BAB II KAJIAN TEORI TIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Teori. 1. Hakikat Perkembangan Sosial a. Pengertian Perkembangan Secara umum perkembangan dapat diartikan sebagai pola perubahan yang dimulai pada saat konsepsi (pembuahan) dan berlanjut di ssepanjang rentang kehidupan (Hildayani, 2008:1.3). Selanjutnya Jamaris (dalam Nurani, 2009:54) mengemukakan bahwa perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif, artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu, apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya cenderung akan mendapat hambatan. Anak usia dini berada dalam kemasan di sepanjang rentang usia perkembangan manusia. Mentosori (dalam Nurani, 2009:54) mengatakan bahwa masa ini merupakan periode sensitif (sensitive periods), selama masa inilah anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya. b. Aspek Perkembangan Anak Berdasarkan teori perkembangan anak, diyakini bahwa setiap anak lahir dengan lebih dari satu bakat.Bakat tersebut bersifat potensial dan ibaratnya belum muncul di atas permukaan air. Untuk itulah anak perlu diberikan pendidikan yang sesuai dengan perkembangannya dengan cara memperkaya lingkungan bermainnya. Dodge (dalam Hildayani, 2008:1.8) membagi area perkembangan anak ke7dalam 4 aspek yaitu : aspek sosial-emosional, aspek fisik, aspek kognitif, dan aspek bahasa. Catron dan Alen (dalam Nurani, 2009:62) menyebutkan bahwa terdapat 6 8 aspek perkembangan abak usia dini yaitu : (1) kesadaran personal, (2) kesehatan emosional, (3)
sosialisasi, (4) komunikasi, (5) kognisi dan (6) keterampilan motorik yang sangat penting dan harus dipertimbangkan sebagai fungsi interaksi. Kreativitas tidka dipandang sebagai perkembangan tambahan, melainkan sebagai komponen integral dari lingkungan bermain yang kreatif. Pertumbuhan anak pada enam aspek perkembangan membentuk fokus sentral dari pengembangan kurikulum bermain kreatif pada anak usia dini.
c. Perkembangan Sosial Menurut plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai makhluk social (zoon politicion). Syamsudin (dalam Nugraha, 2004:1.13) mengungkapkan bahwa “sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial. Sementara menurut Loree (dalam Nugraha, 2004:1.13) “ sosialisasi merupakan suatu proses dimana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul dengan tingkah laku seperti orang lain didalam lingkungan sosialnya. Muhibin (dalam Nugraha, 2004:1.13) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa dan seterusnya. Sementara itu Hurlock (2001:250) mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Sosialisasi adalah kemampuan bertingkah laku sesuai norma, nilai atau harapan sosial. Untuk menjadi individu yang mampu bermasyarakat diperlukan tiga proses sosialisasi. Proses sosialisasi ini tampaknya terpisah, tetsapi sebenarnya saling berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (dalam Nugraha, 2004:1.13) sebagai berikut : (1) Belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang dapat diterima masyarakat, (2)
Belajar memainkan peran sosial yang ada dimasyarakat, (3) Mengembangkan sikap/tingkah laku sosial terhadap individu dan aktivitas sosial yang ada di masyarakat. d. Karakteristik dan Ciri Tingkah Laku Sosial Perkembangan sosial individu mengikuti suatu pola, yaitu urutan perilaku sosial yang teratur, dimana pola tersebut sama untuk setiap anak secara normal. Kurangnya kesempatan anak untuk bergaul
secara baik dengan orang lain dapat menghambat perkembangan sosialnya.
Dalam perkembangan sosial anak dapat terjadi perubahan padaaspek sosial. Menurut Nuryanti, (2008:43) perubahan yang terjadi pada masa kanak-kanak lanjut antara lain : (a) Anak semakin mandiri dan mulai menjauh dari orang tua dan keluarga, (b) Anak lebih menekankan pada kebutuhan untuk berteman dan membentuk kelompok dengan teman sebaya, (c) Anak memiliki kebutuhan yang besar untuk disukai dan diterima oleh teman sebaya.
Kejadian yang paling penting pada tahap ini adalah ketika anak mulai masuk sekolah.Masuk sekolah membuat anak berhadapan dengan banyak hal baru yang harus dipelajari.Salah satu hal yang baru yang dipelajari oleh anak adalah bagaimana mereka bisa bekerja bersama-sama dengan teman sebayanya. 2. Hakikat Kerjasama Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat dipisahkan dari komunitasanya dan setiap orang di dunia ini tidak ada yang dapat berdiri sendiri melakukan segala aktivitas untuk memenuhi kebutuhannya, tanpa bantuan orang lain. Secara alamiah manusia melakukan interaksi dengan lingkungannya baik sesama manusia maupun dengan makhluk hidup lainnya Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan manusia. Sebagai bukti bahwa manusia memenuhi kebutuhan hidup
sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Artinya bahwa kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak menggangggu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat. Kerjasama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupannya.Menurut Roucek dan Waren (dalam Sudariyanto, 2010:35) kerjasama berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Selanjutnya Charles Hurton Cooley (dalam Sudariyanto, 2010:35) mengemukakan kerjasama timbul jika orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut melalui kerjasama, kesadaran akan adanya kepentingankepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna. Hal yang sama dikemukakan oleh Catur (2009:52) Kerjasama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama dilakukan sejak manusia berinteraksi dengan sesamanya. Kebiasaan dan sikap mau bekerja sama dimulai sejak kanaka, mulai dalam kehidupan keluarga lalu meningkat dalam kelompok sosial yang lebih luas. Kerjasama berawal dari kesamaan orientasi. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kerjasama adalah suatu bentuk proses sosial yang didalamnya terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami terhadap aktivitas masing-masing. Dari uraian-uraian di atas terdapat bentuk-bentuk kerjasama. Menurut Baron & Byane (dalam Fajar sari, 2000:3) mengemukakan pada dasarnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam menjalani kehidupannya manusia akan dihadapkan pada suatu
dilemma sosial. Oleh karenanya dibutuhkan kerjasama dalam menjalani kehidupannya. Adapun bentuk-bentu kerjasama yang dilakukan oleh manusia seperti yang diungkapkan oleh Sukamto (dalam Catur, 2009:52) adalah sebagai berikut : (1) Kerjasama spontan yaitu kerjasama yang terjadi serta merta, (2) kerjasama langsung yaitu kerjasam sebagai hasil perintah atasan kepada bawahannya atau penguasa kepada rakyatnya, (3) kerjasama kontrak yaitu kerjasama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan tertentuyang disepakati bersama, (4) Kerjasama tradisional yaitu kerjasama sebagian atau unsur-unsur tertentu dari system nasional. Sementara Sudariyanto (2010:36) mengemukakan ada tiga bentuk kerjasama berdasarkan pelaksanaannya yaitu : (1) Berganing, yaitu pelaksanaan perjanjian yang mengenai pertukaran barang-barang dan jasa antara dua organisasi atau individu, (2) Cooptation, yaitu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksaanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya guncangan dalam stabilitas organisisi yang bersangkutan, (3) Coalition, yaitu kombinasi antara organisasi atau lebih yang memiliki tujuan-tujuan yang sama. Dengan demikian dapat disimpulkan bentuk kerjasama yang terjadi dalam kehidupan manusia ada yang dapat menguntungkan kedua pihak, dan ada juga yang merugikan kedua belah pihak tergantung pada bentuk kerjasama yang dijalin bersama. Adapun yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi kerjasama yaitu, Menurut Fajar Sari, (2000:3) faktor yang mempengaruhi kerjasama diantaranya yaitu : a. Hal timbal balik b. Orientasi individu c. Komunikasi
3. Hakikat Permainan Bermain adalah suatu kegiatan yang bersifat voluntir, spontan, terfokus pada proses, memberi ganjaran secara intrinsic menyenangkan aktif dan fleksibel (M.Solehudin, dalam Bin Smith Mardia, 2008:24 ). Senada dengan itu Sue Doccket dan Marilyn Fleer (dalam Bin Smith Mardia, 2008:24) mengemukakan bahwa bermain bagi anak usia dini memiliki karakteristik simbolik, bermakna, aktif, menyenangkan, sukarela, atau volunteer, episodik, dan ditentukan aturan. Menurut pendidik dan ahli psikologi, bermain merupakan pekerjaan masa kanak-kanak dan cermin pertumbuhan anak. Bermain merupakan kegiatan yang memberikan kesenangan dan dilaksanakan untuk kegiatan itu sendiri, yang lebih ditekankan pada caranya daripada hasil yang diperoleh dari kegiatan itu
(Dworertsky, dalam Moeslichatoen, 2004 : 24). Kegiatan
bermain dilaksanakan tidak serius dan fleksibel.Menurut Darden (dalam Sujiono, 2009:144) mengemukakan bermain merupakan kegiatan non serius dan segalanya ada dalam kegiatan itu sendiri yang dapat memberikan kepuasan bagi anak. Sedangkan menurut Hildebrand bermain berarti berlatih, mengeksploitasi, merekayasa, mengulang latihan apa pun yang dapat dilakukan untuk mentransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan dunia orang dewasa. Bermain diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan anak dengan spontan dan perasaan gembira, tidak memiliki tujuan intrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan yang sistematik dengan hal hal diluar bermain
(seperti pengembangan kreativitas
sebagai kemampuan kognitif) merupakaninteraski dengan lingkungan serta memungkinkan anak melakukan adaptasi dengan lingkungannya, (Newman dalam Depdiknas,2005:2). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bermain adalah memberikan kesempatan kepada anak untuk bereksperimen dengan berbagai macam alat dan bahan, dapat
berperan dalam kelompok, bekerja sama dalam kelompok dan memperoleh pengalaman yang menyenangkan . Anak - anak akan menikmati permainannya sampai kapan pun dan akan terus melakukannya di manapun mereka memiliki kesempatan, sehingga bermain salah satu cara anak usia dini untuk belajar, karena melalui bermain anak mulai belajar tentang apa yang ingin mereka ketahui dan akhirnya mampu mengenalsemua peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya, seperti bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Secara umum jenis permainan anak dapatdikategorikan ke dalam 3 kelompok yaitu : Permainan aktif, permainan melibatkan lebih dari satu orang anak. Bentuknya bisa berupa olahraga yang bermanfaat untuk mengolah kemampuan kinestesik. Bentuk permainanini secara tidak langsung juga melatih aspek kognitif anak untuk belajar mengatur dan menentukan strategi dalam meraih kemenangan, serta mengasah aspek afektif anak untuk bersikap sportif dan belajar menerimakekalahan ketika ia gagal dalam bermain. Permainan pasif , permainan ini dilakukan tanpa teman yang nyata, seperti main game. Permainan ini memiliki sisi positif dan negatif. Positifnya ialah anak bisa memiliki keterampilan tertentu,(Bin Smith Mardia, 2008:25). Selain yang telah dijelaskan di atas permainan memiliki fungsi bagi pengembangan kemampuan kerjasama anak. Adapun fungsi permainan bagi anak yaitu : Menurut Hartley, Frank dan Goldenson ( dalam Moeslichatoen, 2004: 33), ada 8 fungsi bermain bagi anak yaitu : (1) Menirukan apa yang dilakukan orang dewasa, (2) Untuk melakukan berbagai peran yang ada di dalam kehidupan nyata, (3)Untuk mencerminkan hubungan dalam keluarga dan pengalamn hidup yang nyata, (4) Untuk menyalurkan perasaan yang kuat, (5) Untuk melepaskan dorongan – dorongan yang tidak dapat diterima, (6) Untuk kilas balik peran – peran yang biasa dilakukan,
(7) Mencerminkan pertumbuhan, (8) Untuk memecahkan masalah dan mencoba berbagi penyelesaian permasalahan. Penggolongan kegiatan bermain pada anak usia dini disesuaikan dimensi perkembangan sosial
dan berdasarkan kegemaran anak. Kegiatan bermain yang sesuai dengan dimensi
perkembangan anak menurut Gordon & Browne ( dalam Moslichatoen, 2004 : 37 ) terdiri atas : (1) Bermain secara soliteir, yaitu anak bermain sendiri atau dapat juga dibantu oleh guru, (2) Bermain secara paralel, yaitu anak bermain sendiri – sendiri secara berdampingan. Jadi tidak interaksi anak satu dengan anak yang lain. Anak senang dengan kehadiran anak lain, tetapi belum terjadi keterlibatan diantara mereka, (3) Bermain asosiatif, terjadi bila anak bermain bersama dalam kelompoknya. (4) Bermain secara kooperatif, terjadi bila anak aktif menggalang hubungan dengan anak-anak lain untuk membicarakan, merencanakan, dan melaksanakan kegiatan bermain. Sementara kegiatan bermain yang didasarkan pada kegemaran anak terdiri dari 1. Bermain bebas dan spontan, yaitu kegiatan bermain yang tidak memiliki keteraturan dan aturan main. Sebagian besar merupakan kegiatan mandiri, anak akan terus bermain sampai ia tidak berminat lagi. Kegiatan bermain bebas lebih bersifat eksploratif. 2. Bermain pura – pura, adalah bermain menggunakan daya khayal yaitu dengan memakai bahasa atau berpura – pura bertingkah laku seperti bendatertentu, situasi tertentu, atau orang tertentu, atau binatang tertentu yang dalam dunia nyata tidak dilakukan. 3. Bermain
dengan
cara
menbangun
atau
menyusun,
bermain
jenis
ini
akan
mengembangkan kreativitas anak.Setiap anak akan menggunakan imajinasinya membentuk suatu bangunan mengikuti daya khayalnya. 4. Tinjauan Permainan Kelompok.
Permainan kelompok adalah salah satu jenis permainan yang sangat di minati anakanak.Dalam permainan kelompok maka relasi sosial anak dapat terbina dan anak dapat berinteraksi dengan lingkungan serta orang yang ada di sekitarnya. Salah satu bermain kelompok adalah permainan benteng – bentengan, dimana permainan melibatkan dua kelompok yang berjumlah sama. Masing – masing kelompok harus bekerja sama dan mengatur strategi untuk menjatuhkan lawannya. Selain itu mereka juga harus mampu mempertahankan bentengnya dari serangan musuh yang akan merubuhkan benteng. Jika ada satu yang berhenti maka permainan harus dihentikan karena tidak seimbangnya jumlah anggota dalam dua kelompok tadi. Namun demikian implementasi permainan kelompok sering dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain : a. Kesehatan Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat untuk menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi. b. Intelegensi. Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas.Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan - permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang merangsang daya pikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual. c. Jenis kelamin Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa
anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaliknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah yang halus. d. Lingkungan Anak yang dibesarkan dilingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang. e. Status sosial ekonomi Anak yang dibesarkan dilingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat – alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak – anak yang dibesarkan dikeluarga yang status ekonominya rendah. 5. Keuntungan dan Kelemahan Permainan Kelompok. Implementasi
kegiatan permainan kelompok memiliki kelebihan dan kekurangan.
Menurut Romlah (1989 : 14) terdapat beberapa kelebihan kegiatan permaian kelompok : a. Anak akan dapat berinteraksi secara kolektif sehingga memudahkan guru dalam melakukan permainan kepada anak dalam waktu yang bersamaan. b. Melalui kegiatan permainan kelompok guru dapat melihat jelas tingkat komunikasi serta hubungan antara setiap anak sehingga dapat melahirkan strategi umtuk melakukan kegiatan permainan. c. Kegiatan permainan dalam kelompok memudahkan guru dalam membangun solidaritas kelompok sehingga setiap anak akan terbiasa untuk saling berinteraski. d. Anak akan tertarik dengan model permaian ini karena dalam prosesnya guru menyajikan berbagai permainan yang pasti akan disukai anak. Sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut :
a. Memerlukan waktu yang cukup lama untuk membangun kebersaman serta keselarasan hubungan antara setiap anak dalam kelompoknya. b. Sangat memerlukan keterampilan guru untuk mengelola aktivitas atau kegiatan dalam permainan kelompok tersebut. Guru memerlukan bantuan guru lain untuk secara bersama-sama menfasilitasi kegiatan sehingga berjalan sesuai dengan yang diharapkan. 6.Hakikat Permainan Balok a. Pengertian Balok Balok merupakan salah satu permainan konstruktivisme yang dapat digunakan untuk mengembangkan kecerdasan anak. Permainan susun balok sama halnya dengan permainan puzzle, karena sama-sama dalam permainan konstruktif. Dinamakan demikian, karena anak secara aktif membangun sesuatu menggunakan bahan/material yang sudah tersedia dengan pengetahuan yang dimilikinya. Anak menyusun serta merangkai balok-balok menjadi sebuah bangunan menara, gedung, rumah, jalan, dan sebagainya. Yulia (2007:1) mengemukakan bahwa bermain balok susun merupakan salah satu alat bermain konstruksi yang bermanfaat untuk anak. Tidak hanya untuk aspek kognitif, motorik, tetapi juga untuk meningkatkan kecerdasan emosi anak (EQ). Balok terdiri dari berbagai bentuk. Ada yang segitiga, segiempat, lingkaran, dengan berbagai warna yang menarik. Balok dapat dimainkan sendiri oleh anak, maupun berkelompok dengan teman-temannya. Anak usia batita biasanya belum dapat menciptakan bentuk bangunan yang bermakna. Biasanya anak hanya menumpukkan baloknya saja. Karena pada tahap ini, anak berada dalam tahap perkembangan sensor-motornya. Untuk anak di atas usia batita, mereka sudah dapat menciptakan bentuk yang baru seperti bangunan, jembatan, dan sebagainya.
b. Jenis-jenis permainan balok Jenis-jenis permainan balok menurut Eliyawati (dalam Bin Smith Mardia, 2008:101) yaitu 1. Balok Cruissenaire Balok ini diciptakan oleh George Cruissenaire yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berhitung pada anak, pengenalan bilangan, dan untuk meningkatkan ketrampilan anak dalam bernalar. 2. Balok Frobel. Frobel memiliki alat khusus yang dikenal dengan balok Blookdoss. Balok Blockdoss dikenal dengan kotak kubus dalam program pendidikan anak usia dini. Kotak kubus ini pun banyak digunakan sebagai salah satu jenis APE untuk melatih motorik dan daya nalar anak.
c. Manfaat Permainan Balok Felicia (2010:1) mengemukakan bahwa permainan menyusun balok mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Belajar mengenai konsep Dalam bermain susun balok, akan ditemukan beragam konsep, seperti warna, bentuk, ukuran, dan keseimbangan. Orangtua bisa mengenalkan konsep-konsep tersebut saat anak bermain susun balok.
2. Belajar mengembangkan imajinasi
Untuk
membangun
sesuatu
tentunya
diperlukan
kemampuan
anak
dalam
berimajinasi.Imajinasi yang dituangkan dalam karya mengasah kreativitas anak dalam mencipta beragam bentuk. 3. Melatih kesabaran Dalam menyusun balok satu demi satu agar terbentuk bangunan seperti dalam imajinasinya, tentu anak memerlukan kesabaran. Berarti ia melatih dirinya sendiri untuk melakukan proses dari awal sampai akhir demi mencapai sesuatu. Ia berlatih untuk menyelesaikan pekerjaannya. 4. Secara sosial anak belajar berbagi Ketika bermain susun balok bersama teman, anak terlatih untuk berbagi.Misalnya, jika si teman kekurangan balok tertentu, anak diminta untuk mau membagi balok yang dibutuhkan.Perlahan tapi pasti, anak juga belajar untuk tidak saling berebut saat bermain. 5. Mengembangkan rasa percaya diri anak Ketika anak bermain susun balok dan bisa membuat bangunan, tentu anak akan merasa puas dan gembira. Pencapaian ini akan menumbuhkan rasa percaya diri akan kemampuannya. 6. Perlu Dampingan Agar permainan ini terasa manfaatnya, Lara (dalam Yulia, 2007:2) mengingatkan, orangtua perlu mendampingi anak tetapi jangan mudah memberikan bantuan. Bantuan yang diberikan kepada anak hanya untuk memfasilitasi, dan orang tua maupun guru perlu memberikan kesempatan kepada anak untuk berkreasi sehingga dapat menyusun balok sesuai dengan yang diharapkan. B. Penelitian yang relevan.
Penelitian tentang upaya meningkatkan kerjasama anak sebelumnya telah dilakukan oleh peneliti terdahulu diantaranya : Deisi Shanti Yunus tahun 2006 dalam skripsinya yang berjudul upaya meningkatkan kerjasama anak dalam pembelajaran kelompok melalui kegiatan meronce di TK Iloheluma Kabila kabupaten Bone Bolango. Hasil penelitian diperoleh hasil yaitu pada siklus I, rata-rata kemampuan kerjasama anak dalam pembelajaran meronce secara kelompok mencapai rata-rata 52,4 % atau meningkat 52,3% dari hasil observasi awal, siklus II mencapai rata-rata 71,2 % atau meningkat 26,4 % dari hasil observasi siklus I, sedangkan hasil observasi siklus III mencapai rata-rata 91,8% atau meningkat 22,4% dari hasil observasi siklus II. Dengan demikian peningkatan observasi awal kesiklus III sebesar 72,8%. Untuk itu disarankan kepada guru TK dapat menerapkan kegiatan meronce dalam upaya meningkatkan kerjasama anak dalam pembelajaran kelompok.
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : “ jika guru menggunakan permainan balok maka kerjasama anak di PAUD Teratai desa Bunggalo kecamatan Talaga Jaya akan meningkat”.
D. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan adalah kemampuan kerjasama anak akan lebih baik, jika menunjukkan peningkatan dari 25 % ( 5 orang ) menjadi 75% ( 15 orang ), maka penelitian ini dianggap berhasil dan dapat diterima