BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
4.1 Pengumpulan Data Dalam penyusunan skripsi ini data - data yang dibutuhkan sebagai berikut : 4.1.1 Data Kapasitas Produksi Part Crank Case L Tipe KVL PT. AHM memproduksi Part Crank Case L Tipe KVL. Part Crank Case L Tipe KVL adalah part yang terdapat pada bagian mesin atau engine pada sepeda motor. Fungsi Part Crank Case L Tipe KVL sebagai tempat rangkaian gear yang mengatur tingkat putaran roda. Berikut perhitungan kapasitas produksi Part Crank Case L Tipe KVL : Cycle time adalah waktu ketika proses produksi di mesin die casting. Cycle time diukur dari terbukanya dies untuk proses sampai dengan terbuka kembali dies tersebut. Waktu produktif adalah waktu yang digunakan untuk memproduksi, waktu tersebut didapat dari : Waktu produktif = waktu kerja / hari – (waktu P5M + waktu persiapan kerja + Waktu istirahat + waktu 5KS) = 88400 dtk – (900 + 900 + 12800 + 1800) dtk = 72000 dtk Efisiensi = waktu P5M + waktu persiapan kerja + Waktu istirahat + 5KS Waktu kerja / hari
x100%
39
= =
900 + 900 + 12800 + 1800 x 100 % 88400 83 %
Diketahui Cycle Time
: 65 detik
Waktu produktif
: 72000 detik / hari
Persentase efisiensi
: 83 %
Kapasitas produksi Crank Case L Tipe KVL adalah = ( Waktu produktif / Cycle Time ) Persentase efisiensi = ( 72000 / 65 ) 83 % = 919 pcs/hari 4.1.2 Data Aliran Proses Crank Case L Tipe KVL Aliran proses (flow proses) produksi merupakan gambaran dari suatu tahapan untuk memproduksi suatu barang. Aliran proses memilah setiap proses produksi sehingga mempermudah untuk melakukan analisa yang terperinci. Aliran proses untuk produksi part crank case L tipe KVL terdiri dari dua bagian proses yaitu proses melting dan proses casting. Proses melting adalah proses pembentukan material Ingot alumunium yang masih padat menjadi material alumunium cair. Proses dilakukan pada tempat yang bernama Melting Furnice dan mempunyai suhu 700 – 750 0C. Setelah mencair kemudian material alumunium di bawa ke ladel atau cawan yang ada di setiap mesin. Setelah itu dilakukan proses produksi casting. Berikut ini adalah bagan dari aliran proses produksi part crank case L tipe KVL.
40
41
Setelah mengetahui aliran proses dari produksi part crank case L tipe KVL ini, akan dijelaskan secara singkat definisi dari proses – proses tersebut. Berikut ini adalah tabel penjelasan aliran proses : Tabel 4. 2 Keterangan Aliran Proses Produksi Part crank case L tipe KVL Proses Utama Nama Proses Keterangan Melting
Charging
Memasukkan part reject dan ingot (material mentah) ke dalam melting furnice dngan suhu 7500C
Fluxing
Memasukan serbuk Al2O3 (Flux agent) untuk mengangkat kotoran yang ada dalam cairan alumunium
Killing Time
Waktu tunggu selama 10 menit agar flux agent mengikat dengan alumunium cair
Desluging Tapping
Casting
Penarikan kotoran (slug) dari dalam melting furnice Mengeluarkan molten dari dalam melting furnice ke ladle transport
Mengantarkan molten ke ladle yang ada di setiap mesin Supply molten Spray & Sweeper Proses pelumasan dies menggunakan angin dan die lub agar temperatur dies tetap stabil Insert Part Installation
Proses memasukan dan memasang bushing atau sleeve ke dies
Proses memasukan dan memasang sand core ke dies Proses menutupnya dies Pouring Process Proses pengambilan molten dan dihantarkan ke plunger sleeve oleh lengan robot Core In Die Close
Injection Curing Time Die Open Core Out Part Eject Part Take Out
Proses mengisi dies oleh molten dengan pressure tertentu Waktu tunggu untuk proses pemadatan dan pendinginan Proses membukanya dies Proses pengambilan core sisa yang ada di dies Proses mengeluarkan part dari cavity dengan dorongan ejector pin Proses pengambilan part dari dies
42
4.1.3 Data Produksi Part Crank Case L Tipe KVL Perusahaan yang memproduksi sepeda motor bermerk “Honda“ di Indonesia yaitu, PT Astra Honda Motor memproduksi beberapa tipe sepeda motor tiap bulannya salah satunya adalah tipe KVL. Di dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya mengambil data produksi dan data kecacatan / reject PT Astra Honda Motor untuk part crank case L tipe KVL periode Januari 2008 sampai Maret 2008, sehingga dapat dilakukan suatu analisis kualitas menggunakan metode DMAIC di tahun 2008. Data produksi part crank case L tipe KVL selama periode Januari 2008 sampai dengan Maret 2008 dapat dilihat pada table di bawah ini, yaitu
4.1.4 Data Reject Produksi Part Crank Case L Tipe KVL Reject adalah suatu hasil produksi yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan baik itu tidak sesuai karena ukurannya (dimensi) atau karena tampilan, bentuk, warna, corak,dan lain – lain (performa). Data cacat yang digunakan oleh penulis adalah data keseluruhan jenis cacat yang terjadi pada part crank case L tipe KVL dan data lokasi cacat crank case L tipe KVL. Grafik berikut menunjukan jumlah cacat pada part crank case L tipe KVL, yaitu :
43
Tabel 4.4 Jumlah Reject Produksi Part crank case L tipe KVL Data Reject Januari 2008 No.
Defect
1 Flow Line 2 Gompal 3 Cold shot 4 Retak 5 Small Part 6 Pin insert 7 under cut Data Reject Februari 2008 No. 1 2 3 4 5 6 7
Defect Flow Line Gompal Cold shot Retak Small Part Pin insert under cut
1~5 (pcs) 63 11 11
6~12 (pcs) 170 26 44 1
Tanggal 13~19 (pcs) 180 26 37 11 4 5
20~26 (pcs) 162 54 25 1 9
27~31 (pcs) 152 28 19 7 1 8
1~9 (pcs) 190 27 4
10~16 (pcs) 215 10 49 11
2 3
2 5
1~8 (pcs) 228 82 17 4
9~15 (pcs) 269 63 44 10 2 6 6
Tanggal 17~23 (pcs) 223 15 19
6
Total (pcs) 727 145 136 20 14 5 8 Total (pcs)
24~29 (pcs) 193 35 17 7
821 87 89 18 0 10 24
6 10
Data Reject Maret 2008 No.
Defect
1 Flow Line 2 Gompal 3 Cold shot 4 Retak 5 Small Part 6 Pin insert 7 under cut Reject Total Jan - Mar 2008 No.
Defect 1 2 3 4 5 6 7
Flow Line Gompal Cold shot Retak Small Part Pin insert under cut
3 3
Jan (pcs) 727 145 136 20 14 5 8
Tanggal 16~22 (pcs) 180 36 19
Total (pcs)
23~31 (pcs) 248 83 42 2 2
925 264 122 16 4 9 10
1
Feb (pcs) 821 87 89 18 0 10 24
Mar (pcs) 925 264 122 16 4 9 10
Total (pcs) 2473 496 347 54 18 24 42
44
4.2 Analisa Data Metode yang digunakan untuk menganalisis penelitian di PT. AHM adalah dengan menggunakan Six Sigma. Dengan langkah-langkah DMAIC (Define Measure Analyze Improve and Control) dapat membantu perusahaan dalam menganalisa kinerja dan hasil proses produksi yang ada. Sehingga dapat meminimalkan kecacatan yang diterima perusahaan ataupun pelanggan.
4.2.1 Tahap Define Define merupakan langkah operasional pertama dalam proses peningkatan kualitas Six Sigma. Tahap ini merupakan tahapan untuk mendefinisikan proses yang akan dibahas selanjutnya sebelum menentukan karakteristik kualitas dan kebutuhan pelanggan yang lain.
4.2.1.1 Pembuatan Diagram SIPOC Untuk menggambarkan proses digunakan diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer) yang merupakan suatu alat yang berguna dan paling banyak dipergunakan dalam manajemen dan peningkatan proses.
45
Supplier W/H 1 W/H 2
Process
Input Ingot HD2G Bushing
Melting Casting
Customer
Output Part Cr Case L
Machining Cr Case
Gambar 4.5. Diagram SIPOC Dari diagram di atas maka diketahui bahwa yang menjadi pemasok untuk proses casting adalah Ware house 1 (W/H 1) dan Ware house 2 (W/H 2). W/H 1 dan W/H 2 memasok Ingot HD2G dan bushing sebagai inputan. Yang menjadi proses adalah proses melting dan casting. Part crank case L tipe KVL menjadi output atau yang dihasilkan oleh proses melting dan casting. Part crank case L tipe KVL akan diterima oleh proses machining crank case L. 4.2.1.2 Penentuan CTQ Tujuan menentukan atau menetapkan Critical To Quality adalah untuk mengetahui karakteristik atau spesifikasi yang dibutuhkan oleh pelanggan. Inspeksi yang dilakukan mempertimbangkan setiap dimensi produk untuk mengetahui variabel proses
yang
mempengaruhi
terjadinya
penyimpangan
yang
menyebabkan
terganggunya kemampuan proses. Penetapan CTQ merupakan panduan bagi operator untuk melakukan inspeksi. Karakteristik yang kritis adalah semua jenis cacat yang mungkin terjadi pada tahapan produksi part crank case L tipe KVL, yaitu :
46
1. Flow Line Adalah terdapatnya suatu jejak sambungan dari pertemuan material yang temperaturnya rendah. 2. Gompal Adalah terdapatnya suatu patahan pada part dikarenakan waktu pendinginan di dies terlalu cepat. 3. Cold Shoot Adalah terdapatnya pembekuan yang tidak bersamaan sehingga ada dua permukaan yang berbeda. 4. Retak Adalah terdapatnya garis pecahan part disebabkan waktu pendinginan yang terlalu cepat. 5. Small Part Adalah terdapatnya benda asing yang ada di dalam part. 6. Pin Insert Adalah terdapatnya tidak sempurna hasil casting di dalam rongga karena pin bengkok 7. Under Cut Adalah terdapatnya goresan pada part karena tarikan paksaan yang dilakukan oleh dies.
47
Dapat dilihat, jumlah CTQ untuk tahapan proses produksi berjumlah tujuh karakter dan jumlah CTQ ini yang akan digunakan untuk menghitung nilai defect per million opprtunities (DPMO). 4.2.1.3 Pembuatan Diagram Pareto Pembuatan diagram pareto bertujuan untuk menentukan jumlah reject yang paling besar sehingga dapat ditentukan prioritas penangulangan masalah. Data reject produksi digunakan sebagai data untuk membuat diagram pareto. Berikut ini pembuatan diagram pareto menggunakan software Minitab : 1. Buka software minitab dengan double click pada icon ( 2. Masukan data defect dan data count pada colom
Masukan data dalam kolom
)
48
3. Buka option stat kemudian pilih option Quality Tools dan pilih Pareto Chart.
4. Pilih chart defect table dan ketik damage dan count pada kolom dan clik OK
49
5. Maka akan dihasilkan diagram pareto seperti ini. P a r e to C h a r t o f D e f e c t 3500
100
3000 80 60
2000 1500
40
Percent
Count
2500
1000 20
500 0 D e fe c t C ount Pe rce nt C um %
F lo w Lin e 2473 7 1 .6 7 1 .6
Gom pa l 496 1 4 .4 8 6 .0
C o ld S h o t 347 1 0 .0 9 6 .0
O th e r 138 4 .0 1 0 0 .0
0
Diagram 4.6 Pareto dari jumlah Reject Part crank case L tipe KVL periode Januari sampai Maret 2008 Dari diagram pareto di atas diketahui bahwa rejecr flow line merupakan reject terbesar yang terjadi pada part crank case L tipe KVL periode Januari sampai Maret 2008 dengan jumlah reject 2473 pcs dan 71,6 % dari seluruh reject yang terjadi. 4.2.2
Tahap Measure Perusahaan-perusahaan yang mengukur kualitas dan efisiensi dari proses akan
mampu menghasilkan produk dan pelayanan berkualitas tinggi pada tingkat biaya (harga) yang lebih rendah. Dalam program penigkatan kualitas Six Sigma menggunakan model DMAIC terdapat tahapan Measure, yang bertujuan untuk melakukan pengukuran terhadap fakta-fakta yang akan menghasilkan data, dan akan berguna sebagai pengetahuan bagi pihak manajemen untuk meningkatkan kualitas.
50
Hal-hal yang harus dilakukan dalam tahapan pengukuran meliputi perhitungan defect per unit (DPU), defect per opportunities (DPO), defect per million opportunities (DPMO) dan menentukan tingkat sigma. Dari tingkat sigma tersebut akan menunjukan keberhasilan dari suatu proses produksi, maka target utama adalah meningkatkan tingkat sigma.
4.2.2.1 Perhitungan Defect Per Opportunities (DPO) Perhitungan defect per opportunitiest adalah rata-rata kemungkinan munculnya defect dalam unit yang diamati. Perhitungannya adalah sebagai berikut : OP = Opportunity per unit (kemungkinan terjadinya defect dalam setiap unit produk per CTQ) ( suatu produk dikatakan memiliki OP = 1, artinya untuk membahas satu CTQ yang paling besar) TOP = Total opportunity = U x OP = 134567 x 1 = 134567 TOP DPO = Jumlah defect (D) = 3454 TOP
134567
= 0.0256 DPO 4.2.2.2 Perhitungan Defect Per Milion Opportunities (DPMO) Perhitungan defect per milion opportunitiest adalah rata-rata kemungkinan munculnya defect dalam satu juta unit yang diamati. Perhitungannya adalah sebagai
51
berikut : DPMO = DPO x 1.000.000 = 0.0256 x 1.000.000 = 25600 DPMO
4.2.2.3 Perhitungan Tingkat Sigma Setelah kita dapatkan DPMO, maka dengan menggunakan ‘SIX SIGMA CONVERSION TABLE’ kita bisa menghitung nilai sigma Nilai DPMO adalah 25600 terletak diantara 26190.2 dan 25588.2 tentunya nilai sigma terletak diantara 3.5 dan 3.3. Nilai Sigma = 3.5 -
25600 – 22705.4 (3.5 – 3.3) 35931.1 – 22705.4
= 3.457 Berarti perusahaan tersebut dalam kelas perusahaan menengah yang harus memperioritaskan perbaikan pada proses internal. 4.2.2.4 Menentukan Target Berdasarkan tahapan define, maka penulis menetapkan cacat flow line menjadi target yang harus segera dianalisa dan perbaiki karena cacat flow line merupakan cacat dengan Jumlah terbesar yaitu 71,6 % dari jumlah keseluruhan cacat pada part crank case L tipe KVL periode Januari sampai Maret 2008 dan memiliki tingkat sigma sebesar 3.457.
52
4.2.3 Tahap Analyze Fase Analyze (tahap analisa) dalam metodologi penerapan Six Sigma bertujuan untuk menemukan penyebab permasalahan yang tepat dari masalah - masalah kualitas yang terjadi dengan menggunakan tools analisis data yang sesuai. Tujuannya adalah untuk dapat mengerti lebih jauh tentang proses yang diteliti dan bisa mengidentifikasi alternatif-alternatif solusi yang bisa dilakukan untuk melakukan perbaikan. Beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah mengidentifikasi penyebab terjadinya cacat menggunakan sebuah diagram sebab akibat, dan menganalisis besarnya resiko kegagalan proses yang ditimbulkan oleh penyebabpenyebab di atas.
4.2.3.1 Analisa Penyebab Cacat Dengan Fish Bone Diagram Tujuan
diterapkannya
metodologi
peningkatan
kualitas
adalah
untuk
meningkatkan keuntungan perusahaan dengan mencapai level kualitas yang lebih baik. Kondisi yang ingin dicapai adalah nilai sigma yang cukup tinggi atau level kualitas yang semakin mendekati kesempurnaan. Karena itu harus terus diusahakan perbaikan untuk mencapai nilai tersebut. Sebelum usaha perbaikan dilakukan tentunya perlu dilakukan analisis penyebab timbulnya cacat. Untuk itu diperlukan sebuah diagram sebab akibat. Diagram sebab akibat membantu mengidentifikasi berbagai penyebab dari permasalahan yang dibahas, yaitu tingginya cacat produk yang membutuhkan
53
pengerjaan ulang. Penyebab-penyebab cacat dibagi ke dalam empat kategori, yaitu manusia, mesin, material, dan metode yang digunakan. Data yang digunakan untuk membuat diagram sebab akibat berasal dari hasil wawancara dan diskusi dengan pihak-pihak terkait serta hasil observasi langsung di lapangan.
1. MANUSIA Faktor manusia dalam proses produksi dipercaya menjadi sumber variasi atau sumber penyebab cacat yang berpengaruh atau dominan. Pada kenyataannya, semua operasi yang dilakukan untuk menghasilkan produk jadi memang tidak lepas dari peranan manusia. Kemungkinan tingkat error yang dihasilkan manusia cukup tinggi, terutama pada proses yang prosesnya secara bertahap sangat panjang dan memiliki jumlah operator mesin atau pekerja yang banyak. Penyebab cacat produk yang termasuk dalam kategori manusia ini diantaranya adalah pekerja yang kurang kompeten, pekerja yang kurang berkonsentrasi, dan pekerja yang bekerja berdasarkan intuisi atau penilaian pribadi semata. Selain masalah kompetensi tenaga kerja, penyebab lain yang bersumber dari manusia adalah masalah pekerja yang kurang berkonsentrasi yang diakibatkan oleh kurangnya semangat atau perasaan bosan dan rasa jenuh karena mengerjakan pekerjaan yang sama berulang-ulang sehingga mereka cenderung mengerjakannya dengan cepat dan kurang berhati-hati. Penyebab banyaknya cacat selanjutnya adalah pekerja yang bekerja berdasarkan intuisi atau penilaian pribadi semata walau
54
sewaktu-waktu mereka juga mendapatkan arahan dari atasan (pengawas). Penyebab ini memiliki penyebab minor lagi, yaitu tidak paham sepenuhnya prosedur kerja. Selain itu sebagian besar pekerja tidak paham standar kualitas karena untuk tiap tipe produk yang diproduksi tidak ada standar kualitas yang baku yang disosialisasikan keseluruh pekerja sehingga cacat untuk menurut seorang pekerja atau inspektor belum tentu cacat untuk bagi pekerja lain. Setiap orang tentunya memiliki penilaian pribadi yang bisa berbeda-beda antara satu dan yang lain. Bahkan hasil inspeksi yang dilakukan masih memiliki variasi antara satu inspektor dan inspektor yang lain akibat tidak adanya standar kualitas yang baku. Hal inilah yang menyebabkan masih ditemukannya cacat yang seharusnya sudah teridentifikasi dan diperbaiki.
2. MESIN Selain manusia, mesin-mesin yang digunakan selama melakukan proses produksi juga merupakan sumber variasi yang menyebabkan banyaknya jumlah cacat yang ditemukan pada produk jadi. Penyebab yang termasuk dalam kategori mesin adalah setting mesin yang kurang tepat, putaran mesin yang tidak stabil, kondisi mesin - mesin yang kurang baik, kurang presisi. Sebelum digunakan untuk proses proses produksi, setiap mesin akan di setting, khususnya mesin yang akan digunakan, tekanan atau pressure mesin yang tidak stabil juga akan menyebabkan banyaknya error pada produk. tekanan atau pressure mesin ini dapat menjadi tidak stabil akibat kurangnya jumlah oli yang ada
55
pada tiap-tiap mesin. Penyebab error selanjutnya yang tergolong dalam kategori mesin adalah kondisi mesin-mesin yang kurang baik dan tidak terlalu presisi baik sehingga untuk setting tertentu mesin
tidak beroperasi sesuai keinginan atau
akurasinya kurang. Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian pada mesin-mesin dan tidak dilakukannya inspeksi secara rutin sehingga error tidak teridentifikasi dan tidak dapat diambil tindakan untuk mengantisipasinya. Dies yang kurang presisi juga merupakan sumber variasi. Karena digunakan dengan kondisi panas yang tinggi dan terus menerus serta kurangnya perbaikan menyebabkan hasil produksi menjadi banyak yang reject.
3. MATERIAL Material yang digunakan dalam
proses produksi merupakan salah satu
penyebab terjadinya cacat. Bahan baku dari supplier bisa memiliki kualitas yang kurang baik. Bahkan bahan ingot yang sama belum tentu memiliki kandungan material yang sama. Hal inilah yang dapat mendasari terjadinya cacat karena akan mempengaruhi kualitas dan fungsi material tersebut.
4. METODE Metode yang digunakan dalam
melakukan pekerjaan bisa bervariasi dan
dapat menjadi sumber penyebab terjadinya cacat pada produk jadi. Oleh sebab itu maka metode yang digunakan harus tetap atau standart.Standarisasi tersebut berupa
56
Operation Standart (OS) yang harus dilakukan dan dipatuhi oleh operator. Agar OS berjalan sesuai dengan standart yang ditentukan maka OS akan terus diperbaharui. Reject dapat terjadi bila operator tidak mematuhinya atau tidak sesuai dengan aktifitas serta tidak sesuai dengan parameter mesin yang telah ditetapkan dalam OS. OS memuat data – data yang berkaitan dengan aktifitas produksi diantaranya parameter mesin, alur kerja, alat yang digunakan dan juga perlengkapan atau alat pelindung diri. Agar lebih mudah dimengerti oleh semua orang maka sebaiknya OS menggunakan visualisasi berupa gambar – gambar.
4.2.3.2 Analisa Penyebab Cacat Flow line Cacat flow line merupakan cacat terbesar pada part crank case L tipe KVL. Cacat flow line harus segera ditangani karena akan memakan banyak biaya. Menggunakan diagram sebab akibat akan menentukan akar permasalahan terjadinya cacat flow line. Berikut ini diagram sebab akibat untuk menganalisa terjadinya cacat flow line. Dari diagram tersebut dapat diketahui bahwa cacat flow line disebabkan oleh beberapa aspek, antara lain : 1. Metode Dari aspek metode yang menyebabkan terjadinya cact flow line adalah pengecekan temperatur yang tidak rutin. Hal tersebut karena alat yang digunakan untuk mengukur temperatur hanya satu sedangkan pada seksi
57
die casting menggunakan banyak mesin sehingga pengukuran temperatur tidak maksimal. Selain itu yang bertugas untuk mengukur temperatur hanya satu orang sehingga dia membutuhkan waktu yang lama untuk mengukur temperatur setiap mesin. Dari masalah cek temperatur yang tidak rutin maka operator tidak mengetahui secara tepat temperatur aktual sehingga operator mengabaikan standart produksi dan terjadilah cacat terutama cacat flow line. 2. Mesin Dari aspek mesin terdapat dua macam faktor yang menyebabkan cacat flow line, yaitu temperatur metal yang tidak terdeteksi di display dan temperatur dies rendah. Temperatur metal yang tidak terdeteksi di display disebabkan oleh thermocouple yang tertutup metal sehingga dapat menyebabkan operator tidak mengetahui secara tepat temperatur actual dan akan membuat operator mengabaikan standart produksi. Temperatur dies yang rendah dapat menyebabkan pula cacat flow line.Hal tersebut dapat terjadi karena trial yang dilakukan (pagi hari) juga dapat menyebabkan temperatur dies masih rendah karena trial hanya dilakukan tiga kali proses. 3. Manusia Faktor kesalahan yang dilakukan operator juga menyebabkan cacat flow line.Diantaranya karena operator tidak memperhatikan temperatur
58
akibatnya temperatur tidak sesuai dengan standart yang telah ditentukan. Operator tidak memperhatikan temperatur dapat dikarenakan operator tersebut tidak disiplin dalam bekerja atau karena operator belum mendapatkan training yang cukup.
4. Material Faktor material juga berperan dalam terjadinya cacat flow line karena material memiliki mampu alir sehingga seharusnya aliran material tidak tersendat. Tetapi sering terjadi bahwa material memiliki komposisi yang berbeda. Hal tersebut dapat terjadi karena material sebelumnya telah terkontaminasi oleh zat kimia lain yang menyebabkan kemampuan material berkurang, Selain hal tersebut juga karena material terlalu lama ditumpuk
di
gudang
sehingga
material
dapat
perlakuan
yang
menyebabkan berubahnya komposisi material.Contohnya adalah material sering terkena panas matahari dan udara dingin dari Air Conditoner (AC)
59
Diagram 4.7. Sebab Akibat
60 Tabel 4.8 Usulan perbaikan
No. Aspek 1 Metode
2
3
Mesin
Material
Masalah Cek temperatur tidak rutin
Temperatur metal tidak terdeteksi di display
Penyebab Alat hanya ada satu buah
Disediakan minimal dua buah alat Membuat jadwal pengecekan temperatur
chek mengandalkan MP
Training motivasi Operator agar lebih bertanggung jawab Memuat perintah pengecekan temperatur pada OS
Thermocouple tertutup metal
Melakukan perbaikan berkala untuk mencegah penumpukan metal pada thermocouple
Temperatur dies rendah
Trial hanya tiga kali
Merevisi OS dengan standart lama yang berdasarkan trial menjadi berdasarkan temperatur dies
Komposisi material berubah
Material lama ditumpuk
Membuat sistem FIFO agar material tidak lama menumpuk Membuat pelindung agar material tidak terkena panas dan AC
Material terkontaminasi 4
Manusia
Usulan Perbaikan
Operator tidak memperhatikan
Operator tidak disiplin
temperatur Operator kurang training
Membuat sistem yang membuat operator melakukan proses sesuai dengan standart yang ditentukan Memberikan training motivasi agar operator lebih bertanggung jawab Memberikan training proses agar operator mengerti OS
61
4.2.4 Tahap Improve Fase Improve atau tahap perbaikan berkaitan dengan penentuan dan implementasi solusi-solusi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya pada fase analyze. Pada penelitian ini, aktivitas yang dilakukan pada fase
improve adalah penentuan solusi-solusi atau tindakan-tindakan untuk
mengatasi permasalahan banyaknya cacat yang ditemukan pada produk jadi ataupun proses yang dilakukan tidak benar serta kesalahan penggunaan sarana dan prasarana produksi. Pada tahap inilah penulis memberikan masukan-masukan mengenai usaha perbaikan proses berdasarkan hasil analisis yang telah didapatkan dari tahap sebelumnya. Pada proyek penerapan analisa DMAIC setelah diketahui tindakan apa yang bisa dilakukan maka tindakan itu akan diimplementasikan sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas produk. Usulan yang diberikan tidak hanya pada cara menangani faktor yang menyebabkan cacat saja, akan tetapi juga memastikan bahwa tidak terjadi lagi cacat yang sama pada proses produksi yang akan datang. Berikut ini adalah usulan-usulan perbaikan dari permasalahan yang terjadi. Berikut ini adalah diagram dari usulan sistem standart temperatur yang digunakan agar operator menjadi disiplin dan proses dapat berjalan sesuai dengan tenperatur yang ditentukan.
62
Start
Setting
Preheat
Trial
Temperatur standart
No
Yes Andon On
Proses Gambar 4.9 Sistem Temperatur Setelah tombol start diaktifkan maka proses dimulai. Kemudian operator melakukan setting parameter sesuai dengan OS. Setelah itu operator mengaktifkan heater-heater yang terdapat di mesin. Agar temperatur dies sesuai standart maka dilakukan trial agar dies cepat panas dan dapat diketahui kendala apa saja yang terjadi. Apabila temperatur masih belum mencapai temperatur standart maka
63
dilakukan kembali tahapan setting mesin dan mengikuti tahapan selanjutnya. Apabila temperatur telah standart maka andon menyala dan proses produksi boleh dilakukan. Andon digunakan sebagai alat penentu jalannya proses. Jika andon menyala maka operator boleh melakukan proses produksi. Jika andon tidak menyala maka proses produksi tidak dapat dilakukan dan operator harus melakukan tahapan setting parameter sampai dengan temperatur standart atau andon menyala. Penggunaan sistem ini dapat mencegah terjadinya cacat akibat temperatur rendah. Selain itu sistem ini membuat operator menjadi disiplin karena proses hanya dapat dilakukan apabila andon telah menyala yang menandakan temperatur sudah standart. 4.2.5
Tahap Control Fase Control atau tahap pengendalian adalah tahap yang bertujuan untuk terus
mengevaluasi dan memonitor hasil-hasil dari tahap sebelumnya atau hasil implementasi yang telah dilakukan pada fase improve. Tahap ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa kondisi yang sudah diperbaiki dapat berlangsung terus menerus atau berkesinambungan, dan tidak berjalan dalam waktu yang singkat saja. Setelah solusi-solusi diimplementasikan pada fase improve untuk meningkatkan performa proses, maka fase control menjaga agar performa tersebut tidak menurun kembali. Pada fase ini penulis berusaha memberikan masukan kepada perusahaan tentang cara pengendalian dan pengawasan (monitoring) proses. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan pengecekan terhadap standar pengukuran kinerja yang digunakan.
64
Tabel 4.10 Control Check sheet
DATA PENGECEKAN TEMPERATUR Standart Temperatur Dies Material Tanggal
Jam
Nomor Mesin
Operator Check
1/7/2008 2/7/2008
07.30 07.30
M/C 5 M/C 6
Muhajir Yoyo
Temperatur Dies Setting Aktual 650 645 650 650
:
640 - 660 0C
:
700 - 750 0C
Temperatur Material Keterangan Setting Aktual 725 720 - Temperatur OK 725 740 - Temperatur OK