BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 2.1.1
Hakikat Kemampuan Berbalas Pantun Pengertian Kemampuan Kemampuan berasal dari kata dasar “mampu” yang artinya kuasa (bisa,
sanggup) dalam melakukan sesuatu. Secara harfiah kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan atau kekuatan kita berusaha dengan diri sendiri,diakses 20 Desember 2011 dalam www.artikata.com. Kemampuan dapat digolongkan dalam beberapa jenis, di antaranya kemampuan intelektual, kemampuan fisik, dan kemampuan pekerjaan. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas mental (berpikir), bernalar, dan memecahkan masalah. Dimensi yang paling sering disebutkan yang membentuk kemampuan intelektual menurut Asty diakses 3 Maret 2012 adalah kecerdasan angka, pemahaman verbal, kecepatan persepsi, penalaran induktif, penalaran deduktif dan visualisasi spasial. Kemampuan fisik adalah kemampuan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan dan karakteristik serupa. Setiap individu mempunyai kemampuan dasar fisik yang berbeda-beda. Kemampuan intelektual atau fisik tertentu dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan memadai bergantung pada persyaratan kemampuan dan pekerjaan tersebut. 2.1.2
Konsep Pemahaman Karya Sastra
6
Salah satu bentuk kebudayaan bangsa Indonesia yang patut dibanggakan adalah sastra atau kesusastraan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Depdiknas, 2009:3), arti kata sastra adalah “karya tulis yangjika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Selain itu, Fithrati (2010:1) mengartikan sastra sebagai “teks yang mengandung instruksi atau pedoman”. Jadi, sastra adalah semua tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan bahasa yang baik dan indah. Sastra adalah seperangkat norma yang khas (unik), dan selamanya norma-norma baru sering dapat dimasukkan. Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti “teks yang mengandung instruksi”. Abdul Somad (2010:1) mendefenisikan sastra sebagai “ilmu atau pengetahuan tentang segala hal yang bertalian dengan susastra.” Jika dilihat dari asal kata yang merupakan terjemahan dari berbagai bahasa, maka pengertian sastra itu sulit untuk disatukan. Bahasa-bahasa di dunia barat pada umumnya bersumber dari pengertian literature yang berarti segala sesuatu yang tertulis, atau pemakaian bahasa secara tertulis. Pengertian ini bertentangan dengan realita atau terlalu sempit, karena selain sastra tulis ada pula sastra lisan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sastra diartikan sebagai: (1) bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari); (2) karya tulis (Nurapni, 2010:6). Secara intuitif, sastra termasuk dalam seni. Sastra selalu bersinggungan dengan pengalaman manusia yang lebih luas daripada yang bersifat estetik (seni) saja. Sastra 7
selalu melibatkan pikiran pada kehidupan sosial, moral, psikologi, dan etika. Dengan demikian, isi sastra cenderung menjadi lebih penting dan menarik perhatian pembaca daripada bentuknya sebagai penjelmaan pengungkapan seni. Pembicaraan sastra lebih banyak berhubungan dengan kehidupan yang dipaparkan dalam karya sastra daripada masalah estetiknya (Sastrowardoyo dalam Tuloli, 2000:2). Sastra merupakan pula ungkapan batin seseorang melalui bahasa dengan cara penggambaran. Penggambaran atau imajinasi ini dapat merupakan titian terhadap kenyataan hidup. Achmad diakses 28 Oktober 2011 mengemukakan ciri atau karakter bahasa sastra sebagai berikut. 1) Sastra membawa bahasa yang sifatnya sendiri 2) Akal (berpikir) dan perasaan (yang penuh dengan segala aspeknya) saling bereaksi dan mereaksi masing-masing mempergunakan bahasanya sendiri untuk mengungkapkan jalan pikiran 3) Karya sastra tercipta akibat pertemuan dunia dengan batin 4) Bersatunya pikiran dan perasaan 5) Mengajak pembaca melihat lebih ke dalam hakikat segala sebab di belakang kenyataan yang tampak 6) Keinginan, ide, perasaan, hasrat, gagasan, atau saran untuk menyampaikan sesuatu kepada masyarakat dan bangsanya 7) Karya sastra merupakan karya yang dinamik, inovatif, serta penuh unikumunikum baru.
8
Sastra bukanlah seni bahasa belaka melainkan suatu kecakapan dalam menggunakan bahasa yang berbentuk dan bernilai sastra. Sastra dapat memberikan kesenangan atau kenikmatan kepada pembacanya. Faktor yang menentukan adalah kenyataan bahwa sastra menggunakan sebagai medianya. Berkaitan dengan maksud tersebut, sastra selalu bersinggungan dengan pengalaman manusia yang lebih luas dari pada yang bersifat estetik saja. Sastra selalu melibatkan pikiran pada kehidupan sosial, moral, psikologi dan agama. Berbagai segi kehidupan diungkapkan dalam karya sastra. Dari uraian tersebut dapat dinyatakan bahwa karya sastra adalah sebuah karya hasil cipta manusia yang ditunjang oleh pengetahuan dan pengalaman besar, dibelakangnya terdapat perpustakaan kehidupan yang luas, di mana tidak ada batasan bagi pengarangnya dalam mengangkat seluruh kehidupan baik kehidupan dalam diri manusia, pikiran dan perasaan, serta sadar maupun bawah sadar. 2.1.3
Pantun Sebagai SalahSatu Bentuk Karya Sastra Pantun adalah salah satu bentuk karya sastra lama Indonesia. Pantun sudah
ada sejak zaman dahulu. Pantun merupakan puisi lama yang biasanya dipakai masyarakat untuk menyampaikan sesuatu. Pada mulanya, pantun dikenal sebagai senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan. Pantun sempat menjadi sastra lisan yang populer di masyarakat. Penggunaan pantun di berbagai kalangan dan berbagai situasi menunjukkan pantun sebagai karya sastra yang unik dan fleksibel. Artinya pantun bisa menjadi media berbahasa dalam berbagai kesempatan. Hal itu karena
9
pantun berisi nasihat, humor, dan lainnya. Selain itu, pantun juga dapat menjadi penarik perhatian pendengar. Priatna dan Nurapni (2010:36) mendefenisikan pantun sebagai “puisi yang terdiri atas empat baris. Keempat baris tersebut dibagi menjadi dua bagian yang disebut sampiran dan isi. Sampiran dikenal sebagai pembayang, sementara isi dikenal sebagai pesan.” Sampiran dalam pantun biasanya mengungkapkan keadaan alam suatu daerah. Unsur tersebut mencakup flora dan fauna. Sampiran dalam pantun tidak memiliki makna. Namun, hal ini bukan berarti sampiran tidak penting. Sampiran merupakan kelengkapan isi pantun. Jika tidak ada sampiran, baris-baris isi tidak dapat dikatakan sebagai pantun. Sampiran ini memiliki nilai seni berbahasa yang tinggi. Untuk membuat sampiran, seseorang harus memperhatikan keluwesan bunyi serta rangkaian kata yang bagus. Karena itu, sampiran dapat menunjukkan kecerdasan berbahasa si pemantun. Dua baris terakhir dalam pantun dikenal sebagai isi. Isi pantun berisi pesan yang ingin disampaikan oleh pemantun. Isi merupakan maksud utama adanya pantun. Melalui isi sebuah pantun, seseorang dapat menyampaikan kritik atau himbauan. Isi pantun merupakan bagian pantun yang dapat dipahami maknanya oleh pendengar atau pembaca. Kata pantun memiliki nilai sejarah yang panjang.Menurut Dr. R. Brandstetter (dalam Sabastian, 2010:1) “pantun berasal dari kata tun, yang terdapat dalam berbagai bahasa di Nusantara ini. Misalnya kata pantun yang berarti kesopanan atau kehormatan dalam bahasa Toba.” Sedangkan menurut Ophuijsen dalam buku yang 10
sama dikatakan bahwa “pantun adalah satu bentuk puisi lama yang setiap baitnya terdiri atas empat baris, baris kesatu dan kedua disebut sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat disebut isi serta bersajak ab-ab.” Pantun digunakan untuk menyatakan segala macam perasaan atau curahan hati. Pantun terdiri terdiri atas empat baris yang disusun dalam satu bait. Bunyi akhir baris pertama sama dengan dengan bunyi akhir baris ketiga. Sementara itu, bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keempat. Dengan demikian, Nurapni (2010:39) mengatakan bahwa “bunyi akhir pantun membentuk pola rima ab-a-b. Pola rima tersebut dikenal dengan istilah rima silang.” Aminudin (2010:1) mengemukakan ciri-ciri pantun sebagai berikut. a. Mempunyai 4 baris, 2 baris pertama merupakan sampiran sedangkan 2 baris lainnya merupakan isi. b. Antara baris ke 1, 2, 3 dan 4 berpola a,b,a,b. c. Setiap baris terdiri antara delapan sampai dengan sepuluh suku kata. d. Setiap baris terdiri atas empat kata. Untuk lebih jelas, perhatikan pantun berikut ini. Pisang mas dibawa berlayar Masak sebiji di atas peti
sampira n
Utang emas boleh dibayar Utang budi dibawa mati
isi
Pantun memiliki beberapa jenis tema, diantaranya tema persahabatan, kepatuhan, ketekunan, menuntut ilmu, nasib, bersukacita, berdukacita, jenaka nasihat,
11
adat dan agama. Pantun-pantun tersebut disampaikan berdasarkan keadaan si pembawa pantun. Dengan menggunakan pantun, bahasa yang disampaikan tidaklah langsung.
Contohnya
dengan
menggunakan
pantun
nasihat,
orang
yang
mendengarkannya tidak secara langsung merasa dinasihati. Pantun menurut Depdiknas (2009:22-23) dibedakan atas dua jenis, yaitu pantun kilat atau karmina dan pantun berkait. Karmina memiliki syarat-syarat serupa dengan pantun biasa. Perbedaan terjadi karena karmina sangat singkat, yaitu baitnya hanya terdiri atas dua larik sehingga sampiran dan isi terletak pada baris pertama dan kedua. Berikut contoh karmina: Ada ubi ada talas Ada budi ada balas Anak ayam pulang ke kandang Jangan lupa akan sembahyang Satu dua tiga dan empat Siapa cepat tentu dapat 2.1.4
Kemampuan Berbalas Pantun Pantun merupakan kekayaan seni budaya yang sudah hidup di tengah
masyarakat Indonesia sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Dalam suatu pertunjukan seni pantun, terkadang pantun dilakukan oleh dua kelompok. Pertunjukan pantun ini biasanya disebut pantun berbalas. Setiap kelompok beranggotakan tiga sampai lima orang. Kegiatan berbalas pantun dipandu oleh seorang moderator yang bertugas sebagai penengah. Untuk lebih menyemangatkan dan menarik, setiap sesi berbalas pantun harus mempunyai tema yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
12
Dalam penggunaannya, berbalas pantun dapat digunakan sebagai alat interaksi atau hubungan antara seseorang atau sekelompok orang dengan orang lain atau kelompok lain. Berbalas pantun dapat dilakukan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Berpantun juga dapat dilakukan orang dari lapisan masyarakat manapun. 2.2 2.2.1
Hakikat Model Pembelajaran TPS TPS Sebagai Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pembelajaran Kooperatif Nurhadi (2003) mengemukakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didasarkan pada alasan bahwa manusia sebagai mahluk individu yang berbeda satu sama lain sehingga konsekuensi logisnya manusia harus menjadi mahluk sosial, mahluk yang berinteraksi dengan sesama” (dalam Sanjaya, diakses 31 Oktober 2011). Selanjutnya dalam situs yang sama, Abdurrahman dan Bintoro (2000) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah adanya: (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antara pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan. Sehubungan dengan pernyataan tersebut, Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, diperlukan penerapan elemen-elemen pembelajaran kooperatif dengan sungguh-sungguh. 13
Model pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan pembelajaran langsung. Di samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Jadi pola belajar kelompok dengan cara kerjasama antar siswa dapat mendorong timbulnya gagasan yang lebih bermutu dan meningkatkan kreativitas siswa. Pembelajaran kooperatif juga dapat mempertahankan nilai sosial bangsa Indonesia. Ketergantungan timbal balik mereka mendorong mereka untuk dapat bekerja lebih keras untuk keberhasilan mereka. Hubungan kooperatif juga mendorong siswa untuk menghargai gagasan temannya, bukan sebaliknya. Ibrahim (dalam Sanjaya, diakses 31 Oktober 2011) juga mengemukakan tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah “untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantungan satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.” Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat dinyatakan pembelajaran kooperatif dapat mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan pertisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa belajar keterampilan sosial yang penting, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir logis. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. 14
Adapun ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagaimana diuraikan oleh Muhfida (diakses 31 Oktober 2011) adalah sebagai berikut. 1) Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama. 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3) Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut. 4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan. Sedangkan tujuan pembelajaran kooperatif, di antaranya sebagai berikut. 1) Hasil belajar akademik, yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugastugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit. 2) Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang. Pengembangan keterampilan sosial, yaitu mengembangkan keterampilan sosial siswa di antaranya; berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok (Muhfida, 2011). b. Model Pembelajaran TPS Model pembelajaran TPS (think pair share) atau berpikir berpasangan merupakan jenis pembejaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola 15
interaksi siswa. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland. Arends (1997) diakses 3 Maret 2012 menyatakan bahwa “TPS merupakan cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas.” Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Selanjutnya, Filova (diakses 3 Maret 2012) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran model TPS, adalah sebagai berikut. 1. Guru mengajukan satu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. 2. Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban. Secara normal guru memberi waktu waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. 3. Guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas. Dalam hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.
16
2.3 Kajian Penelitian Yang Relevan Sukardi 2010 “Meningkatkan kemampuan berbalas pantun melalui model TPS di Kelas IV di SDN 2 Tenilo Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo. Permasalahan dalam penelitian ini adalah melalui model pembelajaran TPS maka kemampuan berbalas pantun siswa kelas IV SDN 2 Tenilo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo dapat meningkat. Hasil pelaksaaan tindakan pada penelitian ini dengan melihat keberhasilan pengujian hipotesis yang menyatakan dengan menggunakan model pembelajaran TPS maka kemampuan berbalas pantun siswa kelas IV SDN 2 Tenilo Kecamatan Limboto Barat Kabupaten Gorontalo meningkat dan diterima.
2.4
Hipotesis Tindakan Adapun yang menjadi hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah: jika guru
menggunakan model TPS maka kemampuan siswa dalam berbalas pantun akan meningkat.
2.5
Indikator Kinerja
1. Untuk hasil belajar siswa, minimal 70 % dari seluruh siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 65 ke atas. 2.
Untuk hasil belajar seluruh siswa di kelas memperoleh daya serap mencapai 75% dari jumlah siswa yang dikenakan tindakan.
17