BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hasil Belajar Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, yang baru sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Abdillah (dalam Aunurrahman, (2012: 35) bahwa “belajar merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu”. Sedangkan Warsita (2008:207-208) mengatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses kompleks dan terjadi pada semua orang serta berlangsung seumur hidup. Konsep belajar sebagai suatu upaya atau proses perubahan perilaku seseorang sebagai akbat interaksi peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada disekitanya. Dalam proses interaksi dapat terjadi perubahan tentang diri individu berupa perubahan tingkah laku. Daryanto (2010:2) mengatakan bahwa: "Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Selanjutnya menurut Winkel (dalam Purwanto, 2009:39)
mengemukakan bahwa “Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan keterampilan dan sikap”.
Indara (dalam Thursan Hakim, 2005:1) “Belajar adalah suatu proses perubahan didalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir”. Sedangkan Pupuh Fthurrohman dan Sobri Sutikno (2007:5) mengemukakan, “Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dalam lingkungannya”. Proses belajar dapat melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tentang belajar kognitif prosesnya mengakibatkan perubahan dalam aspek kemampuan berpikir (cogniyive), tentang belajar afektif mengakib atkan perubahan dalam aspek kemampuan merasakan (afektive), sedangkan belajar psikomotorik memberikan hasil belajar berupa keterampilan (psychomotoric). Menurut Bloom, dkk (dalam Aunurrahman, 2012: 49-53) menggolongkan jenis perilaku belajar terdiri dari tiga ranah atau kawasan, yaitu; (a) ranah kognitif (bloom, dkk), yang mencangkup enam jenis atau tingkatan perilaku, (b) ranah efektif (krathwohl, bloom dkk), yang mencangkup lima jenis perilaku, (c) ranah psikomotor (simpson) yang terdiri tujuh perilaku atau kemampuan psikomotorik. Masing-masing ranah dijelaskan sebagai berikut ini: 1. Ranah konignitif (bloom, dkk), terdiri dari enam jenis perilaku; 1) Pengatahuan, mencangkup kemampuan ingatan tentang hal-hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengatahuan tersebut dapat berkenan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.
2) Pemahaman, mencangkup kemampuan menangkap sari dan makna hal-hal yang dipelajari. 3) Penerapan, mencangkup kemampuan penerapan metode, kaidah untuk menhadapi masalah yang nyata dan baru. Perilaku ini misalnya tampak dalam kemampuan menggunakan prinsip. 4) Analisis, mencangkup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagianbagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. 5) Sintesis, mencangkup kemampuan membentuk suatu poal baru, misalnya tampak baru didalam kemampuan menyusun suatu program kinerja. 6) Evaluasi, mencangkup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Sebagai contoh kemampuan menilai hasil karangan. Keenam jenis perilaku ini bersifat hirarkis, artinya perilaku tersebut menggambarkan tingkatan kempuan yang dimiliki seseorang perilaku terendah sebaiknya dimiliki terlebih dahulu sebelum mempelajari atau memiliki perilaku yang lebih tinggi. 2. Ranah efektif menurut krathwohl dan bloom dkk, terdiri dari tujuh jenis perilaku, yaitu: 1) Penerimaan, yang mencangkup kepekaan tentang hal tertentu dan kesedian memperhatikan hal tersebut. 2) Partisipasi, yang m,encangkup kerelaan, kesedian memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencangkup penerimaan terhadap suatu nilai, menghargai, mengakui, dan menentukan sikap. 4) Organisasi, yang mencangkup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. 5) Pembentukan pola hidup, yang mencangkup kemampuan menghayati nilai, dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi. 3. Ranah psikomotor (simpson) terdiri dari tujuh perilaku atau kemampuan motorik, yaitu: 1) Persepsi, yang mencangkup kemampuan memilih-milihkan (mendiskripsikan) sesuatu secara khusus dan menyadari adanya perbedaan antar sesuatu tersebut. Sebagai berikut. Sebagai contoh, pemilihan warna, pemilihan angka (6 dan 9), pemilihan huruf (b dan d). 2) Keseiapan, yang mencangkup kemampuan menempatkan diri dalam suatu keadaan diman suatu akan terjadi gerakan atau rangkaian gerakan, kemmpuan ini mecangkup aktivitas jasmani dan rohani (mental), misalnya posisi star lomba lari. 3) Gerakan terbimbing, mencangkup kemampuan melakukan gerakan sesuai contoh, atau gerakan peniruan. Misalnya meniru gerakan tari membuat lingkaran diatas pola. 4) Gerakan terbiasa, mencangkup kemampuan melakukan gerakan-gerakan tanpa contoh. Misalnya melakukan lempar peluru, lompat tinggi dan sebagainya dengan tepat.
5) Gerakan kompleks, yang mencangkup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banya tahap secara lancar, efisien, dan tepat. Misalnya bongkar pasang peralatan secara tepat. 6) Penyesuaikan pola gerakan, yang mencangkup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak gerik dengan persyaratan khusus yang berlaku. Misalnya kempuan atau keterampilan bertanding dengan lawan tanding. 7) Kreativitas, mencangkup kemampuan melahirkan pola-pola gerak gerik yang baru atas dasar prakarsa sendiri. Misalnya kemampuan membuat kreasi-kreasi gerakan senam sendiri, gerakan-gerakan tarian kreasi baru. Proses belajar terjadi apabila individu dihadapkan tentang situasi di mana ia tidak dapat menyesuaikan diri dengan cara biasa, atau apabila ia harus mengatasi rintangan-rintangan yang mengganggu kegiatan-kegiatan yang diinginkan. Proses penyesuain diri mengatasi rintangan terjadi secara tidak sadar, tanpa pemikiran yang banyak terhadap apa yang dilakukan. Dalam hal ini pelajar mencoba melakukan kebiasaan atau tingkah laku yang telah terbentuk hingga ia mencapai respon yang memuaskan. Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan dalam diri seseorang dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Unsur utama dalam belajar adalah individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, situasi belajar, yang memberikan kemungkinan terjadinya kegiatan belajar.
Setelah mengetahui pengertian belajar, selanjutnya akan dibahas tentang hasil belajar yang sering disebut juga prestasi belajar. Kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie, kemudian di dalam bahasa Indonesia disebut prestasi yang diartikan sebagai hasil usaha. Prestasi banyak digunakan di dalam berbagai bidang dan diberi pengertian sebagai kemampuan, ketrampilan, sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal. Hasil belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh sebab itu hasil belajar bukan merupakan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar orang tersebut. Menurut Munthe (2009:27) mengatakan bahwa “Hasil belajar sebagai hasil dari proses pembelajaran dan sebagai satu totalitas, monisme, atau tidak parsial”. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) merujuk tentang suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya infut secara fungsional. Sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku tentang individu yang belajar. Perubahan belajar itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Winkel (dalam Purwanto, 2013:47) mengatakan bahwa “Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya”. Selanjutnya Soedijarto (dalam Purwanto, 2009:46) mendefinisikan “Hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa
dalam mengikuti proses belajar mengajarsesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan”. Proses penagajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat siswa belajar. Proses sadar mengandung implikasi bahwa pengajaran merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam konteks demikian maka hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran. Oleh karena itu, tes hasil belajar sebagai alat untuk mengukur hasil belajar. Dalam pencapaian hasil belajar siswa, guru dituntut untuk mengembangkan pembelajaran yang menjangkau perubahan tingkah laku tentang ranah kognitif, afektif dan psikomotorik secara proporsional. Berdasarkan konsep di atas maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah belajar yang wujudnya berupa kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Derajat kemampuan yang diperoleh siswa diwujudkan dalam bentuk nilai hasil belajar. Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan psikomotor. Menurut Benyamin Bloom (dalam Nana Sudjana, 2006.22) membagi aspek-aspek hasil belajar menjadi tiga ranah, yakni “Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, amplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internasional. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran meliputi; (1) Ranah kognitif, mencakup tingkat pengetahuan (knowledge), tingkat pemahaman (comprehension), tingkat penerapan (application), tingkat analisis (analysis), tingkat sintesis (syntesis), tingkat evaluasi (evaluation), (2) Ranah afektif, mencakup recivung/attending, responding atau jawaban, valuing (penilaian) organisasi, karakteristik nilai atau internalisasi nilai, (3) Ranah psikomotor, mencakup gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar), kemampuan perseptual, kemampuan di bidang fisik, gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan yang kompleks. 2.2 Model Talking Stick Untuk melaksanakan pembelajaran dibutuhkan suatu model sebagai alat pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut Hardini dan Puspitasari (2012: 13) berpendapat bahwa “Model pembelajaran merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan siatuasi pengajaran yang menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan”. Model digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Salah satu model dalam pembelajaran adalah model Talking Stick. Menurut Suprijono (2013: 109) bahwa pembelajaran dengan model Talking Stick mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat. Pembelajaran dengan model Talking Stick merupukan salah satu model yang dapat digunakan dalam model
pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa. Talking Stick merupukan salah satu model yang dapat digunakan dalam model pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa. Menurut Agus, (2009: 109) Talking Stick adalah model pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari meteri pokoknya. Menurut Suherman (2006:84) sintaks model talking stick adalah sebagai berikut: a. Guru menyiapkan sebuah tongkat b. Guru membagikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk untuk membaca dan mempelajari materi pada buku pegangannya. c. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya. d. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru e. Guru memberikan kesimpulan f. Evaluasi, yaitu berupa tes lisan dan refleksi g. Penutup Model Talking Stick memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain: a. Kelebihan :
a) Menguji kesiapan siswa b) Melatih siswa memahami materi dengan cepat c) Agar lebih giat belajar (belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai) b. Kelemahan : a) Membuat senam jantung. b) Membuat sisiwa tegang, c) Ketakutan akan pertanyaan yang akan di berikan oleh guru
Berdasarkan penerapan model diatas diharapkan siswa mampu melaksanakan pembelajaran dengan baik, dan dengan kelebihan serta kekurangan model tersebut di harapakan siswa mampu pula menikmati proses belajar mengajarnya. 2.3 Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Menurut Isjoni (2012: 15) pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Sedangkan Rusman (2012: 202) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dapat disimpulkan bahwa model kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Menurut Suprijono (2013: 92) bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Heads Together diawali dengan Numbering. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen (dalam Irvana 2011:17) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Selanjutnya beliau mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu : 1. Hasil belajar akademik stuktural Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. 2. Pengakuan adanya keragaman Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang. 3. Pengembangan keterampilan sosial Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen (dalam Irvana 2011:), dengan tiga langkah yaitu : a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah; c) Tukar jawaban antar kelompok Menurut Muslimin Ibrahim, dkk (2001:27-28) tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT antara lain yaitu : a. Tahap 1: Penomoran Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1-5, berguna untuk memudahkan dalam memanggil siswa dengan penomoran kepala. b. Tahap 2: Mengajukan pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. c. Tahap 3: Berpikir bersama, Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. d. Tahap 4: Menjawab Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya
sesuai
mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab
pertanyaan untuk seluruh kelas. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together (NHT) dikembangkan oleh Kagen (dalam Irvana 2011:18-19) menjadi enam langkah sebagai berikut : 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru membuat Skenario Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. 2. Pembentukan kelompok Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-6 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS. 4. Diskusi masalah Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS. 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
2.4 Integrasi Model Talking Stick dan Numbered Head Together Talking Stick merupukan salah satu model yang dapat digunakan dalam model pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa. Menurut Agus, (2009: 109) Talking Stick adalah model pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari meteri pokoknya. Sedangkan Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Menurut Suprijono (2013: 92) bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Numbered Heads Together diawali dengan Numbering. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen (dalam Irvana 2011:17) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Kegiatan pembelajaran model Numbered Heads Together dan talking stick dapat guru kembangkan dalam mengembangkan langkah-langkah pembelajaran dalam menguasai teori dan menerapkan teori dalam kehidupan nyata. Harapannya dari penggunaan model ini siswa mendapat pengalaman nyata mengembangkan keterampilan berpikir ilmiah, melalui kegiatan belajar kreatif. Dari pengertian diatas maka intergrasi untuk langkah langkah pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together dan talking stick adalah sebagai berikut : 1. Guru menyiapkan sebuah tongkat 2. Siswa dibagi dalam beberapah kelompok,setiap siswa dalam kelompok mendapatkan nomor yang berbeda 3. Guru membagi materi pokok yang akan dipelajarinya, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada bahan ajar yang telah diberikan 4. Guru memberikan tugas dan meminta masing-masing kelompok
untuk
mengerjakannya 5. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya 6. Guru mengambil tongkat dan memberikan siswa, setelah itu guru memimpin siswanya bernyanyi bersama-sama, pada saat lagu berhenti guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang memegang tongkat, bagi nomor yang sama dengan siswa yang memegang tongkat harus menjawab pertanyaan guru, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa dengan nomor yang sama mendapat bagian menjawab setiap pertanyaan gurunya 7. Guru memanggil salah satu nomor, siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja mereka 8. Guru memberikan kesimpulan 2.4 Hidrosfer 2.4.1 Siklus Air (Siklus Hidrologi)
Menurut Bagja (2009:222) bahwa siklus air atau daur hidrologi adalah pola sirkulasi air dalam ekosistem yang dimulai dengan adanya proses pemanasan permukaan bumi oleh sinar matahari, lalu terjadi penguapan hingga akan terjadi kondensasi uap air, yaitu proses perubahan uap air menjadi titik air. Kumpulan titik air di atmosfer dinamakan awan. Bila uap air telah menjadi titik-titik air, maka hujan akan turun. Kemudian air hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan tersebar, ada yang meresap ke dalam tanah, singgah di dedaunan, mengalir menuju laut melalui sungai atau mengumpul di danau, atau menguap lagi ke atmosfer. Menurut Enid dan Tri (2009: 184) siklus hidrologis dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut: 1. Siklus pendek, yaitu air laut menguap, terjadi kodensasi, uap air membentuk awan, kemudian terjadi hujan, dan kembali ke laut lagi. 2. Siklus menengah, yaitu air laut menguap, terjadi kodensasi, uap air terbawa angin dan membentuk awan di atas daratan, hujan jatuh di daratan menjadi air darat, kemudian menuju laut. 3. Siklus panjang, yaitu air laut menguap, terjadi kodensasi, uap air terbawa angin dan membentuk awan di atas daratan hingga ke pegunungan tinggi, jatuh sebagai salju, terbentuk gletser, mengalir ke sungai, selanjutnya kembali ke laut lagi. Adapun unsur-unsur utama (komponen) yang terjadi dalam proses siklus hidrologi, adalah sebagai berikut:
1. Evaporasi (presipitasi), air di permukaan bumi, baik di daratan maupun di laut dipanasi oleh sinar matahari kemudian berubah menjadi uap air yang tidak terlihat di atmosfir. 2. Kondensasi, uap air naik ke lapisan atmosfer yang lebih tinggi akan mengalami pendinginan, sehingga terjadi perubahan wujud melalui kondensasi menjadi embun, titik-titik air, salju dan es. 3. Presipitasi, ketika titik-titik air, salju dan es di awan ukurannya semakin besar dan menjadi berat, mereka akan menjadi hujan. 4. Infiltrasi (Perkolasi), air hujan yang jatuh ke permukaan bumi khususnya daratan, kemudian meresap ke dalam tanah dengan cara mengalir secara infiltrasi atau perkolasi melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan, sehingga mencapai muka air tanah (water table) yang kemudian menjadi air bawah tanah. 5. Surface run off, air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. 2.4.2 Perairan Darat Perairan darat adalah semua bentuk air yang terdapat di daratan. Air dapat berupa benda cair atau benda padat (es dan salju), sedangkan yang banyak dimanfaatkan oleh manusia berwujud cair yaitu berupa air, baik air permukaan, air tanah, sungai, danau, dan sebagian air rawa. Perbandingan antara banyaknya air yang meresap dan mengalir di permukaan, bergantung pada berbagai faktor, yaitu: 1) jumlah
curah hujan yang jatuh; 2) kekuatan jatuhnya butiran air hujan di permukaan bumi; 3) lamanya curah hujan; 4) penutupan vegetasi di permukaan bumi; 5) derajat permeabilitas dan struktur bumi; 6) kemiringan topografi Perairan darat dapat dibedakan atas dua kelompok, yaitu air tanah dan air permukaan. a. Air tanah (ground water) Air tanah adalah massa air yang ada di bawah permukaan tanah. Lebih dari 98 % dan semua air di daratan tersembunyi di bawah permukaan tanah, 2% terlihat sebagai air di sungai, danau, dan reservoir. Setengah dari 2% ini disimpan di reservoir buatan. b. Sungai Sungai adalah bagian dari muka bumi yang karena sifatnya menjadi tempat air mengalir. Sifat yang dimaksud adalah bagian permukaan bumi yang paling rendah bila dibandingkan dengan daerah sekitamya. c. Danau Danau adalah suatu cekungan (basin) di permukaan bumi yang digenangi air dalam jumlah yang relatif banyak. Air danau berasal dari banyak sumber, seperti sungai, air tanah, atau hujan. Pengaliran air danau dapat terjadi karena penguapan, perembesan ke dalam tanah, dan pengaliran air melalui sungai. d. Rawa
Rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciriciri khusus secara fisik, kimiawi, dan biologis. Rawa selalu digenangi air karena kekurangan saluran atau letaknya yang rendah, baik yang bersifat sementara maupun sepanjang waktu, sehingga pelepasan air dari lahan tersebut lambat. 2.4.3 Perairan Laut Laut adalah sekumpulan air yang sangat luas di permukaan bumi yang memisahkan atau menghubungkan suatu benua atau pulau dengan benua atau pulau lainnya. Laut yang sangat luas disebut samudera. Jadi, dapat dikataka bahwa laut merupakan bagian dari samudera. a. Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu daerah yang dibatasi atau dikelilingi oleh garis ketinggian di mana setiap air yang jatuh di permukaan tanah akan dialirkan melalui satu outlet. Faktor-Faktor Penyebab Rusaknya DAS 1. Penebangan Hutan yang Berlebihan Dalam siklus hidrologi, air hujan yang jatuh akan diserap oleh tumbuhtumbuhan dan akan disimpan dalam tanah sebagai cadangan air tanah. 2. Penutupan Danau dan Kantong-Kantong Air Lainnya
Dengan adanya danau dan kantong-kantong air lainnya, hujan yang jatuh tidak langsung mengalir ke bawah, tetapi akan masuk dan mengisi cekungan-cekungan di dalam DAS, sehingga kesempatan air untuk meresap ke dalam tanah lebih besar dan lebih lama. 3. Berubahnya Saluran Drainase dan Sungai Saluran drainase dan sungai dapat berubah karena adanya pengendapan hasilhasil erosi dan pembuangan sampah oleh masyarakat ke saluran tersebut. 4. Pembuangan Limbah Berbahaya Limbah-limbah yang mengandung bahan kimia bisa berasal dari limbah domestik, limbah industri, pengolahan lahan, dan lain sebagainya, dapat menurunkan kualitas air sungai dan berbahaya bagi makhluk hidup yang memanfaatkan air sungai tersebut. 2.5 Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan penerapan pembelajaran inovatif model Talking Stick
dan model NHT dalam kegiatan belajar sudah banyak dilakukan.
Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh: 1) Irfatul Aini, 2010 yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Inovatif Melalui Model Talking Stick Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas VII di SMPN 1 Singosari. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa model Talking Stick dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa khususnya
pada mata pelajaran IPS. Pada siklus I aktivitas belajar siswa dengan nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 24 meningkat menjadi 25 atau sekitar 4.1% dan peningkatan aktivitas belajar siswa yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 77.5 meningkat menjadi 78.5 atau sekitar 1.27 %. Sedangkan pada siklus II aktivitas belajar siswa mengalami peningkatan yakni nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 28 meningkat menjadi 31 atau sekitar 10.71 % dan peningkatan aktivitas belajar siswa yang semula nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 78,5 meningkat menjadi 81.4 atau sekitar 3.56 %, dan sedangkan pada siklus III aktivitas belajar siswa mangalami peningkatan nilai rata-rata kelas dari pre test sebesar 31 meningkat menjadi 36 atau sekitar 16.12%. 2) Irmawati Lamato, 2011, mengenai Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Melalui Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) (suatu penelitian pada siswa kelas VIII TN2 SMP Negeri 2 Telaga Kabupaten Gorontalo), hasil penelitian menunjukkan 90,47% siswa tuntas. \ Dari hasil kajian penelitian yang relevan oleh kedua peneliti diatas maka penulis memberikan penjelasan perbedaan yakni lokasi penelitian dari kedua peneliti berbeda dengan yang dilakukan oleh penulis. 2.6 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoretis yang telah diuraikan, maka yang menjadi hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “jika guru menggunakan perpaduan metode
Talking Stick dan Numbered Head Together (NHT) maka hasil belajar siswa pada materi hidrosfer di kelas X SMA Tridharma Gorontalo akan meningkat”. 2.7 Indikator Kinerja Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah jika hasil belajar siwa pada materi hidrosfer melalui perpaduan metode kooperatif tipe Talking Stick dan Numbered Head Together (NHT) minimal 85% dari keseluruhan siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 75 ke atas.