LAPORAN TRIWULANAN
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017
VISI BANK INDONESIA “Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil”
MISI BANK INDONESIA 1. 2.
3. 4.
Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional, Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional, Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
TUGAS BANK INDONESIA (Pasal 8 UU No. 23 Tahun 1999)
1. 2. 3.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Mengatur dan mengawasi bank.
Kritik, saran dan komentar dapat disampaikan kepada : Redaksi : Tim Ekonomi Moneter Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara Jl. Jos Sudarso No. 1, Ternate Telp : (0921) 3121217 Fax : (0921) 3124017
KATA PENGANTAR
Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank. Pelaksanaan tugas pokok tersebut ditujukan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Sejalan dengan undang-undang tersebut, keberadaan Kantor Bank Indonesia di daerah merupakan bagian dari jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yang berperan sebagai pelaksana kebijakan Bank Indonesia dan tugas-tugas pendukung lainnya di daerah. Sebagai jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia di bidang ekonomi dan moneter, Bank Indonesia Ternate berperan memberikan masukan dengan menyusun dan menerbitkan suatu produk yaitu Kajian Ekonomi Regional yang pokok bahasannya terdiri atas Perkembangan Ekonomi, Perkembangan Inflasi Regional, Kinerja Perbankan dan Sistem Pembayaran Provinsi Maluku Utara dan Prospek Ekonomi. Kajian ini diolah berdasarkan data dan informasi di daerah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan moneter Bank Indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi bagi penentu kebijakan di daerah. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih menemui beberapa kendala. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran serta kerjasama dari semua pihak agar kualitas dan manfaat laporan ini menjadi lebih baik di waktu yang akan datang. Akhirnya, kepada pihak-pihak yang membantu tersusunnya laporan ini, kami sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih.
Ternate, Mei 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA
Budiyono Kepala Perwakilan
i
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA RINGKASAN UMUM
I iii v vi viii x
BAB I
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO 1.1 Kondisi Umum 1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan 1.3 Perkembangan Ekonomi dari Sisi Penawaran
1 1 2 12
BOKS I
KOMODITI/PRODUK/JENIS USAHA (KPJU) UNGGULAN UMKM
23
BAB II
KEUANGAN PEMERINTAH 2.1 Kondisi Umum 2.2 Pendapatan Daerah 2.3 Belanja Daerah 2.4 Defisit dan Pembiayaan
28 28 31 33
BAB III
INFLASI DAERAH 3.1 Kondisi Umum 3.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate 3.3 Faktor-Faktor Penggerak Inflasi
35 35 36 43
BAB IV
SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 4.1 Kondisi Umum Perbankan 4.2 Stabilitas Sistem Keuangan
49 49 55
BAB V
SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOAAN UANG 5.1 Kondisi Umum 5.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 5.3 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai
59 59 59 63
BOKS II
PERKEMBANGAN PENOLAKAN UANG LOGAM
67
BAB VI
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 6.1 Kondisi Umum 6.2 Perkembangan Ketenagakerjaan 6.3 Pengangguran 6.4 Nilai Tukar Petani (NTP) 6.5 Tingkat Kemiskinan
69 69 69 72 73 76 iii
BAB VII
PROSPEK PEREKONOMIAN 7.1 Prospek Perekonomian Makro 7.2 Prospek Inflasi Daerah 7.3 Prospek Perbankan
79 79 81 82
iv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7
Struktur PDRB Sisi Penggunaan Realisasi Investasi Triwulan I 2014 di Maluku Utara Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil
3 7 13 15 16 16 20
Tabel
2.1
30
Tabel
2.2
Tabel
2.3
Tabel
2.4
Tabel
2.5
Tabel
2.6
Perkembangan Anggaran Pendapatan Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Anggaran dan Realisasi Pendapatan Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Anggaran dan Realisasi Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah)
Tabel
3.1
36
Tabel Tabel
3.2 3.3
Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Kondisi Inflasi/Deflasi & Andil Kelompok Pengeluaran Kota Ternate Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
5.1 5.2 5.3 5.4 5.5
Kegiatan Kas Keliling Triwulan I 2014 Kegiatan Sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Triwulan I 2014 Perkembangan Cek/BG Perkembangan Perputaran Kliring Perkembangan RTGS
62 62 64 64 65
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7
Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama Nilai Tukar Petani (NTP) Di Wilayah Sulampua Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara Per Subsektor Perkembangan Penduduk Miskin di Maluku Utara Perkembangan Garis Kemiskinan di Maluku Utara
70 71 72 74 75 76 77
Tabel
7.1
Perkembangan Produksi Ikan Tangkap
80
30 32 32 33 34
37 38
v
DAFTAR GRAFIK Halaman
Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 1.10 1.11 1.12 1.13 1.14 1.15 1.16 1.17 1.18 1.19 1.20 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 1.26 1.27 1.28 1.29 1.30 1.31 1.32 1.33 1.34 1.35 1.36 1.37
Perkembangan PDRB Maluku Utara Struktur PDRB Sisi Penggunaan Perkembangan Konsumsi Masyarakat Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Indeks Penadpatan Rumah Tangga (IPRT) Perkembangan Kredit Konsumsi Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Volume Bongkar Bahan Makanan (Ton/M3) Volume Bongkar Telur (Ton/M3) Volume Bongkar Minuman Ringan (Ton/M3) 3 Volume Bongkar Bawang (Ton/M ) Volume Bongkar Beras Umum Non Dolog (Ton/M3) Total Volume Bongkar (Ton/M3) Perkembangan Investasi di Maluku Utara Perkembangan Kredit Investasi Perkembangan Konsumsi Semen Perkembangan Konsumsi Pemerintah Perkembangan Giro Pemerintah Perkembangan PDRB Sektor Ekspor Perkembangan Volume Ekspor Perkembangan Nilai Ekspor Perkembangan Ekspor Kopra Perkembangan Ekspor Nikel Perkembangan Harga Internasional Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate Perkembangan PDRB Riil Sektor Impor Perkembangan Kegiatan Impor Struktur PDRB Sisi Penawaran Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian Perkembangan Kredit Pertanian Perkembangan Kinerja Ikan Tangkap Perkembangan PDRB Riil Sektor PHR Perkembangan Kredit Sektor PHR Perkembangan TPK Perkembangan PDRB Riil Sektor Industri Pengolahan Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertambangan dan Penggalian Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan dan Penggalian
1 2 4 4 4 4 5 5 5 6 6 6 6 7 7 7 8 8 9 10 10 11 11 11 12 12 12 13 14 17 17 18 19 19 19 22 22
Grafik Grafik
2.1 2.2
Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam juta rupiah) Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam miliar rupiah)
28 29
Grafik Grafik Grafik
3.1 3.2 3.3
36 39 40
Grafik
3.4
Grafik
3.5
Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate, Sulampua & Nasional Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Januari 2014 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Februari 2014 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Maret
41 43 vi
2014 Pergerakan Inflasi Berdasarkan Faktor Penyebabnya Pergerakan Harga Nikel dan Emas Internasional Pergerakan Harga Crude Oil West Texas Intermediate Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Volume Tangkap dan Nilai Ikan Tangkap Perkembangan Harga Ikan Tangkap
Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik
3.6 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11
Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik Grafik
4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10
Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah) Perkembangan DPK (miliar rupiah) Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara
Grafik Grafik
5.1 5.2
60 60
Grafik Grafik Grafik
5.3 5.4 5.5
Aliran Kas Uang Kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut Perkembangan Aliran Kas Uang Kartal (yoy) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Temuan Uang Palsu di Wilayah Kerja KPw BI Prov. Perkembangan RTGS Kota Ternate
Grafik Grafik Grafik
6.1 6.2 6.3
Sebaran Tenaga Kerja Per Sektoral di Maluku Utara Perkembangan Jumlah Pengangguran dan TPT Maluku Utara Perkembangan NTP Maluku Utara
71 73 74
Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah)
Perkembangan Bank Syariah Perkembangan BPR/S Perkembangan NPL’s Perbankan Struktur Aliran Dana Kredit Sektoral Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga Pangsa Kredit UMKM
44 45 45 46 47 47 50 50 51 52 53 54 55 55 56 57
61 63 65
vii
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA A. Inflasi dan PDRB INDIKATOR
2012 Tw.2
Tw.1
Tw.3
Tw.4
2013 Tw.2
Tw.1
2014 Tw.1
Tw.4
Tw.3
MAKRO Indeks Harga Konsumen (Kota Ternate) Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
133,20 4,5
134,73 4,3
135,68 3,9
136,87 3,3
138,49 4,0
138,68 2,9
148,78 9,66
150,25
9,78
8,80
PDRB - harga konstan (Milyar Rp) - Pertanian - Pertambangan & Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas & Air Bersih - Bangunan - Perdagangan, Hotel & Restoran - Pengangkutan & Komunikasi - Keuangan, Persewaaan & Jasa - Jasa Pertumbuhan PDRB (yoy %)
279,75 33,8 97,13 3,98 16,33 241,55 67,71 30,88 65,95 837,07
284,53 31,9 98,30 4,05 17,03 246,61 69,06 31,45 68,28 851,22
287,77 32,9 99,38 4,15 17,56 259,41 71,04 32,29 70,02 874,48
287,76 33,9 98,21 4,23 17,78 265,32 72,03 32,32 71,22 882,73
1139,81 132,4 393,02 16,41 68,69 1012,89 279,84 126,94 275,47 3445,50
289,47 33,9 100,25 4,18 17,31 268,65 71,74 32,33 69,61 887,45
288,85 33,4 102,88 4,31 17,63 280,00 72,45 33,58 72,37 905,45
292,17 33,4 104,50 4,35 17,93 288,35 73,94 34,38 74,32 923,30
294,28 28,57 107,89 4,60 18,18 301,78 76,69 35,28 75,89 943,17
Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) Volume Impor Nonmigas (ribu ton)
0,17 3,86 0,0034 0,0014
7,3
7,3
0,09 1,89 0,0058 0,0037
6,3
0,11 2,36 0,0000 0,0000
5,8
0,18 4,56 0,0009 0,0013
6,0
0,19 4,62 0,0002 0,0000
6,4
0,18 1,36 0,0020 0,0043
5,6
0,15 3,93 0,0016 0,0017
6,5
0,20 6,38 0,0008 0,0010
112,16
6,3
0,02 0,65 0,0012 0,0003
viii
B. Perbankan INDIKATOR
Tw.1
2012 Tw.2
Tw.3
Tw.4
PERBANKAN Bank Umum: Total Aset (Rp milyar) 5072,35 5266,31 5.477,92 5.791,38 DPK (Rp milyar) 12441,08 12905,37 4.461,72 4.424,58 - Tabungan 4056,92 4419,18 2.351,96 2.737,29 - Giro 6126,83 6392,95 1.323,81 865,03 - Deposito 2257,34 2273,00 785,95 822,26 Kredit (Rp milyar) 3299,83 3552,11 3.708,30 3.864,23 - Modal Kerja 1119,04 1356,45 1.164,32 1.169,31 - Konsumsi 300,28 330,14 2.196,47 2.334,80 - Investasi 1880,50 1865,52 347,51 360,13 LDR 76,51 81,61 83,1 87,3 Kredit UMKM (Rp milyar) Kredit Mikro (Rp milyar) 254,13 405,79 222,32 224,39 Kredit Kecil (Rp milyar) 650,16 810,30 761,40 805,70 Kredit Menengah (Rp milyar) 242,57 299,90 273,13 260,39 Total Kredit MKM (Rp milyar) 1.275,70 1.250,02 1.256,85 1.290,48 NPL 1,94 2,16 2,20 1,98 Keterangan: Definisi UMKM mengikuti skala usaha berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM
Tw.1
2013 Tw.2 Tw.3
Tw.4
2014 Tw.1
5.906,48 4.792,54 2.513,83 1.390,55 888,16 4.025,03 1.185,19 2.469,36 370,48 84,0
5.959,34 4.743,51 2.598,37 1.282,53 862,61 4.375,88 1.278,99 2.623,35 473,54 92,2
6262,19 4.923,28 2.786,21 1.290,50 846,56 4508,43 1278,46 479,15 479,15 91,57
6602,52 4.830,80 3.170,73 779,16 880,90 4.631,48 1.295,95 483,46 483,46 95,87
6461,46 5080,11 2942,67 1183,25 954,19 4712,95 1279,74 2950,47 482,74 92,77
235,73 790,40 282,47 1.308,60 2,53
255,97 840,55 335,78 1.432,30 2,84
249,11 820,45 347,74 1.417,30 3,17
266,43 830,03 355,90 1452,35 2,78
271,96 740,44 338,81 1351,22 3,08
ix
Ringkasan Umum GAMBARAN UMUM Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga konstan pada triwulan I 2014 tercatat sebesar Rp. 943,16 miliar, naik cukup tinggi sebesar 6.28% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan perekonomian Maluku Utara berada diatas rata-rata pertumbuhannya selama lebih dari satu dekade terakhir (2002 – triwulan I 2014) yang tercatat pada level 5,99%. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara di pembukaan tahun ini masih berada diatas pertumbuhan ekonomi Nasional yang tercatat sebesar 5,21% (yoy). Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan (yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate di triwulan awal 2014 yaitu tercatat sebesar 8,80% (yoy), jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan data periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,97% (yoy). Tekanan inflasi yang dialami oleh Kota Ternate juga terpantau lebih tinggi dibandingkan dengan Nasional dan Zona Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 7,32% (yoy) dan 7.32% (yoy).
PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Dari sisi permintaan (penggunaan), pertumbuhan ekonomi utamanya digerakkan oleh seluruh komponen permintaan kecuali ekspor yang tercatat tumbuh negatif sebesar -8,5% (yoy) yang dipengaruhi oleh terhentinya kegiatan ekspor dari sektor pertambangan . Disisi yang berlawanan, impor tumbuh signifikan sebesar 11,4% (yoy). Namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sektor yang tumbuh negatif adalah pengeluaran konsumsi pemerintah -2,98% (qtq), pembentukan modal tetap bruto 1,05% (qtq) serta ekspor barang dan jasa yang turun lebih dalan dibandingkan data tahunannya sebesar -1,62% (qtq). Sementara itu, pengeluaran konsumsi lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi
Ringkasan Umum
x
pemerintah dan impor terakselerasi pertumbuhannya masing-masing sebesar 1,84% (qtq), 4,07% (qtq), dan 1,17% (qtq).
KEUANGAN PEMERINTAH Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi Maluku Utara memiliki target pendapatan dalam APBD sebesar Rp1,61 triliun, meningkat 6,22% (yoy) atau naik sebanyak Rp94,87 milyar dibandingkan dengan target pendapatan pada APBD Perubahan (APBD-P) 2013. Sementara itu, target belanja di tahun 2014adalah sebesar Rp1,56 triliun atau turun-3,38% (yoy) atau sebanyak Rp54,77 milyar dibandingkan dengan target pengeluaran APBD-P 2013. Dengan demikian, pada tahun 2014 akan terjadi surplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar dimana kondisi ini berbalik dari tahun 2012 dan 2013 dimana Provinsi Maluku Utara selalu defisit dalam APBD. Angka dalam APBD 2014 masih mungkin akan mengalami perubahan dan menjadi APBDP 2014 jika pemerintah Provinsi Maluku Utara menganggap perlu koreksi sesuai dengan perubahan kebutuhan sepanjang tahun 2014.
INFLASI DAERAH Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan (yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate di triwulan awal 2014 yaitu tercatat sebesar 8,80% (yoy), jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan data periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,97% (yoy). Tekanan inflasi yang dialami oleh Kota Ternate juga terpantau lebih tinggi dibandingkan dengan Nasional dan Zona Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 7,32% (yoy) dan 7.32% (yoy).
Ringkasan Umum
xi
SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada triwulan I-2014 menunjukan perkembangan positif, baik secara kelembagaan maupun secara keuangan. Walaupun Aset
perbankan pada triwulan laporan
tercatat mengalami penurunan, namun penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang disalurkan mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan tingkat pertumbuhan penyaluran dana tercatat lebih tinggi dibandingkan penghimpunan DPK sehingga mengakibatkan Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat. Peningkatan penyaluran kredit ini juga diiringi peningkatan rasio Non Performing Loan’s (NPL) yang sedikit meningkat, namun demikian rasio ini masih berada didalam batas aman yang ditetapkan. Secara kelembagaan di tahun 2014, akan ada penambahan jaringan kantor Bank Umum Syariah, BPRS dan BPR yang tersebar di wilayah Maluku Utara dan sedang proses perizinan di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Aliran uang kartal pada triwulan I 2014 di Maluku Utara menunjukkan net Inflow yang berarti jumlah uang yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (setoran, penukaran, kas keliling) lebih besar dibandingkan dengan uang kartal ke masyarakat (bayaran, penukaran, kas keliling). Selama triwulan laporan tercatat bahwa terdapat 1.059.286 lembar uang tidak layak edar (UTLE) yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun signifikan sebesar 69,47% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau turun 35,07% dibandingkan triwulan IV 2013. Jumlah uang palsu yang ditemukan di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara selama triwulan I 2014 sebanyak 10 lembar, naik dibandingkan
jumlah uang palsu yang
ditemukan pada triwulan IV 2013 yaitu sebanyak 5 lembar atau naik 900% (yoy) dan naik 100% jika dibandingkan triwulan IV 2013. .
Ringkasan Umum
xii
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kondisi
ketenagakerjaan
di
Maluku
Utara
periode
Februari
2014
menunjukkan pertumbuhan negatif jika dilihat dari penambahan jumlah pengangguran.
Kondisi
ini
terjadi
seiring
dengan
naiknya
jumlah
pendudukumur 15 tahun keatas yang diikuti olehbertambahnya jumlah angkatan kerja. Jumlah pengangguran yang meningkat ini pada akhirnya menggiring turunnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) secara tahunan serta naiknya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Maluku Utara. .
PROSPEK PEREKONOMIAN Menyambut tahun 2014, Provinsi Maluku Utara masih diperkirakan tumbuh pada level yang menggembirakan yaitu sebesar 6,06%±1 (yoy). Sumber pertumbuhan diawal tahun 2014 diperkirakan masih berasal dari tiga sektor utama yang selama ini menjadi motor ekonomi Malut yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) serta sektor industri pengolahan. Sementara itu, sektor pertambangan yang digadangkan menjadi salah satu sektor utama di masa yang akan datang diperkirakan akan mengalami penurunan lebih tajam dari triwulan I 2014 terutama dari sisi ekspor yang merupakan dampak dari pemberlakuan UUD Minerba. Tekanan inflasi Kota Ternate sebagai representasi Provinsi Maluku Utara diperkirakan akan meningkat sepanjang triwulan II 2014 dibandingkan dengan data historisnya yaitu dikisaran 8,81%±1 (yoy). Keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga di level 7,5% diperkirakan akan memberikan dorongan positif terhadap perbaikan kondisi Current Account Defisit (CAD) Indonesia. Namun disisi lain akan menambah beban bagi pihak perbankan karena mereka harus menaikkan suku bunga baik suku bunga kredit maupun tabungan.
Ringkasan Umum
xiii
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
1.1 Kondisi Umum Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga konstan pada triwulan I 2014 tercatat sebesar Rp943,16 miliar, naik cukup tinggi sebesar 6.28% (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan perekonomian Maluku Utara berada diatas rata-rata pertumbuhannya selama lebih dari satu dekade terakhir (2002 – triwulan I 2014) yang tercatat pada level 5,99%. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara di pembukaan tahun ini masih berada diatas pertumbuhan ekonomi Nasional yang tercatat sebesar 5,21% (yoy). Perekonomian Indonesia memang diprediksi tumbuh melambat di tahun 2014 dan hal yang sama juga terjadi pada pertumbuhan Maluku Utara. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, Maluku Utara tercatat tumbuh tipis sebesar 1,82% (qtq). Perlambatan perekonomian ini juga disumbang oleh menurunnya produktivitas sektor pertambangan pasca implementasi UU Minerba.
Grafik 1.1 Perkembangan PDRB Maluku Utara 1,000,000.0 900,000.0 800,000.0 700,000.0 600,000.0 500,000.0 400,000.0 300,000.0 200,000.0 100,000.0 -
PDRB
g_yoy (aksis kanan)
10.0 9.0 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 -
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2010
2011
2012
2013 2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Dari sisi permintaan (penggunaan), pertumbuhan ekonomi utamanya digerakkan oleh seluruh komponen permintaan kecuali ekspor yang tercatat tumbuh negatif sebesar -8,5% (yoy) yang dipengaruhi oleh terhentinya kegiatan ekspor dari sektor pertambangan . Disisi yang berlawanan, impor tumbuh signifikan sebesar 11,4% (yoy). Namun jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sektor yang tumbuh negatif adalah pengeluaran konsumsi pemerintah -2,98% (qtq),
1
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH pembentukan modal tetap bruto -1,05% (qtq) serta ekspor barang dan jasa yang turun lebih dalan dibandingkan data tahunannya sebesar -1,62% (qtq). Sementara itu, pengeluaran konsumsi lembaga
swasta
nirlaba,
pengeluaran
konsumsi
pemerintah
dan
impor
terakselerasi
pertumbuhannya masing-masing sebesar 1,84% (qtq), 4,07% (qtq), dan 1,17% (qtq). Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sebesar 6,28% (yoy) ini disumbangkan oleh seluruh sektor kecuali sektor pertambangan yang tercatat tumbuh negatif sebesar -15,75% (yoy). Sedangkan sektor lainnya terakselerasi secara variatif. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) melesat 12,33% (yoy), listrik, gas dan air bersih 10,07% (yoy), keuangan 9,13% (yoy), dan keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 9,03% (yoy). Sedangkan sektor pertanian sebagai pemilik share terbesar PDRB tumbuh 1,66% (yoy). Proses pemungutan suara pemilihan anggota legislatif (PILEG) berlangsung dengan aman dan lancar serta tidak ada kejadian force major lainnya yang mengganggu kestabilan di Maluku Utara sehingga mendukung lancarnya kegiatan perekonomian hingga akhir triwulan laporan. 1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan Struktur perekonomian Maluku Utara dari sisi permintaan (penggunaan) pada triwulan I 2014 masih didominasi oleh konsumsi masyarakat dengan pangsa 85,28%. Konsumsi pemerintah juga memiliki peran yang cukup besar dengan pangsa sebesar 29,97%. Sementara itu kegiatan pembentukan modal tetap bruto/investasi (PMTB) memiliki pangsa 8,15%. Ekspor memiliki pangsa sebesar 22,38%, kemudian impor dan perubahan stok yang menjadi komponen pengurang PDRB masing-masing memiliki pangsa sebesar 27,29% dan 8,7%. Grafik 1.2 Struktur PDRB Sisi Penggunaan Impor, 27.3% Ekspor, 22.4% Kons. Rumah Tangga, 84.4 %
Kons. Pemerintah, 30 .0% Perubahan Stok, -18.5% PMTB, 8.1%
Kons. Swasta, 0.9%
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
2
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Konsumsi lembaga swasta nirlaba mengalami pertumbuhan tahunan tertinggi di triwulan I 2014 sebesar 13,2% (yoy) atau 4,07% (qtq) namun dikarenakan jumlahnya yang kecil sehingga share terhadap PDRB sisi permintaan hanya sebesar 0,7%. Sementara itu, konsumsi rumah tangga yang memiliki andil terbesar (84,4%) kepada PDRB Maluku Utara mencatatkan angka pertumbuhan sebesar 7,0% (yoy) atau 1,84% (qtq). Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar perekonomian Maluku Utara dari sisi permintaan masih ditopang oleh tingginya tingkat konsumsi masyarakat. Hal ini terkonfirmasi dengan terakselerasinya pertumbuhan tahunan impor yang tercatat sebesar 11,4% (yoy) atau lebih tinggi 1,17% (qtq). Selain itu, naiknya laju pertumbuhan impor juga berarti semakin tingginya ketergantungan Maluku Utara terhadap barang-barang impor dalam pemenuhan kebutuhannya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Maluku Utara. Ekspor Maluku Utara yang mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar -8,5% (yoy) atau -9,01% (qtq) yang disebabkan oleh berhentinya kegiatan ekspor bijih nikel per Februari 2014. Bijih nikel adalah komoditas ekspor utama Maluku Utara dengan rata-rata share sebesar ±98%. Tabel 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan Komponen Penggunaan Konsumsi Masyarakat Konsumsi Pemerintah PMTB Ekspor Dikurangi Impor PDRB
Pertumbuhan Kontribusi (yoy) (%) 7.1 85.28% 7.9 29.97% 5.6 8.15% -8.5 22.38% 11.4 27.29% 6.5 6.5
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 1.2.1 Konsumsi Pertumbuhan konsumsi masyarakat pada triwulan laporan masih terjaga pada tingkat yang baik dan relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Konsumsi masyarakat yang terdiri dari konsumsi rumah tangga dan konsumsi lembaga swasta nirlaba tumbuh sebesar 7,1% (yoy) atau 0,7% lebih tinggi dari pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya. Beberapa faktor yang memicu pertumbuhan konsumsi masyarakat adalah naiknya pendapatan masyarakat (penyesuaian gaji pegawai negeri sipil atau PNS) serta pelaksanaan PILEG 2014 walaupun andil yang diberikan ketiga faktor terakhir kurang signifikan terhadap konsumsi masyarakat secara aggregat di triwulan laporan karena tingkat konsumsi masyarakat Malut yang notabene sudah tinggi.
3
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Berdasarkan indeks tendensi konsumen (ITK) di triwulan I 2013, yang tercatat sebesar 111,0 yang berarti bahwa kondisi ekonomi masyarakat meningkat dan tingkat optimisme konsumen naik tipis jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 110,83. Selain itu, peningkatan kondisi ekonomi konsumen ini didorong oleh peningkatan indeks penerimaan rumah tangga (IPRT) saat ini sebesar 114,60 atau naik 12,5%(yoy) atau 3,2% (qtq). Grafik 1.3 Perkembangan Konsumsi Masyarakat 900,000.00 800,000.00 700,000.00 600,000.00 500,000.00 400,000.00 300,000.00 200,000.00 100,000.00 -
Grafik 1.4 Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
10.00% 9.00% 8.00% 7.00% 6.00% 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 0.00% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2010
2011
2012
Kons. Masyarakat
2013
116 ITK g_yoy (aksis kanan) 113.23 114 111.7 112 110.83111.0 109.4 108.6 110 107.8 107.15 108 106 104 102.45 102 100 98 96 I
2014
III
IV
I
2012
g_yoy (aksis kanan)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
II
II
III
IV
2013
10.00% 8.00% 6.00% 4.00% 2.00% 0.00% -2.00% -4.00% -6.00%
I 2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Konsumsi masyarakat yang tumbuh positif ini juga ditandai dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan oleh perbankan dimana kredit konsumsi tercatat tumbuh signifikan sebesar 19,48% (yoy), melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 20,07% (yoy) maupun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 29,04% (yoy).. Grafik 1.5 Indeks Penadpatan Rumah Tangga (IPRT) 120.00
0.14 0.12 114.60 115.00 0.1 112.81 111.15 0.08 111.04 110.10 109.67 110.00 0.06 106.87 0.04 104.98 104.98 103.63 103.82 105.00 0.02 102.47 101.88 0 100.00 -0.02 -0.04 95.00 -0.06 IPRT
g_yoy (aksis kanan)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2011
2012
2013
2014
Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi 3,500.00
Kredit Konsumsi
50.00%
g_yoy (aksis kanan)
45.00%
3,000.00
40.00%
2,500.00
35.00%
2,000.00
30.00%
1,500.00
20.00%
25.00% 15.00%
1,000.00
10.00%
500.00
5.00%
-
0.00% 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2011
2012
2013
2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
4
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Sementara itu, nilai tukar petani (NTP) sebagai gambaran tingkat daya beli petani di Maluku Utara tercatat sebesar 103,24 pada akhir triwulan laporan atau naik sebesar 2,29% (qtq) atau 2,43% (yoy). NTP Malut menunjukkan tren meningkat sejak oktober.Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi Malut digerakkan oleh masyarakat baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) 103.00
1.50%
102.00
1.00% 0.50%
101.00
0.00%
100.00
-0.50%
99.00
-1.00%
98.00
-1.50%
97.00
-2.00% 1
3
5
7
9
11
1
3
5
2012
7
9
11
1
2013 NTP
3
2014
g_yoy
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat di Maluku Utara juga terlihat dari pergerakan kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate pada sebagian besar komoditas yang dikirim dari luar daerah seperti Surabaya, Makassar dan Bitung (Manado). Grafik 1.9 Volume Bongkar Telur (Ton/M3)
Grafik 1.8 3 Volume Bongkar Bahan Makanan (Ton/M ) 1400
Volume Bongkar
140.0% 120.0% 100.0% 80.0% 60.0% 40.0% 20.0% 0.0% -20.0% -40.0% -60.0%
g_yoy (aksis kanan)
1200 1000 800 600 400 200 0 1
3
5
7 2012
9
11
1
3
5
7
9
11
2013
Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate
1
3
2014
700
400.0% 350.0% 300.0% 250.0% 200.0% 150.0% 100.0% 50.0% 0.0% -50.0% -100.0%
Volume Bongkar
600
g_yoy (aksis kanan)
500 400 300 200 100 0 1
3
5
7
2012
9
11
1
3
5
7
2013
9
11
1
3
2014
Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate
5
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Grafik 1.11 Volume Bongkar Bawang (Ton/M3)
Grafik 1.10 Volume Bongkar Minuman Ringan (Ton/M3) 1200
Volume Bongkar
g_yoy (aksis kanan)
1000
500.0%
1800
400.0%
1600
Volume Bongkar
1400
5000.0%
g_yoy (aksis kanan)
4000.0%
300.0%
800 600 400
0 1
3
5
7
9
11
1
3
5
2012
7
9
11
2013
1
1200
200.0%
1000
3000.0%
100.0%
800
2000.0%
600
0.0%
200
6000.0%
1000.0%
400
-100.0%
200
-200.0%
0
0.0% -1000.0% 1
3
3
5
7
9 11 1
3
2012
2014
5
7
9 11 1
2013
3
2014
Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate
Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate Grafik 1.12 Volume Bongkar Beras Umum Non Dolog (Ton/M3)
Grafik 1.13 Total Volume Bongkar (Ton/M3) 70.00
25000
Volume Bongkar
80.0%
g_yoy (aksis kanan)
60.00
20000
60.0%
50.00
15000
40.00
10000
30.00
40.0% 20.0% 0.0%
20.00 5000
-20.0%
10.00 0.00
0 1
3
5
7 2012
9
11
1
3
5
7
9
2013
11
1
3
2014
Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate
-40.0% 1
3
5
7
2011
9
11
1
3
5
7
2012
9
11
1
3
2013
Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Pertumbuhan investasi atau modal tetap domestik bruto (PMTB) pada triwulan I 2014 masih terjaga pada tingkat yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,6% (yoy), walaupun mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh 10,7% (yoy). Namun secara nominal terpantau adanya kenaikan investasi di Maluku Utara. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tercatat adanya perlambatan sebesar -1,1% (qtq). Kegiatan investasi pada triwulan laporan digerakkan oleh pembangunan infrastruktur diseluruh wilayah provinsi Maluku Utara dalam rangka mendukung program MP3EI baik infrastruktur dasar seperti jembatan dan jalan raya ataupun fasilitas pendukung transportasi lainnya seperti pelabuhan yang perannya cukup vital mengingat kondisi geografis Maluku Utara yang berupa kepulauan. Beberapa kegiatan
6
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan smelter nikel di Halmahera Timur, finalisasi jalan lingkar Pulau Morotai, pembangunan jalan raya Sofifi – Tobelo, pembangunan Duafa Centre, serta berbagai kegiatan pembangunan lainnya di seluruh kabupaten/kota di Maluku Utara. Tabel 1.2 Realisasi Investasi Triwulan I 2014 di Maluku Utara
Pertambangan Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik
5
Nilai Investasi (US$ Ribu) 35,202.8
1
267.5
Listrik, Gas dan Air Perdagangan dan Reparasi Total
1 1 8
26.9 37,214.2
Kategori Primer Sekunder
Tersier
Sektor Tujuan Investasi
Jumlah Proyek
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Grafik 1.14 Perkembangan Investasi di Maluku Utara 90.00
PMTB
16.0%
g_yoy (aksis kanan)
80.00
14.0%
70.00
12.0%
60.00
10.0%
50.00
8.0%
40.00
6.0%
30.00 20.00
4.0%
10.00
2.0%
0.00
0.0% I
II
III
IV
2011
I
II
III
IV
I
II
2012
III
IV
2013
I 2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Grafik 1.15 Perkembangan Kredit Investasi 600.00
Kredit Investasi
Grafik 1.16 Perkembangan Konsumsi Semen 80.00% 35,000
g_yoy (aksis kanan)
70.00%
500.00
60.00%
Konsumsi Semen (ton)
g_yoy (aksis kanan)
30,000
400.0%
50.00% 25,000
400.00
300.0%
40.00% 20,000 30.00%
300.00
200.0%
20.00% 15,000
200.00
100.0%
10.00% 10,000 0.00%
100.00
-10.00%
-
-20.00% 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2011
2012
2013
2014
500.0%
0.0%
5,000 -
-100.0% 1
3
5
7 2012
9 11 1
3
5
7 2013
9 11 1
3
2014
Sumber : ASI 7
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Selain itu, pertumbuhan investasi di Maluku Utara juga tercermin dari perkembangan kredit investasi yang disalurkan perbankan hingga Maret 2014 tercatat sebesar Rp482,74 miliar atau naik signifikan sebesar 30,30% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan, volume pengadaan semen di Maluku Utara naik sebesar 15,1% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini turut mengkonfirmasi pertumbuhan positif kegiatan investasi dan pembangunan di Maluku Utara baik yang berupa fisik maupun non fisik. 1.2.3 Pengeluaran Pemerintah Kinerja pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan I 2013 tumbuh sebesar 7.86% (yoy), atau turun sebesar -2,98% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berbeda dari data tahunannya, jika dilihat dari data triwulanannya (qtq) yang turun -2,98%% (qtq), sedangkan triwulan IV 2013 tercatat pertumbuhan sebesar 3,83% (qtq). Penghujung tahun merupakan jadwal penyelesaian berbagai proyek pembangunan pemerintah baik yang dibiayai melalui APBD maupun APBN sehingga pengeluaran pemerintah memang akan lebih intens jika dibandingkan dengan triwulan awal. Grafik 1.18 Perkembangan Giro Pemerintah
Grafik 1.17 Perkembangan Konsumsi Pemerintah 350.00
Kons. Pemerintah
14.00%
g_yoy (aksis kanan)
300.00
12.00%
250.00
10.00%
200.00
8.00%
150.00
6.00%
100.00
4.00%
50.00
2.00%
0.00
0.00% I
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I 2014
1000.00 900.00 800.00 700.00 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00
200.0% 150.0% 100.0% 50.0% 0.0% -50.0% -100.0% 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2011
2012
Giro Pemerintah
2013
2014
g_yoy (aksis kanan)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Pengeluaran konsumsi pemerintah juga terlihat dari perkembangan saldo giro pemerintah di perbankan, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Pada triwulan I 2014, jumlah saldo pemerintah di perbankan mengalami penurunan sebesar -3,2% dibandingkan posisi di bulan Januari. Secara tahunan, saldo giro pemerintah lebih rendah -32,9% (yoy) jika dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Saldo giro yang dimiliki pemerintah menandakan sejauh mana program kerja yang sudah dijalankan.
8
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1.2.4 Kegiatan Ekspor – Impor Kinerja ekspor diawal tahun 2014 terpantau mengalami pertumbuhan negatif sebagai dampak dari berhentinya kegiatan ekspor biji nikel pasca implementasi UUD Minerba sampai nanti smelter selesai dibangun dan perusahaan tambang dapat kembali beroperasi. Perkembangan ekspor pada triwulan laporan menunjukkan pertumbuhan negatif yaitu turun sebesar -8,45% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnyaatau turun sebesar 9,01% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan kinerja ekspor ini juga terlihat dari kegiatan ekspor Maluku Utara yang bergerak turun baik secara nilai maupun beratnya. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, volume ekspor turun sebesar -85,98% (yoy) atau turun -89,86% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan jika dilihat dari total nilai ekspor, Maluku Utara mengalami penurunan yang tidak kalah tajam dengan volume ekspor yaitu sebesar 88,57% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau -89,06% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. yaitu masing-masing sebesar 40% (yoy) dan 10% (yoy). penurunan yang sangat signifikan ini dikarenakan terhentinya kegiatan ekspor biji nikel yang notabene memiliki share ±98% terhadap total ekspor Maluku Utara setiap bulannya. Penurunan ini diprediksi akan bertahan hingga adanya kegiatan produksi di sektor pertambangan baik untuk produk nikel, emas dan hasil tambang lainnya. Saat ini belum ada perusahaan tambang yang beroperasi di Malut dikarenakan sedang dalam proses pembangunan smelter dan sarana penunjang lainnya. Grafik 1.19 Perkembangan PDRB Sektor Ekspor 235.00
Ekspor
8.00%
g_yoy (aksis kanan)
6.00%
230.00
4.00%
225.00
2.00%
220.00
0.00%
215.00
-2.00% -4.00%
210.00
-6.00%
205.00
-8.00%
200.00
-10.00% I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
9
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Grafik 1.20 Perkembangan Volume Ekspor
Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Ekspor
3,500,000
400.0% 160,000
600.0%
3,000,000
140,000
500.0%
120,000
400.0%
300.0%
2,500,000
200.0% 100,000
2,000,000
100.0%
1,500,000
0.0%
1,000,000
-100.0%
500,000 0
-200.0% 1
4
7 10 1
4
2011 Volume (Ton)
7 10 1
2012
4
7 10 1
2013
2014
g_yoy (aksis kanan)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
300.0%
80,000
200.0%
60,000
100.0%
40,000
0.0%
20,000
-100.0%
0
-200.0% 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2011
2012 Nilai (Juta USD)
2013
2014
g_yoy (aksis kanan)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Melesatnya volume dan nilai ekspor Maluku Utara dimotori oleh meningkatnya ekspor bijih nikel Maluku Utara terlihat sejak September 2012 yang merupakan respon dari kebijakan pemerintah pusat yang melarang perusahaan mengekspor raw material (untuk komoditas tertentu tidak termasuk seperti misalnya batu bara) per Januari 2014 atau lebih dikenal dengan UU Minerba. Selain itu, turunnya harga nikel di pasar global juga mendorong perusahaan nikel untuk meningkatkan kapasitas ekspornya untuk menjaga jumlah margin perusahaan paad level aman. Harga nikel pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar USD 15.678/MT, naik 12,6% (qtq) jika dibandingkan triwulan sebelumnya atau turun -6,3% (yoy) jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Semakin besar volume ekspor nikel yang dipasok ke pasar global oleh negara-negara penghasil nikel termasuk Indonesia, menyebabkan over supply komoditas dimaksud dan menarik harga jual nikel pada level yang lebih rendah. Selain itu, hadirnya teknologi baru yang diterapkan pada produksi nikel pig iron sebagai komoditas substitusi dari nikel mengakibatkan turunnya biaya produksi nikel pig iron sehingga harga nikel dunia ikut tertekan. Namun demikian harga nikel kembali terakselerasi sepanjang triwulan I 2014. Terpantau adanya kenaikan yang signifikan setiap bulannya hingga akhir triwulan laporan.
10
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
Grafik 1.22 Perkembangan Ekspor Kopra
Grafik 1.23 Perkembangan Ekspor Nikel
1,000,000.0 900,000.0 800,000.0 700,000.0 600,000.0 500,000.0 400,000.0 300,000.0 200,000.0 100,000.0 -
60.0
3500000
160.0
50.0
3000000
140.0
40.0
2500000
120.0
30.0 20.0 10.0
2013
Volume (Ton)
60.0
1000000
40.0
500000
20.0
0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2012
80.0
1500000
0.0
2011
100.0
2000000
0.0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2014
2011
2012
Nilai
Volume
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
2013
2014
Nilai
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.24 Perkembangan Harga Internasional 30
Nikel
2000
Emas
1800
25
1600 1400
20
Ribu $
1200
15
1000 800
10
600 400
5
200
0
0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2011
2012
2013
2014
Sumber : IMF
Sementara itu, perkembangan aktivitas ekspor antar daerah tercermin dari kegiatan muat barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate yang juga mencatat pertumbuhan negatif baik secara tahunan maupun triwulanan. Selama triwulan laporan, tercatat volume muat barang sebesar 5.592 ton/m3 atau turun sebesar -5,8% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dan turun signifikan sebesar 13,7% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Volume muat barang di Maluku Utara sangat fluktuatif dimana komoditas ekspor antar daerah Maluku Utara merupakan hasil pertanian, hasil hutan dan perikanan yang notabene sangat dipengaruhi oleh kondisi alam. Sehingga ketika cuaca mendukung dan kapasitas produksi meningkat pada musim panen maka barang yang diekspor ke daerah lain akan berjumlah lebih banyak dari biasanya demikianpun sebaliknya.
11
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Grafik 1.25 Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate 12000
250.0%
10000
200.0% 150.0%
8000
100.0% 6000 50.0% 4000
0.0%
2000
-50.0%
0
-100.0% Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2011
2012
2013
Volume Muat Barang (Ton)
2014
g_yoy (aksis kanan)
Sumber : Pelindo
Sementara itu, perkembangan impor Maluku Utara terpantau tumbuh sebesar 11,43% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, impor tumbuh sebesar 1,17% (qtq). Kenaikan volume impor ini menunjukkan bahwa jenis dan jumlah kebutuhan masyarakat Malut sudah bertambah signifikan dibanding tahun sebelumnya. Secara agregat, impor dalam negeri masih menjadi pemilik pangsa utama kegiatan impor Maluku Utara. Grafik 1.26 Perkembangan PDRB Riil Sektor Impor 300.00
Impor
Grafik 1.27 Perkembangan Kegiatan Impor 12.00% 25.00
g_yoy (aksis kanan)
250.00
10.00% 20.00
200.00
8.00%
150.00
6.00%
100.00
4.00%
50.00
2.00%
0.00
0.00% I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Berat
35.00
Nilai
30.00 25.00 20.00
15.00
15.00 10.00
10.00 5.00
5.00
0.00
0.00
-5.00 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara,
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran Struktur perekonomian Maluku Utara di triwulan IV 2013 sedikit bergeser dibandingkan dengan triwulan sebelumnya ataupun periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor pertanian tidak lagi menjadi penyumbang terbesar PDRB Maluku Utara dengan pangsa 31,2%. Sektor perdagangan,
12
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH hotel dan restoran mengambil alih posisi tersebut dengan menorehkan pangsa sebesar 32,0%, sedangkan sektor industri pengolahan sebagai penyumbang terbanyak ketiga dengan pangsa sebesar 11,4%. Sedangkan sektor lainnya memiliki pangsa dibawah 10% termasuk sektor pertambangan dan penggalian yang diharapkan akan menjadi sektor unggulan lainnya memiliki pangsa sebesar 3,0%. Grafik 1.28 Struktur PDRB Sisi Penawaran Pengangkutan 8%
Keuangan Jasa-jasa 8% 4% Pertanian 31%
PHR 32% Pertambangan
Bangunan 2%
LGA 1%
Industri 3% Pengolahan 11%
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Seluruh sektor perekonomian di Maluku Utara menunjukkan kinerja positif kecuali sektor pertambangan yang tercatat tumbuh negatif sebesar -15,75% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dan penurunan juga terjadi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar -16,9% (qtq). Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) merupakan sektor yang pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 12,33% (yoy) dengan share terbesar yaitu 32,0% dan berhasil menempatkan sektor pertanian di posisi kedua terbesar. Tabel 1.3 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran Sektoral Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan LGA Bangunan PHR Pengangkutan Keuangan Jasa-jasa PDRB
Pertumbuhan (yoy ) 1.66 -15.75 7.62 10.07 5.07 12.33 6.90 9.13 9.03 6.28
Share 31.2% 3.0% 11.4% 0.5% 1.9% 32.0% 8.1% 3.7% 8.0% 100.0%
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 13
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1.3.1 Sektor Pertanian Triwulan IV 2013 ini, sektor pertanian tumbuh sebesar 1,66% (yoy). Sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,55% (yoy). Pertumbuhan sektor yang satu ini sangat dipengaruhi oleh jadwal tanam dan panen berbagai komoditas penyusunnya serta perubahan cuaca dapat mengakibatkan penurunan atau naiknya kapasitas produksi sektor pertanian. Namun demikian, tren pertumbuhan sektor utama PDRB Maluku Utara ini memang terlihat menurun dari waktu ke waktu. Pertumbuhan sektor pertanian selama tiga triwulan (triwulan I, II dan III) di 2013 ini adalah pertumbuhan terendah sejak tahun 2005. Namun jika dilihat lebih jauh kebelakang, Maluku Utara sempat mencatatkan pertumbuhan negatif untuk sektor ini pada triwulan III tahun 2001 yaitu sebesar -4,1% (yoy). Salah satu alasan terjadinya tren penurunan pertumbuhan sektor ini karena semakin kecilnya animo masyarakat untuk menekuni sektor ini dan mulai beralih ke sektor lain yang dianggap memiliki prospek pendapatan yang lebih baik seperti halnya sektor PHR yang memiliki share tertinggi saat ini. Grafik 1.29 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian 300.00
Pertanian
295.00
7.0%
g_yoy (aksis kanan)
6.0%
290.00
5.0%
285.00 280.00
4.0%
275.00
3.0%
270.00
2.0%
265.00
1.0%
260.00 255.00
0.0% I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Subsektor kehutanan mencatatkan pertumbuhan tertinggi di triwulan laporan yaitu sebesar 4,5% (yoy) atau tumbuh sebesar 0,8% (qtq) dengan share sebesar 5,08% terhadap sektor pertanian. Sedangkan subsektor dengan share terbesar adalah subsektor tanaman perkebunan sebesar 53,39% dan tumbuh 2,3% (yoy). Berdasarkan angka sementara (ASEM) tahun 2013, tanaman padi diprediksi akan memiliki kinerja positif baik dari segi luas panen, produktivitas serta kapasitas produksinya. Produksi padi diperkirakan akan mencapai 72.445 ton GKG atau naik sebesar 10,29% atau sebanyak 6.759 ton jika dibandingkan dengan tahun 2012. Produktivitasnya juga diperkirakan naik sebesar 1,79% atau
14
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 0,66 kwintal/hektar. Pertumbuhan positif produksi padi pada ASEM 2013 hanya terjadi pada periode September – Desember 10.001 ton atau naik sebesar 61,09%. Sedangkan pada periode Januari – April, Mei – Agustus masing-masing mengalami penurunan sebesar -11,40% atau sebanyak -3,228 ton dan -0,07% atau sebanyak -14 ton dibandingkan dengan produksi pada pada periode yang sama tahun 2012. Tabel 1.4 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian Jenis
ATAP 2012 ASEM 2013
Perubahan Volume %
Padi Sawah 1. Luas Panen (ha) 2. Produktivitas (kw/ha) 3. Produksi (ton)
13641 41.12 56095
14860 40.89 60757
1219 -0.23 4662
8.94 -0.56 8.31
Padi Ladang 1. Luas Panen (ha) 2. Produktivitas (kw/ha) 3. Produksi (ton)
4153 23.09 9591
4421 26.44 11688
268 3.35 2097
6.54 14.51 21.86
Padi 1. Luas Panen (ha) 17794 19281 1487 2. Produktivitas (kw/ha) 36.91 37.57 0.66 3. Produksi (ton) 65686 72445 6759 Keterangan : Bentuk produksi padi adalah gabah kering giling (GKG)
8.36 1.79 10.29
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sementara itu, berdasarkan ASEM 2013 produksi jagung Maluku Utara diperkirakan sebesar 29.421 ton pipian kering atau naik sebesar 15,18% atau sebanyak 3.878 dibandingkan tahun 2012. Produksi yang meningkat ini disebabkan oleh naiknya produktivitas sebesar 5,23 kwintal/hektar atau naik 15,18%. Kenaikan ini terjadi walaupun terjadi pengurangan luas lahan sebanyak -679 hektar atau -6,13%. Peningkatan produksi jagung terjadi pada periode Januari – April sebesar 1.688 ton atau 20,60% dan periode September – Desember sebesar 3.900 ton atau 45,06%. Sedangkan pada periode Mei – Agustus tercatat penurunan sebesar -1.710 ton atau 19,68% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
15
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Tabel 1.5 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian Perubahan Volume % Luas Lahan (ha) 11074 10395 -679 -6.13 Produktivitas (kw/ha) 23.07 28.3 5.23 22.67 Produksi (ton) 25543 29421 3878 15.18 Keterangan : Bentuk produksi jagung adalah pipilan kering Jagung
ATAP 2012 ASEM 2013
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Produksi kedelai di Maluku Utara diprediksi sebesar 1.005 ton biji kering pada ASEM 2013, turun sebesar -76 ton atau 5,83% dibandingkan dengan tahun 2012. Penurunan kinerja produksi kedelai diperkirakan karena disebabkan oleh turunnya produktivitas sebesar -1,11 kwintal/hektar atau 8,33% walaupun ada penambahan luas panen seluas 27 hektar atau 2,76%. Penurunan produksi kedelai tahun 2013 terjadi pada periode Mei - Agustus dan September - Desember, masing-masing sebesar -88 ton atau -20,37%, dan -92 ton atau -19,05%, sedangkan pada periode Januari-April meningkat sebesar 104 ton atau 26,80 % dibandingkan dengan produksi pada periode yang sama tahun 2012 (year on year). Tabel 1.6 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian Perubahan Volume % Luas Lahan (ha) 978 1005 27 2.76 Produktivitas (kw/ha) 13.32 12.21 -1.11 8.33 Produksi (ton) 1303 1227 -76 -5.83 Keterangan : Bentuk produksi jagung adalah pipilan kering Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Kedelai
ATAP 2012 ASEM 2013
Subsektor tanaman bahan pangan tercatat tumbuh tipis sebesar 0,5% (yoy) atau 2,0% (qtq) dimana subsektor ini memiliki andil sebesar 25,85% terhadap sektor pertanian. Permintaan dari masyarakat yang semakin tinggi terhadap produk subsektor ini serta sisi produksi internal provinsi yang masih terbatas mengakibatkan Maluku Utara harus mengimpor sebagian besar kebutuhan yang berasal dari subsektor ini dari daerah lain seperti dari Surabaya, Makassar dan Manado. Oleh karena itu, saat ini pemerintah daerah melalui dinas pertanian mulai mengembangkan klaster tanaman holtikultura di seluruh wilayah Maluku Utara untuk mendorong pertumbuhan sisi produksi subsektor dimaksud dengan harapan dapat menurunkan tingkat ketergantungan
16
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH terhadap daerah lain dan mampu menarik turun harga ke level yang lebih terjangkau sehingga mampu menjaga tingkat kesejahteraan riil masyarakat. Subsektor perkebunan tercatat mengalami kinerja positif dengan tumbuh sebesar 2,3% (yoy) atau 0,4 (qtq) dengan andil sebesar 53,39. Hal ini dikonfirmasi oleh jumlah ekspor kopra yang cukup tinggi di bulan Maret 2014 dan mendorong ekspor Malut dari penurunan yang lebih dalam akibat tidak adanya ekspor biji nikel yang selama ini menjadi komoditas ekspor utama. Berbeda dari sektor lainnya, sektor perikanan mencatat pertumbuhan negatif pada triwulan I 2014 sebesar -0,3% (yoy) atau -0,5% (qtq). Namun demikian, andil dari subsektor ini cukup besar yaitu 12,10% terhadap sektor pertanian. Hal ini mengingat besarnya kapasitas produksi subsektor ini dan komoditas dari subsektor ini adalah sala satu komoditas idola masyarakat Malut. Pertumbuhan ini terkonfirmasi juga oleh pertumbuhan produksi ikan tangkap di Kota Ternate yang turun sebesar -9,46% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun secara triwulanan tercatat pertumbuhan sebesar 20,46% (qtq). Total produksi ikan tangkap Kota Ternate hingga akhir triwulan laporan adalah sebanyak 1.902,36 ton, naik 323,09 ton dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 1.579,27 ton triwulan IV 2013. Perkembangan sektor pertanian juga tercermin dari perkembangan kredit yang dikucurkan untuk sektor ini oleh perbankan. Total kredit yang disalurkan selama triwulan laporan adalah sebanyak Rp68,09 miliar, tumbuh negatif sebesar -55,1% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya namun naik sebesar 9,5% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp62,19 miliar. Grafik 1.30 Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Pertanian Perkembangan Kredit Sektor Pertanian 250.00
Kredit Pertanian
400.0% 350.0% 300.0% 250.0% 200.0% 150.0% 100.0% 50.0% 0.0% -50.0% -100.0%
g_yoy (aksis kanan)
200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Grafik 1.311.32 Grafik Perkembangan Kinerja Ikan Ikan Tangkap Perkembangan Produksi Tangkap 900.00 800.00 700.00 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 -
12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2013 Volume (per ton)
2
3
2014 Nilai (dalam Milyar Rp)
Sumber : PPN Kota Ternate
17
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1.3.2 Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 12,3% (yoy) pada triwulan I 2014 atau 1,50% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang berada pada level 12,1% (yoy). Sektor ini memberikan andil sebesar 32,0% terhadap pembentukan PDRB Maluku Utara triwulan I 2014 atau mengalami kenaikan signifikan dan mampu melampui andil sektor pertanian yang selama ini menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Maluku Utara. Perkembangan pada sektor ini disokong oleh subsektor perdagangan besar dan eceran yang berhasil tumbuh sebesar 12,4% (yoy), subsektor hotel tumbuh 12,6% (yoy) dan subsektor restoran yang tumbuh 2,1% (yoy).
Grafik 1.32 35000.0%Perkembangan PDRB Riil Sektor PHR g_yoy (aksis kanan) 30000.0%
PHR
16.0% 14.0% 12.0%
25000.0%
10.0%
20000.0%
8.0%
15000.0%
6.0%
10000.0%
4.0%
5000.0%
2.0%
0.0%
0.0% I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Pertumbuhan tahunan dari ketiga subsektor tersebut memang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunan di triwulan sebelumnya. Kenaikan tersebut
terkonfirmasi dari indeks
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) selama triwulan I 2014 yang tumbuh sebesar 93,14% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau tumbuh sebesar 14,33% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Selain itu, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan kepada sektor ini juga mengalami yang hingga akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp1.205 miliar atau meningkat sebesar peningkatan yang tercatat sebesar 136,02% (yoy) namun turun sebesar -1,46% (qtq). Hal ini seiring dengan himbauan Bank Indonesia untuk melakukan pengereman terhadap pertumbuhan kredit untuk menghindari bahaya kredit macet.
18
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Grafik 1.33 Perkembangan Kredit Sektor PHR 4,000.00
PHR
Grafik 1.34 Perkembangan TPK 60.00% 50
g_yoy (aksis kanan)
3,500.00
50.00%
3,000.00 40.00%
2,500.00 2,000.00
30.00%
1,500.00
20.00%
1,000.00 10.00%
500.00 0.00
0.00% I
II
III IV
2011
I
II
III IV
I
2012
II
III IV
2013
TPK
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
100%
g_yoy (aksis kanan)
80% 60% 40% 20% 0% -20% -40%
I
I
II
2014
III
IV
I
2012
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
1.3.3 Sektor Industri Pengolahan Kinerja sektor industri pengolahan di triwulan I 2014 adalah sebesar 7,62% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 7,95% (yoy). namun secara triwulanan, nominal sektor ini naik sebesar 1,77% (qtq). Industri non-migas merupakan motor utama pertumbuhan sektor ini dengan andil sebesar 11,4% terhadap PBRD Maluku Utara triwulan I 2014 atau 1% lebih rendah dari andil triwulan IV 2013. Grafik 1.35 Perkembangan PDRB Riil Sektor Industri Pengolahan 110,000.0
Industri Pengolahan
9.00%
g_yoy (aksis kanan)
8.00% 105,000.0
7.00%
100,000.0
5.00%
6.00% 4.00% 95,000.0
3.00% 2.00%
90,000.0
1.00% 0.00%
85,000.0
-1.00% I
II
III
2011
IV
I
II
III
2012
IV
I
II
III
2013
IV
I 2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Seiring dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan, industri manufaktur mikro dan kecil tumbuh sebesar 19,63% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 21,15% (yoy). Secara triwulanan, IMK Maluku Utara tumbuh
19
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH positif 4,72% (qtq). Pertumbuhan tertinggi dialami oleh industri furnitur sebesar 32,75% (yoy), kemudian disusul oleh industri galian bukan logam yang tumbuh 20,20% (yoy), dan industri makanan yang tumbuh 18,06% (yoy). Sementara itu, industri yang mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan laporan adalah industri minuman yang tercatat sebesar -18,87% (yoy), industri tekstil -5,90% (yoy) dan industri alat angkut lainnya -6,52 (yoy). pertumbuhan negatif tersebut juga terlihat secara triwulanan (qtq).
Tabel 1.7 Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil Jenis Industri Industri Makanan Industri Minuman Industri Tekstil Industri Pakaian Jadi Industri Kayu, Barang dari Kayu, Barang dari kayu dan Gabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya industri Percetakan dan Reproduksi Media Rekaman Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia Industri Barang Galian Bukan Logam Industri Logam Dasar Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya Industri Peralatan Listrik Industri Mesin dan Perlengkapan YTDL Industri Alat Angkutan Lainnya Industri Furnitur Industri Pengolahan Lainnya IMK (Industri Mikro dan Kecil) Ket : qtq : quartal to quartal ctc : cumulative to cumulative yoy : year on year
qtq 5.48 -6.28 -5.90 1.50
Pertumbuhan ctc yoy 18.06 18.06 -18.83 -18.83 -5.90 -5.90 5.54 5.54
4.99
10.93
10.93
10.74
15.02
15.02
2.68 6.28
20.20 8.03
20.20 8.03
1.74
7.99
7.99
-13.22 5.54 18.57 4.72
-6.52 32.75 18.57 19.63
-6.52 32.75 18.57 19.63
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
20
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1.3.4 Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan pertumbuhan yang signifikan seperti yang sudah diproyeksikan pada triwulan sebelumnya dimana pada triwulan ini tercatat pertumbuhan -15,8% (yoy) atau -16,9 (qtq). Penurunan ini merupakan dampak dari implementasi UUD Minerba oleh pemerintah pusat sehingga perusahaan tambang yang memproduksi biji nikel harus berhenti beroperasi karena larangan ekspor biji nikel. Perusahaan tambang harus menjual barang olahan dari biji nikel untuk dapat dijual sehingga mereka harus membangun pabrik pemurnian nikel atau smelter yang saat ini sedang dalam proses pembangunan. Namun karena biaya pembangunan yang besar sehingga hanya perusahaan dengan modal besar yang mampu bertahan dalam bisnis tambang biji nikel. Subsektor penggalian tercatat masih mengalami pertumbuhan sebesar 7,1% (yoy) namun turun tipis -1,0% (qtq). Subsektor ini masih digerakkan oleh penambangan bahan galian tipe C seperti pasir. Hal ini terjadi seiring semakin maraknya pembangunan berbagai infrastruktur dan bangunan fungsional lainnya termasuk kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun pihak swasta terkait perluasan area untuk mengembangkan usaha mereka. Saat ini pemerintah sedang melakukan review terhadap izin galian tipe C dikarenakan maraknya kasus rusaknya areal sekitar tambang karena proses penambangan yang kurang baik serta merugikan masyarakat sekitar bahkan sebagian berpotensi menyebabkan tanah longsor. Sementara itu, sektor pertambangan non-migas tercatat mengalami tumbuh negatif sebesar 19,2% (yoy) atau turun -19,5% (qtq). Andil terbesar dari subsektor ini diberikan oleh kegiatan penambangan nikel yang tersebar di kepulauan Halmahera. Oleh karena itu subsektor pertambangan non-migas tercatat mengalami penurunan yang signifikan karena sampai saat ini masih disumbang seluruhnya oleh produksi biji nikel. Kedepannya, Maluku Utara akan mampu memproduksi emas dari berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa contact belum memasuki fase produksi melainkan sedang dalam tahap pembangunan dan persiapan produksi.
21
BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH Grafik 1.36 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertambangan dan Penggalian 40,000.0
Pertambangan
Grafik 1.37 Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan dan Penggalian
g_yoy (aksis kanan)
35,000.0
10.0% 5.0%
30,000.0
0.0%
25,000.0 20,000.0
-5.0%
15,000.0
-10.0%
10,000.0
-15.0%
5,000.0 -
-20.0% I
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
I
II
III IV
2013
I 2014
9000.00 8000.00 7000.00 6000.00 5000.00 4000.00 3000.00 2000.00 1000.00 0.00
3000.00% 2500.00% 2000.00% 1500.00% 1000.00% 500.00% 0.00% -500.00% I
II
III IV
2011
I
II
III IV
2012
Pertambangan & Penggalian
I
II
III IV
2013
I 2014
g_yoy (aksis kanan)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, semakin dekatnya penerapan UUD Minerba pada tahun 2014 mendorong beberapa perusahaan yang bergerak di bidang penambangan biji nikel untuk membangun smelter di beberapa lokasi seperti halnya di Kabupaten Halmahera Timur dan di Pulau Obi – Halmahera Selatan. Disisi lain, perkembangan kredit yang disalurkan pada sektor ini tercatat mengalami kontraksi pada triwulan laporan sebesar -76,95% (yoy) atau sebesar -45,74% (qtq). Kredit yang disalurkan di sektor ini mulai terlihat mengalami kontraksi pertumbuhan sejak triwulan III 2013.
22
BOKS I. Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Kondisi tersebut dapat dilihat dari berbagai data pendukung bahwa eksistensi UMKM cukup dominan dalam perekonomian Indonesia. Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik dan Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2010, jumlah UMKM tercatat 52,7 juta unit atau 99,9% dari total unit usaha. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UMKM menyerap 99,4 juta tenaga kerja atau 97% dari total angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 56% dari total PDB. Melihat peran strategis UMKM dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, Bank Indonesia menyelenggarakan Penelitian Pengembangan Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Di Provinsi Maluku Utara Tahun 2013. Sebagai surga tropis di Kawasan Indonesia Timur, Provinsi Maluku Utara memiliki sumberdaya alam yang sangat berlimpah. Kekayaan alam Maluku Utara menyimpan beragam potensi ekonomi mulai dari potensi berbasis pertanian dan kelautan hingga wisata. Letak Maluku Utara yang berada di bibir Samudera Pasifik memberi peluang besar untuk meraih beragam keuntungan ekonomi, khususnya dalam percaturan Pasar Pasifik. KPJU unggulan UMKM di Provinsi Maluku Utara dalam penelitian ini didefinisikan secara operasional oleh multistakeholder sebagai KPJU UMKM yang secara eksisting (saat ini) telah unggul dalam sejumlah kriteria tertentu dalam mencapai tujuan penciptaan lapangan kerja, peningkatan daya saing, pertumbuhan ekonomi di masa datang. Tujuan penetapan KPJU unggulan yang paling dominan adalah Penciptaan Lapangan Kerja berikutnya menyusul Peningkatan Daya Saing Produk dan Pertumbuhan Ekonomi. Kriteria seleksi yang digunakan dalam penentuan KPJU unggulan dari yang paling penting berturut-turut adalah Penyerapan tenaga kerja (0,174); Manajemen usaha (0,129); Ketersediaan pasar (0,124); Sumbangan terhadap perekonomian (0,121); Sarana produksi/usaha (0,099); Harga (0,084); Sosial budaya (0,81); Tenaga kerja terampil (0,069); Modal (0,049); Teknologi (0,041); dan Ketersediaan bahan baku (0,030).
23
BOKS I. Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM
Kpju Unggulan Kabupaten/Kota, Provinsi Dan Pendekatan Penanganannya Di setiap kabupaten/kota yang diteliti, melalui konfirmasi dan analisis lanjutan dengan pendekatan metode AHP, Borda dan Bayes diperoleh 5 KPJU unggulan lintas sektoral. Lima KPJU Unggulan lintas sektoral tersebut adalah : Kabupaten Halmahera Utara : Cabai Merah (skor terbobot 0,049), Ikan Cakalang (tangkap) (0,048), Ikan Kerapu (tangkap) (0,047), Toko Sembako (0,035), dan Ikan Kakap (tangkap) (0,034). Kabupaten Halmahera Timur : Padi Sawah (skor terbobot 0,087), Pala (0,041), Batu Gunung (0,034), Semangka (0,034) dan Pasir Sungai (0,033). Kabupaten Halmahera Barat : Ikan Cakalang (tangkap) (skor terbobot 0,051), Kelapa (0,046), Pisang (0,044), Ubi kayu (0,034) dan Ayam Buras (0,029). Kabupaten Halmahera Selatan : Gula Merah (0,044), Ikan Asin (0,044), Ikan Cakalang (tangkap) (0,043), Kerupuk Ikan (0,039), Kopra (0,036). Kabupaten Halmahera Tengah: Ikan Cakalang (tangkap) (0,043), Speedboat (0,039), Pala (0,037) , Mobil Lintas Malut (0,035), Meubel Kayu (0,031) Kabupaten Kepulauan Sula : Ikan Kakap Merah (0,039), Ikan Cakalang (tangkap) (0,038), Hasil Laut (0,034), Ikan Kerapu (keramba) (0,033), dan Ikan Tuna Tangkap (0,032). Kabupaten Pulau Morotai : Rumah Makan (umum)
(0,042), Kayu (0,039), Meubel Kayu
(0,037), Truk Barang (0,036), dan Speedboat (0,031). Kota Ternate : Truk Barang (0,041), Photo Copy (0,037), Speedboat (0,028), Hotel (melati) (0,027), dan Penyewaan Tenda Kursi (0,027). Kota Tidore Kepualauan : Ikan Cakalang (tangkap) (0,048), Cengkeh (0,038), Kelapa Dalam (0,032), Pala (0,031), dan Ubi Kayu (0,029)
Selain itu, terdapat 10 KPJU Unggulan di Tingkat Provinsi Maluku Utara yang dihasilkan dari penilaian kembali terhadap KPJU Unggulan di tingkat kota/kabupaten dengan metode Borda dan metode Bayes adalah Ikan Cakalang (tangkap) (0,090), Cengkeh (0,035), Padi Sawah (0,035), Pala (0,035), Speedboat (0,033), Kelapa (0,032), Angkutan Barang Truk (0,031), Wisata Alam (0,030) , Meubel Kayu (0,030) dan Rumah Makan (umum) (0,029). Penanganan dan pengembangan KPJU Unggulan Lintas Sektor di Provinsi Maluku Utara, khususnya di 9 (sembilan) kabupaten/kota dan di tingkat provinsi yang diteliti perlu menggunakan
24
BOKS I. Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM
titik kekuatan (yang selanjutnya dikembangkan menjadi competitive advantages dan nilai jual) dan mengeliminasi titik kritisnya (kelemahan), serta memanfaatkan peluang yang tersedia. a.
Titik kekuatan yang dimaksud secara umum adalah KPJU yang terpilih umumnya memang KPJU yang sudah unggul di sektornya, baik dalam aspek kapasitas produksinya, luas lahan, serapan tenaga kerja dan kontribusinya bagi perekonomian daerah.
b.
Titik kritis yang dimaksud secara umum adalah lebih kepada persoalan biaya produksi/proses yang masih tinggi, tingkat produktivitas yang belum optimal, teknologi pengembangan yang belum ada/minim, teknologi pasca panen untuk peningkatan nilai tambah, dan perluasan akses pasar.
Rekomendasi 1. Rekomendasi Penetapan KPJU Unggulan a. Direkomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota yang diteliti untuk menetapkan 5 KPJU Unggulan
dan Potensial hasil penelitian ini (sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya) sebagai KPJU Unggulan dan Potensial daerah. b. Direkomendasikan kepada Pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk menetapkan 10 KPJU Unggulan hasil penelitian ini (sebagaimana telah disebutkan sebelumnya) sebagai KPJU Unggulan Provinsi. 2. Rekomendasi Peran Strategis Direkomendasikan
pembagian peran strategis yang dapat dilakukan antara pemerintah,
pelaku/asosiasi pengusaha UMKM, perbankan, dan stakeholder lain dalam pengembangan UMKM dan KPJU unggulannya sebagai berikut. a. Pemerintah. Peran pemerintah kini dan masa mendatang dalam pembangunan UMKM adalah sebagai regulator, fasilitator, dan stimulator, yang menekankan upaya kemandirian dalam pemberdayaan masyarakat, melalui penguatan UMKM basis KPJU Unggulan. b. Pelaku/Asosiasi Pengusaha UMKM. (1) Identifikasi akar masalah atas berbagai kendala dan hambatan yang dihadapi di dalam pengembangan usaha mereka, serta mengkomunikasikan hal tersebut kepada pihakpihak yang dinilai dapat membantu, seperti: penyedia BDS (Business Development Service), asosiasi UKM, instansi pemerintah terkait dan pihak-pihak strategis lain.
25
BOKS I. Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM
(2) Meningkatkan kapasitas dan kompetensinya melalui upaya pengembangan jiwa kewirausahaan, pengembangan etos kerja, dan disiplin kerja serta peningkatan komitmen moral yang tinggi. (3) Melaksanakan
secara
seksama,
konsisten
dan
berkesinambungan
program
pemberdayaan yang diberikan oleh pemerintah dan lembaga lainnya untuk pengembangan usahanya. (4) Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan daya saing produk barang dan jasa yang dihasilkan. (5) Aktif
dalam
berbagai
forum
pengembangan
usaha
sebagai
wahana
untuk
pengembangan penyampaian aspirasi dan kebutuhannya untuk pengembangan usaha serta memperluas jaringan usaha. (6) Mengaktifkan Kadin sebagai forum strategis bagi penyaluran aspirasi, fasilitasi, forum informasi dan komunikasi dan sinergisitas antar UMKM dan dengan organisasi bisnis lainnya di dalam dan luar negeri dalam pengembangan usahanya. c. Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan LSM (1) Melakukan identifikasi atas berbagai permasalahan dan kebutuhan UMKM dalam pengembangan
usahanya,
serta
merumuskan
dan
menyampaikan
program
pemberdayaannya kepada pemerintah dan lembaga lain yang relevan. (2) Mengembangkan teknologi tepat guna dan paket teknologi dalam rangka peningkatan efisiensi, produktivitas, serta daya saing UMKM. (3) Mengembangkan program pendampingan, bimbingan, konsultasi, pemanfaatan teknologi, informasi serta pelatihan untuk mengembangkan kompetensi SDM UMKM, sehingga dapat mengembangkan usahanya secara berkesinambungan. (4) Mengembangkan penelitian dan pengkajian yang berkaitan dengan pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha, pengembangan teknologi, pengembangan SDM UMKM, serta model-model pengembangan alternatif untuk UMKM. (5) Mengembangkan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pemberdayaan UMKM dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Pemerintah Daerah, instansi pemerintah lainnya, Dekopinda, Asosiasi UKM/KADIN. (6) Mengembangkan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pemberdayaan UMKM dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Pemerintah Daerah, instansi pemerintah lainnya, Dekopinda, Asosiasi UKM/KADIN.
26
BOKS I. Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM
(7) Mengembangkan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pemberdayaan UMKM dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Pemerintah Daerah, instansi pemerintah lainnya, Dekopinda, Asosiasi UKM/KADIN. (8) Melaksanakan advokasi kebijakan pemerintah dalam rangka menumbuhkan iklim berusaha yang kondusif, dan pemberian dukungan perkuatan bagi UMKM. d. Perbankan (1) Melakukan identifikasi atas berbagai permasalahan dan kebutuhan pembiayaan UMKM dalam pengembangan usahanya, serta merumuskan dan menyampaikan program pemberdayaannya kepada pemerintah dan lembaga lain yang relevan. (2) Mengembangkan paket pembiayaan dan permodalan untuk mengembangkan usaha UMKM, termasuk pola dan model pengembangan pembiayaan alternatif berbasis syariah. (3) Mengembangkan program pendampingan, bimbingan, konsultasi dan pelatihan pemanfaatan pembiayaan dan permodalan untuk pengembangan usahanya secara berkesinambungan (4) Mengembangkan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi perkembangan pembiayaan UMKM dengan pihak Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Pemerintah Daerah, instansi pemerintah lainnya, asosiasi Pengusaha UMKM dan lembaga swadaya masyarakat.
27
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH
2.1 Kondisi Umum Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi Maluku Utara memiliki target pendapatan dalam APBD sebesar Rp1,61 triliun, meningkat 6,22% (yoy) atau naik sebanyak Rp94,87 milyar dibandingkan dengan target pendapatan pada APBD Perubahan (APBD-P) 2013. Sementara itu, target belanja di tahun 2014 adalah sebesar Rp1,56 triliun atau turun -3,38% (yoy) atau sebanyak Rp54,77 milyar dibandingkan dengan target pengeluaran APBD-P 2013. Dengan demikian, pada tahun 2014 akan terjadi surplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar dimana kondisi ini berbalik dari tahun 2012 dan 2013 dimana Provinsi Maluku Utara selalu defisit dalam APBD. Angka dalam APBD 2014 masih mungkin akan mengalami perubahan dan menjadi APBD-P 2014 jika pemerintah Provinsi Maluku Utara menganggap perlu koreksi sesuai dengan perubahan kebutuhan sepanjang tahun 2014. Grafik 2.1 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam juta rupiah) Surplus/Defisit
Pembiayaan Netto
Belanja
Pendapatan (500,000)
-
500,000 1,000,000 1,500,000 2,000,000
Pendapatan
Belanja
Pembiayaan Netto
APBD 2014
1,619,653
1,567,153
27,500
52,500
APBD-P 2013
1,524,774
1,621,925
121,742
(97,151)
Surplus/Defisit
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2013
Berdasarkan data realisasi hingga triwulan IV 2013, Pemerintah Provinsi Maluku Utara mencatat realisasi pendapatan sebesar Rp1,15 triliun atau realisasi yang tercapai sebesar 76,02% dari target yang ditetapkan diawal tahun sebesar Rp1,52 triliun. Sementara itu, pos belanja di APBD terealisasi sebesar Rp1,38 triliun atau sebesar 85,40% dari target awal yang dicanangkan sebesar Rp1,622 triliun.
28
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH 2.2 Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara memiliki target pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2013 sebesar Rp1,52 triliun. Jumlah pendapatan ini naik 14,95% dari APBD 2013 yang ditentukan sebelumnya. Hal ini dilakukan seiring dengan perubahan kebutuhan suatu daerah dimana hal yang sama juga dilakukan oleh daerah lain di seluruh Indonesia. Dengan demikian, target pendapatan daerah Provinsi Maluku Utara naik sebesar 17,9% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, target pendapatan Malut tahun 2014 adalah sebesar Rp1.61 triliun meningkat sebesar 6,22% atau sebanyak Rp4.87 miliar dibandingkan APBDP 2013. Peningkatan ini utamanya dipicu oleh optimisme pemerintah daerah terhadap peningkatan penerimaan yang bersumber dari dana alokasi umum yang naik sebesar 17,35%, dana alokasi khusus naik sebesar 7,08%, dan dengan adanya pos baru yaitu dana penyesuaian dan otonomi khusus di APBD 2014. APBD 2014 masih memungkinkan untuk mengalami perubahan jika pemerintah menganggap perlu adanya penyesuaian terkait kondisi saat itu. Perubahan terhadap APBD ini biasanya dilakukan setelah semester II tahun berjalan. Dengan demikian pemerintah sudah bisa memperkirakan apakah kebutuhan pembangunan dan operasional dapat dijalankan menggunakan anggaran yang ada ataukah perlu adanya penyesuaian. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan angka-angka diatas akan berubah. Salah satunya adalah PAD yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi mengingat pemerintah sedang melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah serta melakukan pengawasan yang lebih ketat dari sebelumnya untuk memastikan para wajib pajak melaksanakan kewajibannya pada negara. Semua strategi tersebut diharapkan berdampak pada kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak dan terhindarnya kebocoran pajak (KUA APBD TA 2013). Grafik 2.2 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Surplus/Defisit
Pembiayaan Netto
Belanja
Pendapatan (1,000,000)
-
1,000,000
2,000,000
Pembiayaan Surplus/Defisit Netto
Pendapatan
Belanja
Realisasi Tw IV 2013
1,159,115
1,385,551
0
(226,435)
APBD-P 2013
1,524,775
1,621,925
121,742
(97,150)
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2013
29
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Maluku Utara hingga triwulan IV 2013 mencapai Rp1,15 triliun atau terealisasi sebesar 76,02% dari target pendapatan yang ditentukan sampai akhir tahun 2013. Realisasi pendapatan yang melebihi target adalah yang berasal dari pajak air permukaan yang berhasil menembus angka realisasi 245%. Selain itu, pos pendapatan yang mencapai angka realisasi 100% adalah hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Tabel 2.1 Perkembangan Anggaran Pendapatan Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Pos Anggaran Pendapatan PAD Pajak daerah Retribusi daerah Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan DBH DAU DAK Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Hibah Dana penyesuaian dan otonomi khusus Ket : * APBD Perubahan
2013* 1,524,775 237,440 171,724 43,368 22,178 1,046,233 203,953 772,591 69,688 241,103 241,103
2014 1,619,653 204,901 152,200 35,745 16,956 1,119,302 138,055 906,624 74,623 295,451 140,261 155,190
Pertumbuhan 6.22% -13.70% -11.37% -17.58% -23.55% 6.98% -32.31% 17.35% 7.08% 22.54% -41.83% 100.00%
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2013
Tabel 2.2 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Pos Anggaran Pendapatan PAD Pajak daerah Retribusi daerah Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan DBH DAU DAK Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Hibah Ket : * APBD Perubahan
2013* 1,524,775 237,440 171,724 43,368 22,178 1,046,233 203,953 772,591 69,688 241,103 241,103
Realisasi Tw IV 2013 1,159,115 154,389 132,572 16,590 5,057 939,893 97,613 772,591 69,688 64,834 64,834
Persentase 76.02% 65.02% 77.20% 38.25% 22.80% 89.84% 47.86% 100.00% 100.00% 26.89% 26.89%
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2013
30
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH 2.3 Belanja Daerah Target belanja daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara 2013 pada tahun 2013 tercatat sebesar Rp1,4 triliun atau meningkat sebesar 20% (yoy) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Komponen belanja tidak langsung ditargetkan sebesar Rp491,80 miliar atau meningkat sebesar 10% (yoy) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, belanja langsung ditargetkan mencapai Rp911,74 miliar atau naik 26,1 (yoy) dari tahun sebelumnya. Rasio belanja pegawai terhadap total belanja daerah tahun 2013 dengan share sebesar 21,5%, turun tipis jika dibandingkan dengan belanja pegawai tahun sebelumnya yang memiliki share sebesar 21,9%. Namun demikian, jika ditilik angka total belanja pegawai baik yang langsung maupun tidak langsung terakselerasi sebesar 17,6% (yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan tercatat sebesar Rp301,86 miliar. Kondisi ini sejalan dengan rencana penerimaan Calon Penerimaan Pegawai Negeri Sipil Daerah (CPNSD) pada lingkup pemerintah Provinsi Maluku Utara tahun 2013 sebanyak 49 orang dari alokasi penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 782 orang untuk se-Provinsi Maluku Utara. Rasio belanja modal serta belanja barang dan jasa terhadap total belanja daerah tahun 2013 mencapai 60,1% atau meningkat sebesar 57,5% (yoy) jika dibandingkan dengan pos yang sama tahun sebelumnya. Kedua pos belanja dimaksud mencatatkan angka Rp843,42 miliar atau naik sebesar 25,4% (yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan rasio belanja modal yang cukup besar ini, diharapkan pemerintah dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tahun 2013. Berdasarkan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun 2013, dalam rangka penguatan struktur ekonomi Maluku Utara, pembangunan daerah akan diprioritaskan pada sembilan hal yaitu: 1.
Infrastruktur dan sarana prasarana pemerintahan;
2.
Pendidikan dan kesehatan;
3.
Ketahanan pangan;
4.
Penanggulangan kemiskinan, pengangguran, pemberdayaan dan perlindungan sosial;
5.
Sumber daya energi, air dan mineral;
6.
Bencana alam, tata ruang dan lingkungan hidup;
7.
Pariwisata dan kebudayaan;
8.
Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan;
9.
Wilayah perbatasan, terluar, terpencil, dan tertinggal.
31
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH Tabel 2.3 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Pos Anggaran Belanja Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemdes Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemdes Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Ket : * APBD Perubahan
2013* 1,567,153 609,315 343,519 205,475 17,500
2014 1,621,925 625,305 223,949 200,208 27,050
Pertumbuhan 3.50% 2.62% -34.81% -2.56% 54.57%
39,421
28,092
-28.74%
900
900
0.00%
2,500 957,838 71,838 453,218 432,782
2,100 996,620 94,823 377,599 524,198
-16.00% 4.05% 32.00% -16.68% 21.12%
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2013
Tabel 2.4 Anggaran dan Realisasi Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Pos Anggaran Belanja Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemdes Belanja Bantuan Keuangan Kepada Prov./Kab./Kota dan Pemdes Belanja Tidak Terduga Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Ket : * APBD Perubahan
2013* 1,567,153 609,315 343,519 205,475 17,500
Realisasi Tw IV 2013 1,385,551 594,620 216,041 318,612 25,763
Persentase 88.41% 97.59% 62.89% 155.06% 147.22%
39,421
33,535
85.07%
900
643
71.45%
2,500 957,838 71,838 453,218 432,782
26 790,931 69,228 331,944 389,759
1.04% 82.57% 96.37% 73.24% 90.06%
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2013
32
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH Sementara itu, realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi maluku Utara per triwulan IV 2013 tercatat sebesar Rp1,38 triliun atau terealisasi sebesar 88,41%. Realisasi belanja terbesar berasal dari pos belanja tidak langsung yaitu belanja hibah dan belanja bantuan sosial yang masing-masing terealisasi sebesar 155,06% dan 147,22%. Sedangkan belanja tidak langsung sendiri secara aggregat terealisasi sebesar 97,59% atau sebanyak Rp594,62 miliar. Sedangkan pos belanja yang memiliki realisasi terendah dari keseluruhan pos belanja APBD 2013 adalah belanja tak terduga yang hanya terealiasi sebesar 1,04% atau sebanyak Rp0,26 milyar dari Rp2,5 milyar. Selanjutnya, pos belanja langsung secara aggregat terealisasi sebesar 82,57% atau sebanyak Rp790,93 miliar. Jika ditilik lebih dalam lagi, pos belanja yang berhasil mencapai realisasi diatas 90% adalah belanja pegawai sebesar 96,37% atau sebanyak Rp69,22 miliar dan belanja modal sebesar 90,06% atau sebanyak Rp389,75 miliar. 2.4 Defisit dan Pembiayaan Tabel 2.5 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah) Pos Anggaran Surplus/Defisit Pembiayaan Pembiayaan Netto Penerimaan Pembiayaan SiLPA TA Sebelumnya Pengeluaran Pembiayaan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Ket : * APBD Perubahan
2013* (97,151) 121,742 124,242 124,242 2,500 2,500
2014 52,500 27,500 30,000 30,000 2,500 2,500
Pertumbuhan 154,04% -77.41% -75.85% -75.85% 0.00% 0.00%
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2013
Defisit APBD Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada tahun 2013 sebesar Rp97,15 miliar atau naik sebesar 71,3% (yoy) dibandingkan APBD tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2014, Provinsi Maluku Utara dicanangkan akan mengalami surplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar di akhir tahun. Walaupun demikian, ada kemungkinan besar akan adanya perubahan pada APBD 2014 sehingga angka-angka tersebut dapat berubah sesuai dengan besaran perubahan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun demikian, sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya sebesar Rp30,00 miliar dapat digunakan sebagai dana cadangan jika seandainya kondisi mengharuskan pos belanja lebih besar dari pos pendapatan. Kondisi tersebut memungkinkan dengan melihat banyaknya agenda pembangunan pemerintah di tahun 2014 serta ancaman kenaikan harga berbagai komoditas di masa yang akan datang masih ada.
33
BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH Berdasarkan realisasi hingga triwulan IV 2013, APBD Provinsi Maluku Utara mengalami defisit jauh lebih dalam dari target yang ditetapkan sebesar Rp97,15 miliar dan jumlah defisit di akhir tahun 2013 adalah sebesar Rp226,43 miliar atau 233,08% dari target awal. Hal lain yang perlu dilihat adalah realisasi pengeluaran pembiayaan pada akhir 2013 adalah 10 kali lebih tinggi dari target. Tabel 2.6 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah) Pos Anggaran Surplus/Defisit Pembiayaan Pembiayaan Netto Penerimaan Pembiayaan SiLPA TA Sebelumnya Pengeluaran Pembiayaan Penyertaan Modal (Investasi) Daerah Ket : * APBD Perubahan
2013* (97,151) 121,742 124,242 124,242 2,500 2,500
Realisasi Tw IV 2013 (226,435) (32,341) (7,224) 25,117 25,117
Persentase 233.08% -26.57% -5.81% 0.00% 1004.68% 1004.68%
Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara
34
BAB III. INFLASI DAERAH
3.1 Kondisi Umum Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan (yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate di triwulan awal 2014 yaitu tercatat sebesar 8,80% (yoy), jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan data periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,97% (yoy). Tekanan inflasi yang dialami oleh Kota Ternate juga terpantau lebih tinggi dibandingkan dengan Nasional dan Zona Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 7,32% (yoy) dan 7.32% (yoy). Tekanan inflasi bulanan Kota Ternate menunjukkan tren yang fluktuatif. Januari 2014, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,45% (mtm) atau 10,43% (yoy) dimana setelah itu terjadi koreksi harga yang menggiring Kota Ternate pada deflasi sebesar -0,69% (mtm) atau 8,65% (yoy) pada bulan Februari. Deflasi ini terjadi ditengah naiknya harga beberapa komoditas seperti pisang, jeruk lemon dan beberapa komoditas lainnya namun karena andil komoditas tersebut kecil sehingga tidak mampu menahan turunnya harga secara aggregat yang disebabkan oleh komoditas-komoditas dengan andil tinggi seperti halnya yang berasal dari subkelompok ikan segar yaitu cakalang, tongkol, malalugis, kembung. Selain itu, turunnya harga cabai merah dan bawang merah yang juga berhasil menarik pergerakan harga di bulan Februari. Harga barang dan jasa kembali terakselerasi diakhir bulan laporan dimana tercatat inflasi sebesar 0,53% (mtm) atau 8,80% (yoy). Akselerasi harga pada akhir periode laporan terjadi pada tiga kelompok pengeluaran yaitu kelompok bahan makanan, makanan jadi dan kelompok transpor dimana komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah beras, malalugis, cakalang asap, cabai rawit, cabai merah, rokok kretek filter, upah tukang bukan mandor, tarif angkutan udara, dan mobil. Pergerakan harga Kota Ternate sebagai perwakilan Provinsi Maluku Utara dipembukaan tahun 2014 tergolong cukup stabil. Hal ini tergambar dari inflasi dan deflasi yang terjaga dibawah 1% sepanjang triwulan I 2014. Namun ditengah kestabilan tersebut dapat terlihat bahwa kelompok penyusun volatile food tetap mengalami pergerakan yang paling signifikan dibandingkan kelompok yang lain. Disamping itu, kelompok administered price ikut mengalami sedikit goncangan harga
35
BAB III. INFLASI DAERAH seiring dengan naiknya harga beberapa komoditas penyusunnya seperti tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga, dan beberapa komoditas lainnya. Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 12.00 10.00 8.00 6.00 Nasional
4.00
SUlampua
2.00
Malut
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
2013
1
2
3
2014
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah 3.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate 3.2.1 Inflasi Tahunan (yoy) Pergerakan inflasi tahunan (yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate terpantau cukup stabil walaupun tetap terdapat fluktuasi disepanjang triwulan laporan. Triwulan I 2014, Kota Ternate tercatat mengalami inflasi sebesar 8,80% (yoy), jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan data periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 3,97% (yoy). Tekanan inflasi yang dialami oleh Kota Ternate juga terpantau lebih tinggi dibandingkan dengan Nasional dan Zona Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 7,32% (yoy) dan 7.32% (yoy). Tabel 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Kelompok Barang dan Jasa Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Listrik, Gas dan Air Bersih Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Inflasi Umum Tahunan (yoy)
2012 Q1
Q2
2013 Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2014 Q1
4.74 5.71 3.47 9.48 5.12 4.16 3.07
2.56 6.18 3.49 7.79 5.29 4.08 6.04
2.09 6.49 3.63 5.78 5.05 4.17 4.14
1.11 5.47 3.15 6.38 4.55 4.35 3.89
1.96 5.26 6.32 5.53 1.92 3.15 2.57
-2.04 4.15 7.00 2.94 0.88 3.47 4.45
7.54 4.14 13.76 5.05 3.41 8.13 15.94
9.32 4.96 12.47 6.31 2.59 9.56 13.97
3.66 5.68 10.20 10.03 11.19 10.98 14.38
4.54
4.30
3.87
3.29
3.97
2.93
9.66
9.78
8.80
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
36
BAB III. INFLASI DAERAH Berdasarkan kelompoknya, inflasi tahunan disumbangkan oleh seluruh kelompok yang ada. Inflasi tahunan Kota Ternate disumbang oleh tiga kelompok utama yaitu kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan yang mengalami inflasi tertinggi di triwulan awal tahun ini yaitu sebesar 14,38% (yoy), kelompok Kesehatan dengan tingkat inflasi sebesar 11,19% (yoy), dan kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga yang mengalami inflasi tahunan sebesar 10,98% (yoy). Sedangkan kelompok lain yang mengalami inflasi tahunan diatas 10% adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 10,20% (yoy) dan kelompok sandang sebesar 10,03% (yoy). Sementara itu, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi sebesar 5,68% (yoy) serta kelompok bahan makanan yang mengalami inflasi tahunan terendah di triwulan I 2014 yaitu sebesar 3,66% (yoy). Jika dilihat lebih jauh lagi dari kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami inflasi tahunan tertinggi, 3 dari 4 subkelompoknya mengalami inflasi sementara sisanya deflasi. Subkelompok transpor mengalami inflasi tahunan tertinggi sebesar 25,04% (yoy), subkelompok sarana dan penunjang transpor 3,22% (yoy), dan subkelompok jasa keuangan 0,80% (yoy). Sedangkan subkelompok komunikasi dan pengiriman mencatat deflasi sebesar 4,78% (yoy). Sedangkan dari kelompok kesehatan, seluruh subkelompok penyusunnya mengalami inflasi dimana inflasi tahunan tertinggi terjadi pada subkelompok jasa perawatan jasmani 50,55% (yoy), kemudian subkelompok obat-obatan 9,47% (yoy), perawatan jasmani dan kosmetik 7,17% (yoy), dan jasa kesehatan 2,02% (yoy).
Tabel 3.2 Kondisi Inflasi/Deflasi & Andil Kelompok Pengeluaran Kota Ternate UMUM I. BAHAN MAKANAN 1. Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya 2. Daging dan Hasil-hasilnya 3. Ikan Segar 4. Ikan Diawetkan 5. Telur, Susu dan Hasil-hasilnya 6. Sayur-sayuran 7. Kacang - kacangan 8. Buah - buahan 9. Bumbu - bumbuan 10. Lemak dan Minyak 11. Bahan Makanan Lainnya II. MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU 1. Makanan Jadi 2. Minuman yang Tidak Beralkohol 3. Tembakau dan Minuman Beralkohol III. PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BB 1. Biaya Tempat Tinggal 2. Bahan Bakar, Penerangan dan Air 3. Perlengkapan Rumahtangga 4. Penyelenggaraan Rumahtangga
Inflasi 8.80 2.88 11.10 15.85 15.36 2.79 4.53 -9.43 2.51 37.00 -40.77 -0.64 -1.28 6.28 10.33 -4.22 5.63 9.76 11.92 3.36 6.70 7.70
Andil 100.00 20.65 5.00 1.20 4.87 0.72 1.68 2.13 0.33 1.85 1.87 0.95 0.07 13.61 6.23 2.32 5.06 37.61 29.64 4.28 1.90 1.79
IV. SANDANG 1. Sandang Laki-laki 2. Sandang Wanita 3. Sandang Anak-anak 4. Barang Pribadi dan Sandang Lain V. KESEHATAN 1. Jasa Kesehatan 2. Obat-obatan 3. Jasa Perawatan Jasmani 4. Perawatan Jasmani dan Kosmetika VI. PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA 1. Pendidikan 2. Kursus-kursus / Pelatihan 3. Perlengkapan / Peralatan Pendidikan 4. Rekreasi 5. Olahraga VII. TRANSPOR,KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN 1. Transpor 2. Komunikasi dan Pengiriman 3. Sarana dan Penunjang Transpor 4. Jasa Keuangan
Inflasi 10.09 1.62 16.35 23.22 2.51 9.15 2.50 8.40 37.06 6.43 11.32 9.88 0.00 4.37 18.75 6.14 16.39 26.10 -6.41 3.34 0.00
Andil 5.13 1.55 1.35 1.51 0.72 3.59 0.72 0.78 0.52 1.56 4.48 2.50 0.11 0.52 1.24 0.11 14.92 10.27 3.94 0.50 0.21
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
37
BAB III. INFLASI DAERAH 3.2.2 Inflasi Triwulanan (qtq) Berbeda dengan inflasi tahunannya yang terakselerasi hebat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, inflasi triwulanan Kota Ternate lebih rendah baik jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya. Membuka tahun 2014, Kota Ternate mencatat inflasi triwulanan sebesar 0,28% (qtq). Tingkat inflasi ini merupakan inflasi terendah sejak tahun 2012. Sebuah pencapaian yang cukup baik mengingat catatan inflasi Kota Ternate yang sering menjadi korban badai inflasi. Faktor yang menyebabkan terkendalinya harga secara triwulanan adalah terjadinya koreksi harga pada kelompok bahan makanan sebesar -5,43% (qtq). Subkomoditas yang mengalami koreksi harga/deflasi pada triwulan ini adalah subkelompok bumbu-bumbuan -26,70% (qtq), ikan segar -10,83% (qtq), sayur-sayuran -7,27 (qtq), buahbuahan -1,85% (qtq). Terjadinya koreksi pada subkelompok ikan segar diakibatkan oleh melimpahnya pasokan ikan segar dipasar seiring dengan mendukungnya cuaca di perairan Maluku Utara dalam meningkatnya kapasitas tangkap nelayan setelah pada awal tahun 2014 cuaca masih kurang bersahabat sebagai dampak pergeseran waktu perubahan musim pada tahun 2013. Sedangkan turunnya harga pada subkomoditas bumbu-bumbuan, sayur-sayuran, dan buah-buahan adalah suplai yang dapat terjaga dengan baik mengingat Indonesia saat ini sedang berada pada musim panen serta meningkatnya kapasitas produksi beberapa komoditas di internal Maluku Utara sehingga jumlah pasokan berbagai komoditas ke pasar Maluku Utara dapat memenuhi kebutuhan masyarakatnya dengan baik dan berujung pada terkendalinya harga. Faktor lain yang mempengaruhi terjaganya sisi suplai adalah cuaca yang memungkinkan lancarnya arus distribusi. Tabel 3.3 Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) Kelompok Barang dan Jasa Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Inflasi Umum Triwulanan (qtq)
Q1 -0.35 1.28 0.95 0.92 2.61 0.47 0.05 0.52
2012 Q2 Q3 0.29 -0.95 0.81 3.54 1.44 0.44 0.53 3.38 0.35 0.86 -0.08 3.61 3.65 -0.45 1.15 0.71
Q4 2.14 -0.24 0.29 1.43 0.66 0.32 0.64 0.88
Q1 0.48 1.09 4.06 0.11 0.03 -0.67 -1.23 1.18
2013 Q2 Q3 -3.64 8.73 -0.26 3.53 2.09 6.78 -1.93 5.49 -0.68 3.39 0.23 8.27 5.55 10.51 0.14 7.28
Q4 3.84 0.55 -0.85 2.65 -0.13 1.65 -1.07 0.99
2014 Q1 -5.43 2.36 1.55 3.67 6.43 0.92 0.87 0.28
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sementara itu, kelompok pengeluaran lainnya mengalami inflasi yang angkanya sangat bervariasi. Kelompok kesehatan mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 6,43% (qtq) dimana komoditas yang mengalami kenaikan harga berasal dari subkelompok jasa perawatan jasmani 15,45% (qtq), perawatan jasmani dan kosmetik 7,20% (qtq), dan obat-obatan 5,67% (qtq). Sedangkan subkelompok jasa kesehatan terpantau stabil. Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 3,67%
38
BAB III. INFLASI DAERAH (qtq), kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 2,36% (qtq), kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 1,55% (qtq), kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,92% (qtq), dan terakhir kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang terakselerasi sebesar 0,87% (qtq). 3.2.3 Inflasi Bulanan (mtm) Laju inflasi bulanan (mtm) Kota Ternate dipembukaan 2014 tergolong cukup stabil yang terlihat dari tingkat inflasi/deflasi terjaga pada level kurang dari 1% dimana diakhir triwulan I 2014 diketahui bahwa tingkat inflasi yang dialami Kota Ternate sebagai presentasi Maluku Utara sebesar 0,53% (mtm). Tingkat inflasi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi yang terjadi di Nasional maupun zona Sulampua (Grafik 2.2). Januari 2014, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,45% (mtm) atau 10,43% (yoy) dimana setelah itu terjadi koreksi harga yang menggiring Kota Ternate pada deflasi sebesar -0,69% (mtm) atau 8,65% (yoy) pada bulan Februari. Deflasi ini terjadi ditengah naiknya harga beberapa komoditas seperti pisang, jeruk lemon dan beberapa komoditas lainnya namun karena andilnya kecil sehingga tidak mampu menahan turunnya harga secara aggregat yang disebabkan oleh komoditas-komoditas dengan andil tinggi seperti halnya yang berasal dari subkelompok ikan segar yaitu cakalang, tongkol, malalugis, kembung. Selain itu, turunnya harga cabai merah dan bawang merah yang juga berhasil menarik turun pergerakan harga di bulan Februari. Harga barang dan jasa kembali terakselerasi diakhir bulan laporan dimana tercatat inflasi sebesar 0,53% (mtm) atau 8,80% (yoy). Akselerasi harga terjadi pada tiga kelompok pengeluaran yaitu kelompok bahan makanan, makanan jadi, dan kelompok transpor dimana komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah beras, malalugis, cakalang asap, cabai rawit, cabai merah, rokok kretek filter, tarif angkutan udara, dan mobil. Grafik 3.2 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 7.00
Nasional
6.00
Sulampua
5.00
Malut
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 -1.00 -2.00
1
2
3
4
5
6
7
2013
8
9
10 11 12
1
2
3
2014
-3.00
39
BAB III. INFLASI DAERAH ♦ Januari 2014 Dibulan pembuka 2014 ini Kota Ternate tercatat mengalami inflasi sebesar 0,45% (mtm)
atau
10,43%
(yoy)
secara
tahunan. Terjadi penurunan laju inflasi
Grafik 3.3 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Januari 2014 -0.60
-0.09 0.00 0.00 0.06
secara bulanan pada Januari 2014 jika dibandingkan dengan Desember 2013 walaupun
secara
tahunan
terjadi
peningkatan. Desember 2013 lalu, Kota Ternate mencatat laju inflasi sebesar 0,84%
(mtm)
Kelompok
atau
kesehatan
9,78%
(yoy).
merupakan
kelompok dengan tingkat inflasi tertinggi
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Andil Inflasi
0.03
0.55 0.23 0.62 0.08 0.57 0.14 0.64
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kesehatan 1.82 Sandang Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Bahan Makanan
-1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
pada Januari 2014 yaitu sebesar 1,82% (mtm) atau 6,76% (yoy) dengan andil sebesar 0,06% dimana komoditas yang memotorinya berasal dari subkelompok jasa perawatan jasmani (6,39%, mtm) dan perawatan jasmani dan kosmetik (2,09%, mtm). Komoditas yang mengalami kenaikan diantaranya adalah obat flu, tarif gunting rambut wanita, tarif gunting rambut anak, pasta gigi dan pelembab sementara komoditas lainnya terpantau stabil. Kelompok bahan makanan yang notabene adalah “langganan” menjadi motor penggerak utama volatilitas harga di Maluku Utara mengalami inflasi sebesar 0,64% (mtm) atau 12,00% (yoy) diawal tahun 2014 dengan andil sebesar 0,14%. Kelompok bahan makanan terdiri dari 11 subkelompok dimana 8 diantaranya mengalami inflasi dan sisanya mengalami deflasi. Subkelompok ikan segar mengalami inflasi tertinggi sebesar 9,28% (mtm) kemudian disusul oleh subkelompok sayursayuran (8,38%, mtm) dan subkelompok ikan diawetkan (7,91%, mtm). Sedangkan sebkelompok yang mengalami deflasi adalah subkelompok bumbu-bumbuan (21,72%, mtm), buah-buahan (12,35%, mtm), dan lemak dan minyak (1,04%, mtm). Komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah mie kering, daging sapi, malalugis, cakalang, kembung, selar/tude, telur ayam ras, tomat, sayur bayam dan tauge. Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan harga diantaranya adalah ekor kuning, bubara, ketimun, jeruk, pepaya, salak, pisang, lemon cina, cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah. Komoditas yang berasal dari subkelompok ikan segar memang memiliki andil yang tinggi terhadap inflasi umum sehingga kenaikannya dapat berdampak cukup signifikan terhadap inflasi umum Kota Ternate. Namun demikian, tingkat inflasi bulan laporan masih tergolong rendah. Hal ini dikarenakan adanya koreksi harga yang dalam pada
40
BAB III. INFLASI DAERAH komoditas dari subkelompok bumbu-bumbuan seperti cabai/rica dan bawang merah yang juga memiliki andil tinggi terhadap inflasi umum sehingga mampu menyeimbangkan gejolak harga yang diakibatkan oleh naiknya harga komoditas dari subkelompok ikan segar. Berdasarkan andil yang diberikan, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar merupakan kelompok dengan andil tertinggi yaitu sebesar 0,23% dengan tingkat inflasi sebesar 0,62% (mtm) atau tertinggi ketiga setelah kelompok kesehatan (1,82%, mtm) dan bahan makanan (0,64%, mtm). Semua subkelompok penyusun kelompok ini mengalami inflasi dimana inflasi tertinggi dialami oleh subkelompok penyelenggaraan rumah tangga (1,61%, mtm) dan subkelompok bahan bakar, penerangan dan air (1,56%, mtm). Komoditas yang mengalami kenaikan harga dari kelompok ini diantaranya adalah upah tukang bukan mandor, besi beton, cat tembok, cat kayu/cat besi, bahan bakar rumah tangga, tempat tidur dan pengharum/pelembut. Sementara itu, komoditas yang mengalami penurunan harga diantaranya adalah pasir dan air conditioner (AC). ♦ Februari 2014 Pertengahan triwulan I 2014, koreksi harga
Grafik 3.4 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Februari 2014 Bahan Makanan -6.20 Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Kesehatan Sandang
sebesar -0,69% (mtm) atau 8,65% (yoy).
-1.36
Koreksi harga ini disebkan oleh cukup
-0.04 -0.30
Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
atau deflasi dialami oleh Kota Ternate
Andil Inflasi
0.02 0.48 0.10 0.73 0.31 0.85 0.10 0.16
dalamnya koreksi harga yang dialami oleh kelompok bahan makanan yaitu sebesar -6,20% (mtm) atau 4,83% (yoy) serta 3.10
kelompok transpor, komunikasi dan jasa
3.30
keuangan yang mengalami deflasi sebesar -
-8.00 -6.00 -4.00 -2.00 0.00 2.00 4.00
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
0,30%
(mtm)
atau
13,15%
(yoy).
Disampaing itu, tingkat inflasi yang rendah
dari sebagian besar kelompok lainnya memungkinkan terjadinya koreksi harga secara aggregat. Dari 7 kelompok pengeluaran, terdapat dua kelompok yang tercatat mengalami inflasi tertinggi yaitu kelompok sandang (3,30%, mtm) dan kelompok kesehatan (3,10%, mtm). Inflasi yang dialami oleh kedua kelompok tersebut mampu menahan laju koreksi harga yang disebabkan oleh deflasi yang dialami oleh kelompok bahan makanan dan transpor, komunnikasi dan jasa keuangan. Lebih dalam terkait koreksi harga kelompok bahan makanan di bulan Februari ini, dari 11 subkelompok penyusunnya, terdapat 4 kelompok mengalami inflasi, 6 subkelompok mengalami
41
BAB III. INFLASI DAERAH deflasi dan 1 subkelompok terpantau stabil. Tiga subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah subeklompok buah-buahan 14,92% (mtm) atau 42,32% (yoy), subkelompok kacangkacangan 9,35% (mtm) atau 17,25% (yoy), dan subkelompok telur, susu dan hasil-hasilnya 2,35% (mtm) atau 16,18% (yoy). Sedangkan subkelompok yang mengalami deflasi tertinggi adalah subkelompok ikan segar -20,21% (mtm) atau 11,43% (yoy), subkelompok ikan diawetkan 14,72% (mtm) atau -8,07 (yoy), subkelompok bumbu-bumbuan 13,29% (mtm) atau -29,85% (yoy), dan subkelompok sayur-sayuran -4,74% (mtm) atau -7,75% (yoy). Komoditas yang mengalami kenaikan harga dari kelompok bahan makanan diantaranya adalah mie kering instan, beras, telur ayam ras, tempe, tahu mentah, pisang, jeruk dan lemon. Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan
harga
adalah
cumi-cumi,
tongkol,
kembung/gembung,
dolosi,
selar/tude,
malalugis/sorihi, cakalang, teri kering, cakalang asap, kacang panjang, kentang, bayam, sawi hijau, tauge/kecambah, pepaya, bawang putih, cabai merah dan bawang merah. Bila dilihat berdasarkan andilnya, dari 7 kelompok pengeluaran tercatat 5 kelompok memberikan kontribusi bernilai positif dan dua kelompok bernilai negatif dimana kedua kelompok tersebut adalah kelompok bahan makanan (-1,36%) dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan (-0,04%). Andil negatif yang diberikan oleh kedua kelompok ini searah dengan deflasi yang dialaminya. Andil tertinggi diberikan oleh kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar o,31% dimana kelompok ini mengalami inflasi sebesar 0,85% (mtm) atau 10,17% (yoy). Akselerasi harga pada kelompok ini dimotori oleh naiknya harga komoditas penyusunnya seperti pasir, semen, keramik, pipa paralon, batu, mesin cuci dan lemari hias. Sedangkan komoditas yang menghambat akselerasi harga lebih jauh dari kelompok ini adalah cat kayu/besi, cat tembok, besi beton, batako dan bahan bakar rumah tangga. Dengan volatilitas yang terjadi pada semua kelompok pada bulan Februari 2014 ini, Kota Ternate masih berada pada level yang cukup stabil dengan capaian deflasi 0,69%. ♦ Maret 2014 Dipenghujung triwulan I 2014, Kota Ternate tercatat mengalami inflasi sebesar 0,53% (mtm) atau 8,80% (yoy). Akselerasi harga terjadi pada semua kelompok pengeluaran kecuali kelompok sandang yang mengalami koreksi harga/deflasi sebesar -0,19% (mtm) atau 10,03% (yoy). Oleh karena itu, akselerasi harga secara aggregat dapat terjadi. Kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi adalah kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 1,79% (mtm) atau 14,38% (yoy), kelompok 1,38% (mtm) atau 11,19% (yoy), dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 1,04% (mtm) atau 5,68% (yoy).
42
BAB III. INFLASI DAERAH Kelompok transpor, komunikasi dan jasa
Grafik 3.5 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Maret 2014 -0.01 Sandang-0.19 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Bahan Makanan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kesehatan
0.03 0.08 0.04 0.17 0.02 0.44 0.14
Inflasi
inflasi
terhadap inflasi bulan Maret Kota Ternate yang
1.50
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
2
subkelompok
deflasi dan 1 subkelompok terpantau
1.38
1.00
menyusunnya,
mengalami inflasi, 1 kelompok mengalami
1.04
0.26 0.50
mengalami
yaitu sebesar 0,26%. Dari 4 subkelompok
0.05
0.00
selain
tertinggi juga memiliki andil tertinggi Andil
Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
-0.50
keuangan
1.79
stabil. Subkelompok transpor mengalami
2.00
inflasi sebesar 2,19% (mtm) atau 25,04% (yoy), subkelompok sarana dan penunjang
transpor 1,88% (mtm) atau 3,22% (yoy). Sedangkan subkelompok komunikasi dan pengiriman tercatat deflasi sebesar -2,49% (mtm) atau -4,78% (yoy). komoditas yang mengalami kenaikan harga dari kelompok ini diantaranya adalah tarif angkutan udara, mobil, dan telepon seluler. Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan harga diantaranya adalah sepeda motor. Kelompok selanjutnya yang mengalami inflasi adalah kelompok kesehatan 1,38% (mtm) atau 11,19% (yoy) dengan andil sebesar 0,05%. Inflasi pada kelompok ini dimotori oleh naiknya komoditas dari 2 subkelompok yaitu obat-obatan 2,77% (mtm) atau 9,47% (yoy), perawatan jasmani dan kosmetik 1,80% (mtm) atau 7,17% (yoy). Sedangkan 2 subkelompok sisanya yaitu subkelompok jasa kesehatan dan jasa perawatan jasmani terpantau stabil pada bulan Maret namun secara tahunan subkelompok jasa kesehatan naik sebesar 2,02% (yoy) dan subkelompok jasa perawatan jasmani 50,55% (yoy). Selanjutnya yang mengalami inflasi serta memiliki andil tinggi adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau yang mengalami inflasi sebesar 1,04% (mtm) atau 5,68% (yoy) dengan andil sebesar 0,14%. Dari 3 subkelompok penyusunnya, subkelompok tembakau dan minuman beralkohol mengalami inflasi sebesar 2,93% (mtm) atau 3,54% (yoy), subkelompok minuman yang tidak beralkohol mengalami deflasi sebesar -0,18% (mtm) atau -2,29% (yoy). Sedangkan subkelompok makanan jadi terpantau stabil secara bulanan (mtm) namun secara tahunan terpantau mengalami inflasi sebesar 10,89% (yoy). komoditas yang mengalami kenaikan harga dari kelompok ini diantaranya adalah rokok kretek filter, dan rokok putih. Sedangkan komoditas yang turun harganya adalah gula pasir. 3.3 Faktor-Faktor Penggerak Inflasi Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi secara tahunan dipengaruhi oleh gejolak harga yang terjadi pada kelompok bahan makanan (volatile foods) dan kelompok inti
43
BAB III. INFLASI DAERAH (core inflation). Sementara itu, kelompok administered price sedikit bergejolak namun pada level aman. Grafik 3.6 Pergerakan Inflasi Berdasarkan Faktor Penyebabnya 50.00 40.00 30.00
Vol. Food Adm. Prices Inti
20.00 10.00 -
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah
3.3.1 Faktor Fundamental Tekanan inflasi inti (core inflation) pada triwulan I 2014 terpantau mengalami kenaikan baik jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Inflasi inti di akhir triwulan I 2014 berada pada kisaran 10,39% (yoy). Sedangkan pada triwulan IV 2013 tercatat inflasi inti sebesar 8,15% (yoy) dengan andil sebesar 5,02% (yoy) dan pada triwulan I 2014 tercatat inflasi inti sebesar 5,07% (yoy) dengan andil sebesar 3,09% (yoy). Pergerakan inflasi inti yang disebabkan salah satunya oleh naiknya komoditas global seperti nikel, minyak bumi dan emas walaupun masih dibawah level tahun. Terakselerasinya harga komoditas global seperti harga emas, nikel dan harga minyak dunia dimana kenaikan ini terlihat sejak Januari tahun 2014. Tekanan depresiasi rupiah yang terjadi di triwulan IV 2013 mulai mereda di awal tahun 2014 walaupun masih berada pada level yang cukup tinggi namun stabilitas rupiah dapat terjaga dengan baik.
44
BAB III. INFLASI DAERAH Grafik 3.7 Pergerakan Harga Nikel dan Emas Internasional 30
Nikel
2000
Emas
1800 120
25
Ribu $
20 15 10
1000
60
10%
40
0%
20
-10%
400 200 0
0 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2012
2013
20%
0
-20% 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 2011
2014
Sumber : World Bank
40%
g_yoy (Aksis Kanan)
30%
600
5
Harga Nikel
1600 100 1400 80 1200 800
2011
Grafik 3.8 Pergerakan Harga Crude Oil West Texas Intermediate
2012
2013
2014
Sumber : World Bank
Dari sisi domestik, terjaganya akselerasi inflasi inti sehingga tidak melaju lebih jauh lagi melalui meningkatkan kemampuan sisi penawaran dalam menjawab fluktuasi sisi permintaan sehingga perekonomian nasional tetap dapat tumbuh dengan baik. Hal tersebut tercermin dari fluktuasi nilai rupiah yang cukup stabil serta kapasitas utilisasi produksi. ♦ Interaksi Permintaan dan Penawaran Mengawali 2014, tingkat konsumsi masyarakat mulai kembali pada kondisi normal seiring berakhirnya natal dan liburan akhir tahun yang tercermin dari penggunaan kapasitas produksi di level moderat serta cuaca yang kembali membaik diakhir triwulan I 2014 sehingga mampu menciptakan tingkat inflasi yang rendah dan cukup stabil hingga akhir triwulan yaitu berupa tingkat inflasi/deflasi dibawah 1%. Faktor cuaca yang membaik sehingga mempengaruhi tinggi gelombang di perairan Maluku Utara mampu mempengaruhi kapasitas produksi ikan sehingga stok ikan di pasar dapat memenuhi permintaan dengan baik. Selain berpengaruh terhadap harga komoditi, cuaca yang baik juga memungkinkan arus distribusi lancar dan berbagai komoditas dapat tersuplai dengan mengingat topografi Maluku Utara yang berupa kepulauan serta sebagian pemenuhan kebutuhan harian masyarakat Maluku Utara dari impor antar daerah. ♦ Eksternal Sepanjang triwulan I 2014, nilai tukar rupiah mulai menguat ditengah kondisi perekonomian global yang masih dalam masa pemulihan dan bayang-bayang kebijakan tappering off the fed. Nilai rupiah menguat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya namun melemah jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika ditutup pada level Rp11.347 / USD pada triwulan I 2014. Secara point to point, tekanan
45
BAB III. INFLASI DAERAH terhadap nilai rupiah menguat sebesar 4,96% dari posisi triwulan sebelumnya yang tercatat pada level Rp11.555 / USD atau naik sebesar 26% jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang terpantau pada level Rp9.622 / USD. Walaupun tekanan terus menguat, tingkat volatilitas rupiah tetap terjaga sehingga optimisme pasar masih tinggi. Hal ini terlihat dari masih derasnya aliran dana investasi yang masuk ke Indonesia hingga triwulan I berakhir. Optimisme investor terhadap perkembangan ekonomi Indonesia ditengah terjadinya kenaikan harga berbagai komoditas global mencerminkan cukup kuatnya struktur perekonomian Indonesia. Sementara itu, harga komoditas internasional seperti nikel, emas dan minyak mentah (West Texas Intermediate) mengalami fluktuasi sepanjang triwulan I 2014 (Grafik 2.7 dan 2.8). Secara triwulanan, tren kenaikan harga tiga komoditas ini pada triwulan I 2014 sempat mengalami penurunan di bulan Januari 2014 jika dibandingkan dengan Oktober 2013 namun terus menunjukkan tren kenaikan harga setelah itu. Khusus untuk komoditas emas, kenaikan harga terjadi secara triwulanan (qtq) namun terpantau turun tajam secara tahunan (yoy). Secara triwulanan, harga emas di pasar internasional terpantau turun sebesar 4,3% (qtq) pada akhir triwulan dan secara tahunan terpantau turun signifikan yaitu sebesar 12,58% (yoy). Sedangkan untuk komoditas minyak mentah West Texas Intermediate (WTI), secara triwulanan naik sebesar 7,59% (qtq) dan secara tahunan naik sebesar 10.95% (yoy). Grafik 3.9 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Rp12,500 Rp12,000 Rp11,500 Rp11,000 Rp10,500 Rp10,000 Rp9,500 Rp9,000 Rp8,500 Rp8,000
30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00% -5.00% 1
3
5
7
2012
9 11 1
3
5
7
2013
9 11 1
3
2014
3.3.2 Non Fundamental ♦ Volatile Foods Berdasarkan data tahunannya, tekanan inflasi yang dialami kelompok volatile foods terpantau mereda setelah sempat terakselerasi hebat diakhir 2013 yang berlanjut hingga awal 2014. Diakhir
46
BAB III. INFLASI DAERAH triwulan I 2014, kelompok ini tercatat mengalami penurunan baik jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada akhir periode laporan, kelompok ini tercatat mengalami deflasi sebesar -0,50% (yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat pada angka 8,15% (yoy). Perubahan yang cukup signifikan juga terlihat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dimana kelompok ini tercatat mengalami inflasi sebesar 2,20% (yoy). Grafik 3.11 Perkembangan Harga Ikan Tangkap
Grafik 3.10 Volume Tangkap dan Nilai Ikan Tangkap 900.00 800.00 700.00 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 -
12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 1
2
45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
2013 2013 Volume (per ton)
2014 Nilai (dalam Milyar Rp)
Sumber : PPN Kota Ternate, diolah
1
2
3
3
Cakalang
Tongkol
Ekor Kuning
Kakap Merah
2014 Kerapu
Sumber : PPN Kota Ternate, diolah
Meredanya tekanan inflasi kelompok volatile foods diakhir triwulan laporan dimotori oleh mulai membaiknya cuaca sehingga mempengaruhi baik dari sisi arus distribusi serta kapasitas produksi ikan tangkap yang terpantau menanjak sehingga kebutuhan masyarakat akan ikan tangkap dapat terpenuhi. Komoditas ikan tangkap ini memang sering kali memantik tingginya inflasi di Malut dimana faktor cuaca dan struktur pasar yang tergolong oligopoli adalah penyebabnya. Selain itu, daerah-daerah pemasok berbagai komoditas ke Malut yang saat ini sedang berada pada masa panen menyebabkan suplai ke Malut sesuai dengan permintaan. Sementara itu, petani holtikultura di Malut juga sedang memasuki masa panen sehingga suplai komoditas sayur-sayuran, barito, dan beberapa komoditas lainnya melimpah di pasar yang mendorong terjadinya inflasi pada komoditaskomoditas tersebut. Pola naik/turunnya harga sejumlah komoditas volatile foods yang terjadi secara nasional juga dialami oleh Maluku Utara namun pada magnitude yang lebih besar. Hal ini merupakan dampak dari masih besarnya ketergantungan Maluku Utara terhadap barang impor dari daerah lain dalam memenuhi kebutuhannya. Disamping itu, struktur pasar yang berbentuk oligopoli dalam tata niaga komoditas volatile foods menyebabkan gejolak inflasi di Malut sering kali berada pada level yang lebih tinggi dari sebagian besar daerah lain di Indonesia bahkan jika dibandingkan dengan provinsi
47
BAB III. INFLASI DAERAH lain di zona Sulampua. Selain itu, tingkat rigiditas harga yang cukup tinggi menyebabkan lamanya harga komoditas berada pada level tinggi dan hal ini akan berdampak pada pendapatan riil masyarakat. Namun demikian, kondisi yang cukup terkendali di awal tahun 2014 ini diharapkan dapat terus dijaga walaupun faktor-faktor yang mampu mengakselerasi harga di masa yang akan datang masih ada sehingga pemerintah bersama dengan institusi terkait harus menyiapkan rencana yang matang untuk dapat menahan laju inflasi pada tingkat yang serendah-rendahnya. ♦ Administered Price Secara tahunan, inflasi yang dialami oleh kelompok administered price pada akhir triwulan I 2014 tercatat sebesar 14,22% (yoy). Lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan IV 2013, tekanan pada kelompok ini tercatat sebesar 14,03% (yoy) dengan andil sebesar 1,97 (yoy) dan tercatat inflasi sebesar 2,36% (yoy) dengan andil sebesar 0,34% (yoy) pada akhir tahun 2012. Naiknya tekanan inflasi kelompok administered price disebabkan oleh tren naiknya inflasi pada komoditas dari subkelompok tembakau dan minuman beralkohol (3,54%, yoy), transpor (25,04%, yoy), dan subkelompok sarana dan penunjang transpor (3,22%, yoy). naiknya subkelompok transpor ini dimotori oleh naiknya harga minyak dunia yang berakibat pada naiknya biaya operasi maskapai penerbangan sehingga harga tiket pesawat pun ikut merangkak naik. Selain itu, adanya tarif pajak baru yang ditetapkan terhadap jasa penerbangan ikut menyumbang terakselerasinya subkelompok transpor. Sementara itu, subeklompok bahan bakar, penerangan dan air adalah satusatunya subkelompok dari kelompok administered price yang solid menunjukkan tren penurunan angka inflasi selama triwulan I 2014 hingga akhirnya berlabuh di level 4,17% (yoy).
48
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN BAB III. Perkembangan Perbankan Daerah
4.1 Kondisi Umum Perbankan Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada triwulan I-2014 menunjukan perkembangan positif, baik secara kelembagaan maupun secara keuangan. Walaupun Aset perbankan pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan, namun penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang disalurkan mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan tingkat pertumbuhan penyaluran dana tercatat lebih tinggi dibandingkan penghimpunan DPK sehingga mengakibatkan Loan to Deposit Ratio (LDR) meningkat. Peningkatan penyaluran kredit ini juga diiringi peningkatan rasio Non Performing Loan’s (NPL) yang sedikit meningkat, namun demikian rasio ini masih berada didalam batas aman yang ditetapkan. Secara kelembagaan di tahun 2014, akan ada penambahan jaringan kantor Bank Umum Syariah, BPRS dan BPR yang tersebar di wilayah Maluku Utara dan sedang proses perizinan di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebagai informasi bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, sejak tanggal 31 Desember 2013 seluruh fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.
4.1.2 Perkembangan Aset Perbankan Total aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan I-2014 tercatat Rp 6,5 triliun rupiah, meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 9,4% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan asset bank umum mengalami penurunan sebesar 2,1% (qtq). Dari segi kepemilikan, pertumbuhan aset bank swasta jauh lebih tinggi dibandingkan bank pemerintah, namun secara nominal porsi aset bank pemerintah masih lebih tinggi jika dibandingkan bank swasta. Pertumbuhan aset bank swasta secara tahunan mencapai 16,1% (yoy), sedangkan pertumbuhan aset bank pemerintah sebesar 8,2% (yoy). Dengan peningkatan ini, porsi aset bank swasta turun dari 14,9% pada triwulan
I-2013 menjadi 15,8% pada
triwulan I-2014. Berdasarkan jenis operasinya, peningkatan juga terjadi pada aset perbankan syariah. Peningkatan ini menunjukan pertumbuhan yang signifikan, bahkan lebih tinggi dari 49
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN pertumbuhan aset bank umum konvensional. Pertumbuhan aset perbankan konvensional sebesar 8,8% (yoy), sedangkan aset perbankan syariah pertumbuhannya mencapai 22,0% (yoy). Meskipun porsi perbankan syariah masih relatif kecil dalam struktur perbankan secara keseluruhan, namun selama setahun terakhir porsinya terus mengalami peningkatan dari 4,6% pada triwulan I-2013 menjadi 5,1% pada triwulan I-2014. Grafik 4.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah)
Sumber: LBU, diolah
4.1.3 Intermediasi Perbankan Jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan di Maluku Utara pada triwulan I-2014 mencapai Rp 5,08 triliun, meningkat 6,0% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Secara triwulan, penghimpunan DPK bank umum naik 5,2% (qtq). Dana pihak ketiga tersebut mayoritas disimpan dalam bentuk tabungan sebesar 58,0%, diikuti oleh giro dan deposito dengan porsi masing-masing sebesar 23,3% dan 18,8%. Dibandingkan komponen DPK lainnya, tabungan tercatat mengalami pertumbuhan tahunan tertinggi sebesar 17,1% (yoy). Sementara, deposito tumbuh 7,4% (yoy), namun giro masih mengalami penurunan 14,9% (yoy). Grafik 4.2 Perkembangan DPK (miliar rupiah)
Dibandingkan tahun Sumber: sebelumnya, LBU diolah peran intermediasi perbankan yang diukur melalui tingkat LDR mengalami kenaikan dari
84,0% pada triwulan I-2013 menjadi 92,8% 50
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN pada triwulan I-2014. Peningkatan ini terjadi dikarenakan pada triwulan I-2014 peningkatan kredit lebih tinggi daripada peningkatan dana pihak ketiga. Grafik 4.3 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara
Sumber: LBU, diolah
Jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di Maluku Utara pada triwulan I-2014 mencapai Rp 4,71 triliun, meningkat 17,1% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara triwulan, kredit juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,8% (qtq). Dari sisi penggunaan, kredit konsumsi masih mendominasi penyaluran kredit dengan porsi sebesar 62,6%, diikuti oleh kredit modal kerja sebanyak 27,2%, dan sisanya sebesar 10,3% diberikan untuk kredit investasi. Jika dilihat pertumbuhan masing-masing kredit tersebut, kredit investasi mencatatkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 30,3% (yoy), diikuti oleh kredit konsumsi yang tumbuh 19,5% (yoy), dan kredit modal kerja 8,0% (yoy). Secara triwulanan, kredit konsumsi masih mengalami pertumbuhan tertinggi mencapai 3,6% (qtq), sementara kredit modal kerja turun 1,3%(qtq), dan kredit investasi turun 0,2% (qtq). Pertumbuhan kredit konsumsi terbesar digunakan oleh debitur perseorangan untuk keperluan multiguna. Dari sisi golongan kredit, total kredit UMKM pada triwulan laporan mencapai Rp 1,35 triliun atau sebesar 28,7% dari seluruh kredit yang disalurkan oleh perbankan di Maluku Utara. Selama setahun terakhir penyaluran kredit UMKM naik sebanyak 3,3% (yoy). Untuk perkembangan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) pada triwulan I-2014 mencapai Rp 177,55 miliar atau meningkat 2,00% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
51
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Grafik 4.4 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah)
Sumber: LBU, diolah
Dari sisi penyaluran kredit kepada sektor usaha, sektor perdagangan besar dan eceran adalah lapangan usaha yang memperoleh porsi kredit terbesar hingga mencapai 25,6% atau senilai Rp 1,21 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya, penyaluran kredit kepada sektor ini meningkat 36,0% (yoy). Sektor lainnya yang memperoleh porsi kredit cukup besar adalah sektor konstruksi dengan porsi kredit pada triwulan I-2014 sebesar 4,5% atau sebesar Rp 211,03 milyar. Sedangkan untuk sektor lainnya, relatif kecil hanya memperoleh porsi kredit kurang dari 3%. Sektor pertanian, perburuan dan kehutanan yang merupakan salah satu sektor unggulan di Maluku Utara memperoleh porsi kredit sebanyak 0,2%, atau senilai Rp 11,10 milyar. Sementara itu penyaluran kredit sektor perikanan meningkat 45,1% (yoy), dan secara triwulanan turun sebesar 0,9% (qtq). Dari beberapa fakta tersebut, dapat disimpulkan bahwa sektor-sektor unggulan di Provinsi Maluku Utara masih potensial untuk mengalami peningkatan dan berkembang.
4.1.4 Perkembangan Bank Syariah Kinerja perbankan syariah di Maluku Utara pada triwulan I-2014 masih menunjukan perkembangan positif, diharapkan pada tahun 2014 akan terus menunjukkan perkembangan positif, dimana secara kelembagaan rencana akan dibuka kantor cabang PT. BNI Syariah di Ternate dan PT.BPRS Bobato Lestari di Tidore Kepulauan yang masih dalam proses perizinan di Kantor Otoritas Jasa keuangan (OJK). Aset perbankan syariah di Maluku Utara pada triwulan I-2014 tercatat sebesar Rp 330,05 miliar, meningkat 22,0%(yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya, namun mengalami penurunan 6,7% (qtq) dari posisi triwulan IV-2013 yang sebesar Rp 335,64 miliar. Jika dilihat porsinya terhadap Total Aset Bank Umum adalah sebesar 5,11% 52
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan syariah di Provinsi Maluku Utara pada triwulan I-2014 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 17,8% (yoy). Namun secara triwulanan, penghimpunan DPK pada perbankan syariah mengalami penurunan sebesar 8,6% (qtq). Pada triwulan laporan tabungan syariah mengalami pertumbuhan sebesar 15,0%(yoy), sedangkan secara triwulanan mengalami penurunan sebesar 8,6% (qtq). Deposito syariah mengalami pertumbuhan sebesar 35,0% (yoy) dan secara triwulanan turun 0,4% (qtq). Sementara Giro syariah turun sebesar 19,1% (yoy), dan secara triwulanan juga turun sebesar 43,0% (qtq). Penyaluran pembiayaan oleh bank syariah di Maluku Utara pada triwulan I-2014 tercatat sebesar Rp 195,76 miliar, mengalami kenaikan sebesar 26,1% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Secara triwulanan, penyaluran pembiayaan syariah pada triwulan laporan sedikit mengalami kenaikan sebesar 1,1% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Pembiayaan konsumsi masih memiliki porsi pembiayaan terbesar sebesar 65,7% dan tumbuh sebesar 7,73% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu pembiayaan modal kerja yang memiliki porsi sebesar 23,7% mengalami pertumbuhan sebesar 91,1% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pembiayaan investasi syariah yang mulai dilakukan sejak tahun 2012 memiliki porsi sebesar 10,6% dari total pembiayaan syariah di Provinsi Maluku Utara, tumbuh secara signifikan sebesar 78,2%(yoy). Peran intermediasi bank syariah yang digambarkan melalui angka FDR (financing to deposit ratio) masih terjaga pada tingkatan yang baik, ditunjukkan dengan adanya peningkatan ratio jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013. Jika pada triwulan I-2013 angka FDR sebesar 69,8%, maka pada triwulan I-2014 angka FDR naik ke level 74,2%. Hal yang positif adalah bahwa peran intermediasi perbankan syariah masih memperhatikan kualitas pembiayaan yang disalurkan, dimana angka non performing finances (NPF’s) pada triwulan I-2014 berada pada level 2,3% sehingga masih berada dibawah batas yang ditentukan. Grafik 4.5 Perkembangan Bank Syariah
Sumber: LBU, diolah
53
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Maluku Utara pada triwulan I-2014 menunjukkan pertumbuhan yang positif yang tercermin dari pertumbuhan Aset, DPK, dan Kredit/Pembiayaan dibandingkan dengan tahun lalu. Dari sisi kelembagaan juga menunjukkan perkembangan yang positif, karena adanya pembukaan kantor cabang baru BPR di Sanana-Kab.Kepulauan Sula pada bulan Juli 2013 dan terdapat satu BPRS di Kota Tidore Kepulauan dan kantor cabang BPR di Labuha-Kab. Halmahera Selatan yang sedang dalam proses perizinan di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Aset BPR/S pada triwulan I-2014 secara tahunan tumbuh sebesar 37,6% (yoy) dari Rp 27,46 milyar pada triwulan I-2013 menjadi Rp 37,80 milyar pada triwulan I-2014. Secara triwulanan tumbuh 12,6% (qtq). DPK tumbuh sebesar 54,58% dari Rp 13,05 milyar pada triwulan I-2013 menjadi Rp 20,18 milyar pada triwulan I-2014. Pertumbuhan kredit/pembiayaan pada triwulan I-2014 secara tahunan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu sebesar 31,2% (yoy) atau sebesar Rp 27,67 milyar dari sebesar Rp 21,09 milyar pada triwulan I-2013. Grafik 4.6 Perkembangan BPR/S
Sumber: LB BPR/BPRS, diolah
4.2.1 Non Performing Loans (NPL’s) Bank Umum Jumlah kredit bermasalah pada triwulan I-2014 masih cukup baik , atau berada dibawah batas yang ditentukan yaitu 5%. Namun demikian nilai NPL’s pada triwulan laporan mengalami kenaikan jika dibandingkan tahun sebelumnya dari 2,5% menjadi 3,1%. Jika dibandingkan triwulan sebelumnya, NPL’s pada triwulan laporan juga mengalami kenaikan, dimana nilai NPL pada triwulan IV-2013 tercatat sebesar 2,8%.
54
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN Dari keseluruhan kredit bermasalah, kredit modal kerja merupakan penyumbang NPL’s terbesar yaitu 1,5%. Angka ini mengalami perbaikan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu sebesar 1,7%. Grafik 4.7 Perkembangan NPL’s Perbankan
Sumber: LBU, diolah
4.2 Stabilitas Sistem Keuangan 4.2 1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah Di Triwulan I 2014, penyaluran kredit pada korporasi masih didominasi oleh sektor perdagangan yaitu sebesar 26,72%. Sektor ini selalu memiliki share diatas 20% sejak tahun 2010 terhadap total kredit yang disalurkan di Maluku Utara. Tercatat sebanyak Rp. 1,26 triliun rupiah di akhir triwulan laporan. Masih rendahnya kredit yang mengalir ke sektor utama seperti pertanian dan pertambangan menunjukkan bahwa masih terdapat ruang bagi perbankan untuk menyalurkan dana kredit.
Grafik 4.8 Struktur Aliran Dana Kredit Sektoral Pertanian, 0.48 % LGA, 0.00%
Industri Pertambangan, Pengolahan, 0. 0.01% 74%
Penyaluran
dana
kredit
oleh
perbankan
terpantau melambat di triwulan I 2014. Penurunan Bangunan, 4.4 8%
dana kredit yang disalurkan ke korporasi mulai terlihat sejak pertengahan 2012. Penurunan tajam pada
PHR, 26.72%
JasaJasa, 64.43%
kinerja sektor pertambangan mempengaruhi kredit yang disalurkan ke sektor tersebut. Selain sektor Keuangan, Pers ewaan dan Jasa Perusahaan, 2. 26% Transportasi, 0. 89%
pertambangan,
sektor
pertanian
juga
mencatat
penurunan yang signifikan sejak pertengahan 2012. Berbeda
sektor
yang
lain,
sektor
perdagangan
55
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN mencatatkan pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan. Peningkatan kredit ke sektor ini dapat dijadikan indikasi pertumbuhan sektor ini yang selalu dua digit setiap triwulannya. Namun demikian, semakin besar suatu sektor maka semakin banyak kebutuhan tenaga kerja dimana hal ini dapat menyebabkan pengalihan tenaga kerja dari sektor lainnya ke sektor ini. Sehingga diperlukan strategi pemenuhan tenaga kerja terampil yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh sektor sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dapat terwujud. Ditilik dari segi kualitasnya, kredit yang disalurkan ke korporasi masih berada dalam kategori ama pada triwulan I 2014. Pada triwulan laporan, didapatkan non performing loans (NPLs) sebesar 3,08 %, naik dari sebelumnya 2,78% posisi akhir 2013.
4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Grafik 4.9 Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga KPR 11% KKB 1%
Kredit rumah tangga lainnya memiliki pangsa kredit tertinggi dari total kredit yang disalurkan ke sektor rumah tangga pada triwulan I 2014. Dari total kredit yang disalurkan pada sektor ini, 57% atau Rp. 1,68 triliun tersalurkan kepada
Lainnya 57%
Multiguna 31%
kebutuhan rumah tangga lainnya yang terdiri dari diantanya adalah kredit untuk kepemilikan furniture dan peralatan rumah, alat elektronik, komputer dan alat komunikasi, peralatan lain serta keperluan lainnya.
Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar jedua sebesar 31% atau sebesar Rp. 0,92 triliun. Sedangkan kredit kepemilikan rumah memiliki pangsa sebesar 11% atau sebesar Rp. 0,32 triliun dan kredit kendaraan bermotor hanya 1% dari total kredit yang disalurkan.
Penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mencatat kinerja yang sedikit melambat pada triwulan I 2014. Walaupun terjadi perlambatan, namun secara nominal tetap terjadi pertumbuhan yang cukup menggembirakan. Adapun kredit multiguna menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik di akhir triwulan laporan. Kualitas kredit yang disalurkan untuk sektor rumah tangga berada pada kategori aman. Hal ini tercermin dari NPL total kredit sektor ini terhadap total kredit yaitu sebesar 56
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 0,63%. Baik kredit kepemilikan rumah atau KPR, kepemilikan kendaraan bermotor atau KKB, kredit multiguna dan kredit rumah tangga lainnya masing-masing memiliki NPL dibawah 1%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kredit sektor rumah tangga masih sehat. 4.2.3 pengembangan Akses Keuangan Dana kredit yang disalurkan ke UMKM tumbuh melambat pada triwulan I 2014. Pertumbuhan kredit UMKM yang melambat ini mulai terlihat sejak Mei 2013 hingga akhir triwulan laporan. Hal ini menunjukkan bahwa peran perbankan di area UMKM masih dapat ditingkatkan lebih jauh lagi. Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit yang disalurkan oleh perbankan adalah sebesar 28,67% atau sebesar Rp. 1,35 triliun. Dari total dana tersebut, sebanyak 70,85% digunakan untuk modal kerja dan 29,15% digunakan untuk investasi. Dari sisi kulitas, NPL kredit UMKM tergolong tinggi yatu sebesar 6,31%. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan dana kreditnya namun pemerintah juga harus ikut membantu menyiapkan UMKM di daerahnya agar bisa mendapat bantuan dana dan mampu mengembalikan sehingga terjadi interaksi postif antara perbankan dengan pelaku UMKM. Jika hal ini berlangsung, maka akan menumbuhkan kepercayaan perbankan untuk lebih memperdalam pasar penyaluran dana kredit ke pelaku UMKM mengingat saat ini share kredit UMKM masih bisa ditingkatkan lagi.
Grafik 4.10 Pangsa Kredit UMKM
Non UMKM 71.33%
UMKM 28.67%
Modal Kerja 70.85%
Investasi 29.15%
57
BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
58
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG
5.1 Kondisi Umum Aliran uang kartal pada triwulan I 2014 di Maluku Utara menunjukkan net Inflow yang berarti jumlah uang yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (setoran, penukaran, kas keliling) lebih besar dibandingkan dengan uang kartal ke masyarakat (bayaran, penukaran, kas keliling). Selama triwulan laporan tercatat bahwa terdapat 1.059.286 lembar uang tidak layak edar (UTLE) yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun signifikan sebesar 69,47% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau turun 35,07% dibandingkan triwulan IV 2013. Jumlah uang palsu yang ditemukan di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara selama triwulan I 2014 sebanyak 10 lembar, naik dibandingkan jumlah uang palsu yang ditemukan pada triwulan IV 2013 yaitu sebanyak 5 lembar atau naik 900% (yoy) dan naik 100% jika dibandingkan triwulan IV 2013. 5.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow/Outflow) Aliran uang kartal pada triwulan I 2014 di Maluku Utara menunjukkan net Inflow yang berarti jumlah uang yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (setoran, penukaran, kas keliling) lebih besar dibandingkan dengan uang kartal yang keluar ke masyarakat (bayaran, penukaran, kas keliling). Pada triwulan laporan, aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp324,9 miliar dan aliran uang keluar (outflow) sebesar Rp209,8 miliar sehingga menghasilkan net Inflow sebesar Rp115,1 miliar. Hal ini berarti kebutuhan masyarakat Maluku Utara akan uang tunai untuk melakukan aktifitas ekonomi relatif terpenuhi pada triwulan I 2014. Jika ditilik lebih dalam lagi, tren penggunaan uang kartal/tunai di Maluku Utara pada triwulan I 2014 menunjukan pertumbuhan positif. Hal ini tercermin dari jumlah net inflow triwulan I 2012 sampai dengan triwulan I 2014 yang semakin meningkat.
59
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Grafik 5.2 Perkembangan Aliran Kas Uang Kartal (yoy) di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut
Grafik 5.1 Aliran Kas Uang Kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut
150,0%
800.000
100,0%
600.000
50,0% 400.000
0,0% 200.000
-50,0%
Q II
Q III
Q IV
QI
Q II
2012
Q III
Q IV
2013
QI 2014
-100,0%
0 QI -200.000
QI
Q II
Q III
Q IV
QI
Q II
2012
Q III
Q IV
2013
QI 2014
-150,0% -200,0%
-400.000 Inflow
Outflow
Net
-250,0%
g_inflow_yoy
g_outflow_yoy
g_net_yoy
-600.000
Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, jumlah uang masuk (inflow) tercatat mengalami peningkatan sebesar 19,6% (yoy) dan tercatat naik sebesar 97,4% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah uang keluar (outflow) tercatat mengalami kenaikan sebesar 17% (yoy) namun turun sebesar 68,9% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan data net inflow/outflow menunjukkan pergerakan positif yaitu naik 24.6% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan I 2013 namun turun sebesar 122,6 % (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan IV 2013. Secara seris bulanan, net inflow tertinggi selama triwulan laporan terjadi pada bulan Januari 2014 yang tercatat sebesar Rp188 miliar atau naik 36,6% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Uang yang keluar pada triwulan IV 2013 lebih banyak dibandingkan 2 triwulan sebelumnya yang tercermin dari net outflow sebesar Rp509 miliar. Hal ini disebabkan oleh pembayaran termin proyek pemerintah merupakan motor naiknya jumlah net outflow dipenghujung tahun dimana hal ini mencerminkan investasi yang dilakukan oleh pemerintah dengan anggaran berasal dari APBN maupun APBD tumbuh positif serta adanya kenaikan harga berbagai komoditas akibat tergerek inflasi juga mendorong naiknya kebutuhan uang oleh masyarakat termasuk pemerintah. Sebagian uang yang keluar tersebut kembali ke Bank Indonesia. Sisanya digunakan oleh pelaku ekonomi dalam kegiatan perekonomian. Lebih besarnya jumlah inflow bila dibandingkan dengan jumlah outflow pada triwulan I 2014 di Maluku Utara ini menandakan perilaku masyarakat dalam bertransaksi yang umumnya masih banyak menggunakan uang tunai mulai beralih pada penggunaan fasilitas elektronik.
60
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Harapan kedepan, perilaku masyarakat dalam bertransaksi dengan menggunakan kartu atau less cash society baik berupa kartu debit, kredit atau fasilitas transfer akan semakin meningkat, sehingga: 1. Permintaan uang kartal di Maluku Utara akan semakin berkurang sehingga jumlah uang yang harus disediakan Bank Indonesia akan semakin berkurang pula. Pada akhirnya, Bank indonesia bisa mengurangi biaya pembuatan uang baik kertas maupun logam yang notabene memerlukan biaya yang tinggi, 2. Penghematan tersebut dapat dialihkan untuk optimalisasi operasional Bank Indonesia terkait kebijakan moneter, 3. Selain itu, Bank Indonesia akan lebih mudah dalam melakukan tracking kegiatan perekonomian melalui sistem pembayaran yang dikelola oleh Bank Indonesia. 5.2.2 Penyediaan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Dalam melaksanakan strategi clean money policy, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara melaksanakan kegiatan pemusnahan uang yang sudah tidak layak edar dengan melakukan pemusnahan terhadap uang kartal yang sudah tidak layak edar (UTLE). Proses pemusnahan tersebut telah dilakukan dengan prosedur dan pengawasan yang ketat terhadap tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan dalam rangkan menjamin ketersediaan uang layak edar di masyarakat. Selama triwulan laporan tercatat bahwa terdapat 1.059.286 lembar uang tidak layak edar (UTLE) yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun signifikan sebesar 69,47% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau turun 35,07% Grafik 5.3 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
dibandingkan triwulan IV 2013. Hal ini mencerminkan bahwa masyarakat sudah lebih
memahami
pentingnya
menjaga
estetika uang rupiah sebagai alat tukar resmi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dimana hal ini merupakan buah sosialisasi yang selama ini dilakukan oleh
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Maluku Utara ke masyarakat baik di dalam Kota Ternate maupun luar kota. Penggantian UTLE dengan uang layak edar (ULE) membutuhkan biaya yang tidak sedikit mengingat
61
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG bahan baku pencetakan uang rupiah berasal dari luar negeri (impor) dengan kualitas prima sehingga diharapkan kedepannya masyarakat mampu menjaga kelestarian uang rupiah dengan lebih baik lagi.
2014
Tabel 5.1 Kegiatan Kas Keliling Triwulan I 2014 Bulan Januari
Lokasi - Kab. Halmahera Selatan (Bacan, Obi dan sekitarnya) (Luar Kota) - Ternate
Februari
- Kab. Halmahera Tengah (Weda, Wairoro dan sekitarnya) (Luar Kota) - Kab. Halmahera Utara (Tobelo, Galela dan sekitarnya) (Luar Kota) - Ternate
Maret
- Kab. Halmahera Barat (Jailolo, Ibu dan sekitarnya) (Luar Kota) - Ternate
Selain dengan melakukan pemusanahan UTLE, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara juga melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke kabupaten/kota di wilayah Provinsi Maluku Utara. Kegiatan ini bertujuan agar masyarakat di daerah dengan wilayah keterjangkauan yang cukup sulit dapat mendapatkan fasilitas uang rupiah yang masih relatif baru dan layak edar. 5.2.3 Perkembangan Uang Palsu di Maluku Utara Jumlah uang palsu yang ditemukan di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara selama triwulan I 2014 sebanyak 10 lembar, naik dibandingkan jumlah uang palsu yang ditemukan pada triwulan IV 2013 yaitu sebanyak 5 lembar atau naik 900% (yoy) dan naik 100% jika dibandingkan triwulan IV 2013.
2014
Tabel 5.2 Kegiatan Sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Triwulan I 2014 Bulan Maret
Peserta Sosialisasi Komp. Banau Jailolo (Luar Kota) Siswa/Siswi Pramuka di Kelurahan Jambula (Dalam Kota)
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keaslian uang rupiah dan meminimalisir temuan uang palsu, Bank Indonesia juga melakukan sosialisasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah
62
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG kepada masyarakat secara periodik. Sosialisasi ini dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan seperti pasar (baik modern maupun tradisional), pusat pendidikan seperti universitas dan sekolah serta kepada Pemerintah Daerah. Selain kegiatan sosialisasi secara langsung, Bank Indonesia juga melakukan publikasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui media massa baik cetak maupun elektronik. Grafik 5.4 Temuan Uang Palsu di Wilayah Kerja KPw BI Prov. Pecahan 50.000 Pecahan 100.000 (aksis kanan) Pecahan 20.000 (aksis kanan)
600 500
20 15
400 300
10
200
5
100 0
0 Q1
Q2
Q3
2012
Q4
Q1
Q2
Q3
2013
Q4
Q1 2014
5.3 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai Berkembangnya perekonomian domestik telah berdampak terhadap peningkatan kebutuhan masyarakat akan ketepatan, kehandalan dan keamanan dalam bertransaksi. Sistem pembayaran non tunai menjadi alternatif bagi masyarakat untuk dapat melakukan transaksi secara efisien. Sistem pembayaran non tunai terdiri dari dua sistem yaitu kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS). Sistem kliring memfasilitasi transaksi pembayaran non tunai masyarakat dengan menggunakan instrumen surat berharga cek/bilyet giro. Sementara itu, RTGS pada dasarnya merupakan muara dari seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia. Dengan menggunakan RTGS, pemindahan dana dilakukan secara elektronik dan real time (segera). 5.3.1 Perkembangan Kegiatan Kliring Maluku Utara sebagai wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara mencatatkan kegiatan kliring sebesar Rp303,9 miliar, naik 15,5% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau turun 9,1% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, rasio kliring penyerahan dengan kliring pengembalian menunjukkan penurunan secara jumlah maupun nilai nominalnya jika dibandingkan dengan triwulan I 2013.
63
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Tabel 5.3 Perkembangan Cek/BG
Periode 2012
2013
2014
Cek/BG Cek/BG Penyerahan Kosong
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
3354 4200 3375 4515 4406 4837 5222 5611 5217
37 41 40 42 32 40 37 45 26
Rasio
1,10% 0,98% 1,19% 0,93% 0,73% 0,83% 0,71% 0,80% 0,50%
Tabel 5.4 Perkembangan Perputaran Kliring Periode 2012
2013
2014
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1
Perputaran Kliring Penyerahan Jumlah (Lembar)
Nominal (Rp. Miliar)
3354 4200 3375 4515 4406 4837 5222 5611 5217
179,2 237,7 251,4 270,9 263,1 297,1 283,1 334,3 303,9
Perputaran Kliring Pengembalian Jumlah (Lembar) 57 52 61 57 60 64 49 62 37
Rasio Pengembalian Terhadap Penyerahan
Nominal (Rp. Miliar) 2,6 5,0 3,6 4,0 7,6 5,9 3,0 3,0 1,3
Jumlah (Lembar)
Nominal (Rp. Miliar)
1,7% 1,2% 1,8% 1,3% 1,4% 1,3% 0,9% 1,1% 0,7%
1,4% 2,1% 1,4% 1,5% 2,9% 2,0% 1,1% 0,9% 0,4%
Sedangkan penurunan juga terjadi pada rasio cek/BG penyerahan dengan cek/BG kosong. Cek/BG kosong yang diterima oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia selama triwulan laporan sebanyak 26 lembar dimana jumlah cek/BG yang diterima sebanyak 5217 lembar. Rasio tersebut turun sebesar 31,38% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan I 2013 atau turun sebesar 37,86% (qtq) jika dibandingkan
dengan
triwulan
sebelumnya.
Jika
melihat
perkembangan
cek/BG
yang
ditransaksikan selama triwulan laporan, maka terlihat adanya peningkatan sebesar 18,4% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan I 2013 namun turun sebesar 7,0% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan IV 2013. Adanya peningkatan jumlah cek/BG yang ditransaksikan menandakan perputaran roda ekonomi Maluku Utara pada triwulan I 2014 mengalami percepatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya namun mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini juga terkonfirmasi oleh turunnya aliran keluar (outflow) dari khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara. Sebagai penjelasan tambahan, penolakan kliring dapat terjadi karena bank tertagih tidak bersedia membayar tagihan karena beberapa sebab sebagai berikut: 1.
Kesalahan administratif seperti warkat yang sudah kadaluarsa (untuk bilyet giro, terjadi apabila warkat tersebut sudah melebihi tanggal jatuh temponya), belum waktunya ditarik, endorsement tidak menuruti peraturan, bea materai belum dipenuhi, tanda tangan tidak sama dengan specimen atau meragukan, perbaikan atau coretan tidak ditandatangani oleh penarik, salah pengisian pada kolom-kolom yang tersedia, dan data nomor dan nama pemegang rekening tidak sesuai,
2.
Kesalahan pencatatan seperti penulisan angka untuk jumlah tidak sama dengan penulisan jumlah dalam huruf,
64
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG 3.
Terjadi pemblokiran oleh pihak-pihak yang berwenang,
Saldo rekening nasabah yang tidak cukup (bila terjadi saldo nasabah tidak cukup, bank akan memberikan peringatan kepada nasabahnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dengan memberikan tembusan kepada Bank Indonesia, dan sekiranya keadaan berulang kembali, maka nama nasabah tersebut akan masuk dalam daftar hitam bank-bank peserta kliring sampai permasalahan tersebut selesai menurut peraturan yang berlaku. 5.3.2 Perkembangan Transaksi Real Tome Gross Settlement (RTGS) Semakin berkembangnya sebuah provinsi yang ditandai dengan bertambahnya volume perekonomiannya, penggunaan fasilitas BI-RTGS sebagai sarana akhir transaksi pembayaran pun mengalami perkembangan yang positif. Provinsi Maluku Utara mencatatkan kegiatan RTGS sebesar Rp903,80 miliar selama triwulan I 2014 untuk transaksi RTGS inflow atau turun sebesar 33,67% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya dan turun sebesar 52,38% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sedangkan nilai transaksi RTGS Outflow tercatat sebesar Rp710,28 miliar atau turun sebesar 0,06% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya serta turun 34,04% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tabel 5.5 Perkembangan RTGS
2012
2013
2014
I II III IV I II III IV I
RTGS Outflow (From) 579,08 648,33 739,66 943,54 710,74 769,48 867,91 1.076,79 710,28
RTGS Inflow (To) 878,09 1.390,18 1.523,82 1.967,78 1.362,56 1.534,62 1.811,60 1.897,97 903,80
RTGS (From-To) 156,63 204,49 187,97 199,15 197,63 167,64 232,98 211,92 162,88
900,00 800,00
RTGS Outflow (From)
RTGS Inflow (To)
RTGS (From-To)
700,00 600,00 500,00 400,00 300,00 200,00 100,00 -
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April
Periode
Grafik 5.5 Perkembangan RTGS Kota Ternate
2012
2013
2014
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai RTGS inflow selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai RTGS outflow dimana hal ini merupakan cerminan atas kegiatan perekonomian Maluku Utara dengan daerah lain sudah mengalami perkembangan yang positif (surplus).
65
BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG Namun kesimpulan ini masih memerlukan analisis yang lebih mendalam mengingat adanya dana dari pemerintah pusat seperti Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum, maupun bantuan dana pembangunan atau pelaksanaan program dari berbagai Kementrian serta bantuan dana dari organisasi internasional untuk Provinsi Maluku Utara dapat menjadi lokomotif lebih tingginya nilai transaksi RTGS inflow dibandingkan outflow.
66
BOKS II. Perkembangan Penolakan Uang Logam
Kebijakan Bank Indonesia mengeluarkan uang pecahan kecil dalam bentuk logam didasari kepada hasil survei dan penelitian yang mendalam sebelum dikeluarkan sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Bank Indonesia mencetak uang pecahan kecil untuk memudahkan masyarakat dalam melakukan proses pembayaran. Selain itu, dengan tersedianya uang pecahan kecil, maka proses penggenapan harga yang dilakukan oleh pihak penjual akan dapat dihindari, karena hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya inflasi. Sebagai illustrasi, jika BI tidak mencetak uang kecil dan hanya mencetak pecahan kecil sebesar Rp1.000, maka ada kemungkinan produsen barang ketika akan menetapkan harga, ditetapkan berdasarkan pecahan terkecil, yaitu dari Rp1.000 menjadi Rp2.000, namun jika tersedia uang pecahan kecil maka produsen akan lebih wajar menaikkan harganya misal dari Rp1.000 menjadi Rp1.200, dengan begitu harga akan lebih terjangkau oleh masyarakat. BI telah mencetak uang pada hampir seluruh nominal yang dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga akan lebih efisien apabila masyarakat menggunakan rupiahnya sesuai dengan nominal yang akan digunakan, misalnya membayar Rp2.000 dengan pecahan uang nominal Rp2.000. Permintaan uang kertas seribu rupiah secara nasional memang masih cukup tinggi, namun permintaan masyarakat akan uang kertas seribu rupiah yang terus meningkat serta cepatnya perputaran uang dari satu tangan ke tangan yang lain, menyebabkan kondisi fisik uang seribu kertas tidak tahan lama atau dengan kata lain memiliki masa edar yang singkat. Semakin singkat masa edar semakin banyak pula uang seribu kertas yang harus dicetak. Di satu sisi, biaya pencetakan uang Rupiah yang bersumber dari keuangan Negara terus meningkat setiap tahunnya. Atas latar belakang tersebut, Bank Indonesia mencari solusi terbaik dan mengedepankan kepentingan nasional, tetap dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang seribu namun juga sekaligus dapat melakukan efisiensi keuangan Negara. Tindakan penolakan terhadap uang logam Rupiah tidak sesuai dengan amanat UU Mata Uang yang menyebutkan rupiah telah menjadi simbol dari NKRI setara dengan bendera merah putih ataupun burung garuda. Sehingga bagi masyarakat, yang menolak dalam menggunakan rupiah dapat ditindak secara hukum sesuai dengan UU Mata Uang. Pasal 21 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menyebutkan bahwa mata uang rupiah (kertas maupun logam) wajib digunakan di Wilayah Republik Indonesia dalam : a. Setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
67
BOKS II. Perkembangan Penolakan Uang Logam
b. Penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan atau c. Transaksi keuangan lainnya, yaitu antara lain meliputi kegiatan penyetoran uang dalam berbagai jumlah dan jenis pecahan dari nasabah kepada bank. Lebih lanjut, ketentuan Pasal 23 menyatakan sebagai berikut: 1)
Setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah NKRI, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian rupiah.
2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis.
Masyarakat yang memiliki kelebihan persediaan uang logam seribu ataupun uang logam rupiah pecahan lainnya dapat disetorkan melalui bank-bank di daerahnya masing-masing atau dapat pula datang langsung ke BI Perwakilan Provinsi Maluku Utara untuk ditukarkan dengan uang kertas. Persyaratannya adalah sebagai berikut : 1. Uang logam yang akan disetor atau di tukarkan sudah dipisah antara pecahan yang satu dengan pecahan yang lain dan sudah dipisah antara yang masih bagus dengan yang sudah berkarat. 2. Masing-masing pecahan uang logam yang telah dipisah dimaksud selanjutnya dikemas kedalam kantong plastik transparan serta tidak diisolatif. 3. Pada setiap kemasan kantong plastik transparan berisi uang logam diberikan label atau secarik kertas berisi keterangan jumlah keping uang logam dan jumlah rupiahnya.
Grafik Perkembangan Inflow Uang Logam
Grafik Perkembangan Outflow Uang Logam
40.000.000
600,00% 70.000
200,00%
35.000.000
500,00% 60.000
150,00%
30.000.000
400,00% 50.000 300,00% 40.000
100,00%
25.000.000
200,00%
20.000.000 15.000.000
100,00%
10.000.000
0,00%
I
II
III
IV
2012 Jumlah Nominal
I
II
III
2013
IV
I 2014
g_yoy (aksis kanan)
0,00%
20.000
-100,00% 10.000 -200,00%
5.000.000
50,00%
30.000
-50,00% -100,00% I
II
III
IV
2012 Jumlah Keping
I
II
III
2013
IV
I 2014
g_yoy (aksis kanan)
68
BAB VI. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1 Kondisi Umum Kondisi ketenagakerjaan di Maluku Utara periode Februari 2014 menunjukkan pertumbuhan negatif jika dilihat dari penambahan jumlah pengangguran. Kondisi ini terjadi seiring dengan naiknya jumlah penduduk umur 15 tahun keatas yang diikuti oleh bertambahnya jumlah angkatan kerja. Jumlah pengangguran yang meningkat ini pada akhirnya menggiring turunnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) secara tahunan serta naiknya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Maluku Utara. 6.2 Perkembangan Ketenagakerjaan Kondisi ketenagakerjaan Maluku Utara menunjukkan pertumbuhan negatif pada Februari 2014. Jumlah penduduk umur 15 tahun keatas di Maluku Utara memang menunjukkan pertumbuhan yaitu sebesar 3,22% (Agustus 2013 – Februari 2014) atau 4,57% (Februari 2013 – Februari 2014). Peningkatan ini juga berdampak pada jumlah angkatan kerja sebesar 6,51% (Agustus 2013 – Februari 2014) atau 2,31% (Februari 2013 – Februari 2014). Kedua hal diatas pada akhirnya juga berdampak pada bertambahnya jumlah penduduk yang bekerja sebesar 6,51% (Agustus 2013 – Februari 2014) atau 2,31% (Februari 2013 – Februari 2014). Namun ketiga kabar baik diatas tidak serta merta diikuti oleh penurunan jumlah pengangguran yang menunjukkan penambahan sebesar 56,01% (Agustus 2013 – Februari 2014) atau 4,94% (Februari 2013 – Februari 2014). Naiknya jumlah pengangguran di Maluku Utara ini dipicu oleh berhentinya operasi sebagian besar perusahaan tambang yang tersebar di seluruh Maluku Utara sebagai dampak dari implementasi UU Minerba oleh pemerintah pusat sejak awal tahun 2014. Selain berdampak pada sektor pertambangan, UU Minerba ternyata juga memiliki dampak pada sektor penyokong sektor pertambangan seperti sektor PHR, sektor transpor yang ditandai sepinya pengunjung yang menginap di berbagai penginapan yang tersebar di Halmahera, banyak rumah makan/restoran yang tutup serta permintaan akan bahan makanan yang turun cukup signifikan dari daerah halmahera sebagai akibat banyak perusahaan tambang yang tutup atau memulangkan sementara pekerjanya sampai nanti perusahaan dapat kembali berproduksi pasca pembangunan smelter rampung.
69
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN .
Tabel 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara Jenis Kegiatan Utama Penduduk 15 Tahun Keatas Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Bukan Angkatan Kerja TPAK TPT
2012
2011 Feb 679.9 477.5 450.7 26.8 202.3 70.2% 5.6%
Agts 687.3 463.6 437.9 25.7 223.7 67.5% 5.6%
Feb 694.8 471.2 446.2 25.0 223.6 67.8% 5.3%
2013 Agts 702.5 466.1 443.9 22.2 236.4 66.3% 4.8%
Feb 710.3 482.3 455.7 26.6 228.0 67.9% 5.5%
Agts 719.5 463.2 445.4 17.9 256.3 64.4% 3.9%
2014 Feb 742.7 493.4 465.5 27.9 249.4 66.40% 5.65%
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Angkatan kerja terpantau tumbuh positif seiring bertambahnya jumlah penduduk diatas 15 tahun. Terjadi penambahan sebesar 6,51% atau sebanyak 30,2 ribu orang pada Februari 2014 jika dibandingkan dengan agustus 2013. Jika dibandingkan dengan Februari 2013, tercatat terjadi penambahan jumlah angkatan kerja sebesar 2,31% atau sebanyak 11,1 ribu orang menjadi 493,4 ribu orang. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang memasuki angkatan kerja di Malut, jumlah penduduk yang bekerja juga ikut bertambah sebesar 4,52% atau sebanyak 20,1 ribu orang jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan bertambah sebesar 2,16% atau sebanyak 9,8 ribu orang jika dibandingkan dengan Februari 2013. Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 2,02% jika dibandingkan dengan Agustus 2013 namun turun 1,50% jika dibandingkan dengan Februari 2013. Berdasarkan struktur sebarannya, sektor pertanian masih menjadi pilihan utama penduduk Maluku Utara. Walaupun sempat terjadi fluktuasi, namun sektor ini hampir selalu menyerap separuh dari total tenaga kerja di Malut. Data per Februari 2014 menunjukkan bahwa 47,8% atau sebanyak 222,6 ribu orang penduduk Maluku Utara berkecimpung di sektor yang memiliki andil tertinggi terhadap PDRB Maluku Utara ini. Terjadi penurunan sebanyak 10,75% atau 26,8 ribu orang jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan turun sebesar 1,85% jika dibandingkan dengan Februari 2013. Sedangkan posisi kedua dan ketiga diisi oleh sektor Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan dan Sektor Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi yang masing-masing berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 20,9% dan 11,9% tenaga kerja yang tersedia. Jika ditilik lebih jauh lagi, pergeseran jumlah tenaga kerja sektor pertanian ke sektor lainnya mulai terlihat sehingga hal ini harus menjadi perhatian pemerintah agar tidak terjadi gangguan produksi bahan pangan karena semakin berkurangnya minat penduduk untuk menjadi petani. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan petani yang belum
70
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN memenuhi harapan masyarakat terutama kaum pemuda sehingga mereka lebih memilih profesi lain sebagai mata pencaharian. Grafik 6.1 Sebaran Tenaga Kerja Per Sektoral di Maluku Utara Listrik, Gas dan Air … 0.5% Lembaga Keuangan
1.1%
Pertambangan
2.7%
Industri Pengolahan
3.5%
Konstruksi Transportasi Perdagangan Jasa Kemasyarakatan
5.4% 6.3% 11.9% 20.9%
Pertanian 0.0%
47.8% 20.0%
40.0%
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara
60.0%
Tabel 6.2 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Penduduk yang Bekerja 1. Dibawah SD 2. SMP 3. SMA umum 4. SMA Kejuruan 5. Diploma I/II/III 6. Universitas Jumlah
2013 2014 Februari Agustus Februari 206.7 196.1 203.8 78.4 88.4 80.8 99.2 102.2 96.5 17.8 26.1 22.5 17.5 15.9 17.2 34.8 35.7 46.6 465.7 455.1 465.4
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara
Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan (lihat tabel 6.2), dari 6 kelompok klasifikasi tingkat pendidikan didapatkan bahwa tingkat pendidikan universitas baik jika dibandingkan dengan Agustus 2013 maupun jika dibandingkan dengan Februari 2013. Sedangkan kelompok tingkat pendidikan lainnya mengalami terpantau fluktuatif. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran positif atas tingkat pendidikan tenaga kerja
di Maluku Utara. Semakin tinggi
prosentase tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SMA/SMK dan lulusan universitas diharapkan dapat menjadi cerminan meningkatnya kualitas tenaga kerja yang tersedia di Maluku Utara. Dengan demikian, para pengusaha diharapkan dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan tenaga kerja mereka melalui rekrutmen internal provinsi. Selain dapat mengurangi jumlah pengangguran, hal ini juga merupakan kabar baik bagi perusahaan karena mereka dapat menghemat biaya produksi dari sisi biaya tenaga kerja. Biasanya perusahaan harus membayar lebih tinggi tenaga kerja yang berasal dari luar daerah dengan pertimbangan adanya biaya tambahan yang harus mereka keluarkan setiap bulannya seperti biaya sewa tempat tinggal/kos serta biaya tunjangan lainnya. Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), didapatkan dua jenis kelompok utama tenaga kerja terkait kegiatan ekonomi yang dilakukan yaitu kegiatan formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus diluar kelompok pertama. Jika didasarkan pada status pekerjaan formal dan informal, maka didapatkan sebanyak 2,0% masyarakat Maluku Utara merupakan pekerja formal dan sisanya
71
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN sebanyak 98,0% sebagai pekerja informal. Prosentase pekerja formal di Maluku Utara turun baik jika dibandingkan dengan Agustus 2013 mauapun jika dibandingkan dengan Februari 2013. Tabel 6.3 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama 2012
Status Pekerjaan Utama Berusaha Sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan Pekerja bebas di pertanian Pekerja bebas di nonpertanian Pekerja keluarga/tak dibayar Total Angkatan Kerja Berdasarkan Sakernas Pekerja Formal Pekerja Informal
2013
Feb 93.3 92.5 13.4 119.4 13.0 5.9 108.6 446.1
Agts 94.3 90.7 12.9 113.8 15.8 7.2 109.3 444.0
Feb 93.6 95.2 12.4 148.5 10.4 10.0 86.1 456.2
Agts 105.6 76.8 12.7 119.9 23.4 8.0 107.0 453.4
2014 Feb 103.0 99.7 9.1 149.1 13.6 10.1 80.9 465.5
3.0% 97.0%
2.9% 97.1%
2.7% 97.3%
2.8% 97.2%
2.0% 98.0%
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah 6.3 Pengangguran Pengangguran
merupakan
indikator
utama
dari
bidang
ketenagakerjaan
dan
kesejahteraan. Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat pekerjaan tapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas serta jumlah total angkatan kerja yang naik pada Februari 2014 ini ternyata tidak mampu menahan laju naiknya jumlah pengangguran yang diakibatkan oleh beberapa hal dan salah satunya adalah berhenti beroperasinya sebagian besar perusahaan tambang di Maluku Utara sehingga puluhan ribu pegawai harus dirumahkan. Jumlah pengangguran yang meningkat tajam jika dibandingkan dengan Agustus 2013 yaitu sebesar 56,01% atau sebanyak 10 ribu orang. Jika dibandingkan dengan Februari 2013, jumlah pengangguran di Maluku Utara naik sebesar 2,6% atau sebanyak 1,3 ribu orang. Sementara itu, persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Maluku Utara juga meningkat seiring semakin banyaknya jumlah angkatan kerja. Februari 2014, TPT di Malut sebesar 5,65% yang naik sebesar 1,79% jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan naik 0,14% jika dibandingkan dengan Februari 2014.
72
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan TPT Maluku Utara 30.0
6.0%
25.0
5.0%
20.0
4.0%
15.0
3.0%
10.0
2.0%
5.0
1.0%
0.0
0.0% Feb
Agts 2011
Feb
Agts 2012
Pengangguran (ribu orang)
Feb
Agts 2013
Feb 2014
TPT (aksis kanan)
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara Bertambahnya jumlah pengangguran di Maluku Utara berujung pada tingkat partisipasi angkatan kerja yang terpanatau turun sebesar 1,5% jika dibandingkan dengan Februari 2013 namun naik 2,02% jika dibandingkan dengan Agustus 2013. Bertambahnya jumlah pengangguran pasca tutupnya sebagian besar perusahaan tambang dan sebagian berhenti beroperasi sembari menunggu pabrik pengolahan biji nikel atau smelter rampung dibangun sudah dapat diprediksi sejak akhir triwulan IV 2013 mengingat perusahaan sudah berancang-ancang untuk merumahkan para pekerjanya. Sehingga naiknya jumlah pengangguran sebesar 4,94% jika dibandingkan dengan Februari 2013 merupakan suatu yang wajar. Selain pekerja dari sektor pertambangan yang terkena dampak dari UU Minerba, sektor-sektor lain yang menopang kegiatan operasional sektor pertambangan pun ikut terkena imbasnya berupa penurunan permintaan barang dan jasa dari sektor tersebut secara signifikan sehingga mempengaruhi perekonomian penduduk dan pengusaha yang berada didaerah lingkar tambang serta mereka yang selama ini menjadi pemasok barang dan jasa bagi sektor pertambangan. 6.4 Nilai Tukar Petani (NTP) Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara kembali menembus batas minimal dan berlabuh pada level 102,11 diakhir triwulan I 2014. NTP Maluku Utara terpantau memiliki tren naik sejak Desember 2013 hingga akhir triwulan I 2014. NTP Maluku Utara terpantau turun sejak awal triwulan III dan bertahan hingga akhirnya bisa kembali menembus level 100,59 pada Desember 2013. Posisi NTP Maret 2014 tercatat mengalami peningkatan sebesar 1,51% (qtq) atau 0,58% (yoy). Kenaikan NTP. Kenaikan NTP Malut pada Maret 2013 dimotori oleh naiknya indeks harga hasil produksi pertanian sedangkan indeks barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga maupun keperluan produksi terpantau turun.
73
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN Naiknya NTP dari 3 (tiga) subsektor merupakan kunci terakselerasinya NTP Malut. Ketiga NTP subsektor tersebut adalah NTP subsektor tanaman pangan naik sebesar 0,59%, NTP subsektor holtikultura naik sebesar 0,21%, NTP subsektor tanaman perkebunan rakyat naik sebesar 0,56%. NTP subsektor peternakan terpantau stabil dan NTP subsektor perikanan turun 1,50%. Jika dibandingkan dengan provinsi lain di wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat), Maluku Utara berada pada posisi tengah yaitu urutan ke-4 NTP tertinggi serta lebih tinggi dari NTP nasional. Dari 10 provinsi yang ada di wilayah Sulampua, 7 provinsi sudah memiliki NTP diatas batas bawah kesejahteraan dimana Maluku Utara merupakan salah satunya. Sedangkan 3 provinsi lain yaitu Papua Barat, Papua dan Sulawesi Utara masih memiliki NTP dibawah batas bawah kesejahteraan pada Maret 2014. Sedangkan jika dibandingkan dengan Nasional yang sebesar 101,79, maka NTP Maluku Utara bersama 3 provinsi lain sudah berada diatas NTP nasional sedangkan 6 provinsi lainnya masih dibawah level nasional. Grafik 6.3 Perkembangan NTP Maluku Utara 103.00
1.5%
102.00
1.0% 0.5%
101.00
0.0%
100.00
-0.5%
99.00
-1.0%
98.00
-1.5%
97.00
-2.0% 1
3
5
7
9
11
1
2012
3
5
7 2013
NTP
9
11
1
3
2014
g_yoy
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani (NTP) Di Wilayah Sulampua No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Provinsi Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Maluku Utara Sulawesi Tenggara Gorontalo Maluku Papua Barat Sulawesi Utara Papua Nasional
Februari 105.02 102.15 102.14 101.82 100.73 100.52 100.19 99.45 99.20 97.73 101.79
2014 Maret 105.56 103.30 102.80 102.11 101.24 101.10 100.29 99.69 99.48 97.43 101.86
Growth 0.51% 1.13% 0.65% 0.28% 0.51% 0.58% 0.10% 0.24% 0.28% -0.31% 0.07%
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
74
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
Tabel 6.5 Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara Per Subsektor
Januari
2014 Februari
Tanaman Pangan a. Indeks yang Diterima (It) b. Indeks yang Dibayar (Ib) c. Nilai Tukar Petani (NTPP)
109.66 108.87 100.73
110.82 109.16 101.52
111.40 109.08 102.12
Holtikultura a. Indeks yang Diterima (It) b. Indeks yang Dibayar (Ib) c. Nilai Tukar Petani (NTPH)
114.65 108.77 105.40
115.33 109.04 105.76
115.52 109.00 105.99
Tanaman Perkebunan Rakyat a. Indeks yang Diterima (It) b. Indeks yang Dibayar (Ib) c. Nilai Tukar Petani (NTPR)
104.12 108.93 95.98
106.33 109.13 97.44
106.76 108.95 97.99
Peternakan a. Indeks yang Diterima (It) b. Indeks yang Dibayar (Ib) c. Nilai Tukar Petani (NTPT)
117.05 106.40 110.01
116.44 106.55 109.29
116.47 106.57 109.29
Perikanan a. Indeks yang Diterima Nelayan dan Pembudidaya Ikan (It) b. Indeks yang Dibayar Nelayan dan Pembudidaya Ikan (Ib) c. Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan (NTNP)
108.59 107.56 100.96
109.59 108.05 101.42
108.06 108.16 99.91
5.1 Perikanan Tangkap a. Indeks yang Diterima Nelayan (It) b. Indeks yang Dibayar Nelayan (Ib) c. Nilai Tukar Nelayan (NTN)
107.64 107.52 100.11
108.63 108.02 100.57
107.00 108.12 98.97
5.2 Perikanan Budidaya a. Indeks yang Diterima Pembudidaya Ikan (It) b. Indeks yang DibayarPembudidaya Ikan (Ib) c. Nilai Tukar Nelayan (NTPi)
118.67 108.04 109.85
119.62 108.38 110.37
119.22 108.68 109.70
109.45 108.45 100.93
110.67 108.69 101.82
110.90 108.61 102.11
Subsektor 1
2
3
4
5
Gabungan Maluku Utara a. Indeks yang Diterima (It) Sumber BPS Provinsi Maluku b. : Indeks yang Dibayar (Ib)Utara, diolah c. Nilai Tukar Petani (NTP)
Maret
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
75
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN 6.5 Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Maluku Utara mencapai 85,82 ribu orang per September 2013. Jumlah penduduk miskin di Maluku Utara per September 2013 berkurang sebanyak 2,48 ribu orang atau turun sebesar 2,81% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun jika dibandingkan dengan data Maret 2013, jumlah penduduk miskin di Maluku Utara mengalami kenaikan sebesar 0,13% atau bertambah 2,38 ribu orang dari sebelumnya 83,44 ribu orang menjadi 85,82 ribu orang pada September 2013 (lihat tabel 6.3).Dengan anomalinya penurunan angka pengangguran terhadap angka kemiskinan, diduga bahwa penambahan jumlah tingkat kerja masih untuk pekerjaan dengan tingkat upah yang rendah. Selama satu tahun terakhir (September 2012 – September 2013), jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sebanyak 26,54% atau sebanyak 2,32 ribu orang sedangkan di daerah pedesaan terjadi koreksi jumlah penduduk miskin sebanyak 4,79 ribu orang atau turun sebesar 6,02%. Dengan komposisi seperti ini menunjukkan bahwa tingkat kesenjangan kesejahteraan antara perkotaan dan pedesaan semakin mengecil, walaupun secara umum kesenjangan dan tingkat keparahan kemiskinan pedesaan masih lebih besar daripada perkotaan. Tabel 6.6 Perkembangan Penduduk Miskin di Maluku Utara Periode
Penduduk Miskin (000) Kota Desa
Penduduk Miskin (%)
Kota+Desa Kota Desa
Maret 2008 9.03 96.02 105.05 Maret 2009 8.72 89.27 98.00 Maret 2010 7.64 83.44 91.07 Maret 2011 8.09 89.22 97.31 September 2011 8.55 98.53 107.08 Maret 2012 7.56 84.23 91.79 September 2012 8.74 79.56 88.30 Maret 2013 9.19 74.25 83.44 September 2013 11.06 74.77 85.82 Keterangan : P1 = Indeks Kedalaman Kemiskinan P2 = Indeks Keparahan Kemiskinan
3.27 3.10 2.66 2.80 2.95 2.55 2.92 2.99 3.56
14.67 13.42 12.28 11.58 12.61 10.69 9.98 9.22 9.20
Garis Kemiskinan (Rp) Kota+Desa
P1 (%) Kota Desa
P2 (%)
Kota+Desa
Kota
Desa
Kota+Desa
Kota Desa
11.28 10.36 9.42 9.18 10.00 8.47 8.06 7.50 7.64
213,505 226,732 238,533
176,757 190,838 202,185
187,671 201,500 212,982
0.40 0.07 0.06
2.18 2.02 2.07
1.65 1.44 1.47
0.06 0.00 0.00
0.53 0.51 0.46
Kota+Desa 0.39 0.36 0.33
251,429 268,729 276,117 284,374 317,176
215,409 232,109 240,447 248,026 281,482
225,242 242,112 250,184 258,060 291,352
0.15 1.50 0.28 1.82 0.08 1.14 0.31 0.95 0.27 1.13
1.13 1.40 0.85 0.78 0.89
0.01 0.28 0.09 0.46 0.00 0.20 0.05 0.18 0.04 0.21
0.21 0.36 0.14 0.14 0.16
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Penduduk miskin adalah mereka yang memiliki pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan sendiri dibagi menjadi dua jenis yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-makanan (GKNM). Di Maluku Utara, Peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan dengan peranan komoditas non-makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Selama tahun 2013 (Maret – September 2013), Maluku Utara mengalami kenaikan garis kemiskinan sebesar 12,90% yaitu dari Rp 258.060 per kapita per bulan menjadi Rp 291.352. Kenaikan ini terjadi baik pada Garis Kemiskinan Makanan (GKM) maupun pada Garis Kemiskinan Non-makanan
76
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN (GKNM). Besarnya tingkat pengeluaran garis kemiskinan Maluku Utara masih cukup jauh dari besarnya tingkat biaya hidup di Kota Ternate yang berdasarkan hasil Survei Biaya Hidup tahun 2012 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar Rp6.427.357 dimana Kota Ternate merupakan kota dengan tingkat biaya hidup termahal ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Jaya Pura. Selain itu, selama tahun 2013 juga terjadi kenaikan pada Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) yang mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin besar. Hal yang sama juga terjadi jika melihat data tahunannya (September 2012 – September 2013) dimana P1 dan P2 sama-sama mengalami kenaikan. P1 naik sebesar 4,7% menjadi 0,85 sedangkan P2 naik sebesar 14,3%. Jika dilihat dari daerahnya, nilai P1 dan P2 di daerah pedesaan masih lebih besar dibandingkan dengan daerah perkotaan. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perkotaan masih lebih baik dibandingkan dengan daerah pedesaan. Hal ini juga ditunjukkan dari jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan yang jauh diatas jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan. Tabel 6.7 Perkembangan Garis Kemiskinan di Maluku Utara Daerah/ Tahun Perkotaan Maret 2013 September 2013 Perdesaan Maret 2013 September 2013 Perkotaan+Perdesaan Maret 2013 September 2013
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) GKM+GKNM GKM GKNM 211,319 234,818
73,056 82,358
284,374 317,176
198,858 226,540
49,168 54,942
248,026 281,482
202,298 228,829
55,762 62,523
258,060 291,352
Keterangan: GKM : Garis kemiskinan makanan GKNM : Garis kemiskinan non makanan Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
77
BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
78
BAB VII. PROSPEK PEREKONOMIAN
7.1 Prospek Perekonomian Makro Menyambut tahun 2014, Provinsi Maluku Utara masih diperkirakan tumbuh pada level yang menggembirakan yaitu sebesar 6,06%±1 (yoy). Sumber pertumbuhan diawal tahun 2014 diperkirakan masih berasal dari tiga sektor utama yang selama ini menjadi motor ekonomi Malut yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) serta sektor industri pengolahan. Sementara itu, sektor pertambangan yang digadangkan menjadi salah satu sektor utama di masa yang akan datang diperkirakan akan mengalami penurunan lebih tajam dari triwulan I 2014 terutama dari sisi ekspor yang merupakan dampak dari pemberlakuan UUD Minerba tahun 2009 oleh pemerintah pusat yang memaksa sebagian besar perusahaan tambang produsen nikel untuk menghentikan kegiatannya karena mereka belum mampu mengolah raw material (biji nikel) menjadi produk turunannya. Hal ini dikonfirmasi dengan adanya pemulangan sebagian besar pekerja tambang oleh 28 perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah kepulauan Halmahera. Sedangkan perusahaan yang memiliki modal besar untuk membangun smelter memutuskan untuk memulangkan sementara pekerjanya sampai smelter selesai dibangun dan produksi perusahaan kembali pada titik normal. Meskipun ekonomi diperkirakan masih mampu tumbuh di positif diatas 5%, namun terdapat beberapa hal yang dapat menahan perkembangan ekonomi Malut untuk tumbuh lebih tinggi lagi dari proyeksi seperti terjadinya pergeseran musim di Indonesia sehingga akan menganggu bahkan bisa mengubah jadwal tanam dan panen. Selain itu, adanya ancaman kemarau panjang akibat Elnino di 2014 serta 2015 juga dapat menjadi faktor pelemahan pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi sisi produksi baik internal Maluku Utara maupun daerah produsen yang pada akhirnya akan bermuara pada gejolak harga sehingga mempengaruhi tingkat kesejahteraan riil masyarakat. khusus untuk wilayah Maluku Utara dimana topografi provinsi muda ini adalah kepualuan yang lebih dari 70% wilayahnya adalah laut sehingga tingginya gelombang laut akan sangat mempengaruhi kinerja sektor perikanan terutama ikan tangkap. Selain itu, keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik untuk beberapa golongan industri dapat menjadi
79
BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN alasan naiknya harga berbagai komoditas dan menahanlaju pertumbuhan ekonomi di level terbatas. Namun demikian, tingginya tingkat konsumsi masih diharapkan dapat menjadi penopang perkembangan ekonomi Maluku Utara secara makro. Tingginya Konsumsi ini salah satunya disebabkan oleh proyek pembangunan (lanjutan proyek lama serta beberapa proyek baru) yang dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi serta pemerintah pusat melalui beberapa kementrian dimana pendanaannya berasal dari APBD 2014 serta APBN 2014. Tahun 2014, pemerintah Maluku Utara merencanakan untuk masih fokus dalam pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, pembangkit tenaga listrik bersifat kepulauan, pembangunan bandar udara di Halmahera, pemasangan pipa air bersih dan berbagai pembangunan perkantoran serta peremajaan pelabuhan yang tersebar di seluruh wilayah Maluku Utara. Hal ini dilakukan dalam rangka mendukung program MP3EI dimana wilayah Maluku Utara masuk dalam koridor 6 Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Selain itu, pihak swasta dari sektor pertambangan juga sedang membangun pabrik pemurnian biji nikel dengan nilai investasi yang besar ±16,7 triliun. Tingkat konsumsi dari masyarakat, pemerintah dan pihak swasta yang diperkirakan masih tinggi sepanjang tahun 2014 ini akan menjadi lokomotif pertumbuhan Maluku Utara dan dengan didukung oleh pembangunan infrastruktur yang baik diharapkan dapat menarik calon investor untuk mengembangkan bisnisnya di bumi Kie Raha seperti halnya di sektor perikanan yang memiliki potensi besar namun belum dimanfaatkan secara optimal. Tabel 7.1 Perkembangan Produksi Ikan Tangkap No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7
2008 2009 2010 2011 2012 2013 Maret 2014
Produksi (Ton) 4,625 5,073 5,147 6,767 6,837 6,852 1,902
Nilai Produksi (Rp.(000) 43,047,546 50,140,732 47,215,738 70,238,893 85,476,083 94,143,055 28,979,050
Harga RataRata/Kg 9,308 9,884 9,173 10,380 12,502 13,740 22,234
Produksi Rata2/Hari (Ton) 12.7 13.9 14.1 18.5 18.7 18.8 21.1
Sumber : PPN Kota Ternate
80
BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN 7.2 Prospek Inflasi Daerah Tekanan inflasi Kota Ternate sebagai representasi Provinsi Maluku Utara diperkirakan akan meningkat sepanjang triwulan II 2014 dibandingkan dengan data historisnya yaitu dikisaran 8,81%±1 (yoy). Dari sisi non-fundamental, kelompok administered price diperkirakan akan menjadi salah satu pemicu gejolak harga di awal tahun 2014 yaitu keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL) untuk beberapa golongan di tahun 2014 akan memberikan dorongan susulan kepada kenaikan harga komoditas terkait dikarenakan naiknya biaya produksi serta naiknya harga jasa tiket pesawat terbang akibat naiknya harga bahan bakar (avtur) yang dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia serta penyesuaian tarif baru oleh pemerintah kepada perusahaan pengelola jasa penerbangan. Jika dilihat dari karakteristiknya, inflasi yang terjadi di Kota Ternate biasanya berada pada magnitude yang lebih besar dibandingkan dengan nasional. Kondisi wilayah Maluku Utara yang berupa kepulauan serta masih banyaknya daerah terpencil menyebabkan banyaknya kegiatan perpindahan tangan komoditas-komoditas sebelum akhirnya sampai pada konsumen yaitu masyarakat. Oleh karena itu, adanya kenaikan harga di level produsen akan direspon dengan kenaikan harga di tingkat distributor sampai ke tingkat pengecer sehingga harga akhir yang diterima oleh konsumen sudah mengalami beberapa kali kenaikan dan berujung pada tingkat harga yang tinggi. Sementara itu, pergerakan volatile foods yang sempat mereda di Maret 2014 diprediksikan akan terus berlangsung hingga triwulan II 2014. Hal ini sejalan dengan lebih stabilnya harga komoditas ikan sebagai penyumbang terbesar inflasi Kota Ternate dikarenakan faktor cuaca yang lebih bersahabat sehingga sisi produksi sektor ini dapat bertahan pada level yang cukup tinggi. Sedangkan kelompok inti diprediksi tidak akan mengalami banyak gejolak di triwulan II seiring semakin kokohnya landasan perekonomian nasional sehingga ancaman imported inflation dapat lebih terkendali dari sebelumnya. Namun demikian, ancaman turunnya nilai tukar rupiah jika terjadi penghentian program tappering off oleh bank sentral Amerika Serikat masih ada. Namun pemerintah dan instansi terkait sudah mengambil ancang-ancang terkait kondisi tersebut. Selain itu, kondisi Maluku Utara yang terkendali mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di level yang tinggi ditengah-tengah turunnya volume dan nilai ekspor Maluku Utara seiring terhentinya ekspor biji nikel yang memiliki pangsa sebesar ±98% dari total ekspor.
81
BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN 7.3 Prospek Perbankan Keputusan Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga di level 7,5% diperkirakan akan memberikan dorongan positif terhadap perbaikan kondisi Current Account Defisit (CAD) Indonesia. Namun disisi lain akan menambah beban bagi pihak perbankan karena mereka harus menaikkan suku bunga baik suku bunga kredit maupun tabungan. Suku bunga acuan Bank Indonesia yang berada pada level yang cukup tinggi ini akan menahan pertumbuhan kredit terutama kredit konsumsi dan kredit perumahan (KPR) dari perbankan nasional. Walaupun demikian, kondisi perekonomian Maluku Utara yang diperkirakan masih mampu untuk tumbuh diatas 5% akan mendorong pertumbuhan tahunan perbankan dikisaran 20% (yoy). Dana Pihak Ketiga (DPK) diperkirakan akan tumbuh dikisaran 15% (yoy) sejalan dengan dipertahankannya suku bunga acuan Bank Indonesia di level 7,5% sehingga perbankan menaikkan suku bunga tabungan dan deposito mereka. Hal ini merupakan magnet tersendiri bagi masyarakat untuk menyimpan uangnya di Bank sehingga mendorong pertumbuhan DPK. Namun demikian, Bank Indonesia saat ini sedang menganjurkan perbankan ntuk melakukan pengereman terhadap pertumbuhan dana kredit yang disalurkan mengingat bahaya kredit macet seiring dengan tingginya bunga yang diterapkan perbankan kepada penerima dana kredit. Selain itu, masih kencangnya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mempersiapkan wilayahnya serta didukung oleh investasi yang masuk dari pihak swasta akan mendorong perkembangan kredit untuk sektor korporasi pada level yang masih cukup tinggi. Sebagai kesimpulan, perkembangan perbankan di Maluku Utara yang tidak terlepas dari kondisi perbankan nasional diperkirakan akan menunjukkan kinerja positif selama triwulan II 2014.
82