LAPORAN TRIWULANAN
PERKEMBANGAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA
BANK INDONESIA TERNATE Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017
LAPORAN TRIWULANAN
PERKEMBANGAN EKONOMIREGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA
TRIWULAN I-2009
BANK INDONESIA TERNATE Jl. Jos Sudarso No.1 Tenate Telp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-31-24017
VISI BANK INDONESIA “Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan stabil”
MISI BANK INDONESIA “Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk pembangunan jangka panjang negara Indonesia yang berkesinambungan”
TUGAS BANK INDONESIA (Pasal 8 UU No. 23 Tahun 1999)
1. 2. 3.
Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran, Mengatur dan mengawasi bank.
Kritik, saran dan komentar dapat disampaikan kepada : Redaksi : Kelompok Kajian, Statistik, Survey dan Pengawasan Bank Kantor Bank Indonesia Ternate Jl. Jos Sudarso No. 1, Ternate Telp : (0921) 3121217 Fax : (0921) 3124017
KATA PENGANTAR
Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Sejalan dengan undang-undang tersebut, keberadaan Kantor Bank Indonesia di daerah merupakan bagian dari jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yang berperan sebagai pelaksana kebijakan Bank Indonesia dan tugas-tugas pendukung lainnya di daerah. Sebagai jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia di bidang ekonomi dan moneter, Bank Indonesia Ternate berperan memberikan masukan dengan menyusun dan menerbitkan suatu produk yaitu Laporan Perkembangan Ekonomi, Kinerja Perbankan dan Sistem Pembayaran Provinsi Maluku Utara. Laporan ini diolah berdasarkan data dan informasi di daerah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan moneter Bank Indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi bagi penentu kebijakan di daerah. Laporan Triwulan ini meliputi perkembangan inflasi regional; ekonomi, moneter dan Perbankan; sistem pembayaran dan prospek ekonomi. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih menemui beberapa kendala. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran serta kerjasama dari semua pihak agar kualitas dan manfaat laporan ini menjadi lebih baik di waktu yang akan datang. Akhirnya, kepada pihak-pihak yang membantu tersusunnya laporan ini, kami sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih.
Ternate, 5 Mei 2009 BANK INDONESIA TERNATE
Sabarudin Deputi PBI
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
i ii iv v viii
RINGKASAN EKSEKUTIF
x
BAB I
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO 1.1 Gambaran Umum ………………………………………………………. 1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan...................................... 1.3 Perkembangan Ekonomi dari Sisi Penawaran................................
1 1 2 8
BOKS 1
Hasil Rumusan Rapat Koordinasi Nasional Pendapatan Daerah Tahun 2009 Kerja Forum Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan Tahun 2008
23
BAB II
PERKEMBANGAN INFLASI REGIONAL 2.1 Gambaran Umum…………………………………………………….… 2.2 Menurut kelompok Barang ………………………….......................... 2.2.1. Inflasi IHK Triwulanan (q-t-q)………………………………… 2.2.2. Inflasi IHK Tahunan (y-o-y)……….……………………………
31 31 33 33 33
BAB III
PERKEMBANGAN PERBANKAN 3.1 Perkembangan Perbankan ……………………………….………….. a. Perkembangan Aset Bank Umum …………………………….. b. Penghimpunan Dana Bank Umum ..…………………………. c. Penyaluran Kredit ……………………...………………………… c.1. Penyaluran Kredit Berdasarkan Bank Pelapor …........ c.2 Persetujuan Kredit Baru ..………………………………… c.3 Perkembangan Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Umum d. Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum …………....…….… e. Non Performing Loans (NPLs) Bank Umum …………..…….… Penelitian Lending Model Usaha Mebel Bambu Lurik PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.1 Gambaran Umum…. ………………………………………..................... 4.2 Pendapatan Daerah ............................................................................ 4.3 Belanja Daerah………………… ………………………...………………… 4.4 Lain-lain………………………………. ……………………………………… Penandatanganan Adendum Kesepakatan Kerjasama Pengembangan Komoditas Unggulan UMKM Kota Ternate
42 42 43 45 48 48 50 51
BOKS 2
BOKS 3 BAB IV
BOKS 4
ii
27
52 53 55 63 63 64 65 66 68
BAB V
BAB VI
BAB VII
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 5.1 Transaksi Tunai…………………………. ..................…………...……… 5.1.1 Aliran Uang Kartal ............................................................................. 5.1.2 Pemusnahan Uang........................................................................... 5.1.3 Uang Palsu.......................................................................................... 5.2 Transaksi Non Tunai............................................................................ 5.2.1 Perkembangan Kliring Lokal ............................................................. 5.2.2 Perkembangan Transaksi RTGS ...................................................... PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH 6.1 Ketenagakerjaan.............. …………………………………………....... 6.1.1 Angkatan Kerja .................................................................................. 6.1.2 Lapangan Pekerjaan Utama............................................................ 6.2 Kesejahteraan..................................................................................... 6.2.1 Kesejahteraan Petani........................................................................ 6.2.2 Tingkat Upah....................................................................................... PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi........................................................ 7.2 Prosoek Inflasi Daerah........................................................................
iii
70 70 70 73 74 76 76 78 79 79 79 83 84 84 85 87 87 88
DAFTAR TABEL Halaman Tabel
1.1
Tabel
1.2
Daftar perusahaan yang sudah tidak beroperasi di Maluku Utara Tahun 2008..................................................................................................... . Perkembangan kegiatan bank..............................................................
Tabel
2.1
Inflasi Sub Kelompok Bahan Makanan……………................................
Tabel
2.2
Inflasi sub kelompok makanan jadi............... ........................................
Tabel
2.3
Inflasi sub Kelompok Perumahan, Listrik gas dan air bersih…………….
Tabel
2.4
Inflasi sub kelompok sandang………………. ........................................
36
Tabel
2.5
Inflasi sub kelompok kesehatan..............................……………………..
Tabel Tabel
2.6 2.7
Inflasi sub kelompok pendidikan………..………………………………… Inflasi sub kelompok transpor………………………………………….....
36 37
Tabel
28
Inflasi sub kelompok vahan makanan…………………………………….
37 38
Tabel Tabel
2.9 2.10
Inflasi sub kelompok makanan jadi………………………………………. Inflasi sub kelmpok listrik…………………………………………………..
39 39
Tabel
2.11
Inflasi sub kelompok sandang……………………………………………..
Tabel
2.12
Inflasi sub kelompok kesehatan……………………………………………
40 40
Tabel
2.13
Inflasi sub kelompok pendidikan…………………………………………..
Tabel Tabel Tabel
2.14 3.1 3.2
Tabel
4.1
Tabel
5.1
Inflasi sub kelompok transpor…………………………………………….. Komposisi Kepemilikan Aset Perbankan…………………………………. Perkembangan Kredit Perbankan …………………................................ Alokasi Pemanfaatan Dana SILPA untuk Stimulus Fiskal di Maluku Utara Tahun 2009………………………………………………………….. Perkembangan Kegiatan Kas.................................................................
Tabel
5.2
Perkembangan Pemusnahan Uang Kertas............................................
Tabel
5.3
Kegiatan Sosialisasi Keaslian Uang Rupiah.............................................
Tabel
5.4
PosisiUang Kartal Yang Diedarkan.........................................................
Tabel
5.5
Rata-rata Harian Transaksi Kliring.........................................................
Tabel Tabel
5.6 5.7
Rata-rata Penarikan Cek/BG Kosong..................................................... Penyelesaian Transaksi RTGS.................................................................
Tabel
6.1
Penduduk Maluku Utara menurut kegiatan..........................................
Tabel
6.2
Pertumbuhan Penduduk di Maluku Utara ………………....................
11 20 34 34 35
41 41 44 50 67 71 73 74 76 76 77 78 80 81
iv
Tabel
6.3
Komposisi Angkatan Kerja Menurut Kota...................... ………............
Tabel Tabel
6.4 6.5
Penduduk Usia Kerja Berdasarkan lapangan Kerja................................ Penduduk usia kerja menurut status pekerjaan utama..........................
Tabel
6.6
Nilai Tukar Petani di Maluku Utara........................................................
Tabel Tabel
6.7 7.1
Perkembangan UMP di Beberapa Daerah Sulampua............................ Indeks Ekspektasi Terhadap Harga dan Bunga......................................
83 83 84 85 86 89
v
DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1.1
Struktur SBT SKDU Triwulan I-2009..…………………………………
1
Grafik 1.2
PDRB Maluku Utara Sisi Permintaan..................................................
3
Grafik 1.3
Nilai Konsumsi Maluku Utara.............................................................
4
Grafik 1.4
Perkembangan Nilai Ekspor Maluku Utara ........................................
6
Grafik 1.5
Nilai Ekspor – Impor Maluku Utara....................................................
7
Grafik 1.6
Pertumbuhan PDRB Maluku Utara....................................................
8
Grafik 1.7
Nilai PDRB Maluku Utara..................................................................
9
Grafik 1.8
Perkembangan NTP Maluku Utara.....................................................
10
Grafik 1.9
Perkembangan Harga Hasil Perkebunan............................................
11
Grafik 1.10 Produksi Sektor Pertanian Maluku Utara...........................................
12
Grafik 1.11 Presentase Ekspor Maluku Utara........................................................
13
Grafik 1.12 Nilai Ekspor Nikel Maluku Utara.........................................................
13
Grafik 1.13 Perkembangan Harga Nikel Dunia.....................................................
14
Grafik 1.14 Negara Tujuan Ekspor Nikel Maluku Utara.......................................
14
Grafik 1.15 Hasil Pengelolaan Nikel Dunia...........................................................
15
Grafik 1.16 Produksi Sekstor Industri Pengolahan...............................................
17
Grafik 1.17 Perkembangan Kelistrikan daerah...................................................
17
Grafik 1.18 Produksi sektor pengangkutan dan komunikasi...............................
20
Grafik 1.19 Perkembangan Kegiatan Bank........................................................
21
Grafik 1.20 Produksi sektor Jasa-jasa..................................................................
22
Grafik 2.1
Perkembangan Harga di Maluku Utara .............................................
31
Grafik 2.2
Perbandingan Inflasi Triwulanan.......................................................
32
Grafik 3.1
Perkembangan Aset Perbankan Maluku Utara .......………………….
44
Grafik 3.2
Proporsi DPK Perbankan ..………......................................……….....
46
Grafik 3.3
Proporsi Pemberian Kredit Baru ………......................................…...
51
Grafik 3.4
Struktur Kredit Executing.................................................................
52
Grafik 3.5
Perkembangan LDR Bank Umum.....................................................
53
Grafik 3.6
Perbandingan NPL’s Perbankan Daerah..........................................
54
vi
Grafik 4.1 Grafik 5.1
Perkembangan APBD Maluku Utara .............………………… ............ Perbandingan Jumlah Kas Keliling dan Uang yang Masuk ke BI ……..
64 72
Grafik 5.2
Perbandingan Persentase Penemuan Uang Palsu…….………………..
75
Grafik 5.3
Perkembangan Rasio Uang Palsu terhadap Uang Asli…………………..
75
Grafik 5.4
Rata-rata Harian Transaksi Kliring …………..…..……………………….. 76
Grafik 5.5
Perkembangan Kegiatan Kliring………………………………………….
78
Grafik 6.1
Perbandingan Penduduk Bekerja dan Menganggur .………………..
82
Grafik 7.1
Ekspektasi Kegiatan Usaha................................................................
87
vii
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
INFLASI & PDRB
INDIKATOR MAKRO Indeks Harga Konsumen (Kota Ternate) Laju Inflasi Tahunan (yoy %) PDRB - harga konstan (miliar Rp) - Pertanian - Pertambangan & Penggalian - Industri Pengolahan - Listrik, Gas & Air Bersih - Bangunan - Perdagangan, Hotel & Restoran - Pengangkutan & Komunikasi - Keuangan, Persewaaan & Jasa - Jasa Pertumbuhan PDRB (yoy %) Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) Volume Impor Nonmigas (ribu ton)
TAHUN 2008 Tw. 4
TAHUN 2009 Tw.1
115,88 11,25
117,33 7,64
240,33 29,40 83,35 3,27 12,44 168,00 54,53 23,92 51,38 -2,55 47,50 971,48 -
243,58 27,00 83,72 3,23 12,07 171,99 55,01 24,19 51,09 0,79 18,24 458,87 -
viii
PERBANKAN
INDIKATOR PERBANKAN Bank Umum: Total Aset (Rp triliun) DPK (Rp triliun) - Giro - Tabungan - Deposito Kredit (Rp triliun) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi LDR Kredit UMKM (Rp juta) Kredit Mikro (Rp juta) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi Kredit Kecil (Rp juta) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi Kredit Menengah (Rp juta) - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi Total Kredit MKM (Rp juta) NPL MKM (%)
TAHUN 2008 Tw. 4
TAHUN 2009 Tw.1
3,04281 2,800 0,804 1,469 0,527 1,270 0,425 0,109 0,736 45,35%
3,014404 2,828 1,008 1,254 0,566 1,384 0,469 0,109 0,806 48,94%
606,712 46,308 7,903 552,501 301,509 121,484 28,186 151,839 327,212 222,651 73,13 31,431 1235,433 3,75
623,267 49,347 9,127 564,793 364,648 130,857 28,145 205,646 343,813 236,522 71,513 35,778 1331,728 3,77
Keterangan: Klredit Mikro (< Rp50 juta) Klredit Kecil (Rp50 juta < X ≤ Rp500 juta) Klredit Mikro (Rp500 juta < X ≤ Rp5 miliar)
ix
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Ringkasan Eksekutif GAMBARAN UMUM Perekonomian Provinsi Maluku Utara pada triwulan I-2009 mengalami pertumbuhan sebesar 0,79% (q-t-q) dan 4,98% (y-o-y)...
Kelesuan perekonomian yang sempat terjadi di wilayah Maluku Utara pada triwulan IV-2008 berangsurangsur mulai pulih. Kinerja perekonomian Maluku Utara pada triwulan I-2009 menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini tergambar dari angka pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 secara tahunan sebesar 4,98% (y-o-y).
Tingkat inflasi tahunan di Ternate mengalami penurunan...
Tingkat inflasi di Ternate pada Triwulan I-2009 mengalami peningkatan dibandingkan dengan Triwulan IV2008, namun menurun apabila dibandingkan terhadap periode yang sama tahun 2008.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO Kinerja perekonomian Maluku Utara pada triwulan I2009 menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini tergambar dari angka pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 secara tahunan sebesar 4,98% (y-o-y) yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu 3,78% (y-o-y). Secara triwulanan, kinerja perekonomian pada triwulan I-2009 lebih tinggi dari triwulan IV-2008 dengan pertumbuhan sebesar 0,79% (q-t-q), setelah pada triwulan IV-2008
perekonomian
Maluku
Utara
mengalami
perlambatan laju perekonomian yang mencapai minus 2,55% (q-t-q). Di sisi permintaan, pertumbuhan tahunan didorong tingginya konsumsi...
Dari
sisi
permintaan,
pada
I-2009
pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Maluku Utara diperkirakan sebesar 4,98% (y-o-y) secara dominan ditopang oleh peningkatan kegiatan konsumsi
Ringkasan Eksekutif
triwulan
masyarakat dan
x
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
pengeluaran pemerintah. Kegiatan ekspor dari daerah Maluku
Utara
mengalami
penurunan
seiring
dengan
penurunan permintaan akibat krisis ekonomi yang melanda perekonomian dunia sejak awal triwulan IV-2008. Beberapa
faktor
yang
mendorong
peningkatan
konsumsi ini diantaranya peningkatan daya beli masyarakat terutama yang berprofesi sebagai petani dan pegawai/buruh. Hal ini tergambar dari peningkatan NTP petani di daerah disisi lain UMP Maluku Utara pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 10%, berdasarkan SK Gubernur No. 136/KPTS/MU/2008 tanggal 23 Desember 2008 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009 yaitu dari Rp700.000/bulan menjadi Rp770.000/bulan. Selain itu kenaikan gaji PNS sebesar 15% serta program PNPM diyakini sebagai faktor penggerak konsumsi pada periode ini. Pada triwulan I-2009 investasi tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 37,68% (y-o-y), sedangkan pada triwulan IV-2008 investasi mengalami pertumbuhan sebesar 40,95% (y-o-y). Masih tingginya investasi disebabkan karena pelaksanaan proyek-proyek pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah daerah khususnya di luar Kota Ternate, misalnya pembangunan Kantor Gubernur di Sofifi, Kator Bupati Halmahera
Timur
dan
Halmahera
Tengah.
Dengan
pelaksanaan pemekaran daerah di wilayah Maluku Utara seperti kabupaten Pulau Morotai, Kecamatan Hiri dan beberapa desa di Pulau Hiri maka peningkatan kegiatan investasi oleh pemerintah diperkirakan masih akan terus berlanjut pada tripulan selanjutnya. Di sisi penawaran, sebagian besar sektor ekonomi mengalami pertumbuhan ...
Disisi penawaran, sebagian besar sektor ekonomi di daerah pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan kecuali sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan yang mengalami kontraksi. Sektor yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ini
Ringkasan Eksekutif
xi
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Sub sektor tanaman bahan makanan pada triwulan ini mengalami pertumbuhan tertinggi dengan nilai sebesar 20,00% (y-o-y) dimana pertumbuhannya pada triwulan IV2008 adalah 16,23% (y-o-y). Peningkatan kinerja sub sektor ini dipengaruhi oleh penambahan jumlah transmigran dan pembukaan lahan guna menampung transmigran baru yang notabene merupakan daerah embrio sentra penghasil tanaman bahan makanan di Maluku Utara. Periode Januari – April merupakan permulaan masa panen di beberapa sentra transmigrasi seperti daerah Halmahera Timur, Halmahera Utara dan Halmahera Tengah Sektor perdagangan, hotel dan industri pada triwulan I-2009 ini mengalami pertumbuhan sebesar 7,57% (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan hanya sebesar 3,89% (y-o-y). Semua subsektor mengalami pertumbuhan pada triwulan ini. Pada subsektor perdagangan, ekspansi dipicu dari dua sisi, yaitu naiknya permintaan yang juga disertai naiknya harga barang yang diperdagangkan.
INFLASI REGIONAL Secara triwulanan, Inflasi tertinggi pada triwulan ini Pada triwulan I-2009 inflasi tertinggi dialami oleh kelompok bahan makanan ...
terjadi pada kelompok bahan makanan (3,73%). Sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi pada kelompok ini adalah ikan segar dan bumbu-bumbuan yang inflasinya mencapai 11,41% dan 8,33%. Hal ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga pada sub kelompok ikan segar dan bumbu-bumbuan.
Harga
ikan
segar
yang
mengalami
kenaikan yaitu cakalang, lolosi, kembung, malalugis, tude dan ekor kuning. Sedangkan untuk bumbu-bumbuan, komoditas yang mengalami kenaikan harga adalah bawang merah, bawang putih dan cabe rawit.
Ringkasan Eksekutif
xii
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan secara triwulanan mengalami deflasi ...
Penurunan
tingkat
harga
(deflasi)
terjadi
pada
kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan dengan nilai mencapai 4,00%. Hal ini terutama disebabkan karena perlambatan pada sub kelompok transpor yang mencapai minus 6,71%. Perluasan jaringan komunikasi serta perang tarif yang masih terus berlanjut antar operator telekomunikasi diperkirakan menjadi pemicu utama penurunan harga tersebut. Jika dilihat secara tahunan inflasi tertinggi terjadi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga (14,50%)
Inflasi tahunan tertinggi dialami oleh kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga...
disusul kelompok bahan makanan (12,59%). Satu-satunya kelompok yang mengalami deflasi adalah kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,35%. Pendidikan merupakan sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 24,02% diikuti sub kelompok ikan segar yang inflasinya mencapai mencapai 26,93%.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Pada Kegiatan intermediasi perbankan mengalami peningkatan ...
Triwulan
I-2009,
kegiatan
intermediasi
perbankan di daerah Maluku Utara terus menunjukkan peningkatan.
Peningkatan
penyaluran
kredit
melebihi
peningkatan penghimpunan dana dari masyarakat tercermin dari peningkatan LDR perbankan pada triwulan laporan. Pada triwulan I-2009, terjadi penambahan kantor bank umum yang beroperasi di Maluku Utara. Data yang dimiliki oleh Bank Indonesia Ternate menunjukkan bahwa sampai dengan Bulan Maret 2009 terdapat 10 (sembilan) bank umum (konvensional dan syariah) dan 1 (satu) bank BPR yang beroperasi. Dari seluruh Bank yang ada di Maluku Utara, pelayanan kepada nasabah dilakukan oleh perbankan melalui 38 kantor bank umum termasuk BRI Unit dan 1 BPR, serta beberapa ATM dan payment point yang masih terpusat kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Utara.
Ringkasan Eksekutif
xiii
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Utara Deficit anggaran tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp34,5 miliar ...
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 tanggal 21 Januari 2009
diketahui
bahwa
untuk
tahun
anggaran
2009
pendapatan daerah Provinsi Maluku Utara ditargetkan sebesar 721,41 miliar rupiah sedangkan belanja daerah dianggarkan sebesar 755,91 miliar rupiah. Dengan demikian anggaran
pembangunan
daerah
pada
tahun
2009
mengalami defisit sebesar 34,5 miliar rupiah. Pada tahun 2009, pemerintah pusat melalui anggaran kementrian Negara/lembaga mengalokasikan stimulus fiskal guna mendukung ekspansi sektor rii sebesar Rp12,2 triliun. Provinsi Maluku Utara sendiri mendapatkan kucuran dana sebesar Rp224,2 juta. Rencananya, sejumlah dana tersebut akan disalurkan melalui kegiatan/proyek pembangunan departemen pekerjaan umum dan departemen perhubungan.
SISTEM PEMBAYARAN Pada triwulan I-2009, total aliran uang kartal keluar Aliran uang kartal di Bank Indonesia Ternate mengalami penurunan ...
dan masuk ke Bank Indonesia tercatat sebesar Rp207,63 miliar atau mengalami penurunan sebesar minus 46,27% (qt-q). kondisi tersebut sejalan dengan siklus tahunan yang menunjukkan bahwa pada awal tahun uang kartal yang keluar dan masuk di Bank Indonesia Ternate mengalami penurunan seiring dengan berakhirnya berbagai event menyambut pergantian tahun serta event keagamanan yang berlangsung pada triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2009 rata-rata penyelesaian transaksi
Rata-rata transaksi kliring mengalami penurunan ...
harian melalui kliring mengalami penurunan. Rata-rata harian nilai nominal transaksi kliring pada triwulan I-2009 sebesar 2,334 miliar rupiah atau mengalami penurunan sebesar
Ringkasan Eksekutif
xiv
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
23,86%, dimana nilai nominal transaksi pada triwulan sebelumnya adalah 3,056 miliar. Jika dilihat rata-rata harian jumlah warkat sebenarnya tidak terdapat perubahan dimana jumlah rata-rata harian warkat pada triwulan IV-2008 maupun pada triwulan I-2009 sebanyak 48. Penyelesaian transaksi ekonomi melalui sarana RTGS Penyelesaian transaksi melalui system RTGS mengalami penurunan ...
di wilayah Kota Ternate pada triwulan I-2009 mengalami penurunan. Pada triwulan I-2009 transaksi RTGS dari wilayah Maluku Utara (outflow) tercatat sebesar Rp1,17 triliun sedangkan transaksi dari luar wilayah Maluku Utara (to) tercatat sebesar Rp992,88 miliar. Searah dengan nilai transaksi RTGS, keseluruhan volume transaksi pada triwulan laporan tercatat sebesar 3.805 kali transaksi, mengalami penurunan sebesar minus 40,77% dibandingkan dengan periode sebelumnya.
TENAGA KERJA Secara tahunan, pada posisi Agustus 2008 terjadi Jumlah orang yang bekerja mengalami peningkatan ...
peningkatan jumlah orang yang bekerja sebesar 5,98% (y-oy) dari kondisi Bulan Agustus 2007 dimana jumlah penduduk yang bekerja tercatat sejumlah 372,34 ribu jiwa dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 6,48%. Meskipun garis kemiskinan mengalami peningkatan, jumlah penduduk miskin pada periode Maret 2008 tercatat sebesar 105 ribu jiwa atau mengalami penurunan sebesar 4,46 % (y-o-y). Selaras dengan kegiatan ekonomi masyarakat yang terkonsentrasi di Kota Ternate, persebaran angkatan kerja, penduduk yang menganggur maupun penduduk yang bekerja juga terkonsentrasi di kota yang sama. Sebagian besar penduduk usia kerja menggantungkan pekerjaan pada sektor pertanian. Data dari BPS menunjukkan bahwa pada periode Agustus 2008, sebanyak 59,21% penduduk usia kerja bekerja di sektor pertanian
Ringkasan Eksekutif
xv
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Pada tahun 2009, Pemerintah Provinsi Maluku Utara berencana meningkatkan upah minimum provinsi sebesar 10% bila dibandingkan dengan tingkat upah pada tahun 2008. Pada tahun 2009 Pemerintah Daerah mengusulkan tingkat upah minimum provinsi sebesar Rp770 ribu/bulan.
PROSPEK EKONOMI REGIONAL Pada triwulan II-2009 perekonomian daerah Maluku Utara diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 5,75± 1% (y-o-y). Sektor pertanian diperkirakan masih akan Perekonomian daerah masih akan mengalami pertumbuhan pada triwulan II-2009 ...
mengalami pertumbuhan menyusul dilakukannya panen hasil pertanian dan perkebunan. Masih tingginya permintaan juga diperkirakan akan terus mendorong pertumbuhan sub-sektor perdagangan, pada triwulan mendatang. Sub-sektor hotel dan restoran juga optimis mengingat semakin membaiknya infrastruktur serta pengelolaan pariwisata seperti dibukanya penerbangan baru dan semakin kondusifnya kemanan setelah pemilu. Dari sisi pengeluaran, kegiatan konsumsi diperkirakan masih akan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi daerah. Infalsi pada triwulan II-2009 diperkirakan akan berada
Inflasi pada triwulan I-2009 juga mengalami kenaikan ...
pada level 1,3 +1% (q-t-q) dan 14,1 +1% (y-o-y). Meskipun kondisi politik di Maluku Utara pasca pelaksanaan pemilu legislatif relatif aman, pertumbuhan ekonomi yang terjadi menjadi pemicu tersendiri bagi peningkatan inflasi di daerah. Kelompok bahan makanan dan makanan jadi diperkirakan masih memegang peranan besar terhadap pembentukan tingkat harga pada triwulan mendatang. Trend penurunan suku bunga SBI yang sampai saat ini menjadi salah satu acuan perbankan dalam menerapkan kebijakan suku bunga diperkirakan masih akan berlanjut. Dengan demikian kredit perbankan diharapkan akan semakin terasa lebih murah dengan penurunan bunga pengembalian.
Ringkasan Eksekutif
xvi
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Perkembangan Ekonomi Makro
Bab I
1.1
Gambaran Umum
Kelesuan perekonomian yang sempat terjadi di wilayah Maluku Utara pada triwulan IV-2008 berangsur-angsur mulai pulih. Kinerja perekonomian Maluku Utara pada triwulan I-2009 menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini tergambar dari angka pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 secara tahunan sebesar 4,98% (y-o-y) yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode sebelumnya yaitu 3,78% (y-o-y). Secara triwulanan, kinerja perekonomian pada triwulan I-2009 lebih tinggi dari triwulan IV-2008 dengan pertumbuhan sebesar 0,79% (q-t-q), setelah pada triwulan IV-2008 perekonomian Maluku Utara mengalami perlambatan laju perekonomian yang mencapai minus 2,55% (q-t-q). Perkembangan kondisi tersebut sejalan dengan hasil survei kegiatan dunia usaha (SKDU) di Provinsi Maluku Utara menunjukkan kegiatan usaha pada triwulan I-2009 mengalami ekspansi sebagaimana tercermin pada Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 22,33%.
Grafik 1.1
Struktur SBT SKDU triwulan I-2009 22.33
-1.89
SBT Total
Pertanian 0.00
Pertambangan & Penggalian 5.33
Industri Pengolahan
0.04
Listrik, Gas & Air Bersih
1.52
Bangunan 13.36
2.66 0.00 1.31
Perkembangan Ekonomi Makro
Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perush. Jasa-jasa
1
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Dari sisi permintaan, secara tahunan net ekspor di Maluku Utara mengalami perlambatan yang cukup besar namun perekonomian daerah masih dapat mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat dan goverment spending. Net ekspor pada triwulan I-2009 mengalami perlambatan hingga mencapai minus 64,39% (y-o-y). Adapun konsumsi tumbuh sebesar 8,40% (y-o-y) dan pengeluaran pemerintah tumbuh 21,97% (y-o-y). Selain itu investasi masih mengalami pertumbuhan tinggi yaitu sebesar 37,68% (y-o-y), meskipun menurun dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya.
Disisi penawaran, sebagian besar sektor ekonomi yang ada mengalami pertumbuhan secara tahunan. Hanya sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan yang mengalami kontraksi pertumbuhan. Sektor pertanian tumbuh 8,76% (y-o-y); sektor pertambangan dan penggalian mengalami kontraksi terdalam dengan nilai sebesar minus 17,58% (y-o-y); sektor industri pengolahan yang mengalami kontraksi sepanjang tahun 2008 pada triwulan I 2009 juga masih mengalami kontraksi sebesar minus 7,26% (y-o-y); sektor listrik, gas dan air bersih mengalami pertumbuhan 2,37% (y-o-y); sektor bangunan merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan ini dengan angka pertumbuhan sebesar 19,67% (y-o-y); sektor PHR mengalami pertumbuhan sebesar 7,57% (y-o-y); sektor pengangkutan dan komunikasi masih tumbuh sebesar 11,99% (y-o-y); sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan juga masih tumbuh sebesar 11,14% (y-o-y) , dan terakhir sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan sebesar 4,28% (y-o-y).
1.2
Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan
Setelah mengalami kontraksi ekonomi pada triwulan IV-2008, perekonomian daerah Maluku Utara mulai menunjukkan perkembangan positif pada awal tahun 2009. Pada triwulan I-2009 pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Maluku Utara diperkirakan sebesar 4,98% (y-o-y) secara dominan ditopang oleh peningkatan kegiatan konsumsi masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Kegiatan ekspor dari daerah Maluku Utara mengalami penurunan seiring dengan penurunan permintaan akibat krisis ekonomi yang melanda perekonomian dunia sejak awal triwulan IV2008. Meskipun demikian, pemenuhan peningkatan konsumsi masyarakat masih
Perkembangan Ekonomi Makro
2
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
didominasi oleh barang-barang dari wilayah lain. Kondisi tersebut tergambar dari peningkatan aktivitas impor oleh pelaku ekonomi di daerah. Konsumsi secara umum mengalami pertumbuhan sebesar 8,40% (y-o-y), dimana sub komponen konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 8,47% (y-o-y) sedangkan konsumsi swasta mengalami
pertumbuhan
sebesar
2,49%
(y-o-y).
Pengeluaran
pemerintah
mengalami pertumbuhan sebesar 21,97% (y-o-y), kemudian investasi mengalami pertumbuhan sebesar 37,68% dan net ekspor (ekspor – impor) mengalami kontraksi
yang
sangat
signifikan
yaitu
sebesar
minus
64,39%.
Apabila
dikomparasikan secara parsial, ekspor mengalami kontraksi sebesar minus 23,40% sedangkan impor tumbuh sebesar 4,26%.
Grafik 1.2
PDRB Maluku Utara Sisi Permintaan dan Kontribusinya (y-o-y) A. Konsumsi Tingkat konsumsi secara umum (rumah tangga dan swasta) di Maluku Utara pada triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp573,36 miliar atau mengalami pertumbuhan sebesar 8,40% (y-o-y), lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode sebelumnya yang sebesar 3,61% (y-o-y). Apabila ditelusuri secara lebih rinci, tingginya pertumbuhan konsumsi pada triwulan laporan didominasi oleh pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang mencapai 8,47%, yang mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada triwulan IV-2008 yang tercatat sebesar 3,61% (y-o-y). Konsumsi swasta pada triwulan laporan
Perkembangan Ekonomi Makro
3
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan, dimana pertumbuhannya pada triwulan IV-2008 mencapai 3,42% (y-o-y) sedangkan pada triwulan I-2009 konsumsi swasta hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2,49% (y-o-y). 800,000
700,000
Konsumsi Rumah Tangga
600,000
500,000
Konsumsi Pemerintah
400,000
300,000
200,000
Konsumsi Sw asta
100,000
0 T w. I 2007
T w. II
T w. III
T w. IV
2007
2007
2007
T w. I 2008
Tw. II
T w. III
T w. IV
T w. I
2008
2008
2008
2009*
Grafik 1.3
Nilai Konsumsi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
Beberapa
faktor
yang
mendorong
peningkatan
konsumsi
ini
diantaranya
peningkatan daya beli masyarakat terutama yang berprofesi sebagai petani dan pegawai/buruh. Hal ini tergambar dari peningkatan NTP petani di daerah disisi lain UMP Maluku Utara pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 10%, berdasarkan SK Gubernur No. 136/KPTS/MU/2008 tanggal 23 Desember 2008 yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009 yaitu dari Rp700.000/bulan menjadi Rp770.000/bulan. Selain itu kenaikan gaji PNS sebesar 15% serta program PNPM diyakini sebagai faktor penggerak konsumsi pada periode ini.
B. Investasi Pertumbuhan investasi di Maluku Utara pada triwulan I-2009 tergolong cukup tinggi meskipun mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I-2009 investasi tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 37,68% (y-o-y), sedangkan pada triwulan IV-2008 investasi mengalami pertumbuhan sebesar 40,95% (y-o-y). Masih tingginya investasi disebabkan karena pelaksanaan proyekproyek pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah daerah khususnya di luar Kota
Perkembangan Ekonomi Makro
4
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Ternate, misalnya pembangunan Kantor Gubernur di Sofifi, Kator Bupati Halmahera Timur dan Halmahera Tengah. Dengan pelaksanaan pemekaran daerah di wilayah Maluku Utara seperti kabupaten Pulau Morotai, Kecamatan Hiri dan beberapa desa di Pulau Hiri maka peningkatan kegiatan investasi oleh pemerintah diperkirakan masih akan terus berlanjut pada tripulan selanjutnya. Berbeda dengan kegiatan investasi pemerintah, laboran kegiatan investasi oleh swasta di wilayah Maluku Utara tahun 2009 sampai akhir tripulan laporan masih nihil. Hal ini diakui oleh instansi terkait dengan kondisi geografis Maluku Utara yang berupa kepulauan kecil dengan dukungan sarana transportasi yang masih minim sedangkan sebagian besar kegiatan investasi swasta berada di luar pulau Ternate. Disamping itu tingkat kesadaran/kedisiplinan pihak investor/pengelola usaha untuk melaporkan perkembangan usahanya juga masih rendah. Penutupan kegiatan usaha beberapa investasi swasta pada tahun 2008 diperkirakan akan berpengaruh pada melambatnya perkembangan investasi swasta di daerah.
C. Pengeluaran Pemerintah Konsumsi pemerintah tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 21,97% (y-o-y), lebih tinggi apabila dibandingkan dengan periode triwulan IV-2008 yang sebesar 15,22% (y-o-y). Faktor pendorong kenaikan konsumsi pemerintah pada periode ini disebabkan karena pembayaran gaji PNS yang mengalami peningkatan, penerimaan CPNS dan pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS di beberapa daerah, serta pembangunan infrastruktur di Sofifi untuk kantor gubernur baru. Kegiatan goverment spending pada triwulan berikutnya diperkirakan akan mengalami peningkatan yang lebih besar. Salah satu indikasinya adalah pada triwulan laporan beberapa proyek pemerintah baru memasuki tahap pelelangan pekerjaan, sehingga pada triwulan berikutnya diperkirakan sudah memasuki tahapan pengerjaan/realisasi. Beberapa proyek yang tengah dalam tahap pelelangan tersebut antara lain: proyek tata lingkunga/perpipaan air bersih/limah di daerah Kepulauan Sula, Halmahera Barat, Halmahera Selatan, Tidore Kepulauan dan Halmahera Utara; serta Pembangunan tahap III Jalan Kota Baru – Bastiong di Kotamadya Ternate.
Perkembangan Ekonomi Makro
5
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
D. Kegiatan Ekspor-Impor Pada triwulan I-2009 net ekspor Maluku Utara (ekspor - impor) mengalami penurunan yang cukup besar bila dibandingkan dengan kondisi pada triwulan IV2008. Pada triwulan ini net ekspor tercatat mengalami kontraksi sebesar minus 64,39% (y-o-y). Meskipun kinerja net ekspor Maluku Utara memang cenderung fluktuatif, namun trend penurunan ini sebenarnya telah dimulai sejak triwulan II2007, sedikit mengalami perbaikan pada triwulan II-2008, namun mengalami penurunan kembali pada periode-periode berikutnya.
Grafik 1.4
Perkembangan Nilai Ekspor Maluku Utara
Semakin menurunnya net ekspor ini disebabkan karena selama beberapa periode terakhir, ekspor semakin menurun namun impor semakin meningkat. Selain itu diduga bahwa terjadinya krisis global telah menurunkan permintaan Jepang akan nickel, yang merupakan salah satu komoditas ekspor utama Maluku Utara. Nickel sebagai salah satu bahan logam penting dalam industri otomotif, selama beberapa triwulan terakhir ini memang lebih banyak diekspor ke Jepang. Apabila diperhatikan kinerja perekonomian Jepang, sejak triwulan III-2008 memang terlihat perlambatan, dan hal ini diduga ikut mempengaruhi perlambatan ekspor selama beberapa triwulan terakhir.
Perkembangan Ekonomi Makro
6
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Kinerja ekspor Maluku Utara pada triwulan I-2009 merupakan yang terendah dibandingkan dengan beberapa periode terakhir dengan kontraksi mencapai minus 23,40% (y-o-y), jauh dalam dibandingkan periode sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar minus 2,26%. Penurunan kinerja ini terutama disebabkan oleh kontraksi pada sisi ekspor luar negeri, yang mencapai minus 27,51%, atau masih melanjutkan trend penurunan pada triwulan IV-2008 yang kontraksinya sebesar minus 0,17% (y-o-y). Seperti halnya pada ekspor luar negeri, ekspor antar pulau juga menunjukan
penurunan, dimana pada triwulan I-2009 terjadi kontraksi
sebesar minus 8,03% sedangkan pada triwulan IV-2008 kontraksinya tercatat sebesar minus 9,99%. 250.000 Ekspor Luar Negeri 200.000 Impor Antar Pulau
150.000
100.000
Ekspor Antar Pulau
50.000 Impor Luar Negeri 0 Tw . I 2007
Tw . II Tw . III Tw . IV Tw . I Tw . II Tw . III Tw . IV Tw . I 2007 2007 2007 2008 2008 2008 2008 2009*
Grafik 1.5
Nilai Ekspor-Impor Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) Berbeda dengan ekspor, kegiatan impor masih terus mengalami pertumbuhan, dimana pada triwulan IV-2008 pertumbuhan yang terjadi sebesar 0,97% (y-o-y) sedangkan pada triwulan I-2009 pertumbuhannya mencapai 4,26% (y-o-y). Meskipun secara umum impor tumbuh, namun impor luar negeri mengalami kontraksi yang cukup besar hingga mencapai minus 63,61% (y-o-y), tetapi penurunan tersebut tercover oleh kegiatan impor antar pulau yang terus mengalami peningkatan dimana pada triwulan IV-2008 impor antar pulau mengalami pertumbuhan
sebesar
8,40%
(y-o-y)
kemudian
pada
triwulan
I-2009
pertumbuhannya mencapai 11,83% (y-o-y).
Perkembangan Ekonomi Makro
7
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Hal ini sebenarnya tidak mengherankan mengingat tingginya ketergantungan Maluku Utara terhadap provinsi lain. Sebagian besar kegiatan impor antar pulau dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan pokok seperti beras, telur, daging ayam, daging sapi, sayur, dan buah-buahan yang umumnya dipasok dari Surabaya dan Manado. Dengan kondisi daerah yang memiliki jumlah industri yang sedikit dan kapasitasnya yang relatif kecil, Maluku Utara merupakan daerah dengan tingkat konsumsi
yang
lebih
besar
bila
dibandingkan
dengan
tingkat
produksi
perekonomian lokal. Oleh karena itu, peningkatan konsumsi masyarakat memiliki hubungan yang relatif kuat terhadap perkembangan impor di daerah.
1.3
Perkembangan Ekonomi dari Sisi Penawaran
Disisi penawaran, sebagian besar sektor ekonomi di daerah pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan kecuali sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan yang mengalami kontraksi. Sektor yang memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ini adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Jika dilihat dari persentase pertumbuhannnya, sebenarnya sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan ini adalah sektor bangunan yang tumbuh sebesar 19,67% (y-o-y). Namun pertumbuhan sektor bangunan belum bisa men-drive kinerja perekonomian Maluku Utara sebesar pertumbuhan yang terjadi pada sektor tersebut mengingat bobotnya terhadap peekonomian daerah yang tidak sebesar sektor pertanian. Grafik 1.6
Perkembangan Ekonomi Makro
8
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Sementara sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan laporan mengalami kontraksi sebesar minus 17,58% (y-o-y), lebih besar kontraksinya dibandingkan yang terjadi pada triwulan sebelumnya yang sebesar minus 5,48% (y-o-y).
700,000
Pertanian
600,000
Perdagangan, Hotel & Restoran Industri Pengolahan
500,000
Jasa-jasa 400,000
Pengangkutan & Komunikasi 300,000
Pertambangan & Penggalian
200,000
Keuangan, Persew aan & Jasa Prush
100,000
Bangunan Listrik, Gas & Air Bersih
0 T w. I
T w. II
Tw. III
T w. IV
T w. I
Tw. II
T w. III
Tw. IV
T w. I
2007
2007
2007
2007
2008
2008
2008
2008
2009*
Grafik 1.7
Nilai PDRB Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
A. Pertanian Pada triwulan I-2009 ini sektor pertanian secara umum masih menunjukkan peningkatan
kinerja
dibandingkan
triwulan
sebelumnya
dengan
mencatat
pertumbuhan sebesar 8,76% (y-o-y), sedangkan pada triwulan IV-2008 sektor ini hanya mengalami pertumbuhan sebesar 7,98% (y-o-y). Apabila dilihat lebih terperinci, terdapat dua sub sektor yang pertumbuhannya melampaui triwulan sebelumnya, sedangkan tiga sub sektor lainnya mengalami perlambatan meskipun masih menunjukan pertumbuhan positif. Pertumbuhan sektor pertanian tergambar pula pada Nilai Tukar Petani pada periode laporan yang mengalami peningkatan dan dengan nilai yang melebihi 100 (Indeks yang diterima petani lebih besar dari indeks yang harus dibayar oleh petani).
Perkembangan Ekonomi Makro
9
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 1.8
Perkembangan NTP di Maluku Utara 102 100 98 96 94 92 90 88
Feb
Jan
Dec
Nov
Oct
Sep
Aug
Jul
Jun
May
Apr
Mar
Feb
Jan
2008
2009
Sub sektor tanaman bahan makanan pada triwulan ini mengalami pertumbuhan tertinggi dengan nilai sebesar 20,00% (y-o-y) dimana pertumbuhannya pada triwulan IV-2008 adalah 16,23% (y-o-y). Peningkatan kinerja sub sektor ini dipengaruhi oleh penambahan jumlah transmigran dan pembukaan lahan guna menampung transmigran baru yang notabene merupakan daerah embrio sentra penghasil tanaman bahan makanan di Maluku Utara. Periode Januari – April merupakan permulaan masa panen di beberapa sentra transmigrasi seperti daerah Halmahera Timur, Halmahera Utara dan Halmahera Tengah. Meskipun demikuan pemerintah daerah perlu mewaspadai dan memperhatikan perkembangan yang terjadi di daerah transmigrasi tersebut, baik dari segi perekonomian, fasilitas pendidikan serta fasilitas umum lainnya maupun akses ke wilayah lain. Pada awal tahun 2009, beberapa Kepala Keluarga transmigran memilih untuk mencari penghidupan di kota Ternate dan sekitarnya dengan alasan di wilayah transmigrasi mereka tidak memperoleh sarana umum dengan baik, seperti pendidikan anakanak, fasilitas kesehatan, sanitasi dan akses untuk menjual hasil pertanian yang kurang menguntungkan. Bila hal ini dibiarkan terus berlanjut, daerah transmigran yang dipersiapkan sebagai sentra produksi pertanian akan mengalami penurunan atau bahkan tidak bisa terwujud sama sekali.
Perkembangan Ekonomi Makro
10
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Peningkatan pertumbuhan juga terjadi pada sub sektor perikanan dengan angka pertumbuhan sebesar 6,77% (y-o-y) dimana pertumbuhannya pada triwulan IV2008 adalah 4,35% (y-o-y). Seringnya pelaksanaan operasi di perairan sekitar Maluku Utara oleh Polairud serta tindakan tegas terhadap kapal – kapal yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal diperkirakan menjadi salah satu pendorong meningkatnya kinerja sub sektor perikanan. Hal ini sesuai dengan karakteristik perikanan di daerah Maluku Utara yang didominasi oleh perikanan tangkap dibandingkan dengan perikanan budidaya. Adapun komoditas utama yang mendorong peningkatan kinerja sub sektor ini diperkirakan berupa ikan cakalang dan tuna.
Grafik 1.9
Perkembangan harga hasil perkebunan 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
2008 Pala
Fuli
Cengkih
Coklat
Dec
Jan
Feb
Mar
2009 Kopra
Sumber: Disperindag Provinsi
Sub sektor tanaman perkebunan sedikit mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dengan mencatat pertumbuhan sebesar 5,38% (y-o-y) dimana pertumbuhan yang terjadi pada triwulan IV-2008 adalah 5,65% (y-o-y). Sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya serta sub sektor kehutanan mengalami perlambatan yang cukup besar bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya mengalami pertumbuhan sebesar 0,59% (y-o-y) lebih rendah apabila dibandingkan dengan triwulan IV-2008 yang pertumbuhannya mencapai 2,76% (y-o-y). Adapun sub sektor kehutanan memiliki pertumbuhan sebesar 0,31% (y-o-y) sedangkan pertumbuhannya pada triwulan IV-2008 adalah 4,07% (y-o-y). Penurunan sub sektor tanaman perkebunan terjadi karena pada triwulan I-2009 memang bukan merupakan musim panen.
Perkembangan Ekonomi Makro
11
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
300,000
Tanaman Perkebunan 250,000
Tanaman Bahan Makanan 200,000
Perikanan
150,000
100,000
Kehutanan
50,000
Peternakan dan Hasil-hasilnya 0 T w. I
Tw. II
T w. III
T w. IV
T w. I
Tw. II
T w. III
T w. IV
T w. I
2007
2007
2007
2007
2008
2008
2008
2008
2009*
Grafik 1.10
Produksi Sektor Pertanian Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
B. Pertambangan & Penggalian Sektor yang mengalami penurunan terbesar pada triwulan I 2009 ini adalah sektor pertambangan dan penggalian dengan kontraksi sebesar minus 17,58% (y-o-y). Ini merupakan penurunan terdalam di sektor pertambangan dan penggalian yang pernah dialami Maluku Utara sejak tahun 2001. Trend penurunan kinerja pada sektor ini sudah mulai terjadi triwulan IV 2008 dengan kontraksi sebesar minus 5,48% (y-o-y).
Sektor pertambangan dan penggalian di Maluku Utara didominasi oleh sub-sektor pertambangan non-migas khususnya pertambangan nikel. Hal ini juga tercermin dari nilai ekspor Maluku Utara yang juga didominasi komoditas nikel. Sementara sub sektor penggalian masih didominasi oleh penggalian tipe C dengan produk utama pasir dan batu serta dikelola secara sederhana (penggalian rakyat) dengan pemasaran hasil galian yang masih terbatas di daerah sekitar lokasi penggalian.
Perkembangan Ekonomi Makro
12
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
9%
1%
Nikel Hasil Hutan
Lainnya 90%
Grafik 1.11
Persentase Ekspor Maluku Utara (2003-2009) Sumber: Datawarehouse DSM (diolah)
Nilai ekspor nikel Maluku Utara dalam setahun terakhir telah mengalami penurunan seperti terlihat pada grafik berikut:
90,000,000 80,000,000 70,000,000 60,000,000 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000 0 Mrt'08
Apr'08
Mei'08
Jun'08
Jul'08 Agst'08 Sep'08
Okt'08 Nov'08 Des'08 Jan'09 Feb'09
Grafik 1.12
Nilai Ekspor Nikel Maluku Utara 1 Tahun Terakhir Sumber: Datawarehouse DSM
Penurunan pada triwulan I sampai triwulan III 2008 lebih dipicu oleh turunnya harga komoditas nikel dunia seperti tergambar pada grafik berikut:
Perkembangan Ekonomi Makro
13
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 1.13
Perkembangan Harga Nikel Dunia 1 Tahun Terakhir Sumber: London Metal Exchange
Sedangkan rendahnya ekspor nikel pada triwulan IV 2008 dan triwulan I 2009 lebih disebabkan oleh rendahnya permintaan dari negara-negara tujuan ekspor nikel Maluku Utara seperti Jepang dan RRC.
6% 6% Jepang
12%
RRC
49%
Ukraina Yunani Lainnya
27%
Grafik 1.14
Negara Tujuan Ekspor Nikel Maluku Utara (2003-2009) Sumber: Datawarehouse DSM (diolah)
Perkembangan Ekonomi Makro
14
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Di negara tujuannya, output utama dari pengolahan nikel (stainless steel) paling banyak digunakan pada industri otomotif.
5% 8% Stainle ss Ste el Other Alloys
22%
Electroplating 65%
Chem icals
Grafik 1.15
Hasil Pengolahan Nikel Dunia Sumber: Standard CIB Global Research
Sampai triwulan pertama 2009, pasar otomotif dunia terus memburuk akibat turunnya permintaan seiring dengan adanya kirisis ekonomi global. Asosiasi Produsen Mobil Jepang melaporkan penjualan kendaraan di pasar domestik selama Maret mengalami penurunan hingga 32%. Selain itu akibat merosotnya permintaan dari Amerika Serikat dan Eropa, produksi otomotif Jepang anjlok hingga 56% pada bulan Februari lalu dibandingkan bulan sama pada 2008. Penurunan ini merupakan yang terburuk sejak tahun 1967. Dua belas pabrikan mobil Jepang hanya memproduksi 481.396 unit pada Februari lalu sehingga mendorong Nissan, Mazda, dan Mitsubishi memangkas produksi minimal 60%.
C. Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan yang mengalami trend penurunan sepanjang tahun 2008 masih berlanjut pada triwulan I 2009 dengan penurunan sebesar minus 7,26% (y-o-y). Namun penurunan ini masih lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang turun sebesar minus 10,77% (y-o-y). Perlambatan ini masih didominasi oleh turunnya sub-sektor barang kayu dan hasil hutan lainnya yang turun sebesar minus 11,44% (y-o-y). Sedangkan sub-sektor makanan, minuman dan tembakau tetap tumbuh sebesar 6,20% (y-o-y) namun karena bobotnya yang dominan sehingga sektor indutri pengolahan secara umum tetap mengalami perlambatan.
Perkembangan Ekonomi Makro
15
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Salah satu faktor yang mempengaruhi perlambatan di sub-sektor barang kayu dan hasil hutan lainnya adalah karena semakin bertambahnya perusahaan penghasil kayu lapis yang ditutup.
Tabel 1.1
Daftar Perusahaan Yang Sudah Tidak Beroperasi Di Provinsi Maluku Utara Tahun 2008 NO.
NAMA PERUSAHAAN
1
INVESTASI
ALAMAT KANTOR DAN NO. TELP. PUSAT 3
2
PERWAKILAN 4
RENCANA 5
REALISASI 6
BIDANG USAHA Lokasi 8
PERKEMBANGAN TK INDONESIA ASING RENCANA REALISASI RENCANA REALISASI 9 10 11 12
Penanaman Modal Dalam Negeri 1
PT. MANGOLE TIMBER PRODUCERS No.06/III/PMDN/1986 tgl, 19-06-1989 No.275/III/PMDN/1993 tgl, 25-06-1993 SK Merger.
Jl.Yos Sudarso No.66 Manado Tlp.0431-844557
Jl. Mononutu Ternate
Rp
158,708,933,522
Rp
158,708,933,522 Loging, Playwood, Blockbooard, Particle Board Falabisahaya (Kep.Sula)
15
15
-
-
2
PT. TALIABU LUNA TIMBER No. 60/V /PMDN /1993 Tgl. 14-8-1978
Jl. Kesehatan Raya No.60 Tanah Abang Jakarta 10160
Jl.Bogenvile RT.04 Kel. Toboko Ternate
Rp
2,075,000,000
Rp
2,075,000,000 Penggergajian Kayu Loging Taliabu (Kep.Sula)
196
196
-
-
3
PT.WIRANUSA TRISATRYA No.485 /I / PMDN /1989
Jl. Ir Juanda III /19-19A Jakarta
Jl. Mononutu Ternate
Rp
19,715,900,000
Rp
19,715,900,000 Formaldehyde Resin Falabisahaya (Kep.Sula)
103
103
-
-
4
PT. TUNGGAL AGATHIS INDAH WOOD INDUSTRIES No. 274 / III / PMDN / 1993
Jl. Ir.H Huanda III No.19-19A Jakarta
Jl. Mononutu SK II/20 Ternate
Rp
3,475,400,000
Rp
1369
170
4
4
5
PT. Indonesia Tongbao Mining No.786/I/PMA/2008 Tgl. 21 Mei 2008
Jl. Tambak No.55 A Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat
484
4
4
JUMLAH ( Rp )
$
Rp
Eksplorasi
750,000
183,975,983,522
3,475,400,000 Loging, Sawmil Wood, Workoing Playwood Blockboard Partickelboard (Jailolo Selatan)
Rp
183,975,233,522
Jasa Penunjang Pertambangan umum perdagangan besar (distributo Utama) ekspor dan impor
30
1,713
Catatan : * Bahwa Perusahaan yang tertera dikolom atas telah tutup/ tidak beroperasi lagi namun belum ada Surat Pemberitahuan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal di Jakarta
Sumber: BKPMD Provinsi Maluku Utara
Pertumbuhan yang dialami sub-sektor makanan, minuman dan tembakau pada triwulan I 2009 lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 4,02% (y-o-y). Pertumbuhan ini dipicu oleh peningkatan ketersediaan bahan baku sehingga industri bisa memenuhi permintaan yang tinggi. Pertumbuhan ini juga didorong oleh turunnya harga bahan baku lokal menyusul diturunkannya harga BBM oleh pemerintah. Disisi lain, untuk harga bahan baku impor justru naik menyusul melemahnya nilai rupiah. Namun dikarenakan tidak banyak industri di Maluku Utara yang menggunakan bahan baku impor, sehingga hal ini tidak berdampak signifikan.
Perkembangan Ekonomi Makro
16
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
100,000 90,000 80,000
Brg. Kayu & Hasil Hutan Lainnya
70,000 60,000 50,000 40,000 30,000
Makanan, Minuman & Tembakau
20,000 10,000 0 T w. I
T w. II
Tw. III
T w. IV
Tw. I
T w. II
T w. III
T w. IV
T w. I
2007
2007
2007
2007
2008
2008
2008
2008
2009*
Grafik 1.16
Produksi Sektor Industri Pengolahan Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
D. Listrik, Gas & Air Bersih Sektor listrik, gas dan air bersih mengalami pertumbuhan 2,37% (y-o-y) pada triwulan I-2009. Kondisi tersebut sedikit lebih baik bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 2,16% (y-o-y).
Grafik 1.7
Perkembangan kelistrikan daerah MWH 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0 2002
2003
Daya Terpasang
2004
2005
Daya Mampu
2006
2007
2008
Beban Puncak
Sumber: PLN Ternate
Motor penggerak pertumbuhan pada sektor ini berada pada sub-sektor air bersih yang tumbuh sebesar 4,81% (y-o-y) sedangkan sub sektor listrik relatif tetap dengan pertumbuhan hanya mencapai 0,24% (y-o-y). Sub-sektor listrik belum
Perkembangan Ekonomi Makro
17
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
menunjukkan adanya pertumbuhan karena masih terkendala oleh keterbatasan mesin produksi. Sebenarnya sektor ini masih bisa tumbuh lebih besar mengingat banyak permintaan masyarakat yang belum dapat dipenuhi. Kalaupun terjadi perlambatan pada sektor ini sebenarnya tidak akan berdampak signifikan terhadap total pertumbuhan ekonomi karena tersedianya barang substitusi berupa generator, namun dalam jangka panjang sektor ini sangat berpengaruh bagi pertumbuhan investasi dan juga sektor-sektor lain.
E. Bangunan Sektor bangunan merupakan sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan ini dengan pertumbuhan sebesar 19,67% (y-o-y). Namun pertumbuhan sektor ini belum bisa men-drive kinerja perekonomian Maluku Utara mengingat bobotnya yang tidak besar. Kontribusi sektor ini terhadap kinerja perekonomian pada triwulan pertama 2009 hanya sebesar 0,31% (y-o-y).
Sektor ini memang masih cukup konsisten tumbuh diatas 15% dalam setahun terakhir. Pertumbuhan ini merupakan dampak dari pembangunan infrastruktur di ibukota Provinsi Maluku Utara yaitu Sofifi, dimana pemerintahan provinsi ditargetkan akan dipindahkan pada tahun 2009 ini. Selain itu, pertumbuhan juga didorong oleh adanya proyek-proyek pembangunan infrastruktur terkait adanya proses pemekaran di beberapa daerah di Maluku Utara serta proyek pembangunan kawasan Kota Baru di wilayah Kota Ternate dengan peruntukkan perumahan dan fasilitas umum lainnya.
F. Perdagangan, Hotel & Restoran Sektor perdagangan, hotel dan industri pada triwulan I-2009 ini mengalami pertumbuhan sebesar 7,57% (y-o-y), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan hanya sebesar 3,89% (y-o-y). Semua sub-sektor mengalami pertumbuhan pada triwulan ini.
Pada sub-sektor perdagangan, ekspansi dipicu dari dua sisi, yaitu naiknya permintaan yang juga disertai naiknya harga barang yang diperdagangkan. Kenaikan permintaan terjadi pada perdagangan barang primer dan sekunder. Untuk komoditas energi seperti BBM dan minyak tanah juga mengalami kenaikan
Perkembangan Ekonomi Makro
18
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
permintaan, namun pemasok belum bisa meningkatkan supply mengingat alokasi yang diberikan oleh Pertamina masih tetap. Sedangkan pada sub-sektor hotel dan restoran, pertumbuhan dipicu oleh banyaknya event yang diselenggarakan instansi pemerintah menyambut tahun anggaran baru. Pada awal tahun 2009 Maluku Utara bertindak sebagai tuan rumah penyelenggaraan Rapat Koordinasi Provinsi Kepaulauan dan Rakornas Pendapatan Daerah yang banyak menggunakan fasilitas hotel dan restoran. Pada kesempatan itu, sebagaian besar peserta juga menyempatkan diri untuk membeli souvenir khas Maluku utara maupun makanan khas daerah. Selain itu menjelang pemilu juga banyak partai yang menggunakan function-room. Beberapa manajemen hotel dan restoran juga mengakui situasi keamanan yang sudah kondusif telah mengundang wisatawan ke Maluku Utara.
G. Pengangkutan & Komunikasi Pada
triwulan
laporan,
sektor
pengangkutan
dan
komunikasi
mengalami
pertumbuhan sebesar 11,99% (y-o-y) sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi pada triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 11,90% (y-o-y). Semua sub-sektor mengalami pertumbuhan pada triwulan ini.
Untuk sub-sektor pengangkutan, pertumbuhan lebih banyak didorong oleh bertambahnya muatan angkutan laut. Hal ini menyusul adanya proyek-proyek pembangunan infrastruktur di Pulau Halmahera serta adanya proses pemekaran di beberapa daerah. Selain itu, load penumpang pesawat juga mengalami kenaikan. Pada sub-sektor komunikasi, pertumbuhan didorong oleh peningkatan pengguna jasa telekomunikasi seluler, naiknya penggunaan jasa telekomunikasi konvensional oleh instansi dan corporate serta naiknya oplah surat kabar harian menjelang pemilu.
Perkembangan Ekonomi Makro
19
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
60,000
Pos dan Telekomunikasi
50,000
Angkutan Laut 40,000
Angkutan Jalan Raya 30,000
Angkutan Udara 20,000
Jasa Penunjang Angkutan 10,000
Angk. Sungai, Danau & Penyebrangan
0 T w. I
T w. II
T w. III
Tw. IV
T w. I
T w. II
T w. III
T w. IV
T w. I
2007
2007
2007
2007
2008
2008
2008
2008
2009*
Grafik 1.18
Produksi Sektor Pengangkutan & Komunikasi Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) H. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan juga masih konsisten tumbuh sebesar 11,14% (y-o-y) tidak signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,99% (y-o-y). Seluruh sub-sektor mengalami pertumbuhan dengan pertumbuhan tertinggi dialami oleh sub-sektor perbankan dengan pertumbuhan sebesar 18,76% (y-o-y).
Sebagai sub-sektor yang paling dominan, perbankan masih dapat mendorong sektor ini tetap tumbuh berkat kepercayaan konsumen terhadap perbankan yang masih terjaga walaupun terjadi krisis keuangan global belakangan ini. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan DPK dan nilai kredit perbankan yang terus meningkat.
Tabel 1.2
Perkembangan Kegiatan Bank Uraian DPK
2007
2008
Tw. I
Tw. II
Tw. III
Tw. IV
Tw. I
Tw. II
Tw. III
Tw. IV
2,147,882
2,210,204
2,289,774
2,620,055
2,666,948
2,692,396
2,656,388
2,799,841
Kredit
710,752
777,404
840,739
865,082
918,336
1,052,831
1,187,038
1,269,690
LDR
33.09%
35.17%
36.72%
33.02%
34.43%
39.10%
44.69%
45.35%
NPL
4.29%
4.15%
3.51%
3.38%
3.73%
3.47%
3.41%
4.48%
Perkembangan Ekonomi Makro
20
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 1.19
Perkembangan Kegiatan Bank
I. Jasa-jasa Sektor jasa-jasa pada triwulan I-2009 tercatat mengalami pertumbuhan mencapai 4,28% (y-o-y). Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 4,08% (y-o-y). Sub-sektor yang mengalami pertumbuhan terbesar adalah sub-sektor jasa hiburan dan rekreasi yang tumbuh 11,28% (y-o-y). Pertumbuhan dipicu oleh banyaknya event yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah menyambut tahun anggaran baru serta oleh partai-partai menjelang pemilu yang banyak memanfaatkan tempat rekreasi sebagai lokasi penyampaian visi dan misi. Selain itu, kondisi keamanan yang semakin kondusif di Maluku Utara mulai mengundang wisatawan ke daerah ini.
Perkembangan Ekonomi Makro
21
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
60,000
Adm. Pemerintahan & Pertahanan
50,000
40,000
Sosial Kemasyarakatan
30,000
Perorangan & Rumah Tangga
20,000
10,000
Hiburan & Rekreasi
0 Tw. I
Tw. II
Tw. III
Tw. IV
Tw. I
Tw. II
Tw. III
Tw. IV
Tw. I
2007
2007
2007
2007
2008
2008
2008
2008
2009*
Gambar 1.20
Produksi Sektor Jasa-jasa Maluku Utara Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
Perkembangan Ekonomi Makro
22
BOX 1 HASIL PERUMUSAN RAPAT KOORDINASI NASIONAL PENDAPATAN DAERAH TAHUN 2009
Pada tanggal 24 Februari 2009 telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Nasional Pendapatan Daerah dalam rangka intensifikasi pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diselenggarakan pada tanggal 23-25 Februari 2009, bertempat di Hotel Amara Internasional, Ternate, Maluku Utara. Rapat dibuka oleh Gubernur Maluku Utara dilanjutkan diskusi panel yang dipimpin oleh Kepala Dinas Pendapatan Propinsi Kalimantan Barat dan dihadiri oleh Bupati dan Walikota se Propinsi Maluku Utara, Ketua DPRD dan Musyawarah Pimpinan Daerah Propinsi Maluku Utara, Sekretaris Daerah Propinsi se Indonesia, 68 Sekretaris Daerah Kabupaten dan Kota, Kepala Dipenda/ BPKD/ DPKAD/ DPPAD/ DPP Propinsi se Indonesia, 68 Kepala Dipenda/ BPKD/ DPKAD/ DPPAD/ DPP Kabupaten dan Kota, Kasubdis/ Kabid Pajak Dipenda/ BPKD/ DPKAD/ DPPAD/ DPP Propinsi se Indonesia, pejabat Ditjen Perimbangan Keuangan Depkeu dan Depdagri (Ditjen BAKD dan Inspektorat Jendral). Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai arahan dari: 1. Sambutan Gubernur Maluku Utara 2. Sambutan/ pengarahan Sekretaris Jendral Depdagri; Dilanjutkan dengan pemaparan dalam rangka memperkaya substansi dan materi sebagai bahan diskusi disampaikan pemaparan oleh: 1. Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Ditjen Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan; 2. Kepala Dipenda Propinsi Jawa Barat; 3. Kepala Dipenda Propinsi Jawa Timur; 4. Direktur Fasilitasi Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah, Ditjen BAKD Departemen Dalam Negeri; Dengan
memperhatikan
arahan
dan
pemaparan
tersebut
di
atas
serta
mempertimbangkan dinamika diskusi pada jalannya rapat dan berbagai usul dan saran dari peserta secara musyawarah dan mufakat terhadap pembahasan materi utama berkaitan dengan Penyikapan Stimulus Fiskal Pendapatan Daerah dan Kebijakan Pengelolaan Biaya Pemungutan dihasilkan hal-hal sebagai berikut:
I. Rencana Stimulus Fiskal Tanggapan terhadap rencana kebijakan Pemerintah tentang stimulus fiskal di bidang pajak daerah, Departemen Dalam Negeri pada prinsipnya mendukung namun demikian seluruh 23
peserta Rapat Koordinasi Nasional memohon agar pemerintah mempertimbangkan kembali untuk tidak melaksanakan rencana kebijakan stimulus fiskal tersebut dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Penerimaan PKB, BBN-KB dan PPJ merupakan jenis penerimaan daerah yang utama dan sangat dominan terhadap besarnya APBD pada setiap Propinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia, apabila stimulus fiskal dimaksud dilakukan maka akan mengurangi kapasitas APBD yang akan berdampak terhadap tidak terlaksananya program dan kegiatan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di daerah akan terganggu bahkan lebih jauh dikhawatirkan akan berdampak secara luas yang menyangkut sosial dan politik; 2. Rencana APBD TA 2009 yang telah ditetapkan tidak memperhitungkan adanya rencana kebijakan fiskal di satu sisi, di sisi lain dalam APBD tersebut sudah mengandung atau sudah mengakomodir program dan kegiatan dalam rangka mengantisipasi dampak dari krisis finansial global; 3. Secara teknis pemberian stimulus fiskal berupa pengurangan besar NJKB tidak akan mempengaruhi harga kendaraan bermotor, karena NJKB bukan merupakan variabel pembentuk harga kendaraan bermotor, untuk itu mungkin akan lebih tepat stimulus yang diberikan pada industri otomotif adalah berupa pengurangan tarif pajak penjualan barang mewah (PPn-BM); 4. Dengan diberikan pengurangan NJKB terhadap kendaraan bermotor tahun pembuatan 2009 akan menimbulkan ketidakadilan dalam pengenaan pajak dimana kendaraan yang lebih baru akan membayar pajak lebih kecil dibanding dengan kendaraan tahun pembuatan 2008 ke bawah, sehinga dapat menimbulkan gejolak sosial di masyarakat wajib pajak kendaraan bermotor; 5. Saat ini pemerintah daerah secara kebijakan lokal masing-masing daerah, juga telah memberlakukan berbagai stimulus dibidang pendapatan daerah seperti penghapusan atau pembebasan pengenaan retribusi terhadap jenis pelayanan tertentu, pengurangan/ keringanan pengenaan BBN-KB kendaraan bekas, pemutihan BBN-KB penyerahan kedua, dan lain-lainnya; 6. Rencana kebijakan stimulus fiskal dibidang pajak daerah berupa pengurangan NJKB untuk meringankan beban industri otomotif kurang relevan dengan tujuh prioritas dibidang perekonomian yang disampaikan Presiden pada Sidang Kabinet Terbatas tangggal 12 Januari 2009 yang meliputi: a. Melakukan upaya untuk mencegah pengangguran baru atau PHK, dan langkah-langkah penanggulangan apabila terjadi PHK;
24
b. Melakukan upaya dan kebijakan yang meringankan dunia usaha termasuk insentif fiskal untuk mengamankan sektor riil; c. Mencegah inflasi yang tidak semestinya melalui stabilisasi harga dan meningkatkan daya beli masyarakat; d. Menjaga daya beli masyarakat; e. Melindungi dan membantu masyarakat miskin agar dapat mencukupi kebutuhan seharihari; f. Menjaga ketahanan pangan dan ketahanan energi sehingga dapat memenuhi kebutuhan perekonomian tahun 2009; g. Menjaga laju pertumbuhan ekonomi tahun 2009;
Apabila kebijakan pemberian stimulus fiskal pajak daerah diberikan sangat boleh jadi yang akan menikmati stimulus tersebut adalah agen penjual kendaraan.
II. Biaya Pemungutan Tanggapan terhadap kebijakan terkait dengan biaya pemungutan pajak daerah direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kepada Departemen Dalam Negeri kiranya untuk dapat mempercepat proses perubahan Kepmendagri Nomor 35 Tahun 2002 yang disempurnakan dengan Permendagri Nomor 6 Tahun 2004 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah; 2. Sehubungan dengan telah diterbitkannya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 973/321/SJ tentang Penegasan Penundaan Sementara Pemberian Biaya Pemungutan Pajak Daerah TA. 2009, peserta rapat sepakat untuk memperjelas cakupan pengertian diantaranya: a. Dengan keluarnya Surat Edaran ini apakah proporsi besaran alokasi yang diatur dalam Kepmendagri Nomor 35 Tahun 2002 yang disempurnakan dengan Permendagri Nomor 6 Tahun 2004 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah masih tetap berlaku; b. Yang dimaksud dengan penanggungjawab pemungutan selain Gubernur/ Wakil Gubernur dan Bupati/ Walikota serta Wakil Bupati/ Wakil Walikota termasuk di dalamnya adalah Sekretaris Daerah dan Pejabat lainnya yang terkait langsung; c. Proporsi besaran untuk Kepolisian RI di tingkat daerah; d. Alokasi biaya pemungutan atas over target dan biaya pungut yang belum direalisasikan pada tahun 2008 yang dialokasikan pada tahun anggaran 2009 masih mengacu pada ketentuan terdahulu.
25
III. Lain-Lain Agenda lain yang dibahas dalam Rakornas Pendapatan Daerah diantaranya meliputi halhal sebagai berikut: 1. Perlu diagendakan kembali pembahasan draft perubahan Instruksi Bersama (Inbers) Kapolri, Mendagri dan Menkeu tentang Sistem Administrasi Manunggal di Bawah Satu Atap (SAMSAT); 2. Dalam upaya optimalisasi peningkatan sumber-sumber pajak daerah khususnya dari pajak dan retribusi daerah dimohon kepada Pemerintah untuk mendorong percepatan pengesahan RUU pajak daerah dan retribusi daerah menjadi Undang-Undang; 3. Disarankan kepada Depkeu untuk meninjau kembali kebijakan mekanisme transfer dana bagi hasil baik pajak maupun bukan pajak serta DAU dan DAK agar tepat waktu sehingga lebih efektif dapat digunakan oleh pemerintah daerah. Jangan seperti saat ini dana bagi hasil baru bisa diterima oleh daerah pada akhir bulan Desember menjelang tutupnya tahun anggaran.
Hasil rapat ini disepakati sebagai bahan untuk disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jendral Depdagri, Dirjen BAKD Depdagri dan untuk Menteri Keuangan melalui Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu serta kepada masing-masing Gubernur/ Bupati/ Walikota se Indonesia untuk dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan lebih lanjut.
26
BOX 2 RAPAT KERJA FORUM PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN TAHUN 2008
Pada tanggal 19 sampai dengan 20 Januari Tahun 2009 telah dilaksanakan Forum Kerjasama Antar Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan yang berlangsung di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara. Peserta Forum adalah Seluruh Gubernur se provinsi kepulauan beserta staf dan Ketua DPRD se Provinsi Kepulauan, Bupati/Walikota se Provinsi Maluku Utara, Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi, anggota DPRD Provinsi, Perguruan Tinggi, KADINDA, serta Perwakilan Asosiasi Swasta. Pelaksanaan Rakor ini diawali dengan Laporan dan penjelasan teknis Gubernur Maluku sebagai
Ketua
Forum
Provinsi
Kepulauan
yang
menjelaskan
tentang
kronologis
kehadiran/Pembentukan Forum ini serta kemajuan yang dicapai oleh Forum. Ketua Forum mengharapkan adanya persepsi dan pola pikir yang sama dalam memahami perjuangan Forum ini, yang berawal dari Deklarasi Ambon pada tanggal 10 Agustus 2005 lalu. Deklarasi yang telah dibuat merupakan tonggak sejarah baru dalam rangka meletakan dasar-dasar perjuangan untuk mewujudkan pengakuan yuridis bagi Provinsi Kepulauan yang memiliki karakteristik yang spesifik, itulah sebabnya, pada kelanjutannya, dalam Seminar Nasional Provinsi Kepulauan di Jakarta pada tanggal 15 Desember tahun 2005, Forum Kerjasama merasa penting untuk melibatkan berbagai unsur baik akademisi, unsur pemerintah, unsur LEMHANAS, unsur DPR RI dan Unsur Tokoh Masyarakat guna membicarakan dan mendapatkan berbagai masukan terkait dengan Provinsi Kepulauan. Kemudian pada tanggal 21 - 22 April 2006, untuk pertama kalinya, Forum Kerjasama Provinsi Kepulauan melakukan Rapat Kerjanya di Pangkal Pinang (Provinsi Bangka Belitung). Dalam Rapat itu, Forum berhasil merumuskan “Formula DAU Pangkal Pinang” yakni cara menghitung DAU dengan memperhitungkan luas wilayah laut yang selama ini tidak diperhitungkan dengan menyampaikan beberapa pertimbangan yang mendasarinya. Formula DAU Pangkal Pinang ini kemudian telah disampaikan oleh Forum pada pertemuannya dengan Panitia Anggaran DPR RI dan mendapat respons yang positif, setelah terlebih dahulu menyampaikannya dalam rapat APPSI pada tanggal 22 – 24 Mei 2006 di Mataram yang mendapat dukungan dari 33 Provinsi di Indonesia. Dukungan atas perjuangan Forum, ternyata tidak saja berasal dari Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia, tetapi juga dari Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang bersedia menghadiri rapat kerja kedua Forum ini di Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau pada tanggal 5 September 2006. 27
Konfigurasi perjuangan Forum ini ke depan terus dirasakan peningkatannya dari waktu ke waktu. Dalam Rapat Kerja ketiga di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, dari tanggal 14 hingga 16 Juni 2007 lalu, Forum Kerjasama Provinsi Kepulauan berhasil menetapkan “Kesepakatan Manado” yang berisikan antara lain : Rapat kerja Forum di Manado dalam pengamatan tentang UU No 32 tahun 2004 menyoroti tentang masalah luas wilayah sebagaimana diatur dalam pasal 18 UU No 32 Tahun 2004. Batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut
untuk provinsi kepulauan
mestinya diukur berdasarkan Garis pangkal lurus kepulauan, agar sinkron dengan
bunyi
penjelasan pasal 4 ayat (2) UU No 32 Tahun 2004 yang antara lain menyebutkan bahwa:
“batas daerah dan cakupan wilayah harus didasarkan pada prinsip Negara Kepulauan”. Perhitungan 25% menurut Forum Provinsi Kepulauan, belum dapat mencerminkan kebutuhan akan penyedian sarana dan prasarana persatuan wilayah sebagaimana yang tercantum dalam penjelasan pasal 28 ayat (2) UU No 33 Tahun 2004. Sarana dan prasarana pada wilayah kepulauan membutuhkan pembiayaan yang sangat tinggi. Oleh sebab itu Kesepakatan Manado mengharapkan agar angka 25 % dapat dinaikan menjadi 50% yang dihitung dari luas wilayah berdasarkan UU Pembentukan tiap Provinsi. Prosentasi yang diberikan pada indikator luas wilayah adalah sebesar 15%, dirasakan belum mencerminkan asas keseimbangan untuk itu “Kesepakatan Manado” mengusulkan agar Prosentase luas wilayah, kiranya dapat dinaikan, menjadi 20 % yang 5 % nya diambil dari prosentase jumlah penduduk. Pasal 28 UU No 33 tahun 2004 menyebutkan antara lain: “Bahwa kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum yang diukur secara berturut-turut dengan Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto perkapita dan Indeks Pembangunan Manusia” Gubernur Maluku selaku Ketua Forum juga memberikan masukan dalam Rapat Kerja ke empat di Ternate, Provinsi Maluku Utara, atas pergantian nama ‘Forum’ ke ‘Badan Kerjasama’ Provinsi Kepulauan dan ini disambut baik oleh seluruh peserta Rakor Forum Kerjasama Provinsi Kepulauan. Alasan Gubernur Maluku selaku Ketua Forum merubah nama ini karena, nama ‘Forum’ cenderung diartikan secara negatif sebagai sebuah Forum Aksi yang bersifat politis. Padahal ‘Forum’ ini hanyalah sebuah wadah konsultatif antar Pemerintah Daerah di Tujuh Provinsi Kepulauan. Selain itu, Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengharuskan penggunaan istilah ‘Badan’ bagi Provinsi-provinsi yang ingin melakukan 28
kerjasama. Ini penting sebab Badan Kerjasama lebih operasional untuk mewujudkan kerjasama pembangunan di semua bidang dengan tetap mengikuti prinsip-prinsip dasar yang telah di tetapkan dalam Deklarasi Ambon tanggal 10 Agustus tahun 2005 lalu guna membentuk paradigma pembangunan yang berwawasan kepulauan. Dalam diskusi teknis maupun mendengar sambutan Gubernur Maluku Utara dan penjelasan teknis Gubernur Maluku selaku Ketua Forum Kerjasama antar Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan, Panel Diskusi tentang sistem pembangunan kepulauan dalam konteks pembangunan nasional, mendengar pemaparan ilmiah tentang sistem pembangunan provinsi kepulauan oleh staf ahli Bappenas, 3 orang panelis dalam panel diskusi tentang sistem pembangunan procinsi kepulauan dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Dalam Negeri dan Gubernur Kepulauan Riau, saran dan pendapat dari anggota forum serta memperhatikan hasil rapat tim teknis Provinsi Kepulauan melahirkan beberapa rekomendasi sebagai berikut : 1) Perlu segera mengusulkan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk segera mengadakan perubahan terhadap UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, karena ketiga UU tersebut belum sesuai dengan keinginan pasal 25A UUD 1945. 2) Memintakan agar Forum/Badan melakukan pendekatan kerjasama dengan anggota Dewan Perwakilan Daerah dari masing-masing Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang berasal dari daerah pemilihan pada masing-masing Provinsi untuk mendukung ide dimaksud pada butir 1di atas. 3) Menetapkan rumput laut sebagai komoditas unggulan yang akan dikembangkan diketujuh Provinsi yang tergabung dalam Forum/Badan Kerjasama Antar Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan, demi peningkatan pendapatan Negara dan Masyarakat. 4) Agar Badan Kerjasama Antar Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan turut perpartisipasi aktif dalam W.O.C dan TAIP Tahun 2009 Selain rekomendasi yang dihasilkan dalam Rakor tersebut juga menghasilkan deklarasi yang diberi nama “Kesepakatan Ternate” atas dasar penelusuran tapak-tapak sejarah perjalanan
Forum Kerjasama Antar
Pemerintahan Daerah Provinsi
Kepulauan,
sejak
dideklarasikan pada tanggal 10 Agustus 2005 yang ditandatangani oleh Gubernur dan Ketua DPRD se-Provinsi Kepulauan, dengan urut-urutan deklarasi sebagai berikut : 1) Forum Kerjasama Antar Pemerintahan Daerah yang dibentuk berdasarkan Deklarasi Ambon tanggal sepuluh Agustus Tahun dua ribu lima di Kota Ambon telah mampu meletakan dasar – dasar perjuangan untuk mewujudkan pengakuan yuridis bagi Provinsi Kepulauan yang 29
memiliki karakeristik yang spesifik sehingga telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah walaupun belum sepenuhnya. 2) Bahwa nama “Forum” yang dipakai oleh tujuh Provinsi ini yang merupakan wadah kerjasama antar Pemerintah Daerah dari tujuh Provinsi ini cenderung diartikan secara negatif sebagai sebuah Forum Aksi yang bersifat politis, padahal Forum ini hanyalah sebuah wadah Konsultatif antar Pemerintah Daerah di ketujuh Provinsi dimaksud, sehingga perlu dirubah namanya menjadi “Badan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan”. 3) Bahwa Undang – Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menggunakan istilah Badan bagi Provinsi – Provinsi yang ingin melakukan kerjasama. 4) Bahwa penggunaan istilah Badan Kerjasama, adalah lebih operasional untuk mewujudkan kerjasama pembangunan disemua bidang antar ketujuh provinsi tersebut yang memiliki karekeristik yang sama bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat di provinsi kepulauan 5) Bahwa Badan Kerjasama ini tetap mengikuti prinsip – prinsip dasar yang telah di tetapkan dalam Deklarasi Ambon tanggal sepuluh Agustus tahun 2005, dan menjiwai seluruh aktifitas Badan Kerjasama ini. Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tersebut diatas maka para Gubernur dan Ketua DPRD dari tujuh Provinsi Kepulauan yang semula tergabung dalam Forum Kerjasama antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan bersepakat untuk : 1) Merubah nama Forum Kerjasama antar Pemerintahan Daerah Provinsi Kepulauan menjadi Badan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan sejak hari ini Selasa tanggal dua puluh Januari Tahun dua ribu Sembilan 2) Badan Kerjasama ini akan dipimpin oleh Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Badan yang dipilih bersama dari dan oleh Anggota Badan, dan untuk pertama kali sejak pembentukan Badan ini Pimpinan Forum Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan tetap dipercayakan memimpin Badan ini sampai dengan berakhir masa jabatannya pada tahun duaribu sepuluh. 3) Pimpinan Badan Kerjasama dengan dibantu oleh Tim Teknis akan menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan selambat – lambatnya enam bulan setelah Badan ini dibentuk, dan rancangan dimaksud akan dibahas dan ditetapkan pada Rapat Badan Kerjasama Antar Pemerintah Daerah Provisi Kepulauan tahun 2009.
30
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Perkembangan Inflasi Regional
Bab II 2.1
Gambaran Umum
Tingkat inflasi di Ternate pada Triwulan I-2009 mengalami peningkatan dibandingkan dengan Triwulan IV-2008 (q-t-q), namun menurun apabila dibandingkan terhadap periode yang sama tahun 2008 (y-o-y). Secara triwulanan inflasi di Ternate tercatat sebesar 1,25%, sedangkan pada triwulan sebelumnya Kota Ternate justru mengalami deflasi sebesar 0,92%. Secara tahunan inflasi yang terjadi di Kota Ternate pada triwulan I-2009 sebesar 7,64%, lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat harga pada triwulan sebelumnya yang mencapai 11,25%. Kelompok bahan makanan mendominasi pergerakan inflasi pada periode laporan dengan komoditas utama yang mengalami kenaikan harga adalah cakalang, bawang merah, ikan lolosi, kangkung, ikan kembung, ikan malalugis, cabe rawit, ikan tude, ikan tongkol, ikan ekor kuning, sawi hijau, kacang panjang, bayam, minyak goreng, tauge, nangka muda, terong panjang dan bawang putih
Grafik 2.1
Perkembangan harga di Maluku Utara 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
2008 Bahan Pokok
Pertanian
Jan
Feb
Mar
2009 Perkebunan
Bahan Bangunan
BBM
Sumber: Disperindag provinsi
31
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Jika dibandingkan dengan nasional tingkat harga yang terjadi dikota Ternate secara triwulanan lebih tinggi namun sedikit lebih rendah bila dibandingkan secara tahunan. Secara triwulanan inflasi yang terjadi di ternate adalah 1,25% sedangkan inflasi yang terjadi secara nasional adalah 0,34%. Jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah SULAMPUA, Mamuju merupakan provinsi yang mengalami deflasi tertinggi hingga mencapai 0,35% dan diikuti oleh Jayapura yang mengalami penurunan tingkat harga sebesar 0,06%. Daerah-daerah yang tingkat inflasinya diatas nasional adalah Manokwari (3,52%), Kendari (2,99%), Gorontalo (2,33%), Ambon (2,26%), Watampone (2,14%), Palu (1,78%), Ternate (1,25%), Manado (1,18%), Palopo (1,14%), Makassar (0,84%), Sorong (0,77%) dan Parepare (0,40%). Jika dibandingkan secara tahunan, inflasi di Ternate adalah 7,64%, sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi nasional pada periode yang sama yaitu sebesar 7,92%. Inflasi di Sorong merupakan yang tertinggi di wilayah SULAMPUA, yang mencapai 21,59%, lalu Manokwari yang mencapai 19,93%.
Grafik 2.2
Perbandingan Inflasi Triwulanan (q-t-q)
32
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 2.3
Perbandingan Inflasi Tahunan (y-o-y)
2.2 2.2.1
Inflasi Berdasarkan Kelompok Inflasi Triwulanan (q-t-q)
Inflasi tertinggi pada triwulan ini terjadi pada kelompok bahan makanan (3,73%). Sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi pada kelompok ini adalah ikan segar dan bumbu-bumbuan yang inflasinya mencapai 11,41% dan 8,33%. Penurunan tingkat harga (deflasi) terjadi pada kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan dengan nilai mencapai 4,00%. Meskipun mengalami deflasi namun hanya ada satu sub kelompok yang mengalami penurunan, yaitu pada biaya tempat tinggal sebesar minus 6,71% sedangkan sub kelompok lainnya mengalami inflasi. Secara umum inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 3,73% mengalami kenaikan yang cukup besar jika dibandingkan dengan tingkat harga kelompok ini pada triwulan sebelumnya yang justru mengalami deflasi sebesar 3,43%. Hal ini terutama disebabkan oleh kenaikan harga pada sub kelompok ikan segar dan bumbu-bumbuan. Harga ikan segar yang mengalami kenaikan yaitu cakalang, lolosi, kembung, malalugis, tude dan ekor kuning. Sedangkan untuk bumbu-bumbuan, komoditas yang mengalami kenaikan harga adalah bawang merah, bawang putih dan cabe rawit. Kondisi ini tercermin dari penurunan kinerja di sub sektor angkutan laut yang merupakan jalur distribusi utama bahan makanan dari wilayah lain seperti Surabaya dan Manado.
33
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Tabel 2.1 Inflasi Sub Kelompok Bahan Makanan Triwulan IV-2008 (q-t-q) Sub Kelompok Bahan Makanan
Inflasi
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya
-0,12%
Daging dan Hasil-hasilnya
-4,00%
Ikan Segar
11,41%
Ikan Diawetkan
-15,84%
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya
1,20%
Sayur-sayuran
3,60%
Kacang – kacangan
3,43%
Buah – buahan
-2,34%
Bumbu – bumbuan
8,33%
Lemak dan Minyak
-1,82%
Bahan Makanan Lainnya
1,25%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi sebesar 2,07% lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 0,53%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar 9,97%, sedangkan pergerakan harga pada sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol relatif stabil. Komoditas penyumbang inflasi pada sub kelompok minuman yang tidak beralkohol adalah minuman kesegaran, minuman ringan dan teh. Sedangkan komoditas yang mengalami kenaikan harga pada sub kelompok makanan jadi adalah kue kering, gula pasir, roti manis dan kacang kulit. Kenikan tingkat harga pada kelompok ini sejalan dengan peningkatan konsumsi masyarakat pada triwulan laporan serta peningkatan yang terjadi pada sub kelompok industri tanpa migas, terutama makanan, minuman dan tembakau.
Tabel 2.2 Inflasi Sub Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Triwulan IV-2008 (q-t-q) Sub Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Inflasi Makanan Jadi
1,15%
Minuman yang Tidak Beralkohol
9,97%
Tembakau dan Minuman Beralkohol
0,00%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
34
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Kelompok perumahan, listrik, air, gas dan bahan bakar mengalami inflasi 1,48% mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,14%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga sebesar 2,12% sedangkan sub kelompok yang mengalami inflasi terendah adalah sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air sebesar 0,06%. Komoditas penyumbang inflasi utama pada kelompok ini diantaranya adalah lemari pakaian, kompor, mesin cuci dan air conditioner (AC) yang termasuk dalam sub kelompok perlengkapan rumah tangga, lalu sabun detergen bubuk yang merupakan bagian sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga dan komoditas lilin yang merupakan bagian dari sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air.
Tabel 2.3 Inflasi Sub Kelompok Perumahan, Listrik, Air, Gas dan Bahan Bakar Triwulan IV-2008 (q-t-q) Sub Kelompok Perumahan, Listrik, Air, Gas & BB
Inflasi
Biaya Tempat Tinggal
1,86%
Bahan Bakar, Penerangan dan Air
0,06%
Perlengkapan Rumahtangga
1,40%
Penyelenggaraan Rumahtangga
2,12%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 2,59% sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 2,54%. Hal ini terjadi karena peningkatan harga pada sub kelompok barang pribadi dan sandang lain yang mencapai 12,43%, dimana inflasi pada triwulan sebelumnya adalah 9,64%. Komoditas yang mengalami kenaikan harga pada sub kelompok ini diantaranya emas perhiasan, payung dan semir sepatu. Dari sub kelompok sandang wanita komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah blus, sedangkan pada sub kelompok sandang anak-anak yang mengalami kenaikan harga adalah gaun anak. Peningkatan harga pada kelompok ini searah dengan peningkatan kinerja pada sub sektor perdagangan.
35
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Tabel 2.4 Inflasi Sub Kelompok Sandang, Air, Gas dan Bahan Bakar Triwulan IV-2008 (q-t-q) Sub Kelompok Sandang
Inflasi
Sandang Laki-laki
-0,01%
Sandang Wanita
0,07%
Sandang Anak-anak
0,75%
Barang Pribadi dan Sandang Lain 12,43% Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
Kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 0,95% lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 2,01%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok obat-obatan yang inflasinya mencapai 2,60% lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar minus 0,57% dimana kenaikan ini terjadi karena kenaikan harga pada komoditas vitamin, alat kontrasepsi, obat sakit kepala dan obat flu. Adapun sub kelompok jasa perawatan jasmani pergerakannya relatif stabil. Perlambatan tingkat inflasi ini diduga
dipicu
oleh
pelaksanaan
pengobatan
dan
khitanan
gratis
yang
diselenggarakan oleh beberapa rumah sakit yang ada di kota Ternate.
Tabel 2.5 Inflasi Sub Kelompok Kesehatan Triwulan IV-2008 (q-t-q) Sub Kelompok Kesehatan
Inflasi
Jasa Kesehatan
1,06%
Obat-obatan
2,60%
Jasa Perawatan Jasmani
0,00%
Perawatan Jasmani dan Kosmetika
0,22%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan laporan mengalami deflasi sebesar 0,07% setelah pada periode sebelumnya mengalami inflasi sebesar 0,86%. Hal ini terjadi karena tidak adanya kenaikan harga pada sub kelompok pendidikan dan kursus-kursus/ pelatihan disamping rendahnya inflasi yang terjadi pada sub kelompok lainnya. Kondisi ini diperkirakan karena sebagian besar masyarakat yang memiliki anak usia sekolah (kelas 6 SD, 3 SLTP dan 3 SMU) telah
36
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
mengikutsertakan putra-putri mereka pada lembaga bimbingan belajar beberapa periode sebelumnya (6 bulan atau 12 bulan yang sebelum masa ujian nasional). Tabel 2.6 Inflasi Sub Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Triwulan IV-2008 (q-t-q) Sub Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga
Inflasi
Pendidikan
0,00%
Kursus-kursus / Pelatihan
0,00%
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan
0,24%
Rekreasi
-0,35%
Olahraga
0,37%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami deflasi sebesar minus 4,00%, dimana pada triwulan sebelumnya inflasi tercatat sebesar minus 1,60%. Hal ini terutama disebabkan karena perlambatan pada sub kelompok transpor yang mencapai minus 6,71%. Perluasan jaringan komunikasi serta perang tarif yang masih terus berlanjut antar operator telekomunikasi diperkirakan menjadi pemicu utama penurunan harga tersebut.
Tabel 2.7 Inflasi Sub Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Triwulan IV-2008 (q-t-q) Sub Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Transpor
Inflasi -6,71%
Komunikasi Dan Pengiriman
2,77%
Sarana dan Penunjang Transpor
0,33%
Jasa Keuangan
0,00%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
2.2.2
Inflasi Tahunan (y-o-y)
Jika dilihat secara tahunan inflasi tertinggi terjadi pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga (14,50%) disusul kelompok bahan makanan (12,59%). Satu-satunya kelompok yang mengalami deflasi adalah kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,35%. Pendidikan
37
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
merupakan sub kelompok yang mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 24,02% diikuti sub kelompok ikan segar yang inflasinya mencapai mencapai 26,93%.
Jika dilihat secara tahunan (y-o-y), inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan I tahun 2009 adalah sebesar 12,59%. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 17,37%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok ikan segar yang inflasinya mencapai 26,93%, dimana pada triwulan sebelumnya inflasi tercatat sebesar 24,92%. Perlambatan inflasi terjadi pada sub kelompok lemak dan minyak dengan inflasi sebesar minus 13,50% dimana inflasi pada periode sebelumnya tercatat sebesar 9,13%. Tingginya inflasi pada sub kelompok ikan segar dikonfirmasikan dengan kelangkaan ikan di pasaran domestik dan menurunnya hasil tangkapan oleh nelayan di daerah. Kegiatan perdagangan ikan di laut lepas yang sering dilakukan oleh nelayan dari daerah lain serta sebagian hasil tangkapan yang dijual ke daerah lain atau di ekspor turut mendongkrang harga ikan segar di daerah. Tabel 2.8 Inflasi Sub Kelompok Bahan Makanan Triwulan IV-2008 (y-o-y) Sub Kelompok Bahan Makanan
Inflasi
Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya
0,40%
Daging dan Hasil-hasilnya
16,33%
Ikan Segar
26,93%
Ikan Diawetkan
10,63%
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya
11,26%
Sayur-sayuran
20,72%
Kacang – kacangan
16,49%
Buah – buahan
12,65%
Bumbu – bumbuan
8,97%
Lemak dan Minyak
-13,50%
Bahan Makanan Lainnya
2,78%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
Inflasi tahunan yang terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau adalah sebesar 9,31% sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 9,76%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub
38
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
kelompok minuman yang tidak beralkohol dengan inflasi sebesar 10,40% dimana inflasi yang terjadi pada triwulan sebelumnya adalah 2,39%.
Tabel 2.9 Inflasi Sub Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Triwulan IV-2008 (y-o-y) Sub Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau
Inflasi
Makanan Jadi
9,68%
Minuman yang Tidak Beralkohol
10,40%
Tembakau dan Minuman Beralkohol
8,23%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
Kelompok perumahan, listrik, air, gas dan bahan bakar mengalami inflasi sebesar 6,05% lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yang
mencapai
12,32%.
Inflasi
tertinggi
terjadi
pada
sub
kelompok
penyelenggaraan rumah tangga yaitu 12,69%, sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi yang terjadi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 12,47%. Perbaikan beberapa pembangkit listrik yang telah memasuki tahap penyelesaian diperkirakan turut mempengaruhi tingkat inflasi pada kelompok ini.
Tabel 2.10 Inflasi Sub Kelompok Perumahan, Listrik, Air, Gas dan Bahan Bakar Triwulan IV-2008 (y-o-y) Sub KelompokPerumahan, Listrik, Air, Gas & BB
Inflasi
Biaya Tempat Tinggal
4,95%
Bahan Bakar, Penerangan dan Air
8,16%
Perlengkapan Rumahtangga
5,69%
Penyelenggaraan Rumahtangga
12,69%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 8,06% lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 6,82%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok barang pribadi dan sandang lain dimana inflasi yang terjadi pada triwulan sebelumnya adalah 12,59%.
39
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Tabel 2.11 Inflasi Sub Kelompok Sandang, Air, Gas dan Bahan Bakar Triwulan IV-2008 (y-o-y) Sub Kelompok Sandang
Inflasi
Sandang Laki-laki
2,98%
Sandang Wanita
8,26%
Sandang Anak-anak
5,34%
Barang Pribadi dan Sandang Lain 19,81% Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
Kelompok
kesehatan
mengalami
inflasi
sebesar
3,55%
lebih
tinggi
jika
dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar 3,07%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika yang inflasinya mencapai 7,05% sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 7,17%. Perlambatan inflasi terjadi pada sub kelompok jasa perawatan jasmani.
Tabel 2.12 Inflasi Sub Kelompok Kesehatan Triwulan IV-2008 (y-o-y) Sub Kelompok Kesehatan
Inflasi
Jasa Kesehatan
2,19%
Obat-obatan
0,85%
Jasa Perawatan Jasmani Perawatan Jasmani dan Kosmetika
-1,13% 7,05%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
Kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga mencapai inflasi sebesar 14,50% lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yang mencapai 13,90%. Inflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok pendidikan yang mencapai 24,02%, dimana angka ini sama dengan inflasi yang terjadi pada triwulan sebelumnya.
40
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Tabel 2.13 Inflasi Sub Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Triwulan IV-2008 (y-o-y) Sub Kelompok Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga Pendidikan
Inflasi 24,02%
Kursus-kursus / Pelatihan
7,01%
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan
6,64%
Rekreasi
4,75%
Olahraga
1,64%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami perlambatan inflasi sebesar minus 0,35%, dimana pada triwulan sebelumnya inflasi tercatat sebesar 4,32%. Inflasi tertinggi dialami oleh sub kelompok transpor dimana pada triwulan sebelumnya inflasi tercatat sebesar 12,64%. Perlambatan terjadi pada sub kelompok komunikasi dan pengiriman.
Tabel 2.14 Inflasi Sub Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Triwulan IV-2008 (q-t-q) Sub Kelompok Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Inflasi Transpor Komunikasi Dan Pengiriman
4,88% -11,97%
Sarana dan Penunjang Transpor
1,42%
Jasa Keuangan
2,55%
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara
41
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Perkembangan Perbankan Daerah
Bab III
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di daerah Maluku Utara sebesar 4,98% (y-o-y) atau sebesar 0,79% (q-t-q) pada Triwulan I-2009 turut didukung oleh perkembangan perbankan. Kinerja perbankan daerah secara umum menunjukkan pertumbuhan yang cukup menggembirakan terutama dalam hal DPK dan penyaluran kredit (kegiatan intermediasi perbankan). Kepemilikan aset perbankan mengalami penurunan secara triwulanan namun tetap menunjukkan peningkatan bila dibandingkan secara tahunan. Perkembangan penyaluran kredit oleh perbankan juga diiringi dengan semakin membaiknya kualitas pendanaan yang dilakukan
secara
triwulanan
meskipun
secara
tahunan
mengalami
sedikit
peningkatan. Penyelesaian transaksi tunai melalui perbankan di wilayah Maluku Utara juga menunjukkan kualitas transaksi yang cukup baik. Hal ini tercermin dari tidak adanya laporan/temuan transaksi ekonomi yang menggunakan uang palsu di wilayah Maluku Utara sejak tahun 2006. Penemuan penyelesaian transaksi tunai dengan menggunakan uang palsu terakhir kali ditemukan di Provinsi Maluku Utara pada tahun 2005.
3.1
Perkembangan Perbankan Pada Triwulan I-2009, kegiatan intermediasi perbankan di daerah
Maluku Utara terus menunjukkan peningkatan. Peningkatan penyaluran kredit melebihi peningkatan penghimpunan dana dari masyarakat tercermin dari peningkatan LDR perbankan pada triwulan laporan. Pada triwulan I-2009, terjadi penambahan kantor bank umum yang beroperasi di Maluku Utara. Data yang dimiliki oleh Bank Indonesia Ternate menunjukkan bahwa sampai dengan Bulan Maret 2009 terdapat 10 (sembilan) bank umum (konvensional dan syariah) dan 1 (satu) bank BPR yang beroperasi. Dari seluruh Bank yang ada di Maluku Utara, pelayanan kepada nasabah dilakukan oleh perbankan melalui 38 kantor bank umum termasuk BRI Unit dan 1 BPR, serta
42
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
beberapa ATM dan payment point yang masih terpusat kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Utara. Dari 10 Bank umum yang beroperasi di Maluku Utara, sebanyak 69,23% kantor cabang bank beroperasi di wilayah kota Ternate, sehingga perkembangan keuangan/perekonomian masih didominasi di Kota Ternate. Kondisi trersebut tidak terlepas dari pusat pemerintahan yang sampai saat ini masih berada di wilayah Ternate meskipun ibukota definitif Maluku Utara yaitu Sofifi sudah mulai berbenah menjadi ibukota secara riil disamping persebaran penduduk Maluku Utara yang juga terpusat di kota Ternate. Penambahan kantor bank pada periode laporan dengan status kantor cabang pembantu terletak di wilayah Ternate. Sementara satu BPR masih menjalani proses perizinan dari Bank Indonesia.
a. Perkembangan Aset Bank Umum Total asset bank umum di ilayah kerja Bank Indonesia Ternate1 pada akhir Triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp3,01 triliun. Nilai tersebut mengalami penurunan sebesar minus 0,93% (q-t-q) bila dibandingkan dengan kondisi pada akhir tahun 2008. Namun bila dibandingkan dengan nilai asset perbankan pada periode yang sama tahun 2008 maka terjadi peningkatan sebesar 9,86% (y-o-y). Pada triwulan laporan, bank pemerintah masih memegang peran dominan dalam penguasaan asset keseluruhan perbankan yang ada di Maluku Utara. Kepemilikan asset oleh bank pemerintah mencapai 86,75% atau mengalami penurunan bila dibandingkan dengan penguasaan asset oleh bank berpelat merah pada periode sebelumnya yang tercatat sebesar87,01%. Dengan demikian bank swasta nasional menguasai asset perbankan sebesar 13,25% pada triwulan laporan. Penurunan penguasaan asset oleh bank pemerintah diduga sebagai konsekuensi logis akibat bertambahnya jumlah bank swasta di wilayah Maluku Utara. Pada triwulan laporan, jumlah perbankan milik pemerintah (pusat dan daerah) di Maluku Utara mengalami penurunan dari 55,56% pada triwulan sebelumnya menjadi 50%. Meskipun perbandingan jumlah bank swasta dan pemerintah telah berimbang pada triwulan laporan, nilai kapitalisasi perbankan berplat merah tersebut lebih besar dan kuat bila dibandingkan dengan perbankan swasta yang ada.
43
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Grafik 3.1 Perkembangan Aset Perbankan Maluku Utara Rp miliar
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 I
II
III
IV
I
2008
2009
Bank Pemerintah
Bank Swasta
Secara tahunan, bank pemerintah mengalami pertumbuhan aset sebesar 6,61% (y-o-y) sedangkan bank swasta nasional secara tahunan mengalami kenaikan kepemilikan asset perbankan sebesar 37,21% (y-o-y). Penyebaran asset bank umum masih didominasi di Kota Ternate dengan porsi aset sebesar 75,13%, diikuti oleh Halmahera Tengah sebesar 14,25% sedangkan sisanya terdapat didaerah lain di daerah Maluku Utara. Sebaran kepemilikan asset tersebut sejalan dengan kegiatan ekonomi masyarakat yang terkonsentrasi di Kota Ternate. Seiring dengan pelaksanaan pemekaran daerah serta pemindahan
aktivitas
pemerintahan
baik
dalam
level
provinsi
maupun
Kabupaten/kota diharapkan akan memicu ekspansi/penyebaran jasa perbankan yang lebih merata. Dengan demikian sumber alternatif pembiayaan pembangunan bagi pelaku ekonomi di daerah semakin meningkat.
Tabel 3.1
Komposisi Kepemilikan Aset Perbankan Di Maluku Utara
I 2.211,25 1.978,06 233,19
2007 II 2.291,93 2.030,88 261,05
III 2.388,48 2.125,45 263,03
IV 2.747,14 2.414,41 332,73
I 2.588,24 2.282,72 305,52
2008 II 2.718,68 2.419,20 299,48
III 2.743,88 2.452,78 291,10
Dati II Ternate Maluku Utara Halmahera Tengah
2.211,25 1.682,80 243,70
2.291,93 1.709,77 252,67
2.388,48 1.738,20 290,97
2.747,14 2.059,03 240,96
2.588,24 1.921,66 269,88
2.718,68 2.034,40 267,15
2.743,88 2.022,90 274,95
284,76
329,49
359,31
447,14
396,70
417,13
446,04
431,15
Jenis Valuta Rupiah Valas
2.211,25 2.139,76 71,49
2.291,93 2.228,84 63,10
2.388,48 2.347,93 40,55
2.747,14 2.702,60 44,54
2.588,24 2.524,83 63,42
2.718,68 2.587,87 130,81
2.743,88 2.641,28 102,60
3.042,81
Keterangan Jenis Bank Bank Pemerintah Bank Swasta
1
IV 3.042,81 2.647,65 395,16 3.042,81 2.282,24 329,42
3.030,36 12,45
2009 I 3.014,40 2.614,98 399,42 3.014,40 2.264,59 320,12 429,70 3.014,40 2.947,12 67,29
Tidak termasuk KCP BCA karena laporan bulanannya menginduk ke KC di Manado
44
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Berdasarkan jenis valuta, aset bank umum dalam mata uang rupiah mendominasi sekitar 97,77% aset perbankan Maluku Utara, Sedangkan aset bank umum dalam valuta asing hanya mencapai 2,23%. Rendahnya share asset bank dalam denominasi mata uang asingterkonfirmasi dengan penurunan tahunan asset tersebut sebesar minus 34,42% (y-o-y) sementara asset dalam denominasi rupiah justru mengalami kenaikan sebesar 11,58% (y-o-y). selain kegiatan perdagangan antar Negara yang relatif rendah, penurunan asset valas tersebut dipicu oleh tidak adanya pedagang valuta asing di wilayah Maluku Utara sampai triwulan I-2009; belum
adanya
embargasi
haji
di
Provinsi
Maluku
Utara
serta
struktur
ketenagakerjaan di Maluku Utara yang hampir tidak ada yang berprofesi sebagai TKI. Target pengembangan asset perbankan syariah secara nasional sebesar 5% dari seluruh total asset perbankan pada tahun 2008 tidak bias tercapai di wilayah kerja Bank Indonesia Ternate. Pada triwulan I-2009 kepemilikan asset perbankan syariah di Maluku Utara baru mencapai 2,39 dari total asset bank umum di Provinsi Maluku Utara. Salah satu faktor penyebabnya adalah sampai triwulan laporan di wilayah Maluku Utara baru terdapat sebuah bank umum syariah, sementara bank umum konvensional yang ada belum memiliki unit usaha syariah. Meskipun demikian, dengan mayoritas warga beragama Islam pengembangan perbankan syariah di wilayah Maluku Utara diperkirakan memiliki potensi yang cukup menarik untuk dikelola dengan baik.
b. Penghimpunan Dana Bank Umum Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan di Maluku Utara selama Triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp2,83 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 1,02% (q-t-q) dan 6,05% (y-o-y). Secara triwulanan, dana masyarakat yang berasal dari tabungan mengalami penurunan sebesar minus 14,63%. Disisi lain giro tercatat mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu mencapai 25,37%.meskipun demikian, dana tabungan masyarakat masih mendominasi sumber DPK perpankan dengan porsi sebesar 44,35%, sementara porsi terendah berupa deposito yaitu sebesar 20,02%. Persebaran share DPK tersebut dipengaruhi oleh tipe nasabah di wilayah Maluku Utara yang masih didominasi oleh nasabah konvensional yang belum memanfaatkan seluruh fasilitas yang ditawarkan oleh perbankan. Disamping itu budaya masyarakat yang lebih menyukai pembayaran secara tunai membuat
45
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
produk tabungan terlihat lebih menarik karena dapat dilakukan pengambilan sewaktu-waktu dengan daya dukung ATM yang cukup luas. Sedikit berbeda dengan perkembangan yang terjadi secara triwulanan, produk giro merupakan satu-satunya produk perbankan yang mengalami penurunan dalam upaya menarik dana dari nasabah bank. Secara tahunan giro mengalami penurunan sebesar minus 0,82%, sedangkan pertumbuhan tertinggi dialami oleh produk deposito perbankan sebesar 25,68%.
Grafik 3.2
Proporsi DPK Perbankan
20.02 35.63 Giro Tabungan Deposito 44.35
Kontribusi DPK pada triwulan laporan berdasarkan pada kelompok bank, untuk bank pemerintah mempunyai porsi sebesar 86,02% dari total DPK, sedangkan bank swasta nasional mempunyai porsi mencapai 13,98%. Meskipun demikian secara perlahan-lahan kinerja bank swasta nasional di Maluku Utara tercatat mengalami peningkatan baik secara triwulanan maupun tahunan. Secara triwulanan DPK yang berhasil dikumpulkan olehbankswasta mengalami peningkatan sebesar 3,64% melebihi pertumbuhan DPK perbankan pemerintah yang hanya mengalami pertumbuhan sebesar 0,60%. Pertumbuhan DPK perbankan swasta yang lebih impresif terlihat secara tahunan, dengan kenaikan mencapai 38,20% sementara bank pemerintah hanya mengalami pertumbuhan sebesar 2,19%.
46
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Berdasarkan daerah penghimpunan DPK, Kota Ternate masih menjadi penghimpun DPK perbankan terbesar dengan nilai nominal sebesar Rp2,12 trilyun dengan share sebesar 74,93% dari seluruh DPK triwulan laporan. Share tertinggi kedua dicatatkan oleh Kabupaten Halmahera Tengah dengan porsi 14,84%. Secara triwulanan (q-t-q) di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah terjadi penurunan jumlah penghimpunan dana dari masyarakat, yaitu sebesar minus 0,7%. Sementara pertumbuhan tertinggi terjadi di wilayah Mauku Utara diluar Kota Ternate dan Halmahera tengah sebesar 8,22%. Masuknya musim panen pada triwulan I-2009 dibeberapa daerah transmigrasi di wilayah Subaim, Halmahera Utara dan Halmahera Tengah diperkirakan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar sehingga kemampuan menabung masyarakat mengalami peningkatan. Hal ini terkonfirmasi dengan peningkatan kinerja di sektor pertanian serta terjadinya peningkatan NTP petani pada triwulan laporan. Penghimpunan dana pihak ketiga oleh perbankan dalam bentuk Rupiah di Maluku Utara selama triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp2,76 triliu atau secara triwulan mengalami penurunan sebesar minus 0,86% (q-t-q). Sementara DPK dalam valas secara triwulanan tercatat mengalami kenaikan sebesar 298,89% dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp18 miliar. Pertumbuhan tersebut diperkirakan seiring dengan persiapan pelaksanaan ibadah haji sehingga kebutuhan akan uang asing menjadi lebih besar. Perkembangan DPK perbankan secara tahunan memiliki arah yang sedikit berbeda dengan perkembangan yang ditunjukkan oleh data triwulanan. Secara tahunan (y-o-y), pertumbuhan DPK justru terjadi pada dana dalam rupiah yaitu sebesar 7,7%. Sedangkan DPK dalam valas justru mengalami penurunan sebesar minus 33,96%. Bila ditinjau dari pemilik dana yang dikelola oleh perbankan di Maluku Utara, dana perorangan memiliki porsi terbesar yaitu tercatat sebesar 62,59% dari keseluruhan dana pihak ketiga di perbankan atau sebesar Rp1,77 trilyun. Sementara dana pemerintah yang dikelola oleh perbankan di Maluku Utara (pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan/lembaga pemerintah, BUMN dan BUMD) memiliki porsi sebesar 32,78% atau mengalami penurunan dari triwulan lalu yang tercatat sebesar 25,68%. Salah satu faktor yang mempengaruhi haltersebut adalah struktur ekonomi di Maluku Utara yang didominasi oleh pengusaha Mikro, Kecil dan Menengah serta minimnya jumlah BUMN dan BUMD yang terdapat di Maluku Utara.
47
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
c. Penyaluran Kredit c.1.Penyaluran Kredit Berdasarkan Bank Pelapor Kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit perbankan (lending) di Provinsi Maluku Utara pada Triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp1,38 triliun. Nilai kredit tersebut mengalami kenaikan sebesar 9,02% (q-t-q) dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar dan mengalami peningkatan sebesar 50,74% (y-o-y) bila dibandingkan dengan penyaluran kredit perbankan pada
triwulan
I-2008.
Kondisi
tersebut
sejalan
dengan
perkembangan
perekonomian daerah serta tingginya tingkat harga di wilayah Maluku Utara dibandingkan partner usaha utama (Manado dan Surabaya) sehingga kebutuhan dana masyarakat juga mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan, kredit perbankan kepada pelaku ekonomi yang tergolong ke dalam usaha kecil dan menengah (UKM) tercatat sebesar Rp1,3 triliun atau memiliki porsi sebesar 93,77% terhadap total kredit perbankan. Kondisi tersebut menunjukkan komitmen perbankan di daerah dalam mendukung pengembangan UKM sebagai soko guru perekonomian nasional, disamping secara struktural perekonomian di Maluku Utara memang masih didominasi oleh pelaku usaha bertipe UKM dan terbatasnya kewenangan memutus kredit dari perbankan di Maluku Utara. Untuk pemberiankredit non UKM, sebagian perbankan di Maluku Utara harus berkonsultasi dulu dengan kantor wilayah baik di Manado atau di Makassar. Secara triwulanan, kredit perbankan yang digunakan untuk membiayai kegiatan konsumsi mengalami kenaikan sebesar 9,57%. Hal ini turut menopang meningkatnya pertumbuhan konsumsi masyarakat dalam struktur PDRB pada triwulan laporan. Tingginya kredit konsumsi di daerah tercermin dari share yang dimiliki oleh kredit konsumsi sebesar 58,24% dari total kredit perbankan. Kredit modal kerja mengalami kenaikan sebesar 10,5% namun kredit investasi justru mengalami penurunan sebesar minus 0,4%. Meskipun demikian kegiatan investasi di daerah pada triwulan laporan masih mengalami peningkatan. Hal ini dipengaruhi oleh struktur investasi pada triwulan laporan yang masih didominasi oleh investasi yang dilakukan oleh pemerintah. Secara tahunan, intermediasi perbankan di wilayah maluku Utara tumbuh sebesar 50,74% (y-o-y) dibanding dengan triwulan I-2008 yang tercatat sebesar Rp918,34 miliar. Seluruh jenis penggunaan kredit mengalami kenaikan, dengan
48
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
kenaikan tertinggi dialami oleh kredit investasi sebesar 58,33% diikuti oleh kredit konsumsi sebesar 57,16%. Peningkatan kredit investasi banyak digunakan untuk melakukan peningkatan transportasi di daerah, terutama sarana dan prasarana speedboat. Bank pemerintah mengalami kenaikan penyaluran kredit sebesar 53,50% (y-o-y) sedangkan bank swasta hanya mengalami kenaikan sebesar 20,64%. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah penyebaran kantor layanan nasabah bank swasta yang hanya terdapat di wilayah Kota Ternate sehingga penetrasi kreditnya sangat terbatas. Peningkatan penyaluran kredit oleh perbankan pada triwulan laporan tetap mengindahkan kaidah kehati-hatian. Disamping itu penerapan managemen kredit yang lebih baik juga ditunjukkan oleh perbankan di Maluku Utara pada periode laporan. Dengan nilai kredit yang semakin besar ternyata rasio jumlah kredit bermasalah (NPL’s) perbankan justru mengalami penurunan sebesar minus 0,09% (q-t-q) sehingga pada periode laporan tercatat sebesar 4,38%. Kredit dengan kategori lancar mengalami kenaikan sebesar 8,39% (q-t-q). Selama Triwulan I-200, Pertumbuhan pembiayaan/ kredit triwulanan perbankan tertinggi terjadi pada sektor perindustrian yaitu sebesar 24,16% kemudian diikuti oleh sektor konstruksi dengan pertumbuhan sebesar 23,65%. Meningkatnya konsumsi masyarakat terutama yang terkait dengan konsumsi bahan makanan mendorong terjadinya kenaikan permintaan sehingga industri pengolahan daerah membutuhkan tambahan modal untuk memenuhi perubahan tersebut. Sementara persiapan pemindahan ibukota ke Sofifi beserta kelangkapannya seperti rumah dinas pejabat dan sarana prasarana lainya turut mendorong kenaikan kebutuhan bahan bangunan. Disisi lain kenaikan tingkat harga di wilayah Maluku Utara membuat kebutuhan dana oleh kalangan industri pengolahan maupun pemborong/konstruktor mengalami peningkatan. Meskipun pertumbuhan kredit di sektor perdagangan, hotel dan restoran hanya sebesar 5,27% (q-t-q) namun kredit di sektor ini memiliki share terbesar yaitu 25,55% dengan nilai kredit mencapai 335,92 miliar. Share kredit dari sektor ini sejalan dengan share sektor terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sementara itu sektor pertanian yang memiliki share terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah hanya memiliki share sebesar 5,01% dari total kredir perbankan. Pertanian Maluku Utara yang didominasi oleh pertanian rakyat/kecil sehingga sebagian besar modal kerja diperoleh dari pelaku ekonomi.
49
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Tabel 3.2
Perkembangan Kredit Perbankan (Miliar rupiah) Keterangan Jenis Penggunaan Modal Kerja Investasi Konsumsi Golongan Kredit UKM - KUK (inc. PKT) UKM - Non KUK Non UKM Jenis Bank Bank Pemerintah Bank Swasta
2008 I 918,34 336,65 68,71 512,98 304,17 167,24 68,24 68,69 918,34 841,11 77,23
II 1.052,83 380,82 86,68 585,33 1.052,83 199,00 788,37 65,46 1.052,83 968,45 84,38
III
IV
2009 I
1.187,04 398,41 109,55 679,08 1.187,04 192,44 916,26 78,33 1.187,04 1.095,49 91,55
1.269,69 424,70 109,22 735,77 1.269,69 207,37 993,09 69,22 1.269,69 1.179,40 90,29
1.384,28 469,28 108,79 806,22 1.384,28 207,32 1.090,66 86,29 1.384,28 1.291,11 93,17
c.2 Persetujuan Kredit Baru Nilai persetujuan kredit baru pada triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp374,23 miliar atau secara triwulanan mengalami peningkatan sebesar 394,19% (q-t-q) dibandingkan total persetujuan kredit baru pada triwulan IV-2008. Meskipun demikian tingkat persetujuan kredit baru untuk mendanai kegiatan investasi mengalami penurunan sebesar minus 32,95% (q-t-q), sementara persetujuan kredit konsumsi mengalami peningkatan sebesar 29,99% (q-t-q). Kondisi memberikan isyarat awal bahwa perekonomian daerah pada periode selanjutnya masih akan didominasi oleh kegiatan konsumsi masyarakat. Penurunan kredit investasi diharapkan dapat ditekan dengan pelaksanaan kegiatan/proyek investasi dari pemerintah sehingga kinerja investasi daerah diharapkan dapat mengalami pertumbuhan. Berbeda dari periode-periode sebelumnya, pada Triwulan I-2009 proporsi persetujuan kredit baru didominasi oleh bank-bank swasta dengan share sebesar 80,51% dari total persetujuan kredit. Penambahan kantor layanan bank swasta serta kebijakan ekspansi kredit perbankan swasta diperkirakan menjadi pemicu perubahan tersebut.Kota Ternate masi menjadi basis utama penyaluran kredit perbankan di daerah, dengan proporsi sebesar 96,38%. Hal ini menandakan bahwa aktivitas perekonomian daerah masih berada di Ternate meskipun aktivitas pemerintahan provinsi akan segera berpindah ke Sofifi.
50
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Grafik 3.3
Proporsi Pemberian Kredit Baru
84.08%
Modal Kerja Investasi Konsumsi 14.46% 1.45%
c.3.Perkembangan Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Umum Peningkatan kredit executing secara umum sebesar 9,14% (q-t-q) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,37 triliun. Sejalan dengan perkembangan kredit secara umum, kredit konsumsi masih mendominasi kredit jenis ini dengan share mencapai 58,85%, sedangkan kredit investasi hanya mencapai 7,85%. Selama Triwulan I-2009, Kredit Usaha Kecil (executing2) tercatat sebesar Rp192,97 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 0,03% (q-t-q). Nilai kredit tersebut memberikan kontribusi sebesar 14,09 dari total kredit executing pada triwulan laporan. Masih rendahnya kredit pada pengusaha kecil di daerah secara umum dipengaruhi oleh rendahnya nilai agunan yang dimiliki pengusaha serta kelengkapan pencatatan dokumen dan arus kas (neraca) yang masih sulit dipenuhi. Sedangkan kredit UKM secara keseluruhan mencapai Rp1,28 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 8,23% (q-t-q). Adapun share dari kredit UKM mencapai 93,7% dari totak kredit executing.
2
Dana milik bank sendiri
51
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Grafik 3.4
Struktur Kredit Executing Bank Umum di Maluku Utara
Rp miliar 1,400 1,200 1,000 800 600
UKM
400
Non UKM
200 0 I
II
III
IV
2008
I 22009
Penyaluran kredit executing pada triwulan laporan masih didominasi oleh perbankan pemerintah dengn proporsi sebesar 93,46% atau senilai Rp1,28 triliun. Jumlah pengusaha kecil di sektor perdagangan, hotel dan restoran memicu peningkatan kredit di sektor ini sebesar 5,31% (q-t-q) sehingga share kredit pada sektor ini mencapai 25,78%. Demikian pula dengan sektor pertanian yang merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar di Maluku Utara memiliki share kredit sebesar 4,24%, dengan pertumbuhan triwulanan sebesar 5,06% (q-t-q).
d. Loan to Deposit Ratio (LDR) Bank Umum Peningkatan penyaluran kredit oleh perbankan pada triwulan laporan lebih tinggi
bila
dibandingkan
dengan
peningkatan
kemampuan
bank
dalam
mengumpulkan dana dari masyarakat. Dengan demikian, LDR perbankan di Provinsi Maluku Utara pada Triwulan I-2009 mengalami peningkatan sebesar 3,59% (q-t-q) menjadi 48,94%. Secara kasar dapat dikatakan bahwa peningkatan kinerja perekonomian di daerah pada triwulan laporan turut dipengaruhi oleh peningkatan pembiayaan oleh perbankan di daerah. Secara triwulanan, rasio LDR tertinggi pada Triwulan I-2009 terjadi pada kelompok bank pemerintah sebesar 53,07% meningkat dari kondisi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 48,77%, sedangkan LDR bank swasta justru
52
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
mengalami penurunan dari 23,67% pada triwulan IV-2008 menjadi 23,57% pada triwulan laporan. Data tersebut memberikan sinyal awal bahwa perbangkan berpelat merah memiliki agresifitas yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perbankan swasta dalam upaya penyaluran kreditnya. Meskipun demikian, pertumbuhan penyaluran kredit baru oleh perbankan swasta diharapkan mampu meningkatkan rasio pembiayaan tersebut.
Grafik 3.5
Perkembangan LDR Bank Umum Di maluku Utara
Rp miliar 3,000
DPK
KREDIT
LDR
60%
2,500
50%
2,000
40%
1,500
30%
1,000
20%
500
10%
0
0% I
II
III
IV
2008
I 2009
e. Non Performing Loans (NPL’s) Bank Umum Non Performing Loans (NPL’s) pada perbankan di wilayah Maluku Utara pada Triwulan I-2009 tercatat sebesar 4,38% mengalami penurunan sebesar minus 0,09% dari triwulan sebelunya yang tercatat sebesar 4,48%. Penurunan NPl’s secara triwulanan (q-t-q) tersebut dipengaruhi oleh peningkatan kredit dengan kategori lancer sebesar 8,39% (q-t-q) serta penurunan kredit dalam kategori diragukan sebesar minus 84,54% (q-t-q). Menurunnya NPL’s dalam triwulan laporan menunjukkan pembenahan dalam pengelolaan manajemen risiko oleh perbankan terutama resiko kredit. Secara tahunan NPL’s perbankan di daerah mengalami kenaikan sebesar 0,01% (y-o-y). Kondisi ini harus mendapatkan perhatian serius mengingat
53
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
pertumbuhan kredit secara tahunan hanyamencapai 0,51% (y-o-y). Disamping itu secara struktur kredit pertumbuhan kredit lancar lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan kredit macet.
Grafik 3.6
Perkembangan NPL’s Perbankan Daerah
Rp miliar
KREDIT
NPL 5.00% 4.50% 4.00% 3.50% 3.00% 2.50% 2.00% 1.50% 1.00% 0.50% 0.00%
1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0 I
II
III
IV
2008
I 2009
Dari sejumlah Rp60,69 miliar kredit yang bermasalah, proporsi terbesar terdapat pada kredit yang digunakan sebagai modal kerja yaitu sebesar 77,31%, sedangkan kredit konsumsi yang bermasalah hanya mencapai 14,88% dari total kredit bermasalah. Sejalan dengan agresifitas perbankan dalam penyaluran kredit, bank pemerintah mendominasi pengelolaan kredit bermasalah pada triwulan laporan dengan proporsi mencapai 90,87% sedangkan bank swasta hanya sebesar 9,13%. NPL’s yang terbentuk pada triwulan laporan tidak dapat dipisahkan terhadap share kredit setiap sektor ekonomi yang ada. Secara sektoral, nilai tertinggi pembentukan NPL’s terjadi pada perdagangan, hotel dan restoran sebesar 52,54% yang diikuti oleh sektor pertanian sebesar 14,52%.
54
BOX 4 PENANDATANGANAN ADENDUM KESEPAKATAN KERJASAMA PENGEMBANGAN KOMODITI UNGGULAN UMKM KOTA TERNATE
Pada haris Senin tanggal 16 Maret 2009, bertempat di Sentra kerajinan mebel bambu lurik Goliho, wilayah Tongole, Kelurahan Marikurubu, telah dilaksanakan penandatanganan adendum kesepakatan kerjasama pengembangan komoditi unggulan UMKM Kota Ternate antara Pemerintah Kota Ternate (diwakili oleh Walikota Ternate Syamsir Andili), Bank Indonesia (diwakili Pimpinan Bank Indonesia Endih Santosa) dan KADIN Ternate (diwakili oleh Abubakar Sani), yang turut disaksikan oleh Presiden Direktur Japan External Trade Organization (JETRO) Jakarta Sadanobu Kusaoke dan staf ahli JETRO Yuri Sato, Kepala BRI Cabang Ternate Chaerul Mustofa, Kepala Bank Artha Graha Cabang Ternate Freddy Pungus, Kepala BPR Malifut Kasim Konoras, dan Staf Bank Mandiri Cabang Ternate serta staf Bank Tabungan Negara cabang Ternate. Pada kesempatan ini diberikan pula bantuan kepada UMKM secara simbolis berupa satu unit mesin jahit dan alat pertukangan kepada beberapa kelompok UMKM seperti kelompok akelatuhu, akemotoa, akelamo dan akefako dari Pemerintah Kota TErnate. Dalam acara ini dilakukan pula penyerahan hasil penelitian dari Universitas Sam Ratulangi Manado kepada Bank Indonesia Ternate, untuk diserahkan kembali kepada Pemerintah Kota Ternate. Penelitian yang dimaksud adalah Profil Usaha Kerajinan Mebel Bambu Lurik di Kota Ternate dan Pola Pembiayaan Usaha Kecil Bubuk Rempah (Pala, Cengkeh dan Kayu Manis). Dalam sambutannya PBI Ternate mengucapkan terima kasih atas kepedulian dan respon Walikota terhadap pengembangan UMKM di Ternate yang salah satunya telah diwujudkan melalui pendirian UKM center. PBI Ternate juga berterima kasih kepada masyarakat sekitar dan panitia penyelenggara atas terlaksananya penandatanganan adendum, dimana hal tersebut menunjukkan komitmen bersama dalam rangka pengembangan UMKM di Ternate khususnya dan Maluku Utara pada umumnya. Dikemukakan pula bahwa dalam mengevaluasi program pengembangan UMKM tidak hanya ditujukan untuk peningkatan kualitas produksi tetapi juga pada peningkatan atau perluasan partisipasi masyarakat sekitar. Pada kesempatan tersebut PBI ternate juga mengemukakan harapannya bagi keberlanjutan program-program pengembangan UMKM dan peningkatan sinergi seluruh instansi terkait. Walikota Ternate mengemukakan bahwa pusat kerajinan bambu lurik Goliho didirikan pada tahun 1999 dengan memperhatikan potensi pengembangan bambu lurik yang sangat besar dan sebagai pusat kerajinan masyarakat di Lingkungan Tongole kelurahan Marikurubu. 68
Apabila di daerah jawa motif yang muncul pada bambu adalah karena dibakar, di Ternate motif lurik merupakan hal yang timbul secara alami. Pengembangan UMKM di Ternate mengalami pasang surut karena terbentur permasalahan SDM yang kurang mendukung. Dari segi produk, pengemasan harus dibuat lebih artistik sehingga meningkatkan daya jual produk di pasaran. Dengan adanya adendum diharapkan dapat terjalin kerjasama semua pihak, termasuk perbankan, karena keterlibatan perbankan sangat penting bagi pengembangan UMKM. UMKM di Ternate sangat banyak jumlahnya hingga mencapai lebih dari 4000 unit usaha, dan hal inilah yang mendorong lahirnya UKM center. Dana yang disalurkan ke masyarakat untuk pengembangan sektor ini sebesar 2,5 miliar rupiah, dan dalam 7 tahun telah berkembang menjadi 5,5 miliar rupiah dimana UMKM yang telah difasilitasi adalah sebanyak 1200 unit. Walikota mengemukakan bahwa willingnes to pay merupakan hal yang paling penting, alih-alih collateral. Salah satu yang perlu untuk dibanggakan adalah kerajinan meubel bambu lurik telah di ekspor hingga Dubai.
69
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Bab IV
Perkembangan Keuangan Daerah
4.1. Gambaran Umum Pengelolaan keuangan daerah yang efektif dan efisien dapat menjadi stimulus percepatan pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan data realisasi APBD1 Provinsi Maluku Utara tahun anggaran 2008, diketahui bahwa realisasi pendapatan daerah pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 101,90% sedangkan untuk belanja daerah realisasinya masih belum optimal dengan tingkat pencapaian 89,47%.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Utara Nomor 1 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009 tanggal 21 Januari 2009 diketahui bahwa untuk tahun anggaran 2009 pendapatan daerah Provinsi Maluku Utara ditargetkan sebesar 721,41 miliar rupiah sedangkan belanja daerah dianggarkan sebesar 755,91 miliar rupiah. Dengan demikian anggaran pembangunan daerah pada tahun 2009 mengalami defisit sebesar 34,5 miliar rupiah. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, rencana pendapatan daerah mengalami kenaikan sebesar 16,08% dimana pada tahun anggaran 2008 rencana pendapatan daerah adalah 621,47 miliar rupiah. Rencana belanja daerah juga mengalami kenaikan sebesar 18,77% dimana pada tahun sebelumnya belanja daerah yang direncanakan adalah sebesar 736,61 miliar rupiah.
1
Data masih dalam proses pemeriksaan BPK
63
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 4.1
Perkembangan APBD Maluku Utara
4.2. Pendapatan Daerah Realisasi pendapatan Provinsi Maluku Utara hingga akhir tahun 2008 mencapai 101,90%. Hal ini agak mengejutkan karena laporan realisasi pada semester pertama tahun 2008 yang diterima oleh Bank Indonesia dari Biro Keuangan Provinsi masih 0,00%. Pencapaian ini disebabkan karena realisasi pendapatan asli daerah yang mencapai 121,37% dan realisasi lain-lain pendapatan yang sah mencapai 150%. Adapun pendapatan transfer realisasinya hanya mencapai 98,17%.
Pos pendapatan asli daerah yang realisasinya dibawah target adalah pendapatan retribusi daerah yang realisasinya hanya sebesar 46,57%. Kondisi ini mengindikasikan tingkat kedisiplinan serta kepedulian masyarakat relatif rendah atau terjadinya pemungutan retribusi daerah yang tumpang tindih. Salah satu indikasinya adalah masuknya Provinsi Maluku Utara dalam dafar daerah yang memiliki perturan daerah yang dinilai menghambat tingkat investasi oleh Menteri Keuangan. Adapun pos-pos lainnya yaitu pendapatan pajak daerah dan lain-lain PAD yang sah melampaui target, dengan realisasi masing-masing sebesar 143,34% dan 115,51%.
Dari sisi pendapatan transfer, pos transfer pemerintah pusat yang yang berupa dana perimbangan terealisasi sebesar 98,17%. Secara rinci dana
64
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
perimbangan ini berupa dana bagi hasil pajak dengan realisasi 109,59%; dana bagi hasil sumber daya alam dengan realisasi 68,42%; dana alokasi umum dengan realisasi 100%; dan dana alokasi khusus yang realisasinya sebesar 100,08%. Rendahnya realisasi dana bagi hasil sumber daya alam cukup memprihatinkan karena daerah Maluku Utara terkenal dengan kekayaan sumber daya alam, baik berupa potensi wisata alam, kandungan mineral/bahan tambang maupun hasil palawija.
Lain-lain pendapatan yang sah, yang terdiri atas pendapatan hibah, pendapatan dana darurat dan pendapatan lainnya memiliki realisasi sebesar 150% dengan sumber pendapatan hanya bersumber dari pendapatan dana darurat. Kondisi politik di Maluku Utara pasca pemilihan Gubernur pada akhir tahun 2007 memang cukup memprihatinkan. Selama tahun 2008 kondisi keamanan di daerah cukup memprihatinkan, baik dari pemberitaan di media cetak maupun elektronik. Pelaksanaan demonstrasi masa pendukung pasangan calon gubernur sering berakhir rusuh. Oleh karena itu untuk memelihara kondisi keamanan daerah, hampir selama satu tahun Maluku Utara mendapatkan bantuan personel pengamanan dari pemerintah pusat.
4.3. Belanja Daerah Secara umum realisasi belanja daerah selama tahun 2008 diperkirakan mencapai 89,47%. Pada komponen belanja, pos belanja operasi memiliki realisasi sebesar 91,31%; belanja modal realisasinya sebesar 79,55%; dan belanja tak terduga mencapai realisasi sebesar 6,74%.
Pada pos belanja operasi, belanja pegawai memiliki realisasi sebesar 91,93%; belanja barang dan jasa 87,88%; hibah 103,07%; bantuan sosial 96,63%; dan belanja bantuan keuangan 60,41%. Tingginya realisasi belanja pegawai sejalan dengan peningkatan gaji PNS serta dilaksanakannya peneriaan CPNS pada tahun 2008. Perkembangan ini terkonfirmasi dengan meningkatnya konsumsi pemerintah pada PDRB triwulan laporan.
65
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Pada pos belanja modal, belanja tanah realisasinya 98,12%; belanja peralatan dan mesin 67,18%; belanja gedung dan bangunan 75,47%; belanja jalan, irigasi dan jaringan 81,41%; belanja aset tetap lainnya 94,09; dan belanja aset lainnya tidak dianggarkan. Di Maluku Utara, belanja modal merupakan komponen yang dominan terhadap kegiatan investasi di daerah. Hal ini tercermin dari meningkatnya kegiatan investasi di daerah dalam PDRB sejalan dengan perkembangan investasi dari pemerintah terutama dari realisasi pembangunan infrastruktur di daerah.
4.4 Lain-Lain Pada tahun 2009, pemerintah pusat melalui anggaran kementrian Negara/lembaga mengalokasikan stimulus fiskal guna mendukung ekspansi sektor rii sebesar Rp12,2 triliun. Provinsi Maluku Utara sendiri mendapatkan kucuran dana sebesar Rp224,2 juta. Rencananya, sejumlah dana tersebut akan disalurkan melalui kegiatan/proyek pembangunan departemen pekerjaan umum dan departemen perhubungan.
66
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Table 4.
Alokasi pemanfaatan dana SILPA Untuk stimulus fiskal di daerah Maluku Utara Tahun anggaran 2009 No Deskripsi I. II.
III IV
I
Jumlah
115.000.000 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM Jalan dan jembatan Provinsi 25.000.000 Jalan dan jembatan Kab/Kota a Kab. Halmahera Barat 5.000.000 b Kab. Halmahera Timur - Peningkatan jalan ruas Lapter - Wayamli 10.000.000 - Peningkatan jalan ruas Lmaba - Bicoli 15.000.000 c Kota Tidore Kepulauan 20.000.000 d Kota Ternate (Pembangunan Talud) 20.000.000 Irigasi Kab/Kota Kab. Halmahera Timur 10.000.000 Pengembangan Infrastruktur Pemukiman di Kab/Kota Kab. Halmahera Timur 10.000.000 109.200.000 DEPARTEMEN PERHUBUNGAN Pembangunan dan Rehabilitasi Pelabuhan Laut dan Penyeberangan a Lanjutan pembangunan faspel Laut Makean Tahap II 20.000.000 b Lanjutan pembangunan faspel Laut Wayaloar Tahap II 20.700.000 c Lanjutan pembangunan faspel Laut Sanana Tahap II 6.000.000 d Lanjutan pembangunan faspel Laut Bobong Tahap II 20.000.000 e Lanjutan pembangunan faspel Laut Tikong Tahap II 26.500.000 f Lanjutan pembangunan faspel Laut Manituntung Tahap II 10.000.000 g Lanjutan pembangunan faspel Laut LaiwuiTahap III 3.700.000 h Lanjutan pembangunan faspel Laut GebeTahap III 2.300.000 TOTAL 224.200.000
67
BOX 3 Penelitian Lending Model Usaha Mebel Bambu Lurik Kerjasama Bank Indonesia Ternate dan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat)
Pendahuluan
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa bambu mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar apabila dikelola secara maksimal. Pemahaman seperti ini penting untuk mengubah persepsi masyarakat dari pemanfaatan bambu secara tradisional menjadi suatu komoditi yang lebih berdaya guna dengan menerapkan teknologi dan sentuhan seni, sehingga dapat diubah dari suatu komoditi menjadi produk olahan yang mampu memberikan manfaat ekonomi bagi pengrajin dan juga mampu menyerap lapangan kerja yang lebih banyak. Bagi Kota Ternate, usaha kecil kerajinan mebel bambu lurik telah lama dikenal sebagai salah satu jenis usaha kecil yang memiliki ciri khas yang dapat meningkatkan sumber pendapatan keluarga pengrajin dan lapangan pekerjaan di Kota Ternate. Produk kerajinan mebel bumbu lurik telah dipasarkan bukan hanya di Kota Ternate, tetapi juga telah dipasarkan di daerah lain, seperti ke Kota Manado di Sulawesi Utara, Kota Ambon di Maluku, serta beberapa kota di Papua dan Pulau Jawa, bahkan ke manca negara, seperti ke Dubai dan Australia. Kegiatan studi pola pembiayaan usaha kerajinan mebel bambu lurik dilakukan dengan metode survey, untuk menghimpun data dan informasi baik data primer dan sekunder dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Responden terdiri dari pengrajin Mebel bambu lurik yang sentra industrinya berlokasi di Jalan Pemancar TVRI Lingkungan Tangole di kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Sebagai pembanding dilakukan survey pada satu pengusaha yang ada di kota Tidore Kepulauan. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Koperasi Kota Ternate dan BPS Kota Ternate. Aspek Pasar
Berdasarkan hasil survey dan wawancara dengan pengusaha kerajinan Mebel Lurik di Kota Ternate diperoleh informasi bahwa pembeli/konsumen atau kelompok pembeli mebel lurik ini sebagian besar adalah konsumen langsung. Artinya pembeli langsung datang ke tempat usaha dan membeli produk mebel dari produsen/pengusaha/pegrajin mebel. Produk kerajinan mebel lurik sebagian besar permintannya adalah pasar lokal (konsumen) khususnya Ternate. Ada juga produk mebel ini di pasarkan ke daerah-daerah sekitarnya seperti Halmahera Barat, 55
Halmahera Utara dan sebagian lagi dipasarkan di Kota Ambon Provinsi Maluku, Papua dan Manado. Permintaan konsumen untuk mebel bambu lurik tertinggi terjadi menjelang Idul Fitri. Tingkat persaingan di antara para pengrajin mebel bambu lurik di Kota Ternate relatif tergolong rendah karena produk mebel lurik relatif homogen. Usaha kerajinan mebel lurik di Provinsi Maluku Utara hanya terdapat di 2 (dua) lokasi yaitu di Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan. Usaha mebel bambu lurik di kedua daerah ini tidak saling bersaing karena masingmasing memiliki segmen pasar sendiri-sendiri. Untuk usaha mebel lurik di Kota Tidore sebagian besar melayani kebutuhan konsumen lokal di kota Tidore. Sebagian pula dijual ke pembeli di luar kota Tidore Kepulauan yang datang melihat dan membeli di lokasi/tempat usaha. Pembeli tersebut datang dari daerah-daerah sekitar seperti Halmahera Utara, Halmahera Barat dan daerah-daerah lainnya. Sesekali juga produk mebel bambu lurik ini dikirim ke ke Jawa maupun Australia berdasarkan pesanan.
Aspek Produksi Proses produksi mebel bambu lurik relatif panjang, walaupun teknologi yang digunakan sangat sederhana Proses Produksi Mebel Bambu Lurik
56
Skala usaha para pengrajin mebel bambu lurik di Kota Ternate sangat beragam. Walaupun semuanya tergolong skala kecil, namun ada yang sudah mendekati skala menengah dan ada juga yang skala usahanya masih sangat kecil. Secara umum, tipe usaha yang tipikal menghasilkan mebel kursi tamu dengan kapasitas produksi per tahun mencapai 30 unit kursi tamu tipe sofa, 45 unit kursi tamu tipe sudut, dan 45 unit kursi tamu tipe biasa. Mutu produk yang dihasilkan oleh para pengrajin mebel bambu lurik di Kota Ternate juga relatif beragam, yang sesuai dengan harga yang ditawarkan kepada konsumen. Pada umumnya, mutu dasarnya tergolong baik dan hampir merata pada semua semua pengrajin. Hal ini didukung oleh pengalaman para pengrajin yang telah cukup lama melaksanakan usaha kerajinan ini. Namun demikian, ada sebagian pengrajin yang sering mendapatkan pesanan tipe sofa yang agak mahal, sehingga mutunya pun dibuat lebih baik. Kendala produksi yang sering dialami oleh para pengrajin bambu lurik adalah cuaca dan tenaga kerja. Pada saat musim penghujan, pengeringan bambu menjadi lebih lama sehingga proses produksi akan mengalami penundaan. Akibatnya, jumlah produksi yang dihasilkan akan berkurang. Demikian juga, jumlah tenaga kerja trampil yang ada sangat terbatas sehingga para pengrajin sering mengalami kesulitan memenuhi pesanan atau permintaan pasar yang banyak dalam waktu yang relatif singkat.
Aspek Keuangan Analisis keuangan kerajinan mebel bambu lurik dibuat untuk mengetahui deskripsi umum pendapatan dan pengeluaran, kemampuan melunasi kredit dan kelayakan usaha dilihat dari beberapa kriteria kelayakan finasial seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Payback Period (PBP), dan Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C). Langkah awal sebelum analisa keuangan adalah membuat asumsi dan parameter keuangan yang didasarkan pada hasil pengamatan di lapangan, masukan dari instansi terkait dan pustaka yang berkaitan. Asumsi dan parameter keuangan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Jangka waktu periode proyek ditetapkan 5 tahun, karena umur ekonomis dari sebagian besar mesin yang digunakan dalam proses produksi adalah 5 tahun. Jumlah bahan baku yang digunakan untuk satu bulan proses produksi adalah 30 batang bambu lurik yang menghasilkan mebel kursi tamu sofa sebanyak 2 unit, mebel kursi tamu tipe 1 sebanyak 3 unit dan mebel kursi tamu tipe 2
sebanyak 3 unit.
57
Proses produksi kerajinan bambu lurik berlaku sepanjang tahun karena bahan baku dapat diperoleh sepanjang tahun. Hari produksi per bulan diasumsikan selama 26 hari kerja. Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan No
Asumsi
Satuan
Jumlah
1
Periode Proyek
tahun
5
2
Bulan kerja efektif per tahun
bulan
12
3
Hari kerja per bulan
hari
26
4
Bahan baku bambu lurik
‐ Harga
Rp / batang
10,000
5
Kapasitas produksi per bulan
‐ Mebel meja kursi tamu
set
2
‐ Mebel meja kursi makan
set
6
6
Harga Jual
‐ Mebel kursi tamu sofa
Rp / set
2,000,000
‐ Mebel kursi tamu tipe 1
Rp / set
1,500,000
‐ Mebel kursi tamu tipe 2
Rp / set
1,250,000
7
Kapasitas produksi terjual
‐ Tahun ke – 1
%
75%
‐ Tahun ke – 2
%
80%
‐ Tahun ke – 3
%
90%
‐ Tahun ke – 4
%
90%
‐ Tahun ke – 5
%
90%
8
Kredit investasi
‐ Suku bunga kredit
%
18%
‐ Jangka waktu
tahun
3
9
Proporsi kredit investasi
%
50%
Pada saat memulai usaha kerajinan bambu lurik, maka diperlukan biaya investasi yang mencakup biaya pengurusan perizinan, serta biaya untuk pembelian tanah, bangunan, mesin dan peralatan. Biaya investasi ini bersifat tetap yang harus dikelurakan di tahun ke-0 sebelum usaha dimulai. Komponen mesin dan peralatan nilainya tidak besar, yaitu hanya 6,67% dari seluruh komponen biaya, karena alat yang digunakan pada umumnya adalah manual. Besarnya biaya investasi untuk usaha kerajinan bambu lurik adalah sebesar Rp. 70.715.000,-.
58
Kebutuhan Biaya Investasi No
Uraian
Jumlah (Rp)
1
Perizinan
2
Tanah/lahan
15.000.000
3
Bangunan
50.000.000
4
Mesin dan peralatan
4.715.000
1.000.000
Jumlah
70.715.000
Analisa sensitivitas kelayakan usaha perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh proyek yang dilaksanakan sensitif terhadap perubahan biaya produksi maupun penjualan produk. Analisa sentivitas dilakukan pada 3 skenario perubahan yaitu : 1) Penurunan penerimaan penjualan; 2) Kenaikan biaya produksi variabel dan 3) Penurunan penerimaan penjualan dan kenaikan biaya produksi variabel. Tabel 3. Analisis Kelayakan Usaha No
Unsur Pembiayaan
Uraian
1
Jenis Usaha
Kerajinan Usaha Mebel Lurik
2
Lokasi Usaha
Kelurahan Tangole Kecamatan Ternate Selatan Kota Ternate
3
Dana yang digunakan
Investasi
:
Rp
70.715.000
Modal Kerja
:
Rp
8.936.000
4
Sumber Dana
Kredit Modal Sendiri
: :
Rp Rp
25.000.000 54.651.000
5
Plafon Kredit
Dana dari Bank untuk: Investasi :
Rp
25.000.000
3 tahun
6
Jangka Waktu Kredit
Kredit Investasi
7
Suku Bunga
18% per tahun menurun
8
Periode Pembayaran Kredit
Angsuran pokok dan bunga dibyarkan tiap bulan
9
Kelayakan Usaha
5 Tahun
10
Periode Proyek Produk yang Dihasilkan Kapasitas Produksi Volume Penjualan Tingkat Teknologi
:
Mebel Bambu Lurik (3 jenis) 8 set mebel bambu lurik per bulan 8 set mebel bambu lurik per bulan Tradisional
Kriteria Kelayakan Usaha - NPV(i=18%) - IRR - Net B/C - PBP - BEP Penjualan Penilaian
Rp. 57.165.805 47,48% 1,81 32 bulan Rp. 54,538,960 Layak Dilaksanakan
59
11
Analisis Sensitivitas
1. Dari Sisi Penjualan a. Turun 10%
-NPV (i =18%) -IRR -Net B/C -PBP -Penilaian b. Turun 11% -NPV (i =18%) -IRR -Net B/C -PBP -Penilaian
2. Dari Sisi Biaya Produksi a. Naik 16,5% -NPV (i =18%) -IRR -Net B/C -PBP -Penilaian
b. Naik 17,5% -NPV (i =18%) -IRR -Net B/C -PBP -Penilaian
3. Dari Sisi Penjualan dan Biaya Produksi a. Naik 6% -NPV (i =18%) -IRR -Net B/C -PBP -Penilaian
Rp. 4 .236.859 20,38% 1,06 57 bulan Layak Dilaksanakan (Rp.1.056.036) 17,40% 0,99 61 bulan Tidak Layak Dilaksanakan Rp. 2.014.474 19,13% 1,03 59 bulan Layak Dilaksanakan (Rp. 1.328.031) 17,25% 0,98 61 bulan Tidak Layak Dilaksanakan Rp. 5.353.408 20,99% 1,08 56 bulan Layak Dilaksanakan
b. Naik 7% -NPV (i =18%) -IRR -Net B/C -PBP -Penilaian
(Rp. 3.281.992) 16,13% 0,95 61 bulan Tidak Layak Dilaksanakan
60
Kesimpulan 1. Usaha mebel bambu lurik mempunyai prospek yang cerah dimasa datang karena masyarakat saat ini cenderung menggunakan produk mebel dengan bahan baku alamiah yang bernilai seni dan ramah lingkungan. 2. Kajian terhadap aspek teknologi dan produksi menunjukkan bahwa secara teknis bahan baku cukup tersedia di daerah sendiri, sementara teknis/proses produksi bukan merupakan hambatan kegiatan usaha. Tersedianya sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi memudahkan para pengrajin dalam memasarkan produk mebel lurik. Kendala yang dihadapi oleh pengrajin mebel bambu lurik adalah kurangnya inovasi dalam membuat model mebel bambu lurik yang baru. 3. Total biaya investasi yang dibutuhkan untuk usaha mebel bambu lurik dengan kapasitas produksi 8 set bambu lurik adalah Rp. 70.715.000 yang terdiri dari kredit bank sebesar 35,35 % yaitu Rp. 21.200.000 dan dana sendiri 64,65% yaitu Rp. 45.715.000. 4. Hasil analisis keuangan menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dilaksanakan ditinjau dari kriteria kelayakan usaha, karena pada tingkat suku bunga 18 %, nilai NPV sebesar Rp. 57.165.805, IRR sebesar 47,48%, Net B/C sebesar 1,81 dan jangka waktu pengembalian modal 32 bulan. 5. Hasil analisis sensitivitas usaha kerajinan mebel bambu lurik terhadap penurunan penjualan menunjukkan bahwa usaha ini masih dapat dilaksanakan sampai batas penurunan penjualan sebesar 10%. Hasil analisis sensitivitas terhadap kenaikan biaya produksi menunjukkan bahwa usaha ini masih dapat dilaksanakan sampai batas kenaikan sebesar 16,5%. Hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan penjualan dan kenaikan biaya produksi menunjukkan bahwa usaha ini masih dapat dilaksanakan sampai batas penurunan penjualan dan kenaikan biaya poduksi variabel 6%. Usaha ini lebih sensitif terhadap penurunan penjualan dibandingkan dengan kenaikan biaya produksi variabel. 6. Usaha mebel bambu lurik mempunyai manfaat yang cukup baik ditinjau dari aspek sosial ekonomi dan tidak memberikan dampak lingkungan yang membahayakan masyarakat di sekitar lokasi usaha. Secara keseluruhan usaha ini dapat dikatakan layak untuk mendapatkan pembiayaan dari perbankan maupun pihak lainnya. 7. Ditinjau dari aspek sosial ekonomi, pengembangan usaha kerajinan mebel lurik dapat mendorong perekonomian Kota Ternate dan Tidore melalui peningkatan pendapatan pengrajin, memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatan PAD melalui penerimaan retribusi daerah.
61
Saran 1. Untuk memperkuat sektor usaha kerajinan mebel bambu lurik, hendaknya pengrajin membentuk Koperasi bagi pengrajin Mebel bambu Lurik. Upaya pendirian Koperasi ini didasarkan pada pemikiran bahwa perlu adanya wadah berhimpun untuk penguatan Kelembagaan pengrajin, sebagai sarana menjaga terpeliharanya ketersediaan bahan baku yang dikelola bersama dan untuk memperkuat akses pembiayaan dan pemasaran. 2. Karena pengusaha yang bergerak di bidang pengolahan produk ini sudah cukup banyak, usaha mebel bambu lurik perlu mendapatkan lebih banyak pembinaan teknis khususnya inovasi pembuatan model yang lebih menarik dari pihak Pemerintah Daerah yang ditunjang oleh aspek permodalan dari pihak perbankan. 3. Untuk terus mempertahankan dan meningkatkan usaha bambu lurik, maka pihak pengusaha harus membeli atau menggunakan bahan baku bambu lurik yang berkwalitas baik. 4. Secara finansial proyek ini layak untuk dibiayai,namun pihak perbankan tetap perlu melakukan analisis kelayakan usaha yang lebih komprehensif berdasarkan prinsip kehati-hatian, khususnya dalam penyaluran kredit investasi untuk usaha baru maupun perluasan usaha. 5. Petani bambu lurik dan dinas terkait perlu memperhatikan kondisi lahan hutan bambu lurik yang ada agar potensi bambu lurik dapat terjaga, yang Kerajinan Mebel Bambu Lurik berdampak kepada ketersediaan pasokan bahan baku bagi pengrajin bambu serta mampu menjaga kelestarian lingkungan sekitar.
62
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Bab V
Perkembangan Sistem Pembayaran
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2004 dicantumkan bahwa salah satu tugas yang harus dijalankan dalam rangka mencapai tujuan Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran (pasal 8). Sistem Pembayaran dapat didefinisikan sebagai sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi1. Kebijakan Bank Indonesia dalam sistem pembayaran tunai adalah senantiasa untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktudan dalam kondisi yang layak edar (fit for circulation). Sementara dari sisi pembayaran non tunai kebijakan diarahkan untuk menyediakan sistem pembayaran yang efektif, efisien, handal dengan tetapmemperhatikan aspek perlindungan konsumen. Penyelesaian transaksi tunai dilakukan dengan menggunakan alat pembayaran yang sah (uang kartal) sedangkan penyelesaian transaksi non tunai dapat dilakukan menggunakan cek, giro, dll. Pemantauan perkembangan penyelesaian transaksi pembayaran tunai dapat dilakukan dengan mengamati aliran uang yang masuk dan keluar dari kas Bank Indonesia, sedangkan untuk transaksi pembayaran non tunai dipantau melalui kegiatan kliring dan RTGS (Real Time Gross Settlement).
5.1
Transaksi Tunai
5.1.1. Aliran Uang Kartal (Outflow / Inflow) Berdasarkan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.3 Tahun 2004, BI menyelenggarakan pelayanan perkasan di setiap satuan kerja kas Kantor Bank Indonesia. Selain itu BI memberikan pelayanan kas di luar kantor berupa kas keliling, kas titipan dan kerjasama penukaran dengan pihak ketiga.
1
www.bi.go.id
70
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Pada triwulan I-2009, total aliran uang kartal keluar dan masuk ke Bank Indonesia tercatat sebesar Rp207,63 miliar atau mengalami penurunan sebesar minus 46,27% (q-t-q). kondisi tersebut sejalan dengan siklus tahunan yang menunjukkan bahwa pada awal tahun uang kartal yang keluar dan masuk di Bank Indonesia Ternate mengalami penurunan seiring dengan berakhirnya berbagai event menyambut pergantian tahun serta event keagamanan yang berlangsung pada triwulan sebelumnya. Penurunan harga BBM oleh Pemerintah yang diikuti dengan penyesuaian tariff angkutan diduga turut mempengaruhi penurunan aliran uang kartak di Bank Indonesia, meskipun pada triwulan laporan perekonomian daerah justru mengalami pertumbuhan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Aliran uang kartal di Bank Indonesia Ternate pada triwulan laporan secara keseluruhan terjadi net inflow Pada triwulan laporan, aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia Ternate (inflow) sebesar Rp106,43 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 13,65% (q-t-q). Disisi lain, aliran uang kartal keluar (outflow) dari Bank Indonesia pada Triwulan I-2009 tercatat sebesar Rp101,20 miliar atau mengalami penurunan sebesar minus 65,43% (q-t-q). Hal ini dipengaruhi oleh preferensi masyarakat yang melakukan penyetoran uang ke perbankan setelah masa pergantian tahun dan hari raya keagamaan berlalu.. Bila di breakdown menjadi bulanan, kondisi net inflow terjadi pada bulan Januari dan Februari. Pada bulan Maret masyarakat di Maluku Utara memasuki persiapan penyelenggaraan pesta rakyat Legu Gam, maupun HUT Kota Tidore. Kegiatan tersebut mendorong peningkatan kebutuhan uang sehingga pada bulan ini mulai terjadi net outflow. Secara umum, perbandingan antara nilai nominal uang yang masuk dan yang keluar dari Bank Indonesia Ternate adalah 9,5 : 1. Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan Kas Di Bank Indonesia Ternate miliar rupiah
TRIWULAN
2007
2008
2009
Inflow
I II III IV I II III IV I
Sumber : Bank Indonesia
78.65 35.38 34.17 52.07 95.86 22.63 25.19 93.64 106.43
Outflow
59.28 268.74 258.72 447.97 134.06 233.28 321.47 292.77 101.20
Net (inflow/outflo w)
19.36 (233.36) (224.56) (395.91) (38.20) (210.65) (296.27) (199.13) 5.23
71
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Perkembangan kegiatan perkasan di Bank Indonesia juga terkait dengan aktivitas masyarakat terhadap perbankan secara umum. Pada triwulan laporan, kenaikan nominal kredit perbankan lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan nominal DPK perbankan. Dengan demikian aliran dana masyarakat ke bank lebih besar dibandingkan dengan aliran dana perbankan ke masyarakat. Dengan pelaksanaan uji coba setoran – bayaran kepada seluruh perbankan maka uang yang tidak layak edar di perbankan dari setoran dana masyarakat akan berkorelasi positif dengan setoran perbangkan ke Bank Indonesia. Dalam rangka mendukung pelaksanaan salah satu tugas Bank Sentral yaitu mengatur
dan
menjaga
kelancaran
sistem
pembayaran,
Bank
Indonesia
melaksanakan kas keliling ke berbagai daerah yang dianggap strategis bagi kegiatan ekonomi masyarakat, seperti pasar-pasar dan kawasan pemukiman yang relatif padat penduduk. Sampai akhir triwulan I-2009 telah dilaksanakan kas keliling di wilayah Maluku Utara sebanyak 4 kali (di Kota Tidore kepulauan, pasar Gamalama dan kawasan pertokoan/food court) sebagai alternatif penukaran berbagai pecahan kecil dengan jumlah total sebanyak Rp355 juta.
Grafik 5.1
Perbandingan Jumlah Kas Keliling Dengan Uang Yang Masuk Ke BI Miliar Rp 7
120
6
100
5
80
4
60
3
40
2 1
20
0
‐ I
II
III
IV
2007 Jml. Kas Keliling
I
II
III
2008
IV
I 2009
inflow (kanan)
Guna memenuhi kebutuhan uang tunai di daerah, Kantor Bank Indonesia Ternate juga berkoordinasi dengan Kantor Bank Indonesia lainnya. Salah satu bentuk kerjasamanya adalah dengan dilaksanakannya pengiriman uang cetakan
72
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
sempurna (HCS) dari/ke Kantor Bank Indonesia Ternate. Mengantisipasi lonjakan kebutuhan masyarakat Maluku Utara menjelang masa kampanye dan persiapan pemilu, Bank Indonesia Ternate pada triwulan I-2009 telah melaksanakan kegiatan remise sebanyak 2 (dua) kali dengan jumlah nominal sebesar Rp422,1 miliar.
5.1.2. Pemusnahan Uang Sistem pembayaran yang baik didukung oleh kelayakan alat pembayaran yang dipakai selain ketersediaan alat dan sarana penunjang pembayaran itu sendiri. Oleh karena itu, sebagai lembaga yang bertindak sebagai Otoritas Moneter di wilayah NKRI, Bank indonesia senantiasa menjaga uang yang beredar di masyarakat berada dalam kondisi yang layak (fit for circulation). Dengan pemberlakuan metode setoran – bayaran pada perbankan maka uang yang boleh disetorkan ke Bank Indonesia adalah uang tidak layak edar(UTLE). Oleh karena itu secara berkala dilakukan pemusnahan uang yang sudah tidak layak edar menggunakan mesin racik uang kertas (MRUK).
Tabel 5.2
Perkembangan Pemusnahan Uang Kertas Di bank Indonesia Ternate
MRUK TRIWULAN
2007
2008
2009
I II III IV I II III IV I
Inflow
78.65 35.38 34.17 52.07 95.86 22.63 25.19 93.64 106.43
Nomial (miliar)
40.06 37.74 36.97 25.64 30.28 28.89 28.09 34.40 16.34
% INFLOW
50.94 106.66 108.21 49.25 31.59 127.67 111.48 36.74 15.35
Sumber : Bank Indonesia
Pada triwulan laporan, bank Indonesia Ternate telah melaksanakan pemusnahan uang kertas sebanyak 12 kali dengan jumlah uang yang telah diracik mencapai Rp16,34 miliar. Secara triwulanan (q-t-q) jumlah uang yang diracik mengalami penurunan sebesar 52,51%. Pada triwulan laporan, rasio jumlah
73
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
uang yang dimusnahkan dibandingkan dengan jumlah inflow uang kartal sebesar 15,35%, mengalami penurunan dari rasio pada triwulansebelumnya yang tercatat sebesar 36,74%.
5.1.3. Uang palsu Sejalan dengan kebijakan yang diterapkan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia dalam menjaga kualitas uang beredar, maka Kantor Bank Indonesia Ternate berupaya menerapkan kebijakan clean money policy serta pemberantasan uang palsu di masyarakat. Atas dasar laporan yang masuk di Bank Indonesia dan pihak berwajib, sampai dengan akhir triwulan laporan tidak terdapat pengaduan ditemukannya uang palsu yang beredar di masyarakat. Meskipun demikian, sejalan dengan kondisi politik yang semakin ramai menjelang pelaksanaan pemilu serta perkembangan perekonomian di daerah maka Bank Indonesia Ternate tetap berupaya melakukan pencegahan terhadap peredaran uang palsu dengan melakukan edukasi/sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah berbagai pecahan dan edisi kepada masyarakat, baik masyarakat umum, pegawai pemerintahan maupun kalangan akademisi. Selama triwulan I-2009 Bank Indonesia Ternate talah melaksanakan kegiatan sosialisasi keaslian uang rupiah sebanyak 5 (lima) kali, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 5.3
Kegiatan Sosialisasi Keaslian Uang Rupiah Triwulan I-2009 No. Tgl. Pelaksanaan 1 2 3 4
29 Januari 2009 11 Februari 2009 20 Maret 2009 25 Maret 2009
Tempat/Lokasi Pasar Tidore Pasar Terminal Gamalama Ternate Kantor Bank BTN Bumi Perkemahan Pramuka, Kel. Gambesi Ternate Selatan
74
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 5.2
Perbandingan Persentase Penemuan Uang Palsu di KKBI Makassar dan Kantor Pusat BI KKBI Makasar
%
Kantor Pusat
70 60 50 40 30 20 10
2008
Jan
Feb
Dec
Oct
Nov
Sep
Jul
Aug
Jun
Apr
2007
May
Mar
Jan
Feb
Dec
Oct
Nov
Sep
Jul
Aug
Jun
Apr
May
Mar
Jan
Feb
‐
2009
Dari tabel di atas, kita dapat melihat bahwa persentase penemuan atau pelaporan kasus uang palsu di wilayah Sulampua relatif stabil. Kondisi tersebut tentu saja terkontribusi dari pelaporan penemuan uang palsu di Maluku Utara sebagai salah satu wilayah di KKBI Makassar (Wilayah Sulampua) yang sejak tahun 2006 selalu nihil. Grafik 5.3
Perkembangan rasio uang palsu terhadap uang asli
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb
lb/Rp juta 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
2007
2008
2009
Secara nasional pada triwulan I-2009 rasio penemuan uang palsu mengalami peningkatan. Bila pada akhir tahun 2008 sario uang palsu hanya mencapai 1,08 lembar setiap satu juta lembar uang asli maka pada periode Februari 2009 sudah mencapai 1,38 lembar setiap satu juta lembar uang asli. Disisi lain, jumlah uang kartal yang diedarkan oleh Bank Indonesia pada triwulan I-2009 justru mengalami penurunan sebesar minus 14,27% (q-t-q). Secara umum uang kartal yang diedarkan
75
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
oleh Bank Indonesia masih didominasi oleh uang kertas, yang pada triwulan laporan mencapai 98,72% dari seluruh uang kartal yang diedarkan. Tabel 5.4
Posisi uang kartal yang diedarkan
Periode
Uang Kertas
Uang Logam
Jumlah
(Triliun Rp)
(Triliun Rp)
(Triliun Rp)
196.27 221.61 267.42 261.53 223.77
I II 2008 III IV 2009 I
2.67 2.73 2.82 2.86 2.90
198.94 224.34 270.24 264.39 226.67
5.2 Transaksi Non Tunai 5.2.1
Perkembangan Kliring Lokal Pada triwulan I-2009 rata-rata penyelesaian transaksi harian melalui
kliring mengalami penurunan. Rata-rata harian nilai nominal transaksi kliring pada triwulan I-2009 sebesar 2,334 miliar rupiah atau mengalami penurunan sebesar 23,86%, dimana nilai nominal transaksi pada triwulan sebelumnya adalah 3,056 miliar. Jika dilihat rata-rata harian jumlah warkat sebenarnya tidak terdapat perubahan dimana jumlah rata-rata harian warkat pada triwulan IV-2008 maupun pada triwulan I-2009 sebanyak 48. Tabel 5.5 Rata-rata Harian Transaksi Kli i TRIWULAN 2007
2008
2009
Lembar
Nominal
(satuan)
(miliar Rp)
I
38
1,199
II
46
1,468
III
49
1,649
IV
47
2,134
I
49
1,915
II
48
2,427
III
49
2,101
IV
48
3,056
I
48
2,334
Grafik 5.4 Rata-rata Harian Transaksi Kliring
Sumber: Bank Indonesia
76
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Kualitas kliring di Ternate pada triwulan IV-2008 mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan dengan persentase rata-rata harian tolakan kliring terhadap total rata-rata harian kliring yang mengalami penurunan. Persentase volume tolakan pada triwulan I-2009 adalah 0,64% dimana pada triwulan sebelumnya volume tolakan tersebut sebesar 0,81%. Dari sisi nominal terjadi penurunan tolakan dimana pada triwulan IV-2008 nominal tolakan sebesar 1,22% sedangkan pada triwulan I-2009 tolakan sebesar 1,16%. Tabel 5.6 Rata-rata Harian Penarikan Cek/BG Kosong TRIWULAN 2007
2008
2009
Penarikan Cek/BG Kosong Lembar
Nominal
Kliring Total Lembar
Nominal
I
0,13
7,62
38,40
1.198,81
II
0,26
24,77
46,35
1.467,58
III
0,11
2,21
49,25
1.648,93
IV
0,29
36,11
46,73
2.134,17
I
0,68
14,84
48,81
1.915,44
Persentase Lembar
Nominal
0,33% 0,56% 0,22% 0,62%
0,64% 1,69% 0,13% 1,69% 0,77% 19,96% 1,73% 1,22% 1,16%
II
0,41
484,47
47,70
2.427,49
III
0,51
36,33
48,62
2.100,51
IV
0,39
37,21
48,22
3.056,40
1,39% 0,87% 1,04% 0,81%
I
0,31
27,12
48,03
2.334,05
0,64%
Sumber: Bank Indonesia
Peningkatan aktivitas kliring di Maluku Utara sejalan dengan cerminan perbaikan kualitas transaksi warkat kliring. Kondisi tersebut dapat dilihat dari penurunan yang terjadi dari jumlah warkat yang tercatat sebagai transaksi penolakan cek atau bilyet giro (BG) terhadap total jumlah transaksi yang tercatat mencapai 0,87% sedangkan pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar 1,39%. Meskipun demikian kita perlu meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian dalam bertransaksi karena meskipun persentase jumlah warkat yang dotolak terhadap jumlah keseluruhan warkat yang dikliringkan mengalami penurunan akan tetapi nilai penolakannya justru mengalami peningkatan yaitu dari 0,77% terhadap total nilai kliring pada triwula I-2008 menjadi 19,96% dari total nilai kliring pada periode laporan.
77
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Maluku Utara
Grafik 5.5
Perkembangan Kegiatan Kliring Lbr
q-t-q
y-o-y
%
120
120 100 80 60 40 20 0 -20 -40 -60 -80 -100
100 80 60 40 20 ribu Rp 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
300 250 200 150 100 50 0 -50 -100 -150 I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
Miliar Rp 2006
2007 Nom
5.2.2
2008
q-t-q
%
y-o-y
Perkembangan Transaksi RTGS (Real Time Gross Settlement)
Penyelesaian transaksi ekonomi melalui sarana RTGS di wilayah Kota Ternate pada triwulan I-2009 mengalami penurunan. Pada triwulan I-2009 transaksi RTGS dari wilayah Maluku Utara (outflow) tercatat sebesar Rp1,17 triliun sedangkan transaksi dari luar wilayah Maluku Utara (to) tercatat sebesar Rp992,88 miliar. Searah dengan nilai transaksi RTGS, keseluruhan volume transaksi pada triwulan laporan tercatat sebesar 3.805 kali transaksi, mengalami penurunan sebesar minus 40,77% dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Tabel 5.7
Penyelesaian transaksi RTGS Kota Ternate OUTFLOW (FROM) PERIODE 2008 Tw. IV 2009 Tw. I
NOMINAL (miliar)
1792.68 1186.2
VOLUME
3394 1993
INFLOW (TO) NOMINAL (miliar)
1605.84 992.88
VOLUME
3030 1812
FROM - TO NOMINAL (miliar)
808.53 384.17
VOLUME
1083 399
Transaksi RTGS antar provinsi (from-to) pada triwulan I-2009 juga mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara nominal transaksi RTGS antar pulau pada periode laporan tercatat sebesar 384,17 miliar atau mengalami penurunan sebesar mius 52,49% (q-t-q). Sedangkan volume transaksi mengalami penurunan sebesar 63,16% (q-t-q) sehingga pada triwulan laporan hanya terjadi 399 kali transaksi.
78
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Bab VI
Perkembangan Ketenagakerjaan
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Maluku Utara pada triwulan laporan sejalan dengan perbaikan yang terjadi pada beberapa indikator ketenagakerjaaan dan kesejahteraan masyarakat. Secara tahunan, pada posisi Agustus 2008 terjadi peningkatan jumlah orang yang bekerja sebesar 5,98% (y-o-y) dari kondisi Bulan Agustus 2007 dimana jumlah penduduk yang bekerja tercatat sejumlah 372,34 ribu jiwa. Meskipun garis kemiskinan mengalami peningkatan, jumlah penduduk miskin pada periode Maret 2008 tercatat sebesar 105 ribu jiwa atau mengalami penurunan sebesar 4,46 % (y-o-y). Disisi lain, Upah minimum Provinsi di Maluku Utara mengalami peningkatan pada tahun 2009 bila dibandingkan dengan UMP pada tahun 2009. Demikian pula dengan nilai tikar petani periode Februari 2009 mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode akhir tahun lalu.
6.1
Ketenagakerjaan
6.1.1. Angkatan Kerja Pertumbuhan ekonomi sebesar 4,98% (y-o-y) belum mampu menjadi stimulus perbaikan kondisi ketenagakerjaan daerah secara menyeluruh. Meningkatnya penduduk usia kerja (umur 15 tahun keatas) memang diiringi dengan kenaikan angkatan kerja dan jumlah penduduk yang bekerja, namun tingkat pengangguran juga mengalami peningkatan. Data hasil survey BPS Provinsi Maluku Utara pada bulan Agustus 20081 mengungkapkan terjadinya peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar 6,45% bila dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja pada posisi bulan Agustus 2007 yang tercatat sebesar 396,32 ribu orang. Peningkatan tersebut diikuti oleh peningkatan penduduk usia kerja yang bekerja
1
Survey yang dilakukan oleh BPS Provinsi mengnai data ketenagakerjaan berlangsung bulan Februari dan Agustus setiap tahunnya.
79
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
sebesar 5,98% (y-o-y), sekaligus jumlah peningkatan jumlah pengangguran di daerah sebesar 13,84% (y-o-y).
Tabel 6.1
Penduduk Maluku Utara Usia 15 tahun keatas Menurut Kegiatan
Kegatan Utama Penduduk usia 15 tahun ke atas Angkatan kerja • Bekerja • Penganggur Bukan angkatan kerja Tingkat partisipasi angkatan kerja Tingkat pengangguran terbuka Sumber: BPS Provinsi
2007 Februari Agustus 583,03 404,79 371,03 33,77 178,23 69,43% 8,34%
589,39 396,32 372,34 23,98 193,07 67,24% 6,05%
2008 Februari Agustus 624,44 417,45 388,11 29,34 206,99 66,85% 7,03%
639,8 421,9 394,6 27,3 217,9 65,94% 6,48%
Meningkatnya jumlah angkatan kerja tersebut lebih disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk di daerah, terutama penduduk dengan status pengangguran. Peningkatan jumlah penduduk bekerja yang lebih rendah daripada jumlah penduduk yang menganggur diperkirakan dipengaruhi oleh berhentinya kegiatan operasional beberapa industri pengolahan kayu yang ada di wilayah Maluku Utara, kegiatan investasi yang masih didominasi oleh investasi pemerintah serta tingkat pendidikan penduduk usia kerja yang relatif rendah. Meskipun demikian, jumlah penduduk yang bekerja pada periode yang sama masih mengalami peningkatan dengan adanya penerimaan CPNS di daerah serta penambahan Investasi seperti hotel, restoran serta perbankan. Kondisi tersebut berakibat menurunya tingkat partisipasi angkatan kerja di daerah sebesar minus 1,30% (y-o-y). Penduduk di Provinsi Maluku Utara pada tahun 2009 diperkirakan mencapai 958,1 ribu jiwa2 yang tersebar di 9 (sembilan) kabupaten/kota. Jumlah tersebut diprediksikan mengalami pertumbuhan sekitar 2,38% dari jumlah penduduk pada tahun 2008. Pertumbuhan penduduk tersebut dapat terdongkrak dengan adanya pengembangan program transmigrasi yang mendatangkan penduduk dari luar wilayah Maluku Utara. 2
sumber: http://www.datastatistik-indonesia.com
80
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Tabel 6.2
Pertumbuhan Penduduk di Maluku Utara 2008
UMUR
Laki-Laki
Perempuan
0-4 50,4 51,6 5-9 51,9 47,3 9-14 60,6 46,9 15-19 50,2 59,1 20-24 44,3 47,2 25-29 37,1 45,5 30-34 33 40,3 35-39 29,8 33,4 40-44 25,5 29,6 45-49 21,4 23,7 50-54 16,4 19,6 55-59 11,7 14,2 60-64 7,9 9,1 65-69 5,8 6,2 70-74 3,8 4,2 75+ 3,7 4,4 Total 453,5 482,3 sumber: http://www.datastatistik-indonesia.com
2009 TOTAL
Laki-Laki
102 99,2 107,5 109,3 91,5 82,6 73,3 63,2 55,1 45,1 36 25,9 17 12 8 8,1 935,8
51,7 50 52,9 57,6 48,7 43 35,7 32,5 29,4 24,2 20,2 15,1 10 6 5 3,9 485,9
Perempuan
50,4 48,8 51,7 56,1 45,2 42,1 38 34 27 23 18 13 9 6 5 4,9 472,2
TOTAL
102,1 98,8 104,6 113,7 93,9 85,1 73,7 66,5 56,4 47,2 38,2 28,1 19 12 10 8,8 958,1
Pada periode Agustus 2008, peningkatan angkatan kerja perempuan lebih tinggi bila dibandingkan dengan peningkatan angkatan kerja laki-laki. Angkatan kerja perempuan mengalami pertumbuhan sebesar 8,68% (y-o-y) sehingga pada Agustus 2008 tercatat sejumlah 160,2 ribu jiwa, sedangkan angkatan kerja laki-laki hanya mengalami pertumbuhan sebesar 5,13% (y-o-y) sehingga pada Agustus 2008 tercatat sejumlah 261,7 ribu jiwa. Kondisi serupa juga terjadi bila kita membandingkan peningkatan jumlah penduduk perempuan dan laki-laki yang bekerja maupun yang menganggur. Bermunculannya restoran dan hotel baru yang lebih banyak merekrut pegawai dari kaum perempuan menjadi salah satu penyebab terjadinya kondisi yang demikian.
81
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Grafik 6.1
Perbandingan Penduduk Bekerja dan Menganggur (ribu jiwa)
laki‐laki bekerja
laki‐laki penganggur
wanita bekerja
wanita penganggur
300 200 100 0 februari
agustus
februari
2007
agustus 2008
Selaras dengan kegiatan ekonomi masyarakat yang terkonsentrasi di Kota Ternate, persebaran angkatan kerja, penduduk yang menganggur maupun penduduk yang bekerja juga terkonsentrasi di kota yang sama. Sebagai pusat aktivitas ekonomi, Kota Ternate memiliki daya tarik yang kuat bagi penduduk usia kerja sehingga penduduk dari wilayah lain banyak yang bermigrasi ke Ternate untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
82
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Table 6.3
Persebaran Angkatan Kerja menurut Kab/Kota
Kab/Kota Halbar Halteng Kep. Sula Halsel Halut Haltim Ternate Tikep Maluku Utara sumber: BPS Provinsi
Angkatan kerja (ribu) 2008 42,964 14,891 54,766 83,47 80,493 26,73 82,434 36,132 421,88
Bekerja (ribu jiwa)
Pengangguran (ribu jiwa)
2007 41,13 12,47 50,45 72,9 77,32 24,33 61,8 31,93 372,33
2007 1,473 0,338 3,028 3,602 3,794 1,235 9,28 1,233 23,983
2008 40,861 14,251 51,221 80,144 76,598 25,22 72,074 34,188 394,557
2008 2,103 0,64 3,545 3,326 3,895 1,51 10,36 1,944 27,32
6.1.2. Lapangan Pekerjaan Utama Sebagian besar penduduk usia kerja menggantungkan pekerjaan pada sektor pertanian. Data dari BPS menunjukkan bahwa pada periode Agustus 2008, sebanyak 59,21% penduduk usia kerja bekerja di sektor pertanian. Beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebabnya adalah kondisi geografis Maluku Utara yang merupakan daerah kepulauan, sumber daya alam yang melimpah, serta tingkat pendidikan penduduk yang realtif rendah.
Tabel 6.4
Penduduk usia kerja berdasarkan lapangan kerja Lapanga pekerjaan Pertanian Pertambangan Industri Listrik, gas, air Bangunan Perdagangan Angkutan & pergudangan Keuangan dan jasa perusahaan Jasa kemasyarakatan TOTAL
2007 februari 228,56 9,45 16,13 0,75 14,62 50,01 22,69 0,30 28,52 371,03
agustus 224,72 4,14 14,56 0,61 14,30 51,42 26,40 33,66 3,13 372,942
2008 februari agustus 234,57 7,84 16,70 0,43 12,78 48,76 23,36 2,23 41,45 388,12
233,63 6,75 15,03 0,76 17,80 44,58 25,43 2,96 47,63 394,55
Sumber: BPS Provinsi
Bila dilihat dari status pekerjaan utama yang dijalani oleh penduduk usia kerja di daerah, jumlah pekerja yang tidak di bayar masih cukup tinggi.
83
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Dari 394,56 ribu jiwa yang bekerja pada periode Agustus 2008, sebanyak 24,39% merupakan pekerja yang tidak dibayar. Perbandingan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk yang menggeluti pekerjaan dengan status usaha sendiri yang hanya mencapai 23,1%. Kondisi tersebut dapat diasosiasikan secara sederhana dengan masih rendahnya daya tawar (bargaining position) pekerja di daerah. Hal ini tentu tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang dimiliki oleh pekerja di daerah. Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan daya tawar tenaga kerja di daerah guna lebih mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah.
Tabel 6.5
Penduduk usia kerja menurut status pekerjaan utama (ribu jiwa) status pekerjaan Usaha sendiri Usaha dibantu buruh tidak tetap Usaha dibantu buruh tetap Buruh/karyawan Pekerja bebas di pertanian Pekerja bebas di non pertanian Pekeja tak dibayar TOTAL
2007 februari 105,33 105,7 7,96 47,74 7,14 13,02 84,14 371,03
agustus 98,31 83,12 11,99 73,45 14,65 8,23 82,59 372,34
2008 februari agustus 89,08 111,39 9,88 57,8 12,65 12,87 94,44 388,11
91,13 95,84 14,76 75,64 13,04 7,91 96,24 394,56
Sumber: BPS Provinsi
6.2
Kesejahteraan
6.2.1. Kesejahteraan Petani Membaiknya kondisi ekonomi diikuti oleh peningkatan mayoritas penduduk Maluku Utara yang bergelut di sektor pertanian. Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP). Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di provinsi Maluku Utara yang dilaksanakan oleh BPS pada Februari 2009, NTP mengalami kenaikan sebesar 0,58% dibandingkan periode Desember 2008. Pada periode Februari 2009, nilai tukar petani di Maluku Utara tercatat sebesar 100,38 yang berarti terjadi surplus atas indeks harga yang diterima petani. Kondisi tersebut selaras dengan peningkatan kinerja sektor pertanian yang terjadi pada triwulan I2009. Selain beberapa sentra pertanian yang telah memasuki panen pada triwulan I-
84
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
2009, meningkatnya harga pada beberapa komoditas pertanian diperkirakan menjadi pemicu kenaikan indeks tersebut.
Table 6.6
Nilai Tukar Petani di Maluku Utara
Sub Sektor
2008 Dec
Jan
2009
98,23 118,49
119,02
Feb
Tanaman Pangan Indeks yang diterima Indeks yang dibayar Nilai Tukar Petani
82,90
103,07
86,60
104,17 118,17 88,15
Holtikultura Indeks yang diterima Indeks yang dibayar Nilai Tukar Petani
114,68 120,34 95,30
114,36 120,34 95,03
115,84 119,16 97,21
Tanaman Perkebunan Rakyat Indeks yang diterima Indeks yang dibayar Nilai Tukar Petani
149,29 115,96 128,74
149,81 116,45 128,65
143,15 115,42 124,03
Peternakan Indeks yang diterima Indeks yang dibayar Nilai Tukar Petani
108,34 110,56 97,99
109,09 110,98 98,30
109,79 109,93 99,87
Perikanan Indeks yang diterima Indeks yang dibayar Nilai Tukar Petani
Maluku Utara Indeks Diterima Petani Indeks Dibayar Petani Nilai Tukar Petani
103,86 119,2
104,92 118,29
103,31 117,47
87,13
88,70
87,95
117,67 117,91 99,80
119,25 118,05 101,02
117,45 117,01 100,38
Sumber: BPS Provinsi
6.2.2. Tingkat Upah Pada tahun 2009, Pemerintah Provinsi Maluku Utara berencana meningkatkan upah minimum provinsi sebesar 10% bila dibandingkan dengan tingkat upah pada tahun 2008. Pada tahun 2009 Pemerintah Daerah mengusulkan tingkat upah minimum provinsi sebesar Rp770 ribu/bulan. Selain
85
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
pertimbangan tingkat inflasi daerah yang cukup persisten terhadap perubahan, tingkat pemenuhan kebutuhan hidup layak menjadi pertimbangan utama peningkatan UMP tersebut.
Tabel 6.7
Perkembangan UMP di beberapa daerah (Sulampua) NO
UMP (Rp)
PROVINSI 2006 575.000
2007 635.000
2008 700.000
2009
1
Maluku
805.000
2
Malut
528.000
660.000
700.000
770.000
3
Gorontalo
527.000
560.000
600.000
675.000
4
Sulut
713.500
750.000
845.000
929.500
5
Sultra
573.400
640.000
700.000
770.000
6
Sulteng
575.000
615.000
670.000
720.000
7
Sulsel
612.000
673.200
740.520
905.000
602.151
671.837
760.346
836.612
Rata-rata Nasional
86
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Bab VII 7.1
Prospek Perekonomian Daerah
Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perkembangan ekonomi di Maluku Utara pada triwulan I-2009 masih
memiliki arah yang sejalan dengan prospek ekonomi yang dibuat dalam kajian perekonomian daerah pada triwulan sebelumnya. Perekonomian daerah mengalami pertumbuhan yang meningkat meskipun masih berada di bawah tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Pada triwulan II-2009 perekonomian daerah Maluku Utara diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 5,75± 1% (y-o-y). Berdasarkan indikator ekonomi yang terjadi pada triwulan I-2009 yang telah dipaparkan pada beberapa bab sebelumnya, serta kondisi keamanan yang tetap terjaga setelah pelaksanaan pemilu legislative, perekonomian Maluku Utara pada diperkirakan masih cukup stabil bahkan kecenderungan mengalami pertumbuhan. Prediksi tersebut sejalan dengan hasil survey SKDU yang telah dilaksanakan oleh Bank Indonesia Ternate pada triwulan I-2009. Ekspektasi masyarakat terhadap kegiatan usaha di triwulan II-2009 mengalami peningkatan. Grafik 7.1
Ekspektasi Kegiatan Usaha 200 180
180 160
160 140 120
140 120 100
100 80
80 60 40
60 40
Ekspektasi Keg. Usaha
20
20 0
Realisasi Keg. Usaha
0 Tw.II-2007
Tw.III2007
Tw.IV2007
Tw.I-2008 Tw.II-2008
Tw.III2008
Tw.IV2008
Tw.I-2009 Tw.II-2009
Sektor pertanian diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan menyusul dilakukannya panen hasil pertanian dan perkebunan. Begitu juga dengan
87
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
sub-sektor perikanan mengingat cuaca diharapkan akan kembali normal dan musim migrasi ikan telah berakhir. Sektor industri pengolahan juga masih yakin akan terus bertumbuh dengan adanya peningkatan ketersediaan bahan baku, turunnya harga bahan baku lokal Maluku Utara serta tingginya permintaan. Masih tingginya permintaan juga diperkirakan akan terus mendorong pertumbuhan sub-sektor perdagangan, pada triwulan mendatang. Sub-sektor hotel dan restoran juga optimis mengingat semakin membaiknya infrastruktur serta pengelolaan pariwisata seperti dibukanya penerbangan baru dan semakin kondusifnya kemanan setelah pemilu. Sektor ekonomi yang masih perlu diwaspadai antara lain sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan. Pelaksanaan pembebasan lahan untuk penempatan generator yang disewa oleh PLN cabang Ternate sampai akhir triwulan laporan masih mengalami kendala. Sementara itu pada akhir triwulan I-2009 Pertamina Ternate melakukan pengurangan pasokan kepada SPBU yang ada di Kota Ternate akibat penjualan BBM kepada masyarakat yang menggunakan jerigen, bukan kendaraan bermotor. Kondisi tersebut bila dibiarkan berjalan lama maka diperkirakan akan mengurangi pertumbuhan ekonomi daerah. Dari sisi pengeluaran, kegiatan konsumsi diperkirakan masih akan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi daerah. Kondisi ini tercermin dari kegiatan impor barang yang dilakukan masyarakat Maluku Utara yang didominasi oleh barang-barang untuk keperluan konsumsi. Selain itu dominasi persetujuan kredit baru untuk kegiatan konsumsi masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan kredit modal kerja maupun kredit investasi. Pelaksanaan proyek-proyek oleh pemerintah daerah yang pada triwulan I-2009 sudah memasuki tahapan pelelangan diperkirakan akan memacu peningkatan konsumsi pemerintah. Kegiatan ekspor diperkirakan masih akan terkoreksi dengan kecenderungan meningkat seiring dengan panen raya hasil pertanian dan perkebunan rakyat di wilayah Maluku Utara.
7.2
Prospek Inflasi Daerah Infalsi yang terjadi pada triwulan I-2009 lebih banyak disebabkan oleh
kenaikan harga barang-barang yang memiliki siklus musiman. Sampai akhir triwulan laporan, kebijakan pemerintah yang menetapkan penyesuaian tarif angkutan seiring penurunan harga BBM masih belum begitu terasa oleh masyarakat. Resistensi pelaku usaha didaerah diperkirakan sebagai salah satu wujud antisipasi apabila dikemudian hari terjadi kembali kenaikan harga.
88
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
Berdasarkan data dan perkembangan terkini, infalsi pada triwulan II-2009 diperkirakan akan berada pada level 1,3 +1% (q-t-q) dan 14,1 +1% (y-o-y). Meskipun kondisi politik di Maluku Utara pasca pelaksanaan pemilu legislatif relatif aman, pertumbuhan ekonomi yang terjadi menjadi pemicu tersendiri bagi peningkatan inflasi di daerah. Kelompok
bahan
makanan
dan
makanan
jadi
diperkirakan
masih
memegang peranan besar terhadap pembentukan tingkat harga pada triwulan mendatang, terutama komoditas ikan segar dan sayur-mayur. Hasil tangkapan ikan nelayan di daerah mengalami penurunan selama triwulan laporan dan diperkirakan masih akan berlanjut pada triwula mendatang. Memasuki masa kelulusan sekolah pada awal triwulan II-2009, membuat pergerakan harga di kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga juga patut diwaspadai. Sementara kelompok barang yang diperkirakan akan mengalami penurunan meskipun dalam rentang yang sempit antara lain transportasi, komunikasi dan jasa serta sandang. Rencana beberapa maskapai penerbangan untuk membuka rute melintasi wilayah Maluku Utara semakin kuat. Hal ini terbukti dengan pemantauan kesiapan bandara dari pihak maskapai serta pemuatan iklan di beberapa media cetak lokal. Demikian pula dengan rencana penambahan BTS dari perusahaan telekomunikasi yang beroperasi di Maluku Utara serta perang tariff secara nasional akan mempermudah masyarakat dalam melakukan komunikasi, baik untuk kepentingan bisnis maupun lainnya.
Tabel 7.1
Indeks Ekspektasi terhadap Harga Umum & Suku Bunga Kredit Variabel
Tw. I - 2009
Ekspektasi Harga Umum Ekspektasi 3 bulan y.a.d.
134.38
Ekspektasi 6 bulan y.a.d.
150.00
Ekspektasi Suku Bunga Ekspektasi 3 bulan y.a.d.
86.21
Ekspektasi 6 bulan y.a.d.
86.21
Trend penurunan suku bunga SBI yang sampai saat ini menjadi salah satu acuan perbankan dalam menerapkan kebijakan suku bunga diperkirakan masih
89
Perkembangan Ekonomi dan Keuangan Daerah Provinsi Maluku Utara
akan berlanjut. Dengan demikian kredit perbankan diharapkan akan semakin terasa lebih murah dengan penurunan bunga pengembalian. Ekspektasi peningkatan tingkat harga serta penurunan tingkat suku bunga tercermin dari hasil SKDU yang dilaksanakan pada triwulan I-2009.
90