BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Kemampuan Timbulnya gejala stimulasi tindakan dari individu sangat dipengaruhi oleh adanya rangsangan yang terjadi dari dalam maupun dari luar. Tindakan tersebut mengarah pada suatu tujuan tertentu yang sebelumnya tidak ada aktivitas ke arah tujuan. Pengertian tersebut memandang kemampuan di kelas sebagai sebuah masalah siswa yang perlu dibangkitkan, dipertahankan dan selalu dikontrol baik oleh siswa itu sendiri, guru maupun orangtua/wali siswa. Rumusan itu mengandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu adanya perubahan energi, timbulnya perasaan (affective arousal) dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. tujuan. Hal ini sesuai dengan pandangan Donald (Sardiman, 2009:73-74) mengemukakan bahwa “Kemampuan adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”. Dari pengertian yang dikemukan di atas mengandung tiga eleman penting sebagai berikut : (1) bahwa kemampuan itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia, (2) kemampuan ditandai dengan munculnya, rasa “feeling”, afeksi seseorang, (3) kemampuan akan dirangsang karena adanya tujuan. Dari ketiga elemen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan itu sebagai sesuatu yang kompleks. Kemampuan akan menyebabkan terjadinya suatu
perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan kebutuhan atau keinginan.
2.1.2 Hakikat Soal Cerita 2.1.2.1 Pengertian Soal Cerita Menurut Abidia (1989:10), soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Bobot masalah yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut. Makin besar bobot masalah yang diungkapkan, memungkinkan semakin panjang cerita yang disajikan. Sementara itu, menurut Haji (1994 : 13), soal yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang matematika dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/soal hitungan. Dalam hal ini, soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dengan kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Soal cerita adalah soal matematika yang disusun dalam bentuk cerita yang berhubungan dengan masalah kehidupan sehari-hari dan dapat diselesaikan secara matematik oleh siswa. Dalam menyelesaikan soal cerita tidak semudah menyelesaikan soal yang biasa. Sebab dalam menyelesaikan soal cerita itu diperlukan langkah-langkah penyelesaian. Selain itu dalam penyelesaian soal cerita
diperlukan
keterampilan
untuk
memahami
soal,
merencanakan
penyelesaian, melaksanakan penyelesaian, dan memeriksa kembali. Melalui soal cerita akan membentuk sikap logis, kritis, cermat dan kreatif. Pada pengajaran matematika, terutama soal cerita pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa, biasanya akan berbentuk soal-soal. Soal-soal matematika yang diberikan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu soal rutin dan soal tidak rutin. Menurut Suherman (2002:87), soal rutin biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari. Sedangkan dalam hal soal tidak ruitn, untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam. Pada umumnya soal cerita kurang dapat dikuasai oleh para siswa. Hal ini terjadi karena siswa kurang cermat membawa dan emmahami kalimat demi kalimat seta mengenai apa yang sudah diketahui dalam soal dan apa yang ditanyakan kemudian bagaimana cara menyelesaikan soal yang tepat dan benar (Depdikbud, 1997:35). Salah satu cara untuk mengatasi kelemahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita kunci utamanya adalah pemahaman soal cerita tersebut. Menurut Sardiman, (2009:75) Pemahaman itu berarti dapat menuliskan: (1) apa yang diketahui, (2) apa yang ditanyakan, (3) operasi hitung apa yang diperlukan dan penggunaan rumus-rumus sederhana. 2.1.2.2 Cara Menyelesaikan Soal Cerita Materi KPK Menurut Haji (1994:10) bahwa untuk menyelesaikan soal cerita, siswa harus menguasai hal-hal yang dipelajari sebelumnya, misalnya pemahaman tentang satuan ukuran luas, satuan ukuran panjang dan lebar, satuan berat, satuan
isi, nilai tukar mata uang, satuan waktu, dan sebagainya. Di samping itu, siswa juga harus menguasai materi prasyarat, seperti rumus, teorema, dan aturan/hukum yang berlaku dalam matematika. Pemahaman terhadap hal-hal tersebut akan membantu siswa memahami maksud yang terkandung dalam soal-soal cerita tersebut. Di samping hal-hal di atas, seorang siswa yang dihadapkan dengan soal cerita harus memahami langkah-langkah sistematik untuk menyelesaikan soal cerita matematika. Haji (1994:12) mengungkapkan bahwa untuk menyelesaikan soal cerita dengan benar diperlukan kemampuan awal, yaitu kemampuan untuk: (1) menentukan hal yang diketahui dalam soal, (2) menentukan hal yang ditanyakan, (3) membuat model matematika, (4) melakukan perhitungan, dan (5) menginterpretasikan jawaban model ke permasalahan semua. Hal ini sejalan dengan langkah-langkah penyelesaian soal cerita sebagaimana dituangkan dalam Pedoman Umum Matematika Sekolah Dasar (1983:45), yaitu: (1) membaca soal dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam soal, (2) menuliskan kalimat matematika, (3) menyelesaikan kalimat matematika, dan (4) menggunakan penyelesaian untuk menjawab pertanyaan. Dari kedua pendapat di atas terlihat bahwa hal yang paling utama dalam menyelesaikan suatu soal cerita adalah pemahaman terhadap suatu masalah sehingga dapat dipilah antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. Untuk melakukan hal ini, Hudoyo dan Sutawidjaja (1997:195) memberikan petunjuk: (1) baca dan bacalah ulang masalah tersebut; pahami kata demi kata, kalimat demi kalimat, (2) identifikasikan apa yang diketahui dari masalah tersebut, (3)
identifikasikan apa yang hendak dicari, (4) abaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan, dan (5) jangan menambahkan hal-hal yang tidak ada sehingga masalahnya menjadi berbeda dengan masalah yang dihadapi. Pendapat-pendapat di atas sejalan dengan pendapat Eicholz (dalam Rahardjo (2011:13)) mengemukakan bahwa langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan soal cerita sebagai berikut. a. Memahami apa yang ditanyakan b. Menemukan data yang dibutuhkan c. Merencanakan apa yang harus dilakukan d. Menemukan jawaban melalui komputasi (penghitungan) e. Mengoreksi kembali jawaban.
2.1.3 Pengertian Persekutuan Terkecil (KPK) Menurut Arita dan Iskandar (2011:149) kelipatan suatu bilangan yang artinya adalah himpunan bilangan asli yang habis oleh bilangan tersebut. Misalnya himpunan 2 adalah {2, 4, 6, 8, 10} himpunan kelipatan dari 4 adalah 4, 8, 12, 16,…_. Sedangkan pengertian kelipatan persekutuan adalah himpunan irisan dari himpunan-himpunan kelipatan. Misalnya dari himpunan kelipatan persekutuan 2 dan 4 adalah {4, 8, 12,…_ dari himpunan itu anggota terkecilnya adalah 4, maka kelipatan persekutuan terkecil (KPK adalah anggota terkecil dari anggota himpunan kelipatan persekutuan). Jadi, pengertian Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) adalah hasil perkalian dari sebuah faktor-faktor (prima) yang berbeda dengan mengambil pangkat tertinggi.
2.1.4 Cara Menyelesaikan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) Menurut Arita dan Iskandar (2011 : 150) menyatakan bahwa metode atau cara untuk mengerjakan soal kelipatan persekutuan terkecil (KPK). Beberapa metode atau cara untuk mengerjakan soal KPK seperti Metode Irisan Himpunan, Metode Faktorisasi Prima, dan Metode Pembagian dengan Bilangan Prima. 1) Metode Irisan Himpunan Di dalam metode irisan himpunan, pertama kita tentukan himpunan kelipatan-kelipatan positif dari bilangan pertama dan bilangan kedua. Kemudian kita tentukan himpunan persekutuan kelipatan dari bilangan-bilangan itu dan akhirnya kita pilih bilangan terkecil dari himpunan itu. Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dari p dan q, dengan p,q anggota himpunan bilangan asli adalah bilangan terkecil anggota himpunan bilangan asli yang habis dibagi oleh p dan q. Contoh 1 : Tentukan KPK dari 8 dan 12 ! Jawab : Misalkan himpunan-himpunan kelipatan positif dari 8 dan 12 berturutturut adalah K8 dan K12. K8 = 8, 16, 24, 32, 40, 48, 56, 64, 72, ……__ K12 = 12, 24, 36, 48, 60, 72, 84, 96, 108, …__ Himpunan kelipatan persekutuannya adalah : K8 = K12 = 240, 480, 720, …__ Karena bilangan terkecil dari K8 C K12 adalah 24, KPK dari 8 dan 12 adalah 24, ditulis KPK (8,12) = 24.
Contoh 2: Tentukan KPK dari 40, 60, dan 80. Jawab: Misalkan himpunan-himpunan kelipatan positif dari 40, 50 dan 60 berturut-turut adalah K40, K60, dan K80. K40 = 40, 80, 120, 160, 200, 240, 280, 320, 360, 400, 440, 480,… K60 = 60, 120, 180, 240, 300, 360, 420, 480,… K80 = 80, 160, 240, 320, 400, 480,… Himpunan kelipatan persekutuannya adalah K8 = K12 = 240, 480, 720,… Karena bilangan terkecil dari K40 C K60 C K80 adalah 240, KPK dari 40, 60 dan 80 adalah 240 dan ditulis KPK (40, 60, 80) = 240 2) Metode Faktorisasi Prima Metode irisan himpunan untuk menentukan KPK sering kali terlalu panjang, khususnya ketika digunakan untuk menentukan KPK dari tiga atau lebih bilangan-bilangan asli. Metode lain yang mungkin lebih efisien untuk menentukan KPK dari beberapa bilangan adalah metode faktorisasi prima. Jadi, KPK diperoleh dengan cara mengalikan semua faktor jika ada faktor dengan bilangan pokok yang sama, pilih pangkat yang tertinggi. Contoh 1 : Tentukan KPK (40, 12) Jawab : Faktorisasi prima dari 40 dan 12, yaitu :
40 = 23 x 5 12 = 22 x 3 Jika m = KPK (40, 12) maka m adalah sebuah kelipatan dari 40 dan ini harus memuat 23 dan 5 sebagai faktornya. Juga m adalah kelipatan 12 dan ini harus memuat 22 dan 3 sebagai faktornya. Karena 23 adalah kelipatan 22, maka m = 23 x 5 x 3 = 120. Contoh 2 : Tentukan KPK dari 2520 dan 10530. Jawab : Faktorisasi dari 2520 dan 10530, yaitu : 2520 = 23 x 32 x 5 x 7 10530 = 2 x 34 x 5 x 13 Maka KPK (2520, 10530) = 23 x 43 x 5 x 7 x 13 = 232960 3) Metode Pembagian dengan Bilangan Prima Metode lain untuk menentukan kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dari beberapa bilangan asli adalah menggunnakan pembagian dengan bilangan prima. Metode ini mulai dengan bilangan prima terkecil yang dapat membagi paling sedikit satu dari bilangan yang diberikan, kemudian proses pembagian ini dilanjutkan sampai baris dimana jawabannya berisi bilangan-bilangan 1. Contoh : Tentukan KPK (12 , 75 , 120) Jawab : Untuk menyelesaikan masalah ini, kita mulai dengan bilangan prima terkecil yang dapat membagi paling sedikit satu dari bilangan yang diberikan dan membaginya sebagai berikut :
3 12, 75, 120 6 , 75, 60 Karena 2 tidak habis membagi 75, tulis kembali 75 di bawah. Untuk memperoleh KPK dengan menggunakan prosedur ini, kita teruskan pembagian ini sampai baris dimana jawabannya berisi bilangan-bilangan 1. 2 12 , 75 , 120 2 6 , 75 , 60 2 3 , 75 , 30 2 3 , 75 , 15 3 1 , 25 , 5 51,5,1 51,1,1 Dengan demikian, KPK (12, 75, 120) = 2 x 2 x 2 x 3 x 5 x 5 = 23 x 3 x 52 = 600 Pengajaran mencari persekutuan terkecil dapat juga menggunakan garis bilangan. Misalnya hendak menunjukan cara mencari kelipatan persekutuan terkecil dari 4 dan 15. Pertama susun daftar kelipatan dari yang terbesar di antara kedua bilangan itu, yaitu kelipatan 15. Kelipatan 15 = 15, 30, 45, 60, 75, 90 …__ Kemudian daftar kelipatan dari bilangan yang lebih kecil, yaitu kelipatan dari 4. Kelipatan 4 = 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, 36, 40, 44, 48, 52, 56, 60, 64, 68, 72, 76, 80, 84 …__ Jadi kelipatan persekutuan terkecil dari 4 dan 15 adalah 60.
Perhatikan bahwa hasil kali kedua bilangan tersebut adalah sama dengan kelipatan persekutuan terkecil. Akan tetapi belum tentu hasil kali itu adalah kelipatan persekutuan terkecil. Agar dapat memperoleh kejelasan tentang hal ini perhatikan dua pasang bilangan (24, 4) dan (24, 5). Kelipatan persekutuan terkecil dari 24 dan 4 adalah 24 yang tidak sama dengan 24 x 4. Kelipatan persekutuan terkecil dari 24 dan 5 adalah 120. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa 4 merupakan factor dari 24, jadi 24 juga kelipatan dari 4. Dengan demikian kelipatan persekutuan terkecil dari 24 dan 4 adalah 1 x 24 dan bukan 4 x 24 = 96. Sedangkan 5 adalah prima maka kelipatan persekutuan dari 24 dan 5 adalah 24 x 5 = 120.
2.1.5 Pendekatan Kontekstual 2.1.5.1 Pengertian Pendekatan Kontekstual Sanjaya (2006:6) menyatakan bahwa kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh dalam pembelajaran untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata. Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama, pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara berlangsung. Dalam proses pembelajaran lebih menekankan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi yang sedang dipelajarinya.
Kedua,
pembelajaran
kontekstual
mendorong
agar
siswa
dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan tetapi materi yang dipelajari akan tertanam dalam memori siswa, sehingga tidak mudah dilupakan. Ketiga, pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya pembelajaran kontekstual bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam pembelajaran kontekstual bukan ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapi sebagai bekal mereka dalam mengarungi kehidupan nyata. Jonhson (dalam Alwasilah, 2009:14) mengemukakan Pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugastugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya. Dalam kelas yang menggunakan model pembelajaran kontekstual, para siswa menghubungkan pelajaran dengan kehidupan mereka, dan mereka tidak hanya mendapatkan informasi, tetapi juga belajar menggunakan keterampilan
berfikir dalam tingkatan yang lebih tinggi. Anak belajar dari mengalami dan mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi saja oleh guru. Untuk itu guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Sagala (2006:87) mengemukakan bahwa pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah kehidupan jangka panjang. Muslich (2007 : 4) menyatakan pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan dalam pembelajaran dan mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama menentukan sendiri bukan apa kata guru. Begitulah peran guru dalam kelas yang menggunakan model pembelajaran kontekstual. Zahorik (dalam Mulyasa, 2006:217) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual yaitu : 1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik. 2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus).
3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman dengan cara : 1) Menyusun konsep sementara. 2) Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain. 3) Merevisi dan mengembangkan konsep. 4. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari. 5. Adanya
refleksi
terhadap
strategi
pembelajaran
dan
pengembangan
pengetahuan yang dipelajari. Menurut Mulyasa, 2006:219) bahwa ada perbedaan pokok antara pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran yang konvensional. Di bawah ini dijelaskan secara singkat perbedaan pembelajaran tersebut dilihat dari konteks tertentu. a) Dalam pembelajaran kontekstual siswa ditempatkan sebagai subyek belajar yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan cara menemukan menggali
sendiri
materi
pelajaran
sedangkan
dalam
pembelajaran
konvensional siswa ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif. b) Dalam pembelajaran kontekstual siswa belajar dari teman melalui
kerja
kelompok, diskusi, saling mengoreksi sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa belajar secara individual. c) Dalam kontekstual pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajarannya sangat abstrak.
d) Dalam kontekstual, kemampuan didasarkan atas pengalaman sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan. e) Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui kontekstual adalah kepuasaan diri sedangkan tujuan akhir dalam pembelajaran konvensional adalah nilai dan angka. f) Dalam pembelajaran kontekstual, perilaku dibangun atas kesadaran diri sedangkan dalam pembelajaran konvensional perilaku dibangun atas dasar kebiasaan. g) Dalam kontekstual, pengetahuan yang dimiliki individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. h) Dalam pembelajaran kontekstual, siswa bertanggungjawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru adalah penentu jalannya proses pmbelajaran. i) Dalam pembelajaran kontekstual, hasil belajar diukur dengan berbagai cara, proses bekerja, hasil karya, penampilan, dll sedangkan dalam pembelajaran konvensional hasil belajar hanya diukur dengan tes. j) Dalam pembelajaran kontekstual, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas. k) Dalam pembelajaran kontekstual, penghargaan terhadap pengalaman siswa sangat diutamakan sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.
Adapun karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual menurut Muslich (2007:4 ) : 1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting). 2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningfull learning). 3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing). 4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antarteman (learning in a group). 5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other together). 6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif dan mementingkan kerjasama (learning to ask, to inquiry, to work together). 7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity). Menurut Muslich (2007: 414) Pembelajaran kontekstual suatu pendekatan dalam pembelajaran memiliki 7 komponen. Komponen-komponen ini yang dilandasi pelaksanaan proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual. Selanjutnya ketujuh komponen ini dijelaskan di bawah ini :
a) Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. b) Menemukan (Inkuiri) Menemukan atau inkuiri mempunyai arti bahwa proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan yang diperoleh siswa diharapkan dari hasil menemukan sendiri bukan mengingat seperangkat fakta-fakta. c) Bertanya (Questioning) Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Pengetahuan yang dimiliki seseorang bermula dari bertanya. Bertanya dalam pembelajaran
dipandang
sebagai
kegiatan
guru
untuk
mendorong,
membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. d) Masyarakat belajar (Learning Community) Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Dalam kelas kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. e) Permodelan (Modeling) Maksudnya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang ditiru. Model itu bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, cara melempar bola dalam olah raga, contoh karya tulis, cara melafalkan bahasa inggris, dan sebagainya.
f) Refleksi (Reflection) Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian pembelajaran g) Penilaian nyata (Authentic Assesment) Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.
2.1.5.2 Langkah-Langkah Pendekatan Kontekstual Menurut Muslich (2007: 413) bahwa langkah-langkah pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut: 1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru. 2) Lakukan sejauh mungkin kegiatan penemuan untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat keingin tahuan siswa dengan cara bertanya. 4) Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). 5) Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan. 6) Lakukan penilaian otentik yang betulbetul menunjukkan kemampuan siswa.
2.1.5.3 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Kontekstual Menurut Muslich (2007: 415) bahwa pendekatan kontekstual memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
1) Kelebihan a. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. b. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena pendekatan kontekstual menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”. 2) Kelemahan a. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam pendekatan kontekstual guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari
dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi mereka sendiri untuk belajar.
2.1.6 Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam menyelesaikan soal cerita Kelipatan Persetukuan Terkecil (KPK) Pemecahan masalah soal cerita merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, siswa harus dilatih menyelesaikan masalah. Dalam menyelesaikan masalah soal cerita materi KPK, siswa perlu memahami proses penyelesaian masalah dan terampil dalam memilih dan mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya. Mengajarkan penyelesaian masalah soal cerita materi KPK kepada siswa memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitik di dalam mengambil keputusan di dalam hidupnya. Untuk menyelesaikan masalah, seseorang harus menguasai
hal-hal
yang
telah
dipelajari
sebelumnya
dan
kemudian
menggunakannya dalam situasi baru. Pembelajaran mencari persekutuan terkecil dapat juga menggunakan garis bilangan. Misalnya hendak menunjukan cara mencari kelipatan persekutuan terkecil dari 4 dan 15. Pertama susun daftar kelipatan dari yang terbesar di antara kedua bilangan itu, yaitu kelipatan 15. Kelipatan 15 = 15, 30, 45, 60, 75, 90 …__ Kemudian daftar kelipatan dari bilangan yang lebih kecil, yaitu kelipatan dari 4. Kelipatan 4 = 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, 36, 40, 44, 48, 52, 56, 60, 64, 68, 72, 76, 80, 84 …__
Jadi kelipatan persekutuan terkecil dari 4 dan 15 adalah 60. Berikut
ini
contoh
penerapan
pendekatan
kontekstual
dalam
menyelesaikan soal cerita kelipatan persetukuan terkecil (KPK) dalam kehidupan sehari hari : 1. Guru menjelaskan tentang cara menyelesaikan soal cerita materi KPK melalui pemanfaatan masalah-masalah dalam kehidupan sekitar siswa. Contoh 1 : Bentor pak Andi hanya dapat memuat tiga penumpang sekali muat, sedangkan bentor pak Amat dapat memuat 4 penumpang sekali muat. Berapa jumlah penumpang yang harus dimuat oleh pak Andi dan pak Amat agar mereka dapat memuat jumlah penumpang yang sama banyak dalam jumlah yang terdekat? Sekarang kita kerjakan soal tersebut dengan cara penyelesaian KPK : Penyelesaian : KPK dari 3 dan 4 Kelipatan 3 = 3, 6, 9, 12…_ Kelipatan 4 = 4, 8, 12…_ Jadi, jumlah penumpang yang harus dimuat oleh pak Andi dan pak Amat agar mereka dapat memuat jumlah penumpang yang sama banyak adalah 12. Contoh 2 : Andi membeli mangga dikeranjang besar yang berisi 12 biji. Budi membeli mangga dikeranjang besar yang berisi 8 biji.
Jika Andi dan Budi membeli mangga yang sama banyak dalam jumlah yang terdekat, berapa banyak mangga yang dibeli Andi dan Budi. KPK dari 12 dan 8 Kelipatan 12 = 12, 24, 36, 48…_ Kelipatan 8 = 8, 16, 32, 40, 48…_ Jadi, banyak mangga yang dibeli Andi dan Budi adalah 48. 2. Siswa memahami isi soal cerita materi KPK yang sudah dijelaskan guru 3. Mendaftarkan kelipatan 2 bilangan secara urut. 4. Guru menugaskan kepada siswa untuk menemukan faktor persekutuan terkecil dari bilangan yang sudah diurutkan. 5. Siswa melaporkan hasil kerja. 6. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 7. Melakukan refleksi di akhir pertemuan. 8. Melakukan penilaian 9. Penutup Kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari diperoleh melalui kemampuan menyelesaikan soal cerita materi KPK. Penyelesaian soal cerita dimaksudkan agar siswa tidak hanya mampu mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga sebagai sarana untuk mendorong munculnya sikap positif siswa akan kebermaknaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, penggunaan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran soal cerita materi KPK diawali dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari
dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika SD dapat diterapkan pada materi KPK. Dalam pembelajaran soal cerita materi KPK, guru dapat menerapkan pendekatan kontekstual dengan cara mengawali pembelajaran dengan memberikan soal cerita yang berkaitan dengan KPK. Dengan membuat keterkaitan antara materi KPK dengan masalah kehidupan sehari-hari, maka siswa akan merasakan kebermanfaatan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, langkah-langkah dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat membantu siswa membangun sendiri pemahamannya, sehingga materi yang dipelajari tidak mudah hilang (tidak cepat lupa).
2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang bilangan cacah sudah perniah diteliti oleh Wisnawaty Usman (2006) dengan judul Meningkatkan Pemahaman Konsep Perkalian Bilangan Cacah dengan Teknik Menyimpan Melalui Pendekatan Kontekstual. (suatu penelitian di kelas III SDN 85 Kota Tengah Kota Gorontalo). Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pada siklus I terdapat 11 orang siswa yang memperoleh nilai 6.5 ke atas atau 64,71 % dengan daya serap 69,41 %, sehingga belum mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan yakni 80 % siswa memperoleh nilai 6.5 ke atas dengan demikian masih ditindak lanjuti ke siklus II. Pada siklus II terdapat 15 orang siswa yang memperoleh nilai 6.5 ke atas atau 88,24 % dengan daya serap 86,47 %. Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan pendekatan kontekstual dalam kegiatan belajar pernah dilakukan oleh Arsad Hasjim Adhawati (2008)
yang melihat hubungan penggunaan pendekatan kontekstual dengan hasil belajar pada materi menulis puisi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan kontekstual, memberikan perubahan pada hasil belajar siswa. Dari data 35 siswa yang mempalajari materi menulis puisi dengan menggunakan pendekatan kontekstual hampir 95% tingkat kelulusan yang di capai oleh siswa, dari kriteria kelulusan minimalnya 65, dan nilai yang berhasil dicapai oleh siswa melebihi kriteria kelulusan minimal tersebut. Penelitian lainnya dilakukan oleh Jurniati (2007) tentang meningkatkan hasil belajar melalui pendekatan kontekstual pada mata pelajaran Matematika di kelas IV SDN No. 79 Kota Tengah Kota Gorontalo dengan indikator kinerja, yakni: minimal 75% dari seluruh siswa memperoleh nilai minimal 6,5 dengan rincian perolehan sebagai berikut: siklus I memperoleh 72% dan pada siklus II meningkat menjadi 89%. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran soal cerita materi Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dapat ditingkatkan melalui pendekatan kontekstual.
2.3 Hipotesis Tindakan Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “Jika melalui pendekatan kontekstual maka kemampuan menyelesaikan soal cerita materi Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) pada siswa kelas IV SDN 3 Dambalo Kecamatan Tomilito Kabupaten Gorontalo Utara akan meningkat”
2.4 Indikator Kinerja Indikator kinerja dalam penelitian ini adalah minimal 80% siswa yang dikenai tindakan memproleh nilai KKM 70 ke atas.