PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, POLA ASUH, STATUS GIZI, DAN STATUS KESEHATAN ANAK BALITA DI WILAYAH PROGRAM WARUNG ANAK SEHAT (WAS) KABUPATEN SUKABUMI
ERIDA ERSIYOMA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT ERIDA ERSIYOMA. Clean and healthy behaviour, parenting pattern, nutritional status, and health status of toddlers around the area program of Warung Anak Sehat (WAS) in Sukabumi Regency. Advisory by Katrin Roosita. The objective of this study was to analyze the nutritional knowledge, clean and healthy behavior, parenting pattern (eating and health), nutritional status, and health status of toddlers around the area program of Warung Anak Sehat (WAS). The study was conducted on June through October 2011, in five districts of Sukabumi Regency. The cross sectional study design was used and 79 samples were recruited. Most of the toddler mother„s have a moderate (fair) nutrition knowledge and clean (72.2%) and healthy behaviour (70.9%). The availability of physical facilities of house such as ventilation, trash, clean water, and floors relatively are good, but their availability of water waste disposal facility is relatively bad. The parenting pattern (Eating and health) is moderate. Prevalence of underweight toddlers is 11.4%, stunting is 46.8%, and wasting is 6.3%. The score of health status is mostly high, and the diseases that most frequently affected were cold, fever, cough. There is no correlation between the clean and healthy lifestyle behavior and parenting pattern with nutritional status, but there is a significant correlation between the availability of physical facilities with event of illnesses and the score of health status (p<0.05). Nutritional status (TB/U) is significantly correlated with nutrition knowledge, meanwhile, nutritional status (TB/U) is significatly correlated with the score of health status. Key words: Nutrition status, health status, clean and healthy behavior (PHBS), toddlers
RINGKASAN ERIDA ERSIYOMA. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Pola Asuh, Status Gizi, dan Status Kesehatan Anak Balita di Wilayah Program Warung Anak Sehat (WAS) Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh Katrin Roosita. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan gizi, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola asuh makan dan kesehatan, status gizi, dan status kesehatan anak balita di wilayah program WAS Kabupaten Sukabumi. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini antara lain: (1) menilai pengetahuan gizi dan kesehatan dari ibu yang memiliki anak balita; (2) mengetahui ketersediaan sarana fisik yang menunjang PHBS; (3) menganalisis pola asuh makan dan pola asuh kesehatan yang diberikan oleh ibu anak balita; (4) menilai status gizi dan status kesehatan anak balita; (5) menganalisis hubungan PHBS dan pola asuh dengan status gizi anak balita; dan (6) menganalisis hubungan ketersediaan sarana fisik dengan status kesehatan anak balita. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional study, yang dilakukan di lima (5) kecamatan yang terkena program WAS di Kabupaten Sukabumi, yaitu Kecamatan Cisaat, Kecamatan Kadudampit, Kecamatan Warung Kiara, Kecamatan Kebon Pedes, dan Kecamatan Cicurug. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juni sampai Oktober 2011. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah anak usia balita (berusia 1-5 tahun) yang berdomosili dekat WAS dan memiliki akses terhadap WAS. Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari anak balita yang terpilih sebagai contoh dalam penelitian. Jumlah populasi adalah 793 balita, dari 14 Posyandu di 14 Warung Anak Sehat. Penarikan contoh dilakukan dengan cara stratified random sampling dari data anak balita di semua Posyandu. Besarnya contoh untuk masing-masing Posyandu proporsional, sesuai dengan ratio jumlah anak balita terhadap seluruh jumlah anak balita di posyandu yang berada disekitar WAS. Total jumlah contoh berdasarkan hasil perhitungan adalah 80 orang, namun terdapat satu contoh yang memiliki data tidak lengkap, sehingga contoh yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini menjadi 79 anak balita. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilaksanakan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan observasi langsung. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik anak balita dan keluarganya, pengetahuan gizi dan kesehatan dari ibu yang memiliki anak balita, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), ketersediaan sarana fisik, pola asuh makan dan kesehatan yang diberikan ibu anak balita, status gizi, dan status kesehatan anak balita. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data anak balita dari Posyandu, Kartu Menuju Sehat (KMS), dan profil lokasi penelitian. Data berat badan dan tinggi badan diperoleh dari hasil penimbangan yang dilakukan oleh kader posyandu yang telah ditulis dalam KMS anak balita. Namun, bagi anak balita yang tidak memiliki data tinggi badan, maka dilakukan pengukuran tinggi badan oleh tim yang melakukan pengambilan data di lapang. Data berat badan, tinggi badan, dan umur diolah menggunakan baku WHO dan dihitung berdasarkan Z-skor sehingga diperoleh data status gizi balita. Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan diolah dengan bantuan program software Microsoft Excell 2007 dan SPSS 17 for Windows. Pengolahan data meliputi beberapa tahap diantaranya pengeditan,
pengkodean, entri, dan analisis. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan inferensia (Pearson Correlation dan Regresi Linear Berganda). Sebagian besar ibu dari anak usia balita memiliki tingkat pengetahuan gizi dan perilaku hidup bersih dan sehat termasuk kategori sedang, dengan persentase masing-masing 72.2% dan 70.9%. Ketersediaan sarana fisik seperti ventilasi, tempat sampah, sumber air bersih, dan lantai rumah sudah baik, namun untuk ketersediaan sarana pembuangan air limbah masih kurang, karena masih banyak limbah rumah tangga yang langsung dialirkan ke sungai, kali, kolam dan tempat lain. Pengetahuan gizi ibu tidak berkorelasi signifikan dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Pola asuh makan dan kesehatan, sebagian besar termasuk kategori sedang (59.5% dan 48.1%). Antara pola asuh dengan pengetahuan gizi juga tidak berkorelasi signifikan. Prevalensi anak balita gizi kurang menurut indeks BB/U sebesar 11.4%, menurut TB/U 46.8% termasuk pendek (stunting), dan menurut indeks BB/TB 6.3% kurus (wasting). Prevalensi anak balita pendek yang lebih dari empat puluh persen menandakan masalah gizi yang tergolong tinggi. Sebagian besar anak balita (55.7%) pernah mengalami sakit selama dua minggu terakhir pengumpulan data. Skor status kesehatan anak balita sebagian besar (70.9%) termasuk kategori tinggi. Jenis penyakit yang banyak dialami balita selama dua minggu terakhir adalah pilek (54.5%), demam (45.5%), dan batuk (40.9%). Ketersediaan sarana fisik penunjang PHBS memiliki korelasi signifikan dengan kejadian sakit dan skor status kesehatan balita. Status gizi anak balita (TB/U) dipengaruhi oleh pengetahuan gizi ibu, dan status gizi anak balita (BB/TB) dipebgaruhi oleh status kesehatan skor status kesehatan.
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, POLA ASUH, STATUS GIZI, DAN STATUS KESEHATAN ANAK BALITA DI WILAYAH PROGRAM WARUNG ANAK SEHAT (WAS) KABUPATEN SUKABUMI
ERIDA ERSIYOMA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Pola Asuh, Status Gizi, dan Status Kesehatan Anak Balita di Wilayah Program Warung Anak Sehat (WAS) Kabupaten Sukabumi. Nama
: Erida Ersiyoma
NIM
: I14070060
Menyetujui: Dosen Pembimbing Skripsi
Katrin Roosita, SP, M.Si NIP. 19710201 199903 2 001
Mengetahui: Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penyusunan skripsi yang berjudul ”Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Pola Asuh, Status Gizi, dan Status Kesehatan Anak Balita di Wilayah Program Warung Anak Sehat (WAS) Kabupaten Sukabumi” dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat dan salam tetap
tercurahkan kepada pemimpin umat, Muhammad SAW. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan masukan dari banyak pihak. Oleh karena itu, rasa syukur yang tiada tara penulis haturkan kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta tidak pernah meninggalkan penulis dalam setiap langkah. Terima kasih kepada kedua orang tua penulis (mama dan papa tersayang), kakakku Deslia Ersiyoma dan adikku Nidia Ersiyoma, serta keluarga besarku yang selalu mendoakan, memberi semangat, motivasi, nasehat, dan kasih sayang kepada penulis serta dukungan yang nyaris sempurna selama penyusunan skripsi. Terima kasih kepada Katrin Roosita, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi, semangat, dan nasehat serta pengarahan kepada penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, menyelesaikan skripsi dengan baik.
sehingga penulis dapat
Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir Faisal
Anwar, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini. Teman seperjuangan di Warung Anak Sehat, Muthe dan Riza, tanpa terasa kita dapat melaluinya bersama. Perjuangan luar biasa yang kita jalani selama ini, Alhamdulillah membuahkan hasil yang sangat indah pada akhirnya. Novi yang selalu hadir disaat suka dan duka, terima kasih banyak atas nasehat dan bantuannya. Ibu-ibu WAS yang telah membantu dalam pengambilan data dilapang, serta teman-teman dari Dompet Dhuafa dan Sari Husada, terima kasih atas bantuannya. Terima kasih untuk teman pembahas: Ria, Fitri, Sri, dan Susi pada seminar hasil penelitian atas kritik dan sarannya. Sahabat tersayang Nori, Adek, Cici, Sri handyn, Rysda, Putri, Sumi yang selalu memberikan semangat, motivasi, nasehat, dan bantuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Teman-teman PPR: Fina, Chipa, Pipeh, Rina, Tika, Rani, Fian, Mila, Mba Nurul,
Mba Rini, dan Mamake yang selalu memberikan semangat dan bantuannya. Teman-teman luminaire seperjuangan di GM; teman-teman KKP Padang Pariaman: Vika, Zaky, Ila, Mpok, Mahmud, dan Tia; teman-teman ID RSUD Cilegon: Tika, Lia, Mia, dan Tami; dan semua pihak yang terlibat dalam pembuatan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua. Amin. Bogor, Februari 2012
Erida Ersiyoma
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, puteri dari pasangan bapak Masril dan ibu Ermi. Penulis dilahirkan di Balai Tangah Kota Batusangkar, Sumatera Barat, pada tanggal 28 Juni 1989. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Raudatul Athfal pada tahun 1994 sampai 1995.
Pada tahun 1995 sampai 2001, penulis meneruskan
pendidikan di SDN 50 Pasa Laweh Lintau Buo Utara, dan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun 2001 sampai 2004 di SMPN 5 Lintau Buo Utara. Penulis menempuh pendidikan menengah atas pada tahun 2004 sampai 2007 di SMAN 1 Lintau Buo Utara, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Penulis masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 dan diterima sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada berbagai organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai staff Divisi Gizi Olahraga Himpunan Mahasiswa Gizi (HIMAGIZI) pada tahun 2008-2009, tergabung dalam anggota IKLB (Ikatan Keluarga Lintau Buo), IMASEREMPAG (Ikatan Mahasiswa Serambih Mekah dan Pagaruyung) dan anggota IPMM (Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang). Penulis juga ikut serta dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan oleh Asrama Putri TPB IPB, Himagizi, IKLB, dan IPMM Bogor. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat selama 2 bulan terhitung dari 28 Juni-10 Agustus 2010. Penulis juga melaksanakan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilegon dari tanggal 14 Maret sampai 2 April 2011 untuk mendalami Penyakit Dalam, Penyakit pada Anak, dan Bedah. Selain itu penulis juga pernah menjadi Field Nutritionist dalam program Warung Anak Sehat yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa, Masyarakat Mandiri, dan Sari Husada.
DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT .......................................................................................................... i RINGKASAN ....................................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... v PRAKATA ...........................................................................................................vi RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. viii DAFTAR ISI.........................................................................................................ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 Tujuan ............................................................................................................. 2 Kegunaan Penelitian ....................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4 Warung Anak Sehat (WAS) ............................................................................. 4 Balita .............................................................................................................. 4 Karakteristik Keluarga ..................................................................................... 5 Umur Orang Tua ...................................................................................... 5 Besar Keluarga......................................................................................... 5 Pendidikan Orang Tua.............................................................................. 6 Pekerjaan Orang Tua ............................................................................... 6 Pendapatan Keluarga ............................................................................... 6 Pengetahuan Gizi ............................................................................................ 7 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ..................................................................... 7 Pola Asuh...................................................................................................... 11 Pola Asuh Makan ................................................................................... 12 Pola Asuh Kesehatan ............................................................................. 12 Status Gizi..................................................................................................... 13 Berat Badan Menurut Umur (BB/U) ........................................................ 13 Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) ....................................................... 14 Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) .......................................... 14 Status Kesehatan .......................................................................................... 14
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 16 METODE PENELITIAN ..................................................................................... 18 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ......................................................... 18 Jumlah dan Cara Pengambilan Sampel ........................................................ 18 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................... 20 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 22 Definisi Operasional ...................................................................................... 26 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 27 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................................. 27 Kondisi Geografis ................................................................................... 27 Kepadatan Penduduk ............................................................................. 27 Sarana Kesehatan.................................................................................. 27 Karakteristik Keluarga Anak Balita ................................................................ 28 Umur Orang Tua .................................................................................... 28 Besar Keluarga....................................................................................... 29 Pendidikan Orang Tua............................................................................ 29 Pekerjaan orang Tua .............................................................................. 30 Penghasilan Perkapita............................................................................ 31 Karakteristik Anak Balita ............................................................................... 32 Jenis Kelamin dan Umur Anak Balita...................................................... 32 Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Ibu yang Memiliki Anak Balita .................. 33 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dan Sarana Fisik ....................................... 35 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ............................................................ 35 Sarana Fisik ........................................................................................... 39 Pola Asuh...................................................................................................... 41 Pola Asuh Makan yang diberikan Ibu kepada Anak Balita ...................... 42 Pola Asuh Kesehatan yang diberikan Ibu kepada Anak Balita ................ 45 Status Gizi Anak Balita .................................................................................. 48 Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks BB/U ................................. 49 Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks TB/U.................................. 49 Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Indeks BB/TB ............................... 50 Status Kesehatan .......................................................................................... 51 Hubungan Variabel ....................................................................................... 52 Perilaku hidup bersih dan sehat dengan Status Gizi ............................... 52 Pola Asuh Makan dengan Status Gizi .................................................... 53
Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi .............................................. 54 Sarana fisik dengan Status Kesehatan ................................................... 55 Variabel-variabel yang mempengaruhi Status Gizi Anak Balita ..................... 56 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 58 Kesimpulan ................................................................................................... 58 Saran ............................................................................................................ 59 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 60 LAMPIRAN ........................................................................................................ 65
DAFTAR TABEL Halaman 1
Penarikan contoh penelitian .......................................................... 19
2
Jenis dan cara pengumpulan data ................................................ 21
3
Pengkategorian variabel penelitian ............................................... 25
4
Sebaran usia orang tua yang memiliki anak balita ........................ 28
5
Sebaran tingkat pendidikan orang tua yang memiliki anak balita ............................................................................................ 30
6
Sebaran tingkat pekerjaan orang tua yang memiliki anak balita .... 30
7
Sebaran penghasilan perkapita keluarga anak balita .................... 31
8
Sebaran penghasilan keluarga anak balita menurut garis kemiskinan .................................................................................... 31
9
Sebaran pengetahuan gizi dan kesehatan ibu yang memiliki anak balita .................................................................................... 33
10
Sebaran tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan ibu yang memiliki anak balita ....................................... 34
11
Sebaran jawaban mengenai pengetahuan gizi dan kesehatan ibu yang memiliki anak balita ........................................................ 35
12
Sebaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat .................................... 36
13
Sebaran pengetahuan gizi dengan perilaku hidup bersih dan sehat ............................................................................................. 36
14
Sebaran jawaban benar PHBS ibu yang memiliki anak balita ....... 39
15
Sebaran ketersediaan sarana fisik ................................................ 39
16
Sebaran pola asuh makan yang diberikan ibu kepada anak balita ............................................................................................. 42
17
Sebaran pengetahuan gizi dengan pola asuh makan .................... 43
18
Sebaran jawaban mengenai pola asuh makan yang diberikan ibu kepada anak balita ................................................................. 45
19
Sebaran pola asuh kesehatan ...................................................... 45
20
Sebaran pengetahuan gizi dengan pola asuh kesehatan yang diberikan ibu kepada anak balita .................................................. 46
21
Sebaran jawaban mengenai pola asuh kesehatan yang diberikan ibu kepada anak balita ................................................... 48
22
Sebaran status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/U............. 49
23
Sebaran status gizi anak balita berdasarkan indeks TB/U ............. 50
24
Sebaran status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/TB........... 50
25
Sebaran PHBS dengan status gizi anak balita .............................. 53
26
Sebaran pola asuh makan dengan status gizi anak balita ............. 54
27
Sebaran pola asuh kesehatan dengan status gizi anak balita ....... 54
28
Sebaran ketersediaan sarana fisik dengan kejadian sakit anak balita ............................................................................................ 55
29
Sebaran contoh berdasarkan ketersediaan sarana fisik dengan skor status kesehatan anak balita .................................... 56
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Skema kerangka pemikiran......................................................... 17
2
Sebaran besar keluarga anak balita............................................ 29
3
Sebaran jenis kelamin anak balita .............................................. 32
4
Sebaran umur anak balita ........................................................... 32
5
Sebaran sarana fisik penunjang PHBS. ...................................... 40
6
Sebaran kejadian sakit anak balita.............................................. 51
7
Sebaran skor status kesehatan anak balita................................. 51
8
Sebaran jenis penyakit yang pernah diderita anak balita ............ 52
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Kuesioner Penelitian ................................................................. 65
2
Dokumentasi Pengambilan data penelitian .............................. 71
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan
pembangunan
nasional
suatu
bangsa
antara
ditentukan oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.
lain
SDM yang
berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi.
Salah satu
indikator untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index - HDI).
Pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi merupakan faktor utama penentu HDI. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat. Oleh karena itu, gizi kurang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap penurunan kualitas SDM (WNPG 2004). Status gizi masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks.
Status gizi di tingkat rumah tangga
dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya; asuhan gizi ibu dan anak yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan perilaku serta keadaan kesehatan anggota rumah tangga (WNPG 2004). Investasi gizi biasanya difokuskan pada kelompok yang rawan terhadap masalah kekurangan gizi salah satunya adalah anak balita. Hal ini karena, anak balita merupakan kelompok masyarakat yang paling peka terhadap kondisi kekurangan gizi (Yulianti 2010; Wiryo 2002). Berdasarkan Laporan Nasional Riskesdas (2010) tercatat prevalensi balita gizi buruk dan kurang di Jawa Barat sebesar 13.0% berdasarkan indeks BB/U, balita pendek sebesar 33.6% berdasarkan indeks TB/U, dan prevalensi balita kurus sebesar 11.0% berdasarkan indeks BB/TB.
Data dari sepuluh
Posyandu di Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang sebesar 12.8% berdasarkan indeks BB/U dan data dari delapan posyandu di Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa prevalensi balita pendek sebesar 33.3% berdasarkan indeks TB/U serta balita yang kurus
sebesar 7.9%
berdasarkan indeks BB/TB. Penyebab terjadinya masalah gizi kurang pada anak balita bersifat kompleks, sehingga upaya penanggulangannya juga memerlukan pendekatan dari berbagai segi kehidupan anak secara terintegrasi.
Artinya tidak cukup
dengan memperbaiki aspek makanan, tetapi juga lingkungan hidup anak seperti pola pengasuhan, pendidikan dan kesehatan lingkungan, mutu pelayanan kesehatan dan sebagainya (Soekirman 2000). Pada masa kanak-kanak, status gizi secara langsung berpengaruh pada imunitas, perkembangan kognitif, pertumbuhan, dan stamina tubuh.
Status gizi
anak balita erat kaitannya dengan sistem imunitas tubuh dan status kesehatan. Status kesehatan anak balita ditentukan oleh perilaku sehat keluarga dan keadaan sanitasi rumah serta lingkungan sekitar.
Makin rendah status gizi
seseorang semakin rentan terhadap penyakit dan semakin tinggi tingkat morbiditas (Khomsan 2003; Hardinsyah 2007). Kehadiran Warung Anak Sehat (WAS) diharapkan dapat memberikan informasi gizi, merubah perilaku ibu terhadap pola pengasuhan terhadap anak, dan perilaku hidup bersih dan sehat, karena WAS merupakan program pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap kesehatan anak-anak yang rawan mengalami masalah gizi. Selain itu, juga menyediakan penyuluhan kepada para ibu tentang gizi bagi anak-anak dan keluarga, membantu mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi, serta membantu menyediakan produk yang sehat (Kurniawan 2010; Dompet Dhuafa 2011; Masyarakat Mandiri 2011). Pendidikan dan penyuluhan gizi penting sekali peranannya dalam usaha perbaikan gizi masyarakat, khususnya perbaikan gizi anak balita (Winarno 1995). Sebagai informasi awal untuk mengetahui pengaruh WAS terhadap peningkatan pengetahuan, perilaku hidup bersih dan sehat, pola asuh, status gizi, dan kesehatan anak balita maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengetahuan gizi, perilaku hidup bersih dan sehat, pola asuh, status gizi, dan status kesehatan balita di wilayah program Warung Anak Sehat (WAS) Kabupaten Sukabumi. Tujuan Tujuan umum: Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan gizi, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pola asuh makan dan kesehatan, status gizi, dan status kesehatan anak balita di wilayah program WAS Kabupaten Sukabumi.
Tujuan khusus: 1. Menilai pengetahuan gizi dan kesehatan dari ibu yang memiliki anak balita 2. Mengetahui ketersediaan sarana fisik yang menunjang PHBS 3. Menganalisis pola asuh makan dan pola asuh kesehatan yang diberikan oleh ibu anak balita 4. Menilai status gizi dan status kesehatan anak balita 5. Menganalisis hubungan PHBS dan pola asuh dengan status gizi anak balita 6. Menganalisis hubungan ketersediaan sarana fisik dengan status kesehatan anak balita. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai PHBS, pola asuh, status gizi, dan status kesehatan anak balita. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam upaya menekan prevalensi masalah gizi pada anak balita.
TINJAUAN PUSTAKA Warung Anak Sehat (WAS) Warung
Anak
Sehat
merupakan
suatu
program
pemberdayaan
masyarakat yang bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap kesehatan anak-anak yang rawan mengalami masalah gizi. Selain itu, juga menyediakan penyuluhan kepada para ibu tentang gizi bagi anak-anak dan keluarga, membantu mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan gizi, serta membantu menyediakan produk yang sehat. WAS merupakan salah satu tempat ibu-ibu bisa mendapatkan informasi gizi yang seimbang untuk anak mereka dan membeli produk makanan sehat (Kurniawan 2010; Dompet Dhuafa 2011; Masyarakat Mandiri 2011). Untuk mengatasi masalah gizi, khususnya anak balita penting dilakukan upaya pendidikan atau penyuluhan gizi. Dengan usaha itu, diharapkan orang bisa memahami pentingnya makanan dan gizi sehingga mau bersikap dan bertindak mengikuti norma-norma gizi.
Penyuluhan gizi merupakan suatu
pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu atau masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan/ mempertahankan gizi baik. Pada tingkat individu/ masyarakat sasaran, perilaku tersebut akan berguna bagi dirinya, keluarga atau kelompoknya (Suhardjo 2003; Winarno 1995). Balita Masa balita adalah masa dimana anak mengalami pertumbuhan yang pesat (Sediaoetama 2008; Arisman 2004). Masa ini sangat penting dan rawan, karena pada masa ini terjadinya pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya (Suhardjo 1989; Soetjiningsih 1995). Beberapa kondisi atau anggapan yang dapat menyebabkan anak balita rawan terhadap masalah gizi adalah anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa; biasanya balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang; anak balita sudah mulai main di tanah, dan sudah dapat bermain di luar rumah sendiri, sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit; dan anak balita belum bisa mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam memilih
makanan. Dipihak lain ibunya sudah tidak bergitu memperhatikan lagi makanan anak balita, karena dianggap sudah dapat makan sendiri (Notoatmodjo 2007). Anak balita merupakan anggota keluarga yang memerlukan perhatian khusus dari orang tua, karena pada usia ini seorang anak masih tergantung secara fisik maupun emosional kepada orang tua. Anak balita belum mandiri dalam memenuhi kebutuhan makannya. Oleh karena itu asupan makanan anak balita hampir sepenuhnya tergantung pada orang dewasa yang mengasuhnya. Artinya pertumbuhan anak balita sangat dipengaruhi oleh kualitas makannya, sementara kualitas makannya sangat tergantung pada pola asuh makan anak yang diterapkan keluarga (Khomsan et al 1999). Karakteristik Keluarga Umur Orang Tua Umur merupakan indikator penting dalam menentukan produktifitas seseorang. Dibandingkan dengan orang yang lebih tua, orang yang masih muda memiliki produktifitas yang lebih tinggi, karena kondisi fisik dan kesehatan orang muda yang masih prima (Khomsan et al 2007). Usia dewasa dimulai pada 20 tahun.
Usia dewasa dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa awal (20-40
tahun), dewasa madya/ tengah (41-65 tahun), dan dewasa akhir (>65 tahun) (Papalia & Olds 2001). Orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (<20 tahun), cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anak, sehingga pada umumnya orang tua tersebut merawat dan mengasuh anaknya berdasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda juga lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingan sendiri dari pada kepentingan anaknya sehingga kualitas dan kuantitas pengasuhan anak kurang terpenuhi.
Sebaliknya, pada ibu yang
memiliki usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock 1998). Besar Keluarga Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal dan hidup dalam satu rumah dan ada ikatan darah (Khomsan et al 2007).
Besar keluarga adalah
banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota lain yang tinggal bersama dalam satu rumah dari pengelolaan sumber daya yang sama.
Besar keluarga akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga
(Sukandar 2007).
Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga, besar rumah
tangga dikelompokkan menjadi tiga yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang) (BKKBN 2005). Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak, pengetahuan gizi ibu, dan perilaku hidup sehat. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal ibu akan semakin luas wawasan berfikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi gizi yang dapat diserapnya dan akan mendorong dalam praktik pengolahan makanan (Rahmawati 2006; Sediaoetama 2008; Soewondo & Sadli 1989 dalam Khomsan et al 2009; WNPG 2004). Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga. Dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan (Khomsan 2000). Pekerjaan yang
berhubungan dengan pendapatan merupakan faktor
menentukan kualitas dan kuantitas makanan. antara
pendapatan
dan
status
gizi,
yang paling
Terdapat hubungan yang erat
didorong
oleh
pengaruh
yang
menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi hampir berlaku umum pada semua tingkat pendapatan. Rendahnya pendapatan dan daya beli tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dan cara-cara tertentu yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif, terutama untuk anak-anak (Suhardjo 1989). Pendapatan Keluarga Status
sosial
ekonomi
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan anak, hal ini dapat terlihat pada anak dengan sosial ekonomi tinggi tentunya pemenuhan kebutuhan gizi sangat cukup baik dibandingkan dengan anak yang sosial ekonominya rendah (Hidayat 2004).
Peningkatan
pendapatan rumah tangga, belum tentu bermuara pada perbaikan gizi anggota rumah tangga rawan , terutama anak balita, wanita hamil, dan wanita menyusui (Soekirman 2000).
Pengetahuan Gizi Pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang (Engel et al 1995 dalam Khomsan et al 2009) Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang mencirikan seseorang memahami tentang gizi, pangan dan kesehatan (Sukandar 2007). Pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada 3 kenyataan, yaitu
(1)
status gizi penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang memerlukan zat gizi yang seimbang untuk perkembangan yang optimal, dan (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang penting sehingga seseorang dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo 2003). Faktor yang penting dalam masalah gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan seharihari dan kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik (Suhardjo 2003; Williams 1993 dalam Khomsan et al 2007). Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat (Depkes 2007). Derajat masyarakat yang optimal ditandai dengan penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata (WNPG 2000). Perilaku hidup bersih dan sehat di tatanan rumah tangga meliputi higiene perorangan (mencuci tangan pakai sabun, menggosok gigi, dan sebagainya), kebiasaan tidak merokok, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, penimbangan balita, imunisasi, gizi keluarga (sarapan pagi, makan makanan beragam), dan keikutsertaan dalam dana sehat melalui askes atau jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (Depkes 2007). 1.
Persalinan dibantu tenaga kesehatan Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, dan tenaga para medis lainnya) menggunakan peralatan yang aman, bersih dan steril
sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya (Depkes 2007). 2.
Kebiasaan Merokok Perokok terdiri dari perokok pasif dan perokok aktif. Keduanya sama-sama berbahaya,
yakni
dapat
menyebabkan
masalah
kesehatan
seperti
kerontokan rambut, gangguan pada mata, menyebabkan penyakit paru-paru kronik, merusak gigi, stroke, kanker kulit, kemandulan, impotensi, kanker rahim dan keguguran (Depkes 2007) 3.
Imunisasi Tujuan pemberian imunisasi adalah agar anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu (Hidayat 2004).
4.
Penimbangan Balita Berat badan merupakan indikator kesehatan yang penting bagi setiap orang. Oleh karena itu penting menimbang berat badan secara teratur dan mengetahui apakah berat badan sudah ideal, kurang atau lebih.
Berat
badan yang ideal menunjukkan status gizi yang baik atau normal (Soekirman 2000). Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk
memantau
pertumbuhannya setiap bulan. Penimbangan bayi dan balita dimulai dari umur 1 bulan sampai 5 tahun di Posyandu sehingga dapat diketahui balita tumbuh sehat atau tidak dan mengetahui kelengkapan imunisasi serta dapat diketahui bayi yang dicurigai menderita gizi buruk (Depkes 2007). 5.
Kebiasaan Sarapan Sarapan penting dilakukan sebelum melakukan aktivitas fisik pada pagi hari. Manfaatnya, sarapan dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk
meningkatkan kadar gula darah.
Dengan kadar gula darah yang
terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Kedua, pada dasarnya sarapan akan memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat juga untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh (Khomsan 2003). 6.
Peserta Askes/JPKM Program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin penting untuk menstimulus
meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.
Perluasan
jangkauan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat harus dilakukan secara berkelanjutan dan disertai dengan upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat melaksanakan perilaku hidup sehat (Depkes 2008). 7.
Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air bermanfaat untuk
membunuh kuman penyakit yang ada di tangan,
mencegah penularan penyakit diare, kolera, disentri, tifus, cacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), flu burung atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) serta tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman (Depkes 2007). Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dapat mengurangi morbiditas sebanyak 2-3 kali lipat (Hardinsyah 2007). 8.
Kebiasaan Menggosok Gigi Membiasakan menggosok gigi sebelum tidur dan setelah makan merupakan salah satu contoh praktik higiene perorangan. menuntun kepada kesehatan.
Kebersihan diri akan
Kegiatan menggosok gigi bertujuan untuk
membersihkan mulut dari sisa makanan agar fermentasi sisa makanan tidak berlangsung terlalu lama, sehingga dapat menyebabkan plak. Dengan itu menggosok gigi dapat menghindari dari kerusakan gigi.
Menggosok gigi
juga harus dilakukan dengan benar agar permukaaan gigi bersih dari plak. Namun, karena plak akan terbentuk dari waktu ke waktu, maka menggosok gigi secara rutin adalah tindakan yang tepat dalam upaya memelihara gigi dari segala kerusakan (PDGI 2011). 9.
Kebiasaan Olahraga Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur untuk beragai tujuan, antara lain utuk kesehatan, kebugaran, rekreasi, pendidikan, dan prestasi (Irianto 2007).
10. Makan Seimbang (Makan sayur dan buah setiap hari) Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung lengkap semua zat gizi yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang, dan produktif. Setiap orang perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan dalam jumlah yang mencukupi. Makanan yang beranekaragam akan memberikan manfaat yang besar terhadap kesehatan. Masing-masing bahan makanan dalam susunan aneka ragam menu seimbang akan saling melengkapi. Makanan dari hidangan yang beranekaragam dapat menjamin terpenuhinya
kecukupan sumber energi, zat pembangun, dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Makanan yang sehat harus mengandung unsur-unsur gizi yang diperlukan tubuh. Karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral harus dalam jumlah dan kualitas yang cukup dan seimbang ( Khomsan & Anwar 2008). Selain 10 indikator diatas
yang
perlu diperhatikan juga dalam
pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat adalah kebersihan lingkungan yang meliputi tersedianya jamban, tersedianya sumber air bersih, tersedianya tempat sampah, terdapat Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL), udara atau ventilasi cukup, dan lantai tidak seluruhnya dari tanah (Dinkes 2006). 1.
Jamban Sehat (WC) Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia yang biasa disebut WC atau kakus (Tussodiyah 2010). Jamban yang baik memiliki tangki septik, namum ada juga berupa cubluk, jamban di atas kolam atau jamban di atas sungai. Jamban seperti ini tidak memenuhi syarat kesehatan, karena dapat mengotori permukaan air dan tanah sehingga dapat menyebabkan penyakit seperti diare (Latifah et al 2002).
2.
Sumber Air Bersih Air sangat penting bagi kehidupan manusia (Notoatmodjo 2007). Sumber air bersih untuk keperluan keluarga bermacam-macam. Masyarakat yang tinggal di desa pada umumnya menggunakan air dari sumur gali, sumur bor dan mata air. Sumber air harus dijaga kebersihannya karena sumber air yang tidak bersih akan menyebabkan penyakit.
Jika sumber air adalah
sumur, maka harus (1) berada minimal 10 meter dari tangki septik penampungan tinja, lubang sampah, penampungan air limbah dan sumbersumber kotoran lainnya, (2) berada di tempat yang tidak mudah terkena banjir, (3) diberi pagar dan pelindung dari tembok untuk keamanan dan mencegah air kotor kembali mengalir ke sumur (Latifah et al 2002). 3.
Tempat Sampah Sampah adalah segala sesuatu yang tidak terpakai lagi dan harus dibuang. Terdapat hubungan antara sampah dengan penyakit-penyakit yang ditulari oleh tikus, lalat, dan nyamuk. Agar sampah tidak membahayakan manusia, diperlukan pengaturan pembuangan sampah (Tussodiyah 2010).
4.
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) Setiap rumah harus memiliki sarana pembuangan air limbah, agar air bekas dari dapur, kamar mandi dan tempat cuci pakaian tidak menggenang. Air limbah yang menggenang dapat menimbulkan bau dan menjadi sumber penyakit. Sarana pembuangan air limbah sebaiknya berupa tangki septik yang dilengkapi dengan saluran pembuangan. Saluran pembuangan dari tangki septik harus memiliki saringan sehingga limbah yang dialirkan ke sungai atau selokan menjadi lebih bersih (Latifah et al 2002).
5.
Ventilasi Ventilasi udara biasanya berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang angin. Fungsi ventilasi udara adalah untuk pertukaran udara agar di dalam rumah tetap bersih dan segar. Rumah harus memiliki jendela yang cukup. Sebaiknya setiap ruangan mempunyai sedikitnya satu buah jendela yang bisa dibuka dan ditutup sehingga udara dapat mengalir dengan lancar (Latifah et al 2002; Notoatmodjo 2007).
6.
Lantai Rumah Lantai rumah harus mudah dibersihkan misalnya lantai yang terbuat dari keramik, teraso, tegel atau semen, dan kayu atau bambu.
Lantai yang
terbuat dari tanah sulit dibersihkan dan tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat menjadi sumber penyakit seperti cacing dan bakteri penyebab sakit perut (Latifah et al 2002). Pola Asuh Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan optimal baik secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh terhadap anak dan sebagainya, sangat berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan, status gizi, pendidikan, pengetahuan dan
keterampilan tentang pengasuhan
anak yang baik, peran dalam keluarga, sifat pekerjaan sehari-hari dan adat kebiasaan (WNPG 2004). Terdapat
hubungan
yang
positif
antara
pendidikan
pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak.
ibu
dengan
Ibu yang memiliki
pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan gizi, kesehatan dan pengasuhan anak yang baik (Madanijah 2003).
Pola asuh makan Tujuan pemberian makan balita dalam lingkup keluarga mencakup tiga aspek, yakni (1) aspek fisiologi, yaitu memenuhi kebutuhan zat gizi untuk proses metabolisme kelangsungan hidup, aktivitas dan tumbuh kembang, (2) aspek edukatif, yaitu mendidik anak agar terampil dalam mengkonsumsi makanan dan untuk membina kebiasaan dan perilaku makan, memilih dan menyukai makanan yang baik, sehat dan dibenarkan oleh keyakinan/ agama orang tua masingmasing dan (3) aspek psikologis, yaitu untuk memberikan kepuasan kepada anak dan untuk memberikan kenikmatan yang lain yang berkaitan dengan anak (Suhardjo 1989). Pemberian makan bergizi harus diajarkan kepada anak melalui peran ibu dan pengasuhnya. Makanan dan minuman yang bergizi harus dapat disediakan oleh orang tua. Kebiasaan makan yang beragam, bergizi, dan berimbang harus dibiasakan dari usia dini.
Pemberian makan yang baik akan membentuk
kebiasaan yang baik pula pada anak (Hastuti 2009). Keadaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan pertimbangan yang penting dalam pemberian makan kepada anak.
Pada masa perkembangan
anak, keluarga dapat membantu anak mencapai sikap normal dan berminat terhadap makanan tanpa adanya suatu kecemasan dan kekhawatiran mengenai makanan. Pola asuh makan yang baik, dalam arti secara kuantitatif maupun kualitatif yang tepat pada masa balita sangat dianjurkan.
Praktik pemberian
makan pada anak memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap kesehatan dan status gizi. Kemampuan seorang ibu memperkenalkan makanan baru pada anak memiliki pengaruh yang besar terhadap daya terima dan kesukaan anak terhadap suatu makanan (Khomsan et al 2009). Pola asuh kesehatan Pola asuh kesehatan merupakan tugas orang tua untuk memberikan asuhan kesehatan kepada anak sehingga anak selalu berada dalam kondisi terbebas dari penyakit serta dapat beraktivitas rutin selayaknya individu normal. Ada dua usaha yang dapat dilakukan orang tua untuk melakukan pola asuh kesehatan yaitu preventif dan kuratif.
Upaya preventif adalah dengan
membiasakan pola hidup sehat, melalui penanaman kebiasaan hidup sehat dan teratur seperti mandi, keramas, gosok gigi, gunting kuku dan mencuci tangan dengan sabun. Upaya tersebut perlu ditanamkan sejak usia dini. Upaya kuratif
yang dapat dilakukan meliputi upaya orang tua untuk memberikan pengobatan dan perawatan agar anak selalu berada dalam kondisi terbebas dari dari penyakit infeksi dan penyakit lain yang umum terjadi pada anak (Hastuti 2009). Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi; keadaan kesehatan yang dipengaruhi oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi dan pengeluaran akibat penggunaannya oleh tubuh. Jika tubuh mendapatkan asupan makanan dalam kualitas dan kuantitas yang terpenuhi, maka orang tersebut akan mendapatkan status gizi yang optimal. (Almatsier 2001; Sediaoetama 2008). Status gizi seorang anak sangat ditentukan oleh konsumsi pangan dan pola pengasuhan yang didapatkan.
Semakin baik konsumsi pangan yang
dikonsumsi, baik secara kualitas maupun kuantitas, dan semakin baik pola pengasuhan yang didapat semakin semakin baik status gizi anak (Hardinsyah 2007). Pengukuran status gizi anak umumnya menggunakan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. Pemantauan status gizi anak balita menggunakan baku WHO dan dihitung berdasarkan skor simpangan baku (Z-skor). Keuntungan menggunakan Z-skor adalah hasil hitungan telah dibakukan menurut simpangan baku sehingga dapat dibandingkan untuk setiap kelompok umur dan indeks antropometri (Gibson 1993 dalam Khomsan et al 2009). Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Berat badan adalah merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran tentang massa tubuh, dan sangat sensitif terhadap perubahanperubahan yang akut misalnya menurunnya jumlah konsumsi makanan karena menurunnya nafsu makan atau adanya penyakit infeksi. Berat badan merupakan parameter antropometri yang sangat labil.
Pada kondisi kesehatan normal,
terjadi keseimbangan masukan zat gizi dengan kebutuhan, berat badan bertambah mengikuti pertambahan umur, tapi sebaliknya pada kondisi konsumsi yang tidak normal terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan dapat berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik ini, maka indeks BB/U digunakan sebagai salah satu cara penentuan status gizi dan lebih menggambarkan keadaan gizi seseorang pada saat ini ( Supariasa et al 2002 ).
Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan dapat menggambarkan keadaan pertumbuhan rangka (skeletal), dalam keadaan normal tinggi itu bertambah seiring dengan bertambahnya umur.
Pertumbuhan tinggi badan kurang sensitif terhadap
masalah gizi dalam jangka waktu yang pendek. Akibat defisiensi zat gizi dalam jangka waktu relatif lama dapat mempengaruhi tinggi badan sehingga dapat memberikan gambaran status gizi masa lampau dan dapat dikaitkan dengan keadaan status sosial ekonomi (Supariasa et al 2002 ). Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Berat badan mempunyai hubungan linier dengan tinggi badan, pada keadaan normal, pertambahan berat badan akan searah diikuti dengan pertumbuhan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat sekarang, dan merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa et al 2002 ). Status Kesehatan Status kesehatan dapat diukur dengan sebuah indikator kesehatan. indikator yang digunakan adalah angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas).
Morbiditas lebih mencerminkan keadaan kesehatan
sesungguhnya (Subandriyo 1993 dalam Fitriyani 2008). Status gizi erat kaitannya dengan sistem imunitas tubuh.
Semakin
rendah status gizi seseorang semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas. Morbiditas memiliki hubungan timbal balik dengan status gizi, baik pada masa kanak-kanak maupun pada masa dewasa. Pada masa kanak-kanak, status gizi secara
langsung
berpengaruh
pada
imunitas,
perkembangan
pertumbuhan dan stamina tubuh (Hardinsyah 2007).
kognitif,
Kesehatan gizi yang
rendah menyebabkan kondisi daya tahan umum tubuh menurun, sehingga berbagai penyakit dapat timbul dengan mudah. Seorang anak sehat tidak akan mudah terserang berbagai macam penyakit, termasuk penyakit infeksi karena daya tahan tubuh yang kuat. Daya tahan tubuh akan meningkat pada keadaan gizi yang baik dan akan menurun bila keadaan gizinya juga menurun (Sediaoetama 2009). Morbiditas dapat disebabkan oleh status gizi yang kurang, tetapi morbiditas dapat juga menyebabkan status gizi menjadi rendah. Kondisi sakit tentu akan mengganggu sistem metabolisme zat-zat didalam tubuh sehingga
pemanfaatan zat gizi oleh sistem tubuh menjadi tidak optimal dan penurunan status gizi (Hardinsyah 2007). Penyakit infeksi seringkali ditemukan banyak menyerang anak-anak. Penyakit infeksi yang paling banyak ditemukan adalah demam, pilek, batuk, dan diare. Demam adalah keadaan suhu tubuh yang meningkat karena radang yang dapat bersifat akut maupun kronis. Diare adalah gangguan pencernaan yang berupa pengeluaran feses lebih dari empat kali sehari atau berupa feses lembek/ cair, dan perut merasa mulas (Irianto 2007).
KERANGKA PEMIKIRAN Anak usia balita merupakan salah satu kelompok masyarakat yang sangat peka terhadap kondisi kurang gizi (Notoatmodjo 2007; Sediaoetama 2008). Orang tua memiliki peranan yang penting dalam pemenuhan kebutuhan anaknya (Khomsan et al 1999). Karakteristik orang tua seperti pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan gizi yang dimiliki orang tua serta ketersediaan sarana fisik yang dapat menunjang perilaku hidup sehat anggota keluarganya (Sediaoetama 2008; Selain dari pendidikan formal ibu dapat memperoleh pengetahuan gizi salah satunya dari penyuluhan gizi (Winkel 1984 dalam Khomsan et al 2009). Warung Anak Sehat dapat menjadi salah satu sumber pengetahuan gizi dan kesehatan bagi ibu balita. Karena menyediakan layanan konsultasi gizi gratis, penyuluhan gizi, dan penyediaan jajanan sehat (Roosita et al 2011). Perilaku hidup bersih dan sehat dapat mempengaruhi status gizi anak balita secara tidak langsung (Depkes 2007). Selain perilaku hidup bersih dan sehat, pola asuh yang diberikan oleh orang tua kepada anak secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi status gizi anak (Hastuti 2009). Status gizi erat kaitannya dengan sistem imunitas tubuh, asupan makanan, dan penyakit infeksi.
Semakin rendah status gizi seseorang semakin rentan sakit dan
meningkatkan morbiditas, dimana morbiditas merupakan suatu indikator yang dapat menentukan status kesehatan seseorang (Hardinsyah 2007; Sediaoetama 2008). Status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan hidup (Blum 1974 dalam Notoatmodjo 2007). Faktor lingkungan hidup contohnya ketersediaan sarana fisik rumah tangga yang dapat mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) anggota keluarga. Ketersediaan sarana fisik yang memadai dapat meningkatkan status kesehatan anggota keluarga, sebaliknya ketersediaan saran fisik yang tidak memadai dapat menurunkan status kesehatan anggota keluarga, salah satunya adalah anak balita.
Warung Anak
Pengetahuan
Sehat (WAS):
Gizi Ibu
- Penyuluhan - Makanan/ Jajanan Sehat
Karakteristik keluarga: - Umur - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Besar keluarga Karakteristik Anak Balita: - Umur - Jenis kelamin
Sarana Fisik: - SPAL - Ventilasi - WC sehat - Tempat Sampah - Sumber Air Bersih - Lantai rumah
Perilaku Hidup Bersih
Pola Asuh makan dan
dan Sehat (PHBS)
Kesehatan
Asupan Gizi
Penyakit Infeksi
Status Gizi Anak Balita
Status Kesehatan
Gambar 1 Skema kerangka pemikiran Keterangan : = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Variabel yang diteliti
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung berjudul ”Dampak Program Warung Anak Sehat (WAS) terhadap Perilaku Hygiene-Sanitasi Ibu WAS serta Status Gizi Anak Balita”. Penelitian bagian ini merupakan data dasar (baseline) yang menggunakan desain cross sectional study, yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu.
Metode yang digunakan berupa
observasi, wawancara, dan pengisian kuesioner oleh responden. Penelitian ini dilaksanakan di lima (5) kecamatan yang terkena program WAS di Kabupaten Sukabumi, yaitu Kecamatan Cisaat, Kecamatan Kadudampit, Kecamatan Warung Kiara, Kecamatan Kebon Pedes, dan Kecamatan Cicurug. Salah satu alasan pemilihan lokasi di Sukabumi adalah masalah pada anak usia bawah lima tahun. Berdasarkan data dari sepuluh posyandu prevalensi anak balita gizi buruk di Kabupaten Sukabumi mencapai 12.8%. Data dari delapan posyandu di Kabupaten Sukabumi menunjukkan prevalensi balita pendek 33.3%, dan balita kurus 7.9%.
Survey dilakukan pada bulan Juni sampai dengan
Oktober 2011. Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah anak usia balita (berusia 1-5 tahun), dengan kriteria inklusi anak balita yang berdomosili dekat WAS dan memiliki akses terhadap WAS.
Responden dalam penelitian ini adalah ibu balita yang
terpilih sebagai contoh dalam penelitian. Jumlah populasi adalah 793 balita, dari 14 Posyandu di 14 Warung Anak Sehat.
Jumlah minimal contoh dalam
penelitian ini diperoleh dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
n
= jumlah contoh
N
= jumlah populasi = galat baku jauhnya dari nilai rata-rata (z dipilih 1.96)
P
= perkiraan proporsi populasi balita (0.5)
d
= presisi atau ketelitian yang diinginkan
Total jumlah contoh berdasarkan hasil perhitungan adalah 80 orang, dengan ± 10%.
Penarikan contoh dilakukan dengan cara stratified random
sampling dari data balita seluruh Posyandu.
Populasi dibagi berdasarkan
posyandu, kemudian ditarik secara random dari masing-masing Posyandu. Besarnya contoh untuk masing-masing Posyandu proporsional dengan besar kecilnya jumlah balita pada tiap Posyandu yang berada disekitar WAS. Untuk menentukan jumlah balita yang akan diambil dari setiap Posyandu digunakan rumus :
Keterangan : mi
= Ukuran contoh pada posyandu ke- i
Ni
= Banyaknya balita di posyandu ke- i
N
= Ukuran populasi
n
= Ukuran contoh
Jumlah contoh yang akan diambil dari setiap Posyandu berdasarkan perhitungan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Penarikan contoh penelitian Kecamatan Cisaat
Kadudampit Cicurug Warung kiara Kebon Pedes
Total Balita
IWAS Yuyu Wiwi Ade Nani Aidah Ipah Enah Eni Yeni Aisyah Heni A'i Mamlukah Yayat Enung
Jumlah Balita
Mi
31 37 63 58 53 124 44 33 35 85 43 59 63 65
3 4 6 6 5 13 4 3 4 9 4 6 6 7
793
80
Berdasarkan jumlah contoh yang telah ditentukan, terdapat satu contoh yang memiliki data tidak lengkap, sehingga contoh yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini menjadi 79 anak balita.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilaksanakan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan observasi langsung.
Pengambilan data dilakukan oleh tim yang
terdiri dari empat orang mahasiswa tingkat akhir, Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Data
primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik anak balita dan keluarganya, pengetahuan gizi dan kesehatan dari ibu yang memiliki anak balita, perilaku hidup bersih dan sehat, ketersediaan sarana fisik, pola asuh makan dan kesehatan, status gizi, dan status kesehatan anak balita. Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu yang diukur terkait pemberian makanan yang tepat untuk anak, bahan makanan yang bergizi, cara penyimpanan bahan makanan, fungsi makanan, dan kebiasaan hidup sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat yang diukur adalah higiene perorangan, persalinan dibantu tenaga kesehatan, gizi keluarga, imunisasi, kebiasaan merokok, penimbangan anak balita, olahraga, makan makanan beragam, serta kebersihan lingkungan yang meliputi ketersediaan jamban, tempat sampah, air bersih, Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL), ventilasi, dan lantai rumah. Untuk pola asuh yang diteliti adalah pola asuh makan dan pola asuh kesehatan yang diberikan oleh ibu anak balita. Pola asuh makan meliputi riwayat pemberian ASI, cara memperkenalkan makanan kepada anak balita, dan cara ibu dalam membentuk situasi makan anak. Selanjutnya pola asuh kesehatan meliputi kebiasaan ibu dalam mengajarkan hidup sehat kepada anak balita. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data anak balita dari Posyandu, Kartu Menuju Sehat (KMS), dan profil lokasi penelitian. Data berat badan dan tinggi badan diperoleh dari hasil penimbangan yang dilakukan oleh kader posyandu yang telah ditulis dalam KMS anak balita. Namun, bagi anak balita yang tidak memiliki data tinggi badan, maka dilakukan pengukuran tinggi badan oleh tim yang melakukan pengambilan data di lapang. Data berat badan, tinggi badan, dan umur diolah menggunakan baku WHO dan dihitung berdasarkan Z-skor sehingga diperoleh data status gizi anak balita. Selengkapnya jenis dan cara pengumpulan data primer dan sekunder disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data No 1
Variable Karakteristik keluarga anak balita
Data yang dikumpulkan - Umur orang tua - Besar keluarga - Pendidikan
Cara pengumpulan Wawancara dengan menggunakan kuesioner
- Pekerjaan 2
Karakteristik anak balita
3
Pengetahuan gizi dan kesehatan dari ibu yang memiliki anak balita
4
Perilaku hidup bersih dan sehat
5
Pola asuh makan dan kesehatan yang diberikan ibu anak balita
6
Status kesehatan anak balita Status gizi anak balita
7
8
Profil lokasi
-
Penghasilan Jenis kelamin Umur BB dan TB makanan yang tepat untuk anak - bahan makanan yang bergizi - cara penyimpanan bahan makanan - fungsi makanan - kebiasaan hidup sehat. - persalinan dibantu tenaga kesehatan - kebiasaan merokok - imunisasi - penimbangan rutin anak balita - gizi keluarga (sarapan) - menjadi anggota dana sehat - cuci tangan pakai sabun - kebiasaan gosok gigi - olahraga rutin - makan sayur dan buah setiap hari - ketersediaan sarana fisik yang menunjang PHBS - pemberian ASI - cara memperkenalkan makanan kepada anak balita - cara ibu dalam membentuk situasi makan anak balita - kebiasaan makan yang diajarkan ibu kepada anak - kejadian sakit - lama dan frekuensi sakit - jenis penyakit yang dialami - berat badan menurut umur - tinggi badan menurut umur - berat badan menurut tinggi badan Sekunder
Wawancara dan pengukuran Wawancara dengan menggunakan kuesioner
Wawancara dengan menggunakan kuesioner dan pengamatan langsung
Wawancara dengan kuesioner dan pengamatan langsung
Wawancara dengan kuesioner Pengukuran berdasarkan BB, TB, U, KMS, data Posyandu Data BPS
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan diolah dengan bantuan program software Microsoft Excell 2007 dan SPSS 17.0 for Windows. Pengolahan data meliputi beberapa tahap diantaranya pengeditan, pengkodean, pengentrian, dan analisis.
Analisis data yang digunakan adlah
analissi deskriptif dan inferensia (Pearson Correlation dan Regresi Linear Berganda). Umur orang tua. Data umur orang tua yang diperoleh dikelompokkan menjadi remaja <20 tahun, dewasa awal 20-40 tahun, dewasa tengah 41-65 tahun, dan dewasa akhir >65 tahun (Papalia & Olds 2001). Besar keluarga.
Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga, besar
rumah tangga dikelompokkan menjadi tiga yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang) (BKKBN 2005). Pendidikan orang tua. Data pendidikan orang tua dibagi menjadi tujuh kategori yakni tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, SMP, SMA, Diploma, dan Sarjana. Pekerjaan orang tua.
Pekerjaan orang tua dikelompokkan menjadi
tujuh, yakni tidak bekerja, petani, PNS, pegawai swasta, buruh pabrik, wiraswasta dan sopir atau ojeg. Pendapatan perkapita.
Total Pendapatan keluarga dibagi dengan
jumlah anggota keluarga. Berdasarkan rata-rata pendapatan (Walpole 1990), maka pendapatan per kapita dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: rendah (
sedang
(Rp.151.440,0
(>Rp.447.857,7).
Berdasarkan Garis Kemiskinan Propinsi Jawa Barat (2010)
–
Rp.447.857,7),
dan
tinggi
penghasilan perkapita keluarga balita dibagi menjadi dua kategori yaitu miskin jika pendapatan perkapita per bulannya
gizi tertentu; perilaku hidup bersih dan sehat. Setiap pertanyaan akan dinilai 1 untuk jawaban yang benar dan nilai 0 untuk jawaban yang salah. Sehingga nilai maksimum yang diperoleh adalah 16, sedangkan nilai minimum adalah 0. Nilai minimum hasil pengukuran pengetahuan gizi adalah 7 dan nilai maksimum 16. Penilaian pengetahuan gizi ibu balita dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan interval kelas (Sugiyono 2009). Pengetahuan gizi ibu dikatakan rendah jika skor 7-10, sedang jika skor 11-14, dan baik jika skor ≥15. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). PHBS didapatkan dengan penilaian hasil kuesioner dan pengamatan terhadap sarana fisik. Pertanyaan kuesioner terdiri dari 16 pertanyaan yang ditujukan kepada responden. Kuesioner perilaku PHBS menggunakan jenis pertanyaan tertutup, dengan nilai 1 untuk jawaban ya, dan 0 untuk jawaban tidak. Untuk sarana fisik, diberi nilai 1 jika sarananya tersedia dan nilai 0 jika tidak tersedia. Nilai minimum pengukuran PHBS adalah 4 dan maksimum 15. Kategori PHBS ditentukan dengan interval kelas. Total nilai berkisar antara 0-16, dikategorikan menjadi kategori rendah jika skor yang diperoleh berkisar antara 4-8, kategori sedang jika skor yang diperoleh berkisar antara 9-13, dan kategori baik jika skor yang diperoleh berkisar antara ≥14. Sarana fisik. Sarana fisik yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah sarana fisik yang terkait dengan PHBS yaitu, ada atau tidaknya ventilasi di rumah balita, jamban sehat (WC), sarana pembuangan air limbah (SPAL), ketersediaan tempat sampah di rumah balita, sumber air bersih yang digunakan untuk seharihari, dan bahan dari lantai rumah balita. Jika sarana fisik tersedia maka diberi nilai 1, jika tidak tersedia diberi nilai 0. Kemudian total nilai dibandingkan dengan dengan total sarana fisik yaitu 6. Nilai yang paling bagus adalah 1.0 dan paling rendah 0.0 (Effendi et al 2009). Nilai yang sudah diketahui dibagi menjadi tiga kategori dengan interval kelas, sarana fisik baik jika nilainya 0.8-1.0, sedang jika nilainya 0.4-0.7, dan kurang jika nilainya 0-0.3. Pola asuh makan. Data pola asuh disajikan dalam bentuk pertanyaan tertutup dengan modifikasi dari Pramuditya (2010).
Pola asuh makan yang
diberikan ibu kepada anak balita diukur dengan menggunakan 11 pertanyaan tertutup yang meliputi aspek kebiasaan ibu dalam mengajarkan hidup sehat kepada anak. Setiap pertanyaan akan dinilai 2 untuk jawaban ya/ sering, dinilai 1 untuk jawaban kadang dan nilai 0 untuk jawaban tidak/ hampir tidak pernah. Total nilai minimum adalah 0 dan total nilai maksimum 22.
Nilai minimum
pengukuran pola asuh makan adalah 8 dan maksimum 22. Penilaian terhadap pola asuh makan dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan interval kelas. Pola asuh makan dikatakan baik jika skor ≥20, sedang jika skor 14-19, dan rendah jika skor 8-13. Pola asuh kesehatan.
Data pola asuh disajikan dalam bentuk
pertanyaan tertutup dengan modifikasi dari Pramuditya (2010).
Pola asuh
kesehatan yang diberikan ibu kepada anak balita diukur dengan 15 pertanyaan mengenai riwayat pemberian ASI, cara memperkenalkan makanan kepada anak balita dan cara ibu dalam membentuk situasi makan anak. Setiap pertanyaan akan dinilai 2 untuk jawaban ya/ sering, dinilai 1 untuk jawaban kadang dan nilai 0 untuk jawaban tidak/ hampir tidak pernah. Total nilai minimum adalah 0 dan total nilai maksimum 30. Nilai minimum pengukuran pola asuh kesehatan adalah 14 dan maksimum 30. Penilaian terhadap pola asuh kesehatan dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan interval kelas. Pola asuh kesehatan dikatakan baik jika skor ≥26, sedang jika skor 20-25, dan rendah jika skor 14-19. Status kesehatan.
Status kesehatan yang diteliti meliputi kejadian
pernah atau tidak pernah sakit, jenis penyakit, dan skor status kesehatan. Skor status kesehatan diperoleh dengan mengalikan lama hari sakit dengan frekuensi sakit untuk setiap jenis penyakit. Skor kesehatan dikatakan tinggi apabila 0-4, sedang 5-9, dan rendah 10-14 (Sugiyono 2009). Status gizi. Status gizi dilihat berdasarkan data BB, TB dan umur dari anak balita.
Penilaian status gizi anak balita menggunakan baku WHO dan
dihitung berdasarkan skor simpangan baku (Z-skor). Berikut ini disajikan Tabel pengkategorian variabel penelitian meliputi kategori pengukuran, kriteria dari variabel, dan sumber acuan yang digunakan.
Tabel 3 Pengkategorian variabel penelitian No. Variabel 1.
Umur orang tua (tahun)
2.
Pendidikan orang tua (tahun)
3.
Pendapatan perkapita Besar keluarga (orang) Pengetahuan gizi dan kesehatan Perilaku hidup bersih dan sehat Sarana fisik
4. 5. 6. 7. 8.
Pola asuh makan
9.
Pola asuh kesehatan
10.
Skor status kesehatan
11.
Status gizi BB/U (z-skor)
12.
Status gizi TB/U (z-skor)
13.
Status gizi BB/TB (zskor)
Kategori pengukuran 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Remaja Dewasa muda Dewasa tengah Dewasa akhir Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD SMP SMA Diploma Sarjana Miskin Tidak miskin Keluarga kecil Keluarga sedang Keluarga besar Baik (15-18) Sedang Rendah Baik Sedang Rendah Baik Sedang Rendah Baik Sedang Rendah Baik Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah Kurang Normal Lebih Pendek Normal Tinggi Kurus Normal Lebih
Kriteria
Sumber acuan
<20 20-40 42-65 >65 0 1-<6 6 9 12 15 16
+2 SD <-2 SD -2 SD Z-skor +2 SD >+2 SD <-2 SD -2 SD Z-skor +2 SD >+2 SD
Papalia & Olds (2001)
BPS (2011) BKKBN (2005) Interval kelas (Sugiyono 2009) Interval kelas (Sugiyono 2009) Interval kelas (Sugiyono 2009) Interval kelas (Sugiyono 2009) Interval kelas (Sugiyono 2009) Interval kelas (Sugiyono 2009)
Depkes (2008)
Definisi Operasional Contoh adalah anak balita berusia ≥1 tahun sampai ≤5 tahun yang berdomisili di sekitar Warung Anak Sehat dan memiliki akses ke Warung Anak Sehat. IWAS adalah ibu yang mengelola Warung Anak Sehat. Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu adalah pengetahuan ibu yang memiliki anak balita mengenai makanan yang tepat untuk anak, bahan makanan yang bergizi, cara penyimpanan bahan makanan, fungsi makanan, dan kebiasaan hidup sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah praktik perilaku hidup bersih yang diterapkan ibu kepada anak yang meliputi
higiene perorangan,
persalinan, gizi keluarga, imunisasi, kebiasaan merokok, penimbangan balita, olahraga, makan makanan beragam, serta kebersihan lingkungan yang meliputi ketersediaan jamban, tempat sampah, air bersih, SPAL, ventilasi, dan lantai rumah. Pola asuh makan adalah praktik-praktik pengasuhan makan yang diterapkan ibu kepada anaknya yang meliputi riwayat pemberian ASI, cara memperkenalkan makanan kepada anak balita, dan cara ibu dalam membentuk situasi makan anak. Pola asuh kesehatan adalah praktik-praktik pengasuhan kesehatan yang diterapkan oleh ibu kepada anak meliputi kebiasaan ibu dalam mengajarkan hidup sehat kepada anak balita. Status gizi anak balita adalah keadaan tubuh anak balita yang ditentukan berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dengan menggunakan baku WHO. Status kesehatan adalah keadaan kesehatan anak balita yang dilihat dari tingkat kesakitan yang dialami anak selama dua minggu terakhir, jenis penyakitnya, frekuensi dan ulangan penyakit yang terjadi dua minggu terakhir sebelum pengambilan data. Warung Anak Sehat adalah warung yang menyediakan jajanan sehat dan memberikan penyuluhan dan konsultasi gizi gratis kepada masyarakat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari Ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung) dan 119 km dari Ibukota Negara (Jakarta). Batas wilayah Kabupaten sukabumi bagian utara dengan Kabupaten Bogor, bagian selatan dengan Samudera Indonesia, bagian barat dengan Kabupaten Lebak, Samudera Indonesia, dan bagian timur berbatas dengan Kabupaten Cianjur. Bentuk Topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umunya meliputi permukaan yang bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah utara dan tengah. Kabupaten Sukabumi beriklim tropis. Kepadatan Penduduk Luas wilayah Kabupaten Sukabumi mencapai sekitar 4.161 km2 dan merupakan kabupaten terluas di Jawa Barat. Bila dibandingkan dengan total luas Jawa Barat, Kabupaten Sukabumi memberikan sumbangan 11.21 persen terhadap luas propinsi. Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Sukabumi sebesar 563 orang per km2 (BPS 2011). Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi 2.341.409 orang, yang terdiri atas 1.193.342 laki-laki dan 1.148.067 perempuan.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 tersebut
terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki masih lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan (BPS 2011). Sarana Kesehatan Sarana kesehatan yang terdapat di Kabupaten Sukabumi adalah tiga Rumah sakit, 58 puskesmas, 115 puskesmas pembantu, 55 puskesmas keliling, 3 ambulance, dan 3.165 posyandu. Jumlah tenaga kesehatan dokter umum 75 orang, dokter gigi 19 orang, kesmas 67 orang, bidan 432 orang, perawat 303 orang, sanitarian 39 orang, tenaga gizi 14 orang, tenaga farmasi 8 orang, tenaga keteknisan 1 orang, dan non keteknisan 258 orang (BPS 2010). Berdasarkan Laporan Nasional Riskesdas (2010) tercatat prevalensi balita gizi buruk dan kurang di Jawa Barat sebesar 13.0% berdasarkan indeks BB/U, balita pendek sebesar 33.6% berdasarkan indeks TB/U dan prevalensi
balita kurus sebesar 11% berdasarkan indeks BB/TB. Sementara itu, data dari sepuluh Posyandu di Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang berdasar indeks BB/U sebesar 12.8% dan data dari delapan Posyandu setempat menunjukkan bahwa berdasarkan indeks TB/U balita yang pendek sebesar 33.3% dan balita yang kurus sebesar 7.9%. Karakteristik Keluarga Anak Balita Umur Orang Tua Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas seseorang.
Orang yang masih muda memiliki produktifitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan orang yang sudah tua. Hal ini disebabkan oleh kondisi fisik dan kesehatan orang muda yang masih prima (Khomsan et al 2007). Dilihat dari umur, baik ayah maupun ibu anak balita masih berada dalam usia produktif, yaitu rata-rata 35.5 tahun untuk ayah dan 29.5 tahun untuk ibu anak balita. Sebaran umur orang tua anak balita dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran usia orang tua dari anak balita Ayah %
n
Remaja (<20 tahun) Dewasa awal (20-40 tahun) Dewasa madya (41-65 tahun) Dewasa akhir (> 65 tahun)
0 0 63 79.8 16 20.2 0 0
1 75 3 0
Total Rata-rata ± SD
79 100 35.3 ± 7.1
79 100 29.5 ± 5.4
Usia (tahun)
n
Ibu % 1.3 94.9 3.8 0
Dari segi umur, ibu dari anak usia balita termasuk kategori yang siap dan cukup berpengalaman dalam mengasuh anak. Namun, terdapat satu ibu (1.3%) yang termasuk kategori remaja. Menurut Hurlock (1998) orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (<20 tahun), cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anak, sehingga pada umumnya orang tua tersebut merawat dan mengasuh anaknya berdasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu.
Selain itu, faktor usia muda juga lebih
cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingan sendiri dari pada kepentingan anaknya sehingga kualitas dan kuantitas pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya, pada ibu yang memiliki usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati.
Besar Keluarga Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal dan hidup dalam satu rumah dan ada ikatan darah (Khomsan et al 2007).
Besar keluarga adalah
banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota lain yang tinggal bersama dalam satu rumah dari pengelolaan sumber daya yang sama (Sukandar 2007). Gambar 2 menunjukkan sebaran besar keluarga anak balita.
Gambar 2 Sebaran besar keluarga anak balita. Berdasarkan jumlah anggota keluarganya, keluarga anak balita yang diteliti termasuk keluarga kecil (58.2%) dan keluarga sedang (41.8%). Menurut Gabriel (2008) jumlah anggota keluarga yang besar akan mempersulit dalam memenuhi kebutuhan pangan.
Terutama anak balita yang memerlukan
perhatian khusus karena belum bisa mengurus keperluannya sendiri serta ada dalam masa pertumbuhan. Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak. Tingkat pendidikan yang tinggi berkaitan dengan pengetahuan gizi yang tinggi, khususnya
informasi tentang gizi dan
kesehatan yang akan mendorong dalam praktik pengolahan dan pemberian makanan yang benar (Rahmawati 2006; Sediaoetama 2008; Sukandar 2007). Tabel 5 menunjukkan sebaran tingkat pendidikan orang tua anak balita. Tingkat pendidikan orang tua anak balita beragam, sebagian besar masih tergolong rendah.
Pendidikan ayah sebagian besar adalah SMA (32.9%) dan
pendidikan ibu sebagian besar SMP (35.4%). Pengaruh pendidikan ayah lebih bersifat tidak langsung yaitu melalui perbaikan kondisi ekonomi.
Pendidikan
ayah akan menentukan pemilihan barang termasuk bahan makanan yang
dikonsumsi. Ayah dengan pendidikan tinggi diharapkan memperoleh pekerjaan yang baik dan akan mendapatkan penghasilan yang lebih memadai sesuai dengan kebutuhan keluarga (Safitri 2010). Tabel 5 Sebaran tingkat pendidikan orang tua anak balita Pendidikan
n
Ayah %
Ibu n
%
Tidak tamat SD SD SMP SMA Diploma Sarjana
5 6.3 18 22.8 23 29.1 26 32.9 0 0 7 8.9
6 7.6 20 25.3 28 35.4 20 25.3 1 1.3 4 5.1
Total
79
79
100
100
Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan termasuk ke dalam salah satu sumber pendapatan dalam keluarga. Dengan adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga, maka keluarga tersebut relatif terjamin pendapatannya setiap bulan (Khomsan 2000). Sebaran tingkat pekerjaan orang tua anak balita dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran tingkat pekerjaan orang tua anak balita. Ayah n %
n
%
Tidak bekerja Petani PNS Pegawai swasta Buruh pabrik Wiraswasta Sopir/ ojeg Lain-lain
1 3 7 5 18 33 8 4
1.3 3.8 8.9 6.3 22.8 41.8 10.1 5.0
57 0 6 1 5 4 0 6
72.2 0 7.6 1.3 6.3 5.0 0 7.6
Total
79
100
79
100
Pekerjaan
Ibu
Jenis pekerjaan orang tua balita beragam, antara lain petani, PNS, pegawai swasta, buruh pabrik, wiraswasta, sopir/ ojeg, dan lain-lain.
Sebagian
besar pekerjaan ayah anak balita adalah wiraswasta (41.8%) dan terdapat satu orang ayah anak balita yang tidak bekerja. Berbeda dengan ayah, sebagian besar ibu anak balita tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga (72.2%). Ibu yang tidak bekerja cenderung dapat memaksimalkan waktunya untuk merawat dan memperhatikan keluarga.
Penghasilan Perkapita Penghasilan perkapita perbulan anggota keluarga anak balita dihitung berdasarkan jumlah pendapatan keluarga dibagi dengan besar keluarga. Ratarata pendapatan per kapita anggota keluarga anak balita adalah Rp.299.648,9 dengan
standar
deviasi
Rp.148.208,8.
Tabel
7
menunjukkan
sebaran
penghasilan perkapita anggota keluarga anak balita. Tabel 7 Sebaran penghasilan perkapita anggota keluarga anak balita. Kategori Pendapatan (Rp/ kapita)
n
%
Rendah (< Rp.151.440,0) Sedang (Rp.151.440,0 – Rp.447.857,7) Tinggi (> Rp.447.857,7)
12 56 11
15.2 70.9 13.9
Total Rata-rata Pendapatan ± SD (Rp/ kapita)
79 100 299.648,9 ± 148.208,8
Sebagian besar anggota keluarga anak balita mempunyai pendapatan per kapita per bulan yang termasuk kategori sedang (70.9%), rendah (15.2%), dan tinggi (13.9%).
Hal ini berarti bahwa kondisi ekonomi sebagian besar
keluarga balita masih termasuk ke dalam kategori menengah ke bawah. Menurut Safitri (2010) keadaan ekonomi keluarga berperan dalam perkembangan anak dan menentukan tingkat kesejahteraan keluarga.
Jika pendapatan keluarga
sudah memadai, maka pengasuhan anak dapat dikonsentarasikan sepenuhnya. Berdasarkan Garis Kemiskinan dari BPS (2011), masih terdapat 30.4% keluarga anak balita yang termasuk kategori keluarga miskin, meskipun 69.6% keluarga anak balita sudah termasuk kategori keluarga tidak miskin. Prevalensi keluarga miskin sebesar 30.4% ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi nasional kemiskinan yaitu 12.36% (BPS 2012).
Tabel 8 menunjukkan sebaran
penghasilan keluarga anak balita menurut Garis Kemiskinan. Tabel 8 Sebaran penghasilan keluarga anak balita menurut garis kemiskinan Kategori Pendapatan Rp/ kapita)
n
%
Miskin (< Rp.201.138,00 ) Tidak Miskin (≥ Rp.201.138,00)
24 55
30.4 69.6
Total
79
100
Penghasilan orang tua anak balita tidak berkorelasi signifikan dengan status gizi anak balita (p>0.05). Hal ini karena peningkatan pendapatan rumah tangga, belum tentu bermuara pada perbaikan gizi anggota rumah tangga rawan,
terutama anak anak balita (Soekirman 2000).
Penghasilan yang diperoleh
biasanya digunakan orang tua untuk keperluan rumah tangga, dan peralatanperalatan lainnya, sehingga untuk pemenuhan gizi anggota keluarga jadi terabaikan. Karakteristik Anak Balita Jenis Kelamin dan Umur Anak Balita Karakteristik anak balita yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah umur dan jenis kelamin.
Gambar 3 menunjukkan sebaran anak balita
berdasarkan jenis kelamin.
Gambar 3 Sebaran anak balita berdasarkan jenis kelamin Sebagian besar anak balita memiliki jenis kelamin laki-laki (53.2%) dan sisanya perempuan (46.8%). Umur anak balita dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan, dan 48-60 bulan. Gambar 4 menunjukkan bahwa sebagian besar anak balita berumur 12-23 bulan (34.2%), dengan umur minimum 13 bulan dan maksimum 59 bulan. Rata-rata umur anak balita 33.3 bulan dengan standar deviasi 14.4.
Gambar 4 Sebaran anak balita berdasarkan umur
Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Ibu Pengetahuan adalah informasi yang disimpan dalam ingatan dan menjadi penentu utama perilaku seseorang (Engel et al 1995 dalam Khomsan et al 2009) Pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dapat diperoleh melalui pendidikan. Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang mencirikan seseorang memahami tentang gizi, pangan dan kesehatan (Sukandar 2007). Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memiliki anak balita memiliki pengetahuan gizi dan kesehatan yang sedang (72.2%), baik (15.2%), dan masih ada yang kurang (12.6%). Rata-rata tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan ibu yang memiliki anak balita adalah 12.6% dengan standar deviasi 1.7. Tabel 9 Sebaran pengetahuan gizi dan kesehatan ibu yang memiliki anak balita Pengetahuan Gizi dan Kesehatan
n
%
Baik Sedang Kurang
12 57 10
15.2 72.2 12.6
Total Rata-rata ± SD
79 100 12.6 ± 1.7
Tabel
10
menunjukkan
sebaran
tingkat
pendidikan
dan
tingkat
pengetahuan gizi dan kesehatan ibu yang memiliki anak balita. Pendidikan ibu berkorelasi signifikan namun negatif dengan pengetahuan gizi dan kesehatan (p<0.05 dan r=-0.299). Artinya Ibu yang memiliki anak balita dengan tingkat pendidikan yang sudah tinggi pengetahuan gizi dan kesehatannya masih ada yang kurang dan sebaliknya ibu yang memiliki anak balita dengan tingkat pendidikan yang rendah tetapi sudah memiliki pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik walaupun masih ada pengetahuan gizi dan kesehatannya yang rendah. Ibu yang memiliki anak balita dengan tingkat pendidikan yang rendah biasanya lebih antusias dalam mencari tau mengenai informasi-informasi, salah satunya informasi mengenai gizi dan kesehatan. Di wilayah Warung Anak Sehat, ibu yang memiliki anak balita bisa dengan mudah untuk mendapatkan informasi seputar gizi dan kesehatan. Karena Warung Anak Sehat menyediakan layanan konsultasi gizi dan penyuluhan untuk ibu-ibu dan masyarakat lainnya. Sehingga
walaupun tingkat pendidikan formalnya rendah tetapi pengetahuan gizi dan kesehatannya cukup baik. Menurut Winkel (1984) dalam Sukandar (2009) seseorang dapat memperoleh pengetahuan gizi melalui berbagai sumber seperti buku-buku pustaka, majalah, televisi, radio, surat kabar, dan dari orang lain (suami, teman, tetangga, ahli gizi, dokter, dan lain-lain). Sehingga tidak hanya pendidikan formal saja yang dapat mempengaruhi pengetahuan gizi seseorang. Tabel 10 menunjukkan sebaran tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan ibu yang memiliki anak balita. Tabel 10 Sebaran tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi dan kesehatan ibu yang memiliki anak balita Pendidikan ibu Tidak Tamat SD Tamat SD SMP SMA Diploma Sarjana Total
Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Baik Sedang Rendah n % n % n %
Total n
%
0 2 6 4 0 0
0 2.5 7.6 5.1 0 0
4 13 19 16 1 4
5.1 16.5 24.1 20.3 1.3 5.1
2 5 3 0 0 0
2.5 6.3 3.8 0 0 0
6 20 28 20 1 4
7.6 25.3 35.4 25.3 1.3 5.1
12
15.2
57
72.2
10
12.6
79
100
Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu yang memiliki anak balita diukur dengan menggunakan beberapa pertanyaan.
Sebagian besar ibu menjawab
dengan benar pertanyaan tentang manfaat mencuci tangan (100%), makanan yang paling bagus untuk bayi (98.7%), tenaga pembantu persalinan yang aman (98.7%), fungsi yodium (94.9%), makanan 3B (89.9%), kandungan sayuran (89.9%), MP-ASI untuk anak berumur satu tahun (82.3%), kolostrum (83.5%), pentingnya konsumsi zat gizi (78.5%), dan sumber protein hewani (78.5%). Sebagian besar ibu yang memiliki anak balita menjawab
dengan benar
pertanyaan mengenai fungsi makanan (69.9%), ciri bahan makanan yang mengandung zat berbahaya (67.1%), imunisasi (67.1%), penyimpanan garam (63.3%), dan fungsi sayur dan buah (55.7%).
Sebaliknya untuk pertanyaan
mengenai sumber zat gizi tertentu kurang dari lima puluh persen ibu yang memiliki anak balita menjawab dengan benar (41.8%).
Selengkapnya
pengetahuan gizi dan kesehatan ibu yang memiliki anak balita dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Sebaran jawaban benar tentang pengetahuan gizi dengan kesehatan ibu yang memiliki anak balita No
Pertanyaan
n
%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Makanan yang paling bagus untuk bayi MP-ASI yang baik untuk usia 1 tahun Ciri tahu yang mengandung formalin Fungsi yodium Wadah untuk menyimpan garam Engetahun tentang kolostrum Makanan pokok pengganti nasi Manfaat konsumsi sayur dan buah setiap hari Sumber protein hewani adalah Fungsi makanan Makanan yang kita konsumsi harus bergizi dan Kebiasaan mencuci tangan dapat mencegah penyakit Kandungan sayuran hijau dan buah berwarna kuning Manfaat ikan Pemberian imunisasi Persalinan sebaiknya dibantu oleh
78 65 53 75 50 66 33 44 62 55 71 79 71 62 53 78
98.7 82.3 67.1 94.9 63.3 83.5 41.8 55.7 78.5 69.6 89.9 100.0 89.9 78.5 67.1 98.7
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Sarana Fisik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar PHBS ibu yang memiliki anak balita tergolong sedang (70.9%), sebagian kecil sudah baik (15.2%), namun masih ada yang rendah (13.9%). Rata-rata PHBS ibu yang memiliki anak balita adalah 10.8 dengan standar deviasi 2.4. Hasil penelitian Fitriadini (2010) yang dilakukan di Kabupaten Sukabumi juga menunjukkan hal yang serupa untuk PHBS yaitu, sebagian besar PHBS ibu yang memiliki anak balita termasuk sedang (82.0%), sebagian kecil sudah baik (14.0%), namun masih ada yang rendah (4.0%).
Tabel 12 Sebaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat PHBS
n
%
Baik Sedang Rendah
12 56 11
15.2 70.9 13.9
Total
79
100
Rata-rata ± SD
10.8 ± 2.4
Pengetahuan gizi dan kesehatan tidak berkorelasi signifikan dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Ibu balita dengan pengetahuan gizi yang baik masih ada yang memiliki perilaku hidup bersih dan sehat yang rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh sarana fisik yang menunjang perilaku hidup bersih dan sehat yang belum tersedia dengan baik, sehingga pengetahuan yang dimiliki oleh ibu tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Karena perilaku hidup bersih dan sehat harus didukung juga oleh ketersediaan sarana fisik (Notoatmodjo 2007). Tabel 13 menunjukkan pengetahuan gizi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Tabel 13 Sebaran pengetahun gizi dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ibu yang memiliki anak balita Pengetahuan Gizi
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Baik Sedang Rendah n % n % n %
Total n
%
Baik Sedang Rendah
2 10 0
2.5 12.7 0
7 40 9
8.9 50.6 11.4
3 7 1
3.8 8.9 1.3
12 57 10
15.2 72.2 12.7
Total
12
15.2
56
70.9
11
13.9
79
100
Kesehatan anak balita selain dipengaruhi oleh kesehatan ibu, juga dipengaruhi oleh faktor lain diantaranya adalah penolong kelahiran. Dilihat dari kesehatan ibu dan anak, persalinan yang ditolong oleh tenaga medis (dokter, bidan, dan tenaga medis lainnya) dianggap lebih baik dibandingkan dengan persalinan yang ditolong oleh dukun, famili/ lainnya (BPPD dan BPS 2009). Hampir seluruh ibu yang memiliki anak balita dalam penelitian ini melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan seperti bidan dan dokter (96.2%), walaupun masih ada yang dibantu oleh dukun (3.8%). Data Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa jumlah persalinan menurut pertolongan persalinan per kecamatan di Kabupaten Sukabumi sudah hampir semuanya dibantu oleh tenaga kesehatan (BPS 2010), selain itu berdasarkan data Riskesdas (2010) di Provinsi Jawa Barat tercatat
bahwa sebesar 75.4% pertolongan kelahiran sudah dibantu oleh tenaga kesehatan, dan secara nasional 82.3% kelahiran sudah dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih. Kebiasaan olah raga dan tidak merokok juga menunjukkan PHBS suatu keluarga. Hampir seluruh orang tua yang memiliki anak balita tidak pernah meluangkan waktu untuk melakukan olah raga (81.0%).
Selain itu diketahui
bahwa hanya sebagian kecil keluarga anak balita yang memiliki kebiasaan tidak merokok (16.5%).
Anggota keluarga anak balita yang memiliki kebiasaan
merokok adalah ayah dan anggota keluarga laki-laki lainnya yang sudah dewasa. Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.
Tujuan diberikan imunisasi adalah
diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu (Hidayat 2004).
Kementerian Kesehatan melaksanakan
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) pada anak dalam upaya menurunkan kejadian penyakit pada anak (Riskesdas 2010). Pada umumnya imunisasi anak balita sudah lengkap (92.4%).
Namun, ada beberapa anak balita yang
imunisasinya tidak lengkap. Hal ini karena ibu yang memiliki anak balita tidak bersedia anaknya untuk diimunisasi.
Ibu anak balita mengaku, bahwa salah
seorang anaknya pernah meninggal karena demam setelah diimunisasi, sehingga ibu balita tidak mau anak-anaknya diimunisasi. Perubahan berat badan merupakan suatu indikator yang sangat sensitif untuk memantau status gizi. Sebagian besar ibu sudah membawa anaknya ke posyandu untuk ditimbang (91.1%).
Beberapa ibu (8.9%) tidak menimbang
anaknya dengan alasan sibuk, tidak bisa meninggalkan anak yang lainnya, dan anak menangis jika di timbang. Penimbangan anak balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhannya setiap bulan. Penimbangan bayi dan balita dimulai dari umur 1 bulan sampai 5 tahun di Posyandu sehingga dapat diketahui anak balita tumbuh sehat atau tidak dan mengetahui kelengkapan iminusasi serta dapat diketahui bayi yang dicurigai menderita gizi buruk (Depkes 2007). Program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin perlu pengawasan yang ketat agar penyediaan
dana pemerintah untuk
kesehatan masyarakat
benar‐benar termanfaatkan pada kelompok masyarakat miskin. Keterjangkauan pelayanan kesehatan pada golongan lapisan masyarakat tersebut diharapkan
dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Depkes 2008). Walaupun demikian, hanya sebagian kecil orang tua anak balita yang menjadi anggota dana sehat (38.0%), sebagian besar belum menjadi anggota dana sehat (62.0%). Sarapan penting dilakukan sebelum melakukan aktivitas pada pagi hari. Manfaat dari sarapan adalah menyediakan tenaga untuk beraktifitas
dan
sarapan akan memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral.
Ketersediaan zat gizi ini
bermanfaat juga untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh (Khomsan 2003). Sebagian besar ibu yang memiliki anak balita selalu menyiapkan sarapan pagi untuk keluarganya (94.9%), dan sebagian kecil saja yang tidak melakukan (5.1%). Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun juga mencerminkan salah satu indikator PHBS. Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air bermanfaat untuk membunuh kuman penyakit yang ada di tangan. Hampir sebagian dari ibu dan anak balita (49.4%) memiliki kebiasaan mencuci tangan pakai sabun.
Hardinsyah (2007) menyebutkan beberapa penelitian
menunjukkan bahwa dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dapat mengurangi morbiditas sebanyak 2-3 kali lipat. Kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur dan setelah makan merupakan salah satu indikator yang mencerminkan PHBS. Menurut PDGI (2011) kegiatan menggosok gigi bertujuan untuk membersihkan mulut dari sisa makanan agar fermentasi sisa makanan tidak berlangsung terlalu lama, sehingga dapat menyebabkan plak. Kebiasaan menggosok gigi dapat menghindari dari kerusakan gigi.
Menggosok gigi juga harus dilakukan dengan benar agar
permukaaan gigi bersih dari plak. Namun, karena plak akan terbentuk dari waktu ke waktu, maka menggosok gigi secara rutin adalah tindakan yang tepat dalam upaya memelihara gigi dari segala kerusakan. Sebagian besar ibu yang memiliki anak balita membiasakan anaknya sikat gigi sebelum tidur (53.2%), tetapi masih ada ibu yang tidak membiasakan anaknya untuk melakukan kebiasaan menggosok gigi sebelum tidur (46.8%). Selain Air Susu Ibu (ASI) tidak ada satupun makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang, dan produktif.
Oleh karena itu, setiap orang perlu
mengkonsumsi aneka ragam makanan dalam jumlah yang mencukupi. Makanan yang
beranekaragam akan memberikan manfaat
yang
besar terhadap
kesehatan. Hanya sedikit (25.3%) dari ibu anak balita yang menyediakan sayur dan buah setiap harinya. Sebagian besar (74.7%) tidak menyediakan sayur dan buah dalam menu hariannya, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran jawaban benar tentang PHBS ibu yang memiliki anak balita No
Pertanyaan
n
%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Persalinan dibantu tenaga kesehatan Kebiasaan tidak merokok Imunisasi Rutin ke Posyandu (balita rutin ditimbang) Sarapan Menjadi anggota dana sehat (JPKM) Cuci tangan pakai sabun Kebiasaan gosok gigi Olahraga rutin Makan makanan beragam (makan sayur dan buah setia hari) Buang air di WC atau jamban sehat Menggunakan air bersih Memiliki tempat sampah Memiliki SPAL Ventilasi cukup Lantai bukan dari tanah
76 13 73 72 75 30 39 42 15 20 65 72 66 44 77 75
96.2 16.5 92.4 91.1 94.9 38.0 49.4 53.2 19.0 25.3 82.3 91.1 83.5 55.7 97.5 94.9
Sarana Fisik Perilaku hidup bersih dan sehat akan didukung oleh sarana fisik yang memadai.
Menurut Riskesdas 2010, di Jawa Barat proporsi penduduk atau
rumah tangga yang akses terhadap sanitasi fisik yang layak sebesar 54.2% dan tidak layak 45.8%. Tabel 15 menunjukkan sebaran ketersediaan sarana fisik yang menunjang PHBS berdasarkan kondisinya. Tabel 15 Sebaran ketersediaan sarana fisik berdasarkan kondisinya Kondisi sarana fisik
n
%
Baik (0.8-1.0) Sedang (0.4-0.7) Rendah (0.0-0.3)
58 17 4
73.4 21.5 5.1
Total Rata-rata ± SD
79
100 0.8 ± 0.2
Ketersediaan sarana fisik penunjang perilaku hidup bersih dan sehat di tempat tinggal anak balita sebagian besar sudah baik (73.4%), namun masih ada yang sedang (21.5%), dan rendah (5.1%). Rata-rata ketersediaan sarana fisik di tempat tinggal anak balita adalah 0.8 dengan standar deviasi 0.2. Gambar 5
menunjukkan persentase kepemilikan sarana fisik yang menunjang PHBS di tempat tinggal anak balita.
Gambar 5 Sebaran sarana fisik di tempat tinggal anak balita Walaupun sebagian besar ketersediaan sarana fisik penunjang perilaku hidup bersih dan sehat di tempat tinggal balita sudah baik, namun belum dapat dikatakan keluarga itu memiliki sarana fisik yang layak dan memadai, karena jika salah satu sarana tidak tersedia maka akan menyebabkan masalah kesehatan bagi kesehatan penghuni rumah tersebut. Rumah tinggal sebaiknya dilengkapi dengan ventilasi udara.
Ventilasi
udara biasanya berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang angin. Fungsi ventilasi udara adalah untuk pertukaran udara agar di dalam rumah tetap bersih dan segar. Sebagian besar tempat tinggal anak balita sudah memiliki ventilasi yang memadai (97.5%).
Ventilasi yang cukup dan memadai akan menjaga
pertukaran udara di dalam rumah sehingga udara tetap segar (Latifah et al 2002). Setiap rumah harus memiliki WC dan sarana pembuangan air limbah, agar air bekas dari dapur, kamar mandi dan tempat cuci pakaian tidak menggenang.
Sebagian besar rumah anak balita (82.3%) sudah memiliki
jamban sehat atau WC. Walaupun prevalensi kepemilikan jamban sudah tinggi dibandingkan prevalensi nasional (60.0%), tetapi masih ada rumah tangga yang buang air besar di kali, sungai, dan kolam. Prevalensi rumah tangga yang tidak mempunyai SPAL secara nasional yaitu 24.9% (Depkes 2008). Prevalensi rumah tangga yang tidak memiliki SPAL dalam penelitian ini lebih tinggi yaitu 44.3%. Hal ini karena anggota keluarga anak balita mengalirkan limbah langsung ke kali, selokan ,dan kolam. Tempat pengaliran limbah ini juga digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Seharusnya limbah dialirkan melalui tangki septik yang memiliki saringan, sehingga jika limbah dialirkan ke sungai atau selokan, tidak akan mencemari lingkungan. Limbah dibiarkan menggenang dan menimbulkan bau, akan menjadi sarang penyakit (Latifah et al 2002). Ketersediaan
tempat
sampah
di
rumah
tidak
kalah
pentingnya
dibandingkan dengan sarana fisik lainnya. Setiap rumah hendaknya memiliki tempat sampah yang memadai untuk sampah rumah tangga sebelum dibuang ke bak sampah penampungan, atau dibakar. Sebagian besar di rumah anak balita sudah tersedia tempat sampah yang memadai (83.5%). Prevalensi ini sudah lebih baik dari prevalensi nasional rumah tangga yang memiliki temtat sampah layak yaitu 27.1%.
Rumah tangga yang tidak menyediakan tempat sampah
biasanya memasukkan sampah ke dalam kantong plastik, kardus, atau menggunakan baskom lalu kemudian dibuang.
Tempat sampah yang tidak
memadai dapat menjadi sarang penyakit karena bau yang dihasilkan dari tempat sampah akan mengundang binatang-binatang atau bakteri untuk berkembang biak, dan menjadi sumber penyakit. Sebagian besar air yang digunakan oleh keluarga anak balita sudah bersih (91.1%). Sumber air yang digunakan adalah PAM, air sumur, dan air gunung. Terdapat beberapa orang tua balita yang menggunakan air gunung untuk kebutuhan sehari-hari tanpa melalui proses penyaringan sebelumnya. Air gunung yang digunakan sudah melewati sawah dan sungai sebelumnya. Selain itu, air sumur yang tidak jernih juga digunakan oleh orang tua yang memiliki anak balita untuk kebutuhan sehari-hari. Rumah tinggal anak balita pada umumnya sudah memiliki lantai bukan dari tanah (94.9%).
Sebagain kecil masih menggunakan memiliki lantai dari
tanah yang diberi alas tikar. Prevalensi ini sudah lebih tinggi dari prevalensi nasional terhadap rumah tangga dengan lantai tanah yaitu 13.8%. Latifah et al (2002) mengatakan bahwa lantai rumah harus mudah dibersihkan misalnya lantai yang terbuat dari keramik, teraso, tegel atau semen, dan kayu atau bambu. Lantai yang terbuat dari tanah sulit dibersihkan dan tidak memenuhi syarat kesehatan karena dapat menjadi sumber penyakit seperti cacing dan bakteri penyebab sakit perut. Pola Asuh Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh
kembang dengan optimal baik secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh terhadap anak dan sebagainya, sangat berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan, status gizi, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga, sifat pekerjaan sehari-hari dan adat kebiasaan (WNPG 2004). Pola Asuh Makan yang Diberikan Ibu kepada Anak Balita Anak balita merupakan anggota keluarga yang memerlukan perhatian khusus dari orang tua, karena pada usia ini seorang anak masih tergantung secara fisik maupun emosional kepada orang tua. Anak balita belum mandiri dalam memenuhi kebutuhan makannya. Oleh karena itu asupan makanan anak balita hampir sepenuhnya tergantung pada orang dewasa yang mengasuhnya. Artinya pertumbuhan anak balita sangat dipengaruhi oleh kualitas makannya, sementara kualitas makannya sangat tergantung pada pola asuh makan anak yang diterapkan keluarga (Khomsan et al 1999). Tabel 16 menunjukkan sebaran pola asuh makan yang diberikan orang tua kepada anak balita Tabel 16 Sebaran orang tua anak balita berdasarkan kategori pola asuh makan Kategori Pola asuh makan
n
%
Baik Sedang Rendah
17 47 15
21.5 59.5 19.0
Total Rata-rata ± SD
79 100 16.6 ± 3.2
Sebagian besar (59.9%) dari anak balita telah mendapatkan pola asuh makan yang termasuk kategori sedang. Persentase yang termasuk kategori baik hampir sama dengan kategori rendah, masing-masing 21.5% dan 19.0%. Ratarata skor pola asuh makan adalah 16.6 dengan standar deviasi 3.2. Pola asuh tidak selamanya diberikan oleh ibu saja, ada beberapa anak balita yang diasuh oleh keluarganya yang lain karena ibunya sibuk bekerja, sehingga pola asuh makan tidak hanya didapatkannya dari ibu saja. Menurut Hastuti (2009) pemberian makan bergizi harus diajarkan kepada anak melalui peran ibu dan pengasuhnya. Makanan dan minuman yang bergizi harus dapat disediakan oleh orang tua.
Kebiasaan makan yang beragam,
bergizi, dan berimbang harus dibiasakan dari usia dini. Pemberian makan yang baik akan membentuk kebiasaan yang baik pula pada anak.
Pengetahuan gizi dan kesehatan tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan pola asuh makan yang diberikan orang tua kepada anak balita. Hal ini karena tidak hanya pengetahuan gizi yang mempengaruhi pola asuh makan yang diberikan oleh orang tua, tetapi ada faktor lain seperti kemampuan seorang ibu memperkenalkan makanan baru pada anak dalam menciptakan kebiasaan makan yang baik pada anak. Tabel 17 menunjukkan sebaran pengetahuan gizi dan kesehatan dengan pola asuh makan yang diberikan orang tua kepada anak balita. Tabel 17 Sebaran pengetahuan gizi dan kesehatan dengan pola asuh makan yang diberikan orang tua kepada anak balita Pengetahuan Gizi dan Kesehatan
Pola asuh makan Baik Sedang Rendah n % n % n %
n
Baik Sedang Rendah
1 1.3 8 16 20.3 33 0 0 6
10.1 41.8 7.6
3 8 4
3.8 10.1 5.1
12 57 10
15.2 72.2 12.7
Total
17 21.5 47
59.5 15
19.0
79
100
Total %
Pola asuh makan meliputi pemberian kolostrum kepada bayi yang baru lahir, ASI eksklusif selama enam bulan, pemberian makanan selain ASI pada umur di bawah enam bulan, pemberian MP-ASI, pemberian ASI sampai anak berumur dua tahun, frekuensi makan anak, konsumsi protein pada menu harian anak, konsumsi sayur dan buah, jadwal makan anak, dan membentuk situasi makan anak. Kolostrum atau cairan pertama yang berwarna kekuningan sangat besar manfaatnya sehingga pemberian ASI pada minggu-minggu pertama mempunyai arti yang sangat penting bagi perkembangan bayi selanjutnya (Krisnatuti & Yenrina 2006). Sebagain besar ibu memberikan ASI yang pertama kali keluar yang berwarna kekuningan (kolostrum) kepada bayinya (87.3%).
Sebagian
kecilnya tidak memberikan kolostrum kepada bayinya (12.7%) karena tidak tau manfaat kolostrum tersebut.
Ibu yang memiliki anak balita menganggap ASI
yang pertama kali keluar tersebut merupakan ASI yang kotor sehingga harus dibuang. Sebagian besar ibu yang memiliki anak balita tidak memberikan ASI eksklusif sampai anak berumur enam bulan (51.9%) dan sisanya memberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama kepada anaknya (48.1%). Ibu yang
memilikim anak balita memberikan makanan selain ASI pada anak yang berumur kurang dari enam
bulan, dengan alasan takut ASI saja tidak memenuhi
kebutuhan anak sehingga anak akan kelaparan.
Sebagian besar ibu yang
memiliki anak balita memberilan MP-ASI setelah anaknya berumur lebih dari enam bulan (97.5%), tetapi ada beberapa ibu yang belum berani memberikan MP-ASI karena
takut anaknya
belum bisa makan dengan baik (2.5%).
Sebagian besar ibu anak balita memberikan ASI sampai anak berusia dua tahun (68.4%), sebagian lainnya sudah diberhentikan ASI sebelum umur dua tahun (31.6%). Sebagian kecil anak balita jarang dibiasakan makan tiga kali sehari (19.0%), yang dibiasakan makan tiga kali sehari (39.2%), dan tidak dibiasakan makan tiga kali sehari (19.0%). Sebagian besar ibu yang memiliki anak balita memberikan makan disaat anak minta saja, tidak ditentukan waktu tertentu untuk makan anak. Frekuensi makan anak kebanyakan tergantung dari nafsu makan anak tersebut. Jika anak sering lapar maka akan sering frekuensi makannya, tetapi sudah ada sebagian ibu balita yang menentukan jadwal makan anak, sehingga makan anak teratur dengan frekuensi dan waktu yang telah ditentukan. Pada saat makan sebagian besar anak balita selalu mengkonsumsi lauk seperti ikan, tahu, dan tempe dalam menu hariannya (58.2%), terdapat anak balita yang jarang mengkonsumsi pada menu hariannya (39.2), dan masih ada balita yang tidak selalu ada lauk pada menu hariannya (2.5%). Sebagian besar anak balita menyukai buah (92.4), tetapi ada anak balita yang terkadang tidak mau makan buah tertentu (7.6%). Ibu sudah memperkenalkan sayur semenjak anak disapih (87.3%). Persentase waktu makan anak balita yang sudah teratur cukup besar (41.8%), namun ada beberapa anak yang kadang teratur (32.9%), dan masih terdapat anak balita yang makannya tidak teratur sama sekali (25.3%). Anak balita yang makannya tidak teratur biasanya mengalami gangguan tidak mau makan.
Jika anak balita tidak mau makan sebagian besar ibu membujuk
(94.9%), ada juga ibu yang terkadang membujuk dan kadang membiarkan anak sampai minta makan sendiri (1.3%), dan terdapat ibu yang selalu membiarkan anak jika tidak mau makan (3.8%). Masalah dalam pengasuhan makan anak harus lebih diperhatikan karena dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, sebab jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke dalam
tubuhnya berkurang.
Selengkapnya pola asuh makan balita ibu balita dapat
dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran jawaban pertanyaan mengenai pola asuh makan yang diberikan ibu kepada anak balita No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Pertanyaan Kolostrum diberikan kepada bayi Asi eksklusif 0-6 bulan Memberi makan lain sebelum 6 bulan Memberikan MP-ASI setelah usia 6 bulan Memberikan ASI sampai dua tahun Anak dibiasakan makan 3 kali sehari mengkonsumsi protein pada menu harian Anak mengkonsumsi sayuran sejak disapih Membujuk anak yang tidak nafsu makan Makan anak tidak teratur Anak suka mengkonsumsi buah
Sering (ya) n %
Kadang n
%
Jarang (Tidak) n %
69 87.3 38 48.1 41 51.9
0 0 0
0 10 0 41 0 38
77 97.5
0
0
12.7 51.9 48.1
2
2.5
54 68.4 31 39.2
0 0 25 33 41.8 15
31.6 19.0
46 58.2
31 39.2
2
2.5
69 87.3
5
6.3
5
6.3
75 94.9
1
1.3
3
3.8
26 32.9 20 6 7.6 0
25.3 0
33 41.8 73 92.4
Pola Asuh Kesehatan yang diberikan Ibu kepada Anak Balita Hastuti (2009) menyatakan pola asuh hidup sehat merupakan tugas orang tua untuk memberikan asuhan kesehatan kepada anak sehingga anak selalu berada dalam kondisi terbebas dari penyakit serta dapat beraktifitas rutin selayaknya individu normal. Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang memiliki anak balita memiliki pola asuh kesehatan yang sedang (48.1%), pola asuh kesehatan yang baik (44.3%), namun terdapat ibu yang memiliki pola asuh kesehatan yang rendah (7.6%). Rata-rata skor pola asuh kesehatan adalah 24.6 dengan standar deviasi 3.3. Tabel 19 Sebaran pola asuh kesehatan yang diberikan ibu kepada anak balita Pola asuh kesehatan Baik Sedang Rendah Total Rata-rata ± SD
n
%
35 44.3 38 48.1 6 7.6 79 100 24.6 ± 3.3
Pengetahuan gizi dan kesehatan tidak berkorelasi signifikan dengan pola asuh kesehatan. Hal ini karena pengasuhan kesehatan tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan gizi saja, melainkan ada hubungan juga dengan faktor lain seperti pengalaman dan kebiasaan ibu. Pengalaman dan kebiasaan yang telah dimiliki oleh seorang ibu, baik sengaja maupun tidak akan diterapkan oleh ibu dalam praktik pengasuhan terhadap anaknya. Hastuti (2009) menyatakan bahwa banyak hal yang dapat membentuk cara dan gaya pengasuhan orang tua, salah satunya adalah pengalaman masa lalu yang menjadi bagian dari sejarah masa lalu. Tabel 20 menunjukkan sebaran pengetahuan gizi dan kesehatan dengan pola asuh kesehatan yang diberikan ibu kepada anak balita. Tabel 20 Sebaran pengetahun giai dan kesehatan dengan pola asuh kesehatan yang diberikan ibu kepada anak balita. Pengetahuan Gizi
Baik n %
Pola asuh makan Sedang Rendah n % n %
Total n
%
Baik Sedang Rendah
5 6.3 27 34.2 3 3.8
4 27 7
5.1 34.2 8.9
3 3 0
3.8 3.8 0.0
12 57 10
15.2 72.2 12.7
Total
35 44.3
38
48.1
6
7.6
79
100
Pola asuh kesehatan yang diteliti mengenai kehadiran anak balita di Posyandu, isi KMS, penerimaan kapsul vitamin A, kebersihan diri seperti kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, menggunting kuku, pakai sandal, mencuci rambut, kebersihan telinga, mandi, gosok gigi sebelum tidur, dan menjaga kebersihan mainan. Hampir semua ibu yang memiliki anak balita (96.2%) rajin mengajak anak datang ke Posyandu, walaupun masih ada ibu yang jarang mengajak anak ke posyandu (3.8%). Sudah sebagian besar ibu yang datang ke posyandu untuk menimbang anaknya, tetapi masih ada KMS yang tidak terisi penuh (10.1%). Ibu balita sering lupa membawa KMS ke posyandu sehingga data penimbangan anaknya tidak disalin ke KMS, dan terdapat ibu yang menghilangkan KMS anaknya. Sebagian besar anak balita sudah pernah mendapatkan vitamin A (98.7%), hanya satu anak balita yang belum mendapatkan vitamin A. Menurut kader dan bidan setempat kapsul vitamin A sudah dibagikan kepada seluruh
balita, namun salah seorang ibu yang memiliki anak balita mengaku anaknya belum mendapatkan kapsul vitamin A (1.3%). Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun harus dimulai sejak dini di lingkungan rumah. Mencuci tangan sebelum makan merupakan langkah ampuh untuk menghindari penyebaran penyakit.
Sebagian besar ibu yang akan
memberi makan anak sudah mencuci tangan dengan menggunakan sabun (49.4%), sebagian hanya kadang-kadang melakukannya (10.1%), dan terdapat ibu yang tidak mencuci tangan pakai sabun sebelum memberikan makan anak (40.4%). Sama halnya dengan kebiasaan ibu mencuci tangan dengan sabun sebelum memberikan makan anak, anak juga perlu dibiasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan. Sebagian anak balita sudah mencuci tangan dengan sabun sebelum makan (51.9%), masih ada sebagian kecil yang kadangkadang dibiasakan untuk mencuci tangan dengan sabun sebelum makan (38.0%), dan masih ada anak balita yang tidak dibiasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan (10.1%). Hal ini diduga bahwa dengan mencuci tangan sebelum makan dengan air saja sudah cukup. Mencuci tangan sebelum makan dengan sabun penting dilakukan, karena anak-anak sering bermain di tempat kotor, sehingga besar kemungkinan tangan anak menjadi kotor. Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah melakukan buang air tidak kalah pentingnya dibandingkan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan. Sebagain besar ibu dan anak balita telah melakukannya (84.8% dan 81.0%). Namun, masih terdapat ibu dan anak balita yang jarang mencuci tangan dengan sabun setelah buang air (2.5% dan 16.5%), sebagian kecil ibu dan anak balita tidak mencuci tangan dengan sabun setelah buang air (12.7% dan 2.5%). Ibu yang belum melakukan perilaku ini mengaku sering tergesa-gesa saat ingin buang air sehingga tidak ada waktu untuk membawa sabun ke jamban atau WC. Hal ini terjadi karena tidak semua keluarga yang memiliki kamar mandi atau jamban sendiri, sehingga untuk buang air perlu ke WC atau jamban umum. Alat dan mainan yang sering dipakai anak untuk bermain sedapat mungkin selalu dalam keadaan bersih agar tidak menjadi sumber penyebaran penyakit bagi anak. Sebagian besar ibu kadang-kadang membersihkan mainan yang selalu dipegang oleh anak (51.9%), sementara itu sebagian ibu membiarkan anak bermain di tempat yang kotor (43.0%), namun hampir semua (96.2%) ibu yang memiliki anak balita selalu menyediakan sandal untuk anak bermain di luar rumah.
Kebersihan diri anak juga merupakan pola asuh kesehatan yang harus diterapkan oleh ibu. Sebagain besar ibu yang memiliki anak balita menggunting kuku anak seminggu sekali (92.4%), mencuci rambut anak balita minimal dua kali seminggu (89.9%), membersihkan telinga anak setiap mandi (100%), mandi dua kali sehari (91.1%), dan membiasakan gosok gigi sebelum tidur (54.4%). Selengkapnya pola asuh kesehatan yang diberikan ibu kepada anak balita dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Sebaran jawaban pola asuh kesehatan yang diberikan ibu kepada anak balita No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Pertanyaan Ibu mengajak anak ke Posyandu KMS/ KIA terisi penuh Anak menerima kapsul vitamin A Kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi makan anak Kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum makan Cuci tangan pakai sabun setelah buang air Anak mencuci tangan pakai sabun setelah buang air Menjaga kebersihan mainan anak Menggunting kuku anak minimal sekali seminggu Sikap ibu saat anak main di tempat kotor anak keramas minimal dua minggu sekali Memeriksa kebersihan telinga anak Menyediakan sandal untuk anak bermain Kebiasaan cuci kaki dan gosok gigi sebelum tidur Mandi dua kali sehari
Jarang (Tidak) n %
Sering (ya)
Kadang
n
%
n
76 71 78
96.2 89.9 98.7
3 0 0
3.8 0 0
0 0 8 10.1 1 1.3
39
49.4
8 10.1
32 40.4
41
51.9
30 38.0
8 10.1
67
84.4
64
81.0
13 16.5
18
22.8
41 51.9
73
92.4
34
43.0
71
89.9
2
2.5
6
7.6
79
100.0
0
0
0
0
76
96.2
0
0
3
3.8
43
54.4
7
8.9
72
91.1
3
3.8
2
6
%
2.5
7.6
25 31.6
10 12.7 2
2.5
20 25.3 0
0
20 25.3
29 36.7 4
5.1
Status Gizi Anak Balita Status gizi seseorang merupakan keadaan kesehatan yang dipengaruhi oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi dan pengeluaran akibat penggunaannya oleh tubuh. Jika tubuh mendapatkan asupan makanan dalam
kualitas dan kuantitas yang terpenuhi, maka orang tersebut akan mendapatkan status gizi yang optimal. Pengukuran status gizi anak balita umumnya menggunakan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. Pemantauan status gizi anak balita menggunakan baku WHO dan dihitung berdasarkan skor simpangan baku (Z-skor). Berat Badan Menurut Umur Berat badan adalah merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran tentang massa tubuh, dan sangat sensitif terhadap perubahanperubahan yang akut misalnya menurunnya jumlah konsumsi makanan karena menurunnya nafsu makan atau adanya penyakit infeksi. Berat badan merupakan parameter antropometri yang sangat labil. Status gizi anak balita berdasarkan berat badan menurut umur sebagian besar normal (88.6%) dan sebagian kecil gizi kurang (11.4%) (Tabel 22). Ratarata nilai z-skor -0.9 dengan standar deviasi 0.9. Tabel 22 Sebaran status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/U Status gizi
n
%
Kurang Normal Lebih
9 70 0
11.4 88.6 0
Total Rata-rata ± SD
79 100 -0.9 ± 0.9
Prevalensi anak balita gizi kurang di Kabupaten Sukabumi ini berada di bawah prevalensi nasional anak balita gizi buruk yaitu sebesar 17.9% (Depkes 2010).
Berdasarkan kriteria WHO tentang kategori kesehatan masyarakat,
masalah gizi kurang (underweight) tergolong medium jika prevalensinya sebesar 10-19% (Khomsan et al 2009). Tinggi Badan Menurut Umur Tinggi badan dapat menggambarkan keadaan pertumbuhan rangka (skeletal), dalam keadaan normal tinggi itu bertambah seiring dengan bertambahnya umur.
Pertumbuhan tinggi badan kurang sensitif terhadap
masalah gizi dalam jangka waktu yang pendek. Akibat defisiensi zat gizi dalam jangka waktu relatif lama dapat mempengaruhi tinggi badan sehingga dapat memberikan gambaran status gizi masa lampau dan dapat dikaitkan dengan
keadaan status sosial ekonomi (Supariasa et al 2002 ). Tabel 23 menunjukkan sebaran status gizi anak balita berdasarkan TB/U. Tabel 23 Sebaran status gizi anak balita berdasarkan indeks TB/U Status gizi
n
%
Pendek Normal Tinggi
37 38 4
46.8 48.1 5.1
Total Rata-rata ± SD
79 100 -1.8 ± 2.3
Prevalensi status gizi anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umur sebagian besar adalah normal (48.1%), pendek (46.8%), dan tinggi (5.1%) (Tabel 23). Rata-rata nilai z-skornya -1.8 dengan standar deviasi 2.3. Berdasarkan kriteria WHO, prevalensi anak balita pendek yang lebih dari empat puluh persen menunjukkan bahwa ini merupakan masalah gizi yang tergolong tinggi (Khomsan et al 2009). Berat Badan Menurut Tinggi Badan Berat badan mempunyai hubungan linier dengan tinggi badan, pada keadaan normal, pertambahan berat badan akan searah diikuti dengan pertumbuhan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat sekarang, dan merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa et al 2002 ). Tabel 24 menunjukkan sebaran status gizi anak balita berdasarkan BB/TB. Tabel 24 Sebaran status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/TB Status gizi Kurus Normal Lebih Total Rata-rata ± SD
n
%
5 61 13
6.3 77.2 16.5
79 100 0.4 ± 2.4
Berdasarkan berat badan menurut tinggi badan sebagian besar status gizi anak balita normal (77.2%), namun masih terdapat beberapa anak balita yang tergolong kurus (6.3%) dan gizi lebih (16.5%) (Tabel 24). Rata-rata z-skornya 0.4 dengan standar deviasi 2.4. Berdasarkan kriteria WHO, masalah gizi dan kesehatan masyarakat tergolong sangat tinggi apabila prevalensi anak balita
kurus (wasting) di atas 15% (Khomsan et al 2009). Dalam penelitian ini prevalensi balita kurus masih tergolong normal. Status Kesehatan Status kesehatan yang diteliti pada anak balita adalah kejadian sakit, jenis penyakit, serta frekuensi dan lama sakit yang pernah diderita balita selama dua minggu terakhir. Gambar 6 menunjukkan bahwa sebagian besar (55.7%) anak balita dalam penelitian pernah mengalami sakit selama dua minggu terakhir, sedangkan balita yang tidak mengalami sakit selama dua
minggu
terakhir sebesar 44.3%.
Gambar 6 Sebaran kejadian sakit anak balita Skor status kesehatan diperoleh dari hasil perkalian antara frekuensi dengan lama sakit dalam hari pada setiap jenis penyakit. Sebanyak 70.9% anak balita mempunyai skor status kesehatan yang termasuk kategori tinggi, 21.5% anak balita mempunyai skor status kesehatan kategori sedang, dan 7.6% anak balita mempunyai skor status kesehatan kategori rendah. menunjukkan sebaran skor status kesehatan anak balita.
Gambar 7 Sebaran skor status kesehatan anak balita.
Gambar 7
Penyakit yang pernah diderita anak balita selama dua minggu terakhir beraneka ragam. Sebaran jenis penyakit yang dialami anak balita selama dua minggu terakhir disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Sebaran jenis penyakit yang dialami anak balita Penyakit yang banyak ditemukan adalah penyakit infeksi. Penyakit pilek mempunyai prevalensi tertinggi diantara penyakit yang lain yaitu 54.5%. merupakan penyakit yang disebabkan oleh adenovirus.
Pilek
Gejala dari penyakit
pilek adalah hidung tersumbat, bersin, batuk, dan sakit tenggorokan (Sulman et al 1994 dalam Herdhiati 2010). Banyak dari balita yang mengalami pilek disertai dengan demam dan batuk. Prevalensi demam dan batuk berturut-turut 45.5% dan 40.9%. Menurut Irianto (2007) demam adalah keadaan suhu tubuh yang meningkat karena radang yang dapat bersifat akut maupun kronis.
Demam
biasanya terjadi akibat tubuh terpapar mikroorganisme (virus, bakteri, dan parasit). Diare, gatal-gatal, dan sakit gigi juga dialami anak balita salama dua minggu terakhir, dengan prevalensi 11.4%, 9.1%, dan 2.3%.
Penyakit diare
adalah pengeluaran tinja dengan frekuensi tidak normal dengan konsistensi yang lebih cair. Penyakit diare dapat disebabkan oleh lingkungan yang tidak bersih, seperti air yang kotor, tidak menjaga kebersihan diri, sehingga kuman penyakit dapat dengan mudah masuk ke tubuh. Hubungan Antar Variabel Perilaku hidup bersih dan sehat dengan Status Gizi Perilaku hidup bersih dan sehat tidak memiliki korelasi signifikan dengan status gizi anak balita. Hal ini karena PHBS merupakan faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi, Sediaoetama (2008) menyebutkan bahwa
faktor langsung yang mempengaruhi status gizi adalah asupan makanan dan infeksi. Kecenderungan hubungan antara PHBS dengan status gizi dapat dilihat pada tabulasi silang antaraPHBS dengan TB/U (Tabel 25). Persentase anak balita dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) rendah, yang mengalami masalah gizi pendek lebih tinggi berdasarkan indeks TB/U. Semakin baik PHBS prevalensi anak balita yang tinggi dan normal (TB/U) semakin tinggi, dan semakin rendah PHBS maka prevalensi anak balita yang normal (TB/U) semakin rendah. Tabel 25 Sebaran perilaku hidup bersih dan sehat dengan status gizi anak balita Status Gizi BB/U
Kurang Normal
Total TB/U
Pendek Normal Tinggi
Total BB/TB Total
Kurus Normal Lebih
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Baik Sedang Rendah n % n % n % 0 0 8 10.1 3 3.8 12 15.2 48 60.8 8 10.1
n 11 68
% 13.9 86.1
12 15.2
56
70.9
11
13.9
79
100
4 5.1 8 10.1 0 0
26 26 4
32.9 32.9 5.1
7 4 0
8.9 5.1 0
37 38 4
46.8 48.1 5.1
12 15.2
56
70.9
11
13.9
79
100
0 0 10 12.7 2 2.5
7 40 9
8.9 50.6 11.4
0 9 2
0 11.4 2.5
7 59 13
8.9 74.7 16.5
12 15.2
56
70.9
11
13.9
79
100
Total
Pola asuh makan dengan status gizi Pola asuh makan tidak berkorelasi signifikan dengan status gizi anak balita. Tidak ada kecenderungan yang menunjukkan bahwa anak balita yang memiliki pola asuh makan yang baik memiliki status gizi yang baik pula, dan sebaliknya. Anak balita dengan pola asuh makan yang baik masih ada yang mengalami masalah gizi kurang, pendek, dan kurus.
Sebaliknya anak balita
dengan pola asuh makan yang rendah sebagian besar gizinya normal baik berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB, walaupun ada anak balita yang mengalami masalah gizi kurang, pendek, dan kurus. Persentase anak balita pendek pada pola asuh makan yang rendah lebih tinggi dibandingkan dengan persentase anak
balita yang status gizinya normal. Tabel 26 menunjukkan sebaran pola asuh makan dengan status gizi anak balita. Tabel 26 Sebaran pola asuh makan dengan status gizi anak balita Status Gizi Kurang Normal
BB/U Total
Pendek Normal Tinggi
TB/U Total BB/TB
Kurus Normal Lebih
Total
Pola Asuh Makan Sedang Rendah n % n % 5 6.3 4 5.1 42 53.2 11 13.9
Baik n % 2 2.5 15 19.0
Total n % 11 13.9 68 86.1
17 21.5
47
59.5
15
19.0
79
100
7 8.9 9 11.4 1 1.3
21 25 1
26.6 31.6 1.3
9 4 2
11.4 5.1 2.5
37 46.8 38 48.1 4 5.1
17 21.5
47
59.5
15
19.0
79
1 1.3 14 17.7 2 2.5
4 35 8
5.1 44.3 10.1
2 10 3
2.5 12.7 3.8
7 8.9 59 74.7 13 16.5
17 21.5
47
59.5
15
19.0
79
100
100
Pola asuh kesehatan dengan status gizi Meskipun secara statistik tidak menunjukkan korelasi signifikan antara pola asuh kesehatan dengan status gizi anak balita, namun terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi pola asuh kesehatan maka persentase anak balita yang memiliki status gizi normal semakin tinggi (Tabel 27). Tabel 27 Sebaran pola asuh kesehatan dengan status gizi anak balita
4 31
Pola Asuh Kesehatan Sedang Rendah % n % n % 5.1 4 5.1 3 3.8 39.2 34 43.0 3 3.8
n 11 68
% 13.9 86.1
35
44.3
38
48.1
6
7.6
79
100
13 20 2
16.5 25.3 2.5
20 16 2
25.3 20.3 2.5
4 2 0
5.1 2.5 0.0
37 38 4
46.8 48.1 5.1
35
44.3
38
48.1
6
7.6
79
100
4 26 5
5.1 32.9 6.3
3 28 7
3.8 35.4 8.9
0 5 1
0.0 6.3 1.3
7 59 13
8.9 74.7 16.5
35
44.3
38
48.1
6
7.6
79
100
Status Gizi
Baik n
BB/U
Kurang Normal
Total TB/U
Pendek Normal Tinggi
Total BB/TB Total
Kurus Normal Lebih
Total
Menurut Hastuti (2009), pola asuh kesehatan menggambarkan perawatan yang dilakukan oleh orang tua dalam menjaga kesehatan anak dan menanamkan kebiasaan hidup sehat. Hal tersebut erat kaitannya dengan status kesehatan anak, tetapi tidak berhubungan langsung dengan status gizi anak. Hubungan antara PHBS dan pola asuh dengan status gizi yang tidak signifikan, dapat terjadi karena indeks BB/U dan BB/TB memiliki hubungan yang erat dengan asupan makanan/ asupan gizi, dan indeks TB/U lebih melihat kepada keadaan gizi pada masa lalu, sementara Warung Anak Sehat baru berdiri beberapa bulan. Sehingga dalam penelitian ini belum dapat dilihat hubungan antara variabel PHBS dan pola asuh dengan status gizi anak balita di wilayah Warung Anak Sehat. Sarana Fisik dengan Status Kesehatan Ketersediaan sarana fisik memiliki korelasi signifikan dan positif dengan kejadian sakit pada anak balita (p<0.05 dan r=0.246). Artinya walaupun sarana fisik yang menunjang perilaku hidup bersih dan sehat anak balita telah baik, tidak tertutup kemungkinan untuk anak balita mengalami sakit, dan sebaliknya walaupun sarana fisik penunjang perilaku hidup bersih dan sehat tergolong rendah tetapi anak balita tidak mengalami sakit. Hal ini karena penyebab suatu penyakit tidak hanya dari faktor lingkungan saja (lingkungan fisik, sosial ekonomi, budaya, dan lain-lain) tetapi juga ada faktor lain yaitu keturunan, perilaku, dan pelayanan kesehatan (Blum 1974 dalam Notoatmodjo 2007).
Tabel 28
menunjukkan sebaran ketersediaan sarana fisik dengan kejadian sakit anak balita. Tabel 28 Sebaran ketersediaan sarana fisik dengan kejadian sakit anak balita Ketersediaan Sarana Fisik Baik Sedang Rendah n % n % n %
n
Tidak Sakit Sakit
30 38.0 28 35.4
4 13
5.1 16.5
1 3
1.3 3.8
35 44.3 44 55.7
Total
58 73.4
17
21.5
4
5.1
79
Kejadian Sakit
Total %
100
Ketersediaan sarana fisik memiliki korelasi signifikan dan positif dengan skor status kesehatan anak balita (p<0.05 dan r=0.231). Artinya semakin baik ketersediaan sarana fisik penunjang perilaku hidup bersih dan sehat di rumah tangga anak balita maka akan berpengaruh terhadap skor status kesehatan anak
balita. Tabel 29 menunjukkan sebaran ketersediaan sarana fisik dengan skor status kesehatan anak balita. Tabel 29 Sebaran ketersediaan sarana fisik dengan skor status kesehatan anak balita Skor Status Kesehatan
Sarana Fisik Baik Sedang Rendah n % n % n %
Tinggi Sedang Rendah
45 57.0 10 12.7 3 3.8
8 10.1 6 7.6 3 3.8
3 1 0
3.8 56 1.3 17 0 6
Total
58 73.4
17 21.5
4
5.1 79 100.0
Total n
% 70.9 21.5 7.6
Sebagian besar (57.0%) anak balita yang ketersediaan sarana fisik penunjang perilaku hidup bersih dan sehatnya baik memiliki status kesehatan yang tinggi. Semakin baik ketersediaan sarana fisik penunjang perilaku hidup bersih dan sehat maka skor status kesehatan anak balita akan semakin tinggi. Menururt Notoatmodjo (2007) ketersediaan sarana fisik yang layak akan mendukung terciptanya lingkungan kesehatan yang baik. Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Status Gizi Uji regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap status gizi anak balita.
Variabel dependen yang
dianalisa adalah status gizi berdasarkan indeks BB/U (Y1), TB/U (Y2), dan BB/TB (Y3) sedangkan variabel independen adalah pendidikan ibu (X1), pengetahuan gizi dan kesehatan ibu (X2), PHBS (X3), pola asuh makan (X4), pola asuh kesehatan (X5), sarana fisik (X6), kejadian sakit (X7), skor status kesehatan (X8), dan pendapatan (X9). Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen Y1 memiliki nilai p-value >0.005, sehingga tidak ada pengaruh antara semua variabel independen dengan status gizi berdasarkan indeks BB/U. Pengaruh variabel independen X2 terhadap variabel dependen Y2 memiliki nilai p-value <0.05, sehingga terdapat pengaruh antara pengetahuan gizi dan kesehatan ibu dengan status gizi anak balita berdasarkan indeks TB/U, sementara untuk variabel lain nilai p-valuenya > 0.05, hal ini menunjukkan tidak adanya pengaruh antara variabel pendidikan ibu, PHBS, pola asuh makan, pola asuh kesehatan, sarana fisik, kejadian sakit, skor status kesehatan, dan pendapatan terhadap status gizi anak balita berdasarkan indeks TB/U.
Pengaruh variabel independen X8 terhadap variabel dependen Y3 memiliki nilai p-value <0.05, sehingga terdapat pengaruh antara skor status kesehatan dengan status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/TB, sementara untuk variabel lain nilai p-valuenya >0.05, hal ini menunjukkan tidak adanya pengaruh antara variabel pendidikan ibu, pengetahuan gizi dan kesehatan ibu, PHBS, pola asuh makan, pola asuh kesehatan, sarana fisik, kejadian sakit, dan pendapatan terhadap status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/TB.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sebagian besar ibu dari anak usia balita memiliki tingkat pengetahuan gizi dan perilaku hidup bersih dan sehat yang termasuk kategori sedang, dengan persentase masing-masing 72.2% dan 70.9%. Pola asuh makan dan kesehatan, sebagian besar termasuk kategori sedang (59.5% dan 48.1%). Pengetahuan gizi juga tidak berkorelasi signifikan dengan pola asuh makan dan perilaku hidup bersih dan sehat. Ketersediaan sarana fisik seperti ventilasi, tempat sampah, sumber air bersih, dan lantai rumah sudah baik, namun untuk ketersediaan sarana pembuangan air limbah masih kurang, karena masih banyak limbah rumah tangga yang langsung dialirkan ke sungai, kali, kolam dan tempat lain. Prevalensi anak balita gizi kurang menurut indeks BB/U sebesar 11.4%, menurut TB/U 46.8% termasuk pendek (stunting), dan menurut indeks BB/TB 6.3% kurus (wasting). Prevalensi anak balita pendek yang lebih dari empat puluh persen menandakan masalah gizi masyarakat yang tergolong tinggi. Sebagian besar anak balita (55.7%) pernah mengalami sakit selama dua minggu terakhir pengumpulan data. Skor status kesehatan balita sebagian besar (70.9%) termasuk kaegori tinggi.
Jenis penyakit yang banyak dialami balita
selama dua minggu terakhir adalah pilek (54.5%), demam (45.5%), dan batuk (40.9%). Ketersediaan sarana fisik penunjang PHBS memiliki korelasi signifikan dengan kejadian sakit dan skor status kesehatan balita.
Variabel yang
berpengaruh terhadap status gizi anak balita (indeks TB/U) adalah pengetahuan gizi ibu.
Variabel yang berpengaruh terhadap status gizi
berdasarkan indeks BB/TB adalah skor status kesehatan.
anak balita
Saran Peran orang tua dalam mengasuh anak harus lebih ditingkatkan lagi. Selain itu peran tenaga kesehatan (dokter, bidan, kader posyandu, serta ibu WAS) juga perlu ditingkatkan dalam menghimbau masyarakat untuk peka terhadap masalah gizi.
Pemerintah dan swasta diharapkan melakukan atau
membuat program-program terkait gizi lainnya untuk meningkatkan status gizi anak balita. Untuk penelitian lanjutan dapat melihat perbedaan antara status gizi anak balita di wilayah WAS dibandingkan dengan anak balita di luar wilayah WAS. Hal ini dapat dilakukan untuk melihat apakah WAS berpengaruh terhadap masalah gizi pada anak balita.
DAFTAR PUSTAKA Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC. [BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2005. Pendataan keluarga. www.bkkbn.go.id [20 Oktober 2011] [BPPD & BPS] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik]. 2009. Data Sosial Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2009. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2010. Kabupaten Sukabumi dalam Angka 2010. www.bps.go.id [14 Desember 2011] . 2011. Penduduk Sukabumi Hasil Sensus Penduduk Sukabumi 2010. www.bps.go.id [17 Desember 2011] . 2012. Berita Resmi Statistik: Profil Kemiskinan di Indonesia September 2011 No.06/01/th.xv, 2 Januari 2012. www.bps.go.id [16 Januari 2012] [Depkes] Departemen Kesehatan. 2007. www.depkes.go.id [26 April 2011]
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Repoblik Indonesia . 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan Repoblik Indonesia Dinkes. 2006. Pedoman Pengembangan Kabupaten/Kota Percontohan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS ). Sulawesi Selatan: Dinas Kesehatan Dompet Dhuafa. 2011. DD-Sari Husada Luncurkan Program Warung Anak Sehat. http://ddhongkong.org [05 Mei 2011] Effendi et al. 2009. Bioetika dan Kesehatan Masyarakat. Bogor: Departemen Gizi Masyarkat, Fakultas Ekologi Manusi, Institut Pertanian Bogor. Engel et al. 1995. Perilaku Kosumen (Consumer Behaviour). Budianto, Penerjemah. Jakarta: Bina Putra Aksara. Fitriadini N A. 2010. Perilaku KADARZI serta PHBS ibu kaitannya dengan status gizi dan status kesehatan balita BGM di Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Fitriyani Y. 2008. Kondisi Lingkungan, Perilaku Hidup Sehat, dan Status Kesehatan Keluarga Wanita Pemetik Teh di PTPN VIII, Pengalengan, Bandung, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gabriel A. 2008. Perilaku Keluarga Sadar Gizi serta Hidup Bersih dan Sehat Ibu kaitannya dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita di Desa Cikarawang Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gibson R. 1993. Nutritional Assesment, A Laboratory Manual. Oxford University.
New York:
Hardinsyah. 2007. Inovasi Gizi dan Pengembangan Modal Sosial Bagi Peningkatan Kualitas Hidup Manusia dan Pengentasan Kemiskinan. Orasi Ilmiah Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Hastuti D. 2009. Pengasuhan: Teori dan Prinsip serta aplikasi di Indonesia. Bogor: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Herdhiati. 2010. Perilaku Gizi, Status Gizi, dan Morbiditas pada Anak SD di Kota Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Hidayat A A. 2004. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Surabaya: Direktorat Jenderal Hidayati. 2010. Pengetahuan dan Sikap Gizi Kader dan Ibu Balita di Posyandu dan Pengaruhnya terhadap Status Gizi Balita di Desa Babakan Bogor Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Hurlock EB. 1998. Perkembangan Anak Jilid 2. Tjandrasa & Zarkasih, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Irianto D P. 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Yogyakarta: ANDI Khomsan A. 2000. Tekhnik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. . 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT Grafindo Persada. et al. 1999. Studi Pola Pengasuhan Anak, Stimulasi, Psikososial, Perkembangan Psikomotor dan Mental Anak Baduta. Media Gizi dan Keluarga. XII (2): 1-7, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga: IPB, Bogor. et al. 2007. Studi Implementasi Program Gizi : Pemanfaatan, cakupan, keefektifan, dan dampak terhadap status gizi. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. et al. 2009. Studi Peningkatan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Balita Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
& Anwar. 2008. Sehat Itu Mudah: Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Bandung: Mizan Media Utama. Krisnatuti D & Yenrina R. 2006. Jakarta: Puspa Swara.
Menyiapkan Makanan Pendamping ASI.
Kurniawan H. 2010. Launching Pre-Pilot www.masyarakatmandiri.org [26 April 2011]
Warung
Anak
Sehat.
Latifah et al. 2002. Rumah Sehat. Bogor: Pusat Kurikulum Balitbang, Departemen Pendidikan Nasional & Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor. Madanijah S. 2003. Model Pendidikan “GI-PSI-SEHAT” bagi ibu serta dampaknya terhadap perilaku ibu,lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan dan status gizi anak usia dini [Disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Masyarakat Mandiri. 2011. Blue Print Program Warung Anak Sehat. Bogor: Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa. Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.Jakarta: Rineka Cipta Papalia D E & Olds S W. 2001. Human Development, Second Edition. USA : McGraw-Hill, Inc [PDGI] Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Manfaat menggosok gigi: Selamatkan diri dari penyakit. www.pdgi-online.com [14 Juli 2011] Pramuditya S W. 2010. Kaitan antara tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi ibu, serta pola asuh dengan perilaku KADARZI dan status gizi anak [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Rahmawati D. 2006. Status Gizi dan Perkembangan Anak Usia Dini di Taman Pendidikan Karakter Sutera Alam Desa Sukamantri Bogor [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyanto A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika Roosita et al. 2011. Laporan Akhir: Kegiatan Pendampingan dan Evaluasi Dampak Program Warung Anak Sehat (WAS) terhadap Perilaku HygieneSanitasi Ibu WAS serta Status Gizi Anak Balita. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, FEMA, IPB dan Dompet Dhuafa, Masyarakat Mandiri. Safitri S A. 2010. Pola asuh balita dan sanitasi lingkungan kaitannya dengan status gizi balita di Kelurahan Kertamaya, Bogor Selatan [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Sediaoetama A D. 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Jakarta: Dian Rakyat. . 2009. Jakarta: Dian Rakyat.
Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II.
Shulman et al. 1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi edisi ke-4. Wahab S, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Soewondo S & Sadli S. 1989. Nutrition Behaviour and Nutrition Education and Elementary School. Padang: Paper Presented in Simposium of Food and Nutrition and Congress IV of Food and Nutrition Organization. September 26-28. Subandriyo et al. 1993. Ilmu Kesehatan Keluarga. Bogor: Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian.Bandung: CV. Alfabeta. Suhardjo. 1989. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor: Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor. . 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara, Jakarta. Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Supariasa et al. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Suyanto B & Sutinah. 2006. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Tussodiyah W. 2010. Pola asuh, kondisi lingkungan dan status kesehatan balita BGM di Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Yulianti R. 2010. Hubungan pengetahuan gizi ibu, PHBS, dan konsumsi balita dengan status gizi balita (TB/U) di perdesaan dan perkotaan [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Walpole R E. 1990. Pengantar Statistika edisi kedua. Jakarta: Gramedia. Winarno. 1995. Gizi dan Makanan bagi Bayi dan Anak Sapihan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Winkel W S. 1984. Psikologi of Education Psikologi and Learning Education. Jakarta: Gramedia. [WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2000. Jakarta: LIPI . 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI Wiryo H. 2002. Peningkatan Gizi Bayi, Anak, Ibu Hamil, dan Menyusui dengan Bahan Makanan Lokal. Jakarta: Sagung Seto.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian No. Responden :
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT, POLA ASUH, STATUS GIZI, DAN STATUS KESEHATAN ANAK BALITA DI WILAYAH PROGRAM WARUNG ANAK SEHAT (WAS) KABUPATEN SUKABUMI Saya setuju untuk diwawancara
(
Sheet: 1. CoverId 1. TANGGAL WAWANCARA : MK1 ________________________ 2. ENUMERATOR
: MK2 ________________________
3. NAMA RESPONDEN
: MK3 ________________________
4. NAMA POSYANDU
: MK4 ________________________
5. ALAMAT
: MK5 ________________________
6. RT
: MK6 ________________________
7. RW
: MK7 ________________________
8. DESA/ KELURAHAN
: MK8 ________________________
9. KECAMATAN
: MK9 _______________________ : 1. Kecamatan Cisaat 2. Kecamatan Kadudampit 3. Kecamatan Warung Kiara 4. Kecamatan Kebon Pedes 5. Kecamatan Cicurug
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
)
Sheet: 2. SosekKel A. Biodata Keluarga A1
A2
A3
A4
No.
Nama
Posisi
JK
(1)
(2)
(3)
(4)
A5
A6
Umur Bln (A51)
A7
A8
Pendidikan
Pekerjaan
Penghasilan / bln
(6)
(7)
(8)
thn (A52)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Keterangan Nomor Kolom: 1=suami (ayah), 2=istri (ibu) 3=anak, 4= kakek/nenek, 5=lainnya sebutkan :.................................... (4) JK (Jenis Kelamin) 1=laki-laki, 2=perempuan (5) Umur untuk dewasa diisi dalam tahun, untuk balita diisi dalam bulan (6) Pendidikan Terakhir 0= TS, 1= SD tidak tamat, 2= tamat SD, 3=SMP, 4=SMA, 5= Diploma, 6= Sarjana (7) Pekerjaan 0= tidak bekerja, 1= petani 2=buka toko/ warung, 3=PNS, 4= pegawai swasta, 5=buruh pabrik, 6=wiraswasta, 7= sopir/ ojek, 8. Lainnya (sebutkan........................) (3) Posisi di Keluarga
Sheet: 3. KarBa B. Karakteristik Balita B1. Nama lengkap balita : ……………….. B2. Anak ke -
: ………………..
B3. Usia
:………………... Bulan
B4. Tempat, tanggal lahir : ……………..... B5. Jenis kelamin
: 1. Laki-laki
2. Perempuan
B6. Berat badan
: ……………….kg
B7. Tinggi badan
: ……………….cm
Sheet: 4.PenGizKes C. Pengetahuan Gizi dan Kesehatan Ibu Balita No. C1 C2 C3 C4 C5
Pertanyaan
1
Makanan yang paling bagus untuk bayi Makanan pendamping ASI (MPASI) yang baik untuk usia 1 tahun yaitu : Tahu yang mengandung formalin biasanya : Anjuran mengonsumsi garam beryodium adalah untuk mencegah Wadah yang digunakan untuk penyimpanan garam, sebaiknya pada wadah tertutup yang terbuat dari: Air susu ibu yang pertama kali keluar berwarna kekuningan (kolostrum) sebaiknya:
Susu formula
Makanan pokok pengganti nasi diantaranya adalah
Singkong, talas, ubi
Sayuran dan buah yang dikonsumsi secara teratur dan cukup dapat menyebabkan
Anak jadi gemuk
Nasi, tempe, tahu Kenyal
Jawaban 2
3
ASI
Bubur
Nasi, tempe, telur Tidak kenyal
Nasi, telur, bayam Keras
Rabun
Gondok
Busung lapar
Logam
Kaca
Plastik
C9
Sumber protein hewani adalah :
Ikan, telur, tahu
C10
Makanan sebagai proteksi bagi anak agar tidak terserang penyakit dan
Anak lebih tahan terhadap penyakit
C11
Makanan yang kita konsumsi harus bergizi dan:
banyak lemak dan cukup
Diberikan kepada bayi Singkong , kentang, telur Anak lebih tahan penyakit Tempe, kacang tanah, tahu Anak tumbuh menjadi lebih tinggi Cukup dan beragam
C12
Kebiasaan mencuci tangan dapat mencegah penyakit
Jantung
Diare
Gula (kencing manis)
C13
Sayuran yang berwarna hijau dan buah yang berwarna kuning banyak mengandung
Vitamin
Lemak
Protein
Ikan sebaiknya
Tidak diberikan karena akan menimbulka n cacingan
Kadang diberikan, kadang tidak
Lengkap
Teratur
Dukun
Paraji
C6 C7
C8
C14
C15 C16
Pemberian imunisasi biasanya dilakukan secara Persalinan sebaiknya dibantu oleh
Dibuang
Modifikasi dari Kuesioner Pramuditya (2010)
Dibiarkan Tahu, telur, sagu Anak cepat besar/ tinggi Susu, ikan, telur Anak menjadi cepat gemuk Mahal dan enak
Diberikan untuk pertamba han berat badan Biasa saja Bidan
Skor
Sheet: 5. PHBS D. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat No.
Pertanyaan
D1
Apakah persalinan dibantu oleh tenaga kesehata (bidan, dokter)? Apakah ada anggota keluarga ibu yang merokok ? Apakah imunisasi balita sudah lengkap? Apakah balita rutin ditimbang ke posyandu? Apakah ibu selalu menyediakan sarapan pagi setiap hari? Apakah keluarga ibu menjadi anggota dana sehat (JPKM)? (Askes, Askeskin, atau dana sehat/JPKM) Apakah ibu dan balita selalu mencuci tangan dengan menggunakan sabun ? Apakah ibu dan balita selalu membiasakan gosok gizi sebelum tidur ? Apakah ada anggota keluarga yang rutin berolah raga? Apakah keluarga ibu biasanya makan makanan yang beraneka ragam (makan sayur dan buah setiap harinya)? Apakah keluarga ibu buang air besar di jamban/WC/kamar mandi? Apakah keluarga ibu selalu menggunakan air bersih? (punya penampungan air bersih dan tersedia air bersih) Apakah ibu menyediakan tempat sampah di rumah? Apakah dirumah ibu ada SPAL ? Apakah di rumah ibu terdapat ventilasi yang cukup untuk pertukaran udara? Apakah lantai rumah ibu terbuat dari bahan keramik, ubin, atau semen (bukan dari tanah)?
D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10 D11 D12 D13 D14 D15 D16
Ya
Tidak Skor
Modifikasi dari Kuesioner Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan (2006) Sheet: 6.SarFis E. Sarana Fisik No. E1 E2 E3 E4 E5 E6
Sarana Fisik Ventilasi SPAL Jamban Sehat (WC) Tempat Sampah Sumber air bersih (sumur, PAM) Lantai rumah
Ada
Tidak
Kondisi
Sheet: 7. PolAsuhKes F.
Pola Asuh Kesehatan Ceklis ya atau tidak sesuai jawaban No
Pertanyaan
F1
Ibu mengajak anak ke Posyandu Anak ibu memiliki KMS/KIA yang terisi penuh Anak ibu menerima kapsul vitamin A Ibu membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum memberi makan anak Ibu membiasakan anak mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan Ibu mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan BAB anak dan ibu Membiasakan agar anak mencuci tangan dengan sabun setelah BAB Ibu mencuci bersih mainan yang sering di pegang oleh anak Ibu memeriksa dan menggunting kuku anak seminggu sekali Ibu membiarkan anak ketika anak bermain di tempat yang kotor Ibu mencuci rambut/ keramas anak minimal dua minggu sekali Ibu memeriksa kebersihan telinga anak Ibu menyediakan sandal untuk digunakan oleh anak ketika keluar rumah Ibu mengingatkan/ menyuruh anak cuci kaki dan menggosok gigi sebelum tidur Ibu membiasakan anak mandi dua kali sehari
F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13 F14 F15
Sering
Jawaban Kadang
Jarang
Imunisasi: 1. BCG
: ya/ tidak *
2. DPT 1
: ya/ tidak *
3. DPT 1
: ya/ tidak *
4. DPT 3
: ya/ tidak *
5. Campak
: ya/ tidak *
6. Polio
: ya/ tidak *
7. Hepatitis
: ya/ tidak*
*) coret yang tidak perlu Modifikasi dari Kuesioner Pramuditya (2010)
Skor
Sheet: 8. PolAsuhMak G. Pola Asuh Makan Ceklis sesuai jawaban No G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10
Pertanyaan
Ya
Jawaban Kadang Tidak
Skor
Ibu memberikan asi pertama yang berwarna kekuningan (kolostrum) selama beberapa hari setelah melahirkan Ibu memberikan ASI selama 6 bulan (eksklusif) kepada anak Ibu memberikan madu/ pisang/ makanan lain pada saat bayi berusia di bawah 6 bulan Ibu memberikan MP-ASI pada anak setelah usia 6 bulan Ibu memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun Anak dibiasakan makan 3 kali sehari Anak mengkomsumsi tahu tempe atau ikan pada menu hariannya Anak mengkonsumsi sayuran sejak disapih Ibu menyuapi atau membujuk anak yang tidak nafsu makan Makan anak tidak teratur
G11 Anak tidak suka mengkonsumsi buah Modifikasi dari Kuesioner Pramuditya (2010)
Sheet: 9. StatKes H. Status Kesehatan Anak Balita (dua minggu terakhir) H1
H2
H3
No.
Nama
Jenis penyakit
H4 Ulangan ke
H5 Lama (hari)
H6 Tempat berobat
Lampiran 2 Dokumentasi Pengambilan Data Penelitian
Tempat pembuangan sampah
Sumber air
Air untuk keperluan sehari-hari
Pelatihan gizi
Penyuluhan gizi kepada anak-anak
Warung Anak Sehat
Wawancara kepada ibu anak balita
Konsultasi gizi dengan tabulet