9
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teori 2.1.1
Hakekat Belajar dan Hasil Belajar
A. Pengertian belajar Belajar adalah upaya pemenuhan reaksi mental dan atau fisik terhadap penglihatan, pendengaran dan perbuatan mengenai sesuatu yang dipelajari. Ausubel (dalam Lestari dkk 2009: 13) mengklasifikasikan belajar dalam dua dimensi pertama menyangkut cara materi atau informasi diterima peserta didik. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa mengaitkan informasi atau materi pelajaran dengan struktur kognitif yang telah ada. Menurut Zainal dan Hasan (1993:25) bahwa “belajar dapat didefinisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman”. Belajar sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Moh.
Surya
(
1997
)
dalam
http//cafestudio
061.wordpress.com/2008/09/11 diakses tanggal 7 februari 2012. Berdasarkan reaksi mental tersebut seseorang atau kelompok akan memperoleh pengertian dan pemahaman yang bermanfaat dalam masalah baru (Abdul Rahmad, 2009:114). Clark I. Hull (1994:110)
untuk kali pertamanya mengemukakan ide
8
10
mengenai teori belajar dan konsep belajar yang banyak mempengaruhi penelitan dan eksperimen teori belajar. Hull juga mengusulkan pentingnya pendekatan yang lebih sistematis dan mengumpulkan data dalam menyusun teori belajar. Ada dua golongan besar teori belajar pada masa ini, yaitu golongan behavioristic, yakni teori belajar stimulus-respons conditioning theo-ries dan golongan gestalt-field atau cognitive-field theories, yakni teori belajar kognitif. Kedua teori belajar tersebut disamping mempunyai perbedaan bahkan pertentangan juga mempunyai persamaan. Persamaannya terletak dalam hal pandangannya terhadap manusia sama-sama menggunakan pendekatan ilmiah, keduanya melakukan pendekatan psikologi. Sedangkan perbedaanya terletak dalam asumsi mengenai prilaku manusia. Golongan behavioristic bertolak dari asumsi bahwa perilaku manusia bisa pasif dan aktif. Pasif dalam artian bahwa perilaku manusia dikontrol oleh stimulusnya, dan aktif dalam pengertian tingkah laku manusia dikontrol oleh responnya. Sedangkan golongan cognitive atau getalt field berasumsi bahwa perilaku manusia sifatnya interaktif. Artinya, perilaku manusia merupakan fungsi dari organisme dan lingkungannya. Menurut Soepomo (2000:78) Ada dua macam teori belajar conditioning, yakni instrumental conditioning
dan classical conditioning. Pandangan
instrumental conditioning, perilaku dikontrol oleh akibatnya dan kita belajar melakukan hal-hal yang berakibat menyenangkan dan menghindarkan dari hal-hal yang kurang menyenangkan. Sedangkan
classical conditioning berpendapat
bahwa seseorang akan bertindak atas rangsangan atau stimulus yang diterimanya.
11
Belajar merupakan proses peningkatan atau bertambahnya wawasan dan pengetahuan siswa. Menurut Muhsetyo (2009: 6) pada hakekatnya siswa adalah makhluk hidup yang mempunyai kemampuan berfikir maka tentu mereka mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan belajar dan lingkungan hidup Mereka. Secara individual atau kelompok dapat membangun sendiri pengetahuan belajar. Menurut Slameto (dalam Ingridwati; 2007: 3) belajar adalah sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya, sedangkan menurut Santosa (2010: 7) belajar merupakan perubahan perilaku manusia atau perubahan kapabilitas yang relatif permananen sebagai hasil pengalaman. Pengalaman dan proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku inilah yang disebut dengan belajar. Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika individu belajar sesuatu, sebagai hasilnya mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya. Menurut Nabisi (2010: 14) pembelajaran saat ini menekankan proses membelajarkan bagaimana belajar (learning how to lern), serta mengutamakan strategi mendorong dan melancarkan proses belajar siswa. Kecenderungan lainnya adalah membantu siswa agar berkecakapan mencari jawab atas pertanyaan, bukan lagi menyampaikan informasi langsung pada diri siswa dan membantunya dalam mengembangkan potensi yang dimiliki, sehingga wujud dari proses pembelajaran tercipta dengan baik. Menurut Satori (2008: 26) Dalam kaitan dengan perkembangan siswa,
12
proses pembelajaran memiliki fungsi: a) pengembangan, yakni membantu siswa mengembangkan diri sesuai dengan potensi dan keunikannya, b) peragaman yaitu membantu siswa memilih arah perkembangan yang tepat sesuai dengan potensi dan peluang yang diperolehnya, c) Integrasi, yaitu membawa keragaman perkembangan ke arah dan tujuan yang sesuai dengan eksistensi kehidupan manusia. Namun jika ditinjau dari dimensi lain. Proses belajar adalah upaya untuk membangun pengetahuan di benak siswa. Menurut Hatimah (2008: 17) belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri, siswa belajar dari pengalaman. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi faktor-faktor atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Dari uraian di atas maka belajar adalah sebuah proses untuk meningkatkan kapasitas kognitif, afeksi, psikomotor siswa kearah yang lebih baik. Ukuran kapasitas tersebut dapat diidentifikasi melalui hasil belajar.
B. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri atas dua kata yaitu “ hasil “ dan “ belajar “ yang memiliki arti yang berbeda. Oleh karena itu untuk memahami lebih mendalam mengenai makna hasil belajar. Hasil belajar yang baik terkait erat dengan materi atau informasi yang diterima oleh siswa. Pada umumnya orang mengartikan bahwa hasil belajar sama dengan prestasi belajar, hal ini sesuai dengan Ibrahim (2003 : 10) bahwa hasil belajar adalah prestasi yang dihadapi, dilaksanakan dan dikerjakan.
13
Sedangkan menurut Sumantri (1999 : 21) bahwa hasil belajar adalah sebuah kegiatan belajar mengajar yang menghendaki tercapainya tujuan pengajaran dimana hasil belajar ditandai dengan skala nilai. Dengan demikian maka prestasi belajar siswa adalah hasil yang dicapai setelah melalui atau melaksanakan suatu perbuatan belajar sehingga hasil belajar siswa bergantung pada siswa tersebut dalam arti semakin banyak usaha belajar yang dilakukan oleh siswa maka semakin baik pula hasil belajarnya. Sudjana berpendapat (2005: 22) bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Djamarah dalam Silaban (2005: 20) hasil belajar siswa adalah hasil kegiatan individu atau kelompok yang telah dikerjakan dan diciptakan. Prestasi tidak pernah dihasikan selama seseorang tidak melakukan kegiatan dan pencapaian prestasi itu harus dengan jalan melakukan kerja. Menurut Arikunto (1998: 102) hasil belajar siswa merupakan suatu hasil yang diperlukan siswa dalam mengikuti pelajaran yang dilakukan guru. Menurut Sudjara (2008: 22) hasil belajar siswa adalah kemampuan yang dimiliki setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom (dalam Zaenal, 2009:21) yang secara garis besar membagi menjadi 3 ranah yaitu: a)
Ranah Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kofnitif tingkat rendah dan
14
keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. b) Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian organisasi dan internalisasi. c)
Ranah Psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek psikomotorik yakni gerakan refleks, keterampilan gerak dasar, kemampuan perseptual keharmonisan atau ketepatan, gerak keterampilan kompleks, serta gerakan gerak ekspresif dan interpretatif. Diantara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak yang
dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran. Dari penjelasan yang telah diuraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar ialah segala bentuk kemampuan yang dimiliki siswa baik yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual sikap maupun keterampilan dan kemampuan bertindak setelah ia memperoleh pengalaman belajarnya. Sehubungan dengan hal tersebut dalam penelitian ini, peneliti mengambil ranah kognitif sebagai acuan penelitian hasil belajar dengan penerapan teknik pembelajaran model jigsaw. 2.1.2
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Model pembelajaran Cooperative Learning model jigsaw merupakan salah
satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur
15
pokok yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Jigsaw adalah model pembelajaran yang menuntut keterlibatan siswa dalam menganalisa materi dengan baik dan memberi petunjuk kepada sesama siswa. Jigsaw merupakan dua kelompok yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Pembelajaran dalam model ini dapat dilaksanakan dalam dua tahap yaitu: 1) Awal kegiatan pembelajaran a. Persiapan 1. Melakukan pembelajaran pendahuluan 2. Materi 3. Membagi siswa ke dalam kelompok asal dan ahli 4. Menentukan skor awal b. Rencana Kegiatan 1. Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing dan menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli. 2. Anggota
ahli
dari
masing-masing
kelompok
berkumpul
dan
16
mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok. 3. Siswa ahli kembali ke kelompok masing-masing untuk menjelaskan topik yang didiskusikannya. 4. Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup semua topik. 5. Pemberian penghargaan kelompok berupa skor individu dan skor kelompok atau menghargai prestasi kelompok. 2) Sistem Evaluasi Dalam evaluasi ada tiga cara yang dapat dilakukan: 1. Mengerjakan kuis individual yang mencaukup semua topik. 2. Membuat laporan mandiri atau kelompok. 3. Presentasi. Dalam Pembelajaran Kooperatif Model jigsaw, siswa dibagi dalam beberapa kelompok belajar yang heterogen yang beranggotakan 3-5 orang dengan menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk berdiskusi(antar ahli), saling membantu satu dengan yang lainnya untuk mempelajari topik yang diberikan (ditugaskan pada mereka). Siswa tersebut kemudian kembali pada kelompok masing-masing(kelompok asal) untuk menjelaskan kepada temanteman satu kelompok tentang apa yang telah dipelajarinya. Guru mengawasi pekerjaan masing-masing kelompok. Dan jika diperlukan membantu kelompok yang mengalamai kesulitan dan memberikan penekanan terhadap topik yang
17
sedang dibahas. Pada akhir pembelajaran diberikan kuis dengan materi yang telah dibahas. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut. Kelompok Asal
Kelompok Ahli Gambar. Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Langkah-langkah dalam penerapan teknik jigsaw adalah sebagai berikut : a) Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam
18
kelompok yang disebut kelompok ahli . Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini disebut kelompok jigsaw. Misalnya suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.
Gambar Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw b) Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
19
c) Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual. d) Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya. e) Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Model jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS didasarkan pada asumsi bahwa belajar akan bermakna apabila siswa dapat menyatu dengan lingkungan belajarnya. Kegiatan belajar demikian disebut belajar aktif dan kreatif. Oleh sebab itu, melalui model jigsaw yang diciptakan perlu siswa yang dibina untuk memiliki rasa terhadap lingkungan sekitar. Kepekaan terhadap suatu masalah dapat ditimbulkan jika siswa dihadapkan pada situasi yang memerlukan pemecahannya disisi lain guru senantiasa mendorong siswa untuk melihat masalah, merumuskannya dan berusaha memecahkannya sesuai dengan kemampuannya.
20
2.1.3
Penerapan Model Jigasaw dalam Pembelajaran IPS Adapun penerapan model jigsaw dalam pembelajaran IPS lebih
memfokuskan pada kerjasama kelompok, model jigsaw ini dapat melatih kerjasama siswa dalam memecahkan masalah, mendewasakan siswa untuk dapat memahami dan menerima pendapat serta masukan dari orang lain. Dalam pembelajaran model jigsaw pada mata pelajaran IPS adalah sebagai berikut: (a) langkah pertama siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang heterogen beranggotakan tiga sampai lima orang dengan menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli. (b) langkah kedua kelompok asal membahas sub topik materi, (c) langkah ketiga perwakilan dari setiap kelompok asal membentuk satu kelompok, yakni kelompok ahli. Tugas dari kelompok ahli mendiskusikan atau berbagi informasi mengenai sub topik yang dibahas dikelompok asal masing-masing. Harapanya terjadi pertukaran informasi mengenai sub topik materi. (d) langkah keempat kelompok ahli kembali kepada kelompok asal untuk menyampaikan sub topik materi yang diperoleh dari kelompok asal yang lain. (e) langkah keliama masing-masing kelompok mempresentasikan keselurahan materi yang menjadi pokok pembahasan, (f) langkah keenam yang menjadi langkah terakhir dari penerapan model jigsaw siswa diberikan kuis tentang materi yang menjadi pokok bahasan.
2.2 Kajian yang Relevan Kajian yang relevan sebelumnya disusun oleh Agus Putrawan (2011) dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS dengan
21
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw di Kelas V SDN 2 Blitar. Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah hasil belajar dan prestasi IPS tidak sesuai dengan tujuan yang diharapkan diantaranya siswa tidak memiliki kemampuan menggunakan penalaran pada pola dan sifat serta kemampuan dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan IPS selain itu faktor yang sangat mempengaruhi kesulitan dalam memahami pembelajaran IPS di SDN 2 Blitar adalah metode dan pendekatan yang digunakan oleh seorang guru dalam pembelajaran kurang tepat dan membuat siswa menjadi kurang memahami materi tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut maka metode jigsaw merupakan metode yang dijadikan sebagai alternatif solusi dalam penelitian ini. Adapun tindakan yang dilaksanakan dalam penelitian ini yaitu melaui dua siklus dimana pada siklus I menunjukan dari 34 siswa yang dikenai tindakan bahwa yang tuntas 24 siswa (70,58%) selanjutnya pada siklus II meningkat lagi hingga menjadi 29 siswa (85,29%), dengan demikian kesimpulan dari penelitian ini adalah model jigsaw dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran IPS karena mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
2.3
Hipotesis Tindakan Adapun hipotesis tindakan, pada penelitian ini adalah jika dalam
pembelajaran IPS pada materi Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia, guru menggunakan model kooperatif tipe jigsaw, maka hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
22
2.4
Indikator keberhasilan Indikator keberhasilan pada penelitian ini jika dari jumlah siswa
seluruhnya 80% memperoleh nilai 6.5 / 70 ke atas maka pelaksanaan tindakan dianggap tuntas.