Edisi 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengawasan
Reposisi peRan dan Fungsi apaRatuR pengawasan TIDAK DIPERJUALBELIKAN asan Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008 Fokus Pengaw Pengawasan
1
Daftar Isi
Fokus asan Pengawasan Fokus Pengaw Pengaw asan Pengawasan
SURAT PEMBACA .......................3 DARI REDAKSI .............................4 FOKUS UTAMA:
Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama RI Tahun 2008
Peran Auditor sebagai Pembaharu.. 5
Dewan Penyunting: Pembina : M. Suparta Pengarah : Ichtijono, Mukhayat, Achmad Ghufron, Abdul Ghany Abu Bakar, Ahmad Zaenuddin Penanggung jawab: Ali Hadiyanto Ketua : Maman Taufiqurrohman Sekretaris : Budi Setyo Hartoto Anggota : M. Ali Irfan, Khairunnas, Agus Irfani, Kusoy, Maman Saepulloh, Ahmad Jauhari, O. Sholehuddin, Abdul Karim, Sukarma, Nugraha Stiawan, Nur Arifin Redaksi : Iing Muslihin, Miftahul Huda Keuangan : Sarmin Produksi : Hariyono
Pelayanan Publik.............................13
Alamat Redaksi: Inspektorat Jenderal Dep. Agama, Jalan RS Fatmawati Nomor 33A Cipete PO. BOX 3867, Telepon 021-75916038, 7697853, FAX. 021-7692112 Jakarta 12420 e-mail:
[email protected]
Reposisi Peran dan Fungsi.............. 9 “Controlling” Sebuah Kajian........... 17 Deteksi Tindak Pidana Korupsi...... 21 Filosofi Auditing ............................. 25
OPINI: Masyarakat Aktif, Transparansi..... 29 Penataan, Pengelolaan BMN ........ 33 Korupsi atau Pengabdian .............. 36 Mengenang lahirnya Dasar ........... 40
PENGAWASAN: Pertemuan Regional ..................... 44
RENUNGAN: Hadapi dengan Senyuman.............48
AMO : Perpajakan Bendaharawan ............50
TEKNOLOGI INFORMASI: Memahami Perangkat Komputer... 56
RANDANG: PERMENPAN No.PER/04/M.PAN/03/ 2008 tentang Kode Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah......................................60
AGENDA KEGIATAN:
Dewan Penyunting menerima artikel yang ditulis dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar, terutama dalam
2
Fokus Pengaw asan Pengawasan
Orientasi Karya Ilmiah ....................64 Workshop PPA .............................. 66 Diklat Alat Bantu Audit.................... 70
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Surat Pembaca PENERBITAN FP Saya pembaca setia majalah Fokus Pengawasan (FP), banyak manfaat yang saya dapat dari membaca majalah Fokus Pengawasan antara lain bertambahnya wawasan saya tentang pengawasan dan pengetahuan saya tentang peraturanperaturan baru, walaupun saya mesti rela menunggu penerbitannya yang setiap triwulan sekali demi mendapatkan wawasan-wawasan baru. Untuk itu saya atau mungkin pembaca setia yang lain berharap FP dapat terbit setiap bulan sehingga tidak perlu lagi untuk menunggu cukup lama. Terima kasih atas per-hatiannya, semoga dapat dipenuhi.
Muhammad S Purwokerto
FP: Saran Saudara menjadi bahan pemikiran untuk dapat menerbitkan FP setiap bulan. Terima kasih. PROFIL PEJABAT ITJEN Beberapa terbitan majalah FP telah memuat profil pejabat eselon I dari Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Untuk lebih mengenal lebih dekat lagi dengan Inspektorat Jenderal Departemen Agama, kami mohon untuk dapat dimuat profil para pejabat eselon II nya.
Demikian, terima kasih Nur Hafidzah Depok FP: Terima kasih, usul Saudara merupakan masukan bagi kami. Semoga pada edisi mendatang akan kami muat sesuai dengan rubrik yang tersedia. PENAMBAHAN HALAMAN Kepada majalah Fokus Pengawasan (FP) saya melihat dari beberapa edisi yang telah diterbitkan sudah banyak perkembangan, dari segi gambar sudah mulai berani menampilkan warna yang menarik dan dari segi isinya juga banyak rubrik yang menarik, tetapi dari jumlah halaman masih kurang banyak. Untuk itu saya mengusulkan agar jumlah dari halaman majalah FP diperbanyak lagi. Terima kasih. Dya Ciputat
FP: Majalah FP pada Tahun 2008 jumlah halamanya sudah ditambah menjadi 72 halaman dimana pada Tahun 2007 hanya 63 halaman, Terima kasih.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
3
Dari Redaksi Krisis kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah perlu dipulihkan. Hal ini karena sudah banyak terjadi penyimpangan yang dilakukan oleh para aparat pemerintah. Kita masih melihat maraknya KKN, buruknya pelayanan pemerintah terhadap masyarakat dan rendahnya kesejahteraan. Tuntutan masyarakat terhadap kepemerintahan yang bersih dan baik perlu disambut sebagai kritik yang membangun untuk melakukan perubahan-perubahan. Pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat tersebut dan sudah harus mengambil langkah untuk melakukan perbaikan-pebaikan di semua lini khususnya sektor-sektor yang langsung melayani masyarakat. Trasparansi kinerja pemerintah juga harus segera dimulai dan kesejahteraan kepada masyarakat dapat segera di tingkatkan. Pelaksanaan pemerintahan juga perlu diawasi agar dapat meminimalisir terjadinya penyimpangan dari rencana ataupun penyimpangan yang dapat menimbulkan terjadinya KKN. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah oleh para Aparatur pengawasan baik eksternal mau pun internal pemerintah memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik yang bebas dari KKN sesuai
4
Fokus Pengaw asan Pengawasan
dengan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Aparatur pengawasan yang menjadi harapan masyarakat terhadap perbaikan penyelenggaraan kepemerintahan yang bersih dan baik mendapatkan tantangan yang cukup berat karena banyaknya aparat yang anti terhadap perubahan-perubahan yang mengarah terhadap perbaikan. Untuk mengoptimalkan peran dan fungsi aparatur pengawasan maka perlu adanya reposisi peran dan fungsi aparatur pengawasan dan perubahan paradigma pengawasan dimana aparat pengawasan tidak lagi menjadi watch dog yang selalu mencari-cari kesalahan saja tetapi sudah harus mulai diubah dengan memberikan solusi terhadap kesalahan yang telah dilakukan oleh auditan selain itu juga aparat pengawasan juga harus mampu untuk mempercepat penyelesaian terhadap penyimpangan yang ada. Hal tersebut menjadi tantangan bagi aparatur pengawasan. diharapkan dengan adanya reposisi peran dan fungsi aparatur pengawasan akan mendapatkan hasil pengawasan yang optimal dan dapat memenuhi tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kinerja pemerintah. Red
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama Peran Auditor Sebagai Pembaharu Departemen Agama Oleh: Nailil Fijjar Tantangan yang dihadapi Inspektorat Jenderal Departemen Agama semakin berat sejalan dengan tuntutan dan harapan masyarakat akan pelaksanaan tata kepemerintahan yang baik (good governance) terutama dalam hal transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum, dan partisipasi. Bahwa pengawasan merupakan satu mata rantai dalam suatu proses manajemen pembangunan pada umumnya dan diharapkan dapat memberikan umpan balik bagi pimpinan departemen terhadap proses dan pelaksanaan tugas pokoknya. Peran Inspektorat Jenderal sebagai konsultan manajemen, keuangan dan sistem, pengembangan SDM belum optimal, untuk mengoptimalkan peran tersebut diperlukan perubahan paradigma dari retroaktif menjadi proaktif, dari auditor menjadi fasilitator, dari pemeriksa menjadi konsultan dan mitra positif. Selama ini auditor masih berkutat seputar audit internal saja berupa pemeriksaan dokumen dan fisik. Pengertian audit internal menurut “Professional Practices Frame work”: International Standards for The Professional Practice of Internal Audit, IIA (2004) adalah suatu aktivitas in-
dependen yang memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi yang di rancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan (improve) kegiatan operasi Departemen Agama. Internal auditing membantu Departemen Agama dalam usaha mencapai tujuannya dengan cara memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko (risk management), pengendalian (control) dan proses tata kelola. Auditor internal harus mengubah pendekatan dari audit secara konvensional menuju audit berbasiskan resiko (risk based audit approach). Pola audit yang didasarkan atas pendekatan resiko yang dilakukan oleh auditor internal lebih difokuskan terhadap masalah parameter risk assesment yang diformulasikan pada risk based audit plan. Berdasarkan risk assesment tersebut dapat diketahui risk matrix, sehingga dapat membantu auditor internal untuk menyusun risk audit matrix. Manfaat yang akan di peroleh auditor internal apabila menggunakan risk based audit approach, antara lain: auditor internal akan lebih
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
5
Fokus Utama efisien & efektif dalam melakukan audit, sehingga dapat meningkatkan kinerja departemen. Auditor internal juga harus berubah dari paradigma lama menuju paradigma baru, yang ditandai dengan perubahan orientasi dan peran profesi internal auditor yang bisa menjadi mitra. Konsep kemitraan dalam audit internal dapat memberikan berbagai jenis layanan kepada Satuan Organisasi/Kerja Departemen Agama yaitu membantu mengevaluasi aktivitas dalam bidang-bidang: pertama, pengendalian akuntansi internal, kedua, pencegahan dan pendeteksian kecurangan, ketiga, pemeriksaan keuangan, keempat, pemeriksaan ketaatan, kelima, pemeriksaan operasional, keenam, pemeriksaan manajemen, ketujuh, pemeriksaan kontrak, kedelapan, pemeriksaan sistem informasi, kesembilan, pengembangan kualitas internal, dan kesepuluh, hubungan dengan masyarakat. Fungsi Internal Audit merupakan salah satu fungsi penting di suatu departemen. Internal Auditor kadangkadang dipandang sebelah mata oleh satker lain karena dianggap tidak professional, hanya mencari-cari kesalahan saja. Padahal Internal Audit mempunyai peran strategis dalam membawa kepentingan departemen,
6
Fokus Pengaw asan Pengawasan
bahkan untuk memastikan pejabat di setiap satuan kerja (Satker) di dalam departemen berjalan dengan baik. Aspek terpenting dari kontrol dan audit adalah keberadaan dokumen perencanaan dan laporan implementasinya. Tanpa dokumen perencanaan yang rinci, fungsi kontrol tidak akan memiliki pegangan penentu arah. Demikian pula, tanpa dokumentasi, auditor tidak dapat mengambil kesimpulan apa pun tentang pencapaian sistem yang di audit. Satusatunya kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa pengembangan sistem tidak wajar karena tidak memiliki dokumentasi. Lalu bagaimana Inspektorat Jenderal melaksanakan perannya sewaktu di daerah? Jika dicermati dengan jeli, kondisi ini menjadi salah satu domain bagi inspektorat jenderal di daerah untuk merevitalisasi dan mereposisi dirinya. Peran sebagai konsultan dan mitra positif lebih dikedepankan di samping menjalankan fungsi audit lainnya dengan tetap mempertahankan independensinya. Pengembangan kinerja auditor ini diawali dengan pola rekruitment yang baik yaitu dengan melalui test kualifikasi dan dilanjutkan dengan diklat-diklat yang di perlukan untuk pengembangannya. Idealnya auditor hendaknya memiliki ke-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama mampuan yang lebih daripada aparat auditan, sehingga inspektorat jenderal sangat memerlukan auditor yang mempunyai kreativitas yang baik bagi pengembangan dirinya. Pihak auditor internal harus dapat berfungsi sebagai regulator internal yang disegani dan dijadikan panutan oleh seluruh pegawai/pejabat sehingga tidak ada pihak yang berani melakukan tindakan manipulasi atau penyalahgunaan dana dan aset pemerintah karena beratnya akibat yang ditimbulkan. Misalnya, besar atau kecilnya tindakan fraud (kecurangan/ penyimpangan/penipuan) akan menyebabkan pegawai/pejabat kehilangan reputasi, bahkan yang bersangkutan tidak dapat masuk ke dalam departemen manapun di dalam maupun di luar tempat ia sebelumnya bekerja. Pada umumnya, banyak fraud terjadi bukan karena tidak adanya kontrol internal atau ada cacat dalam kontrol internal, melainkan adanya budaya “control do not apply to me”. Budaya ini dapat ditemukan dalam perusahaan yang antara lain melakukan pembatasan kepada auditor internal untuk melakukan audit di bidang-bidang tertentu, misalnya gaji eksekutif dan pegawai. Praktek lain, banyak rekomendasi dari auditor internal kepada pihak eksekutif tidak ditindaklanjuti, bahkan ini yang membuat frustasi para
auditor internal, ketika para pelaku penyelewengan yang ada dalam rekomendasi auditor internal mendapat promosi jabatan. Di sinilah profesi auditor membutuhkan peran yang kuat dan proaktif di dalam Departemen Agama dengan harus menjaga budaya dan etika yang sehat untuk mencegah manajemen melakukan fraud. Pengaruh fungsi audit internal harus menjangkau esensi yang paling dalam dari perilaku perusahaan. Peranan regulator atau institusi yang mengatur/memegang peranan sangat penting untuk menjamin ketertiban dan ketaatan pada peraturan, perundang-undangan dan prosedur internal yang berlaku di dalam suatu departemen, sehingga tercipta suatu disiplin pasar yang pada akhirnya akan mewujudkan kestabilan sistem keuangan yang ada pada negara yang bersangkutan. Dalam hal ini, regulator harus mampu memfungsikan dirinya sebaik mungkin dalam suatu sistem keuangan. Namun, upaya regulator tidak berdiri sendiri, harus didukung oleh semua perangkat dan komponen yang ada di dalam sistem keuangan tersebut yang pada akhirnya berguna untuk menunjang keberhasilan ekonomi di negara yang bersangkutan. Auditor yang di masa lalu bertindak pasif dan hanya berorientasi
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
7
Fokus Utama pada audit kepatuhan, Maka saat ini harus berperan sebagai pemberi deteksi dini dalam mengidentifikasi resiko penyimpangan dan berorientasi pada kinerja satuan kerja secara keseluruhan, maka profesi internal auditor semakin hari semakin dihargai dalam Departemen Agama. Agar audit dapat berjalan dengan efektif, setidaknya ada elemen penting yang harus di perhatikan, pertama, diperlukan komitmen dari aparatur departemen itu agar mau terbuka dan jujur dalam memberikan data, kedua, adanya auditor yang mandiri yang tidak mempunyai kepentingan apa pun atas fasilitas yang sedang di audit. Untuk menjaga keobyektifan penilaian, maka kemandirian auditor harus pula di jaga agar tidak terpengaruh oleh situasi atau tekanan pihak lain. Seperti pepatah mengatakan “Janganlah menjadi pemaaf bila menemukan penyimpangan-penyimpangan yang terbukti harus di tindak, dan hendaknya dapat membedakan antara penyimpangan dengan kinerja yang tidak/kurang baik”. Verifikasi prosedur dan pengukuran kinerja, merupakan dua hal berikutnya dari elemen audit. Hal ini penting dilakukan agar ada kepastian bahwa informasi yang di dapat memang benar-benar akurat. Perubahan paradigma dan perannya dalam Departemen Agama
8
Fokus Pengaw asan Pengawasan
yang merubah cara pandang auditor dari kesan “cop” menjadi “coach”. Dengan perubahan peran tersebut, tuntutan sebagai Internal Auditor juga menjadi semakin berat, Auditor dituntut sebagai “resource center” dan memberikan berbagai layanan yang mempunyai nilai tambah bagi Departemen Agama, dan bukan lagi sebagai “cost center”. Dengan demikian, cara pandang Auditan juga berubah, tidak lagi menganggap Auditor sebagai polisi Departemen Agama namun sebagai partner yang menjadi bagian internal dari suatu manajemen resiko, system pengendalian dan governance process. Terkait dengan peranan Internal Auditor sebagai salah satu profesi yang merupakan jantung dari keseluruhan proses kinerja, Internal Auditor juga merupakan garda terdepan, maka dengan demikian terjadi pergeseran peranan internal auditor saat ini, yaitu dari sekadar pelaksana fungsi “penilai (appraisal)” pelaksanaan kepatuhan yang cenderung memperlakukan Auditan sebagai obyek, ke arah peran sebagai penjamin (assurance) melalui perannya sebagai konsultan. Sehingga dalam pelaksanaan audit tidak sekedar di tuntut menemukan permasalahan namun sekaligus menjadi bagian dari solusi dan memberikan usulan perbaikan.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama Reposisi Peran dan Fungsi Aparatur Pengawasan Oleh: Achmad Fachroji Pada tahun ini, 2008, genap empat tahun usia pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Yusuf Kalla beserta kabinet pemerintahan yang diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu memerintah Bangsa Indonesia. Mereka terpilih secara langsung dan demokratis pada Pemilihan Umum 2004 yang di nilai sebagai pemilihan umum paling demokratis mendampingi pemilihan umum yang diadakan tahun 1955. Dalam Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2004-2009, pemerintah setidaknya mengagendakan 2(dua) pokok pembangunan yang sifatnya segera, yaitu: percepatan pemberantasan korupsi dan penciptaan rasa aman, yang di yakini akan mampu mensejahterakan rakyat dan menempatkan kembali Indonesia sebagai negara yang diperhitungkan di dunia internasional. Untuk mewujudkan agenda pokok Kabinet Indonesia Bersatu khususnya dalam hal percepatan pemberantasan korupsi dibutuhkan aparatur pengawasan yang handal baik fisik, psikis maupun keilmuan.
Istilah aparatur pengawasan sendiri bukan merupakan hal baru karena jabatan aparatur pengawasan di Indonesia telah dirintis sejak zaman pra kemerdekaan. dimana sejak tahun 1936 telah berdiri Djawatan Akuntan Negara yang bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan djawatan tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa aparat pengawasan pertama di Indonesia adalah Djawatan Akuntan Negara (DAN). Kemudian berdasarkan amanat UUD tahun 1945 telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, dan terbentuk pada tanggal 1 Januari 1947. Selanjutnya dengan Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966 dibentuklah Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) (dikenal kemudian sebagai DJPKN) yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan seluruh pelaksanaan anggaran negara, anggaran daerah, dan badan usaha milik negara/daerah. berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 1971, khusus pada Departemen Ke-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
9
Fokus Utama uangan, tugas Inspektorat Jenderal dalam bidang pengawasan keuangan negara dilakukan oleh DJPKN. Pada tanggal 30 Mei 1983 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983, DJPKN di transformasikan menjadi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Di lingkungan Departemen Agama, aparatur pengawasan pun mengalami perubahan-perubahan. Berawal pada tanggal 20 November 1946 di mana unsur pengawasan belum berdiri sendiri yang dilanjutkan dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 1971 tentang Pembentukan Inspektorat Jenderal di departemen maka Menteri Agama pada waktu itu mengeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 1971 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Tugas pokoknya adalah membantu Menteri Agama dalam melaksanakan pengawasan atas pelaksanaan tugas seluruh instansi di lingkungan Departemen Agama dan terakhir dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama. Dapat dilihat sejak dahulu bahwa konsep lembaga pengawasan internal pemerintah yang ada di istansi pemerintah sudah seharusnya mampu
10
Fokus Pengaw asan Pengawasan
mempercepat pemberantasan korupsi. Akan tetapi kenyataannya lembaga pengawasan sampai saat ini masih kurang mampu mengurangi kerugian negara yang disebabkan korupsi. Bahkan terjadinya korupsi sedikit banyak juga menunjukkan lemahnya pengawasan yang dilakukan dewasa ini. Betapa tidak, sangat lengkap keberadaan, kedudukan, tugas dan fungsi aparat pengawasan di Indonesia. Saat ini terdapat pengawas eksternal pemerintah yaitu BPK RI, pengawas internal pemerintah yaitu BPKP, dan pengawas internal setiap departemen dan lembaga non departemen yaitu Inspektorat Jenderal dan Inspektorat Utama, belum lagi di tingkat daerah dengan Bawasda, namun tampaknya pemberantasan korupsi akan selalu menemui hambatan dan merupakan suatu jalan yang panjang, terlebih sampai saat ini Indonesia masih berada di peringkat lima besar negara dengan tingkat korupsi yang tinggi. Dirasakan perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap peran dan fungsi lembaga dan aparatur pengawasan dengan menempatkan kembali ke posisi semula atau menata kembali posisi yang telah ada atau bahkan menempatkan ke posisi yang sama sekali baru. Sebenarnya saat reformasi bergulir, usaha untuk melakukan pem-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama berantasan korupsi telah dilakukan sebagai acuan lembaga pengawasan dan aparatur pengawasan yaitu dengan ditetapkannya berbagai aturan. Diawali dengan Tap MPR No.IV/MPR/1999 tentang GBHN, dalam salah satu arah kebijakan penyelenggaraan negara dinyatakan perlunya membersihkan penyelenggara negara dari praktik KKN dengan memberikan sanksi yang seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan internal dan fungsional serta pengawasan masyarakat, dan mengembangkan etika dan moral. Kemudian Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari KKN, serta Undang-undang No. 31 Tahun 1999, ditambah Sikap tegas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap korupsi yang selalu mengatakan “harus dipilih pejabat yang bebas KKN, penegak hukum yang berani, tegas dalam menindak segala pelanggaran hukum. Selanjutnya pembentukan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi, bahkan sampai dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Komitmen ini berlanjut di lingkungan Departemen Agama dengan produk unggulan Inspektorat Jenderal
Departemen Agama yang di tetapkan dengan Instruksi Menteri Aga ma Nomor 3 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi dengan Pendekatan Agama yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Sosialisasi Pemberantasan Korupsi dengan Pendekatan Agama dan Pembuatan Modul Pengawasan dengan Pendekatan Agama. Namun berbagai aturan tersebut hanya akan menjadi dokumen saja tanpa ada keseriusan dan keteladanan dari setiap pemimpin di masing-masing instansi sampai level Satker terbawah untuk menjalankannya. Oleh sebab itu perlu perbaikan di segala bidang. Hal ini dapat dimulai dari bidang kelembagaan dan ketatalaksanaan organisasi pengawasan internal pemerintah. Dapat dirasakan bahwa birokrasi lembaga pengawas internal baik di tingkat pusat maupun daerah cenderung semakin banyak. Dengan kondisi yang demikian dikhawatirkan organisasi pengawasan internal akan cenderung kaku dalam mengantisipasi permasalahan yang timbul. Kecenderungan yang terjadi saat ini dalam penyusunan suatu organisasi lebih ditekankan pada bagan strukturnya dahulu, dalam arti yang didahulukan adalah struktur organisasi
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
11
Fokus Utama untuk mengakomodir jumlah personel, bukan filosofi dan strategi gerak langkah organisasi. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya tumpang tindih pelaksanaan tugas pemberantasan korupsi. Belum lagi kurang transparannya birokrasi pemerintahan membuat masyarakat bingung dalam mengambil perannya. Adapun strategi Inspektorat Jenderal Departemen Agama dalam pemberantasan korupsi adalah dengan melaksanakan peran sebagai: Pertama, Katalis, menurut Kamus Bahasa Indonesia, Katalis berarti lembaga yang harus mampu menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru dalam mempercepat pemberantasan korupsi, Kedua, Konsultan, menurut Kamus Bahasa Indonesia, konsultan berarti mampu memberi petunjuk, pertimbangan, atau nasihat dalam segala kegiatan di lingkungan Departemen Agama, Ketiga, Watch Dog, menurut Kamus Bahasa Inggris, Watch Dog berarti mampu menjaga perbendaharaan keuangan Negara. Dari ketiga peran di atas, terdapat empat tahapan bagi aparatur pengawasan dalam menjalankan tugas dan fungsi pengawasan terhadap suatu kegiatan, meliputi: Pertama, tahap Pra Kondisi Pelaksanaan yaitu sebagai Konsultan sebelum suatu kegiatan di-
12
Fokus Pengaw asan Pengawasan
laksanakan agar tidak terjadi penyimpangan, Kedua, tahap Kondisi Pelaksanaan, yaitu sebagai Katalis dan Watch dog, mampu mendeteksi penyimpangan yang terjadi walaupun menggunakan modus baru, dan Ketiga, tahap Pasca Kondisi Pelaksanaan, yaitu evaluasi, dengan Tindak Lanjut Hasil Audit dan Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Audit. Kemudian tampaknya perlu segera direalisasikan berdasarkan arahan Presiden pada pembukaan Rakornas Pengawasan Internal Pemerintah pada tanggal 11 Desember 2006 yang mengharapkan lembaga pengawas internal dapat melakukan fungsi quality assurance atau penjamin mutu atas pengelolaan keuangan dan program pemerintah. Peran sebagai penjamin mutu yang bermakna lebih dalam, bisa menggantikan peran sebagai konsultan yang secara awam menimbulkan perdebatan yaitu bagaimana mungkin seorang auditor terlibat sebagai konsultan langsung dalam suatu proyek pembangunan sebuah gedung pemerintah misalnya, karena akan menghilangkan profesionalisme ketika seorang auditor memeriksa proyeknya sendiri. Merumuskan Visi dan Misi adalah salah satu bentuk dalam mengambil keputusan, bahkan pengambilan keputusan yang cukup fundamental. Visi dan Misi Anda akan menjiwai segala gerak dan tindakan di masa datang, Visi itulah yang akan menuntun perjalanan hidup Anda.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama Pelayanan Publik, Upaya dan Realitas Oleh : Akhmad H.
Pelayanan Publik Praktek proses penyelenggaraan kekuasaan negara disebut governance (Kepemerintahan), sedangkan praktek terbaik dari proses penyelenggaraan kekuasaan negara (State of the art) disebut good governance (Kepemerintahan yang baik) yang mempunyai Empat pilar, yaitu transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan penegakan hukum. Maraknya korupsi dan inefisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan dampak rendahnya tata kelola pemerintah, karena apabila penyelenggaraan pemerintahan dapat dijalankan dengan baik maka kualitas pelayanan akan ikut baik, angka korupsi semakin rendah, pemerintah semakin peduli dengan kepentingan rakyat, dan akhirnya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan identifikasi oleh Kementerian PAN, terdapat 5 (Lima) masalah mendasar dan bersifat sistemik dalam rangka mewujudkan pelayanan publik yang tidak dimiliki selama ini, yaitu: pertama, political will (keinginan politik), pemerintah telah menandai dengan lahirnya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 yang di
tandatangani oleh Presiden tanggal 9 Desember 2004, kedua, terwujudnya SIN (Single identification number), hanya 1(satu) kartu tanda pengenal, dengan SIN akan memberikan keuntungan, seperti: menghindari maraknya cek kosong, menghindari kecurangan kartu kredit, mencegah orang menyembunyikan kekayaan, dan meningkatkan pajak, ketiga, penerapan e-government, e-procurement, ebuilding, dan e-office, keempat, membenahi tumpang tindihnya aturan yang mengakibatkan tindakan koruptif atau tidak wajar, yaitu peraturan perundang-undangan yang sifatnya monopolistik, hanya menguntungkan kerabat/kroni penguasa, kualitas randang yang kurang memadai, judicial review yang kurang efektif, penjatuhan sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi tidak konsisten dan pandang bulu, lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundang undangan, kelima, membuat “Integrated criminal justice system”, agar ada kesamaan mengenai KKN, kesamaan tujuan dan kesamaan rencana aksi (Action plan), dan kesamaan pemahaman antara penegak hukum.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
13
Fokus Utama Upaya Penanganan Langkah nyata dan upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik/ pelayanan masyarakat, seperti: pertama, peningkatan sistem dan mekanisme yaitu ditetapkannya KepMen PAN nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, dalam pedoman tersebut dimuat asasasas pelayanan publik, yaitu transparansi, akuntabilitas, partisipatif,
kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, dan kenyamanan. kedua, peningkatan kompetensi aparatur dalam pelayanan publik antara lain dengan ditetapkannya PP Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional yang berkepribadian, dan beretika, sesuai dengan kebutuhan unit kerja/instansi agar terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Kompetensi yang diharapkan, mampu membuat program dan kegiatan sesuai dengan visi, misi dan strategi yang di dasarkan Jamaah Haji Surabaya, 2007. Merupakan Salah Satu Pelayanan Publik pada prinsip-prinsip di lingkungan Departemen Agama good governance. Penyimpangan kesamaan hak, keseimbangan hak dan dalam pengelolaan pelayanan maskewajiban. Sedangkan prinsip-prinsip yarakat pada umumnya berupa pungpenyelenggaraan pelayanan publik utan liar, suap serta mahalnya biaya terdiri dari: kesederhanaan, kejelasan, pelayanan akibat adanya korupsi, kepastian waktu, akurasi, keamanan, sehingga kualitas pelayanan menjadi tanggung jawab, kelengkapan sarana tidak memuaskan. Penekanan pedan prasarana, kemudahan akses, nanganan pelayanan publik dalam
14
Fokus Pengaw asan Pengawasan
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama rangka meningkatkan kualitas pelayanan yang memuaskan, dengan upaya strategis, yaitu: pertama, Strategi Preventif, mencegah terjadinya korupsi dengan cara menghi langkan atau meminimalkan faktor faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi, langkah yang dilakukan: meliputi: memperkuat lembaga legislatif, memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan dibawahnya, membangun kode etik sektor parpol, organisasi profesi dan asosiasi bisnis, penyempurnaan manajemen SDM dan peningkatan kesejahteraan PNS, kewajiban membuat Renstra dan LAKIP, peningkatan kualitas penerapan sisdalmen (SPM), penyempurnaan manajemen BMN, dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, kedua, Strategi Detektif, diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi, langkah yang dilakukan: perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari masyarakat, pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu, pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik, penggunaan nomor kependudukan nasional, peningkatan kemampuan APIP/SPI dalam mendeteksi tindak pidana korupsi, ketiga, Strategi Represif, diarahkan untuk menangani atau memproses per-
buatan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Langkah yang dilakukan: penentuan jenis/kelompok korupsi yang menjadi prioritas diberantas, pemberlakuan konsep pembuktian terbalik, penyidikan, penuntutan, peradilan dan penghukuman koruptor, meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi dalam sistem peradilan pidana secara terus menerus, publikasi kasus-kasus tipikor serta analisisnya. Realitas Contoh Kasus Penyimpangan Aspek Keuangan: “Pengajuan SPP untuk penerbitan SPM atas realisasi anggaran, dipersulit/ diperlambat jika tidak memberikan sejumlah dana tertentu kepada oknum petugas yang memberikan pelayanan”, Upaya preventif: Pertama, dibuat standar pelayanan yang transparan, dipaparkan dalam papan pengumuman dan terlihat jelas oleh setiap masyarakat yang membutuhkan, Kedua, tatacara pengajuan SPP diinformasikan secara jelas kepada para pimpinan instansi, dan pihak lain yang membutuhkan pelayanan pencairan dana, Ketiga, petugas pelayanan di kas negara diberikan sarana/ prasarana kerja serta penghasilan yang wajar, keempat, di buat larangan kepada
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
15
Fokus Utama petugas pelayanan untuk tidak meminta dana kepada pengguna pelayanan penerbitan SPM/pencairan dana dan dibuat aturan sanksi yang tegas secara tertulis kepada pelanggarnya, Kelima, melakukan sosialisasi kepada semua pihak yang membutuhkan pelayanan, Keenam, di buat sistem rotasi pegawai yang dapat menutup peluang kolusi antara pihak pelayan dan yang dilayani, Ketujuh, dilakukan pembinaan moral secara kontinyu. Upaya detektif: Pertama, melakukan penelitian apakah standar pelayanan yang berlaku di ketahui secara luas oleh para pemohon pelayanan, Kedua, melakukan uji petik atas berkas permohonan pelayanan apakah telah diproses sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku, Ketiga, jika terdapat berkas permohonan yang prosesnya lama, perlu di teliti adanya kemungkinan petugas meminta kelengkapan berkas yang sebenarnya tidak diperlukan, atau menganggap berkas yang telah diajukan tidak sah, sehingga timbul kondisi tawar-menawar, Keempat, jika terdapat permohonan yang prosesnya sangat cepat, teliti apakah persyaratannya telah di penuhi dengan benar, sehingga dapat dipastikan bahwa cepatnya pelayanan karena memang kualitas pelayanannya yang
16
Fokus Pengaw asan Pengawasan
baik, bukan karena adanya uang pelicin, Kelima, mengamati apakah aturan rotasi pegawai telah dilaksanakan dengan baik, jika tidak teliti penyebabnya. Penutup Agar good governance menjadi kenyataan dan sukses, dibutuhkan komitmen dari semua pihak, pemerintah dan masyarakat. Disamping itu good governance yang efektif menuntut adanya “alignment” (koordinasi) yang baik dan etos kerja serta moral yang tinggi, keberhasilan pelayanan ditentukan oleh kompetensi aparatur yang memberikan pelayanan, moral dan kemauannya dalam memberikan pelayanan, serta di dukung sistem pengendalian manejemen pelayanan yang prima, perangkat teknologi yang tepat, dan sarana serta prasarana yang memadai. Pemberantasan korupsi bukan semata-mata tanggung jawab APIP/ SPI, karena sifat tugas fungsinya lebih pada penanggulangan korupsi secara detektif dan represif. Penaggulangan korupsi yang lebih efektif dan efesien adalah secara preventif yang merupakan tanggungjawab manajemen, melalui upaya-upaya preventif dengan menciptakan sistem pengendalian manajemen pelayanan masyarakat.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama “CONTROLLING” Sebuah Kajian Akademis Tentang Tugas Inspektorat Jenderal Oleh: Nur Arifin
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI disebutkan bahwa Inspektorat Jenderal adalah unsur pengawasan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada menteri. Tugasnya adalah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan departemen. Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama disebutkan bahwa tugas Inspektorat Jenderal adalah menyelenggarakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Departemen Agama berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Agama. Berdasarkan peraturan di atas dapat disimpulkan bahwa tugas Inspektorat Jenderal adalah melakukan fungsi manajemen yang bernama controlling. Keberhasilan sebuah organisasi bukan saja ditentukan oleh perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan, melainkan juga di pengaruhi oleh controlling.
Pengertian Kontrol Istilah kontrol atau pengendalian berasal dari bahasa latin yaitu Contra Rotulus, artinya memeriksa atau membenarkan pembayaran dengan cara membandingkan golongan daftar pembanding. Jadi pada dasarnya awal dari pengertian kontrol melakukan perbandingan dengan standar. Pada dasarnya pengertian kontrol dibedakan menjadi dua, yaitu kontrol personal dan kontrol organisasi. Kontrol personal adalah kontrol individu pada diri seseorang. Dasar proporsi kontrol adalah mengurangi ketidaktentuan, karena pada saat tertentu terkadang pada diri seseorang mengalami kegelisahan ataupun terjadi peningkatan kepercayaan yang perlu dikendalikan. Sedangkan kontrol organisasi adalah kontrol tentang performa sistem organisasi yang menetapkan proses kegiatan berdasarkan rencana dalam menetapkan tujuan, bila standar dan obyek dipertemukan, maka akan diperoleh feedback kumpulan data informasi sebagai indikasi deviasi, dan sistem yang akan bekerja untuk mengurangi terjadinya penyimpangan. Kedua kontrol tersebut
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
17
Fokus Utama pada praktiknya saling berhubungan sebagaimana kedudukan individu dalam kegiatan kelompok, personalnya terisolir tetapi secara kelompok tetap dalam satu wadah. Secara umum “ controling is determining what is being, accomplished, that is, the performance, evaluating the performance, and, if necessary, applying corrective so that performance takes place according to plans”. Yang berarti, kontrol mendeterminasikan dan menekankan pada apa yang telah dilaksanakan, dengan mengevaluasi prestasi kerja, bila perlu menerapkan korektif, sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Selain itu kontrol merupakan “proses pengelolaan yang dapat memastikan bahwa aktivitas yang aktual sesuai dengan yang direncanakan”. Tetapi kontrol menurut tujuannya merupakan kegiatan untuk memeriksa apakah hasil yang direncanakan berhasil dicapai”. Dengan demikian berdasarkan prosesnya kontrol merupakan proses pemeriksaan, pengelolaan pelaksanaan dan korektif terhadap pencapaian hasil agar tidak terjadi penyimpangan dan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Secara mendasar arah tujuan kontrol merupakan proses aturan pengarahan kegiatan organisasi untuk mengantisipasi tercapainya tujuan dari
18
Fokus Pengaw asan Pengawasan
standardisasi yang ditentukan. Berdasarkan pemikiran tersebut maka kontrol bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan manajemen, dan esensi kontrol terletak pada langkahlangkah pengawasan yang dikaitkan dengan ketentuan dan kemapanan hasil yang diinginkan dalam proses perencanaan. Kontrol memiliki beberapa teknik dan proses pengukuran. Secara teknik pelaksanaannya, kontrol merupakan proses mengukur prestasi yang sedang berjalan dan menuntun ke arah tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya kontrol juga merupakan proses kegiatan membandingkan keluaran dengan masukan, dan hasil setiap penyimpangan dijadikan sebuah input pengolahan kembali untuk menyesuaikan proses selanjutnya, sehingga keluaran akan mendekati kriteria standardisasi. Pada praktiknya proses kegiatan kontrol adalah melakukan pembandingan pekerjaan aktual dengan kriteria yang telah ditentukan, mengukur penyimpangan prestasi yang direncanakan dan menggerakkan korektif. Peran Kontrol Banyak sebutan fungsi kontrol, antara lain sebagai: evaluating atau correcting, dan sebutan kontrol me-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama ngandung konotasi fungsi yang mencakup standardisasi, pengukuran kegiatan dan pengambilan tindakan korektif. Bila di lihat secara keseluruhan maka hubungan pengendalian dengan fungsi-fungsi manajemen adalah untuk membantu melakukan penilaian terhadap perencanaan, pengorganisasian, staf, penggerakan, pengambilan keputusan dari kontrol itu sendiri, yang berarti kontrol melakukan penilaian, mengarahkan, mengatur dan memastikan bahwa pekerjaan tetap berada dalam batas jalan yang sudah ditetapkan oleh organisasi dengan mengubah sumber atau input menjadi hasil berdasarkan jalur fungsi-fungsi manajemen. Apabila ditelusuri secara mendalam maka fungsi kontrol yang utama adalah bagaimana mengimplementasikan perencanaan dalam mencapai keberhasilan. Kaitan fungsi kontrol terhadap implementasi keberhasilan tersebut, menurut Bovee, fungsi kontrol dalam organisasi merupakan suatu kritik kesuksesan implementasi kualitas kegiatan organisasi dengan melakukan pengukuran dan membandingkan dengan standardisasi untuk menerima/ menolak dan mengkoreksi melalui rangkaian umpan balik (feedback). Pengaruh umpan balik dalam kegiatan kontrol sangat spesifik dan pengaruh
tersembunyi lainnya akibat feedback adalah jalan untuk mengubah perilaku tanpa antisipasi, jadi pengaruhnya dengan feed back orang akan bergerak menuju tujuan organisasi dimana pengelola tanpa berusaha memaksa, karena feed back memiliki pengaruh yang dapat menyadarkan orang. Lebih jauh secara umum fungsi pengendalian, adalah untuk: a) membantu menentukan kriteria standardisasi b) melakukan evaluasi berdasarkan standardisasi termasuk menganalisis, c) melaporkan kenyataan standardisasi performa dalam periode pendek, d) mengembangkan hubungan dan membantu operasional para eksekutif termasuk pimpinan, e) mengetahui sistem dan prosedur melalui review yang stabil, memperbaiki sesuatu sesuai kebutuhan, mendata sebagai bahan analisis penjelasan. Ternyata fungsi umum kontrol adalah melakukan kegiatan melalui analisis dan meninjau ulang secara kontinyu yang pada akhirnya sangat mempengaruhi kinerja organisasi. Khusus dalam kegiatan manajemen fungsi kontrol tersebut adalah untuk mengukur dan mengkoreksi kinerja yang ditetapkan dalam perencanaan, manajemen kontrol, mencari, memaksa dan membantu mencapai kriteria kinerja yang diinginkan.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
19
Fokus Utama Peran kontrol didasari oleh pemikiran Bovée yang menekankan perlu ada kemantapan kerja untuk mencapai efisiensi melalui kontrol pekerja, dengan membagi pekerjaan agar dapat mempertanggungjawabkan tugas yang dibebankan melalui hirarki struktur manajemen. Demikian pula peranan kontrol adalah melakukan efektivitas, efisiensi, memotivasi dan mempertanggungjawabkan hasil kegiatan, agar perilaku kehidupan mencapai kepuasan maksimal melalui hubungan tanggapan rangsangan, yang dapat memberikan inspirasi pada organisasi agar dapat mempertahankan eksistensinya. Sehubungan dengan eksistensi tersebut, maka tentunya peran kontrol memiliki pengaruh terhadap motivasi dalam melakukan sesuatu kegiatan yang realistis. Hal ini sependapat dengan pemikiran Hampton, yang mengatakan bahwa kontrol mempunyai pengaruh dalam memotivasi perilaku pegawai dan staf untuk mengukur kinerja dan hanya dengan kontrol maka perilaku tanggap dapat mengeliminir atau menghapuskan suatu khayalan yang menyesatkan. Dengan kontrol ternyata organisasi mempunyai peran yang amat besar dalam memotivasi eksistensinya. Dari pengertian tersebut, peranan kontrol lebih cenderung meng-
20
Fokus Pengaw asan Pengawasan
efektifkan, mengefisiensikan dan memotivasi hasil daripada sekedar melihat, memonitor, memeriksa dan mengawasi. Berawal dari hal tersebut Glasser sengaja menciptakan kontrol yang dilatarbelakangi oleh pekerjaan yang relevan dengan kebutuhan kegiatan personal dan organisasi, dan berharap kontrol dapat memaksimalkan perilakunya untuk mencapai kepuasan sesuai dengan keinginan. Oleh sebab itu dari latar belakang motivasi tersebut, dapat dikemukakan bahwa, dalam upaya mempertahankan eksistensi, kontrol sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan dengan perencanaan organisasi. Dengan demikian secara eksplisit peran dan fungsi kontrol saling dibutuhkan dalam kehidupan di segala bidang, khususnya dalam kegiatan organisasi tujuan perencanaan dan tujuan kontrol saling tergantung, dan dalam prosesnya keduanya saling menuntun dan menuntut pelaksanaan kinerja, sehingga untuk memperoleh kontrol yang efektif perlu melakukan evaluasi tentang strategi, taktik dan operasional. Pemimpin yang baik adalah ia yang rela memposisikan diri layaknya sebuah “keset”, tampak rendah tetapi merupakan awal dan akhir dari apa yang sedang kita kerjakan hari ini
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama Peranan Internal Auditor dalam Upaya Mendeteksi Tindak Pidana Korupsi Oleh: Drs. Budi Rahardjo Ak.MM.* Abstraksi Analoginya singkat saja, apabila seorang pasien sakit, tentu ingin cepat sembuh. Dokter harus mampu untuk mendiagnosa pasien. Demikian pula pasien harus menceritakan dengan jelas kondisi sakitnya. Selanjutnya dokter memeriksa kondisi pasien, melakukan diagnosa dan pasien di beri obat. Alhasil sembuhlah si pasien karena dokter mengetahui dengan tepat apa penyakitnya sekaligus obat penyembuhnya. Demikian pula dengan suatu instansi atau unit kerja yang sedang di audit, untuk dapat tercapainya pengelolaan suatu instansi atau unit kerja menuju Clean Government yang bebas dari KKN diperlukan kemampuan dari auditor serta komitmen dari pihak auditan untuk secara transparan memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh Internal Auditor sehingga proses audit serta perbaikan kinerja instansi dapat berjalan dengan baik. Kata Kunci Apabila auditor tidak mampu secara teknis dan/atau auditan tidak transparan pada saat berlangsungnya proses audit, maka auditor tidak akan
memperoleh informasi yang lengkap tentang obyek atau materi yang diaudit, yang akan berakibat simpulan audit akan menjadi biasa dan korupsi tidak akan terbongkar. Disinilah peran Internal Auditor dituntut untuk mampu dapat memperoleh bukti audit yang cukup untuk mendukung simpulan hasil audit. Peranan Internal Auditor Secara garis besar peranan internal auditor adalah menjaga efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan, menjaga harta kekayaan instansi serta meningkatkan kinerja manajemen serta bertanggungjawab untuk memberikan masukan-masukan kepada pimpinan yang diperoleh dari hasil audit internal maupun evaluasi atas sistem pengendalian intern yang sudah dilakukan. Masukan dapat berupa rekomendasi terhadap temuantemuan yang diperoleh selama audit baik berupa perbaikan sistem pengendalian intern sampai kepada temuan yang lebih bersifat atau mengandung unsur tindak pidana korupsi. The Institute of Internal Auditors memberikan pengertian modern atas peran internal auditor sebagai kekuatan pe-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
21
Fokus Utama ningkatan mutu (quality assurance) yang independen dan obyektif untuk meningkatkan operasi organisasi (perusahaan). Hasil audit yang dilakukan oleh internal auditor mampu memberikan rekomendasi dan tindakan perbaikan untuk meniadakan atau memperkecil inefisiensi dan mendorong keberhasilan organisasi/ perusahaan/ instansi. Fungsi pengawasan internal idealnya adalah sebagai Early Warning System. Early Warning System dapat berfungsi sebagai alat pencegahan sebelum terjadinya penyimpangan pada saat ini, namun dapat juga berfungsi sebagai alat pencegahan pada tahun berikutnya apabila pada tahun ini terjadi penyimpangan, artinya agar tidak terjadi penyimpangan serupa pada tahun yang akan datang. Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Internal Auditor dapat berupaya melakukan pencegahan tindakan penyimpangan melalui berbagai cara diantaranya melalui penciptaan atau penyempurnaan sistem pengendalian intern. Sistem ini terdiri dari seperangkat prosedur-prosedur yang harus diikuti alurnya dan ditaati langkah-langkahnya. Nah, sistem pengendalian intern ini dapat dijadikan sebagai tool atau media untuk memperoleh indikasi yang dapat digunakan dalam upaya mendeteksi
22
Fokus Pengaw asan Pengawasan
tindak pidana korupsi yaitu: Pertama, eksistensi adanya sistem pengendalian intern. Apakah sistem dan prosedurnya telah tersedia dengan baik dan lengkap. Sistem ini merupakan suatu Build In System yang direncanakan dan dipersiapkan untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan mempunyai pedoman yang baku sehingga pelaksana kegiatan secara otomatis akan berjalan pada koridor yang telah ditetapkan. Kedua, apakah sistem yang sudah ada tersebut dilaksanakan atau tidak. Tidak dilaksanakannya sistem tersebut dapat terjadi karena ketidaksengajaan atau kelalaian (negligent) dan dapat juga disebabkan karena kesengajaan (irregularity) yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengarah kepada adanya indikasi tindak pidana korupsi. Nah, apabila sistem ini dilanggar maka kemungkinan ada indikasi-indikasi yang dapat dianggap memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Unsur tersebut terdiri dari unsur melawan hukum, merugikan negara dan memperkaya diri sendiri atau orang lain. Peran internal auditor berkaitan dengan pencegahan tindak pidana korupsi adalah dalam hal mengurangi terjadinya resiko. Resiko dimaksud ada lah resiko tidak dilaksanakannya sistem pengendalian intern yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama Sebagaimana diuraikan sebelumnya, resiko yang dihadapi instansi adalah resiko integritas (Integrity risk), yaitu resiko adanya kecurangan oleh pelaksana kegiatan atau pegawai instansi tersebut, tindakan yang mengarah kepada tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, atau tindak penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik instansi. Adanya resiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk menyusun tindakan pencegahan / prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan. Sebagai upaya pencegahan adalah dengan melaksanakan fungsi pengawasan pada setiap tahap pelaksanaan prosedur yang dilaksanakan baik secara periodik maupun secara insidentil oleh internal auditor. Dengan adanya pengawasan secara insidentil, pelaksana cenderung akan takut untuk berbuat curang atau akan berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya. Pendeteksian Pidana Korupsi Sinyal-sinyal atau indikasi bahwa terjadi tindak pidana korupsi antara lain adalah tidak dipatuhinya atau tidak di laksanakannya sebagian atau seluruh prosedur-prosedur yang sudah ditetapkan sebelumnya, di antaranya adalah dapat berupa pengadaan barang fiktif, perjalanan dinas fiktif,
proses tender tidak sesuai dengan ketentuan, dokumen yang tidak ada bukti pendukungnya, progress penyelesaian phisik tidak sesuai/ proporsional dengan realisasi pengeluaran uang/termin pembayaran, penyelesaian phisik terlambat atau dapat juga penyimpangan berupa berita acara serah terima fiktif. Sinyal-sinyal awal lain yang memerlukan instink kuat internal auditor dalam proses audit berlangsung dapat berupa hambatan dalam audit seperti berkas/dokumen sulit, lama atau bahkan tidak diberikan, petugas pelaksana tiba-tiba sakit sehingga tidak dapat melayani auditor, kunci lemari penyimpanan berkas tibatiba hilang dan berbagai alasan yang bertujuan untuk melindungi diri agar kecurangannya tidak diketahui oleh auditor atau minimal menghambat ditemukannya kecurangan oleh auditor. Sinyal-sinyal lain yang sangat relevan diantaranya adalah adanya perubahan gaya hidup atau perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari user atau pengguna barang/jasa ataupun kecurigaan dari rekan sekerja dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dugaan atau indikasi adanya tindak pidana korupsi. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir terhadap se-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
23
Fokus Utama mua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksinya perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam instansi. Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan bukti-bukti tidak sifatnya langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala-gejala yang mencurigakan, Pada awalnya, kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan kondisi lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakterikstik yang bersifat kondisi/situasi tertentu, perilaku /kondisi seseorang personal tersebut dinamakan Fraud indicator. Meskipun timbulnya fraud indicator tersebut tidak selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun indikator ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan yang terjadi. Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap fraud indicator tersebut dapat membantu langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya penyimpangan. Berikut adalah gambaran secara garis besar pendeteksian penyimpangan: Deteksi Penyimpangan Penyajian Laporan Keuangan Sebagaimana kita ketahui bahwa belanja terdiri dari belanja Barang dan
24
Fokus Pengaw asan Pengawasan
belanja Modal. Nah, sebagai contoh, apabila ternyata aset yang disajikan dalam neraca tahun berjalan tidak sebanding dengan anggaran belanja modal dalam DIPA maupun dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) nya, aset secara signifikan lebih kecil dibanding dengan DIPA maupun LRA, itu menunjukan adanya sesuatu yang tidak benar, selisih penggunaan belanja modal larinya kemana? Digunakan untuk pengadaan apa. Berarti ada pengadaan barang yang tidak dianggarkan sebelumnya dan tidak ada dalam DIPA. Kondisi ini sudah cukup merupakan indikasi awal yang memerlukan pendalaman lebih lanjut. Kondisi ini dapat saja disebabkan berbagai faktor, diantaranya adalah kemungkinan salah mengklasifikasikan anggaran belanja dan modal, dapat saja anggaran belanja modal digunakan untuk belanja barang, dapat saja dokumen belanja modal belum di input seluruhnya ke dalam sistem aplikasi SABMN, atau berbagai penyebab lainnya. Kondisi tersebut memerlukan analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam persentase. *Auditor Ahli Madya BPKP Pusat.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama
Filosofi Auditing OIeh: Khairunnas
Dalam perspektif auditing, sangat jarang orang membicarakan filosofi auditing. Apakah auditing perlu memiliki filosofi? Apakah yang dimaksud dengan filosofi auditing? Siapa yang harus merumuskan filosofi auditing? dan sejauh mana peran auditor dalam filosofi auditing? Atas pertanyaan tersebut, dalam konteks pengertian istilah filosofi dan istilah auditing, kedua kata tersebut bisa bermakna kegiatan olah fikir yang membahas bagaimana sebenarnya ilmu auditing, prinsip yang mendasarinya dan sebagai suatu sistem untuk memandu permasalahan praktis baik dari aspek realitas maupun nilainya. Keberadaan filsafat auditing akan memperkuat struktur ilmu auditing dan oleh karenanya rumusan filosofi auditing tersebut seyogyanya dirumuskan oleh orang yang berhubungan dengan tugas auditing. Dengan filosofi auditing diharapkan bisa memperkuat struktur ilmu auditing dan kemampuan kegiatan teknis praktis auditing. Untuk memudahkan pemaknaan atas filosofi auditing pembahasannya akan diuraikan dalam tiga kerangka fikir yaitu:
Ilmu Filosofi adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang itu (Ii Baihaqi Mustafa, Aspek Filosofi, 2007). Ilmu filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala sesuatu yang ada, sebab, asal dan hukumnya. Filosofi adalah teori yang mendasari alam fikiran atau suatu kegiatan. Dalam pengertian lain filosofi juga diartikan bidang ilmu yang mencari pemahaman umum terhadap nilai dan realitas melalui kegiatan pemikiran bukan melalui pengamatan lapangan. Dari rumusan tersebut apabila dikaitkan dengan auditing, dimana auditing merupakan salah satu disiplin ilmu yang selalu di tuntut untuk berkembang, maka memiliki korelasi dengan Ilmu Filsafat. Filsafat/filosofi dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu auditing. secara umum dikenal ada empat sifat dari filosofi (Mautz dan Sharaf), yaitu: Pertama, comprehension, yaitu melihat dari kacamata intelek secara
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
25
Fokus Utama lengkap. Kedua, perspective, yaitu kemampuan melihat objek yang sebenarnya dan yang terpenting saja. Ketiga, Insight, yaitu pandangan mendalam terhadap suatu situasi. Keempat, vision, yaitu pandangan/impian/ imajinasi prospek dan tujuan jauh kedepan. Ilmu Auditing/Audit Auditing dalam pengertian secara umum adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk meyakinkan tingkat kesesuaian antara suatu kondisi yang menyangkut kegiatan dari suatu auditan dengan kriterianya, yang dilakukan oleh auditor dengan mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti pendukungnya secara sistematis, analitis, kritis, dan selektif guna memberikan pendapat atau simpulan dan rekomendasi kepada pihak yang berkepentingan. Di dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2007 disebutkan bahwa audit adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan kehandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Dari pe-
26
Fokus Pengaw asan Pengawasan
ngertian audit diatas, dapat dirumuskan hal-hal yang terkait dengan audit, yaitu: Pertama, suatu kegiatan yang dilakukan oleh auditor. Kedua, membandingkan kegiatan yang dilakukan dengan kriteria terkait. Ketiga, harus ada bukti terkait dengan adanya ketidaksesuaian dengan kriteria, Keempat, dilakukan secara sistimatis, analisis dan selektif. Kelima, dilakukan oleh orang yang independen. Keenam, bersifat obyektif dan profesional, Ketujuh, dikomunikasikan oleh pihak yang berkepentingan. Kedelapan, memberikan pendapat dan rekomendasi. Filosofi Auditing Banyak kalangan menilai bahwa auditing tidak lebih dari pekerjaan praktek, prosedur, metode dan teknik mengaudit, sehingga tidak banyak ahli yang membahas filosofi auditing. Sangat sedikit didapatkan buku/literatur tentang filosofi auditing, namun secara teori kedua disiplin ilmu tersebut nyata keberadaan dan perlu dipelajari. Bagaimanapun auditing merupakan salah satu disiplin ilmu yang perlu pengembangan karena memerlukan metode, teknik dan bersifat teoritis. Kaitan nya dengan filosofi adalah karena filosofi mencari pemahaman umum terhadap nilai dan realitas melalui olah pikir.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Utama Menurut Harahap dalam bukunya Auditing dalam Perspektif Islam, mendefinisikan filosofi auditing yaitu “Suatu persoalan dapat dipahami secara menyeluruh dalam ketotalitasannya dan dalam kaitannya dengan tugas auditing, mempertimbangkan setiap isu secara berkaitan satu sama lain, memasuki wilayah keyakinan yang diterima akal dan melihat jauh kedepan baik prospeknya maupun tujuannya”. Auditing memiliki landasan teori yang jelas sehingga dapat menjawab permasalahan yang muncul serta dapat mengembangkan ilmu itu selanjutnya. Dengan demikian maka auditing memiliki “leon” yang berarti bahwa auditing memiliki filosofi, karena filosofi merupakan teori yang mendasari alam fikiran atau suatu kegiatan. Dalam konteks filosofi auditing yang merupakan kegiatan olah fikir yang membahas bagaimana sebenarnya ilmu auditing itu. prinsip yang mendasarinya, dan sebagai suatu sistem untuk memandu permasalahan praktis baik dari aspek realitas maupun nilai nya. Auditor dalam proses pengambilan keputusan tidak hanya terbatas pada pengetahuan teknik, metode pemeriksaan, tetapi juga kemampuan menggunakan per-
timbangan profesi dan ini membutuhkan pengalaman, pengetahuan, ingatan, persepsi, imajinasi dan tanggungjawab yang besar terhadap integritas profesi. Hasil dari pengetahuan, ingatan, imajinasi tersebut membuahkan sebuah falsafah audit. Audit sebagai implementasi tugas Inspektorat Jenderal Departemen Agama sebagai aparatur pengawasan terhadap seluruh satuan kerja, diharapkan mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan akuntabel. Perubahan paradigma peran Inspektorat Jenderal dari hanya sebagai watch dog menjadi konsultan dan katalis adalah tuntutan perbaikan kinerja internal. Inspektorat Jenderal sebagai konsultan diharapkan dalam melaksanakan fungsi pengawasan tidak hanya mampu menyajikan temuan, namun juga melakukan penataan dan penyempurnaan sistem, struktur kelembagaan, dan prosedur pengawasan yang independen, efektif, efisien, transparan, dan memberikan bimbingan atas kendala dari permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas aparatur. Sedangkan sebagai katalis, diharapkan mampu mendorong terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) melalui kebijakan pengawasan berupa perbaikan manajemen organisasi dan memberikan
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
27
Fokus Utama keteladanan bagi pelaksanaan tugas. Proses semua perkembangan dan perubahan itu tidak bisa lepas dari olah pikir berbagai pihak terkait dengan tugas audit dan semua itu menjadi teori yang mendasari alam fikiran atau suatu kegiatan. Proses ini semua termasuk dalam pengertian filosofi. Auditor dalam melaksanakan tugas audit hendaknya dapat memberikan masukan yang konstruktif dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Audit yang telah dilakukan melalui dua jalur, yakni represif dan preventif, Audit yang bersifat represif dilaksanakan melalui audit operasional dan audit khusus/investigasi untuk melakukan penindakan dan pengenaan sanksi atas penyimpangan yang terjadi, sedangkan audit yang bersifat preventif dilaksanakan untuk menghindari perilaku menyimpang dengan memberikan bimbingan dan kebijakan pencegahan penyimpangan dengan pendekatan agama. Proses itu semua memerlukan pemikiran dari auditor karena akan mencari pemahaman umum terhadap nilai dan realitas melalui kegiatan pemikiran. Disinilah peran filosofi masuk ke alam tugas auditing, yaitu memadukan pekerjaan praktek, prosedur, metode, dan teknik mengaudit dengan menggunakan kegiatan pemikiran untuk mendapatkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, layak untuk di-
28
Fokus Pengaw asan Pengawasan
rekomendasikan dan disadari untuk ditindaklanjuti. Salah satu rujukan bagi auditor untuk melakukan tugas audit dengan mengedepankan pemikiran dalam tugas auditing ini adalah sebagaimana disampaikan dalam Pidato Pembukaan Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah di Istana Negara pada hari Senin, 11 Desember 2006, Presiden RI mengingatkan: bahwa salah satu upaya membangun tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa adalah dengan meningkatkan pengawasan intern yang bersinergi di lingkungan pemerintahan. Untuk mewujudkan pemerintahan seperti itu tidak semudah membalikkan tangan. Tantangan tugas bagi seluruh aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) tidaklah ringan. Tugas APIP Memerlukan tenaga dan pemikiran tindakan serta ketegasan sikap secara sungguh-sungguh. Kontek pemikiran ini tidak bisa lepas dengan proses filosofi. Jadi para auditor berperan dalam tugas audit juga merumuskan filosofi audit itu sendiri. Terhadap tugas audit ini sangat mutlak diperlukan pemikiran yang cermat, teoritis, sistimatis, obyektif dan independen. Untuk bisa menjawab tantangan tugas tersebut sangat diperlukan insting yang tajam dan proses ini merupakan bagian dari filosofi.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Opini Masyarakat Aktif, Transparansi dan Korupsi Oleh : Ali Yuddin Abstrak Masalah transparansi dan akuntabilitas perlu dilihat sebagai strategi penting dalam pencegahan korupsi. Selain itu transparansi perlu dilihat dalam masalah kekuasaan (power) yaitu sebagai upaya untuk membatasi dan mengatur power sehingga dapat menggerakkan masyarakat secara positif. Peningkatan transparansi membutuhkan masyarakat aktif yang berpartisipasi dalam pengawasan kegiatan kepemerintahan. Desentralisasi di anggap mempunyai potensi untuk lebih meningkatkan partisipasi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas guna mengurangi korupsi sehingga mencapai kepemerintahan yang baik. Secara empiris terdapat berbagai upaya untuk meningkatkan transparansi yang dilakukan oleh Civil Society Organizations (CSO) dalam memerangi korupsi. Upaya ini seringkali terdapat di pusat sehingga perlu di replikasi di daerah. Upaya besar yang perlu dilakukan adalah dukungan peraturan dan anggaran bagi CSO tersebut serta mengintegrasikan mereka pada suprastruktur (negara) sehingga in-
frastruktur (masyarakat/civil society) dapat berpartisipasi secara aktif, komprehensif dan permanen. Pola “Co government” dengan jaringan Iokal, nasional dan global yang partisipatif ini diharapkan akan menghasilkan “kontrol absolut” untuk mengatasi ‘kelemahan representative government sehingga dapat membantu tercapainya kepemerintahan yang baik dan mengurangi korupsi. Masyarakat Aktif, Transparansi dan Korupsi Pembahasan mengenai transparansi akan menjadi jelas jika kita melihatnya sebagai variabel yang mempunyai potensi untuk menghasilkan korupsi atau pemerintah pusat dan daerah yang buruk. Demikian pula perlu dilihat peran masyarakat khususnya yang aktif sebagai variabel yang dapat mempengaruhi tingkat transparansi dan akuntabilitas guna pencapaian kepemerintahan yang baik. Transparansi dan Kekuasaan Kekuasaan (power) dalam masyarakat lebih sering mempunyai makna negatif dan erat kaitannya dengan penindasan oleh satu pihak ter-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
29
Opini hadap pihak lainnya, dalam sejarah manusia, power telah dicoba untuk dibatasi dan di atur sebab kasus empiris sering menunjukkan bahwa power tanpa batas atau kontrol akan menghasilkan kesewenang-wenangan penggunanya dan berdampak buruk pada pihak yang mempunyai sedikit power. Berkaitan dengan pembatasan dan pengaturan power dalam akuntabilitas maka masalah transparansi berperan penting. Transparansi adalah akses kepada informasi tentang suatu aturan, anggaran dan penyelenggaraan negara. Dengan munculnya gelombang demokratisasi maka transparansi meningkat sejalan dengan penurunan pengamatan (surveillance) oleh negara. Surveillance akan menambah power negara tersebut karena mereka dapat meningkatkan informasi dan predictability dalam interaksi dengan warga negaranya. Masyarakat Aktif Masyarakat aktif yang dimaksud oleh Amitai Etzioni adalah masyarakat yang dapat menentukan arah dirinya
30
Fokus Pengaw asan Pengawasan
sendiri (societal self control) dan untuk keadaan tersebut dibutuhkan komitmen, dan akses pada informasi. Konsep masyarakat aktif ini semakin penting karena terdapat pendapat
bahwa suprastruktur (negara) yang seharusnya mengatur dan melaksanakan power seringkali melupakan masyarakat. Akhirnya masyarakat dapat dianggap hanya sebagai penonton dan keadaan ini mengakibatkan semakin aktifnya sebagian masyarakat melalui lembaga ormas atau LSM. Keadaan ini menunjukkan semakin perlu diperbanyaknya lembaga ekstra (watchdogs) yang dilaksanakan oleh masyarakat, seperti: lembaga pengawas pemerintah (misalnya, Go-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Opini vernment WatchlGowa), lembaga pengawas parlemen (misalnya, Parwi). lembaga pengawas yudikatif (misalnya, LBH), lembaga anti korupsi (misalnya, Indonesian Corruption Watch/ICW), lembaga pengawas masalah HAM (misalnya, Kontras), lembaga pengawas anggaran (misalnya, Forum Transparansi Anggaran/Fitra). Lembaga-lembaga di atas merupakan lembaga yang memberi wadah partisipasi bagi warga karena kurang berfungsinya lembaga perwakilan (suprastruktur).
lemahan suprastruktur. Replikasi LSM yang berada ditingkat nasional untuk mengatasi masalah prioritas (kegiatan eksekutif, legislatif, yudikatif, korupsi, HAM, anggaran) merupakan upaya awal dan mutlak untuk meningkatkan transparansi dan mencegah korupsi. Tepatlah jika dikatakan bahwa “Keniscayaan otonomi berada di tangan masyarakat tidak akan ada artinya sama sekali bagi reformasi pemerintahan di republik kita tanpa adanya upaya luar biasa untuk mewujudkan transparansi.”
Partisipasi Dalam Desentralisasi Desentralisasi dianggap dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sehingga mengurangi korupsi. Di satu pihak, desentralisasi (pada tingkat kabupaten) berarti lebih mendekatkan suprastruktur pada warga dan infrastruktur. Namun keadaannya tidaklah mudah ini disebabkan karena: Pertama, pola “checks and balance” ala Trias Politica pada tingkat nasional tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya dimana fungsi legislatif dan yudikatif relatif lebih lemah dari eksekutif, Kedua, kelemahan “checks and balances” ini tidaklah diatasi seperti keadaan ditingkat nasional dimana berbagai LSM mencoba menjadi wadah partisipasi masyarakat untuk menggoreksi ke-
Co-Government Pembahasan di atas menunjukkan bahwa peningkatan transparansi dan akuntabilitas haruslah dilakukan oleh masyarakat yang aktif yang dapat menjadi kekuatan yang luar biasa. Transparansi dan akuntabilitas haruslah diperjuangkan karena keduanya merupakan bagian dari power, terlihat pula berbagai upaya yang menunjukkan pentingnya peran masyarakat (komunitas maupun LSM) yang harus secara ekstensif dan intensif melakukan pengawasan dan koreksi terhadap pemerintah. Upaya masyarakat ini seringkali mengalami kelemahan yakni kurangnya biaya dan tenaga dalam melaksanakan tugasnya. Dukungan dana dari luar (nasional
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
31
Opini atau internasional) seringkali tidaklah mencukupi untuk melakukan pengawasan permanen terhadap negara (suprastruktur) yang memang mempunyai anggaran yang relatif cukup. Padahal berbagai pendapat dan studi menyatakan bahwa partisipasi masyarakat akan membantu meningkatkan good governance dan mengurangi korupsi. Upaya yang tidak melibatkan masyarakat Iokal seperti pembentukan badan atau komisi anti
garan dan terintegrasikan secara komprehensif dan permanen dengan negara (suprastruktur) dalam menjalankan pemerintah. Mekanisme ini dapat disebut “co government” dan dalam bidang pembangunan upaya sinergis ini disebut “co production” dimana pemerintah bekerjasama (complementary) dengan swasta dalam menghasilkan produk atau jasa. Berbagai upaya non pemerintah yang rutin, permanen, intensif dan ekstensif ter-
korupsi atau pengawas kekayaan negara, maupun badan inspektorat inde penden tidaklah akan memberi hasil yang memuaskan. Singkatnya, dibutuhkan keadaan dimana sebagian dari masyarakat (infrastruktur) atau civil society organizations (CSO) di pusat dan daerah di dukung dengan peraturan dan ang-
sebut akan menghasilkan “penebalan” dan aktifnya masyarakat. Model cogovernment yang partisipatif dan korektif tersebut diharapkan akan menghasilkan “kontrol absolut” oleh masyarakat guna meningkatkan good governance dan mengurangi korupsi yang sampai sekarang masih merupakan wabah nasional.
32
Fokus Pengaw asan Pengawasan
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Opini Penataan, Pengelolaan dan Penertiban Barang Milik Negara (BMN) Oleh: Nikmatul Atiyah Dengan semakin berkembangnya organisasi, semakin berat tugas manajemen dalam mengendalikan jalan organisasi. Agar tujuan yang ditetapkan tercapai, keamanan asset negara terjamin, tertib dan akuntabel maka diperlukan penataan pengelolaan barang milik Negara (BMN). Perubahan paradigma baru pengelolaan barang milik negara/aset negara yang ditandai dengan keluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 yang sebelumnya telah ada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang memunculkan optimisme baru best practices dalam penataan dan pengelolaan aset negara yang lebih tertib, akuntabel, dan transparan kedepannya. Pengertian pengelolaan aset negara seperti yang dimaksud dalam PP Nomor 6 Tahun 2006 adalah tidak sekedar administratif semata, tetapi memiliki pemahaman yang lebih maju dalam mengelola aset negara, meliputi: bagaimana meningkatkan efisiensi, efektivitas dan menciptakan nilai tambah dalam mengelola aset. Oleh karena itu, lingkup pengelolaan aset negara mencakup perencanaan
kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindah tanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Proses tersebut merupakan siklus yang lebih terinci didasarkan pada pertimbangan perlunya penyesuaian terhadap siklus perbendaharaan dalam konteks yang lebih luas (keuangan negara). Sedangkan Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pada hakikatnya penertiban Barang Milik Negara (BMN) adalah kegiatan untuk mengumpulkan data, pengecekan secara fisik atas Barang Milik Negara tersebut. Pengumpulan data BMN meliputi jenis, jumlah, nilai berikut permasalahan dalam penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penatausahaan, pengamanan, dan pemeliharaan BMN serta menindaklanjutinya dalam rangka mendukung upaya mewujudkan pengelolaan BMN yang tertib dan akuntabel baik secara administratif, teknis, maupun hukum. Sedangkan
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
33
Opini tujuan dari penertiban Barang Milik negara adalah pertama, menginventarisasi dan mengamankan seluruh BMN pada Kementerian/Lembaga yang hingga saat ini belum terinventarisasi dengan baik sesuai peraturan perundang-undangan, kedua, menyajikan nilai koreksi BMN pada Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga per 31 Desember 2007, ketiga, melakukan sertifikasi BMN atas nama pemerintah Republik Indonesia. Pembenahan tata kelola aset negara ke arah yang tertib dan akuntabel menjadi hal yang substansial ditengah usaha pemerintah untuk meningkatkan citra pengelolaan keuangan negara yang baik melalui Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang wajar tanpa pengecualian. Langkah-langkah strategis untuk mewujudkan tata kelola aset negara yang tertib dan akuntabel ditandai dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2007 tanggal 7 Agustus 2007 tentang Tim Penertiban Barang Milik Negara sebagai payung hukum langkah-langkah penertiban aset negara pada kementerian/lembaga negara. Tim Penertiban terdiri dari lintas departemen, sebagai ketua adalah Menteri Keuangan dan beranggotakan Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Jaksa Agung, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Negara BUMN,
34
Fokus Pengaw asan Pengawasan
Kepala BPKP, dan Kepala BPN, dengan sekretariat tim berada di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Koordinasi pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan penilaian BMN serta penetapan langkah-langkah penyelesaian permasalahan pengamanan aset negara menjadi tugas pokok dan tanggung jawab Tim Penertiban BMN. Kantor Pusat DJKN c.q. Satuan Tugas Penertiban BMN adalah koordinator kegiatan BMN secara nasional. Kantor Wilayah DJKN adalah koordinator pelaksanaan kegiatan penertiban BMN, sedangkan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) bertanggungjawab atas monitoring dan pengendalian Tim Pelaksana yang bertugas pada wilayah KPKNL setempat. Sebagai salah satu contoh pada Kantor Departemen Agama yang telah menjalankan Sistem Aplikasi Barang Milik Negara (SABMN) melakukan inventarisasi terhadap seluruh barang milik negara didampingi oleh tim penilai KPKNL yaitu dengan cara membandingkan hasil laporan barang milik Negara di Kantor Departemen Agama dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan, dimana hasil dari inventarisasi diharapkan dapat dijadikan bahan perbaikan dalam laporan keuangan satuan kerja. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2007 diterbitkan karena ada be-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Opini berapa sebab antara lain sampai saat ini barang milik negara di kementerian/ lembaga belum terinventarisasi dengan baik dan dilatarbelakangi upaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan barang milik negara yang ada di setiap lembaga negara sekaligus untuk mengamankan barang milik negara di maksud secara tertib, efektif, efisien dan akuntabel. Kondisi dimana belum terinventarisasinya BMN dengan baik sesuai peraturan yang berlaku pada kementerian/lembaga negara menjadi sasaran dalam penataan dan penertiban BMN. Arahnya dari langkah langkah penertiban BMN (inventarisasi dan penilaian) tersebut adalah bagaimana pengelolaan aset negara di setiap pengguna barang menjadi lebih akuntabel dan transparan, sehingga aset-aset negara mampu dioptimalkan penggunaan dan pemanfaatannya untuk menunjang fungsi pelayanan kepada masyarakat. Penertiban dan pengelolaan aset negara memberikan acuan bahwa aset negara harus digunakan semaksimal mungkin untuk mendukung kelancaran tugas pokok dan fungsi pelayanan, dan dimungkinkannya fungsi budgeter dalam pemanfaatan aset untuk memberikan kontribusi penerimaan bagi negara. Salah satu yang mendesak dari kegiatan penertiban BMN tersebut di-
atas, adalah mampu memberikan gambaran kondisi sekarang tentang berapa besar nilai seluruh aset negara, baik itu yang bersumber dari APBN maupun dari sumber perolehan lainnya yang sah, di samping itu agar segera dapat terwujudnya ketersediaan database BMN yang komprehensif dan akurat. Tahap pertama dari proses manajemen aset adalah perencanaan kebutuhan dan penganggaran. Penyusunan rencana kebutuhan barang dilakukan dengan melihat ketersediaan jumlah barang yang dimiliki dengan rencana kegiatan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sarana dan prasarana pendukungnya. Penertiban Barang Milik Negara pada satuan kerja baik di daerah maupun pada tingkat pusat yang sedang berjalan seharusnya dijadikan momentum bersama untuk menginventarisir dan menata kembali aset negara yang selama ini masih belum tertangani dengan baik agar penggunaaan dan pemanfaatan aset negara sesuai dengan peruntukannya dan sesuai dengan tujuan pengadaannya, serta mampu memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
35
Opini Korupsi atau Pengabdian Oleh : M.Abidzar,E.R
Saat ini kita hidup di era demokrasi, dimana beberapa waktu belakangan ini di Negara Indonesia telah terbentuk sebuah trend yang paling mendominasi kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yaitu “Kebangkitan gerakan demokrasi”, hampir di setiap pelosok daerah di Indonesia telah terjangkit trend demokrasi ini, terkhusus setelah Rancangan Undang-undang Otonomi Daerah telah disahkan dan diumumkan di Lembaran Negara sehingga menjadi berlaku sebagai Undang-undang. Terlebih lagi dengan suksesnya penyelenggaraan Pemilihan Umum secara langsung tahun 2004 dengan aman sentosa menyebabkan Trade mark populis demokrasi Indonesia semakin terlihat eksistensinya. Hal ini semakin nyata dengan banyaknya negara lain khususnya negara barat/eropa dan Amerika Serikat yang telah terlebih dahulu menganut sistem demokrasi memuji keberhasilan pesta akbar demokrasi di Indonesia. Di lain sisi laju demokrasi Indonesia sangat mempengaruhi tata etika dan budaya struktur masyarakat Indo nesia yang tampaknya belum siap berada dalam sistem demokrasi di-
36
Fokus Pengaw asan Pengawasan
karenakan mentalitas masyarakat Indonesia yang masih feodal walaupun tampaknya telah siap berada dalam sistem ini. Hal ini dapat dilihat dengan tidak berjalannya secara maksimal salah satu agenda/program pemerintah yaitu pemberantasan korupsi yang harus dimulai dari jajaran internal terlebih dahulu dengan tujuan menghasilkan pemerintahan yang baik dan bersih dari praktek Korupsi dalam mewujudkan Visi dan Misi pemerintah terhadap masyarakat Indonesia. Agenda atau program yang baik ini bagaikan Mencari mata air di gurun pasir hampir seluruh departemen mengalami kendala atas situasi ini, walaupun secara dejure agenda atau program ini memiliki legitimasi yang cukup kuat yaitu: Pertama, sikap Presiden Susilo Bambang Yudoyono terhadap korupsi menyatakan “Dalam pemberantasan KKN, diperlukan revitalisasi hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman”, lebih jauh Presiden juga menegaskan harus dipilih juga pejabat yang bebas KKN, Penegak Hukum yang berani, tegas dalam menindak segala pelanggaran hukum, Kedua, pembentukan Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketiga, ko-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Opini mitmen pemerintah ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Keempat, Komitmen ini bertangga turun ke seluruh departemen-departemen yang dikepalai Menteri-Menteri Kabinet Pemerintahan SBY-JK yang diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu diantaranya di lingkungan Departemen Agama dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi Dengan Pendekatan Agama yang ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Sosialisasi Pemberantasan Korupsi Dengan Pendekatan Agama. Hal ini dapat dilihat dengan jelas bahwa petugas-petugas yang bertanggungjawab dalam menangani masalah pemberantasan dan pencegahan korupsi di dalam tubuh Departemen Agama sudah memiliki legitimasi hukum yang kuat, tetapi dalam kenyataannya mau tidak mau harus diakui bahwa program pemberantasan korupsi di lingkungan Departemen Agama masih perlu ditingkatkan lagi, karena agama merupakan garda terdepan dalam melawan tindakan korupsi ini, maka sudah seharusnya Departemen Agama harus mampu menjadi contoh de-
partemen yang bersih dari segala tindakan perbuatan korupsi. Dimana korupsi fisik berupa manipulasi dan penggelapan kemungkinan besar mampu ditekan hingga 80 % dengan kejadian belakangan ini dengan begitu gencarnya Komisi Pemberantasan Korupsi membidik siapapun tanpa pandang bulu, tetapi dibalik keberhasilan KPK dalam membangun shock therapy penanganan tindakan korupsi fisik tidak serta-merta keberhasilan ini terjadi dalam memberantas tindakan korupsi non fisik bagaikan pepatah tidak ada gading yang tak retak hal ini pun berlaku bagi panglima-panglima pemberantasan korupsi. Terhadangnya gerakan mafia lingkaran korupsi fisik menyebabkan lingkaran itu berdiaspora membangun kekuatannya dalam aktifitas mafia lingkaran korupsi non fisik yaitu korupsi waktu, pemikiran dan korupsi tingkah laku profesional yang sulit dijerat hukum, walau tampak kecil tetapi bila ini tidak segera teratasi maka sudah dapat dipastikan akan menimbulkan krisis kepercayaan, serta hilangnya keyakinan masyarakat terhadap efektivitas peran fungsi kepemimpinan sebagai pengayom masyarakat dan fatalnya, tindakan korupsi non fisik sangat mempengaruhi eksistensi serta men-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
37
Opini ciptakan degradasi agama sebagai bentuk penangkal utama dalam memberantas jenis korupsi ini yang sangat berhubungan dengan pembangunan moral dan etika serta yang lebih mengerikan lagi, mafia lingkaran korupsi non fisik ini berdampak kepada krisis keimanan yang sulit ditangkal oleh para ulama, kyai, pendeta, dan pastur. Sehingga dapat dipastikan tindakan korupsi fisik yang tadinya telah di tekan akan kembali berdiaspora menjadi bola salju tindakan korupsi yang berjamaah dan kolektif. Hal ini sangat mudah terjadi karena tindakan korupsi selalu lebih didominasi oleh mereka yang berada dalam kedudukan mapan sehingga tindakan korupsi lebih banyak dilakukan dalam membangun jalur kolusi dan nepotisme dalam membangun kerajaan struktural kegiatan korupsi. Untuk melindungi dan mempertahankan tindakannya, mereka tidak segan-segan menyingkirkan lawan bahkan bawahannya, bila bawahan tidak menjadi bagian dari kelompok atasan sudah dipastikan bawahan akan menjadi komunitas terpinggirkan. Maka bisa dikatakan bahwa tindakan korupsi ini menjadi tindakan pengabdian kepada atasan atau berkorupsi untuk pengabdian. Kondisi dan keadaan ini akan dihadapi cepat atau lambat, sehingga seberapa besar agama dapat meng-
38
Fokus Pengaw asan Pengawasan
hadapi situasi ini, dengan suatu bentuk pertaruhan dimana karakteristik masyarakat kita telah berada dalam keadaan: Pertama, keterdesakan kebutuhan ekonomi hidup sehingga tidak menjadi rahasia umum lagi bahwa pekerjaan menjadi kebutuhan pokok dalam kehidupan, bahkan pekerjaan menjadi bagian dalam menjalankan fitrah keimanan sebagai bentuk tanggungjawab profesionalitas dalam menjalani hidup. Kedua, kebutuhan jasmani menjadi lebih dominan dalam setiap aktifitas gerak kehidupan, maka berdasarkan teori potensial tindakan korupsi akan tumbuh subur, berakar dan berpondasi. Benar adanya ini merupakan kondisi yang berat tetapi harus dihadapi atau kita berhadapan dengan dampak hancurnya generasi bangsa yang secara tidak langsung menjadi tanggungjawab Departemen Agama. Tulisan ini menawarkan urung rembuk dalam menghadapi virus asusila korupsi dengan meresepi renungan-renungan atau cara tradisional pemikiran yang sebenarnya berbasis falsafah kebudayaan walaupun tampak sederhana seperti: Pertama, pemikiran seorang tabib saat mendiagnosa virus penyakit baru yang belum ada obatnya, dengan berani mengambil resiko kematian dengan menjadi obyek uji coba penawar virus tersebut untuk me-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Opini nyembuhkan pasiennya, Kedua, menjadi atasan yang memiliki status ekonomi sederhana dibandingkan dengan yang lain bukan berarti atasan tersebut tidak tahu peran dari posisinya tetapi bersedia menjadi panutan akan status sosialnya sebagai pimpinan, Ketiga, memahami pemberantasan kejahatan bukan sebagai bagian dari tugas dan fungsi kerja melainkan tanggungjawab dirinya kepada sang pencipta. Tetapi yang jelas bahwa tindakan asusila korupsi bukan mahluk yang baru muncul melainkan tokoh yang selalu berperan dalam pertumbuhan usia kehidupan yang merasuki jiwa dan pikiran umat manusia. Tak salah bila kita renungkan sebuah pemikiran yang telah lama direnungkan sebelumnya, seperti: Pertama, “Apa yang sudah aku alami bahwa perut selalu lebih diutamakan dari hati sanubari. Kata hati selalu bisa di ubah-ubah, disesuaikan dalam berbagai bentuk dan rupa, seperti yang diperintahkan oleh kehendak untuk mempertahankan diri, dan ada pula kesenangan berkuasa ialah kebengisan manusia di dalam bentuk yang lain yaitu kebengisan kebinatangan. Manusia pada hakekatnya masih tetap bodoh, kurang ajar, kasar dan seperti binatang, dia boleh belajar Ilmu dan berkata-kata
dengan kata Ilmu Pengetahuan, dia boleh berselubung titel-tItel sekolah tinggi dan segala hayal peradaban kebudayaan. pada hakekatnya hati kebinatangan tidak bisa dihilangkan” (Renungan Sutan Syahrir dalam pengasingan di Tanah Merah 21 Maret 1936), Kedua, “Apa yang terpenting adalah memiliki pemikiran terbuka. Seseorang semestinya tidak bertindak semata-mata tergantung kepada pengetahuannya sendiri. Ada ucapan yang mengatakan bahwa seseorang tidak akan menjadi bingung jika ia senantiasa mendengar apa yang dikatakan orang lain” (Rowland GouldThe Matsushita Phenomeon). Semoga 2(dua) kutipan perenungan ini menjadi pendongkrak terhadap sikap kita untuk memusuhi dan memberantas segala macam tindakan korupsi.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
39
Opini Mengenang Lahirnya Dasar Negara Oleh : Achmad Ghufron Pancasila sebagai Dasar Ideologi Negara dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Dasar Konstitusional Negara, dirumuskan/disusun oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang selama keberadaannya telah bersidang 2 (dua) kali, dan pengesahannya dilakukan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Kekalahan Pemerintah Jepang oleh tentara Sekutu tahun 1945 berpengaruh terhadap daerah jajahan termasuk Indonesia, Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada para pemimpin-pemimpin Indonesia, mencari simpatik rakyat Indonesia agar membantu dan mendukung Pemerintah Jepang yang dalam kondisi kalah perang. Oleh karena itulah pada tanggal 29 April 1945 Pemerintah Jepang di Indonesia membentuk suatu badan yang diberi nama Dokuritsu Zyunbi Tjoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang beranggota kan 62 orang, diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyoningrat. BPUPKI tidak hanya menyelidiki segala sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia, tetapi langsung membicarakan Dasar-Dasar Negara Indonesia merdeka dan merencanakan Undang-Undang Dasar Indonesia. BPUPKI ini selama keberadaannya telah bersidang dua kali,
40
Fokus Pengaw asan Pengawasan
yaitu : yang pertama tanggal 29 Mei 1945 s.d. 1 Juni 1945, dan yang kedua tanggal 10 Juli 1945 s.d 16 Juli 1945. BPUPKI membentuk suatu panitia perumus, panitia kecil yang berjumlah 9 orang yang bertugas membahas hasil sidang pertama untuk disusun menjadi Rancangan Pembukaan UUD. Panitia sembilan ini pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil menyusun Rancangan Pembukaan UUD yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Panitia sembilan ini selanjutnya dikenal dengan penandatangan Piagam Jakarta, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. AA Maramis, Abikusno Tjokrosuryo, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebarjo, Wachid Hasyim, Mr. Mohammad Yamin. Pada tanggal 16 Juli 1945 setelah selesai sidang kedua, BPUPKI telah berhasil menyusun Rancangan Undang-Undang Dasar Indonesia merdeka (yang kemudian hari dikenal dengan istilah Batang Tubuh). setelah berhasil menyusun Undang-Undang
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Opini Dasar Indonesia merdeka, BPUPKI dibubarkan, dan sebagai gantinya tanggal 7 Agustus 1945 didirikan suatu badan yang dinamai Dokuritsu Zyunbi Iinkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Ketua yang anggota awalnya 21 orang, setelah Jepang menyerah anggotanya menjadi 27 orang. Penyusunan Rancangan Pembukaan UUD 1945 Pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan tanggal 29 Mei 1945 s.d. 1 Juni 1945 diawali dengan pidato 3 tokoh negarawan, yaitu Mr. Mohammad Yamin, Prof. DR. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno, yang masingmasing mengajukan konsep rancangan Dasar Negara Indonesia merdeka. Pada tanggal 29 Mei 1945 di depan sidang BPUPKI yang pertama Mr. Moh. Yamin menyampaikan pidato, yang intinya ada lima, yaitu : Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, Kesejahteraan Rakyat/Keadilan. Di samping menyampaikan konsep 5 dasar secara lisan, Mr. Mohammad Yamin juga menyampaikan usul tertulis mengenai rancangan Dasar Negara, yang mencantumkan perumusan 5(lima) azas dasar Negara, yaitu: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan Persatuan, Rasa Ke-
manusiaan yang adil dan beradab, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prof. DR. Mr. Soepomo pada kesempatan kedua mengemukakan pendapatnya tanggal 31 Mei 1945 di depan sidang BPUPKI, isinya antara lain dapat disimpulkan sebagai berikut: Negara Indonesia merdeka yang hendak didirikan itu hendaknya merupakan Negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter, Setiap warga negara dianjurkan takluk kepada Tuhan, Dalam susunan pemerintah negara Indonesia harus di bentuk sistem Badan Permusyawaratan, Sistem perekonomian Negara Nasional diatur berdasarkan azas kekeluargaan, Negara Indonesia bersifat negara Asia Timur Raya. Kemudian Ir. Soekarno mendapat giliran terakhir pada tanggal 1 Juni 1945 mengucapkan pidatonya di hadapan sidang BPUPKI, yang mengusulkan 5 hal yang diberi judul “Pancasila” untuk menjadi Dasar-Dasar Negara Indonesia merdeka, yaitu : Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, Ketuhanan. Untuk mengenang peristiwa bersejarah inilah maka setiap tanggal 1 Juni selalu diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila karena pada tanggal
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
41
Opini 1 Juni 1945 tersebut pertama kali dikenalkan Pancasila, yang dalam bahasa Sansakerta, “Panca” artinya lima, dan “Sila” artinya dasar. Piagam Jakarta yang ditetapkan tanggal 22 Juni 1945 merupakan cikal bakal/embrio dari Pembukaan UUD 1945 mengandung rumusan Pancasila pada alinea keempat, yang rumusannya berbunyi: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam permusyawaratan perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hasil rumusan panitia sembilan yang berupa “Piagam Jakarta” ini di nilai sebagai naskah persetujuan antara nasionalis Islam dengan nasionalis sekuler. Panitia sembilan mengusulkan agar Piagam Jakarta ini dijadikan Mukaddimah (Pembukaan UUD 1945). Walaupun sebelumnya pada tanggal 31 Mei 1945 Ki Bagoes Hadikusumo mengusulkan agar dasar Negara Indonesia yang terbentuk adalah Islam, sebab rakyat Indonesia 90% beragama Islam. Para wakil daerah di luar Jawa yang bukan Islam, merasa keberatan apabila Piagam Jakarta dijadikan Pembukaan UUD dan selanjutnya mengusulkan agar kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
42
Fokus Pengaw asan Pengawasan
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di ganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Apabila tidak diganti, mereka (wakil yang non Islam dari luar Jawa) mengartikan bahwa dasar Negara Indonesia adalah Islam. Selain merubah pada sila pertama tersebut, juga menghapus/ merubah yang mensyaratkan untuk menjadi Presiden Indonesia ialah orang Indonesia Asli yang beragama Islam menjadi “Presiden Indonesia ialah orang Indonesia asli”, sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) UUD 1945. Dengan perubahan 7 kata-kata di belakang Ketuhanan (dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) menjadi Yang Maha Esa (YME), maka Piagam Jakarta disetujui menjadi Pembukaan UUD 1945, sehingga rumusan Pancasila yang tertera pada alinea ke IV adalah: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Per satuan Indonesia, Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penyusunan Rancangan UndangUndang Dasar (batang tubuh) dan Pembentukan PPKI Setelah sidang pertama, BPUPKI melaksanakan sidang kedua pada tanggal 10 Juli 1945 s.d. 16 Juli 1945,
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Opini dan panitia perancang UUD (yang di bentuk oleh BPUPKI) telah berhasil menyusun Rancangan UndangUndang Dasar pada tanggal 16 Juli 1945. Panitia perancang UUD diketuai oleh Soekarno, yang merangkap menjadi anggota. Sidang kedua BPUPKI inilah akhinya pada tanggal 16 Juli 1945 telah menerima Rancangan UndangUndang Dasar hasil dari bahasan/ rumusan dari Panitia Perancang UUD setelah mengalami beberapa perubahan. kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI telah bersidang dan menetapkan: Pertama, Rancangan Pembukaan UUD menjadi Pembukaan UUD 1945, dimana rumusan Pancasila terdapat dalam alinea ke IV. Dengan demikian Pancasila telah ditetapkan sebagai Dasar Ideologi Negara. Kedua, Rancangan Undang-Undang Dasar menjadi Batang Tubuh UUD 1945, yang berarti UUD 1945 telah ditetapkan sebagai Dasar Konstitusional, Dasar Struktural Negara. Ketiga, mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden RI Pertama, dan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden RI pertama. Keempat, Pekerjaan Presiden untuk sementara di bantu oleh Komite Nasional. Sejak ditetapkan sebagai Dasar Konstitusional dan Dasar Struktural, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami pasang surut masa berlakunya sampai dengan adanya perubahan-perubahan/amandemen,
yaitu:18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945, 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS, 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959 berlaku UUDS 1950, 5 Juli 1959 sampai 11 Maret 1966 berlaku UUD 1945, 11 Maret 1966 sampai 19 Oktober 1999 pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, 19 Oktober 1999 sampai 18 Agustus 2000 berlaku UUD 1945 yang telah dirubah/disempurnakan pertama kali, 18 Agustus 2000 sampai 10 Nopember 2001 berlaku UUD 1945 yang telah disempurnakan/dirubah (amandeman) yang kedua, 10 Nopember 2001 sampai 10 Agustus 2002 berlaku UUD 1945 yang telah disempurnakan/dirubah (amandeman) yang ketiga, 10 Agustus 2002 sampai dengan sekarang berlaku UUD 1945 yang telah disempurnakan/dirubah (amandeman) yang keempat. Hasil perubahan/amandemen UUD 1945, maka UUD 1945 meliputi 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, 2 pasal Aturan Tambahan, tanpa penjelasan. Dengan perubahan (amandemen) ini, yang tadinya UUD 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan, sekarang menjadi Pembukaan dan pasal-pasal (Perubahan Aturan Tambahan pasal II).
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
43
Pengaw asan Pengawasan Pertemuan Regional Pengawasan Dalam Upaya Percepatan Tindak Lanjut Hasil Audit Oleh: Fadly Heready Pertemuan regional pengawasan serta rekonsiliasi dan pemutakhiran data-data temuan hasil audit di lingkungan Departemen Agama perlu diprakarsai dan difasilitasi oleh pihak Sekretariat Inspektorat Jenderal Departemen Agama, dengan dukungan dan kerjasama dari seluruh pihak auditan secara rutin dan terarah, sesuai dengan wilayah kerja dari tiap-tiap Inspektur wilayah yang ada pada Inspektorat Jenderal Departemen Agama, yaitu: a) Inspektur Wilayah I : Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, Jawa Timur, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua. b) Inspektur Wilayah II : Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Bimas Katolik, Jawa Barat, Bali, Jambi, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Irian Jaya Barat. c) Inspektur Wilayah III : Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu, Banten, Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Maluku, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Lampung. d) Inspektur Wilayah IV : Badan Litbang dan Diklat, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Yog-
44
Fokus Pengaw asan Pengawasan
yakarta, Sumatera Selatan, Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara. e) Inspektur Wil ayah V : Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Jawa Tengah, Riau, Bengkulu, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Gorontalo. Pertemuan regional pengawasan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk mempercepat tindak lanjut temuan hasil audit yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Agama dibawah koordinasi Inspektur Jenderal. Pertemuan regional ini juga untuk menyikapi jika saldo temuan yang belum ditindaklanjuti cukup besar, atau bahkan terdapat saldo temuan yang sudah cukup lama namun belum ditindaklanjuti. Hal ini akan sangat ironis dengan tekad dan komitmen Departemen Agama untuk memberantas KKN dan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan akuntabel jika tidak dapat ditangani dengan baik, benar, dan tepat sasaran. Saldo temuan yang masih besar dapat dinilai sebagai salah satu indikator belum terwujudnya pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan bebas dari praktek-praktek KKN.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Pengaw asan Pengawasan Apalagi bila dikaitkan dengan tugas dan fungsi Departemen Agama, yang berkoordinasi dengan Menko Kesra bertujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat untuk mencapai Indonesia yang sejahtera, maju, dan mandiri. Dengan adanya pertemuan/rapat regional pengawasan serta rekonsiliasi dan pemutakhiran data-data temuan hasil audit tersebut diharapkan akan dapat dihasilkan: Pertama, kesamaan data temuan hasil audit dan tindak lanjutnya antara Inspektorat Jenderal dengan auditan, Kedua, kesamaan data temuan hasil audit dan tindak lanjutnya antara auditan dengan Inspektorat Jenderal, Ketiga, percepatan tindak lanjut atas temuan hasil audit, Keempat, identifikasi masalah atau hambatan terhadap lambatnya hasil audit ditindaklanjuti, Kelima, rekomendasi dan langkah-langkah untuk percepatan tindaklanjut hasil audit, Keenam, pemutihan temuan hasil audit yang tidak dapat ditindaklanjuti (TPTD) untuk temuan yang memenuhi kriteria TPTD sesuai ketentuan yang berlaku. Kegiatan Rapat Regional Pengawasan yang dilaksanakan dapat menjadi persiapan bahan untuk kegiatan pertemuan regional dengan Menko Kesra yang telah dilaksanakan mulai tahun 2004. Atas prakarsa dan fasilitasi Menko Kesra di Jakarta telah
diselenggarakan rapat koordinasi pengawasan pembangunan dengan mengundang BPKP dan empat Departemen yang berada di bawah koordinasi Menko Kesra dan jumlah temuannya terbesar, yaitu Departemen Agama, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Kesehatan, dan Departemen Sosial, ditambah satu LPND, yaitu BKKBN. Pertemuan dilanjutkan dengan pertemuan untuk rekonsiliasi dan pemutakhiran temuan hasil audit BPKP, juga atas prakarsa dan fasilitasi Menko Kesra. Menko Kesra secara proaktif juga mengirimkan surat kepada para Menteri/Kepala LPND/Gubernur/Bupati/ Walikota di seluruh Indonesia yang intinya meminta agar para pejabat pemerintahan lebih memberikan perhatian terhadap percepatan dan penanganan tindak lanjut hasil pemeriksaan. Khusus pengiriman surat kepada para Gubernur dan Bupati/ Walikota, sangat diperlukan dengan pertimbangan berkurangnya akses abilitas departemen di tingkat Pemerintah Pusat terhadap eks unit kerja atau instansi vertikalnya di daerah, yang setelah otonomi daerah dialihkan ke Pemerintah Daerah, dengan harapan para Gubernur dan Bupati/Walikota memberikan arahan dan stimulasi kepada unit kerja/instansi pemerintah da-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
45
Pengaw asan Pengawasan erah di bawahnya untuk menindaklanjuti temuan hasil audit. Surat Menko Kesra kepada para Gubernur dan Bupati/Walikota tersebut memperoleh respons positif dengan diperolehnya tanggapan atau jawaban surat dari Gubernur dan Bupati/Walikota kepada Menko Kesra dilengkapi bukti tindak lanjutnya. Surat dari Gubernur dan Bupati/Walikota tersebut telah diteruskan seluruhnya kepada Kepala BPKP untuk diproses lebih lanjut karena kewenangan untuk menyatakan apakah temuan tersebut telah tuntas ditindaklanjuti berada pada BPKP. Untuk tahun 2008 ini Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat secara proaktif telah memprogramkan untuk melakukan kegiatan yang sama seperti yang dilakukan di tahun sebelumnya. Rapat koordinasi pengawasan ditingkat Pusat biasanya dilaksanakan di Jakarta bertempat di Kementerian Koordinator Bidang Kesra dan dihadiri oleh BPKP Pusat c.q Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Polsoskam, Itjen Departemen Agama, Itjen Departemen Pendidikan Nasional, Itjen Departemen Kesehatan, Itjen Departemen Sosial, dan Inspektorat Utama BKKBN. Rakor di tingkat Pusat tersebut kemudian dilanjutkan dengan Rapat Regional Pengawasan Pembangunan di 3 Wilayah, yaitu Wilayah Indonesia
46
Fokus Pengaw asan Pengawasan
Bagian Barat, Indonesia Bagian Tengah, dan Indonesia Bagian Timur, dengan melibatkan Itjen Departemen dan Inspektorat Utama LPND di bawah koordinasi Menko Kesra yang jumlah temuannya cukup besar serta seluruh Perwakilan BPKP Propinsi di tiga wilayah tersebut, atas fasilitasi Menko Kesra. Peserta yang terlibat pada rapat putaran terakhir yaitu Itjen Departemen Dalam Negeri untuk membantu percepatan tindak lanjut temuan hasil audit pada Instansi Pemerintah Daerah. Rapat Regional Pengawasan Pembangunan diikuti oleh peserta dari Itjen Departemen Agama, Itjen Departemen Pendidikan Nasional, Itjen Departemen Sosial, Itjen Departemen Kesehatan, Inspektorat Utama BKKBN, BPKP Pusat, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat sebagai fasilitator, dan 8 Perwakilan BPKP di wilayah Indonesia. Dari rapat regional pengawasan pada wilayah tersebut diharapkan dihasilkan Berita Acara Rekonsiliasi dan Pemutakhiran Temuan BPKP yang ditandatangani oleh para Kepala Perwakilan BPKP, para Irjen Departemen/ Inspektur Utama LPND, BPKP Pusat, dan Kementerian Koordinator Bidang Kesra. Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh kesamaan data temuan hasil audit dan tindak lanjutnya antara BPKP dengan Itjen Departemen/
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Pengaw asan Pengawasan Inspektorat Utama LPND. Selain itu juga di harapkan diperoleh tindak lanjut atas temuan hasil BPKP sehingga saldo temuan setelah rekonsiliasi menjadi berkurang bila dibandingkan dengan saldo sebelumnya. Dari rapat regional pengawasan tersebut juga diharapkan dapat diidentifikasikan masalah atau hambatan terhadap lambatnya hasil audit BPKP ditindaklanjuti. Selain itu juga telah berhasil diperoleh saran dan langkah-langkah untuk percepatan tindak lanjut hasil audit BPKP dan upaya yang akan dilakukan dalam rangka pemutihan temuan hasil audit yang tidak dapat ditindaklanjuti (TPTD) untuk temuan yang memenuhi kriteria TPTD sesuai ketentuan yang berlaku. Inspektorat Jenderal Departemen Agama diharapkan dapat lebih mengintensifkan pengiriman surat teguran kepada obyek pemeriksaan, melakukan koordinasi dengan Dinas-dinas Propinsi/Kabupaten/Kota dan Bawasda, serta melakukan operasi percepatan tidak lanjut hasil pengawasan kedaerah. BPKP dan Itjen Departemen/ Inspektorat LPND berkoordinasi untuk mengidentifikasi penyebab lamanya atau bahkan tidak dapat ditindaklanjutinya temuan hasil audit. Untuk temuan pemeriksaan yang tidak bisa ditindaklanjuti karena sebab yang dapat di terima menurut kualifikasi TPTD,
dilakukan upaya untuk diputihkan/di write off untuk di catat secara extra comptable/ TPTD sesuai ketentuan yang berlaku.Terhadap temuan yang sudah terlalu lama tidak ditindaklanjuti akan dilakukan pemeriksaan investigasi, terutama untuk temuan yang menyangkut nilai uang (Kode Temuan 01 dan 02). Beberapa yang perlu dilakukan yaitu: Pertama, penetapan standar perlakuan yang sama mengenai rekomendasi terhadap suatu temuan untuk menghindari adanya rekomendasi yang berbeda terhadap temuan yang sama, Kedua, perlu diupayakan adanya sistem on line terhadap data temuan hasil audit BPKP yang dapat secara on line tersambung antara BPKP dengan Itjen Departemen/ Inspektorat terkait sehingga data temuannya sama dan up to date. Ketiga, BPKP dan Itjen Departemen/Inspektorat LPND akan melaksanakan rekonsiliasi PKPT (Program Kerja Pengawasan Tahunan) untuk menghindari pemeriksaan yang tumpang tindih dan bertubi-tubi pada obyek pemeriksaan. Dengan diselenggarakannya rapat kerja pengawasan diharapkan semua temuan hasil audit segera ditindaklanjuti.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
47
Renungan
Hadapi Dengan Senyum Oleh: M. Yusup
Senyum adalah bahasa dunia, ia menunjukkan keceriaan. Menurut penelitian para ahli bahwa setiap kali senyum kita menggerakkan 15 otot tetapi manakala ketika marah kita akan mengerutkan 63 otot di bagian wajah. Perbuatan mengerutkan dahi saja memerlukan gerak kerja 40 otot. Hal ini menunjukkan kebenaran tentang pepatah bahwa orang yang sering tersenyum akan awet muda dan sebaliknya. Senyumlah kepada orang yang tidak anda kenali hari ini, Insya Allah dia akan membalas senyum anda itu. Betapa mudah kita membina persahabatan. Terkadang hadiah yang paling berharga dan berkesan adalah senyum dan kata-kata yang baik lagi santun. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw: “senyummu di wajah saudaramu adalah sedekah”, Senyum adalah sedekah, karena orang yang tersenyum adalah orang yang mampu memberikan rasa aman dan rasa persahabatan pada orang lain. Senyum juga menggambarkan karakter kondisi si pemberi senyum bahwa ia mempunyai sifat lembut, ramah, dan bersahaja. Pada suatu hari Rasulullah saw
48
Fokus Pengaw asan Pengawasan
berpesan untuk memotivasi para sahabat, “Janganlah kalian menganggap remeh kebaikan itu, walaupun itu hanya bermuka cerah pada orang lain,” (HR Muslim). Secara filosofi, senyum adalah ekspresi optimisme dan harapan, Sedangkan marah adalah ekspresi keputusasaan dan ketidaksabaran. Senyum adalah sikap membangun, marah adalah sikap merusak. Menyikapi kondisi carut-marut bangsa ini, layaklah kita tersenyum. Sikap marah hanya akan memperkeruh kondisi, kemarahan bisa berbuah dendam, bisa menyulut pertikaian, bisa mengubur ukhuwah. “Orang yang pantas dipuji ialah orang yang masih sanggup tersenyum dalam keadaan serba menyayat memilukan hati” (Ella W Wilcox). Manusia hidup di dunia mempunyai tanggung jawab yang berbedabeda namun semuanya akan diper tanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Menghadapi semua tugas dan tanggungjawab di dunia hendaklah kita laksanakan dengan senyum, sehingga sebuah pekerjaan akan terasa lebih ringan. Misalnya: sebagai pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen Agama
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Renungan kita dihadapkan pada pekerjaan yang notabene bersifat sosial dan keagamaan, hendaklah kita selalu tersenyum dalam melayani masyarakat. Walaupun bangsa ini sedang mengalami banyak masalah sehingga harga senyum pun menjadi sangat mahal, namun dengan senyuman saya yakin semuanya akan terasa lebih mudah untuk kita selesaikan. Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, keluarga misalnya: sebagai seorang suami hendaknya selalu ramah dengan istri dan anak. Ada beberapa pertanyaan yang tidak perlu anda jawab dalam sebuah tulisan, namun renungkanlah!, Apakah membebanimu untuk berwajah yang berseriseri tatkala anda melihat anak dan istrimu? Apakah memberatkan mu untuk mengangkat sesuap nasi dan meletakkannya di mulut sang istri, agar anda mendapat pahala? Apakah termasuk susah, kalau anda masuk rumah sambil mengucapkan salam dengan lengkap: Assalamu‘alaikum Warahmatullah Wabarakatuh agar anda meraih 30 kebaikan? Apa yang membebanimu, jika anda menuturkan untaian kata-kata yang baik yang disenangi kekasihmu, walaupun agak terpaksa, dan mengandung bohong yang dibolehkan?. Tanyalah keadaan istrimu di saat anda masuk rumah, Suami adalah kepala rumah tangga, dialah
nahkoda bahtera yang sedang mengarungi lautan kehidupan keluarga, dialah yang mengatur dan bertanggungjawab atas segala yang terjadi dalam rumah tangga, khususnya hubungan suami istri. Tugas berat ini bisa berjalan dengan baik, kalau seandainya adanya keharmonisan dengan sang istri yang tercinta. Bukan suami saja yang berhak mendapatkan rasa kesenangan dari sang istri, tapi sebaliknya sang istri berhak juga mendapatkan hal itu dari sang suami. Maka selalu tersenyumlah kepada istri anda, walaupun terkadang agak dipaksakan. Menurut yusuf Al-Uqshari dalam bukunya yang berjudul Asy-Syakhsiyul Mu’atsirah KaifaTashbihu Muatstsiran fil Akhariin yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Menjadi Pribadi yang Berpengaruh, beliau mengatakan bahwa, pendorong dan motif yang paling kuat dalam diri manusia adalah senyuman yang selalu berkembang. Telah ditemukan secara ilmiah bahwa ungkapan-ungkapan wajah dapat berbicara dengan pengaruh lebih mendalam dibandingkan suara lidah. Senyuman yang dimaksud adalah senyuman yang datang dari lubuk hati yang paling dalam. Ada tips bagaimana agar anda bisa tersenyum. Pertama-tama, gerakkanlah motif untuk tersenyum dalam diri anda, dan pak-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
49
Renungan salah diri anda untuk senyum, dan jika anda sedang sendirian, paksalah diri anda untuk bersiul, ceria dan tampillah dengan penampilan orang yang bahagia, dan yakinlah sebentar kemudian Anda akan merasakan kebahagian yang hakiki. Karena kita menyangka bahwa emosi itu diikuti dengan perasaan, namun realitas mengatakan bahwa perbuatan dan perasaan itu berjalan beriringan, atau keduanya adalah penampilan bagi satu hal. Maka jika kita dapat menguasai akal yang tunduk kepada kehendak diri, niscaya kita dengan tak langsung akan dapat menguasai perasaan kita. Dan jika kita meyakini betul bahwa senyum itu adalah jalan yang akan mengantarkan kepada kegembiraan, dan ketika kita kehilangan kegembiraan kita wajib bertindak seakan-akan kita gembira dengan nyata. Jika Anda ingin manusia mencintai Anda, dan memberi pengaruh kepada mereka, maka senyumlah kepada mereka. Dengan senyuman tulus yang timbul dari hati, maka senyuman itu sampai ke hati secara langsung. Dan ingatlah selalu bahwa orang yang tidak memerlukan senyum adalah orang yang tak lagi memiliki senyum sedikitpun untuk ia berikan kepada manusia lain. Hikmah lama Cina mengatakan bahwa manusia yang tak mengetahui bagaimana tersenyum
50
Fokus Pengaw asan Pengawasan
sebaiknya jangan membuka toko. Hal itu berarti bahwa manusia yang tak mampu senyum sebaiknya ia tidak bergaul dengan manusia sama sekali. Karena bergaul dengan manusia memerlukan fleksibitas, toleransi berbuat baik dan optimis serta selalu tersenyum. Senyum Memperlambat Kematian Menurut penelitian para ahli kedokteran dari Universitas Maryland, AS, baru-baru ini mengungkapkan bahwa senyum ternyata ampuh membantu memperbaiki fungsi pembuluh darah. Menurut data yang kami peroleh bahwa penelitian yang dipimpin oleh Michael Miller, yang juga merupakan seorang kardiolog dari Fakultas Kedokteran Universitas Maryland ini dengan melibatkan 10 perempuan dan 10 laki-laki, kemudian responden dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang terdiri dari responden perempuan diharuskan menonton film yang telah disediakan, yaitu film komedi. Sedangkan responden lainnya harus menonton film horor. Masing-masing film berdurasi 15 menit, sebelum dan setelah menonton film ini, para peneliti memberi tekanan pada brachial artery (pembuluh darah yang berhubungan dengan tangan) kemudian mengukur seberapa cepat pembuluh itu kembali ke bentuk normal. Untuk diketahui, pembuluh darah yang
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Renungan sehat dapat dengan mudah mengembang setelah mengerut. Hasilnya, film komedi ternyata memiliki efek yang lebih menguntungkan. Responden pertama, yaitu yang menonton film komedi bisa senyum lepas dan bahagia dan pembuluh darahnya mengembang 22 persen lebih cepat ketimbang biasanya. Namun sebaliknya, responden yang menonton film horor, pembuluh darahnya justru mengembang 35 persen lebih lambat. Penelitian ini membuktikan bahwa senyum memberi pengaruh yang besar pada tubuh manusia. Jika anda ingin mempunyai tubuh yang sehat, maka usahakanlah untuk selalu tersenyum dalam setiap kesempatan dan kondisi yang tepat, walaupun sedang mengalami kesulitan, Michael miller berteori bahwa ketika senyum, dalam tubuh manusia terjadi pelepasan endorphin, hormon yang diyakini bisa membantu memperbaiki kondisi pembuluh darah. Pelepasan hormon ini dalam jumlah banyak juga terjadi setelah seseorang melakukan olahraga. Kemungkinan lain, senyum akan merangsang pelepasan nitrat oksida, yaitu gas yang mampu merelaksasi endothelium (salah satu bagian dari pembuluh darah). Meski dibutuhkan penelitian lanjutan yang lebih mendalam untuk memastikan hal ini. Tapi tak ada
salahnya jika mulai saat ini Anda melakukan terapi pada diri sendiri dengan menggunakan senyum sebagai obatnya. Senyum merupakan sesuatu yang mudah untuk dilakukan, anda dapat mencoba untuk menimbulkan senyum diwajah anda dengan berbagai cara, melihat film komedi misalnya seperti yang dianjurkan oleh Michael miller, maka dengan sendirinya senyum itu akan berkembang diwajah anda sehingga kita akan merasa lebih mudah dalam menghadapi hidup yang penuh dengan cobaan. Namun senyum juga harus dilakukan dalam kondisi dan situasi yang tepat, ketika anda sedang sendirian janganlah coba-coba untuk tersenyum sendiri! (di olah dari berbagai sumber).
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
51
AMO
Perpajakan Bendaharawan Oleh: Yanis Naini
Bendaharawan di instansi pemerintah yang diberi kewenangan memotong sekaligus menyetorkan pajak ternyata masih banyak yang belum memahami tugas dan tanggungjawabnya, termasuk mengisi SPT Pajak Penghasilan Masa ataupun Tahunan. SPT Masa meliputi SPT Masa PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh pasal 4 ayat 2, dan SPT PPn. Sedangkan SPT Tahunan meliputi SPT PPH pasal 21, realitas tersebut terlihat dari banyaknya pertanyaan yang di-sampaikan para Bendaharawan peserta Diklat Perpajakan yang digelar Pusdiklat Tenaga Administrasi Departemen Agama 9-13 Maret 2008, terjadi tarik-menarik bahkan ada juga Iayaknya saling menyalahkan di antara wajib pajak (rekanan) dengan para bendaharawan, ketika salah satu pihak belum memahami tugas dan tanggungjawabnya akan menganggu kinerja organisasi. Melalui diklat yang diikuti para bendaharawan tersebut diharapkan dapat memberikan pencerahan agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi di kemudian hari. Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2007, tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan, maka nilai denda atas ke-
52
Fokus Pengaw asan Pengawasan
terlambatan menyampaikan SPT 2008 yang ditetapkan tanggal 30 April adalah senilai Rp 1.000.000. Penghasilan yang di Potong PPh Pasal 21/26: Antara lain: Pertama, Penghasilan yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan para pensiunan yang dibebankan kepada Keuangan Negara/ Daerah (APBN/APBD). Yaitu: penghasilan yang diterima berupa: honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apapun yang dibebankan kepada Keuangan Negara/ Daerah (APBN/APBD), pengecualian: yaitu: Pegawai Negeri Sipil golongan II d ke bawah dan Anggota TNI berpangkat Pembantu Letnan Satu kebawah, Kedua, penghasilan yang diterima oleh penerima penghasilan selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan para Pensiunan yang dibebankan kepada Keuangan Negara/Daerah, antara lain berupa: upah harian, upah mingguan, upah satuan, uang saku harian, upah borongan dan honorarium, uang saku, ha-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
AMO diah, penghargaan, komisi, dan beasiswa. Pengurangan yang di Perbolehkan: Antara lain: Pertama, atas penghasilan yang dibayarkan kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, dan para Pensiunan: a) untuk menentukan penghasilan neto Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, dan Anggota TNI, Penghasilan bruto dikurangi Biaya jabatan sebesar 5% dan penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp.1.296.000,00 setahun atau Rp.108.000,00 sebulan serta luran pensiun. b) untuk menentukan penghasilan neto penerima pensiun maka penghasilan bruto dikurangi Biaya pensiun sebesar 5% dan penghasilan bruto berupa uang pensiun setinggi-tingginya Rp.432.000,00 setahun atau Rp.36.000,00 sebulan, c) untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak Penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Kedua, penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP): PTKP untuk diri pagawai adalah sebulan Rp.1.100.000,00 atau setahun Rp.13.200.000,00, PTKP untuk pegawai yang kawin adalah sebulan Rp.100.000,00 atau setahun Rp. 1.200.000,00, PTKP untuk keluarga sedarah dan semenda dalam garis lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak tiga orang
adalah sebulan Rp.100.000,00 atau setahun Rp. 1.200.000,00. Ketiga, PTKP Karyawati status kawin untuk dirinya sendiri sebesar Rp.13.200.000,00. Untuk karyawati status tidak kawin: PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP tanggungan keluarga paling banyak 3 orang. Untuk karyawati status kawin tetapi suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP sebesar Rp.1.200.000,00 setahun atau Rp.100.000,00 sebulan dan ditambah PTKP tanggungan keluarga paling banyak tiga orang, dengan syarat menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan, bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan. Keempat, pengurangan yang diperbolehkan atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan selain Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan para Pensiunan yang dibebankan kepada Keuangan Negara/ Daerah (APBN/ APBD), berupa: a) Upah harian, Upah mingguan, Upah satuan, Upah borongan, Uang saku harian adalah penghasilan bruto harian dikurangi Rp.1/10 UMP/UMK, sepanjang jumlah yang diterimanya dalam satu bulan takwim tidak melebihi UMP/UMK dan tidak
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
53
AMO dibayarkan secara bulanan. Apabila penghasilan bruto dalam satu bulan takwim melebihi UMP/UMK atau dibayarkan secara bulanan, maka pengurangnya adalah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan, yaitu: PTKP Harian = PTKP Sebenarnya / 360 . b) Honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan, tidak ada pengurangan. c) untuk penghasilan WP Luar Negeri tidak ada pengurangan. Tarif Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21/26: Antara lain: Pertama, tarif progresif berdasarkan Pasal 17 Undangundang Nomor 7 Tahun 1883 tentang PPh sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 adalah penghasilan s/d 25 Juta dikenakan tarif pajak 5%, diatas 25 Juta s/d 50 Juta dikenakan tarif pajak 10%, diatas Rp juta s/d l00 Juta dikenakan tarif pajak 15 %, di atas 100 Juta s/d 200 Juta dikenakan tarif pajak 25 % dan di atas 200 Juta dikenakan tarif pajak 35%. Kedua, tarif berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
54
Fokus Pengaw asan Pengawasan
Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 sebesar: a) 15% ditetapkan atas perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau terutang kepada tenaga ahli. Perkiraan penghasilan netonya berdasarkan pasal 9 ayat (8) ditentukan 50% sehingga tarif efektifnya adalah 7,5% dan jumlah bruto yang dibayarkan atau yang terutang oleh pemberi penghasilan, b) 5% diterapkan atas upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian yang jumlahnya melebihi 1/10 UMP/UMK sehari tetapi tidak melebihi UMP/UMK dalam satu bulan takwim dan/atau tidak dibayarkan secara bulanan, c) 15% bersifat final diterapkan atas penghasilan yang dibayarkan berupa Honorarium dan imbalan lain dengan nama apapun yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dan Keuangan Negara/Daerah, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol ll/d ke bawah dan anggota TNI/ POLRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun lnspektur Tingkat Satu ke bawah, dan d) 20% bersifat final diterapkan terhadap penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status WP luar negeri, dengan mem-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
AMO perhatikan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku antara Republik Indonesia dengan Negara domisili WP luar negeri tersebut. Ketiga, Tarif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 149 Tahun 2000 adalah Uang pesangon, uang tebusan pensiun, dan tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayar sekaligus dan dipotong PPh pasal 21 yang bersifat final dengan tarif: a) 5% dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto diatas Rp.25.000.000,00 s.d. Rp.50.000.-000,00., b) 10% dan jumlah bruto apabila penghasilan bruto diatas Rp.50.000.000,00 s.d. Rp. 100.000.000,00. c) 15% dari jumlah bruto apabila penghasilan bruto di atas Rp.100.000.000,00 s.d. Rp.200.000.000,00. dan d) 25% dan jumlah bruto apabila penghasilan bruto diatas Rp.200.000.000,00. Dalam hal penghasilan bruto jumlahnya Rp.25.000.000,00 atau kurang, dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 21. Bendaharawan Sebagai Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 PPh pasal 22 dipungut berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang. Tarif PPh pasal 22 adalah 1,5% x Harga/Nilai Pembelian Barang. Saat pemungutan PPh Pasal 22 adalah pada setiap pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang
oleh rekanan, yang dibiayai dari APBN/ APBD. Pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah Pembayaran atas penyerahan barang (bukan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi jumlah pembayaran paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, pembayaran/pencairan dana Jaringan Pengaman Sosial (JPS) oleh KPKN dan pembayaran yang diterima karena penyerahan barang sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah/pinjaman luar negeri. Bersambung
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
55
Teknologi Informasi Memahami Perangkat Komputer dan Fungsinya Oleh: Kamalul Iman Billah Komputer adalah sebuah alat ciptaan manusia yang serba lengkap dan pintar. Komputer tidak hanya bisa membuat tulisan untuk menyelesaikan dan mempermudah pekerjaan kantor atau tugas lainnya, tetapi juga bisa sebagai sarana hiburan audio-visual, seperti mendengarkan musik, memutar VCD atau DVD, menciptakan dan merapihkan musik atau video, serta banyak bidang pekerjaan lain bisa diselesaikan dengan mudah dan menakjubkan. Disebut menakjubkan, karena banyak pekerjaan yang dulu harus diselesaikan dengan menggunakan berbagai alat bantu, memakan waktu, dan memakan biaya tinggi, kini dapat diselesaikan dengan hanya satu perangkat dalam waktu yang sangat singkat, mudah, dan murah. Dengan komputer, kita dapat mengakses perpustakaan digital, yang bisa menampung database ratusan, bahkan ribuan jilid buku. Dengan komputer pula kita dapat mengakses internet dan berhubungan dengan orang lain yang tak terbatas jarak secara realtime. Dunia seakan dapat dijelajahi dengan hanya menghadapi sebuah layar komputer. Hampir segala bidang dan keahlian dapat di-
56
Fokus Pengaw asan Pengawasan
lakukan dan dipermudah dengan komputer, bahkan kejadian yang belum terjadi dapat diprediksi dengan akurasi yang mendekati sempurna. Segala kecanggihan dan kebisaan komputer dapat kita manfaatkan secara optimal dengan satu syarat, yaitu mengetahui dan mengenal komputer dan berbagai fungsinya. Tulisan ini merupakan bagian pertama dari dua tulisan tentang pengenalan komputer. Bagian ini akan membahas tentang hardware dan bagian kedua akan membahas tentang software. Mengenal Hardware Komputer Komputer merupakan sebuah perangkat mesin yang memiliki sejumlah komponen yang masing-masing memiliki peran tersendiri dan saling menunjang satu dengan lainnya. Komponen komputer antara lain terdiri atas: Prosesor Prosesor adalah rangkaian microchip yang merupakan “otak” bagi sebuah komputer. Kecanggihan prosesor sebuah komputer diukur dengan seberapa cepat dapat mengolah data
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Teknologi Informasi yang diinput oleh penggunanya. Semakin cepat prosesor sanggup mengolah data, semakin cepat pula sebuah perintah dari pengguna komputer dapat terlaksana. Ukuran kecepatan prosesor ditentukan dengan satuan hertz. Komputer pertama kali masuk ke Indonesia sebagai barang berteknologi tinggi dengan harga puluhan juta pada dasawarsa 70-80 an. Kecepatannya pun masih sangat rendah. Saat ini, kecepatan prosesor telah mencapai lebih dari 3 GHz (giga hertz). Bahkan yang terbaru sudah menggunakan dua prosesor dalam satu komputer, yang dikenal dengan istilah dual core. Di pasaran Indonesia, prosesor yang banyak beredar antara lain produksi pabrikan Intel dan AMD, walaupun banyak juga merk lain, tetapi hanya dua merk itulah yang umum dikenal masyarakat. Mainboard atau Motherboard Mainboard atau motherboard merupakan bentuk lempengan tempat rangkaian elektronik, chip, slot atau tempat untuk meletakkan perangkat pendukung komputer, dan I/O (input/ output). Semua perangkat pendukung komputer terhubung melalui rangkaian yang terdapat pada mainboard. Pada dasarnya, mainboard hanya sebagai wahana penghubung komponen komputer, sementara perangkat lainnya di
produksi secara terpisah. Tetapi pabrikan mainboard berlomba-lomba melengkapi produknya dengan perangkat yang ditanamkan kedalamnya, yang kualitasnya tidak kalah dengan produk-produk yang terpisah. Perangkat yang tertanam umumnya antara lain VGA Card, Sound Card, LAN Card, dan Modem. Perangkat yang ditanamkan ini kemudian dikenal dengan istilah onboard. Dengan adanya perangkat onboard ini, harga komputer menjadi lebih rendah dan efisien. Ini merupakan kelebihan yang diciptakan untuk menghemat anggaran peminat komputer. Di samping kelebihan tersebut, tentu ada kekurangannya, yaitu bila salah satu perangkat yang tertanam bermasalah, maka secara otomatis mainboard terpaksa harus diganti bila usaha memperbaikinya mengalami kegagalan atau perangkat yang bermasalah tersebut tidak dapat digantikan dengan perangkat tambahan. Power Supply Power supply yang biasanya terpasang pada casing, merupakan bagian dari komputer yang berfungsi sebagai filter listrik dari luar yang dialirkan ke mainboard untuk menyesuaikan dengan tegangan yang dibutuhkan komputer. Dengan power supply, aliran listrik ke dalam komputer
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
57
Teknologi Informasi sesuai dengan voltase yang dibutuhkan, sehingga komputer dapat berjalan prima. Bila aliran listrik tidak stabil, maka akan lebih baik bila ditambahkan dengan stabilizer. Namun perlu diperhatikan bahwa banyak stabilizer yang bisa mengganggu aliran listrik karena mutunya kurang baik. Pada umumnya, paket stabilizer yang merupakan bonus pembelian komputer bermutu rendah. Dengan demikian, akan lebih baik jika stabilizer tersebut tidak digunakan. RAM (Random Access Memory) RAM lebih dikenal dengan sebutan memory (media penyimpan data). RAM berfungsi sebagai penyimpan data sementara untuk membantu kinerja prosesor. Semua program yang dijalankan dalam sebuah komputer membutuhkan memory selama diproses oleh prosesor. Semakin besar RAM yang tertanam dalam komputer, maka pengolahan data oleh prosesor menjadi semakin cepat dan kompleks. Kapasitas RAM yang besar sangat dibutuhkan untuk menjalankan program program yang berat, seperti program grafis, editing musik atau video, dan game yang rumit dan kompleks, seperti game tiga dimensi.
58
Fokus Pengaw asan Pengawasan
Hard Disk Hard Disk adalah perangkat penyimpan data yang digunakan untuk menyimpan program dasar komputer (operating system) maupun data lain. Segala proses dalam komputer membutuhkan hard disk sebagai media penyimpanan. VGA Card atau Kartu Grafis VGA Card (virtual graphic accelerator) atau kartu grafis merupakan perangkat yang berfungsi untuk menampilkan gambar atau memvisualisasikan setiap proses kerja pada komputer. VGA Card juga membutuhkan memori untuk menampilkan kinerja komputer. Bentuk visualnya akan tampak pada layar monitor yang dihubungkan ke VGA Card. Cara kerjanya adalah menyimpan data yang akan ditampilkan pada monitor, sehingga semakin besar memory VGA, maka semakin baik, cepat, dan kompleks visualisasi kerja komputer pada layar monitor. Untuk VGA Card yang onboard, memorinya mengambil sebagian dari RAM. Sound Card atau Kartu Suara Sound Card merupakan perangkat yang berfungsi untuk meng hasilkan suara dari program yang dijalankan dalam komputer. Fungsi sound
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Teknologi Informasi card tidak terlalu vital bagi pengguna komputer yang tidak menjalankan program yang membutuhkan output suara atau audio, misalnya program pemutar musik. Namun demikian, saat ini hampir semua mainboard sudah memiliki kartu suara onboard. Pada sound card sederhana, biasanya terdapat tiga lubang, yaitu (1) lubang ouput yang dihubungkan ke speaker untuk menghasilkan suara dari program pemutar suara, seperti winamp dan media player (2) lubang input yang dihubungkan ke sumber untuk menginput suara, seperti pemutar kaset atau lainnya. Fungsi lubang input adalah sebagai perekam suara dari luar untuk dibuat menjadi file suara digital. (3) lubang untuk input microphone. Fungsinya adalah untuk perekaman suara dari microphone atau untuk komunikasi bila komputer dihubungkan dengan jaringan. Sound card yang lebih lengkap memiliki lebih banyak output untuk dihubungkan ke speaker yang lebih canggih, seperti speaker tipe 5.1 dan 7.1. Keyboard Keyboard adalah perangkat yang digunakan sebagai media untuk input data dan menjalankan fungsi fungsi program, serta operasionalisasi komputer. Keyboard terdiri atas tombol atau tuts seperti yang terdapat pada
mesin tik, ditambah dengan tombol fungsi operasionalisasi komputer, yaitu tombol F1-F12, control, alternate, escape, enter dan lain-lain. Tomboltombol fungsi tersebut akan sangat membantu untuk menjalankan program-program yang kompleks. Apabila keyboard tidak terpasang, komputer tetap bisa menjalankan program windows, karena telah disediakan onscreen keyboard yang dapat dijalankan dengan mouse. Mouse atau Tetikus Sama halnya dengan keyboard, mouse atau yang sekarang sering juga digunakan istilah tetikus, adalah perangkat untuk menjalankan program. Mouse memiliki fungsi yang sangat vital dalam menjalankan program yang membutuhkan akurasi, seperti program grafis dan editing audio/video. Monitor Monitor berfungsi untuk me nampilkan proses kerja komputer, sebagai perpanjangan dari VGA Card. Semua input data dan perintah melalui keyboard dan mouse akan dapat terlihat pada layar monitor. Selain beberapa perangkat di atas, kelengkapan lain yang ada pada komputer masih banyak yang akan dibahas pada kesempatan lain.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
59
Randang
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR PER/O4/M.PAN/03/2008 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA Nomor : PER/O4/M.PAN/03/2008 Tanggal : 31 Maret 2008 KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH A. LATAR BELAKANG Hasil kerja Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) diharapkan bermanfaat bagi pimpinan dan unit-unit kerja serta pengguna Iainnya untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Hasil kerja ini akan dapat digunakan dengan penuh keyakinan jika pemakai jasa mengetahui dan mengakui tingkat profesionalisme auditor yang bersangkutan. Untuk itu disyaratkan diberlakukan dan dipatuhinya aturan perilaku yang menuntut disiplin dari auditor APIP yang melebihi tuntutan peraturan perundang-undangan berupa Kode Etik yang mengatur nilai-nilai dasar dan pedoman perilaku, yang dalam pelaksanaannya memerlukan pertimbangan yang seksama dari masingmasing auditor.
60
Fokus Pengaw asan Pengawasan
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Randang Pelanggaran terhadap Kode Etik dapat mengakibatkan auditor diberi peringatan, diberhentikan dari tugas audit dan atau organisasi. B. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud ditetapkannya Kode Etik APIP adalah tersedianya pedoman perilaku bagi auditor dalam menjalankan profesinya dan bagi atasan auditor APIP dalam mengevaluasi perilaku auditor APIP. Tujuan Kode Etik adalah: 1. mendorong sebuah budaya etis dalam profesi APIP; 2. memastikan bahwa seorang profesional akan bertingkah laku pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan PNS Iainnya; 3. mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak etis, agar terpenuhi prinsip-prinsip kerja yang akuntabel dan terlaksananya pengendalian audit sehingga dapat terwujud auditor yang kredibel dengan kinerja yang optimal dalam pelaksanaan audit. Kode Etik APIP ini diberlakukan bagi: 1. Auditor. 2. PNS/petugas yang diberi tugas oleh APIP untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjutnya. C. KOMPONEN Kode Etik APIP ini terdiri dan 2 (dua) komponen: 1. Prinsip-prinsip perilaku auditor. 2. Aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut prinsip-prinsip perilaku auditor D. PRINSIP-PRINSIP PERILAKU Auditor wajib mematuhi prinsip-prinsip perilaku berikut ini: 1. Integritas Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. 2. Obyektivitas Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi audit. Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam mengambil keputusan.
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
61
Randang 3. Kerahasiaan Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan. 4. Kompetensi Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. 1. Integritas a. melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh; b. menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas; c. mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan mengungkapkan segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundangundangan dan profesi yang berlaku; d. menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi; e. tidak menjadi bagian kegiatan ilegal, atau mengikatkan diri pada tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi; f. menggalang kerjasama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan audit; g. saling mengigatkan, membimbing dan mengoreksi perilaku sesama auditor; 2. Obyektivitas a. mengungkapkan semua fakta material yang diketahuinya apabila tidak diungkapkan mungkin dapat mengubah pelaporan kegiatan-kegiatan yang diaudit; b. tidak berpartisipasi dalam kegiatan atau hubungan-hubungan yang mungkin mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian yang tidak memihak atau yang merugikan menyebabkan terjadinya benturan kepentingan; c. menolak suatu pemberian data audit yang terkait dengan keputusan maupun pertimbangan profesionalnya. 3. Kerahasiaan a. secara hati-hati menggunakan dan menjaga segala informasi yang diperoleh dalam audit; b. tidak akan menggunakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi/golongan di luar kepentingan organisasi atau dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
62
Fokus Pengaw asan Pengawasan
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Randang 4. Kompetensi a. melaksanakan tugas pengawasan sesuai dengan Standar Audit; b. terus-menerus meningkatkan kemahiran profesi, keefektifan dan kualitas hasil pekerjaan; c. menolak untuk melaksanakan tugas apabila tidak sesuai dengan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki. E. PELANGGARAN Tindakan yang tidak sesuai dengan Kode Etik tidak dapat diberi toleransi meskipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran Kode Etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi. Pemeriksaan, investigasi dan pelaporan pelanggaran Kode Etik ditangani oleh Badan Kehormatan Profesi yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan Profesi diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan APIP. F. PENGECUALIAN Dalam hal-haI tertentu yang menurut pertimbangan profesionalnya, seorang auditor dimungkinkan untuk tidak menerapkan aturan perilaku tertentu. Permohonan pengecualian atas penerapan Kode Etik tersebut harus dilakukan secara tertulis sebelum auditor terlibat dalam kegiatan atau tindakan yang dimaksud. Persetujuan untuk tidak menerapkan Kode Etik hanya boleh diberikan oleh pimpinan APIP. G. SANKSI ATAS PELANGGARAN Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode Etik akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Bentuk-bentuk sanksi yang direkomendasikan oleh Badan Kehormatan Profesi antara lain berupa: a. teguran tertulis b. usulan pemberhentian dari tim audit c. tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu. Dalam beberapa hal, pelanggaran terhadap Kode Etik dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Disalin sesuai dengan aslinya.Red
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
63
Agenda K egiatan Kegiatan Orientasi Penyusunan Karya Ilmiah Sistem administrasi kepegawaian untuk kenaikan pangkat bagi jabatan fungsional auditor berdasarkan pada penilaian angka kredit. Dengan sistem penilaian angka kredit akan menjadikan para auditor berkompetisi secara sehat dalam meningkatkan kualitas hasil pengawasannya, hal ini disampaikan oleh Inspektur wilayah III Achmad Ghufron yang mewakili Inspektur Jenderal Departemen Agama H. M. Suparta dalam acara pembukaan Orientasi Penyusunan Karya Ilmiah yang bertempat di Hotel Mars Cipayung Puncak, Bogor. Acara dibuka pada Pukul 19.00 Wib dan dilaksanakan selama 3 (tiga) hari, Kamis s/d Sabtu, tanggal 8 s.d.10 Mei 2008, acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan auditor di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama, lebih lanjut dikatakan, selain melakukan pengawasan, penilaian angka kredit juga dapat diperoleh melaui penulisanpenulisan yang bersifat ilmiah. Pada dasarnya setiap auditor memiliki potensi dan kemampuan yang tinggi dalam hal menulis. Terlebih dari sifat pekerjaan rutin yang dilakukan auditor sering kali menuntut adanya analisis yang tepat terhadap suatu permasalahan yang dihadapi di obyek pemeriksaan (obrik), katanya.
64
Fokus Pengaw asan Pengawasan
Auditor yang terbiasa menulis akan menuangkan hasil analisisnya dalam bentuk tulisan, hasil tulisannya itulah yang dapat kita kategorikan sebagai suatu karya ilmiah, guna memfasilitasi para auditor dan dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan potensi yang ada maka perlu dilaksanakan Orientasi Penyusunan Karya Ilmiah. Selanjutnya dinyatakan bahwa Pokok bahasan orientasi penyusunan karya ilmiah ini meliputi: spesifikasi bidang dan obyek, unsur penilaian angka kredit, sistematika, metodologi, tata bahasa, dan publikasi, harapannya adalah, acara ini benar-benar diikuti secara serius. Karena hasilnya sangat mempengaruhi kredibilitas dan kinerja Inspektorat Jenderal Departemen Agama di waktu mendatang. Semoga dari kegiatan Orientasi Penyusunan Karya Ilmiah ini para peserta dapat meningkatkan kemampuannya dalam hal penulisan karya ilmiah dilingkungan Departemen Agama, kata Inspektur yang ahli di bidang kepegawaian itu. Adapun Pembicara dalam acara tersebut diambil dari para ahli dibidangnya masing-masing yang disesuaikan dengan susunan acara kepanitiaan, diantaranya adalah:
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Agenda K egiatan Kegiatan Pertama, Achmad Ghufron, pembicara merupakan Inspektur Wilayah III pada Inspektorat Jenderal Departemen Agama, berbicara tentang Strategi Pengumpulan Angka Kredit Auditor dan Penulisan Karya Ilmiah sebagai kegiatan pengembangan profesi JFA. Kedua, Wahyu Prasetyawan, pembicara merupakan Dosen UIN Syahid, berbicara tentang Tehnik Penggalian Bahan Tulisan Ilmiah Murni & Populer dan Metode dan Strategi Tulisan Ilmiah Murni & Populer. Ketiga, Syaifurrahman Al-Banjari, pembicara merupakan Jurnalis senior pada salah satu Stasiun TV Swasta, berbicara tentang Menulis Artikel Ilmiah Murni dan Artikel Ilmiah Populer. Keempat, Wahid Rahmanto pembicara merupakan Jurnalis senior pada salah satu Majalah di Jakarta, berbicara tentang Penggunaan Bahasa Indonesia yang benar (EYD) dalam Penulisan yang Baik dan Metode Penulisan Jurnalistik (opini & feauture). Kegiatan yang menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan latihan/ praktik ini banyak mendapat tanggapan dari para peserta, hal ini dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan, pertanyaan yang banyak disampaikan kepada para pembicara adalah bagaimana cara memulai untuk menulis, karena kadang-kadang ketika kita sudah tahu apa yang akan kita tulis/
judul tulisan, tetapi kita kebingungan mau memulai darimana. Para pembicara menjawab bahwa jangan terjebak kepada paradigma berfikir yang menyatakan bahwa menulis itu bakat/ genetik, karena setiap orang memiliki kemampuan yang sama tetapi permasalahannya adalah pengembangan dalam bentuk melatih kemampuan menulis yang jarang dilakukan. Menulis dapat mulai dilakukan dengan mengungkapkan isi hati ke dalam tulisan dengan jangan dahulu terjebak pada suatu metode penulisan yang benar, lalu perlahan mulai mendalami metode penulisan yang baik dan benar. Acara tersebut akhirnya ditutup pada hari Sabtu pukul 10.00 Wib oleh Sekretaris Inspektorat Jenderal Departemen Agama Drs. H. Ali Hadiyanto, M.Si dalam penutupan beliau menyampaikan bahwa Inspektorat Jenderal Departemen Agama telah mempunyai Majalah Internal Fokus Pengawasan untuk membantu para Auditor dalam rangka pengembangan profesi dengan angka kredit, untuk itu mulailah menulis di majalah tersebut. Red Kecewa atau tidak, semua tergantung Anda, bagaimana Anda menyikapi kegagalan, Berharap sedikit hanya akan menghambat Anda mengoptimalkan
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
potensi Anda.
Fokus Pengaw asan Pengawasan
65
Agenda K Kegiatan egiatan Perlunya Sentuhan Moral Dengan Membangkitkan Potensi Ketuhanan Pengawasan sebagai salah satu mata rantai manajemen, secara preventif merupakan upaya untuk mencegah terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyalahgunaan wewenang, manipulasi, kolusi, korupsi, dan nepotisme yang mengeroposkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengawasan juga dapat bersifat represif dengan kegiatan pemeriksaan yang dititikberatkan pada upaya penertiban dan pengambilan sanksi atau penyimpangan yang telah terjadi pada aspek kelembagaan, keuangan, kepegawaian dan ketatalaksanaan, baik secara preventif maupu represif, pengawasan pada prinsipnya adalah bertujuan untuk perbaikan kinerja dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Akar permasalahan berbagai bentuk penyimpangan seperti korupsi adalah faktor moral dan akhlak yang substansinya berada di luar jangkauan sistem manajemen. Atas dasar kondisi demikan, kiranya perlu dicarikan upaya lain yang dapat melepaskan bangsa kita dari masalah ini. Jika kondisi tersebut disebabkan oleh perilaku dan moral para aparatur, maka solusi yang di-
66
Fokus Pengaw asan Pengawasan
perlukan adalah sentuhan moral, diantaranya melalui Pengawasan dengan Pendekatan Agama. Dengan demikian, pengawasan yang bersifat represif (audit) adalah dalam rangka menghapus penyebab penyimpangan bernama “Kesempatan”. Adapun yang berkaitan dengan moral dan akhlak adalah dengan menghapus niat untuk berbuat menyimpang melalui penyadaran diri bahwa manusia selalu di awasi oleh Tuhan, kata Menteri Agama H. Muhammad Maftuh Basyuni. Selanjutnya Menteri Agama mengatakan, kesadaran dengan bangkitnya “potensi ketuhanan” ini di peroleh melalui pemahaman terhadap nilai-nilai agama. Apabila aparatur negara sudah sadar akan potensi ketuhanan, maka tidak ada lagi niat untuk menyimpang. Untuk itulah Menteri Agama mengajak, untuk terus berusaha menginternalisasikan nilai-nilai agama dalam setiap langkah kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sehingga jati diri bangsa kita yang religius tetap terjaga dan lestari. Arahan Menteri Agama RI itu disampaikan pada acara pembukaan work shop Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA) tahun 2008 yang
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Agenda K egiatan Kegiatan bertempat di Operation Room Departemen Agama (6/5) Jl. Lapangan Banteng No. 3-4 Jakarta dan diikuti 234 peserta terdiri dari para Kepala Kanwil se-Indonesia, para auditor, pejabat esselon II, III dan IV Itjen Depag. Kegiatan yang bertemakan “Membangun jati diri aparatur negara melalui internalisasi agama” itu menghadirkan sembilan narasumber yang terdiri dari Prof. DR. Ahmad Mubarok, Guru Besar UIN Jakarta, Prof. DR. Hanna Djumhana, P.Si, pakar psikologi, Prof. Drs. Komarudin, pakar manajemen pemerintahan, para majelis agama dan DR. Choerul Fuad Yusuf, MA, Kapus Litbang Pendidikan Agama. Kegiatan ini selanjutnya dilaksanakan di Hotel Treva Internasional Jakarta dan di Hotel Grand Jaya Bogor selama 3 hari. Menteri Agama mengatakan, kegiatan ini sangat diapresiasi dan didukung sepenuhnya karena program Pengawasan dengan Pendekatan Agama ini dalam rangka untuk mewujudkan jati diri bangsa yang bermoral guna mendukung pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan korupsi (RANPK) di lingkungan Departemen Agama. Aparatur negara khususnya aparatur Departemen Agama tentunya harus mampu menjadi teladan terdepan dalam usaha mewujudkan jati diri bangsa yang bermoral
tersebut. Indikatornya adalah kita mampu mewujudkan Departemen Agama yang bersih, amanah, dan berwibawa dalam rangka mewujudkan program pemerintah untuk mewujudkan good governance dan clean goverment, katanya. Gunakan Tangan Besi Pada sisi lain Menteri Agama H.M.Maftuh Basuni menyoroti tentang masih adanya penyelewengan pada beberapa Kanwil Departemen Agama. Menteri Agama memberi batas hingga Bulan Oktober 2008 sebagai wujud kerjanya sebagai lembaga pembantu presiden selama 4 tahun, tidak ada lagi aparat Departemen Agama yang melakukan korupsi. “tidak ada lagi orang Departemen Agama dengan menyebut NIP.150 yang melakukan penyimpangan dan jika tidak tersentuh dengan sentuhan Tuhan perlu mengambil langkah dengan “tangan besi” Kata Menag sambil menambahkan bahwa keinginannya itu menjadi tugas yang dibebankan kepada Inspektorat Jenderal Departemen Agama. Selanjutnya Menteri Agama menekankan dengan berkeinginan keras kepada seluruh keluarga besar Departemen agama untuk berbenah diri, dengan mengistilahkan membereskan dan membersihkan piring-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
67
Agenda K Kegiatan egiatan piring yang kotor agar tidak lagi berserakan dimana-mana, jangan ada lagi perbuatan KKN, orang pusat ikut bermain di daerah, termasuk adanya oknum Departemen Agama yang ikut mengelola dan mendukung Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang sekarang sudah banyak menyimpang dengan menjadi Kelompok Bisnis Ibadah Haji. Menteri Agama meminta, hingga Bulan Oktober 2008 sudah tidak ada lagi seorangpun di lingkungan departemennya yang melakukan penyelewengan dan semuanya itu harus benar-benar dibersihkan dan kepada mereka yang melakukan perbuatan KKN, Menteri Agama meminta untuk memecatnya sebagai pegawai negeri sipil. Sementara itu, Inspektur Jenderal Departemen Agama Drs. H. M. Suparta, MA dalam laporannya menyampaikan, bahwa kegiatan work shop ini bertujuan untuk mewujudkan pemahaman terhadap makna dan arti penting pengawasan dengan dilandasi nilai-nilai agama dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dan untuk menjadi penjaga moral bangsa, mewujudkan prakarsa dan peran aktif pengawasan khususnya oleh aparatur negara sehingga dapat menumbuhkan kedisiplinan dan etos kerja yang tinggi, karena bekerja me-
68
Fokus Pengaw asan Pengawasan
rupakan bagian dari pengabdian kepada nusa dan bangsa serta bagian dari ibadah kepada Tuhan. Inspektorat Jenderal mempunyai tugas yang berat dalam menjaga moral bangsa, salah satu tugas cukup berat yang dibebankan untuk mengerjakannya namun sangat mulia. “Kita mengupayakan terus dengan sosialisasi dan workshop seperti sekarang ini. Pengawasan dengan Pendekatan Agama ini memang sebuah produk unggulan Itjen Depag yang terus digulirkan sehingga benar-benar menjadi sebuah paradigma pengawasan yang efektif dan menjadi pegangan dan rujukan para aparatur Departemen Agama dalam melaksanakan tugasnya sebagai PNS. Dengan sentuhan moral potensi ketuhanan ini, tidak ada lagi aparatur yang berlaku menyimpang” Tutur Drs.H.M.Suparta, MA. Selajutnya dikatakan, bahwa tahun 2006, Itjen Depag telah menyusun modul PPA yang mengkombinasikan modul induk PPA dengan rencana aksi nasional pemberantasan korupsi sebagai upaya menindaklanjuti Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Dari kombinasi tersebut, tersusunlah modul RAN-PK dengan Pendekatan Agama. Dari kombinasi tersebut telah banyak di adopsi dan di
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Agenda K Kegiatan egiatan pakai serta banyak diminta oleh kementerian/departemen dan non departemen lainnya terutama permintaan dari Inspektorat Jenderal departemen lain. Selanjutnya Inspektur Jenderal Departemen Agama ini mengatakan bahwa PPA ini tidak hanya sebatas formulasi, akan tetapi bagaimana PPA bisa diterapkan. Kalau saja aturan sudah dijalankan, moralitas selalu dikedepankan, sentuhan Tuhan selalu menyertainya, tentu bukan mustahil Inspektorat Jenderal Departemen Agama atau Komisi Pemberantasan Korupsi serta lembaga pengawasan lainnya tidak diperlukan lagi. Dan sebaliknya, karena masih adanya perbuatan yang tidak sejalan dengan aturan makanya lembaga pengawasan ini masih sangat diperlukan. “Para aparatur Departemen Agama diingatkan harus selalu meningkatkan diri dalam perbuatan dengan sentuhan agama, yang hasilnya bukan saja akan terhindar dari KKN, akan tetapi lebih patut untuk dicontoh” ungkap Mantan Sekretaris Ditjen Pendis ini. Inspektur Jenderal juga menegaskan, apabila terjadi penyelewengan dilingkungan Departemen Agama, pihaknya tidak akan menundanunda untuk menyelesaikannya. Dia berjanji akan segera menindaklanjutinya dan jika perlu dengan menggunakan “tangan besi” sebagaimana yang di-
inginkan oleh Menteri Agama. “Orang salah semestinya segera bertobat, jangan sudah salah tidak bertobat apalagi mengulanginya. Inilah bagiannya Inspektorat Jenderal untuk membereskan hal-hal yang demikian” tambah H.M. Suparta. Peran Ilmu, Iman dan Amal Prof. DR. Ahmad Mubarak, MA menyatakan bahwa “Ilmu diperlakukan bukan untuk ketahanan hati tetapi untuk merancang sistim pengawasan hingga logis, komprehensif, efektif dan efisien; Iman diperlukan terutama untuk memberi keteladanan hidup bersih oleh aparat eselon, karena bagi masyarakat Indonesia yang paternalistik, keteladanan sangat efektif dan murah biaya dalam pengawasan aparat negara”, amal perlu digalakkan untuk memberikan etos mengutamakan orang lain (itsar), sehingga aparat terobsesi untuk memberi bukan untuk mengambil. Uang korupsi biasanya habis untuk foya-foya bukan untuk beramal, uang setan kembali ke setan. Menurut Guru besar UIN Jakarta ini, bahwa Tuhan berada pada jarak yang lebih dekat di banding urat leher manusia, mengawasi lalu lintas bisikan jiwa, bukan hanya apa yang diperbuat dan dikatakan, tetapi apa yang hanya terlintas di dalam hatipun Tuhan tahu.(Kusoy)
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
69
Agenda K egiatan Kegiatan Diklat Penggunaan Alat Bantu Audit Diklat Penggunaan Alat Bantu Audit di Lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Agama adalah pendidikan dan pelatihan yang merupakan kerjasama antara Inspektorat Jenderal Departemen Agama dengan Pusdiklat Tenaga Administrasi Departemen Agama, acara berlangsung selama empat belas hari dari tanggal 16 s.d. 29 Juni 2008 dengan pembukaan dilakukan di Kampus Pusdiklat Departemen Agama
Jl. Ir. H. Djuanda No. 37 Ciputat dan berlanjut di Hotel Bali Word Jl. Soekarno Hatta No. 713 By Pass Timur Bandung Jawa Barat. Diklat Penggunaan Alat Bantu Audit merupakan Pendidikan dan Pelatihan bagi para Auditor di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Aga-
70
Fokus Pengaw asan Pengawasan
ma yang bertujuan agar para Auditor secara profesional memahami dan mengerti tentang cara-cara menggunakan alat bantu audit dalam mengaudit bangunan fisik (beton segar dan beton keras, kayu, besi, baja tulangan), menganalisa biaya konstruksi, menghitung kekuatan bangunan sehingga di lapangan para Auditor benar-benar terampil dalam menggunakan alat bantu. Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusdiklat H. Chamdi Pamudji, SH. MM pada Pembukaan Diklat Penggunaan Alat Bantu Audit. Adapun sasaran dari Diklat ini adalah tersedianya 30 orang Pejabat Fungsional Auditor (JFA) yang mampu menggunakan alat bantu audit secara profesional dalam melakukan pemeriksaan khususnya audit bangunan gedung di lingkungan Departemen Agama, katanya. Diklat yang diikuti oleh 30 peserta dari unit kerja Inspektorat Jenderal Departemen Agama ini menggunakan metode diklat yaitu: ceramah, diskusi, tanya jawab, simulasi dan juga praktek lapangan dengan materi diklat sebanyak 24 materi dengan 116 jampel yaitu se-
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Agenda K Kegiatan egiatan bagai berikut: 1) Kebijakan Diklat Pekerjaan Umum, 2) Kebijakan Pembinaan JFA di lingkungan Departemen Agama, 3) Kebijakan Diklat Pusdiklat Tenaga Administrasi, 4) Penyelenggaraan Bangunan Gedung Sesuai UndangUndang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, 5) Pengenalan Unsur-unsur Perencanaan dalam Penataan Bangunan Gedung, 6) Pengenalan dokumen Perencanaan Bangunan Gedung dan Perumahan, 7) Pengenalan HSBGN, 8) Pemeriksaan Bangunan Sesuai UU, 9) Analisa Biaya Konstruksi, 10) Aplikasi Analisis Biaya Konstruksi, 11) Pengenalan Teknologi Beton, 12) Pengendalian Mutu Beton, 13) Pengenalan Kayu Konstruksi, 14) Agregat untuk Bahan Bangunan, 15) Percobaan Adukan dan Uji Beton Segar, 16) Merancang Proporsi Beton, 17) Tata Cara Pengujian Beton Keras, 18) Praktek Percobaan Adukan Beton, 19) Praktek Lapangan Pengujian Beton Keras, 20) Praktek Uji baja Tulangan, 21) Praktek Pengujian Kayu Konstruksi, 22) Praktek Pengujian Komponen bangunan, 23) Kehandalan Bangunan
Sesuai UndangUndang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan 24) Evaluasi. Diklat kali ini mendapatkan banyak tanggapan positif dari para peserta, karena di samping dapat menambah kualitas audit bidang sarana dan prasarana baik dari aspek ketajaman, akurasi dan lingkup audit, juga dapat meningkatkan kepercayaan hasil audit di mata auditan dan pihak ketiga baik rekanan maupun masyarakat. Dengan demikian lebih memudahkan dalam meyakinkan pihak auditan maupun rekanan untuk menerima dan menindaklanjuti hasil temuan dan bagi masyarakat akan memudahkan dalam melakukan pengawalan setiap program pemerintah sebagai perwujudan Good Governance dalam bentuk partisipasi masyarakat. Diklat di tutup oleh Kepala Pusdiklat H. Chamdi Pamudji, SH, MM, dalam penutupan beliau menyampaikan harapan agar ketika peserta kembali ke tempat tugas masing-masing dapat mengimplementasikan hasil diklat ini. Red
Nomor 18 Tahun V Triwulan II 2008
Fokus Pengaw asan Pengawasan
71
Fokus Foto
Inspektur Jenderal Departemen Agama dalam TOT Pengawasan Dengan Pendekatan Agama 2008
Irjen & Ses Itjen Departemen Agama dalam Rapat Pemantauan Tindak lanjut Hasil Pemeriksaan BPK RI 2008
Kunjungan Menteri Agama Muhammad M. Basyuni ke Inspektorat Jenderal Departemen Agama 2008
Kunjungan Menteri Agama Muhammad M. Basyuni ke Inspektorat Jenderal Departemen Agama 2008
Peserta Diklat Penggunaan Alat Bantu Audit
Peserta Orientasi Penyusunan Karya Ilmiah 2008
2008