Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
1
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
KATA PENGANTAR engan mengucap puji syukur ke hadirat Alah SWT, atas rahmat dan ridho-NYA, penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (LAKIP) Tahun 2012 Deputi Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dapat diselesaikan. LAKIP merupakan media untuk menginformasikan segala pertanggungjawaban upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka pencapaian sasaran strategis melalui program dan kegiatan yang telah ditetapkan, secara transparan dan benar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi suatu organisasi Pemerintah. Penyusunan LAKIP Deputi Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Tahun 2012 dilaksanakan atas dasar analisis pengukuran dari kegiatan, program dan sasaran strategis
yang
telah
ditetapkan
dalam
Penetapan
Kinerja
Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Tahun 2012. Penetapan Kinerja (PK) pada dasarnya adalah pernyataan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun tertentu dengan mempertimbangkan sumber daya yang dikelolanya termasuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan. Berdasarkan PK yang telah diperjanjikan tersebut, LAKIP Deputi Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur berisikan informasi mengenai pertanggungjawaban atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan tugas fungsi yang di amanahkan. Akhir kata, semoga Laporan Akuntabilitas ini bermanfaat dan akan digunakan sebagai bahan peningkatan serta perbaikan kinerja selanjutnya. Plt. Deputi Menteri PAN dan RB Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur,
2
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Drs. Wiharto, MBA.
IKHTISAR EKSEKUTIF
eputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur telah menetapkan 4 (empat) sasaran yang akan dicapai dalam tahun 2012. Ke empat sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan mengaplikasikan 18 indikator kinerja dan 27 target kinerja. Realisasi pada akhir tahun menunjukkan bahwa keseluruh sasaran yang ada dapat dicapai dengan baik, sedangkan dari 18 indikator kinerja dengan 27 target terdapat 12 (dua belas) target indikator kinerja pencapaiannya berhasil dan 6 (enam) target indikator kinerja tidak berhasil. Kriteria pencapaian indikator kinerja dinyatakan berhasil adalah jika pencapaiannya melebihi 80%. Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator tersebut dapat diilustrasikan dalam tabel berikut : NO
1.
SASARAN
Meningkatnya kualitas dan implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
INDIKATOR KINERJA
Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (SPIP, pengawasan fungsional, pengawasan masyarakat, pemberantasan korupsi) Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (RUU tentang penyelenggaraan pengendalian administrasi pemerintahan (PPAP)) Persentase APIP yang melaporkan hasil pengawasan Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan SPI sesuai dengan ketentuan Persentase APIP yang telah melaksanakan pemantauan TLHP
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
TARGET
REALISASI
%
1 PermenPAN & RB
1 PermenPAN & RB
100%
1 RUU
1 Draft RUU
80%
40 K/L 33 prov 33 kab 33 kota
41 K/L 2 prov 7 Kab 6 Kota
102% K/L 0,6% prov 2,1% kab, 1,8% kota
40 K/L 33 Prov 33 Kab 33 Kota
0 K/L 0 Prov 0 Kab 0 Kota
0%
80% K/L 33 prov 33 kab
56,5% K/L 2 prov 7 Kab
70,63%KL 0,6% prov 2,1% kab,
3
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
fungsional (pusat dan daerah) 2.
3.
4
Meningkatnya efektivitas pengaduan masyarakat dan pemberantasan korupsi
Meningkatnya implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Persentase laporan dumas yang disalurkan dan telah ditindaklanjuti oleh instansi pemerintah Persentase K/L dan Pemda yang telah menandatangani Pakta Integritas Jumlah K/L Pemda yang telah menetapkan Zona Integritas Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan Inpres Percepatan Pemberantasan Korupsi melalui hasil evaluasi Persentase Aparatur Sipil yang menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN) Persentase Pejabat minimal eselon II dan/atau pos-pos strategis yang menempati jabatan baru atau selesai menjabat yang menyampaikan LHKPN Jumlah peraturan/kebijakan di bidang akuntabilitas kinerja Jumlah peraturan/kebijakan di bidang akuntabilitas kinerja (RUU tentang akuntabilitas kinerja penyelenggara negara (AKPN)) Persentase instansi pemerintah yang menerapkan sistem akuntabilitas kinerja sesuai aturan Persentase instansi pemerintah yang menyusun indikator kinerja utama (pusat dan daerah) Persentase LAKIP yang diterima (pusat dan daerah) Persentase PK yang
33 kota
6 Kota
1,8% kota
75%
84%
110%
604 IP
547
91%
139 (40K/L; 33 Prov; 33 Kab; 33 Kota)
87 (29 K/L; 9 Prov; 32 Kab; 15 Kota)
62%
459 (75% dari 612 IP)
83 IP
19%
5% ASN
0% (dalam proses menunggu RUU ASN disahkan)
0%
80% Pejabat
79,35%
99%
3 Peraturan
2 Peraturan
66,67%
1 RUU
1 draft RUU
80%
50%
63.82%
127.64%
22%
22.71%
103.22%
87%
90.83%
104.40%
55%
63.83%
116.05%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
diterima (pusat dan daerah) Persentase instansi pemerintah yang akuntabilitas kinerjanya baik
4.
*)
Meningkatnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Data sementara
44%
53% *)
120% *)
Berbagai upaya telah dilaksanakan serta telah memberikan hasil sebagaimana diharapkan. Disisi lain juga masih mengalami beberapa kendala yang lebih banyak disebabkan kurangnya komitmen dari para pimpinan instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah dalam penguatan pengawasan dan akuntabilitas kinerja. Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja Deputi V pada tahun mendatang, beberapa langkah strategis yang akan dilakukan antara lain adalah : •
Menyelaraskan berbagai peraturan perundangan yang terkait dengan penguatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur. Hal ini akan dilakukan dengan berkoordinasi dengan berbagai instansi pemerintah yang terkait seperti Kementerian Keuangan. Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, BPKP dan sebagainya;
•
Lebih meningkatkan kualitas pemberian bimbingan teknis kepada instansi pemerintah yang telah memenuhi ketaatan terhadap pemenuhan azas pengawasan dan akuntabilitas aparatur;
•
Memperluas pengawasan
cakupan dan
sosialisasi
akuntabilitas
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
untuk di
lebih
berbagai
mendorong
penguatan
instansi
pemerintah.
5
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
IKHTISAR EKSEKUTIF
iii
DAFTAR ISI
vii
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
6
PENDAHULUAN
1
1.
Umum
1
2.
Tugas, Fungsi, dan Struktur Organisasi
3
3.
Peran Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
4
RENSTRA dan PENETAPAN KINERJA
7
1.
Rencana Strategis 2011 - 2014
7
2.
Penetapan Kinerja 2012
14
AKUNTABILITAS KINERJA
19
1.
Pengukuran Capaian Kinerja
19
2.
Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja
21
3.
Akuntabilitas Keuangan
64
PENUTUP
65
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
BAB I PENDAHULUAN 1. UMUM egara kita telah mengalami perubahan-perubahan pada segala segi kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Perubahan-perubahan tersebut menyangkut segi kepatuhan kepada hukum, hidup secara berkeadilan, rasa aman, kehidupan politik, dan ekonomi, serta kehidupan berbudaya. Perubahan-perubahan tersebut pada akhirnya menimbulkan desakan reformasi yang menuntut suatu kepemerintahan yang baik, akuntabel dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) agar dapat bersaing dalam kompetisi global saat ini. Dalam menghadapi perubahan-perubahan ini, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PAN dan RB) harus mampu menciptakan nilai yang ada manfaatnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan produk yang dihasilkan yakni menciptakan aparatur yang akuntabel, bersih, dan bebas dari KKN. Jika Kementerian PAN dan RB tidak mampu mengantisipasi kondisi yang berkembang dan berubah setiap saat, maka eksistensi organisasi tidak ada gunanya bagi pemerintah dan masyarakat dan eksistensinya tentu akan segera berakhir. Dengan adanya keadaan yang penuh tantangan dan banyaknya hal yang berkaitan dengan ketidakpastian akibat perubahan-perubahan yang sering terjadi, pelaksanaan peran Kementerian PAN dan RB sebagai unit utama pembantu Presiden dalam menciptakan pemerintahan yang akuntabel sudah harus jelas peran dan fungsinya.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
7
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur (selanjutnya disebut Deputi V) merupakan salah satu unit kerja di bawah Kementerian PAN dan RB yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan Peraturan Menteri Negara PAN dan RB Nomor 12 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PAN dan RB. Deputi V ini merupakan penggabungan dari dua deputi yaitu Deputi Bidang Pengawasan dan Deputi Bidang Akuntabilitas Aparatur. Sebagai organisasi yang merupakan gabungan dari dua kedeputian yang dilebur, Deputi V melanjutkan beberapa kondisi telah dicapai dua organisasi sebelumnya. Pencapaian tersebut merupakan berbagai hasil dari upaya-upaya yang telah dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi yang diemban organisasi. Beberapa peraturan perundangan yang melandasi tugas dan fungsi antara lain adalah : a. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan ini mewajibkan setiap instansi pemerintah baik di pusat maupun daerah menyusun suatu laporan keuangan dan laporan kinerja yang terintegrasi dengan berbagai sistem manajemen pemerintahan lainnya; b. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang mengamanatkan Kementerian PAN dan RB untuk mengoordinasikan pelaksanaannya di berbagai instansi pemerintah; c. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan ini mengamanatkan agar setiap unit kerja instansi pemerintah mulai eselon II ke atas menyusun laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah; d. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
yang
mengamanatkan
Kementerian
PAN
dan
RB
untuk
mengoordinasikan pelaksanaannya di berbagai instansi pemerintah. Selain berbagai peraturan perundangan di atas, juga terdapat berbagai peraturan perundangan lainnya yang menyaratkan adanya akuntabilitas kinerja 8
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
yang baik, seperti pada Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional serta berbagai peraturan perundangan lainnya dan berbagai peraturan turunannya. Berbagai peraturan
perundangan
tersebut
jelas
menyiratkan
perlunya
penguatan
akuntabilitas dan peningkatan kinerja bagi berbagai instansi pemerintah.
2. TUGAS, FUNGSI, DAN STRUKTUR ORGANISASI Deputi V mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan dan akuntabilitas aparatur. Fungsi Deputi V adalah: a. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengawasan dan akuntabilitas aparatur; b. Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan dan akuntabilitas aparatur; c. Pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan tentang masalah atau kegiatan di bidang pengawasan dan akuntabilitas aparatur; d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Menteri Negara PAN dan RB. Struktur organisasi Deputi V terdiri dari : a. Asisten Deputi Pengembangan Sistem Pengawasan dan Akuntabilitas; b. Asisten Deputi Pengembangan Sistem Pengawasan Internal Pemerintah; c. Asisten Deputi Pengawasan Masyarakat dan Pemberantasan Korupsi; d. Asisten Deputi Pemantauan dan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Aparatur Pemerintah Pusat; e. Asisten Deputi Pemantauan dan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah. Bagan organisasi Deputi V dapat dilihat pada peraga sebagai berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
9
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
3. PERAN PENGAWASAN DAN AKUNTABILITAS APARATUR Untuk mewujudkan good governance diperlukan reformasi kelembagaan (institutional reform) dan reformasi manajemen publik (public management reform). Reformasi kelembagaan menyangkut pembenahan seluruh alat-alat pemerintahan di pusat dan daerah baik struktur maupun infrastrukturnya. Reformasi manajemen sektor publik terkait dengan perlunya digunakan model manajemen
pemerintahan
perkembangan
jaman,
yang
karena
baru
yang
perubahan
sesuai
tidaklah
dengan
sekedar
tuntutan perubahan
paradigma, namun juga perubahan manajemen. Konsep manajemen baru berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi
pada
kebijakan.
Konsep
tersebut
menimbulkan
beberapa
konsekuensi bagi pemerintah diantaranya adalah kewajiban instansi pemerintah untuk menerapkan sistem akuntabilitas kinerja. Dengan sistem ini setiap instansi pemerintah
10
dituntut
memiliki
suatu
tatanan,
instrumen,
metode
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
pertanggungjawaban
yang
meliputi
tahapan
perencanaan,
pelaksanaan,
pengukuran dan pelaporan dalam bentuk siklus akuntabilitas kinerja yang terpadu. Sistem ini juga merupakan infrastruktur bagi proses pemenuhan kewajiban instansi pemerintah dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan dalam pencapaian misi organisasi. Deputi V memiliki peran penting dalam menunjang terlaksananya reformasi birokrasi, yaitu dengan merumuskan berbagai kebijakan dalam rangka mendorong peningkatan pengawasan serta penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi secara utuh pada semua unit instansi pemerintah pusat dan daerah; memantau pelaksanaan implementasi sistem akuntabilitas kinerja dan melakukan evaluasi akuntabilitas kinerja secara berkala. Pada setiap sosialisasi ataupun bimbingan teknis penerapan akuntabilitas kinerja di instansi pemerintah pusat/daerah, Deputi V menjelaskan tentang kompleksitas dari akuntabiltas sektor publik (pemerintah) yang menuntut adanya sistem dan mekanisme pertanggungjawaban pemerintah yang kompleks juga. Sistem dan mekanisme pertanggungjawaban yang semata-mata menekankan pada pertanggungjawaban keuangan atau pertanggungjawaban anggaran, dewasa ini dianggap tidak memadai lagi sebagai media akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik juga harus mencakup pertanggungjawaban non keuangan (kinerja) yang memfokuskan pertanggungjawaban pada hasil-hasil yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, apa yang diharapkan Deputi V menjadi lebih nyata, mengingat kebijakan (Perpres) penerapan sistem akuntabilitas kinerja yang akan disusun sebagaimana amanat dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah tersebut, harus dapat mengintegrasikan laporan kinerja dengan laporan keuangan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
11
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA
1. RENCANA STRATEGIS 2010 – 2014 eputi V, sebagai unit di bawah Kementerian PAN dan RB yang bertanggungjawab langsung kepada Menteri Negara PAN dan RB dalam membentuk aparatur (pegawai dan instansi pemerintah) yang akuntabel diharapkan mampu untuk mendorong efektivitas pengawasan, akuntabilitas dan kinerja instansi pemerintah baik pusat dan daerah serta bebas dari KKN.
Visi dan Misi Dalam rangka menunjang dan membantu Kementerian PAN dan RB dalam menuju kesuksesan pelaksanaan fungsi tersebut, Deputi V menyusun visinya yang menunjukkan jati diri dan fungsinya sebagai unit utama di bawah Kementerian PAN dan RB dalam mewujudkan aparatur yang akuntabel, berkinerja tinggi dan bebas dari KKN sebagai berikut:
“Terwujudnya kepemerintahan yang baik melalui pengawasan yang efektif dan efisien serta aparatur yang akuntabel, berkinerja tinggi, dan bebas dari KKN” Terwujudnya visi, merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh segenap personil Deputi V. Sebagai bentuk nyata dari visi tersebut, maka ditetapkanlah misi yang menggambarkan hal yang seharusnya terlaksana, sehingga hal yang masih terlihat abstrak pada visi akan lebih nyata pada misi 12
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
tersebut. Lebih jauh, pernyataan misi Deputi V memperlihatkan kebutuhan apa yang hendak dipenuhi oleh organisasi, siapa yang memiliki kebutuhan tersebut, dan bagaimana organisasi memenuhi kebutuhan tersebut. Misi Deputi V ditetapkan sebagai berikut :
1. Merumuskan kebijakan nasional di bidang pengawasan dan akuntabilitas aparatur 2. Mengkoordinasikan pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kebijakan nasional di bidang pengawasan dan akuntabilitas aparatur. Misi tersebut disusun dengan mempertimbangkan adanya kebutuhan ataupun tuntutan pada masyarakat yang menginginkan adanya peningkatan akuntabilitas dan kinerja penyelenggara pemerintahan, adanya aparatur yang bersih, dan terselenggaranya manajemen pemerintahan yang baik. Pemenuhan kebutuhan publik itu dijadikan misi yang hendak dicapai oleh Deputi V yakni melalui upaya meningkatkan akuntabilitas dan kinerja aparatur sebagai salah satu pilar dari good governance, bersama dengan dua pilar lainnya yaitu transparansi dan partisipasi. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan oleh Deputi V dengan jalan mengimplementasikan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pada segenap jajaran manajemen pemerintahan dan melalui pemberian layanan akuntabilitas yang prima serta mendorong terselenggaranya prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik secara berkelanjutan. Aspek peningkatan akuntabilitas kinerja dalam misi Deputi V tersebut juga sebagai upaya organisasi untuk membantu pihak manajemen pemerintah dalam upaya meningkatkan kinerja instansi pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Kemudian, misi tersebut juga mengisyaratkan adanya upaya untuk meningkatkan pelayanan Deputi V dalam rangka pelayanan di bidang penyelenggaraan akuntabilitas, baik kepada intern Kementerian PAN dan RB Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
13
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
maupun kepada pihak ekstern yaitu kepada semua instansi pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Sedangkan dari aspek pengawasan, pernyataan misi ini menunjukkan aspek-aspek penting yang terkait dengan keberadaan organisasi, stakeholders maupun peran yang dapat dilakukan oleh Deputi V. Selanjutnya pernyataan misi tersebut secara tegas dan singkat menggambarkan peranan dan posisi strategis Deputi V dalam arti Kebijakan Pengawasan Nasional (Jakwasnas) yang berlaku untuk APIP, haruslah dirumuskan secara terpadu dan melalui due-careprocedure. Hal ini penting untuk diperhatikan, sebab kebijakan-kebijakan tersebut dapat
mempengaruhi
kinerja
aparat
pengawasan
dalam
upaya
untuk
memperbaiki kinerja birokrasi maupun menurunkan kasus KKN. Selain itu dalam meningkatkan kualitas pengawasan pada instansi pemerintah, sangat diperlukan ukuran mutu dan moral pengawasan. Hal ini bergantung pada tersedianya standar, pedoman maupun kode etik tentang pengawasan yang dapat menjadi standar bersama bagi setiap institusi maupun insan pengawasan. Dengan demikian, penyusunan standar, pedoman dan kode etik di bidang pengawasan oleh Deputi V akan semakin menunjukkan peran Kementerian PAN dan RB di dalam merumuskan dan mengkoordinasikan pengawasan secara nasional.
Tujuan Strategis Dalam rangka mencapai visi dan misi V seperti yang dikemukakan terdahulu, maka visi dan misi tersebut harus dirumuskan ke dalam bentuk yang lebih terarah dan operasional berupa perumusan tujuan strategis (strategic goals) organisasi. Tujuan
strategis
merupakan
penjabaran
atau
implementasi
dari
pernyataan misi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun. Dengan diformulasikannya tujuan strategis ini maka Deputi V dapat secara tepat mengetahui apa yang harus dilaksanakan oleh organisasi dalam memenuhi visi misinya untuk kurun waktu satu sampai lima tahun ke depan dengan mempertimbangkan sumber daya dan kemampuan yang 14
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
dimiliki. Lebih dari itu, perumusan tujuan strategis ini juga akan memungkinkan Deputi V untuk mengukur sejauh mana visi misi organisasi telah dicapai mengingat tujuan strategis dirumuskan berdasarkan visi misi organisasi. Adapun tujuan strategis dari Deputi V adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya pengawasan instansi pemerintah dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi; 2. Meningkatnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dalam rangka percepatan reformasi birokrasi. Tujuan pertama “Meningkatnya pengawasan instansi pemerintah dalam rangka
percepatan
pemberantasan
korupsi”,
menekankan
pada
upaya
menurunkan kasus KKN sesuai dengan ekspektasi para stakeholders, dalam arti keberhasilan Deputi V dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang diembannya bergantung pada perbaikan kinerja birokrasi dan penurunan kasus KKN di Indonesia. Tujuan kedua “Meningkatnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dalam rangka percepatan reformasi birokrasi” memfokuskan pada akuntabilitas kinerja.
Akuntabilitas
adalah
kewajiban
untuk
menyampaikan
pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak
yang
memiliki
hak
atau
berkewenangan
untuk
meminta
pertanggungjawaban. Peningkatan akuntabilitas dimaksudkan pada peningkatan kemampuan
instansi
pemerintah
untuk
mempertanggungjawabkan
atau
menjawab dan menerangkan mengenai kinerjanya. Kinerja instansi pemerintah pada dasarnya adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
15
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
penjabaran dari visi,misi dan strategi instansi pemerintah. Sasaran ataupun tujuan dalam konteks manajemen berbasis kinerja adalah hasil-hasil yang akan dicapai oleh instansi pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya. Peningkatan kinerja dimaksudkan pada peningkatan kinerja yang berorientasi pada hasil, sehingga kinerja instansi pemerintah benar-benar akan dapat dirasakan kemanfaatannya bagi masyarakat (stakeholders).
Indikator Kinerja Tujuan dan Target Jangka Menengah Untuk mengukur sejauh mana Deputi V telah mencapai tujuan strategis yang telah ditetapkan, pada masing-masing tujuan strategis ditetapkan indikator kinerja dan target kinerja yang harus dicapai pada akhir tahun ke lima (2014). Indikator kinerja masing-masing tujuan tersebut merupakan Indikator Kinerja Utama Deputi V. Indikator Kinerja Utama berikut target yang ingin dicapai di tahun 2014 adalah sebagai berikut:
No
1.
2.
16
Tujuan
Meningkatnya pengawasan instansi pemerintah dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi
Meningkatnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dalam rangka percepatan reformasi birokrasi
Indikator Kinerja Jumlah kebijakan dan peraturan perundang-undangan mengenai pengawasan dan pemberantasan korupsi yang disusun Persentase instansi pemerintah yang SPIP-nya baik Persentase APIP yang menerapkan kode etik dan standar audit Persentase penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan Persentase pengaduan masyarakat yang dilanjutkan Persentase pengaduan masyarakat yang ditindaklanjuti Persentase instansi pemerintah peserta island of integrity yang berhasil Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan pemberantasan korupsi sesuai dengan pedoman Jumlah kebijakan dan peraturan perundang-undangan mengenai akuntabilitas kinerja yang disusun Persentase instansi pemerintah yang akuntabilitas kinerjanya baik
Target 2014 1 RUU 4 PERMEN 90% 90% 90% 98% 65% 45%
90%
1 RUU 10 PERMEN 80%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Persentase instansi pemerintah yang menyusun PK Persentase instansi pemerintah yang menyusun IKU Persentase instansi pemerintah yang menyusun LAKIP Penyusunan LKjPP tepat waktu
70% 60% 80% 5 Lap
Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Sasaran strategis Deputi V merupakan penjabaran dari tujuan yang telah ditetapkan secara lebih spesifik dan terukur, yang menggambarkan sesuatu yang akan dihasilkan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun dan dialokasikan dalam 5 (lima) periode secara tahunan melalui serangkaian program dan kegiatan yang akan dijabarkan lebih lanjut dalam suatu Rencana Kinerja (Performance Plan). Penetapan sasaran strategis ini diperlukan untuk memberikan fokus pada penyusunan program, kegiatan, dan alokasi sumber daya organisasi dalam kegiatan atau operasional organisasi tiap-tiap tahun dalam kurun waktu 5 (lima) tahun. Sasaran strategis Deputi V merupakan bagian integral dalam proses perencanaan strategis Deputi V dan merupakan dasar yang kuat untuk mengendalikan dan memantau pencapaian kinerja Deputi V serta lebih menjamin suksesnya pelaksanaan rencana jangka panjang yang sifatnya menyeluruh, yang berarti menyangkut keseluruhan satuan kerja di lingkungan Deputi V. Sasaransasaran yang ditetapkan sepenuhnya mendukung pencapaian tujuan strategis yang terkait. Dengan demikian, apabila seluruh sasaran yang ditetapkan telah dicapai diharapkan bahwa tujuan strategis terkait juga telah dapat dicapai. Tujuan 1: Meningkatnya pengawasan instansi pemerintah dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi Penjabaran dari tujuan ini secara lebih spesifik adalah sebagai berikut : SASARAN Meningkatnya kualitas dan implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
INDIKATOR KINERJA Jumlah kebijakan dan peraturan perundang-undangan mengenai SPIP yang disusun 17
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Meningkatnya efektivitas pengaduan masyarakat dan pemberantasan korupsi
Persentase Instansi yang melaporkan penerapan SPI Persentase instansi pemerintah yang SPI-nya baik Jumlah kebijakan dan peraturan perundang-undangan mengenai Kormonev yang disusun Persentase penyelesaian tindak lanjut pengaduan masyarakat Persentase pengaduan masyarakat yang ditangani Persentase instansi pemerintah yang melaporkan Inpres Percepatan Pemberantasan Korupsi Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan pemberantasan korupsi sesuai dengan pedoman Persentase instansi pemerintah peserta island of integrity yg berhasil
Tujuan 2: Meningkatnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dalam rangka percepatan reformasi birokrasi Penjabaran dari tujuan ini secara lebih spesifik adalah sebagai berikut: SASARAN
Meningkatnya implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Meningkatnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
INDIKATOR KINERJA Jumlah kebijakan dan peraturan perundang-undangan mengenai akuntabilitas kinerja yang disusun Persentase instansi pemerintah yang menyusun Renstra Persentase instansi pemerintah yang menyusun RKT Persentase instansi pemerintah yang menyusun PK Persentase instansi pemerintah yang mempunyai IKU Persentase instansi pemerintah yang menyampaikan LAKIP Tersusunnya LKjPP tepat waktu Persentase instansi pemerintah yang akuntabilitas kinerjanya baik
2. PENETAPAN KINERJA 2012
18
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Penetapan kinerja tahun 2012 Kedeputian V adalah sebagai berikut : NO 1.
2.
SASARAN
INDIKATOR KINERJA
TARGET
ANGGARAN
Terwujudnya instansi yang akuntabel dan berkinerja tinggi
Jumlah peraturan/kebijakan di bidang akuntabilitas kinerja Jumlah peraturan/kebijakan di bidang akuntabilitas kinerja (RUU tentang akuntabilitas kinerja penyelenggara negara (AKPN)) Persentase instansi pemerintah yang menerapkan sistem akuntabilitas kinerja sesuai aturan Persentase instansi pemerintah yang akuntabilitas kinerjanya baik Persentase instansi pemerintah yang menyusun indikator kinerja utama (pusat dan daerah) Persentase LAKIP yang diterima (pusat dan daerah) Persentase PK yang diterima (pusat dan daerah) Persentase instansi peserta model island of integrity yang berhasil Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (SPIP, pengawasan fungsional, pengawasan masyarakat, pemberantasan korupsi) Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (RUU tentang penyelenggaraan pengendalian administrasi pemerintahan (PPAP)) Persentase APIP yang melaporkan hasil pengawasan Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan SPI sesuai dengan ketentuan Persentase APIP yang telah melaksanakan pemantauan TLHP fungsional (pusat dan daerah) Persentase laporan dumas yang disalurkan dan telah
3 PermenPAN & RB
4.529.206.000
Jumlah penyelenggaraan pengawasan instansi pemerintah yang terintegrasi, efisien, dan efektif
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
1 RUU
50%
44%
22% 87% 55% 32% 4.094.698.000 1 PermenPAN & RB
RUU
Pusat: 30% Daerah: 15% Pusat: 50% Daerah: 20%
75%
65%
19
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
ditindaklanjuti oleh instansi pemerintah Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan dan melaporkan Inpres percepatan pemberantasan korupsi yang dievaluasi sesuai pedoman
65%
Terdapat perbedaan antara Sasaran yang dicantumkan dalam Penetapan Kinerja dengan Sasaran dalam Rencana Strategis. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini: SASARAN PK
SASARAN RENSTRA Meningkatnya kualitas dan implementasi Sistem Pengendalian Jumlah penyelenggaraan Intern Pemerintah pengawasan instansi pemerintah yang Meningkatnya efektivitas pengaduan terintegrasi, efisien, dan efektif masyarakat dan pemberantasan korupsi Meningkatnya implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Terwujudnya instansi yang akuntabel Pemerintah dan berkinerja tinggi Meningkatnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Dalam bab Akuntabilitas Kinerja, Sasaran yang akan diakuntabilitaskan realisasinya adalah Sasaran menurut dokumen Rencana Strategis. Selain perbedaan antara Sasaran yang dicantumkan dalam Penetapan Kinerja dengan Sasaran dalam Rencana Strategis, juga terdapat penyesuaian indikator kinerja. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut ini: INDIKATOR KINERJA RENSTRA
INDIKATOR KINERJA PK
Indikator Kinerja Pengawasan
Jumlah kebijakan dan peraturan perundang-undangan mengenai SPIP yang disusun
Persentase Instansi yang melaporkan penerapan SPI
20
Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (SPIP, pengawasan fungsional, pengawasan masyarakat, pemberantasan korupsi) Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (RUU tentang penyelenggaraan pengendalian administrasi pemerintahan (PPAP)) Persentase APIP yang melaporkan hasil pengawasan Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan SPI sesuai dengan ketentuan Persentase APIP yang telah melaksanakan pemantauan TLHP fungsional (pusat dan daerah)
Persentase instansi pemerintah yang SPI-nya baik
Jumlah kebijakan dan peraturan perundang-undangan mengenai Kormonev yang disusun Persentase penyelesaian tindak lanjut pengaduan masyarakat Persentase pengaduan masyarakat yang ditangani Persentase instansi pemerintah yang melaporkan Inpres Percepatan Pemberantasan Korupsi Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan pemberantasan korupsi sesuai dengan pedoman Persentase instansi pemerintah peserta island of integrity yang berhasil Indikator Kinerja Akuntabilitas Jumlah kebijakan dan peraturan perundang-undangan mengenai akuntabilitas kinerja yang disusun Persentase instansi pemerintah yang menyusun Renstra Persentase instansi pemerintah yang menyusun RKT Persentase instansi pemerintah yang menyusun PK Persentase instansi pemerintah yang mempunyai IKU Persentase instansi pemerintah yang menyampaikan LAKIP Tersusunnya LKjPP tepat waktu Persentase instansi pemerintah yang akuntabilitas kinerjanya baik
Dalam
bab
Akuntabilitas
Persentase laporan dumas yang disalurkan dan telah ditindaklanjuti oleh instansi pemerintah Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan dan melaporkan Inpres percepatan pemberantasan korupsi yang dievaluasi sesuai pedoman Persentase instansi peserta model island of integrity yang berhasil Jumlah peraturan/kebijakan di bidang akuntabilitas kinerja Jumlah peraturan/kebijakan di bidang akuntabilitas kinerja (RUU tentang akuntabilitas kinerja penyelenggara negara (AKPN)) Persentase instansi pemerintah yang menerapkan sistem akuntabilitas kinerja sesuai aturan Persentase PK yang diterima (pusat dan daerah) Persentase instansi pemerintah yang menyusun indikator kinerja utama (pusat dan daerah) Persentase LAKIP yang diterima (pusat dan daerah) Persentase instansi pemerintah yang akuntabilitas kinerjanya baik
Kinerja,
indikator
kinerja
yang
akan
diakuntabilitaskan realisasinya adalah indikator kinerja menurut dokumen Penetapan Kinerja.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
21
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA 1. Pengukuran Capaian Kinerja ada tahun anggaran 2012, Deputi V telah menetapkan 4 (empat) sasaran yang akan dicapai. Ke empat sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan mengaplikasikan 18 indikator kinerja dan 27 target kinerja. Pengukuran tingkat capaian kinerja Deputi V tahun 2012 dilakukan dengan cara membandingkan antara target dengan realisasi masing-masing indikator kinerja sasaran. Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator tersebut dapat diilustrasikan dalam tabel berikut :
NO
1.
SASARAN
Meningkatnya kualitas dan implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
INDIKATOR KINERJA
Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (SPIP, pengawasan fungsional, pengawasan masyarakat, pemberantasan korupsi) Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (RUU tentang penyelenggaraan pengendalian administrasi pemerintahan (PPAP)) Persentase APIP yang melaporkan hasil pengawasan Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan SPI sesuai dengan ketentuan Persentase APIP yang telah melaksanakan pemantauan TLHP fungsional (pusat dan daerah)
22
TARGET
REALISASI
%
1 PermenPAN & RB
1 PermenPAN & RB
100%
1 RUU
1 Draft RUU
80%
40 K/L 33 prov 33 kab 33 kota
41 K/L 2 prov 7 Kab 6 Kota
102% K/L 0,6% prov 2,1% kab, 1,8% kota
40 K/L 33 Prov 33 Kab 33 Kota
0 K/L 0 Prov 0 Kab 0 Kota
0%
80% K/L 33 prov 33 kab 33 kota
56,5% K/L 2 prov 7 Kab 6 Kota
70,63%KL 0,6% prov 2,1% kab, 1,8% kota
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
2.
3.
4.
Meningkatnya efektivitas pengaduan masyarakat dan pemberantasan korupsi
Meningkatnya implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Meningkatnya
Persentase laporan dumas yang disalurkan dan telah ditindaklanjuti oleh instansi pemerintah Persentase K/L dan Pemda yang telah menandatangani Pakta Integritas Jumlah K/L Pemda yang telah menetapkan Zona Integritas Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan Inpres Percepatan Pemberantasan Korupsi melalui hasil evaluasi Persentase Aparatur Sipil yang menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN) Persentase Pejabat minimal eselon II dan/atau pos-pos strategis yang menempati jabatan baru atau selesai menjabat yang menyampaikan LHKPN Jumlah peraturan/kebijakan di bidang akuntabilitas kinerja Jumlah peraturan/kebijakan di bidang akuntabilitas kinerja (RUU tentang akuntabilitas kinerja penyelenggara negara (AKPN)) Persentase instansi pemerintah yang menerapkan sistem akuntabilitas kinerja sesuai aturan Persentase instansi pemerintah yang menyusun indikator kinerja utama (pusat dan daerah) Persentase LAKIP yang diterima (pusat dan daerah) Persentase PK yang diterima (pusat dan daerah) Persentase instansi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
75%
84%
110%
604 IP
547
91%
139 (40K/L; 33 Prov; 33 Kab; 33 Kota)
87 (29 K/L; 9 Prov; 32 Kab; 15 Kota)
62%
459 (75% dari 612 IP)
83 IP
19%
5% ASN
0% (dalam proses menunggu RUU ASN disahkan)
0%
80% Pejabat
79,35%
99%
3 Peraturan
2 Peraturan
66,67%
1 RUU
1 draft RUU
80%
50%
63.82%
127.64%
22%
22.71%
103.22%
87%
90.83%
104.40%
55%
63.83%
116.05%
44%
53% *)
120% *)
23
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
*)
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Data sementara
pemerintah yang akuntabilitas kinerjanya baik
Realisasi pada akhir tahun menunjukkan bahwa keseluruh sasaran yang ada dapat dicapai dengan baik, sedangkan dari 18 indikator kinerja dengan 27 target terdapat 12 (dua belas) target indikator kinerja pencapaiannya berhasil dan 6 (enam) target indikator kinerja tidak berhasil. Kriteria pencapaian indikator kinerja dinyatakan berhasil adalah jika pencapaiannya melebihi 80%.
2. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Analisis dan evaluasi capaian kinerja masing-masing sasaran tahun 2012 dari Deputi V dapat dijelaskan sebagai berikut :
Sasaran 1: Meningkatnya implementasi SPIP
kualitas
dan
Sasaran ini dimaksudkan untuk menggambarkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pengawasan intern di lingkungan instansi pemerintah. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut: INDIKATOR KINERJA Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (SPIP, pengawasan fungsional, pengawasan masyarakat, pemberantasan korupsi) Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (RUU tentang penyelenggaraan pengendalian administrasi pemerintahan (PPAP)) Persentase APIP yang melaporkan hasil pengawasan Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan SPI sesuai dengan ketentuan
24
TARGET
REALISASI
%
1 PermenPAN & RB
1 PermenPAN & RB
100%
1 RUU
1 Draft RUU
80%
40 K/L 33 prov 33 kab 33 kota 40 K/L 33 Prov 33 Kab
43 K/L 2 prov 7 Kab 6 Kota 0 K/L 0 Prov 0 Kab
108% K/L 0,6% prov 2,1% kab, 1,8% kota 0% 0% 0%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Persentase APIP yang telah melaksanakan pemantauan TLHP fungsional (pusat dan daerah)
33 Kota 80% K/L 33 prov 33 kab 33 kota
0 Kota 56,5% K/L 2 prov 7 Kab 6 Kota
0% 70,63%KL 0,6% prov 2,1% kab, 1,8% kota
Evaluasi dan analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut:
Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (PerMenPAN dan RB) Dalam tahun 2012, Kedeputian V telah menyusun 1 (satu) peraturan di bidang pengawasan yaitu satu PermenPAN dan RB Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pedoman Telaahan Sejawat Hasil Audit APIP. Peraturan tersebut telah ditandatangani dan diterbitkan per tanggal 25 Mei 2012, sehingga capaian kinerja untuk penyusunan peraturan ini adalah 100%. Peraturan ini disusun berdasarkan pasal 55 PP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang menyebutkan bahwa dalam rangka menjaga mutu hasil audit, secara berkala perlu dilakukan telaahan sejawat. Peraturan ini disusun dalam rangka untuk memberikan kepastian bahwa pelaksanaan tugas audit telah sesuai dengan standar audit dan kendali mutu audit yang dilakukan oleh APIP. Dengan demikian, akan mendukung pencapaian outcome yaitu meningkatnya efisiensi dan efektivitas pengawasan intern pemerintah. Peraturan ini disusun melalui kegiatan rapat koordinasi dan seminar. Dalam rapat koordinasi diundang juga beberapa wakil dari Irjen K/L untuk mendapatkan masukan dan dalam seminar, yang dilaksankaan di lingkungan Kementerian PAN dan RB, diikutkan beberapa wakil Inspektorat K/L dan Daerah untuk menyempurnakan isi dari pedoman telaahan Sejawat.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
25
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Jumlah peraturan/kebijakan di bidang pengawasan (RUU PPAP) Sampai dengan akhir tahun 2012, Draft RUU PPAP masih belum dapat diselesaikan mengingat belum adanya kesepakatan dari instansi terkait dalam pelaksanaan RUU. Berdasarkan hasil rapat dengan beberapa instansi terkait pada tanggal 14 November 2012, seperti BPKP, Kementerian Dalam Negeri, dan beberapa Inspektorat Jenderal K/L, telah disepakati untuk melakukan revisi terhadap RUU PPAP dan menggantinya dengan RUU Sistem Pengawasan. Menurut rencana, kegiatan penyusunan RUU Sistem Pengawasan ini akan mulai dilaksanakan pada Januari 2013.
Persentase instansi yang melaporkan penerapan SPI Jumlah APIP yang melaporkan hasil pengawasan, sampai dengan akhir tahun 2012 telah mencapai realisasi sebesar 41 K/L (102,5%), 2 Provinsi (6,1%), 7 Kabupaten (21,2%), dan 6 Kota (18,2%) dari jumlah IP Pusat dan Daerah yang ditargetkan. APIP yang melaporkan hasil pengawasannya adalah sesuai dengan kewajiban yang ditetapkan dalam PermenPAN No. 42 Tahun 2011 dalam hal mana APIP di lingkungan pemerintah pusat (K/L) dan APIP Daerah harus menyampaikan laporan hasil pengawasan. Masih sedikitnya APIP Daerah yang menyampaikan laporannya, antara lain disebabkan oleh adanya kebijakan pengawasan pemerintah daerah yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri yaitu Permendagri No. 79 Tahun 2005 dan PermenPAN No. 42 Tahun 2011 relatif merupakan kewajiban baru bagi APIP Daerah.
26
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
INSTANSI PEMERINTAH
JUMLAH
KETERANGAN
1. KEMENTERIAN/ LEMBAGA
41
Kemenakertrans, Bakosurtanal, BPPOM, Kemenkopolhukam, Kemenlu, Kemenperin, Kemenkumham, BNPB, Kemenpera, BKKBN, Kementerian PDT, Mabes Polri, Kemenristek, Kementerian Kehutanan, Kemenpora, BNN, Kementerian Kominfo, Kementerian Pertahanan, BPN, Menko Perekonomian, LIPI, Kementerian Agama, Kejaksaan Agung, LAN, Mabes TNI AU, Sekjen KY, Sekjen MK, Bapertarum PNS, Kementerian Perhubungan, Kementerian Koperasi UKM, Kementerian ESDM, Sekjen MPR, Mabes TNI AD, Kementerian Pertanian, Bapeten, KKP, Bappenas, KPPU, BKN, Setneg, Kemendagri
2. PEMERINTAH DAERAH
15
Prov Jambi, Prov Kaltim, Kab bangka Barat, Kota malang, Kab Sigi, Kota Palu, Kab Kulon Progo, Kota Lampung, Kab Demak, Kota Salatiga, Kota Kediri, Kab Solok, Kab Paser, Kab Sidoarjo, Kota Metro
Faktor yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kebijakan sistem pengendalian intern dan memperbaiki kinerja instansi pemerintah di masa mendatang adalah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang mewajibkan seluruh instansi pemerintah untuk menerapkan Sistem Pengendalian Intern (SPI). PP tersebut menyebutkan peran penyelenggaraan pembinaan SPIP yang meliputi penyusunan
pedoman
teknis,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
sosialisasi,
pendidikan
dan
pelatihan, 27
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
pembimbingan dan konsultansi, dan peningkatan kompetensi Auditor APIP menjadi tugas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Oleh karena itu pada masa yang akan datang diperlukan adanya koordinasi dan kerjasama antara BPKP dalam peran tersebut dengan Kementerian PAN dan RB selaku koordinator dalam perumusan kebijakan di bidang pengawasan. Kondisi di atas menunjukkan bahwa masih diperlukan berbagai langkah oleh pemerintah untuk memperbaiki penerapan SPIP. Oleh sebab itu, Kementerian PAN dan RB selaku perumus kebijakan telah membuat Surat Edaran Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penerapan Sistem Pengendaliam Intern di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Persentase IP yang melaksanakan SPI sesuai dengan ketentuan Secara ringkas, peran Kementerian PAN dan RB dalam penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah sebagai perumus kebijakan yang mendorong diterapkannya SPIP oleh instansi pemerintah, baik secara mandiri maupun peningkatan peran APIP sebagai evaluator SPIP pada seluruh instansi pemerintah secara konsisten dan berkelanjutan. Oleh karenanya, kegiatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan SPIP serta melakukan koordinasi pelaksanaan SPIP dengan pihak yang terkait dengan pembinaan dan penerapan SPIP pada instansi pemerintah. Jumlah instansi pemerintah yang melaksanakan sistem pengendalian intern (SPI) sesuai dengan ketentuan adalah sebesar 0 IP Pusat dan 0 IP Daerah sehingga capaian kinerjanya masing-masing adalah sebesar 0% IP Pusat dan 0% IP Daerah dari targetnya. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, BPKP ditunjuk untuk melakukan pembinaan penyelenggaraan SPIP di setiap kementerian/lembaga maupun pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Sampai dengan akhir tahun 2012, implementasi atas SPI di lingkungan instansi 28
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
pemerintah daerah masih tergolong sangat rendah kalau tidak dapat dikatakan belum ada. Hal ini disebabkan masih dalam tahap sosialisasi oleh BPKP. Lahirnya PP Nomor 60 Tahun 2008 telah merubah peran pembinaan SPIP. Hal ini secara tegas tertuang dalam Pasal 59 ayat (2) bahwa pembinaan penyelenggaraan SPIP dilakukan oleh BPKP. Namun demikian dalam konteks peran Menpan sebagai perumus kebijakan nasional di bidang pengawasan maka kegiatan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan SPIP tetap harus berada di bawah kendali Menpan. Sehubungan dengan hal ini Menpan aktif dalam Tim Koordinasi Pembinaan Penyelenggaraan SPIP sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 175/KMK.01/2009 tanggal 8 Mei 2009 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penyelenggaraan SPIP. Melalui Tim ini diharapkan akan diperoleh kesepahaman antara berbagai instansi mengenai posisi strategis MenPAN dan RB dalam melahirkan rumusan kebijakan pengawasan intern pemerintah untuk mempercepat penerapan SPIP. Dalam
pelaksanaan
pengawasan
intern
oleh
Pemerintah,
terdapat
Kelemahan menonjol sebagai berikut: a. Kurangnya pemahaman sebagian besar pimpinan instansi dan staf terhadap SPIP secara keseluruhan yang berdampak pada tidak efektifnya
sistem
pengendalian intern di instansi. Diharapkan dengan sosialisasi dan asistensi secara berkesinambungan yang dilakukan oleh BPKP sesuai dengan amanah pasal 59 Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, kendala ini akan bisa diatasi. b. SPIP sebagai bagian dari proses manajemen yang dinamis harus direviu secara berkesinambungan. Proses reviu belum dapat berjalan dengan baik sebab umumnya SDM APIP yang berfungsi sebagai evaluator belum memiliki pengetahuan mendasar mengenai konsepsi SPIP sesuai dengan PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. c. Dalam hal pengawasan fungsional, masih terdapat kendala yaitu belum sinkronnya pengaturan atas kewenangan pada masing-masing jenjang APIP.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
29
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Untuk mengatasi hal ini maka langkah yang ditempuh terkait dengan aspek pengawasan, sebagai berikut: a. Menata kembali dan menyempurnakan kebijakan, sistem kelembagaan, prosedur, mekanisme, dan koordinasi pengawasan fungsional menuju tersusunnya Undang-undang Sistem Pengawasan yang akan menggantikan UU PPAP; b. Melakukan
reformasi
terhadap
konsep
dan
implementasi
Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) yaitu dengan diterbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Kementerian PAN dan RB Nomor 12 Tahun 2010 tentang Penerapan Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan Instansi Pemerintah; Kondisi di atas menunjukkan bahwa masih diperlukan berbagai langkah oleh pemerintah untuk memperbaiki penerapan SPIP. Oleh sebab itu, Kementerian PAN dan RB selaku perumus kebijakan telah membuat
Surat
Edaran Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tentang Penerapan Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Persentase APIP yang telah melaksanakan pemantauan TLHP fungsional Banyaknya APIP yang telah melaksanakan pemantauan TLHP Fungsional didasarkan pada jumlah laporan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan yang diterima selama tahun anggaran 2012. Selama tahun 2012, persentase APIP yang telah melaksanakan pemantauan Tindak Lanjut adalah sebanyak 56,5% K/L atau sebesar 70,63% dari targetnya yang sebesar 80% K/L. Sedangkan jumlah IP Daerah yang melaksanakan pemantauan tindak lanjut masing-masing adalah sebanyak 2 provinsi, 7 kabupaten, dan 6 kota atau 6,1% provinsi, 21,2% kabupaten, dan 18,2% kota. Strategi yang ditempuh untuk mewujudkan sasaran ini adalah dengan melaksanakan kegiatan “Koordinasi pemantauan dan evaluasi TLHP fungsional”.
30
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Pengukuran
target
indikator
ini
dilakukan
dengan
menghitung
instansi
pemerintah yang menindaklanjuti hasil temuan dalam waktu satu tahun. Pengukuran target indikator ini dilakukan dengan menghitung jumlah instansi pemerintah yang diperiksa (auditee) BPK dan APIP yang dapat dikoordinasikan, dan menyampaikan laporan kepada MenPAN dan RB sesuai pedoman/kebijakan. Sebagaimana diketahui bahwa aktivitas pemantauan, pelaporan, dan evaluasi TLHP merupakan bagian integral dari siklus manajemen pengawasan. Titik kritis atau kunci sukses dari kinerja pengawasan terletak pada komitmen dari pejabat yang berkepentingan (auditi) untuk melaksanakan tindak lanjut hasil pengawasan. Dengan kata lain, kebijakan pengawasan nasional haruslah meliputi dan selaras dengan kebijakan pemantauan TLHP fungsional. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas dan dengan melihat kondisi faktual masih adanya kendala-kendala dalam pelaksanaan TLHP fungsional, maka kegiatan pengembangan kebijakan pemantauan TLHP fungsional haruslah diintegrasikan ke dalam kebijakan pengawasan nasional. Oleh karena itu, sepantasnya
kebijakan
pengawasan
nasional
juga
mencakup
kebijakan
pemantauan dan pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan. Hal ini merupakan bentuk komitmen Deputi V dalam rangka meningkatkan kinerja pengawasan. Kendala yang masih dihadapi dalam mengefektifkan penyelesaian TLHP adalah kendala yang sama dihadapi pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu antara lain: a. Belum semua instansi pemerintah memahami tujuan dan manfaat dari pembuatan dan pelaporan TLHP; b. Kurangnya komitmen pimpinan instansi pemerintah dalam membuat dan mengirimkan laporan TLHP; c. Belum adanya aturan mengenai tata hubungan koordinasi antara elemen pengawasan baik secara intern maupun ekstern; d. Kurangnya koordinasi antara auditi, unit pemantau dan auditor, sehingga sulit untuk menentukan penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan. Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
31
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Kendala lain yang ada dalam pelaksanaan kegiatan “Koordinasi pemantauan dan evaluasi TLHP fungsional”, antara lain koordinasi atas pemantauan TLHP APIP Daerah yang pada saat ini menjadi kewenangan Departemen Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam PP Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, sehingga data pelaksanaan TLHP APIP Daerah belum dapat dikompilasi oleh Kementerian PAN dan RB. Dalam hal ini diharapkan UU PPAP dapat segera terbit sehingga terdapat kejelasan dan setidak-tidaknya kendala tersebut dapat teratasi.
Sasaran 2: Meningkatnya efektivitas pengaduan masyarakat dan pemberantasan korupsi
Sasaran
ini
dimaksudkan
untuk
menggambarkan
kinerja
instansi
pemerintah dalam mempercepat pemberantasan korupsi. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut: INDIKATOR KINERJA Persentase laporan dumas yang disalurkan dan telah ditindaklanjuti oleh instansi pemerintah Persentase K/L dan Pemda yang telah menandatangani Pakta Integritas Jumlah K/L dan Pemda yang telah menetapkan Zona Integritas Persentase instansi pemerintah yang melaksanakan Inpres Percepatan Pemberantasan Korupsi melalui hasil evaluasi Persentase Aparatur Sipil yang menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN) Persentase Pejabat minimal eselon II dan/atau pos-pos strategis yang menempati jabatan baru atau selesai menjabat yang menyampaikan LHKPN
TARGET
REALISASI
%
75%
84%
110%
604 IP
547
91%
139 (40K/L; 33 Prov; 33 Kab; 33 Kota)
87 (29 K/L; 9 Prov; 32 Kab; 15 Kota)
62%
459 (75% dari 612 IP)
83 IP
19%
5% ASN
0% (dalam proses menunggu RUU ASN disahkan)
0%
80% Pejabat
79,35%
99%
Evaluasi dan analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut: 32
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Persentase laporan Dumas yang disalurkan dan telah ditindaklanjuti oleh instansi pemerintah Surat pengaduan masyarakat yang telah disalurkan oleh Kementerian PAN dan RB baik yang berkadar pengawasan maupun yang tidak berkadar pengawasan kepada instansi terlapor atau APIP dalam tahun 2012 sebanyak 301 surat, sedangkan surat penyaluran untuk periode 1 Januari 2000 sampai dengan 31 Desember 2011 sebanyak 6.909 surat. Sehingga, jumlah surat penyaluran periode 1 Januari 2000 sampai dengan 31 Desember 2012 adalah 7.210 surat. Dari jumlah tersebut, telah ditindaklanjuti sebanyak 6.019 surat. Dengan demikian, jumlah capaian kinerja yang dihasilkan adalah sebesar 84%, atau 110% dari target yang ditentukan yaitu sebesar 75%. Tren perkembangan penanganan pengaduan masyarakat yang dilakukan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011 dan selama tahun 2012 adalah sebagai berikut: a. Surat penyaluran periode 1 Januari 2000 sampai dengan 31 Desember 2011, telah disalurkan sebanyak 6909 surat, telah ditanggapi sebanyak 5.796 surat (83,89%), dan belum ditanggapi sebanyak 1113 surat (16,10%). b. Sedangkan khusus untuk periode selama tahun 2012, telah disalurkan sebanyak 301 surat, telah ditanggapi sebanyak 63 surat (20,93%), dan belum ditanggapi sebanyak 227 surat (79,09%), Dari Hasil pelaksananan Kegiatan Pengembangan Kebijakan, Koordinasi dan Evaluasi Pengawasan Masyarakat dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012, terdapat beberapa permasalahan dalam pelaksanan kegiatan penanganan pengaduan masyarakat sebagai berikut: a. Pengaduan masyarakat tidak semuanya ditangani oleh APIP tetapi ditangani oleh Unit Teknis atau SKPD, sedangkan hasil penanganan atas pengaduan masyarakat oleh Unit Teknis/SKPD tidak dilaporkan kepada APIP sehingga APIP tidak mengetahui perkembangan penanganannya;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
33
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
b. Lemahnya koordinasi antar pejabat yang menangani pengaduan masyarakat dengan Unit Teknis dari masing-masing Instansi; c. Hilangnya berkas pengaduan masyarakat karena pengarsipan yang kurang tertib; d. Pola penanganan pengaduan masyarakat belum efektif, karena pola penanganan pengaduan masyarakat di setiap instansi khususnya instansi pusat tersebar pada beberapa unit kerja sesuai dengan substansi pengaduannya, sedangkan unit kerja yang khusus untuk mengkoordinasikan penanganan pengaduan masyarakat pada unit kerja tersebut belum ada; e. Terbatasnya SDM yang menangani pengaduan masyarakat baik kwalitas maupun kwantitas; f. Letak geografis, khususnya untuk provinsi yang wilayahnya merupakan kepulauan yang sarana komunikasi dan transportasinya terbatas, sehingga hal ini mempengaruhi kecepatan dan ketepatan surat pengaduan masyarakat yang diterima maupun hasil tindaklanjut
yang harus disampaikan kepada
instansi terkait; g. Kasus pengaduan sudah lama, sehingga kesulitan untuk menindaklajuti pengaduan tersebut karena terlapornya sudah meninggal, pensiun, dan telah mutasi; h. Perubahan organisasi, hal ini akan mempengaruhi kewenangan dari masingmasing unit organisasi. i. Khusus Kementerian BUMN, APIP tidak bisa melakukan pemeriksaan terhadap penyimpangan yang terjadi pada BUMN; j.
Ada keengganan dari APIP untuk melakukan pemeriksaan terhadap kasus pengaduan masyarakat karena pemeriksaan terhadap kasus pengaduan berbeda
dengan
pemeriksaan
regular.
Pemeriksaan
terhadap
kasus
pengaduan harus dilakukan secara tuntas dan berisiko tinggi. Dari permasalahan-permasalahan yang telah diperoleh dalam melakukan koordinasi maupun monitoring ke beberapa instansi pusat maupun daerah tersebut Kementerian PAN dan RB memberikan beberapa saran sebagai pemecahan masalah sebagai berikut:
34
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
a. APIP masing-masing instansi agar meningkatkan koordinasi yang baik dan berkesinambungan
dengan
Unit
Teknis/SKPD
sehingga
pengaduan
masyarakat dapat segera diselesaikan; b. Terhadap
pengaduan
masyarakat
yang
dianggap
bukan
menjadi
kewenangannya, maka instansi tersebut agar segera menyalurkan kembali kepada instansi yang mempunyai kewenangan dengan tembusan kepada Kementerian Negara dan Reformasi Birokrasi. c. Bagi instansi yang melimpahkan kasus pengaduan masyarakat ke instansi lain, agar tetap memonitor/memantau perkembangan penyelesaiannya; d. Setiap instansi agar mencari pola penanganan yang efektif, sehingga kasus pengaduan dapat segera diselesaikan; e. Penataan arsip yang baik, untuk menghindari hilangya berkas dan untuk mempermudah pencarian arsip surat; f. Terhadap kasus di Kementerian BUMN, Kementerian PAN dan RB merencanakan akan mengundang Kepala SPI pada masing–masing BUMN yang mempunyai tagihan pengaduan masyarakat. Hasil penatausahaan pengaduan masyarakat selama tahun 2012, adalah sebagai berikut : a. Surat Masuk Surat masuk yang perlu dilakukan penatausahaan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu surat pengaduan masyarakat dan surat tanggapan. 1) Surat Pengaduan Masyarakat Surat pengaduan adalah surat yang disampaikan oleh pelapor (pengadu) kepada Kementerian PAN dan RB, berupa sumbang saran, gagasan dan keluhan yang bersifat membangun. Adapun jumlah surat masuk selama periode 1 Januari 2012 s.d. Desember 2012 sebanyak 836 surat. Setelah dilakukan análisis dan telaahan, dari surat masuk tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis surat yaitu: Surat berkadar pengawasan sebanyak 834 surat dan Surat tidak berkadar pengawasan 2 surat.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
35
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
2) Surat Tanggapan Surat tanggapan adalah hasil tindak lanjut pengaduan masyarakat, oleh Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), yang telah diterima oleh Kementerian PAN dan RB. Adapun jumlah surat tanggapan yang telah diterima oleh Kementerian PAN dan RB dalam tahun 2012 sebanyak 544 surat. Dari jumlah surat tanggapan yang masuk tersebut sebanyak 63 surat menanggapi surat penyaluran tahun 2012. Surat tanggapan yang telah dilakukan penelaahan dan di entry ke dalam sistem aplikasi TP 5000 dan di entry ke dalam arsip elektronik. b. Surat Keluar Surat keluar yang perlu dilakukan penatusahaan dikelompokan menjadi dua, yaitu surat penyaluran dan surat kepada pelapor. 1) Surat Penyaluran Surat penyaluran adalah surat pengaduan masyarakat yang telah disalurkan oleh Kementerian PAN dan RB baik yang berkadar pengawasan maupun yang tidak berkadar pengawasan kepada instansi terlapor atau APIP. Surat yang telah disalurkan dalam tahun sebanyak 301 surat dengan perincian sebagai bahan penelitian
2012, 291
surat dan sebagai bahan Informasi 10 surat. Jumlah surat yang disalurkan periode 1 Januari 2000 sampai dengan 31 Desember 2011 adalah sebanyak 6.909 surat, sedangkan untuk periode 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2012 adalah sebanyak 289 surat, sehingga jumlah surat penyaluran secara keseluruhan untuk periode 1 Januari 2000 sampai dengan 31 Desember 2012 adalah sebanyak 7.198 surat. 2) Surat kepada Pelapor Hak masyarakat sebagai sosial kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintah oleh aparatur adalah informasi mengenai perkembangan atas 36
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
pengaduan masyarakat yang telah disampaikan. Untuk memenuhi hak masyarakat tersebut maka Kementerian PAN dan RB maka hasil tindak lanjut pengaduan masyarakat (tanggapan surat) yang telah diterima oleh Kementerian PAN dan RB, setelah ditelaah dan dianalisis dapat disampaikan kepada pelapor. Dalam tahun 2012 Kementerian PAN dan RB telah menyampaikan hasil tindak lanjut pengaduan masyarakat kepada pelapor sebanyak 55 surat. 3) Surat Pengaduan yang Dimonitor dan Tidak Diproses Surat pengaduan masyarakat yang diterima oleh Kementerian PAN dan RB setelah dilakukan penelahan dan analisis, tidak seluruhnya disalurkan kepada instansi terkait, namun juga ada yang cukup dimonitor dan tidak diproses. Dari jumlah surat masuk sebanyak 836 surat, surat yang berkadar pengawasan sejumlah 834 surat dan surat yang tidak berkadar pengawasan sejumlah 2 surat. Dari 834 surat yang berkadar pengawasan, surat yang dimonitor adalah sebanyak 222 surat dan surat yang tidak diproses sebanyak 301 surat dan surat yang disalurkan sebanyak 301 surat. Surat pengaduan masyarakat Dimonitor, karena berdasarkan analisis: a) Alamat tujuan surat sudah tepat, Kementerian Negara PAN dan Reformasi Birokrasi hanya tembusan. Hal ini untuk menghindari duplikasi pengaduan yang sama pada instansi yang berwenang menangani; b) Pengaduan dengan masalah yang sama pernah diterima oleh Kementerian Negara PAN dan Reformasi Birokrasi dan telah diproses. Surat pengaduan masyarakat dengan status Tidak Diproses, karena berdasarkan analisis: a) Sumbang saran atau keinginan pelapor yang secara normatif tidak sesuai dengan ketentuna peraturan perundang-undangan yang berlaku dan pemerintah tidak mungkin memenuhinya; Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
37
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
b) Hanya berupa masukan/saran, himbauan pemberitahuan dan tujuan surat sudah tepat, sumbang saran; c) Surat pengaduan telah ditindaklanjuti oleh instansi lain yang berwenang
menangani,
dengan
adanya
tembusan
kepada
Kementerian Negara PAN dan Reformasi Birokrasi atas penanganan pengaduan tersebut; d) Surat pengaduan berupa pencabutan atas pengaduan yang telah disampaikan; e) Sanggahan, misalnya sanggahan atas pelaksanaan lelang dan tujuan surat sudah tepat kepada instansi pelaksana proses pelelangan tersebut, Kementerian Negara PAN dan Reformasi Birokrasi hanya tembusan.
Persentase IP yang telah menandatangai Pakta Integritas Pakta Integritas yang dilaksanakan dalam rangka pemberantasan korupsi selama ini perlu ditingkatkan efektifitasnya. Pelaksanaan Pakta Integritas dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 49 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pakta Integritas di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Pada dasarnya, tujuan pelaksanaan Pakta Integritas ini meliputi: a. Memperkuat komitmen bersama dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi; b. Menumbuhkembangkan keterbukaan dan kejujuran, serta memperlancar pelaksanaan tugas yang berkualitas, efektif, efisien, dan akuntabel; c. Mewujudkan pemerintah dan masyarakat Indonesia yang maju, mandiri, bertanggung jawab dan bermartabat dengan dilandasi oleh nilai-nilai luhur budaya bangsa, Undang-Undang Dasar Negara RI 1945, dan Pancasila. Pelaksanaan Pakta Integritas diwajibkan bagi para pimpinan K/L dan Pemda, para pejabat, serta seluruh pegawai negeri sipil di lingkungan K/L dan 38
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Pemda yang didahului dengan penandatanganan Dokumen Pakta Integritas. Dokumen Pakta Integritas merupakan dokumen yang berisi pernyataan atau janji kepada diri sendiri tentang komitmen melaksanakan seluruh tugas, fungsi, tanggung jawab, wewenang dan peran sesuai dengan peraturan perundangundangan dan kesanggupan untuk tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Pada
tahun
2012,
jumlah
target
K/L
dan
Pemda
yang
telah
menandatangani Dokumen Pakta Integritas sebanyak seluruh K/L; 33 Prov; 330 Kab/Kota. Untuk mencapai target tersebut, dilakukan beberapa kegiatan antara lain sosialisasi dan
pengawasan yang dilaksanakan melaui monitoring dan
evaluasi terhadap pelaksanaan Pakta Integritas ke kementerian/lembaga dan ke daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Gorontalo, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Papua, dan Provinsi Maluku Utara.
INSTANSI PEMERINTAH PUSAT Kementerian LPNK Lembaga Tinggi Negara Jumlah Pusat DAERAH Provinsi Kabupaten/Kota Jumlah Daerah Jumlah Pusat dan Daerah
POPULASI
MENANDATANGANI PI
%
39 28 7 74
39 22 5 66
100.00% 78.57% 71.43% 89.19%
33 497 530 604
33 448 481 547
100.00% 90.14% 90.75% 90.56%
Jumlah IP yang telah menetapkan Zona Integritas Upaya penindakan kasus korupsi selama ini khususnya di era reformasi telah berjalan secara intensif. Namun upaya pencegahan masih kurang memadai, sehingga upaya pemberantasan korupsi belum memberikan hasil yang optimal. Salah satu upaya pencegahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah adalah melalui pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Secara umum Inpres ini menginstruksikan kepada sulurh pimpinan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk melakukan Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
39
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
perbaikan sistem pemerintahan (birokrasi) melalui pelaksanaan kewajibankewajiban dan norma-norma yang memang sudah ada dasar hukumnya, kecuali Instruksi ke-5 tentang Pembangunan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK). Inpres ini dilandasi keyakinan bahwa pelaksanaan kewajiban-kewajiban dan norma tersebut
akan
memperkecil
memperbaiki peluang
sistem
terjadinya
pemerintahan tindak
(birokrasi)
sehinggga
korupsi.
Walaupun
pidana
pelaksanaannya belum optimal, namun secara rasional dapat diyakini bahwa pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 selama ini telah memberikan kontribusai yang cukup besar (bersama upaya penindakan) dalam meningkatkan nilai IPK Indonesia dari 2,0 pada tahun 2004 menjadi 3,0 pada tahun 2012. Salah satu upaya strategis dalam pencegahan korupsi adalah dengan membangun wilayah bebas dari korupsi (WBK) sebagaimana disebutkan dalam Instruksi kelima
dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi. Pembangunan WBK merupakan tahap yang harus dilalui untuk mewujudkan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM). Sampai saat ini pembangunan WBK di lingkungan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah belum berjalan seperti yang diharapkan. Sehubungan dengan upaya pembangunan WBK/WBBM yang berbasis integritas, telah diterbitkan dua Peraturan yang saling berkaitan yaitu : (1) Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 49 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pakta Integritas di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah daerah; dan (2) Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah dengan maksud sebagai acuan bagi pimpinan K/L dan Pemda dan pemangku kepentingan lainnya dalam membangun Zona Integritas mewujudkan WBK/WBBM dengan tujuan untuk memberikan keseragaman pemahaman dan tindakan dalam membangun ZI untuk mewujudkan WBK/WBBM. Zona Integritas adalah sebutan atau predikat yang diberikan kepada K/L dan Pemda yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan WBK/WBBM melalui upaya pencegahan korupsi, reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. 40
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Pada tahun 2012, jumlah target K/L dan Pemda yang telah menetapkan Zona Integritas yaitu sebanyak 139 instansi pemerintah yang terbagi atas 66 K/L; 33 Prov; 33 Kab; dan 33 Kota. Untuk mencapai target tersebut, dilakukan beberapa kegiatan antara lain sosialisasi dan bimbingan teknis atas peraturanperaturan serta menghadiri proses pencanangan Zona Integritas di tiap-tiap Instansi yang melakukan pencanganan ZI. Hasil yang telah dicapai pada akhir 2012 dari berbagai kegiatan tersebut adalah sebanyak 87 Instansi yang terbagi atas 29 K/L, 10 Prov; dan 33 Kab; 15 Kota atau 62,58% dari target yang telah menandatangani mencanangkan/ menetapkan Pembangunan Zona Integritas di lingkungannya.
Tidak tercapainya target disebabkan oleh: a. Keterbatasan anggaran. b. Pemahaman
dan
kesiapan
Instansi
Pemerintah
dalam
merespon
Pembangunan ZI yang belum sesuai yang diharapkan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
41
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Persentase IP yang melaksanakan Inpres Percepatan Pemberantasan Korupsi Pelaksanaan pemantauan (monitoring) terhadap laporan implementasi Inpres Nomor 5 Tahun 2004 dilakukan menggunakan format laporan sebagaimana diatur di dalam Pedoman Umum Kormonev. Sampai dengan akhir tahun 2012, jumlah instansi yang diwajibkan menyampaikan laporan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tercatat berjumlah 612 instansi. Sampai dengan 31 Desember 2012 sebanyak 83 instansi, telah melaporkan pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tersebut, atau 13,56% atau 14%, sedangkan target yang ditetapkan sebanyak 75%. Dengan demikian maka realisasi capaian kinerjanya adalah 19%. Hal tersebut disebabkan sebagian K/L dan Pemda mengganggap Inpres Nomor 5 Tahun 2004 sudah selesai dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014. Tren instansi pemerintah yang melaporkan kegiatan implementasi dari Inpres 5 Tahun 2004 dari tahun 2005 sampai tahun 2012 adalah sebagai berikut: Instansi Total Wajib Lapor Total Yang Melaporkan Prosentase
2005 545
2006 545
2007 570
Tahun 2008 2009 576 606
2010 613
2011 612
2012 612
90
186
247
306
351
320
301
83
16,51
34,13
43,33
53,13
57,92
52,20
49,18
13,56
Pada pemerintah pusat, instansi yang melaporkan kegiatan implementasi dari Inpres 5 Tahun 2004 dapat dilihat dari tabel berikut di bawah ini. Instansi Kementerian Koordinator Kementerian/ Departemen Kementerian Negara LPNK Lembaga Tinggi Negara Lembaga Lainnya
42
Tahun 2008 2009
2005
2006
2007
2010
2011
2012
1
1
3
2
3
0
2
0
13
17
19
19
21
13
18
1
2 11
8 15
10 21
9 23
10 25
6 16
5 27
1 8
1
2
5
5
6
3
6
1
0
1
1
3
3
1
3
0
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Subtotal Jumlah Wajib Lapor Prosentase
28 71 39,44
44 71 61,97
59 76 77,63
61 77 79,22
68 76 89,47
39 83 46,99
61 82 74,39
11 82 13,41
Sedangkan untuk instansi pemerintah daerah tren tersebut adalah sebagai berikut: Instansi Provinsi Kabupaten Kota Subtotal Jumlah Wajib Lapor Prosentase
2005 16 39 7 62 474 13,08
2006 21 90 31 142 474 29,96
2007 18 125 45 188 494 38,06
Tahun 2008 2009 22 20 164 192 59 71 245 283 530 530 49,10 53,40
2010 18 203 60 281 530 53,02
2011 21 165 54 240 530 45,28
2012 7 44 21 72 530 13,58
Persentase aparatur sipil yang menyampaikan LHKASN Dari target yang ditetapkan yaitu 5% dari total ASN, belum ada hasil yang telah dicapai karena RUU Aparatur Sipil Negara belum disahkan. Maka dari itu, pelaksanaan dari indikator ini menunggu pengesahan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
Persentase pejabat yang menyampaikan LHKPN Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi per April 2012, jumlah (persentase) pejabat minimal eselon II dan/atau pos-pos strategis yang menyampaikan LHKPN sebanyak 79,35% dari total jumlah wajib lapor atau 99% dari target 80% yang ditetapkan. Terkait dengan indikator ini, telah dikirimkan Surat Edaran Menteri PAN dan RB Nomor 5 Tahun 2012 tentang Kewajiban Penyampaian dan Sanksi Atas Keterlambatan Penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
43
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Sasaran 3: Meningkatnya implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Sasaran ini dimaksudkan untuk menggambarkan seberapa banyak instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, yang telah menerapkan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) secara efektif. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut: INDIKATOR KINERJA Jumlah peraturan/kebijakan di bidang akuntabilitas kinerja Jumlah RUU tentang akuntabilitas kinerja penyelenggara negara (AKPN) Persentase instansi pemerintah yang menerapkan sistem akuntabilitas kinerja sesuai aturan Persentase PK yang diterima (pusat dan daerah) Persentase instansi pemerintah yang menyusun indikator kinerja utama (pusat dan daerah) Persentase LAKIP yang diterima (pusat dan daerah)
TARGET
REALISASI
%
3 Permen/ Kebijakan
2 Permen/ Kebijakan
66.67%
1 RUU
1 draft RUU
80%
50%
63,82%
127,64%
55%
60,29%
109,62%
22%
20,10%
91,36%
87%
87,42%
100,48%
Untuk membantu pemahaman yang lebih obyektif terhadap kinerja Kedeputian V, berikut disampaikan perkembangan capaian kinerja sasaran ini selama beberapa tahun sebagai berikut:
Jumlah peraturan/kebijakan di bidang akuntabilitas kinerja Perumusan dan penyusunan peraturan/ kebijakan di bidang akuntabilitas kinerja dalam tahun 2012, telah dihasilkan 1 buah PermenPAN dan RB, yaitu PermenPAN dan RB Nomor 25 Tahun 2012 tanggal 7 Mei 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, serta 1 buah Surat Edaran yaitu SE Nomor 23 Tahun 2012 tanggal 30 November 2012 44
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
tentang
Penyampaian
dokumen
Laporan
Akuntabilitas
Kinerja
Instansi
Pemerintah Tahun 2012 dan dokumen Penetapan Kinerja Tahun 2013. Sejak diberlakukannya Inpres Nomor 7 Tahun 1999 dan selanjutnya diikuti dengan peraturan-peraturan lainnya yang dimaksudkan untuk mempercepat penerapan Sistem AKIP secara lebih konsisten, arah perkembangan sistem manajemen kinerja ini dirasakan masih kurang terfokus pada peraturan dan ketentuan yang ada. Berdasarkan hasil evaluasi dan bimbingan teknis yang dilakukan di beberapa instansi pemerintah, baik di instansi pemerintah pusat maupun daerah, SDM penanggung jawab dan pengelola Sistem AKIP mengalami
kesulitan
dalam
menyusun
perencanaan
kinerja
tahunan,
menetapkan indikator yang baik, mengukur hasil-hasil yang diperolehnya, dan melaporkannya dalam LAKIP. Sebagai akibatnya, hampir sepanjang tahun instansi pemerintah tersebut masih memerlukan pembimbingan/asistensi dalam menyusun dokumen-dokumen manajemen kinerjanya. Materi yang menjadi bahan bimbingan penyusunan perencanaan kinerja tahunan, penetapan kinerja, dan pelaporan (LAKIP) selalu sama dari satu kegiatan pembimbingan ke kegiatan pembimbingan berikutnya. Sebagai akibatnya, penerapan Sistem AKIP seolah-olah hanya berjalan di tempat (stagnasi) dan tidak terlihat adanya peningkatan di instansi pemerintah. Dengan kondisi yang demikian, diputuskan pada tahun 2012 disusun kembali dua buah modul yang substansinya lebih mudah dan sederhana untuk dipahami dan diterapkan oleh instansi pemerintah dalam mengelola kinerjanya, yaitu modul tentang Penajaman Penyusunan Dokumen Penetapan Kinerja (Kontrak Kinerja) di Lingkungan Instansi Pemerintah dan modul Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Terintegrasi.
Jumlah RUU tentang akuntabilitas kinerja penyelenggara negara (AKPN) Pada
tahun
2012
ini,
direncanakan
baru
sampai
pada
tahap
penyempurnaan draft RUU Akuntabilitas Kinerja Penyelenggara Negara (AKPN) yang ada. Untuk tahapan berikutnya seperti harmonisasi RUU, terbitnya Amanat Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
45
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Presiden dan proses legislasi serta terbitnya UU AKPN baru akan dilaksanakan pada tahun-tahun berikutnya. Dengan demikian dalam tahun 2012 memang tidak direncanakan untuk menghasilkan outcome apapun tetapi hanya sampai output saja, yakni draft RUU AKPN yang disempurnakan. Penyempurnaan RUU Tentang AKPN memang harus dilakukan berkaitan dengan perkembangan yang ada dan saran yang diterima melalui proses focus group discussion (FGD). Konsekuensi
logis dari terbitnya Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan tanggal 12 Agustus 2011, maka RUU tentang AKPN maupun Naskah Akademisnya perlu disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang dimaksud. Setelah Akuntabilitas
memperbaiki Penyelenggara
penyusunan Negara,
Naskah
Akademis
penyempurnaan
dan
dari
RUU
pemantapan
penyusunan draft RUU tentang Akuntabilitas Kinerja Penyelenggara Negara belum banyak mencapai solusi seperti yang dikehendaki pada Naskah Akademis. Hal ini terutama meyangkut subyek yang akan diatur dalam RUU ini, mekanisme akuntabilitas setiap subyek yang diwajibkan, dan sanksi atas berbagai pelanggaran formil dan sanksi tidak dipenuhinya akuntabilitas kinerja. Perbaikan naskah akademis pada tahun 2011 telah membuat draft RUU ini menjadi kompleks. Beberapa pakar dan nara sumber yang berpendapat bahwa RUU ini secara substantif harus mengatur institusi negara seperti lembaga perwakilan dan lembaga yudikatif, dan tidak hanya eksekutif saja. Hal ini menimbulkan debat panjang mengenai urgensinya saat ini. Jika dilihat dari urgensinya saja, maka sebenarnya beberapa institusi di luar eksekutif pemerintah sebenarnya juga telah diatur dengan Undang-Undang pendiriannya, namun demikian memang masih disayangkan bahwa pengaturan-pengaturan di dalam undang-undang pendiriannya tersebut tidak termasuk mengatur masalah akuntabilitas kinerjanya. Perbaikan draft RUU AKPN ini juga tidak mudah dilakukan karena untuk mengisi kekosongan yang belum diatur oleh Undang-Undang lain memerlukan kehati-hatian agar tercapai horizontal consistency di antara berbagai undang46
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
undang terkait. Sementara itu, undang-undang yang terkait pada saat ini juga sudah berumur hampir sepuluh tahun, itu berarti sudah banyak hal yang akan berubah juga. Karenanya, penyusunan perbaikan draft RUU ini memang harus dipersiapkan dengan hati-hati dan mempertimbangkan pendapat dari berbagai pihak yang cukup masif. Hal yang masih sangat diperlukan untuk perbaikan draft RUU ini adalah riset yang lebih mendalam tentang perumusan norma-norma yang mengatur tentang: a. Mekanisme akuntabilitas lembaga-lembaga negara. b. Apa saja minimun requirement yang harus dipertanggung jawaban di dalam media akuntabilitas kinerja (laporan kinerja). c. Mekanisme pengungkapan kepada publik. d. Pemberian sanksi atas tidak tercapainya target kinerja ataupun kinerja yang buruk yang tidak dapat dijelaskan dengan memadai. Hal lain yang membuat draft RUU ini tidak banyak perubahan dari tahun 2011, adalah bahwa Kementerian PANRB sendiri saat ini masuk mengusulkan RUU Administrasi Pemerintahan yang belum dibahas di DPR. RUU Administrasi Pemerintahan ini tentulah akan banyak mempengaruhi RUU Akuntabilitas Penyelenggara Negara nantinya jika sudah ditetapkan. Kemudian di samping masalah horizontal consistency, terdapat masalah penentuan prioritas oleh Kementerian sendiri, agaknya RUU Akuntabilitas Penyelenggara Negara ini mungkin tidak diprioritaskan untuk digarap lebih dulu, namun menunggu RUU tentang Sistem Pengawasan.
Persentase IP yang menerapkan SAKIP sesuai aturan Sejak diterbitkannya Inpres Nomor 7 Tahun 1999, tidak serta merta secara otomatis menjadikan seluruh instansi menerapkannya SAKIP dengan baik. Menyadari hal tersebut, sejak diterbitkan kebijakan penerapan SAKIP tersebut Kementerian PAN dan RB telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
47
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
penerapan SAKIP secara baik pada setiap instansi pemerintah dengan kegiatankegiatan: diseminasi berbagai peraturan dan pedoman; bimbingan teknis, konsultansi dan benchmarking; monitoring, dan pelayanan informasi; serta evaluasi akuntabilitas kinerja dari pihak yang lebih independen agar diperoleh umpan balik (feed back) yang obyektif untuk perbaikan akuntabilitas dan kinerja instansi pemerintah secara berkelanjutan. Perkembangan penerapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah secara kuantitas dapat digambarkan dari data yang masuk di Kementerian PAN & RB selama lima Tahun 2008-2012 yang meliputi: angka statistik instansi yang telah menyampaikan dokumen penetapan kinerja (PK) dan dokumen laporan akuntabilitas kinerja (LAKIP), serta kelengkapan instrumen akuntabilitas kinerja secara keseluruhan berdasarkan hasil evaluasi. Realisasi instansi pemerintah yang telah mampu menerapkan Inpres Nomor 7 Tahun 1999 dan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 adalah sebanyak 63,82%. Dengan demikian, capaian kinerja indikator ini adalah sebesar 127,64%.
PERKEMBANGAN PENERAPAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INDIKATOR
2007
2008
2009
2010
2011
2012
% IP yang menerapkan Sistem AKIP yang baik Target Realisasi % Capaian
40% 24% 60%
na na na
40% 41% 102%
45% 49% 109%
50% 50% 100%
50% 64% 128%
Jika dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan dalam rencana strategis yaitu “Terwujudnya Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang efektif”, harus diakui bahwa capaian yang diperoleh Kedeputian V belumlah memuaskan, namun demikian perlu juga diakui bahwa apa yang telah dilakukan berada pada jalur yang benar (on the right track) dan perlu upaya yang sungguhsungguh untuk mewujudkan tujuan tersebut. Tabel
diatas
juga
menunjukkan
masih
perlunya
upaya
untuk
meningkatkan konsistensi dalam penetapan indikator kinerja dan penjelasan yang logis terhadap penetapan target kinerja.
48
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Sejak mulai diterbitkannya Inpres Nomor 7 Tahun 1999 dan selanjutnya diikuti dengan berbagai peraturan lain, sampai dengan saat ini masih banyak instansi pemerintah yang belum secara utuh menerapkan ketentuan-ketentuan tersebut diatas sebagaimana yang diharapkan. Mulai dari ketepatan waktu penyampaian dokumen-dokumen yang diwajibkan sampai kepada kualitas substansi penerapan Sistem AKIP, berdasarkan hasil evaluasi, sebagian besar instansi pemerintah memperoleh hasil penilaian yang masih belum memuaskan.
Persentase IP yang menyampaikan Penetapan Kinerja Penetapan Kinerja (PK) merupakan tekad yang akan dicapai dan disepakati antara pihak yang menerima amanah/pengemban tugas dan penanggung jawab kinerja dengan pihak yang memberikan amanah/tugas dan tanggung
jawab
kinerja.
Kebijakan
kewajiban
penyusunan
PK
telah
diberlakukan sejak Tahun 2005, dalam perkembangannya secara kuantitas relatif ada peningkatan. Pembuatan PK selalu di tekankan keseluruh instansi baik di pusat maupun di daerah, karena atas dasar PK inilah pelaksanaan tugas dijalankan, kemudian pada akhir periode dilaporkan dalam dokumen LAKIP.
PERKEMBANGAN PENYAMPAIAN PENETAPAN KINERJA Instansi
2008
2009
2010
2011
2012
Populasi
76
77
81
82
81
Telah Menyampaikan PK
36
54
54
64
67
47%
70%
67%
78,05%
82,71%
Populasi
33
33
33
33
33
Telah Menyampaikan PK
20
20
23
22
26
61%
61%
70%
66,67%
78,78%
Populasi
472
472
497
497
497
Telah Menyampaikan PK
160
201
263
283
297
Persentase
34%
43%
53%
56,94%
59,76%
KEMENTERIAN/LPND
Persentase PEM.PROVINSI
Persentase PEM.KAB/KOTA
TOTAL
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
49
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Total Instansi
581
582
611
612
611
Telah Menyampaikan PK
216
275
340
369
390
Persentase
37%
47%
56%
60,29%
63,83%
Pada tahun 2012 terdapat perubahan populasi pada instansi pemerintah pusat yang dievaluasi dari 82 instansi menjadi 81 instansi, yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) adalah merupakan satuan unit kerja dari Kementerian Kesejahteraan Rakyat bukan merupakan lembaga, sehingga di tahun 2012 DJSN dipindah dari populasi instansi pemerintah Kementerian/Lembaga. Sampai dengan tahun 2012, jumlah instansi pemerintah yang wajib menyampaikan PK adalah sebanyak 611 instansi, yang terdiri dari 81 instansi pusat, 33 pemerintah provinsi dan 497 pemerintah kabupaten/kota. Dengan realisasi persentase instansi pemerintah yang menyampaikan PK sebesar 63,83%, maka capaian kinerja dari indikator ini adalah sebesar 116,05%. Dibandingkan
dengan
populasi
instansi
pemerintah
yang
harus
menyerahkan PK, belum seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah menaati ketentuan tentang penyampaian PK. Hal ini mengindikasikan belum efektifnya pengendalian atas pelaksanaan rencana-rencana instansi pemerintah.
Persentase IP yang menyampaikan LAKIP LAKIP merupakan produk dari proses perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, dan pertanggungjawaban kinerja dalam Sistem AKIP. Oleh karena itu, setiap instansi pemerintah yang menyusun perencanaan kinerja dan selanjutnya melaksanakan rencana-rencana kinerjanya tersebut (yang berarti menggunakan sumber-sumber daya untuk melaksanakannya) wajib untuk mempertanggungjawabkan hasilnya, baik berupa keberhasilan maupun kegagalan.
50
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
PERKEMBANGAN PENYAMPAIAN LAKIP LAKIP 2007
LAKIP 2008
LAKIP 2009
LAKIP 2010
LAKIP 2011
Populasi
76
77
81
82
81
Telah Menyampaikan
75
76
79
82
81
98.68%
98.70%
97.53%
100.00%
100.00%
33
33
33
33
33
Instansi Pemerintah KEMENTERIAN/LPND
Persentase PEM.PROVINSI Populasi Telah Menyampaikan
29
30
31
32
33
87.88%
90.91%
93.94%
96.97%
100%
Populasi
472
472
497
497
497
Telah Menyampaikan
374
403
422
422
437
79.24%
85.38%
84.91%
84.91%
87.92%
Populasi
581
582
611
612
611
Telah Menyampaikan
478
509
532
536
555
82.27%
87.46%
87.07%
87.58%
90.83%
Persentase PEM.KAB/KOTA
Persentase Total Instansi
Persentase
Realisasi instansi pemerintah yang menyerahkan LAKIP selama tahun 2012 adalah sebesar 90,83%, sehingga capaian kinerja yang diperoleh indikator ini adalah sebesar 104,40%. Hal ini menunjukkan terdapat kecenderungan adanya peningkatan ketaatan dalam penyampaian LAKIP. Demikian pula halnya dalam ketepatan waktu penyampaian LAKIP, terdapat kecenderungan adanya peningkatan kesadaran instansi pemerintah untuk menyampaikan LAKIP secara tepat waktu. Pada tahun 2009 realisasi instansi pemerintah yang menyampaikan LAKIP secara tepat waktu adalah sebanyak 292 IP Pusat dan Daerah dengan capaian 50,17% dari jumlah populasi 582 IP. Sedangkan pada tahun 2010 realisasi instansi pemerintah yang menyampaikan LAKIP secara tepat waktu adalah sebanyak 372 IP Pusat dan Daerah atau sebesar 60,88% dari jumlah populasi IP Pusat dan Daerah yang wajib menyampaikan LAKIP yaitu 611 IP. Kemudian pada tahun 2011 realisasi instansi pemerintah yang menyampaikan LAKIP secara tepat waktu adalah sebanyak 412 IP Pusat dan Daerah atau sebesar 67,32% dari jumlah populasi IP Pusat dan Daerah yang wajib menyampaikan LAKIP yaitu 612 IP. Sedangkan pada tahun 2012 realisasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
51
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
instansi pemerintah yang menyampaikan LAKIP secara tepat waktu adalah sebanyak 446 IP Pusat dan Daerah atau sebesar 72,99% dari jumlah populasi IP Pusat dan Daerah yang wajib menyampaikan LAKIP yaitu 611 IP. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak instansi pemerintah, terutama yang telah menerapkan Sistem AKIP secara baik, telah menaati ketentuan batas waktu penyampaian LAKIP. Indikator ini ditetapkan untuk mengukur ketaatan instansi pemerintah dalam menyampaikan LAKIP-nya secara tepat waktu sesuai ketentuan, yaitu selambat-lambatnya tanggal 31 Maret. Peraturan MenPAN dan RB terakhir meminta instansi pemerintah pusat untuk menyerahkan LAKIP selambat-lambatnya 2,5 bulan sejak tahun anggaran berakhir.
Persentase IP yang menyusun IKU Perkembangan penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja yang mengarah kepada manajemen kinerja masih dipengaruhi oleh orientasi kegiatan dengan indikator-indikator kegiatan. Perhatian yang terlampau berlebihan pada indikator kegiatan menyebabkan instansi pemerintah kurang berfokus pada keberhasilan organisasi. Dengan diterbitkannya Peraturan MenPAN Nomor 09/M.PAN/5/2007, tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah, setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun IKU. Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah seperangkat indikator yang menggambarkan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran-sasaran strategisnya.
PERKEMBANGAN PENYUSUNAN IKU Instansi Pemerintah Populasi Telah Menyusun Persentase PEMERINTAH PROVINSI Populasi Telah Menyusun
IKU 2008 76 2
IKU 2010
KEMENTERIAN/LPNK 77 81 8 37
IKU 2011
IKU 2012
82 49
81 51
2.63%
10.39%
45.68%
59,76%
62.20%
33 1
33 2
33 19
33 20
33 22
6.06%
57.58%
60,61%
66.67%
Persentase 3.03% PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
52
IKU 2009
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Instansi Pemerintah
IKU 2008
IKU 2009
IKU 2010
IKU 2011
IKU 2012
472 0 0.00%
472 3 0.64%
497 36 7.24%
497 54 10,87%
497 66 13.28%
TOTAL INSTANSI PEMERINTAH Populasi 581 Telah Menyusun 3 Persentase 0.52%
582 13 2.23%
611 92 15.06%
612 123 20,10%
611 139 22.71%
Populasi Telah Menyusun Persentase
Realisasi instansi pemerintah yang menyusun IKU selama tahun 2012 adalah sebesar 22.71%, sehingga capaian kinerja yang diperoleh indikator ini adalah sebesar 103,22%. Dari tabel terlihat bahwa belum seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah menaati ketentuan tentang penyusunan IKU. Hal ini mengindikasikan belum efektifnya pengukuran atas pencapaian kinerja instansi pemerintah. Perkembangan penerapan SAKIP sebagaimana diuraikan di atas, secara kuantitas menunjukkan perkembangan yang positif dan SAKIP telah mulai dapat mendorong peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan manajemen sektor publik pada instansi pemerintah, hal ini terlihat dari adanya instansi pemerintah yang telah nyata melakukan sendiri perbaikan-perbaikan internal terlebih dahulu sebelum mendapatkan ’tekanan’ dari publik. Namun disisi lain juga disadari bahwa masih banyak instansi pemerintah yang belum menerapkan SAKIP secara baik, atau dengan kata lain menerapkan SAKIP masih pada tataran formalitas. Untuk mencapai sasaran ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah selama tahun 2012 adalah: a. Bimbingan teknis penerapan akuntabilitas kinerja Bimbingan
teknis
direncanakan
dilaksanakan
pada
13
(tiga
belas)
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. Pemilihan Pemerintah Daerah yang akan diberikan sosialisasi dan bimbingan teknis penerapan akuntabilitas kinerja ditentukan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain: Pemerataan wilayah barat, tengah dan timur; termasuk Pemerintah Daerah yang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
53
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
memerlukan bimbingan teknis, seperti Kabupaten/Kota yang baru terbentuk sebagai hasil pemekaran wilayah. Jumlah Daerah yang diberikan Sosialisasi penerapan SAKIP dan capaian terhadap output jumlah sosialisasi yang dilakukan di pemerintah daerah sampai 31 Desember 2012, mencapai 92% dari 14 Provinsi Kabupaten/Kota yang ditetapkan, yaitu: Pemerintah Kabupaten Belitung Timur, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Pemerintah Kabupaten Mimika, Pemerintah Kota Manado, Pemerintah Kabupaten Ciamis, Pemerintah Provinsi Gorontalo, Pemerintah Provinsi Bengkulu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, Pemerintah Kota Sorong, Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu, Pemerintah Kabupaten Sikka. b. Pelaksanaan diseminasi SDM Pelaksanaan diseminasi di Bidang Akuntabilitas Kinerja untuk Instansi Pemerintah Daerah dan diseminasi Evaluator Akuntabilitas Kinerja untuk Instansi Pemerintah Daerah, dilaksanakan selama 2 (dua) hari pada 3 (tiga) regional/provinsi dengan jumlah peserta sebanyak 60 orang untuk setiap kali penyelenggaraan diseminasi. Pemilihan regional ataupun provinsi sebagai tempat penyelenggaraan diseminasi akan ditentukan kemudian berdasarkan beberapa kriteria, antara lain: Pemerataan wilayah barat, tengah dan timur; Pemerintah Daerah yang berdasarkan hasil evaluasi, penerapan Sistem AKIP-nya masih kurang baik, serta Kesediaan Pemerintah Daerah yang bersangkutan untuk menjadi mitra penyelenggaraan diseminasi. Peserta yang diundang
adalah
pejabat/pegawai
Pemerintah
Daerah
yang
menangani/bertanggung jawab dalam penerapan Sistem AKIP di instansi masing-masing. Materi diseminasi ditekankan pada praktik penerapan Sistem AKIP yang mengacu pada Peraturan Presiden tentang Sistem AKIP yang baru. Realisasi kegiatan diseminasi SAKIP dan Evaluasi AKIP sampai 31 Desember 2012, mencapai 67% yaitu 2 dari 3 daerah regional
yang
ditetapkan, di Provinsi Bengkulu pada tanggal 6 s.d. 7 Maret 2012 dan di Provinsi Sulawesi Barat pada tanggal 14 s.d. 15 Maret 2012. Sedangkan 1 54
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
daerah yang direncanakan akan diadakan di Provinsi Maluku Utara tidak dapat dilaksanakan dikarenakan adanya kebijakan pemotongan anggaran sebesar 41% oleh Kementerian Keuangan.
Sasaran 4: Meningkatnya instansi pemerintah
akuntabilitas
kinerja
Sebagaimana diketahui penerapan manajemen kinerja di instansi pemerintah dilakukan secara bertahap dimulai sejak diterbitkannya Inpres 7 Tahun 1999 yang mewajibkan instansi pemerintah menerapkan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Dengan diterbitkannya Inpres tersebut, instansi pemerintah didorong untuk lebih akuntabel dan lebih bertanggung jawab terhadap kinerja atau hasil yang telah dicapai. Akuntabilitas kinerja adalah suatu kondisi dimana instansi pemerintah telah merubah orientasinya dari yang biasanya berorientasi kepada anggaran (input) atau kegiatan (output) semata menjadi berorientasi kepada hasil atau outcome. Sebelum diterapkannya SAKIP, instansi pemerintah bekerja berdasarkan perencanaan yang ukuran keberhasilannya kurang memadai. Banyak instansi pemerintah
yang
mengklaim
keberhasilannya
semata-mata
berdasarkan
persentase (banyaknya) anggaran yang diserap atau banyaknya program dan kegiatan yang telah dilaksanakan. Mereka merasa berhasil jika telah sukses menyerap anggaran lebih dari 95% atau pekerjaan fisik bangunan dan sarana prasarana
selesai
100%
tanpa
mengaitkannya
dengan
manfaat
yang
(seharusnya) diperoleh atau dirasakan masyarakat atau stakeholdersnya. Saat ini pola pikir seperti itu harus segera diubah dan diarahkan agar instansi pemerintah mulai merencanakan hasil atau outcome yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan mengukur capaian serta melaporkannya kinerjanya secara periodik. Sikap akuntabel tersebut diwujudkan dalam menyusun rencana strategis yang memuat kondisi ideal yang ingin diwujudkan dalam jangka menengah dan tahunan, menetapkan indikator (ukuran) keberhasilannya serta target kinerja yang akan dicapai. Rencana tersebut diikuti dengan penyusunan anggaran yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan target kinerja yang Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
55
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
dimaksud. Kemudian dalam rangka memperkuat komitmen untuk berkinerja disusunlah semacam perjanjian kinerja yang menggambarkan kesepakatan atau kebulatan tekad untuk menghasilkan kinerja tertentu berdasarkan anggaran yang tersedia dan pada akhir periode melaporkannya dalam laporan kinerja atau LAKIP. Dari rangkaian alur tersebut dapat disimpulkan bahwa instansi pemerintah yang akuntabel adalah instansi yang menunjukkan komitmen kuat untuk menghasilkan kinerja tertentu dengan ukuran keberhasilan yang pantas. Mereka tidak lagi merasa cukup dengan hanya berhasil menyerap anggaran atau telah melakukan kegiatan tertentu setiap tahunnya. Untuk mengetahui tingkat akuntabilitas instansi pemerintah terhadap kinerjanya, setiap tahun Kementerian PAN dan RB melakukan evaluasi atas akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Berdasarkan Peraturan MenPAN dan RB No 13 Tahun 2010, terdapat beberapa predikat penilaian akuntabilitas kinerja mulai dari yang paling rendah yaitu kategori D sampai dengan yang tertinggi yaitu kategori AA. Pengelompokkan predikat tersebut dilakukan berdasarkan hasil penilaian yang direpresentasikan dengan nilai (score) tertentu yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian, reviu, pembuktian, konfirmasi dan wawancara selama proses evaluasi serta mereviu capaian kinerja instansi. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing predikat serta karakteristiknya:
NO.
PREDIKAT
NILAI ABSOLUT
1.
AA
>85-100
2.
A
>75-85
INTERPRETASI Memuaskan Sangat Baik
3.
4.
56
B
CC
>65-75
>50-65
Baik, dan perlu sedikit perbaikan Cukup baik (memadai), perlu banyak perbaikan
KARAKTERISTIK AKUNTABILITAS INSTANSI Memimpin perubahan, berbudaya kinerja, berkinerja tinggi, dan sangat akuntabel Akuntabel, berkinerja baik, memiliki sistem manajemen kinerja yang andal. Akuntabilitas kinerjanya sudah baik, memiliki sistem yang dapat digunakan untuk manajemen kinerja, dan perlu sedikit perbaikan. Akuntabilitas kinerjanya cukup baik, taat kebijakan, memiliki sistem yang dapat digunakan untuk memproduksi informasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
yang tidak mendasar
5.
6.
C
>30-50
D
0-30
Agak kurang, perlu banyak perbaikan, termasuk perubahan yang mendasar Kurang, perlu banyak sekali perbaikan & perubahan yang sangat mendasar.
kinerja untuk pertanggung jawaban, perlu beberapa perbaikan tidak mendasar. Sistem dan tatanan kurang dapat diandalkan, memiliki sistem untuk manajemen kinerja tapi perlu banyak perbaikan minor dan perbaikan yang mendasar.
Sistem dan tatanan tidak dapat diandalkan untuk manajemen kinerja, perlu banyak perbaikan, sebagian perubahan yang sangat mendasar.
Sasaran ini dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi akuntabilitas instansi pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Sasaran ini juga menggambarkan kualitas penerapan manajemen kinerja dan kinerja yang dihasilkan instansi pemerintah. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut: INDIKATOR KINERJA Persentase instansi pemerintah yang akuntabilitas kinerjanya baik
TARGET
REALISASI
%
44%
53% *)
120% *)
*) Data sementara
Evaluasi dan analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut:
Persentase IP yang akuntabilitas kinerjanya baik Instansi pemerintah yang dinilai akuntabel atau yang akuntabilitas kinerjanya baik adalah instansi yang berdasarkan hasil evaluasi Kementerian PAN dan RB memperoleh predikat minimal “CC” atau “Cukup Baik”. Entitas akuntabilitas kinerja yang dievaluasi adalah pemerintah pusat (K/L), pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pelaksanaan evaluasi terhadap pemerintah kabupaten/kota diutamakan pada pemerintah kabupaten/kota yang tahun sebelumnya belum dilakukan evaluasi. Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
57
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Gambaran instansi pemerintah yang dievaluasi Tahun 2012 adalah : a. Instansi pemerintah pusat sebanyak 81 atau 100% dari 81 kementerian/ lembaga; b. Instansi pemerintah provinsi sebanyak 33 atau 100% dari 33 provinsi; c. Instansi pemerintah kabupaten/kota sebanyak 435 atau 89% dari 497 kabupaten/kota.
A.
Perkembangan hasil evaluasi instansi pusat (Kementerian/Lembaga), sebagaimana tabel berikut:
PERKEMBANGAN HASIL EVALUASI ATAS AKUNTABILITAS KINERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA NO. 1.
KATEGORI AA
2.
A
3.
B
4.
CC
5.
C
6.
D
Total Instansi Yang Dievaluasi Akuntabilitas Kinerja Baik
2008 0 0 0% 2 2,70% 21 28,38% 39 52,70% 12 16,22% 74 100% 23 31.08%
2009 0 0 0% 7 9,21% 29 38,16% 33 43,42% 7 9,21% 76 100% 36 47.37%
2010 0 0 0% 11 13,92% 39 49,37% 27 34,18% 2 2,53% 79 100% 50 63.29%
2011 0 0 0% 14 17,07% 42 51,22% 26 31,71% 0 0,00% 82 100% 68 82.93%
2012 0 3 3.70% 26 32.10% 48 59.26% 4 4.94% 0 0.00% 81 100% 77 95.06%
Pada tahun 2008, evaluasi implementasi Sistem AKIP dilakukan terhadap 74 instansi pemerintah pusat. Sebanyak 23 instansi atau 31,08% akuntabilitas kinerjanya dinilai baik/akuntabel. Kemudian tahun 2009 instansi pusat yang akuntabilitas kinerjanya baik meningkat menjadi 36 instansi atau 47,36% dari 76 instansi dan pada tahun 2010 naik lagi menjadi 50 instansi atau 63,29% dari 79 instansi. Pada tahun 2011, dari 82 instansi pusat yang dievaluasi, 56 instansi atau 68,29% akuntabilitas kinerjanya dinilai baik. Pada tahun 2012, kategori akuntabilitas kinerja tertinggi yang dapat dicapai oleh instansi pemerintah pusat, adalah kategori “A” dengan jumlah 3 58
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
instansi atau 3,70% dari 81 instansi yang dievaluasi dan belum ada yang mencapai AA. Kategori yang didapat sebagian besar instansi pemerintah pusat adalah kategori “CC” dengan jumlah mencapai 48 instansi atau 59,26%, dan kategori “B” dengan jumlah 26 instansi atau 32,10%. Kategori terendah yang dicapai oleh pemerintah pusat adalah “C” sebanyak 4 instansi atau 4,94% , dan tidak ada instansi pemerintah pusat yang berada dalam kategori D. Pada tahun 2012 terdapat perubahan populasi pada instansi pemerintah pusat yang dievaluasi dari 82 instansi menjadi 81 instansi, yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang merupakan unit kerja dari Kementerian Kesejahteraan Rakyat, sehingga di tahun 2012 Kementerian PAN dan RB tidak melakukan evaluasi terhadap DJSN, evaluasi cukup dilakukan oleh Inspektorat Kementerian Kesejahteraan Rakyat dan hasil evaluasinya tersebut disampaikan kepada Kementerian PAN dan RB. Perkembangan instansi pusat yang akuntabilitas kinerjanya baik, dapat dilihat pada grafik berikut:
B.
Perkembangan
hasil
evaluasi
pemerintah
provinsi,
dapat
dilihat
sebagaimana tabel berikut: Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
59
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
PERKEMBANGAN HASIL EVALUASI ATAS AKUNTABILITAS KINERJA PEMERINTAH PROVINSI NO. 1. 2.
KATEGORI AA A
3.
B
4.
CC
5.
C
6.
D
Total Instansi Yang Dievaluasi Akuntabilitas Kinerja Baik
2008 0 0 0
2009 0 0 0
2010 0 0 0
0
1 3,70% 20 74,07% 6 22,22% 27 100% 1 3.70%
9 31,03% 18 62,07% 2 6,90% 29 100% 9 31.03%
18 66,67% 9 33,33% 27 100% 0 0.00%
2011 0 0 2 6,67% 17 56,67% 11 36,66% 0 0.00% 30 100% 19 63,33%
2012 0 0 6 18.18% 19 57.58% 8 24.24% 0 0.00% 33 100% 25 75.76%
Pada tahun 2008, evaluasi implementasi Sistem AKIP dilakukan terhadap 27 pemerintah provinsi, namun dari 27 pemerintah provinsi masih belum ada yang mencapai akuntabilitas kinerjanya baik. Kemudian pada tahun 2009 pemerintah provinsi yang akuntabilitas kinerjanya baik baru mencapai 1 instansi atau 3,76% dari 27 pemerintah provinsi yang dievaluasi. Sedangkan pada tahun 2010 terjadi kenaikan yang cukup berarti, yakni menjadi 9 instansi atau 31,03% dari 29 pemerintah provinsi yang dievaluasi. Pada tahun 2011 kenaikannya kembali signifikan, yaitu menjadi 19 instansi atau 63,33% dari 30 pemerintah provinsi yang dievaluasi. Dari tabel di atas menunjukkan bahwa, kategori akuntabilitas kinerja tertinggi yang dapat dicapai oleh pemerintah provinsi adalah kategori “B” yang jumlahnya baru 6 provinsi atau 18,18% dari 30 pemerintah provinsi yang dievaluasi dan belum ada yang mencapai nilai A atau AA. Kategori akuntabilitas kinerja Pemerintah Provinsi sebagian besar adalah pada kategori CC yang jumlahnya mencapai 19 provinsi atau 57,58%, dan kategori C sebanyak 8 provinsi atau 24,24%. Perkembangan pemerintah provinsi yang akuntabilitas kinerjanya baik, dapat dilihat pada grafik berikut:
60
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
C.
Perkembangan hasil evaluasi pemerintah kabupaten/kota, dapat dilihat sebagaimana tabel berikut:
PERKEMBANGAN HASIL EVALUASI ATAS AKUNTABILITAS KINERJA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA NO. 1. 2.
KATEGORI AA A
3.
B
4.
CC
5.
C
6.
D
Total Instansi Yang Dievaluasi Akuntabilitas Kinerja Baik
2009 0 0 0 0% 3 1,16% 35 13,57 220 85,27 258 100% 3 1,16%
2010 0 0 2 0.74% 7 2.57% 143 52.57% 120 44.12% 272 100% 9 3.31%
2011 0 0 1 0.56% 21 11.67% 93 51.67% 65 36.11% 180 100% 22 12.22%
2012*) 0 0 2 0.45% 104 23.91% 251 57.70% 78 17.93% 435 100% 106 24.36%
*) Data Sementara
Evaluasi terhadap implementasi sistem AKIP sejak tahun 2009 di perluas pada pemerintah Kabupaten/Kota dibantu oleh BPKP (Badan Pengawasan Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
61
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
Keuangan dan Pembangunan). Tahun 2009 pemerintah kabupaten/kota yang akuntabilitas kinerjanya baik mencapai 3 instansi (1,16%) dari 59 pemerintah kabupaten/kota yang dievaluasi. Pada tahun 2010 pemerintah kabupaten/kota yang akuntabilitas kinerjanya baik, naik menjadi 9 instansi (3,31%) dari 272 pemerintah kabupaten/kota yang dievaluasi. Di tahun 2011, dari 180 pemerintah kabupaten/kota yang dievaluasi, 22 instansi (12,22%) akuntabilitas kinerjanya baik. Di tahun 2012, pemerintah kabupaten/kota yang dievaluasi sebanyak 435, dimana Kementerian PAN dan RB selain dibantu BPKP juga dibantu oleh Inspektorat Pemerintah Provinsi untuk menjangkau evaluasi ke seluruh pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota yang akuntabilitas kinerjanya baik meningkat menjadi 106 instansi (24,36%) di akhir tahun 2012. Meskipun terjadi peningkatan yang cukup signifikan, Kementerian PAN dan RB masih perlu berupaya mencapai target RPJMN di akhir tahun 2014. Untuk hasil evaluasi pemerintah kabupaten/kota tahun 2012 masih menggunakan data sementara, hal ini disebabkan pengumuman untuk hasil evaluasi pemerintah kabupaten/kota tahun 2012 akan diumumkan pada bulan maret 2013. Perkembangan pemerintah kabupaten/kota yang akuntabilitas kinerjanya baik, dapat dilihat pada grafik berikut:
62
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
3. AKUNTABILITAS KEUANGAN Realisasi keuangan pada tahun 2012 menurut kegiatan dalam DIPA adalah sebagai berikut : NO 1 2. 3.
4. 5.
KEGIATAN DALAM DIPA Pengembangan Kebijakan Sistem Pengawasan dan Akuntabilitas Kinerja Aparatur Pengembangan Kebijakan, Koordinasi dan Evaluasi Sistem Pengawasan Intern Pemerintah Pengembangan Kebijakan, Koordinasi dan Evaluasi Pengawasan Masyarakat Dan Pemberantasan Korupsi Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Aparatur Pemerintah Pusat Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Total
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
PAGU (Rp.000)
REALISASI (Rp.000)
%
1.506.141
998.180
66,27
1.462.198
1.108.703
75,82
2.632.500
1.769.725
67,23
1.087.485
884.064
81,29
1.935.580
1.797.439
92,86
8.623.904
6.558.111
76,05
63
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
BAB IV PENUTUP 1. SIMPULAN eberhasilan telah dicapai oleh Kedeputian V sepanjang tahun 2012 ini, antara lain semakin meningkatnya kecenderungan penerapan akuntabilitas kinerja dan pengawasan di berbagai instansi
pemerintah.
Namun
demikian,
beberapa
ketidakberhasilan memang masih mewarnai capaian kinerja dari Kedeputian Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur ini. Berbagai keberhasilan yang sudah dicapai sepanjang tahun 2012 ini ditentukan oleh adanya komitmen dan dukungan pimpinan serta jajaran Kementerian PAN dan RB dalam upaya meningkatkan akuntabilitas kinerja seluruh instansi pemerintah. Selain itu, walaupun secara kuantitas sangat terbatas, dukungan kemampuan personil yang memadai juga menjadi salah satu penentu keberhasilan pencapaian kinerja di tahun 2012 ini. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan dan implementasi sistem pengawasan maupun sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah baik eksternal maupun internal yang dihadapi antara lain adalah : a. Kendala peraturan perundang-undangan yang belum sepenuhnya mendukung. Belum terwujudnya Peraturan Presiden tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah menyebabkan upaya untuk menguatkan akuntabilitas kinerja ini menjadi terhambat. Sedangkan Inpres 7 tahun 1999 yang masih berlaku sudah tidak terlalu relevan dengan kondisi saat ini. Berbagai kendala dihadapi
dalam
penyusunan
peraturan
presiden
tersebut,
terutama
menyelaraskan dengan berbagai peraturan perundangan lainnya.
64
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
b. Dukungan yang belum sepenuhnya dari para pimpinan instansi pemerintah. Penyampaian berbagai dokumen terkait dengan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah lebih merupakan suatu formalitas semata, belum terimplementasi secara nyata dalam berbagai bentuk manajemen pemerintahan lainnya. Hal ini terutama karena masih adanya keengganan dari para pimpinan instansi pemerintah untuk melakukan pengukuran kinerja organisasi. c. Kualitas SDM yang menangani sistem akuntabilitas kinerja Beberapa instansi pemerintah yang sebenarnya telah memiliki tenaga yang memadai namun mengalami rotasi kerja sehingga penanganan terhadap masalah akuntabilitas kinerja ini menjadi tidak memadai lagi. Sedangkan pada daerah lain, masih banyak yang belum memiliki SDM yang mampu manangani masalah akuntabilitas kinerja secara memadai. Penanganan terhadap
SDM
berkesinambungan
akuntabilitas tetap
perlu
kinerja
secara
dilakukan
agar
terus
menerus
kualitas
dan
penerapan
akuntabilitas kinerja tidak menurun dari kualitas yang telah dicapai saat ini; d. Kendala dalam pelaksanaan kegiatan “Koordinasi pemantauan dan evaluasi TLHP fungsional” Koordinasi atas pemantauan TLHP APIP Daerah yang pada saat ini menjadi kewenangan Departemen Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam PP Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, sehingga data pelaksanaan TLHP APIP Daerah belum dapat dikompilasi oleh Kementerian PAN dan RB. Dalam hal ini diharapkan UU PPAP dapat segera terbit, sehingga terdapat kejelasan dan setidaktidaknya kendala tersebut dapat teratasi. e. Kendala dalam menangani pengaduan masyarakat Kendala yang umumnya dihadapi oleh instansi adalah keterbatasan anggaran penanganan pengaduan masyarakat dan belum adanya unit khusus yang menangani pengaduan masyarakat, sehingga tindak lanjut terhadap kasusLaporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012
65
Deputi Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur
kasus pengaduan masyarakat hanya dititipkan pada kegiatan pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh APIP.
2. LANGKAH KE DEPAN Dalam upaya untuk meningkatkan kinerja Deputi V pada tahun mendatang, beberapa langkah strategis yang akan dilakukan antara lain adalah : a. Menyelaraskan berbagai peraturan perundangan yang terkait dengan penguatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur. Hal ini akan dilakukan dengan berkoordinasi dengan berbagai instansi pemerintah yang terkait seperti Kementerian Keuangan. Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, BPKP dan sebagainya; b. Lebih meningkatkan kualitas pemberian bimbingan teknis kepada instansi pemerintah yang telah memenuhi ketaatan terhadap pemenuhan azas pengawasan dan akuntabilitas aparatur; c. Memperluas
cakupan
sosialisasi
untuk
lebih
mendorong
penguatan
pengawasan dan akuntabilitas di berbagai instansi pemerintah.
66
Laporan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2012