Tinjauan Perkembangan Fiskal Regional Triwulan II Provinsi Maluku Utara Segitiga Emas HaTTI sebagai Sumber Pertumbuhan Ekonomi Struktur perekonomian Maluku Utara masih didominasi Sektor Pertanian ditengah kontraksi sektor pertambangan dan melambatnya pengeluaran pemerintah. Inflasi Kota Ternate selalu lebih tinggi dari Inflasi Nasional. Kendala pasokan bahan pangan yang berasal dari luar kota Ternate menjadi salah satu penyebab Inflasi. Kerjasama antar daerah melalui Segitiga Emas HaTTI berpeluang menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru dan mengatasi kendala inflasi. A. Perkembangan dan Analisis Indikator Ekonomi Regional 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB Provinsi Maluku Utara atas dasar harga berlaku pada triwulan II 2016 mencapai Rp 7.183,3 miliar dan atas dasar harga konstan mencapai Rp 5.336,2 miliar. Kontribusi PDRB Maluku Utara terhadap pembentukan PDB sebesar 0,23%. Perekonomian Maluku Utara menunjukkan pertumbuhan sebesar 3,12% (q to q) dan 5,64% (yoy). Secara tahunan, perekonomian Maluku Utara Triwulan II 2016 melambat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,54%. Namun demikian, pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,18% (yoy). 8,000
Perkembangan PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi (yoy)
7,000
7
6,000
6
5,000
5
4,000
4
3,000
3
2,000 1,000 -
8
2 Tw.I
Tw.II
Tw.III
2015 PDRB ADHB Maluku Utara % Pertumbuhan PDRB Maluku Utara
TW IV
Sumber : BPS Provinsi Malut dan BPS Nasional
TW I
TW II
2016 PDRB ADHK Maluku Utara % Pertumbuhan PDB Nasional
1 0
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Triwulan II 2016 dipicu oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,14% (yoy) dan PMTB yang tumbuh sebesar 10,93% (yoy). Akselerasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh membaiknya penghasilan masyarakat. Peningkatan PMTB dipicu oleh pengembangan smelter dan cold storage. Sedangkan konsumsi pemerintah pada Triwulan II 2016 tumbuh melambat sebesar 11,6% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 12,1% (yoy). Melambatnya konsumsi pemerintah dipengaruhi oleh rendahnya kapasitas fiskal pemda Provinsi Maluku Utara sehingga beberapa realisasi belanja menjadi terhambat salah satunya adalah terlambatnya pembayaran gaji ke13 dan 14. Dari sisi penawaran, sektor yang menjadi sumber pertumbuhan yakni sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor jasa keuangan, dan sektor perdagangan. Akselerasi pada sektor pertanian terutama didorong oleh puncak panen tanaman pangan yang jatuh di bulan Mei dan Juni. Selain itu, juga dipicu oleh produksi kelapa yang meningkat seiring harga kopra yang terus menunjukan tren positif. Sementara itu, meningkatnya konsumsi rumah tangga berdampak pada akselerasi sektor perdagangan, dan sektor jasa keuangan. Dengan perkembangan tersebut, struktur perekonomian Maluku Utara masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 25,34%. Sektor administrasi pemerintah sebesar 16,74%. Sementara itu, sektor pertambangan masih mengalami kontraksi, saat ini pangsa sektor pertambangan sebesar 7,97%.
1
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KEMENTERIAN KEUANGAN
Daftar Isi : A. Perkembangan Indikator Ekonomi Regional ……… 1. PDRB……………….. 2. Inflasi………………… 3. Kemiskinan……....…. B. Perkembangan dan Analisis Pendapatan…… 1. Penerimaan Pajak Per Kab/Kota ………. 2. Penerimaan PNBP…. 3. Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Lain-Lain PAD yang Sah…. C. Perkembangan Belanja… 1. Belanja Pemerintah Pusat………………… 2. Belanja Pemerintah Daerah………………. D. Berita/Isu Fiskal Regional Terpilih…………………… Menciptakan Pusat Pertumbuhan Melalui Kerjasama Daerah...........
1 1 2 2 3 3 4
5 6 6 7 8
8
Penanggungjawab : Tri Budhianto Ketua Tim dan Wakil Ketua : Ahmad Parape dan Epi Sumanto Editor : Rusli Zulfian Anggota : Sunyoto, Yonas Mangende, Catur Bowo
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara Jl. Jati Lurus No.254 Ternate Telp. (0921) 3111178 Fax. (0921) 3111179 email:
[email protected] www.kanwildjpbn-malut.net
Tinjauan Perkembangan Fiskal Regional Triwulan II Provinsi Maluku Utara 2. Inflasi Inflasi tahunan Provinsi Maluku Utara yang direpresentasikan oleh kota Ternate pada Triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,87% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,45% (yoy), namun masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,49% (yoy). Turunnya tekanan inflasi tahunan pada triwulan II 2016 terutama dipengaruhi oleh kelompok transport yang mengalami deflasi sebesar 1,86% (yoy) karena efek penurunan harga bensin pada bulan April 2016 serta harga tiket pesawat yang masih murah (sampai dengan awal Juni 2016). Beberapa komoditas yang biasanya menjadi pendorong inflasi pada bulan Ramadhan, yang pada tahun ini jatuh pada bulan Juni, seperti beras, bawang merah, dan cabai merah justru mengalami penurunan tekanan inflasi. Bahkan, ikan cakalang tercatat mengalami deflasi sebesar 10,27% (yoy).
Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) Maluku Utara
9
8,22
8
6,6 7,26
6
0,8 0,6
0,66
0,52
0,4 0,51 0,2
0
0,29
0,28
0,05 0,19
-0,09
0,3
0,24
-0,2 -0,4
-0,45
-0,6 -0,8
-1
-0,95
-1,2
Ternate
Nasional
Sumber : BPS Malut dan BPS Nasional
8,22 6,48
7
Perkembangan Inflasi Bulanan (mtm) Maluku Utara
7,26
7,26
6,55 6,15
6,83
4,89
4
5,65
5,52
4,52
6,24
5
4,14
3
4,42
5,45
4,45
3,35
4,86
3,98
4,49
3,33
3,87 3,45
2
Ternate
Nasional
Secara bulanan, pada triwulan II 2016, kota Ternate selalu mengalami inflasi dengan tren yang terus meningkat. Supply bahan makanan yang banyak dipasok dari luar kota ternate sehingga menimbulkan biaya transportasi menjadi salah satu penyebab inflasi di Kota Ternate.
Sumber : BPS Provinsi Malut dan BPS Nasional
3. Kemiskinan Ukuran kesejahteraan suatu wilayah dapat dilihat dari indikator kemiskinan. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir, prosentase penduduk miskin terus mengalami penurunan dari 10,36% pada Maret 2011 menjadi 6,33% pada 2016. Begitu pula dari sisi jumlah penduduk miskin, secara umum mengalami penurunan, yaitu dari 98 ribu orang pada Maret 2009 menjadi 74,68 ribu orang pada 2016. Penurunan penduduk miskin terutama terjadi di daerah pedesaan. 3
2,5
Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Keparahan Kemiskinan
2
0,5
0,5
0
2
1
1
Mar-13 Sep-13 P1 Kota P1 Malut
Mar-14 P1 Desa
Sumber : BPS Provinsi Malut
Sep-14
P1 Nasional
Mar-15 P2 Kota
P2 Malut
Sep-15
Mar-16 P2 Desa
0
P2 Nasional
Data BPS menunjukkan indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) daerah pedesaan Maluku Utara lebih tinggi dibandingkan dengan daerah perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk miskin di daerah perdesaan lebih sulit untuk diangkat dari garis kemiskinan dibandingkan daerah perkotaan. Sulitnya penduduk miskin daerah pedesaan Maluku Utara untuk keluar dari garis kemiskinan tidak terlepas dari kondisi desa Maluku Utara yang sebagian besar masih tergolong dalam Desa Tertinggal yang memiliki kendala keterbatasan infrastruktur.
2
0% 1% 33%
14%
52%
2,5
1,5
1,5
Klasifikasi Desa di Maluku Utara Mandiri Maju
Berkembang Tertinggal Sangat Tertinggal
Sumber : Kementerian Desa dan PDT
Perbandingan Indeks Desa Membangun
0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
Nasional
Ketahanan Lingkungan
Maluku Utara
Ketahanan Ekonomi
Ketahan Sosial
Nasional
Sumber : Kementerian Desa dan PDT
Desa di Maluku Utara berada pada status tertinggal dan sangat tertinggal. Nilai Indeks Ketahanan Ekonomi yang paling rendah menggambarkan bahwa kegiatan ekonomi belum terlalu berkembang.
Tinjauan Perkembangan Fiskal Regional Triwulan II Provinsi Maluku Utara Tren Penerimaan Perpajakan
Realisasi penerimaan Negara di Maluku Utara sampai dengan Triwulan II 2016 mencapai Rp.549,7 miliar atau naik 15,6% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Realisai sampai dengan Triwulan II 2016 berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp.490,2 miliar dan PNBP sebesar Rp.59,5 miliar
Tren Penerimaan Perpajakan 2012 s.d. TW I 2016 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200
Rp. Miliar
B. Perkembangan dan Analisis Pendapatan
1,000
800 600 400 200 -
2012
PPh
2013
PPN
2014
2015
Pajak Lainnya
sd TW II 2016
Bea Cukai
Sumber : KPP Pratama Ternate & Tobelo
1. Penerimaan Perpajakan per Kab/Kota Realisasi penerimaan perpajakan di Maluku Utara sampai dengan Triwulan II tahun 2016, terdiri dari Pajak Dalam Negeri sebesar Rp. 482,57 miliar serta Pajak Perdagangan Internasional (bea cukai) dengan total mencapai Rp.7,63 miliar. a. Pajak Penghasilan 30,000
Ternate
Rp. Juta
25,000 20,000 15,000
Halut
10,000 5,000
Provinsi Halbar Halsel
Halteng Haltim Halut Sula
Ternate
Morotai
-
Jan
Feb
Mar
Sumber : KPP Pratama Ternate & Tobelo
Apr
Mei
Jun
Tidore
Penerimaan Pajak Penghasilan mencapai Rp.256,11 miliar, atau meningkat 2,32% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Penerimaan Pajak Penghasilan sebelumnya terbesar berada di Kabupaten Halmahera Utara namun pada tahun 2016 ini berada di Kota Ternate. Penurunan kinerja sektor pertambangan berakibat pada penurunan penerimaan Pajak Penghasilan Kabupaten Halmahera Utara .
Berdasarkan jenis pajaknya, . selama tiga semester berturutturut, penerimaan perpajakan didominasi oleh penerimaan pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak penjualan atas barang mewah. Kondisi Triwulan II 2016 tidak berbeda dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni penerimaan pajak penghasilan menjadi sumber penerimaan pajak terbesar. Hal ini merupakan pola musiman dimana penerimaan pajak bulan Januari sampai dengan Juni cenderung lebih kecil dibandingkan Triwulan III dan IV karena penerimaan Pajak Maluku Utara lebih didominasi oleh PPh, PPN dan PPnBM yang bersumber dari proyek pemerintah(dana APBN/APBD). Penerimaan Pajak Menurut Sektor
b. Pajak Pertambahan Nilai 30,000
Ternate
Rp. Juta
25,000
Tidore
Halteng
20,000
Halbar Halsel
15,000
Sula
10,000
Halut
Haltim
5,000 -
Morotai Jan
Feb
Mar
Sumber : KPP Pratama Ternate & Tobelo
Apr
Mei
Jun
Realisasi penerimaan PPN sampai dengan triwulan mencapai Rp. 214,32 miliar atau berkontribusi sebesar Penerimaan PPN terbesar berada pada kota Ternate yang menegaskan bahwa kota ternate sebagai pusat perdagangan dan jasa di Maluku Utara.
3
Provinsi
II 2016 43,72%. semakin aktifitas Sumber : KPP Pratama Ternate & Tobelo
Tinjauan Perkembangan Fiskal Regional Triwulan II Provinsi Maluku Utara c. Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah 180
Ternate
Rp. Juta
160
Tidore
140
Halteng
120
Halbar
100
Halsel
80
Sula
60
Halut
40 20 -
Haltim Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Sumber : KPP Pratama Ternate & Tobelo
Morotai
Provinsi
Jun
Dengan realisasi sebesar Rp.215,8juta, penerimaan PPnBM memberikan kontribusi sebesar 0,04% terhadap total penerimaan perpajakan di Maluku Utara. d.Pajak Perdagangan Internasional dan Cukai
Rp. Juta
2,500
Bea Masuk
2,000
Bea Keluar
1,500 1,000
Pabean Lainnya
500 -
Cukai Jan
Feb
Sumber : KPBC Ternate
Mar
Apr
Mei
Jun
Kontribusi pajak perdagangan internasional mencapai 7,63 miliar atau sebesar 1,56%. Hingga Triwulan II 2016 tidak terdapat penerimaan Bea Keluar. Aktivitas ekspor hanya terjadi pada Maret 2016 berupa ekspor Kopra sebesar US$ 442,21 ribu ke Filipina dan ekspor besi alloy sebesar US$ 6,45 Juta ke Tiongkok. Kopra merupakan komoditas yang bebas bea keluar sedangkan ekspor besi alloy tidak tercatat sebagai penerimaan KPPBC Ternate. Aktivitas beberapa perusahaan tambang yang masih dalam tahap pembangunan smelter berkontribusi terhadap penerimaan Bea Masuk atas impor peralatan pabrik smelter.
Berdasarkan sektor ekonomi, sektor penyumbang pajak terbesar di Maluku Utara, yaitu sektor: Konstruksi, Administrasi Pemerintahan, Pertambangan, dan Perdagangan Besar dan Eceran. Sektor Pertambangan menjadi penyumbang pajak dominan di wilayah KPP Tobelo sedangkan di wilayah KPP Ternate, sektor konstruksi menjadi penyumbang pajak terbesar. Sektor Pertambangan mengalami penurunan signifikan sejak diberlakukannya UU Minerba Tahun 2014. Dampaknya langsung dengan kegiatan ekonomi di wilayah Halmahera Timur. Banyak perusahaan tambang dan penunjang sektor pertambangan tutup karena larangan ekspor minerba. Setoran Pajak untuk Sektor Konstruksi di tahun 2016 mengalami penurunan karena usaha konstruksi sangat bergantung pada proyek pemerintah, dimana pada Triwulan II Tahun 2016 realisasi belanja modal APBN/APBD mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Tren Penerimaan PNBP
Penerimaan PNBP per Bulan (dalam miliar)
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Realisasi penerimaan PNBP hingga Triwulan II 2016 mencapai Rp.59,5 miliar atau sebesar 54,8% dari target PNBP. Realisasinya lebih tinggi dibandingkan capaian periode yang sama tahun lalu sebesar 53,1% dari target atau terealisasi sebesar 47,12 miliar. Penerimaan PNBP Fungsional Pendidikan dan Jasa Sumber : Diolah dari OM SPAN
18
16 M
16
15 M
14 12
11 M
10 7M
8
6M
6
5M
4 2 Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Bulan
Sumber : Diolah dari Aplikasi OM SPAN
Puncak penerimaan PNBP terjadi pada bulan Februari dengan penerimaan terutama berasal dari Pendapatan Uang Pendidikan (Rp8,93 miliar), Pendapatan Uang Pengganti Tindak Pidana Korupsi yang Ditetapkan di Pengadilan (Rp2,96 miliar), dan Pendapatan Jasa Bandar Udara, Kepelabuhan, dan Kenavigasian (Rp1,28 miliar). Penerimaan PNBP Pendidikan tertinggi terjadi pada bulan Februari 2016 seiring dengan masa penerimaan SPP kuliah.
4
Keterangan: 4215=Pendapatan Perikanan, 4231=Pendapatan dari Pengelolaan BMN (Pemanfaatan dan Pemindahtanganan) serta Pendapatan dari Penjualan, 4232=Pendapatan Jasa, 4233=Pendapatan Bunga, 4234=Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan dan Hasil Tindak Pidana Korupsi, 4235=Pendapatan Pendidikan, 4236=Pendapatan Gratifikasi dan Uang Sitaan Hasil Korupsi, 4237=Pendapatan Iuran dan Denda, 4239=Pendapatan Lain-lain
Tren penerimaan PNBP didominasi oleh pendapatan pendidikan, pendapatan jasa, dan pendapatan lain-lain dengan kecenderungan meningkat. Pada Semester I 2016, pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi meningkat lebih dari lima puluh kali lipat dari pendapatan pada dua periode sebelumnya.
Tinjauan Perkembangan Fiskal Regional Triwulan II Provinsi Maluku Utara
Prov. Malut
Juni
Halteng
Ternate
Mei
Halbar
April
Haltim Halsel
Maret
Halut
Februari Januari
Rp. Juta 0
Kep.Sula 20,000
40,000
60,000
80,000
Sumber : LRA APBD Kab/Kota/Prov.Maluku Utara
100,000 120,000
Tidore
Morotai Taliabu
Penerimaan dari pajak daerah menjadi penyumbang terbesar bagi penerimaan PAD dengan proporsi mencapai 44,74%. Terdapat kenaikan 6% dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut ditopang oleh semakin berkembangnya sektor jasa di Maluku Utara. Hal tersebut nampak dari penerimaan pajak hotel dan restoran yang memberikan kontribusi terbesar setelah pajak penerangan jalan dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 27,78% dan 14,37%. Penerimaan jenis pajak kabupaten/kota tertinggi terdapat di Kota Ternate yang mencapai Rp.18,69 miliar. Hal tersebut tidak mengherankan mengingat Kota Ternate merupakan sentra perekonomian di Maluku Utara. Sementara untuk pajak yang menjadi kewenangan provinsi, kontribusi terbesar berasal dari pajak bahan bakar kendaraan bermotor yang mencapai Rp. 29,28 miliar. b. Penerimaan Retribusi Daerah Prov. Malut
Juni
Halteng
Ternate
Mei
Halbar
April
Haltim Halsel
Maret
Halut
Februari
Januari
Rp. Juta -
Kep.Sula 20,000
40,000
60,000
Sumber : LRA APBD Kab/Kota/Prov.Maluku Utara
80,000
Tidore
Morotai Taliabu
Realisasi retribusi daerah hingga akhir triwulan II meningkat 18,46% dari tahun lalu di periode yang sama. Dari sebagian besar pemda, sumbangsih terbesar berasal dari retribusi jasa umum yang dikenakan atas jasa layanan kesehatan dengan total mencapai Rp.49,66 miliar. Melihat laju positif pertumbuhan sektor jasa kesehatan di Maluku Utara yang pada akhir Juni mencapai 5,34%, maka retribusi jenis ini dipastikan akan terus berkontribusi dominan. Pendapatan terbesar lainnya berasal dari retribusi IMB dan retribusi layanan pasar-kios. Penerimaan tersebut didukung oleh semakin berkembangnya aktifitas pembangunan di Maluku Utara serta meningkatnya program sejumlah pemda dalam merenovasi dan menambah los-los pasar modern.
5
Tren Realisasi PAD 235000
Rp. Juta
3. Penerimaan Jenis PAD Realisasi PAD di Maluku Utara pada Triwulan II 2016 tercatat mencapai 45,38% atau sebesar Rp.231,05 miliar. Berdasarkan komponen pembentuknya, pajak daerah berkontribusi sebesar Rp.103,37 miliar, retribusi daerah Rp.71,54 miliar, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Rp.1,40 miliar serta penerimaan dari lain-lain PAD yang sah sebesar Rp.54,74 miliar. a. Penerimaan Pajak Daerah
230000 225000 220000 215000 210000 205000 200000 195000 190000
Tw II 2014
Tw II 2015
Tw II 2016
Sumber : LRA Kab/Kota/Prov.Malut
Penerimaan PAD sampai dengan triwulan II 2016 menunjukkan trend peningkatan yang membaik dibanding dua periode sebelumnya. Terdapat kenaikan 12,91%, lebih baik dari realisasi tahun 2015 yang sempat menurun 0,45% sebagai imbas pemberlakuan UU minerba. Dalam stuktur APBD 2016, estimasi dan target pendapatan yang disusun pada sejumlah pemda, dibuat lebih realistis menilik pencapaian PAD tahun sebelumnya.
Dalam upaya mendongkrak PAD, pemda perlu proaktif secara konsisten dalam mendorong optimalisasi sektor-sektor yang memiliki keunggulan comparative termasuk home industri yang berciri khas lokal. Selain itu pemda harus melakukan penertiban dengan tegas sejumlah perusahaan yang tidak disiplin dalam melaksanakan kewajibannya dalam menyetor pajak ataupun retribusi. Saat ini, pemprov membentuk tim penagihan pajak dan retribusi yang dipimpin langsung Sekprov Maubdin Hi Radjab untuk memaksimalkan PAD. Salah satu sumber pendapatan yang akan dimaksimalkan adalah menagih tunggakan perusahaan berupa royalty yang belum dibayarkan sejak 2010. “Tim ini akan bekerja memaksimalkan pendapatan. Oleh karena dalam waktu dekat, kita akan kumpulkan 140 perusahaan rapat bersama. Dalam kesempatan itu, disampaikan kewenangan Gubernur apakah perusahaan tersebut tetap beroperasi atau tidak,”ungkap Sekprov. Tim ini juga memaksimalkan potensi pendapatan yang lain. Salah satunya adalah disektor kehutanan yang selama ini belum tergarap akibat terkendala dengan regulasi. (Harian Malut PosTanggal 20 Juni 2016)
Tinjauan Perkembangan Fiskal Regional Triwulan II Provinsi Maluku Utara c. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Prov. Malut
Juni
Halteng
Ternate
Mei
Halbar
April
Haltim Halsel
Maret
Halut
Februari Januari
Rp. Juta -
Kep.Sula 10,000
20,000
30,000
40,000
Sumber : LRA APBD Kab/Kota/Prov.Maluku Utara
50,000
60,000
Tidore
Morotai Taliabu
Penerimaan Lain-Lain PAD yang Sah berkontribusi 23,69% terhadap total PAD, meningkat 17,13% dari pencapaian tahun sebelumnya. Sumbangsih terbesar berasal dari sumbangan pihak ketiga dibidang pertambangan dan kehutanan dengan proporsi total yang mencapai 52,79%. Pendapatan terbesar lainnya bersumber dari penerimaan jasa giro dan bunga deposito dengan total sebesar Rp.12,6 miliar. Besarnya penerimaan jenis ini merupakan warning bagi pemda untuk menggenjot penyerapan anggarannya karena mengindikasikan masih tingginya dana pemda yang terparkir di perbankan. d. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Juni
Prov. Malut
Mei
April
Ternate
Maret
Februari Januari
Rp. Juta -
Morotai 200
400
600
800
Sumber : LRA APBD Kab/Kota/Prov.Maluku Utara
1,000
1,200
Realisasi dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan menjadi komponen PAD dengan kontribusi paling minim, hanya mencapai Rp.1,4 miliar. Jumlah tersebut merupakan bagian laba pemda berupa deviden atas penyertaan modal yang ditempatkan pada Bank Maluku-Malut dan BPRS. Penerimaanya hanya tercatat pada bulan Mei dan Juni dengan realisasi terbesar dari Bank Maluku-Malut mencapai Rp.1,04 miliar.
Dalam upaya menambah pundipundi penerimaan daerah, pemda diharapkan lebih cermat dalam mengeluarkan regulasi agar tidak memberatkan masyarakat utamanya bagi para pelaku-pelaku usaha. Termasuk juga bagi perusahaanperusahaan dari luar yang melakukan investasi di Maluku Utara. Retribusi Karcis Dihapus Peraturan daerah (perda) tentang penarikan retribusi kepada warga yang masuk areal pasar, bakal dihapus. Ini karena retribusi tersebut dinilai menyusahkan pedagang di pasaran. “Penghapusan regulasi ini juga disetujui Menteri Dalam Negeri (Mendagri),” kata Ketua Badan Legislasi (Banleg) DPRD Kota Tidore Kepulauan, Murad Polisiri, beberapa waktu lalu. (Harian Malut Pos Tanggal 9 Juni 2016)
Adanya keputusan Mendagri yang membatalkan 3143 peraturan daerah (perda) di seluruh Indonesia tentu akan berimbas luas pada perolehan pendapatan daerah di Maluku Utara. Seperti yang terjadi di Kota Ternate, akibat lima perda yang dianulir oleh Mendagri berakibat target PAD berkurang hingga Rp.11,37 miliar. Untuk itu, pemda diharapkan dapat terus melakukan konsolidasi dengan instansiinstansi terkait dalam melakukan pemetaan ulang sumber-sumber potensial PAD yang dapat dioptimalkan. Disamping tetap mendukung iklim investasi terjaga dengan baik sembari proaktif mengundang investor-investor luar dalam mengelola sumbersumber potensi unggulan. Tren Penyerapan Menurut Jenis Belanja
C. Perkembangan dan Analisis Belanja 1. Belanja Pemerintah Pusat Sampai dengan akhir triwulan II 2016, Provinsi Maluku Utara mendapat alokasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 5.425 miliar turun 12,03% dibandingkan tahun 2015. Sampai dengan 30 Juni 2016 telah terealisasi sebesar 32,35% atau 1.754,96 miliar. Persentase realisasi ini masih di bawah target yang telah ditetapkan sebesar 40% dan lebih rendah dari rata-rata realisasi nasional yang sebesar 33,18%. . Realisasi APBN 2016 Per Jenis Belanja s.d. Triwulan II 2016 (dalam miliar rupiah) Uraian A. BELANJA NEGARA I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Belanja Modal 4. Pembayaran Kewajiban Utang
6
Anggaran 15.204,92 5.425,66 1.037,35 1.855,54 2.519,22 -
Realisasi 6.735,30 1.754,96 556,33 568,21 629,64 -
% 44,30 32,35 53,63 30,62 24,99 -
Sumber : Diolah dari Monev PA
.
Tinjauan Perkembangan Fiskal Regional Triwulan II Provinsi Maluku Utara 5. Subsidi 6. Belanja Hibah 7. Bantuan sosial 8. Belanja Lainnya II. TRANSFER KE DAERAH & DANA DESA 1. Dana Perimbangan a. Dana Bagi Hasil b. Dana Alokasi Umum c. Dana Alokasi Khusus 2. Dana Otsus dan Penyesuaian a. Dana Otonomi Khusus b. Dana Penyesuaian 3. Dana Desa Sumber: Diolah dari Monev PA
13,55 9.779,26
0,77 4.980,34
5,68 50,93
9.073,83 511,19 6.100,47 2.462,17 51,97 51,97 635,46
4.614,70 266,01 3.546,01 802,68 30,99 30,99 334,65
50,86 52,04 58,13 32,60 59,63 59,63 51,21
Alokasi dana APBN 2016 di wilayah Maluku Utara didominasi oleh Fungsi Ekonomi dengan porsi 53,83%. Prioritas APBN di wilayah Maluku Utara terletak pada bidang Ekonomi. Jika ditelaah lebih dalam, sebesar 2.000,27 miliar atau 68,49% dialokasikan pada Subfungsi Transportasi. Fokus APBN 2016 di wilayah Maluku Utara diarahkan untuk penguatan konektivitas antar pulau untuk mewujudkan pemerataan antar wilayah. Fungsi Ekonomi terealisasi 13,87% lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tingkat realisasi nasional. Fungsi Ekonomi ditunjang oleh belanja modal yang porsinya paling tinggi, yakni mencapai 69,8%.
Total realisasi sampai dengan Triwulan II 2016 mencapai Rp.1,75 triliun atau 32,35% dari keseluruhan pagu. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang sebesar 24,36%. Peningkatan tersebut seiring dengan meningkatnya realisasi pada seluruh jenis belanja, kecuali belanja bantuan sosial. Tingkat realisasi belanja bantuan sosial turun tajam dibandingkan tahun lalu, tetapi proporsi pagu belanja bantuan sosial pada tahun 2016 tidak signifikan, yakni hanya 0,2%. Penurunan realisasi Bantuan Sosial disebabkan oleh kendala administrasi penerbitan SK Pejabat Perbendaharaan dan penyaluran Bantuan Sosial . direncanakan setelah memasuki tahun ajaran baru. Tren Alokasi & Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (Dalam Miliar) 66 65 64 63 62 sd TW2 2014sd sd TW2 2015 2015sd TW2 2016
Sumber : Diolah dari Monev PA
Alokasi anggaran untuk pelaksanaan pelimpahan tugas dan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (DK, TP) relatif kecil yaitu sebesar 14,43%. Dari sisi realisasi, semua jenis kewenangan lebih tinggi daripada realisasi tahun sebelumnya. Realisasi TP dan DK menunjukkan realisasi yang relatif rendah selama triwulan I, akan tetapi, pada triwulan II mencatatkan tingkat realisasi yang lebih tinggi daripada jenis kewenangan KP.
Sementara itu, alokasi anggaran untuk pelaksanaan desentralisasi melalui belanja dana transfer mengalami kenaikan sebesar 17,35% dibanding tahun sebelumnya dari 8.330,71 miliar menjadi 9.779,26 miliar yang dipicu oleh kenaikan dana desa sebesar 125%. Kondisi ini menunjukan komitmen pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran dan sesuai dengan implementasi kebijakan desentralisasi fiskal.
7
61
% Real.
Keterangan: 61= Dana Bagi Hasil, 62= Dana Alokasi Umum, 63= Dana Alokasi Khusus Fisik, 64= Dana Otonomi Khusus dan Dana Insentif Daerah, 65= Dana Alokasi Khusus Non Fisik, 66= Dana Desa.
Alokasi Dana Alokasi Umum (DAU) selalu mendominasi dana transfer, namun proporsinya cenderung menurun. Penurunan DAU sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk mengurangi transfer yang bersifat block grant, tetapi lebih meningkatkan transfer yang bersifat earmarking, seperti DAK Fisik dan Non Fisik. Peningkatan DAK juga dipicu oleh kebijakan pengalihan Dana DK/TP ke DAK. Penyaluran Dana Desa tahun 2016 disalurkan melalui dua tahap. Penyaluran Tahap pertama sebesar 60% dan tahap kedua sebesar 40%. Sampai dengan Juni 2016 sudah disalurkan 51,21%. Dana desa Pulau Taliabu belum disalurkan karena belum menyampaikan Laporan tahun 2015.
Tinjauan Perkembangan Fiskal Regional Triwulan II Provinsi Maluku Utara
(dalam jutaan rupiah)
Uraian A. Pendapatan
Pagu 10.745.816
Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah B. Belanja
%
4.876.791
45,38
679.816
231.053
33,99
8.668.714
4.036.093
46,56
1.397.286
609.645
43,63
PAD Dana Perimbangan
Realisasi
11.106.226
3.967.106
35,72
Belanja Tidak Langsung
4.693.040
2.072.265
44,16
Belanja Langsung
6.413.186
1.894.841
29,55 (13,05)
C. Pembiayaan
369.974
(48.293)
Penerimaan Pembiayaan
526.196
-
11,90
Pengeluaran Pembiayaan
156.221
48.293
30,91
Sumber : LRA APBD Prov/Kab/Kota Maluku Utara
Rp. Juta
Capaian realisasi belanja daerah di Maluku Utara tergolong masih minim, baru mencapai 35,72%. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat realisasi belanja modal yang tergolong sangat rendah. Hingga akhir triwulan II 2016, realisasi belanja modal tercatat hanya mencapai 22,47%. Masih banyak ditemukan proses lelang pengadaan barang dan jasa yang pelaksanaannya tergolong lambat dilakukan bahkan hingga periode laporan belum segera dieksekusi. Adanya pemotongan DAK Fisik minimal 10% berdasarkan SE10/MK.07/2016 ikut andil menyebabkan sejumlah paket pekerjaan tertunda karena mengalami penyesuaian volume kegiatan. Mengantisipasi hal tersebut, pimpinan daerah perlu melakukan konsolidasi dan koordinasi ulang antara para SKPD dengan ULP agar tidak sering terjadi keterlambatan proses lelang. Kenaikan belanja terbesar terjadi pada pos belanja bantuan keuangan yang meningkat signifikan hingga 485% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut tidak lepas dari wujud komitmen pemerintah pusat dalam membangun dari pinggiran dengan memperkuat akselerasi pembangunan di desa-desa melalui transfer Dana Desa ke 9 (sembilan) kabupaten/kota di Maluku Utara. Realisasi terbesar berikutnya berasal dari belanja pegawai yang meningkat sebesar 22,25%. Kenaikan tersebut dipicu adanya pembayaran gaji ke-13 dan gaji ke-14 kecuali pada pemda Provinsi Maluku Utara yang mengalami keterlambatan. 2,500,000
Realisasi Belanja Daerah Triwulan II 2016
2,000,000
2,500,000 2,000,000
1,500,000
1,500,000
1,000,000
1,000,000
500,000
500,000
-
Pagu
Sumber : LRA APBD Kab/Kota/ Prov.Malut
Realisasi
Melihat perkembangan belanja dari setiap pemda, tingkat penyerapan tertinggi terdapat di Kabupaten Halmahera Selatan yang mencapai 41,98%. Realisasi belanja modalnya adalah yang tertinggi termasuk belanja transfer ke pemerintah desa dengan jumlah desa terbanyak di Maluku Utara yang mencapai 249 desa. Sementara Kabupaten Pulau Taliabu tercatat memiliki penyerapan
8
Tren Realisasi Belanja Pegawai, Belanja Barang & Belanja Modal 1,800,000 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0
Belanja Pegawai
Rp. Juta
2. Belanja Pemerintah Daerah Struktur APBD agregat dari seluruh pemerintah daerah di Maluku Utara hingga 30 Juni 2016, terangkum secara ringkas pada tabel berikut : Pagu dan Realisasi APBD s.d Bulan Juni 2016
Belanja Barang Belanja Modal
Tw II 2014
Tw II 2015
Tw II 2016
Sumber : LRA Kab/Kota/Prov.Malut
Realisasi belanja daerah di Maluku Utara masih didominasi oleh belanja rutin pegawai yang konsumtif. Jumlahnya terus meningkat dalam tiga tahun terakhir dengan rata-rata 12,66%. Penyerapan belanja barang juga meningkat dengan kenaikan rata-rata 15,22% tetapi tidak begitu produktif karena realisasi terbesarnya banyak terserap untuk perjalanan dinas. Proporsi realisasinya bahkan mencapai 36,93% dari total belanja barang .Adanya program penghematan belanja APBN yang berimbas pada pengurangan DAK fisik, perlu disikapi dengan langkah-langkah strategis. Belanja pegawai perlu ditekan diantaranya melakukan rasionalisasi tenaga honorer K2 dan honorer tanpa status yang jumlahnya cukup banyak di Maluku Utara mencapai 11.262 orang. Anggaran perjalanan dinas dan kegiatan rapat-rapat yang tidak penting juga perlu dipangkas. Hal ini tentu untuk memberikan ruang fiskal yang memadai bagi percepatan infrastruktur terutama yang berbasis
kepulauan. Koordinasi pemda dengan pemerintah pusat secara intens juga menjadi faktor penting yang wajib dilakukan Usul Inpres Percepatan Pembangunan Infrastruktur
Pemerintah Provinsi Malut bermaksud mengajukan usulan program percepatan pembangunan infrastruktur wilayah dengan pertimbangan bahwa Provinsi Malut sebagai bagian dari Provinsi Kepulauan masih menghadapi permasalahan keterbatasan infrastruktur, dengan harapan dapat menjadi pertimbangan Presiden dan Wapres dalam bentuk pengaturan regulasi atau dukungan kebijakan khusus, yaitu Instruksi Presiden tentang percepatan pembangunan infrastruktur wilayah di Provinsi Maluku Utara. Harian Malut Pos Tanggal 9 Mei 2016
Sementara untuk dana pemda yang tersimpan di perbankan dalam bentuk giro meningkat 7,58%. Sebaliknya simpanan lainnya dalam bentuk tabungan turun 48,16% dan
Tinjauan Perkembangan Fiskal Regional Triwulan II Provinsi Maluku Utara paling minim, hanya 9,27%. Kinerja belanja infrastruktur di Pulau Taliabu adalah yang terendah bahkan hanya mencapai 0,79%. Hal tersebut merupakan imbas telatnya proses tender yang baru dimulai bulan April 2016. Akibatnya dari sekitar 500-an paket pengadaan barang dan jasa, yang telah diselesaikan tidak mencapai 30%. Tingkat kesulitan jaringan internet di Pulau Taliabu termasuk cukup tinggi sehingga panitia pengadaan kerapkali harus mendaftarkan paket pengadaan pada LPSE yang berada di Ternate dan Luwuk bahkan hingga ke Makassar dan Manado. Adanya pemotongan DAK Fisik menjadi signal pemda untuk merasionalisasi struktur anggarannya dengan tepat. Penyesuaian pagu beberapa belanja sepatutnya mulai mengedepankan basis program dibanding berbasis fungsi. Selain itu pemerintah daerah tetap perlu proaktif dalam melakukan efisiensi anggaran sembari mengoptimalkan pendapatan dari potensi yang belum tergarap. Kasus hutang bawaan TA 2015 pemprov Malut ke pihak ketiga sebesar Rp.400 miliar, menjadi pembelajaran penting bagi pemda. Semestinya hal tersebut tidak terjadi jika tata kelola keuangannya terjaga baik dari sisi perencanaan maupun pengelolaannya. Jangan sampai solvabilitas dan likuiditas anggaran menjadi terganggu karena akan berimplikasi luas ke terganggunya layanan publik. D. Berita/Isu Fiskal Regional Terpilih Menciptakan Pusat Pertumbuhan Melalui Kerjasama Daerah Wacana pembentukan kerjasama daerah antara Kab. Halmahera Barat (Halbar), Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan (Tikep) yang lebih dikenal sebagai Segitiga Emas HaTTI semakin menjadi isu hangat di Maluku Utara. Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara mencoba untuk melakukan suatu kajian pemetaan kondisi perekonomian dan kemampuan fiskal daerah serta mengidentifikasi sektor unggulan masing-masing daerah segitiga emas HaTTI sehingga dapat dirumuskan sektor yang menjadi fokus kerja sama segitiga emas HaTTI. Klasifikasi Kabupaten/Kota Menurut Tipologi Klassen
Sumber: Diolah dari Tabel PDRB Kabupaten/Kota 2011-2015
Analisis Tipologi Klassen dapat digunakan untuk mengetahui gambaran pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah. Kota Ternate tergolong daerah cepat maju dan cepat tumbuh karena menjadi motor penggerak perekonomian Maluku Utara dengan berkontribusi pada pembentukan PDRB sekitar 26,57%. Halteng dan Haltim tergolong kedalam Daerah Maju Tapi Tertekan. Perekonomian Halteng dan Haltim masih mendapat tekanan dari sektor pertambangan. Halut berpeluang menjadi daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh jika terdapat perbaikan kinerja sektor pertambangan yang juga berkontribusi besar terhadap PDRB Halmahera Utara. Disisi lain, Kabupaten Kep.Sula dan Pulau Morotai apabila tidak dapat menjaga pertumbuhan, berisiko menjadi daerah tertinggal seperti Kabupaten Pulau Taliabu dan Halbar.
9
simpanan dalam bentuk deposito juga turun 66,83.
Sumber : KER BI Triwulan II 2016
Sanksi penalty yang diterapkan oleh pemerintah pusat dalam bentuk SBN atas dana pemda yang mengendap di perbankan, mulai ditindaklanjuti secara serius oleh pemda. Hal tersebut nampak dari simpanan deposito yang turun cukup tajam. Untuk itu, pemda tetap perlu mewaspadai pola penyimpanan dananya diperbankan, disamping melakukan menajamen kas secara terarah dan terukur.
Segitiga Emas HaTTI dalam Berbagai Perspektif Dr. Mukhtar Adam (Ekonom Kemenkeu). Setiap daerah memiliki keunggulan namun keunggulan tersebut tidak menjadi satu kesatuan. Sebaliknya Maluku Utara menghadapi persoalan dalam memenuhi bahan pangan sehingga berimplikasi pada inflasi. Kerjasama dapat dilakukan dalam banyak hal dan multi sektor. Namun karena sumber daya terbatas, perlu prioritas yaitu soal bahan pokok. Dwi Tugas Waluyanto (Kepala Perwakilan BI Maluku Utara). Fokus kerjasama pada sektor pertanian, perikanan dan pariwisata sangat tepat. Untuk pertanian tidak saja pada peningkatan produksi dan distribusi namun termasuk pada manufaktur. Pariwisata juga memiliki peranan penting. Banyak daerah yang tidak memiliki produk unggulan namun bisa tumbuh dari sektor pariwisata. Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam kerjasama ini. Pertama, Peningkatan kualitas dan kuantitas petani. Kedua, Distribusi dari pusat produksi ke pusat konsumsi. Ketiga, Infrastruktur pasar.
Tinjauan Perkembangan Fiskal Regional Triwulan II Provinsi Maluku Utara Ruang fiskal terendah terdapat di Kab. Halbar yang disebabkan porsi belanja pegawai tidak langsungnya adalah yang tertinggi dari total belanjanya. Pemerintah daerah perlu mengoptimalkan pencapaian pendapatan daerahnya, meningkatkan kualitas belanjanya, serta melakukan efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran tanpa mengganggu solvabilitas fiskalnya dalam membiayai belanja wajib. Sedangkan untuk mengindentifikasi sektor unggulan dari suatu wilayah yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi daerah dapat menggunakan alat analisis Location Quotients (LQ). Kombinasi dari nilai LQ dan Perubahan LQ (∆LQ), akan menghasilkan 4 kuadran yang berbeda. Diagram Pemetaan Sektor Unggulan Menurut Kategori LQ Kuadran II
Kuadran I
Halbar Pertambangan dan Penggalian; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
∆LQ Positif
Tidore Pertambangan dan Penggalian; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Tidore Industri Pengolahan; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estat; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa lainnya.
dan Perikanan; Air, Pengelolaan
LQ <1
dan
Perikanan;
Pengadaan
Kuadran III
Halbar Pengadaan Listrik dan Gas; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estat; Jasa Perusahaan; Jasa Pendidikan; Jasa lainnya
Ternate Pertanian, Kehutanan, Pengolahan; Pengadaan Limbah dan Daur Ulang.
Tidore Pertanian, Kehutanan, Listrik dan Gas Ternate -
Ternate Pertambangan dan Penggalian Kuadran IV
∆LQ Negatif
Halbar Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Industri Sampah,
Halbar Industri Pengolahan; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. Tidore Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang; Jasa Perusahaan; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan. Ternate: Pengadaan Listrik dan Gas; Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estat; Jasa Perusahaan; Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa Pendidikan; Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial; Jasa lainnya.
LQ >1
Sektor unggulan adalah sektor yang memiliki LQ lebih dari 1 dan perubahan LQ positif. Sektor pertanian kehutanan, dan perikanan menjadi sektor unggulan Kab. Halbar dan Kota Tikep namun menjadi sektor yang tidak potensial pada Kota Ternate. Kerjasama segitiga emas HTTI dapat dilakukan untuk pengembangan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan pada Kab. Halbar dan Kota Tikep yang dapat menyuplai kebutuhan pangan Kota Ternate sehingga dapat menjadi solusi mengatasi inflasi. Di sisi lain, sektor dengan nilai LQ kecil (LQ<1) namun secara konsisten meningkat (∆LQ Positif) dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Sektor penyediaan akomodasi dan makanan minuman menjadi sektor potensial untuk dikembangkan di kota Tikep dan Kab. Halbar. Pengembangan sektor pariwisata di kota Tikep dan Kab. Halbar menjadi pendukung sektor pariwisata di Kota Ternate. Kab. Halbar perlu melakukan perbaikan kebijakan alokasi anggaran dengan mengurangi porsi belanja pegawai tidak langsung sehingga dapat memperbesar ruang fiskal yang dimiliki. Peningkatan ruang fiskal tersebut nantinya digunakan untuk peningkatan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dan sektor pariwisata. Ruang fiskal yang tinggi pada Kota Tikep dapat menjadi modal untuk peningkatan kinerja sektor unggulan. Kota Ternate perlu memperbaiki kinerja sektor unggulan yang memiliki kecenderungan penurunan kinerja seperti sektor: konstruksi; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; dan lainnya. Melambatnya penyerapan anggaran pemerintah berdampak pada penurunan kinerja sektor konstruksi dan sektor administrasi pemerintahan. Untuk itu kiranya setiap daerah pada umumnya dan Kota Ternate khususnya perlu meningkatkan daya serap anggarannya terutama yang mendukung sektor unggulan. Kerjasama antar daerah menjadi langkah strategis, agar daerah dapat tumbuh bersama sehingga mengurangi disparitas regional, berikut rincian program prioritas pengembangan sektor unggulan masing-masing daerah.
10