728
46.754.834
1.142.567.531
20 Kab. Pamekasan
39.374.503
27.742.497
817.903.633
143.369.090
221.910.875
54.023.090
1.304.323.688 65
Alokasi Transfer ke Daerah Jawa Timur Dalam APBN 2015 No
DBH PAJAK
DBH SDA
DAU
DAK
TRANSFER LAINNYA
DESA
JUMLAH
21 Kab. Pasuruan
59.901.037
27.789.592
1.089.359.282
80.654.920
300.839.153
96.110.603
1.654.654.587
22 Kab. Ponorogo
33.614.279
28.127.479
993.319.105
89.213.600
314.436.595
78.829.344
1.537.540.402
23 Kab. Probolinggo
40.853.242
27.835.650
956.969.595
78.887.940
253.564.016
94.777.663
1.452.888.106
24 Kab. Sampang
43.355.678
27.742.497
788.345.170
229.951.050
169.581.504
58.384.564
1.317.360.463
127.010.080
28.203.926
1.206.659.789
67.159.110
402.714.305
91.414.871
1.923.162.081
26 Kab. Situbondo
30.131.093
27.812.010
787.728.919
123.132.470
203.315.617
38.962.693
1.211.082.802
27 Kab. Sumenep
95.039.792
27.841.974
1.010.159.421
195.609.160
239.972.235
94.880.517
1.663.503.099
28 Kab. Trenggalek
26.943.112
27.920.751
839.497.985
84.488.400
272.129.117
44.080.846
1.295.060.211
29 Kab. Tuban
75.974.399
33.507.820
955.939.873
66.605.040
302.587.953
88.124.523
1.522.739.608
30 Kab. Tulungagung
30.918.238
27.903.687
1.111.457.117
110.360.560
387.867.390
71.037.288
1.739.544.280
31 Kota Blitar
18.583.576
27.742.497
400.654.035
40.658.470
81.298.192
-
568.936.770
32 Kota Kediri
33.848.174
27.742.497
634.461.169
33.818.740
114.960.439
-
844.831.019
33 Kota Madiun
24.768.358
27.742.497
509.817.165
49.830.570
151.107.359
-
763.265.949
34 Kota Malang
52.253.466
27.742.497
818.758.893
21.842.860
224.002.501
- 1.144.600.217
35 Kota Mojokerto
21.387.837
27.742.497
382.373.637
31.249.630
74.803.100
-
537.556.701
36 Kota Pasuruan
24.284.125
27.742.497
399.095.322
40.221.040
60.722.444
-
552.065.428
37 Kota Probolinggo
24.896.544
27.742.497
463.649.666
46.543.730
105.523.823
-
668.356.260
291.566.436
27.742.497
1.147.385.486
12.955.800
487.828.199
- 1.967.478.418
18.849.096
27.746.850
413.219.693
43.377.140
55.476.876
25 Kab. Sidoarjo
38 Kota Surabaya 39 Kota Batu
6.484.041
565.153.696
66
DASAR HUKUM DAN KEBIJAKAN DANA TAMBAHAN INFRASTRUKTUR PROVINSI PAPUA DAN PAPUA BARAT Pasal 34 ayat (3) huruf f UU 21/2001
Dana Tambahan Infrastruktur: ditetapkan antara Pemerintah dan DPR berdasarkan usulan Provinsi pada setiap tahun anggaran, yang terutama ditujukan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur dalam 25 tahun seluruh kota-kota provinsi, kabupaten/kota, distrik atau pusat-pusat penduduk lainnya terhubungkan dengan transportasi darat, laut, atau udara yang berkualitas
Penggunaan Dana Tambahan Infrastruktur Prov Papua dan Papua Barat tidak diatur secara detai dalam UU, namun diarahkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur seperti: jalan, jembatan, dermaga, sarana transprtasi darat, sungai maupun laut dalam rangka mengatasi keterisolasian dan kesenjangan penyediaan infrastruktur antara Papua dan Papua Barat dengan daerah lainnya. 67
Dana Keistimewaan DIY (UU Nomor 13 Tahun 2012) DANA KEISTIMEWAAN DIY Dana yang berasal dari APBN dalam rangka pelaksanaan kewenangan Keistimewaan DIY yang diperuntukkan bagi dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi DIY yang pengalokasian dan penyalurannya melalui mekanisme transfer ke daerah sesuai kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara.
KEWENANGAN KEISTIMEWAAN DIY Wewenang tambahan tertentu yang dimiliki oleh DIY selain wewenang yang ditentukan dalam UU Pemerintahan Daerah, yaitu: 1. tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; 2. Kelembagaan ; 3. Kebudayaan; 4. Pertanahan; 5. Tata Ruang.
68
Perkembangan Alokasi dan Pagu Alokasi Dana Keistimewaan DI Yogyakarta 2015 No.
Bidang Kewenangan
Alokasi (miliar Rupiah) 2014
1.
Tata Cara Pengisian Jabatan Gubernur & Wakil Gubernur
2.
2015 0,4
-
Kebudayaan
375,2
420,8
3.
Pertanahan
23,0
10,6
4.
Kelembagaan pemerintah
1,7
1,7
5.
Tata ruang
123,6
114,4
523,9
547,5
Jumlah
69
Otonomi Percontohan
UU No.5 Tahun 1974 UU Darurat No.11 &12 Tahun 1957
• Pajak (40 Jenis) dan Retribusi (150 Jenis) • Pelimpahan Pajak Pusat PKB/BBNKB • Open list • Pengendalian oleh pusat/provinsi
UU No.18 Tahun 1997
• Krisis Ekonomi tidak banyak berdampak terhadap peningkatan PAD • Membatasi Jenis Pajak dan Retribusi • Closed list • Pajak baru yang potensial PBBKB
UU No.22 /1999 UU No.25 /1999
UU No.34 Tahun 2000
• Open list • Pengendalian pungutan daerah yang bermasalah sulit dilakukan
Memperkuat Otonomi
UU No.28 Tahun 2009
• Closed list • Ada Pajak baru yaitu, PBB-P2, BPHTB, dan Pajak Rokok
70
TAX RATIO DAN ELASTISITAS PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH 2011 Nasional Provinsi Kab Tax Ratio (%) Tax Elasticity
1,45
Kota
0,39
Kota
1,12
0,43
0,79
1,66
1,17
0,50
0,87
2,52 2,11 2,96 5,57 1,69 Elastis Elastis Elastis Elastis Elastis
1,51 Elastis
2,28 Elastis
2,11 Elastis
1,63 Elastis
1,39 Elastis
2,56 Elastis
1,76 Elastis
2011 Prov Kab
0,70
Kota
2013 Nasional Provinsi Kab
1,56
Se-Prov Kalteng
1,07
2012 Nasional Provinsi Kab
Kota
Se-Prov Kalteng
2012 Prov Kab
Kota Se-Prov Kalteng
2013 Prov Kab
Kota
Tax Ratio
1,84
1,45
0,39
0,77
1,92
1,51
0,41
0,94
1,94
1,54
0,38
0,99
Tax Elasticity
3,52
4,03
1,85
2,98
1,35
1,31
1,29
2,80
1,09
1,19
0,53
1,40
Secara Nasional, rasio penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PDRB (tax ratio) masih sangat rendah meskipun terus mengalami peningkatan selama periode 2011 – 2013 dari sebesar 1,45% pada tahun 2011 menjadi 1,66% pada tahun 2013. Adapun tingkat elastisitas PDRD terhadap PDRB secara Nasional dapat dikatakan cukup baik meskipun hanya sebesar 1,63 pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa upaya pemungutan PDRD relatif lebih baik. 71
PERANAN DANA DANA PERIMBANGAN TERHADAP PENDAPATAN DAERAH YANG SEMAKIN MENURUN Secara Nasional, peranan dana perimbangan terhadap pendapatan daerah terus mengalami penurunan dari 68,3% tahun 2010 menjadi 55,3% pada tahun 2015. Peranan dana perimbangan terhadap pendapatan daerah di provinsi/kab/kota juga mengalami penurunan dari 82,2% pada tahun 2010 menjadi 73,8% pada tahun 2015.
72
9 (NINE) POINT TEST PROVINSI JAWA TIMUR
73
Tren Rasio Pendapatan terhadap Jumlah Penduduk Provinsi
Rata-rata kab/kota di dalam Provinsi
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
Rasio pendapatan per penduduk memberikan gambaran besaran dana yang digunakan untuk memberikan pelayanan dasar per-jiwa. Dibanding dengan rata-rata nasional baik provinsi ataupun kab/kota, daerah di Provinsi Jawa Timur memiliki tren rasio pendapatan per jumlah penduduk yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata provinsi secara nasional. Demikian juga dengan rataan tren rasio pendapatan per kapita di Kab/Kota yang ada di Provinsi Jawa Timur, masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata pendapatan per kapita kab/kota di seluruh Indonesia. . Hal ini mengindikasikan bahwa isu pemerataan pemberian layanan dasar per jiwa masih perlu ditingkatkan di Provinsi Jawa Timur mengingat jumlah Penduduk di Provinsi Jawa Timur yang berada di atas rata-rata penduduk 74 daerah lainnya.
Rasio PAD/Total Pendapatan Daerah Provinsi
Rata-rata kab/kota di dalam Provinsi
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
Semakin besar rasio PAD terhadap pendapatan menunjukkan ketergantungan pendapatan daerah terhadap dana transfer pemerintah semakin kecil. Jika dibanding dengan rata-rata provinsi lainnya, rasio PAD Provinsi Jawa Timur lebih besar. Hal tersebut disebabkan transfer ke Provinsi Jawa Timur tidak sebesar rasio daerah lainnya. Hal yang sama juga terjadi atas rataan PAD kab-kota yang ada di Provinsi Jawa Timur. 75
Rasio Ruang Fiskal thd Total Pendapatan Provinsi
Rata-rata kab/kota di dalam Provinsi
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
Ruang fiskal merupakan gambaran pendapatan daerah yang peruntukannya masih bisa ditentukan pemerintah daerah secara bebas. Ruang fiskal merupakan pendapatan daerah dikurangi pendapatan yang bersifat earmarked (sudah ditentukan peruntukannya) dan belanja rutin (belanja pegawai dan bunga)
Ruang fiskal Provinsi Jawa Timur lebih tinggi dari provinsi lainnya, sehingga Pemerintah Provinsi Jawa Timur cenderung lebih leluasa dalam menentukan peruntukan belanjanya. Sedangkan kab/kota di dalam Provinsi Jawa Timur memiliki rasio Ruang Fiakal yang masih rendah, hal ini dikarenakan salah satu pendapatan terbesar (otsus dan penyesuaian) menjadi salah satu pengurang di kab/kota yang ada di Provinsi Jawa 76 Timur.
Perbandingan Pendapatan dari Pajak dan Retribusi Daerah terhadap PDRB Provinsi
Rata-rata kab/kota di dalam Provinsi
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
Rasio pajak dan retribusi terhadap Pendapatan domestik bruto masih relatif cukup kecil, terlebih untuk kab/kota yang lebih rendah dari satu persen. Rasio provinsi lebih rendah dibanding dengan kab/kota, namun untuk Provinsi Jawa Timur masih cukup kecil. Pajak provinsi terbesar berasal dari pajak kendaraan bermotor dimana jumlah kendaraan bermotor di Prov. Jawa Timur masih lebih sedikit dibanding provinsi lainnya. 77
Perbandingan Belanja Modal terhadap total Belanja Provinsi
Rata-rata kab/kota di dalam Provinsi
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
• Belanja modal merupakan belanja yang identik dengan belanja yang diperuntukkan untuk pelayanan ke masyarakat. • Tahun 2015 rasio belanja modal terhadap total pendapatan cenderung meningkat karena dalam realisasi APBD belanja daerah khususnya belanja modal mempunyai penyerapan yang lebih rendah dari belanja lainnya. • Belanja modal kab/kota cenderung meningkat dari tahun 2010, sama halnya dengan rasio belanja modal Provinsi Jawa Timur.
78
Perbandingan Pendapatan terhadap total Belanja Provinsi
Rata-rata kab/kota di dalam Provinsi
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
• •
•
Rasio ini mengukur tingkat kemampuan keuangan daerah dalam mendanai belanja daerahnya. Pada Tahun 2012 dan 2013, rasio pendapatan terhadap total belanja di atas pengeluaran belanja, sementara pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2015, rasionya tidak mencapai 100%, artinya pada 2 tahun terakhir ada bagian defisit pada APBD yang ditutup melalui pembiayaan. Demikian juga pada rata-rata kab/kota di dalam provinsi Jawa Timur, pada Tahun 2014 dan Tahun 2015 sebagian belanja daerah ditutup dari pembiayaan. 79
Perbandingan Belanja Pegawai terhadap total Belanja Provinsi
Rata-rata kab/kota di dalam Provinsi
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
Rasio ini mengukur tingkat kemampuan daerah mengalokasikan belanja pegawai terhadap total belanjanya. Semakin tinggi rasio belanja pegawai menunjukkan semakin sempitnya ruang gerak belanja pemda. Rasio belanja pegawai Provinsi Jawa Timur cenderung lebih rendah dan kab/kota di Jawa Timur cenderung lebih tinggi dibanding daerah lainnya. Rasio belanja kab/kota di Jawa Timur cenderung menurun, sama dengan tren rata-rata kab/kota lainnya. 80
Perbandingan SiLPA tahun Sebelumnya Terhadap Total Belanja • Rasio ini mengukur proporsi SiLPA tahun sebelumnya terhadap belanja daerah tahun berjalan.
Provinsi
• Rasio SiLPA yang besar menggambarkan besaran dana yang belum digunakan untuk pelayanan dasar ke masyarakat. • SiLPA provinsi cenderung menurun sejak tahun 2010, sedangkan untuk kab/kota cenderung meningkat dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Linear dengan ratarata kab/kota secara nasional, kab/kota di Aceh mempunyai rasio SiLPA yang meningkat. • Rasio TA 2014 dan 2015 cenderung turun karena tahun tersebut masih menggunakan data anggaran, dimana anggaran SiLPA selalu lebih rendah realisasi APBD.
Rata-rata kab/kota di dalam Provinsi
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
81
Perbandingan Transfer ke Daerah terhadap Total Pendapatan Provinsi
Rata-rata kab/kota di dalam Provinsi
Transfer Ke Daerah terdiri dari transfer dana perimbangan, dana otsus dan dana penyesuaian. Transfer daerah yang rendah menunjukkan tingkat kemandirian daerah, semakin rendah maka daerah semakin mandiri dan semakin tinggi semakin tergantung pada Pemerintah Pusat.
82
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
Perbandingan Pembayaran Pokok Bunga dan Utang terhadap Pendapatan Provinsi
Rata-rata kab/kota di dalam Provinsi
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
Rasio ini mengukur tingkat kemampuan daerah membayar pokok utang dan bunga dari pendapatan daerahnya dalam satu periode. Rasio Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 2015 cenderung berada di kisaran angka 0%. Kab/kota di Jawa Timur mempunyai rasio yang berbeda dengan provinsi, secara ratarata kab/kota di Jawa Timur mempunyai rasio pembayaran pokok pinjaman dan bunga diatas 0,1%. Namun, angka tersebut masih lebih rendah dari rata-rata kab/kota secara nasional. Rasio yang rendah tersebut ditengarai karena besaran pendapatan dan SILPA yang cukup tinggi sehingga potensi pinjaman masih terbilang rendah.
83
Perbandingan Belanja Barang & Jasa terhadap total Belanja Provinsi
Rata-rata kab/kota di dalam Provinsi
* 2011-2013 Data Realisasi; 2014-2015 Data Anggaran
• Rasio ini mengukur tingkat kemampuan daerah dalam mengalokasikan belanja barang dan jasa terhadap total belanjanya. • Rasio belanja barang dan jasa per total belanja Provinsi Jawa Timur menunjukkan tren yang fluktuatif dari tahun 2010 sampai tahun 2015. Pada penganggaran tahun 2014 dan 2015, Provinsi Jawa Timur cenderung menetapkan proporsi anggaran belanja barang dan jasanya lebih rendah dari pada realisasi Sedangkan pada anggaran 2013 menunjukkan peningkatan. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada rasio barang dan jasa terhadap total belanja kab/kota di Provinsi Jawa Timur.