BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Kemampuan Membaca Kemampuan atau bakat merupakan kemampuan anak dalam pengamatan, kekuatan, kecepatan, ketelitian, keluwesan, cara berpikir, ingatan dan evaluasi yang dilakukan anak setelah mendapatkan latihan-latihan. Jadi kemampuan anak dapat dilihat dari rasa keingintahuan dan rasa suka, kreatifitas yang di miliki anak terhadap sesuatu.
Di dalam kamus bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan).
Kemampuan adalah
suatu
kesanggupan
dalam
melakukan
sesuatu.
Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Menurut Chaplin ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakatkesanggupan) merupakan
tenaga
(daya
(http://www.digilib.petra.ac.id).
kekuatan) Sedangkan
untuk menurut
melakukan Robbins
suatuperbuatan
kemampuan
bisa
merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek (http://www.digilib.petra.ac.id). Setiap individu memiliki kecakapan yang berbeda-beda dalam melakukan suatu tindakan. Kecakapan ini mempengaruhi potensi yang ada dalam diri individu tersebut. Proses pembelajaran mengharuskan
siswa
mengoptimalkan segala kecakapan yang dimiliki. Sedangkan membaca Menurut Taringan (dalam Halid 2001:2) ”Membaca adalah sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang lain”. Yang dimaksud adalah mengkomunikasikan makna yang
terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis atau tersurat. Tarigan (1986: 2) mengungkapkan membaca yaitu “Proses memperoleh pesan yang disampaikan oleh seseorang penulis melalui tulisan”. Membaca secara teknis juga mengandung makna bahwa dalam tahap ini anak belajar mengenal fonem dan menggabungkan (blending) fonem menjadi suku kata atau kata (Mar’at, 2005: 80) membaca merupakan suatu kesatuan kegiatan yang terpadu
mencangkup
beberapa
kegiatan
seperti
mengenali
huruf dan
kata-kata,
menghubungkannya dengan bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksut bacaan. Nana sudjana (2002:36) memandang membaca sebagai suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan. Untuk dapat membaca suatu bacaan, seorang harus dapat menggunakan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Proses menuntut ilmu pengetahuan diperoleh melalui suatu dialog ditandai oleh suasana belajar yang bercirikan pengalaman dua sisi. Ini berarti bahwa penekanan bukan pada kuantitas materi, melainkan pada upaya agar siswa mampu menggunakan otaknya secara efektif dan efisien sehingga tidak ditandai oleh segi kognitif belaka, melainkan oleh keterlibatan emosi dan kemampuan kreatif. Dengan demikian proses belajar membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan siswa (Semiawan, 2002:5). Zuchdi dan Budiasih (1996/1997:49) menyatakan bahwa melalui pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kreativitas anak didik. Pembelajaran membaca memang benar-benar mempunyai peranan penting, sebab selain menfaat seperti yang telah disebutkan di atas, melalui pembelajaran membaca guru dapat berbuat banyak dalam proses pengindonesiaan anak-anak Indonesia. Dalam pembelajaran membaca guru memilih wacana- wacana yang memudahkan penanaman nilainilai kemanusiaan kepada anak didik, misalnya wacana yang berkaitan dengan tokoh kepahlawanan (Akhaidah 1992 : 29).
2.1.2 Ciri – Ciri Membaca Anderson dkk (1985) mengemukakan lima ciri membaca yaitu sebagai berikut : “1) membaca huruf adalah proses konstruktif, tak ada satu tulisanpun yang dapat dipahami tanpa bantuan latar belakang pengetahuan dan pengalaman membaca. 2) membaca huruf harus lancar, kelancaran membaca ditentukan oleh kesanggupan pembaca mengenali kata-kata. artinya pembaca harus dapat menghubungkan tulisan dengan maknanya. 3) membaca huruf harus dilakukan dengan strategi yang tepat, pembaca yang terampil dengan sendirinya akan menyesuaikan strategi membaca dengan taraf kesulitan tulisan. Pengenalannya tentang topik yang dibaca, serta tujuan pembaacanya. 4) membaca huruf memerlukan motivasi, motivasi merupakan kunci keberhasilan dalam belajar membaca. Membaca pada dasarnya adalah suatu yang menyenangkan. 5) membaca huruf merupakan keterampilan yang harus dikembangkan secara berkesinambungan”. Keterampilan yang tidak dapat diperoleh secara mendadak atau dalam waktu singkat dan untuk selamanya. Keterampilan itu diperoleh melalui belajar, tahap demi tahap, dalam waktu yang panjang secara terus menerus. Menurut Nuryati, (1997: 5) untuk memperoleh kemampuan membaca diperlukan tiga syarat, yaitu kemampuan membunyikan (a) lambanglambang tulis, (b) penguasaan kosa kata untuk memberi arti, dan (c) memasukkan makna dalam kemahiran bahasa. Membaca merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonem yang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat (Nuryati, 1997: 5). Dalam kehidupan sehari-hari peran membaca tidak dapat dipungkiri lagi. Menurut Winiasih, (2007 : 87) Ada beberapa peran membaca dalam kehidupan sehari-hari antara lain: (1) Kegiatan membaca dan membantu
memecahkan masalah. (2) Dapat memperkuat keyakinan atau kepercayaan pembaca. (3) Sebagai suatu pelatiha. (4) Memberi pengalaman estetis. (5) Meningkatkan prestasi serta memperluas pengetahuan. Kegiatan membaca tidak timbul secara alami tetapi ada faktor dalam (intern) pembaca dan faktor luar (ekstern) pembaca. Faktor yang berasal dari dalam diri pembaca antara lain tuntutan kebutuhan pembaca, adanya rasa persaingan antara sesamanya. Sedangkan foktor yang berasal dari luar membaca meliputi tersedianya waktu, tersedianya sarana yang diperlukan oleh pembaca, adanya dorongan dari luar (Guru misalnya) adanya hadiah atau sejenis dalam waktu tertentu. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa membaca huruf merupakan proses memahami huruf dalam bacaan yang menggabungkan dalam satu kata sehingga memiliki arti dan makna Anderson dkk (1985:61) memandang membaca sebagai suatu proses untuk memahami makna suatu tulisan. Untuk dapat membaca suatu bacaan, seorang harus dapat menggunakan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Kustaryo (1988:2) menyimpulkan bahwa pengertian membaca adalah suatu kombinasi dari pengenalan huruf, intellect, emosi yang dihubungkan dengan pengetahuan si pembaca (background knowledge) untuk memahami suatu pesan yang tulisan. Sedangkan menurut Nurhadi (dalam Halid 2001 : 2) ”Membaca adalah proses yang lebih rumit dibandingkan dengan komunikasi lisan”. Ngalim (1997: 71) mengatakan bahwa membaca adalah melihat sambil menulis suatu tulisan dengan dengan tujuan ingin mengetahui isinya. Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian membaca adalah kemampuan seseorang dalam berkomunikasi lisan dengan diri melalui media bacaan dalam mengumpulkan informasi dan perbendaharaan kata.
2.1.3Tujuan Membaca Menurut Taringan (Dalam Halid. 2001 : 3) ”Tujuan membaca terbagi atas: (a) Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau memperoleh fakta-fakta (b) Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (c) Membaca untuk mengetahui atau susunan organisasi cerita (d) Membaca untuk menyimpulkan (e) Membaca untuk mengelompokan atau mengklasifikasikan,
(f) Membaca untuk menilai atau mengefaluasi (g) Membaca untuk
membandingkan atau mempertahankan”. Dengan uraian di atas jelaslah pada kita bahwa setiap kali kita membaca harus mempunyai tujuan. Tujuan yang jelas akan memberikan motifasi instrinsik yang besar bagi seseorang. Seseorang yang sadar sepenuhnya akan tujuan membacanya akan dapat mengarahkan sasarannya, daya pikirnya sehingga memperoleh kepuasan dalam membaca. Kemampuan membaca dengan baik merupakan prestasi seseorang yang paling berharga. Dunia kita merupakan dunia baca, kian banyak kita membaca kian banyak informasi yang kita peroleh dan kian banyak ilmu pengetahuan yang kita miliki. Suatu kenyataan bahwa buku-buku yang berkenan dengan masalah pengajaran membaca masih sangat langkah di Indonesia. Dan diantara buku-buku yang ada masih dapat dihitung dengan jari sebelah tangan, maka akan kita jumpai bahwa didalam daftar isinya hampir tidak ada satu bab pun yang membicarakan masalah fungsi dan tujuan dalam pengajaran membaca di Sekolah.
2.1.4 Manfaat Membaca Adapun manfaat membaca adalah :
a. Membaca menghilangkan kecemasan dan kegundahan. b. Ketika sibuk membaca, seseorang terhalang masuk ke dalam kebodohan. c. Kebiasaan membaca membuat orang terlalu sibuk untuk bisa berhubungan dengan orang-orang malas dan tidak mau bekerja. d. Dengan sering membaca, orang bisa mengembangakan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata. e. Membaca membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berpikir. f. Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dan pemahaman. g. Dengan membaca, orang mengambil manfaat dari pengalaman orang lain: kearifan orang bijaksana dan pemahaman para sarjana. h. Dengan sering membaca, orang mengembangkan kemampuannya; baik untuk mendapat dan memproses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dan aplikasinya dalam hidup. i.
Membaca membantu seseorang untuk menyegarkan pemikirannya dari keruwetan dan menyelamatkan waktunya agar tidak sia-sia.
j.
Dengan sering membaca, orang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai tipe dan model kalimat; lebih lanjut lagi ia bisa meningkatkan
k. kemampuannya untuk menyerap konsep dan untuk memahami apa yang tertulis “diantara baris demi baris” (memahami apa yang tersirat). (http:www. Aidh bin Abdullah al-Qarni.com:addnet : Gorontalo_diakses tgl.5 desember 2009) 2.1.5 Jenis-jenis Membaca Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara pembaca waktu melakukan kegiatan membaca, maka proses membaca dapat dibedakan menjadi : a. Membaca Nyaring
Membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis, baik yang berupa pikiran, perasaan, sikap, ataupun pengalaman penulis. b. Membaca Dalam Hati Membaca dalam hati adalah kegiatan membaca yang dilakukan dengan tanpa menyuarakan isi bacaan yang dibacanya. Secara garis besar, membaca dalam hati dapat dibedakan menjadi dua (I) membaca ekstensif dan (II) membaca intensif. c. Membaca Teknik Kegiatan ini bertujuan untuk melatih siswa menyalurkan lambang-lambang tertulis. Melalui kegiatan ini siswa dibiasakan membaca dengan intonasi yang wajar, tekanan yang baik, dan lafal yang benar. d. Membaca dalam hati Jenis kegiatan ini perlu segera dilatihkan setelah siswa menguasai semua huruf. Latihan membaca dalam hati dilakukan dengan menggunakan bahan bacaan yang mudah tetapi belum pernah dilakukan. Tetapi, sebelumnya kegiatan dimulai guru menjelaskan kata-kata atau kalimat yang diperkirakan belum dikuasai siswa.
e. Membaca indah Pada hakikatnya membaca indah merupakan teknik juga, tetapi bahan bacaan yang digunakan ialah karya sastra, seperti puisi dan prosaliris. Kegiatan membaca indah bertujuan apresiatif yaitu siswa diharapkan dapat membaca sebagai ungkapan penghayatan terhadap karya sastra. f. Membaca bahasa
Kegiatan membaca bahasa ditekankan pada sisi kebahasaan. Bukan isinya jadi, dalam kegiatan membaca bahsa ini berdasarkan bacaan yang diberikan, siswa berlatih mengenai makna dan penggunaan kata, ungkapan serta kalimat. g. Membaca cepat Tujuan kegiatan membaca cepat ialahh agar siswa mampu dengan cepat menangkap isi bacaaan untuk mencapai kecepatan membaca yang memadai. Maka guru melatih sisa untuk mempercepat gerakan mata dan memperluas penglihatannya dalam waktu menghadapi bacaaan, dan selanjutnya guru memberikan penjelasan pada siswa untuk menghindari membaca kata demi kata. h. Membaca pustaka Kegiatan membaca ini merupakan kegiatan diluar jam pelajaran. Kegiatan ini dapat atau sangat mendukung sisiwa dan dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam pengembangan minat membaca serta kemampuan memahami membaca. http://www.new.facebook.com/people/Devid-Haryalesmana-Wahid/1140038499 2.1.6 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Membaca Dalam pembelajaran membaca menurut Purwanto (1997:57) menjelaskan bahwa secara umum ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu : a) Motivasi Seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi dan kuat, tanpa didorong atau disuruh membaca akan giat untuk membaca. Sedangkan yang tidak bermotivasi atau motivasinya rendah, tentunya akan enggan untuk membaca. Herminato dan Uno (2003 : 5) mengemukakan bahwa motivasi adalah konstruk hipotetik yang digunakan untuk menjelaskan keinginan, arah, intensitas perilaku yang diarahkan oleh tujuan. Faktor motivasi ini juga dipengaruhi oleh :
-
Kondisi ekonomi orang tua,
-
Lingkungan keluarga,
-
Teman sebaya, dan
-
Lingkungan sekolah
b) Lingkungan keluarga Kebiasaan orang tua membacakan cerita untuk anak-anak yang sudah duduk di sekolah dasar merupakan usaha yang sangat besar untuk menumbuhkembangkan kegiatan membaca maupun perluasan pengalaman seperti pengetahuan alam. Pembicaraan orang tua serta anggota keluarga lainnya dirumah akan mempengaruhi kegiatan membaca anak. Pembicaraan yang berisi pengalaman yang melibatkan berbagi konsep, istilah, pandangan, dan sebagainya akan memperluas pemahaman serta wawasan yang diperlukan dalam memahami berbagai topik bacaan dalam hubungan lingkungan keluarga ini, sangat penting artinya kebiasaan bernalar diantara mereka. c) Bahan bacaan Bahan bacaan yang terlalu sulit untuk seseorang akhirnya akan mematahkan selera untuk membacanya. Seorang anak yang diberi bacaan disiapkan dalam struktur kalimat serta istilah-istilah yang terlalu tinggi. Akhirnya ia akan menolak untuk membacanya. Sebaliknya, bahwa yang terlalu kekanak-kanakan jika diberikan kepada orang dewasa atau telah memiliki kemampuan membaca tingkat tinggi juga tidak akan menikmati. Sehubungan dengan bahan bacaan ini, faktor yang mempengaruhinya adalah masalah topik bacaan dan keterbatasan bahan. 2.2 Model Pembelajaran Jigsaw 2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari
materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Ibrahim (2001:21) jigsaw telah dikembangkan dan diuji cobakan oleh Ellot Aronson dan kemudian diadaptasi oleh slavin. Dalam penerapan jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan lima atau enam anggota kelompok belajar heterogen. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari, menguasai bagian tertentu bahan yang diberikan kemudian menjelaskan pada anggota kelompoknya. Dengan demikian terdapat
rasa saling
membutuhkan dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Metode pembelajaran model Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran yang terdiri dari tim-tim belajar heterogen, beranggotakan 4-6 siswa, setiap siswa bertanggung jawab atas penguasaan bagian dari materi belajar dan harus mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota tim lainnya (Slavin, 2009:29). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajaran materi yang diberikan, tetapi juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.dengan demikian,”siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama untuk mempelajari materi yang ditugaskan”(Lie,1994:64). Para anggota dari tim -tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk dididkusikan ( tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka.kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertmuan tim ahli.
Pada model pembelajaran jigsaw terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan,asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupaka gabungan dari beberapa ahli.kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalam topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, dalam Muhammad Nur, 2005:128). Kelompok Asal
+
=
+
=
+
=
+
=
X
*
X
*
x
*
X
*
*
+
X
*
=
+
+
+
+
=
=
X
X
*
*
=
=
X
X
*
*
Kelompok Ahli Gambar 2.1 : Ilustrasi Kelompok jigsaw Para anggota dari kelompok asal berbeda,bertemu dengan yang sama dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan dan membahas materi yang ditugaskan pada masingmasing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Setelah
pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada
kelompok asal dan mengajar pada teman sekelompok apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan dikelompok ahli. Jigsaw ini didesain selain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif(saling memberitahu)terhadap teman sekelompoknya. Jigsaw merupakan sebuah teknik dipakai secara luas yang memiliki kesamaan dengan teknik “pertukaran dari kelompok ke kelompok” (Group to group exchange) dengan suatu perbedaan penting : setiap peserta didik mengajarkan sesuatu ini adalah alternatif menarik, ketika ada materi yang dipelajari dapat disingkat atau “dipotong” dan disaat tidak ada bagian yang harus diajarkan sebelum yang lain-lain. Setiap peserta didik mempelajari sesuatu yang dikombinasi dengan materi yang telah dipelajari oleh peserta didik lain, buatlah sebuah kumpulan pengetahuan yang bertalian atau keahlian (Silberman. 2000:160). Teknik mengajar Jigsaw dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara (Lie, 2002:69). Para anggota dari kelompok lain yang bertugas mendapat topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Kemudian anggota tim ahli kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dan didiskusikan didalam klompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman kelompoknya sendiri. 2.2.2 Tahap-tahap Pelaksanaan Model Pembelajaran Jigsaw Menurut Setyowati (2005:94) model pembelajaran jigsaw dapat dilakukan melalui 4 tahap, yakni : I. Tahap Pendahuluan a) Review, apersepsi, motivasi b) Menjelaskan pada siswa tentang model pembelajaran yang dipakai dan menjelaskan manfaatnya. c) Pembentukan kelompok d) Setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang heterogen
e) Pembagian materi/soal pada setiap anggota kelompok II. Tahap Penguasaan a) Siswa dengan materi /soal sama bergabung dalam kelompok ahli dan berusaha manguasai materi sesuai dengan soal yang diterima b) Guru memberikan bantuan sepenuhnya III. Tahap Penularan a) Setiap siswa kembali ke kelompok asalnya b) Tiap siswa dalam kelompok saling menularkan dan menerima materi dari siswa lain c) Terjadi diskusi antar siswa dalam kelompok asal d) Dari diskusi, siswa memperoleh jawaban soal
e) IV. Penutup a) Guru bersama siswa membahas soal b) Kuis/Evaluasi Evaluasi adalah menilai, membandingkan, menyimpilkan,
mempertentangkan,
mengkritik, mendeskripsikan, membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan, menghubungkan, membantu. (Arikunto, 2002:138).
2.1..3 Kelebihan dan kelemahan Model Pembelajaran Jigsaw Jadi perbedaan antara pembelajaran konvensional dan metode kooperatif jigsaw terdapat dalam tahap dan metode dalam penyampaian materi, disamping itu terdapat perbedaan keaktifan siswa. 1. Kelebihan model pembelajaran jigsaw:
a) Dapat mengembangkan hubungan antar pribadi posistif diantara siswa yang memiliki kemampuan belajar berbeda b) Menerapka bimbingan sesama teman c) Rasa harga diri siswa yang lebih tinggi d) Memperbaiki kehadiran e) Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar f) Sikap apatis berkurang g) Pemahaman materi lebih mendalam h) Meningkatkan motivasi belajar 2. Kelemahan model pembelajaran jigsaw a) Jika guru tidak meningkatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilanketerampilan kooperatif dalam kelompok masingmasing maka dikhawatirkan kelompok akan macet b) Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah, misal jika ada anggota yang hanya membonceng dalam menyelesaikan tugas-tugas dan pasif dalam diskusi c) Membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi bila ada penataan ruang belum terkondisi dengan baik , sehingga perlu waktu merubah posisi yang dapat juga menimbulkan gaduh.
2.2
Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka hipotesis penelitian tindakan kelas ini
adalah: ”Jika guru menggunakan model pembelajaran jigsaw dalam proses pembelajaran bahasa indonesia maka kemampuan membaca pada siswa kelas III SDN 2 Tontulow Utara akan meningkat”.
2.3 Indikator Kinerja Indikator kinerja keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah apabila meningkatnya kemampuan membaca dari 40% atau 8 orang menjadi 16 atau 80% di kelas III SDN 2 Tontulow Utara dari jumlah 20 siswa.