BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1
Hasil Belajar Hasil belajar adalah perubahan perilaku peserta didik yang diperoleh setelah
mengikuti pembelajaran yang dapat diamati atau diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Purwanto (2008: 46) mengemukakan, bahwa hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah digunakan. Pernyataan Purwanto ini diperjelas dengan pernyataan Hamalik (2006: 28), bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik yang menerima pengalaman belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan peserta didik dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan peserta didik lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Proses pembelajaran yang dilakukan tidak begitu saja berhasil, melainkan mengalami hambatan karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Sagala (2009: 166) mengemukakan, bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu yang bersumber dari manusia yang belajar, yang disebut sebagai faktor internal (suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar) dan
8
faktor yang berasal dari luar diri manusia yang belajar disebut faktor eksternal (keluarga, sekolah, dan masyarakat). Hal ini menunjukkan bahwa sekolah ikut memegang peran dalam menunjang proses pembelajaran, khususnya proses yang terjadi di dalam kelas. Proses pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas bertujuan untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal. Perolehan hasil belajar yang maksimal tidak akan tercapai jika kesiapan guru sebagai pendamping peserta didik di dalam kelas tidak maksimal. Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini dapat tercapai, apabila pada diri peserta didik sudah terjadi perubahan tingkah laku yang lebih baik. Aspek tingkah laku tersebut yaitu pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, dan sikap. Jika seseorang telah belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan pada salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut. Bloom dalam Sudjana (2005: 22), membagi hasil belajar menjadi 3 ranah, yaitu ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual, ranah afektif yang berkenaan dengan sikap dan ranah psikomotor yang berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Revisi taksonomi Bloom pada ranah kognitif yang dimaksud adalah level pengetahuan mulai dari : mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3), menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), berkreasi (C6).
9
Ranah kognitif menggolongkan dan mengurutkan keahlian berpikir yang menggambarkan tujuan yang diharapkan. Proses berpikir mengekspresikan tahaptahap kemampuan yang harus peserta didik kuasai sehingga dapat menunjukkan kemampuan mengolah pikirannya sehingga mampu mengaplikasikan teori kedalam perbuatan. Beberapa prinsip yang terdapat dalam teori bloom adalah: (a). Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu, (b) sebelum kita menerapkan kita harus memahaminya terlebih dahulu, (c) sebelum kita mengevaluasi maka kita harus mengukur atau menilai, (d) sebelum kita berkreasi atau menciptakan sesuatu maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi serta memperbaharui. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli maka peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang lebih baik setelah mengikuti proses pembelajaran dan dapat dijadikan sebagai alat ukur yang digunakan guru untuk mencapai suatu tujuan dari pembelajaran. Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitiannya dibatasi hanya pada ranah kognitif saja. Ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan para peserta didik dalam menguasai bahan pengajaran. Pada SLTP kelas VIII, materi sistem dalam kehidupan manusia semester ganjil salah satu materinya adalah sistem gerak pada manusia. Dengan demikian hasil belajar peserta didik akan terfokus pengukurannya pada materi tersebut. Kaitannya dalam pembelajaran biologi maka pengertian hasil belajar menjadi lebih terfokus
10
pada satu kelompok materi tertentu misalnya hasil belajar semester ganjil pada materi sistem gerak pada manusia. 2.2 Keaktifan Peserta Didik Pembelajaran aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan peserta didik berperan secara aktif dalam proses pembelajaran baik dalam bentuk interaksi antar peserta didik dengan peserta didik maupun antar peserta didik dengan guru. Kegiatan-kegiatan dalam keaktifan yang dimaksud seperti kemampuan menjawab soal, mengerjakan tugas yang diberikan, memperhatikan penjelasan guru, aktif dalam kegiatan diskusi kelas, mengajukan pendapat, mau bertanya, bekerja sama dengan teman lain serta mampu mempresentasikan hasil pekerjaannya, sehingga peserta didi dapat lebih aktif. Menurut Silberman (dalam Badrujaman, 2002: 78), bahwa pembelajaran yang baik atau efektif
adalah pembelajaran yang dapat membuat peserta didik dapat
terlibat secara aktif. Pendapat Silberman tersebut sejalan dengan pendapat, Sadirman (2004: 99) yang mengemukakan bahwa:“Dalam belajar sangat diperlukan adanya keterlibatan peserta didik, tanpa keterlibatan peserta didik selama pembelajaran maka, tidak mungkin proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik”. Keaktifan dalam proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan peserta didik dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berfikir, membaca, dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang prestasi belajar”.
11
Pembelajaran
yang menunjukkan prestasi peserta didik dalam
proses
pembelajaran di kelas tergantung sepenuhnya terhadap kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik di bawah asuhan ataupun bimbingan guru guna mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkannya. Guru sifatnya hanya sebagai pembimbing, pengarah, fasilitator dan menuntun sehingga peserta didik mampu mengembangkan sendiri potensi yang ada di dalam dirinya melalui kegiatan pembelajaran dan ketrampilan belajar yang dilatihkan guru. Dengan harapan ketrampilan-ketrampilan yang dilatihkan tersebut dapat membantu peserta didik mencapai hasil belajar semaksimal mungkin. Hal ini di dukung oleh pendapat Tim (2010: 142) yang menyatakan bahwa, peserta didik akan belajar secara aktif kalau rancangan pembelajaran yang disusun guru mengharuskan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Rancangan pembelajaran yang mencerminkan kegiatan belajar aktif perlu didukung oleh kemampuan guru memfasilitasi kegiatan belajar peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung. Keaktifan peserta didik dapat dilihat melalui beberapa indikator dalam proses pembelajaran. Dalam menganalisis keaktifan terdapat beberapa indikator yang dapat menjadi pedoman dalam pengukuran keaktifan. Indikator keaktifan peserta didik dapat dilihat dari kriteria berikut ini (1) perhatian peserta didik terhadap penjelasan guru;
(2) kerjasamanya
dalam kelompok;
(3) kemampuan peserta didik
mengemukakan pendapat dalam kelompok; (4) memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok; (5) mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat; (6) memberi gagasan yang cemerlang; (7) membuat perencanaan dan 12
pembagian kerja yang matang; (8) keputusan berdasarkan pertimbangan anggota yang lain; (9) memanfaatkan potensi anggota kelompok; serta (10) saling membantu dan menyelesaikan masalah (Ardhana, 2009:2). Menurut Diedrich (dalam Rohani, 2004: 9), membagi keaktifan belajar peserta didik menjadi 8 kelompok, yaitu : (1) Keaktifan visual : membaca, memperhatikan gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, mengamati orang lain bekerja, dan sebagainya, (2) Keaktifan lisan (oral) maksudnya mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi, (3) Keaktifan mendengarkan : mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio, (4) Keaktifan menulis sepeti rmenulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat sketsa atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket, (5) Keaktifan menggambar contohnya menggambar, membuat graik, chart, diagram, peta, pola, (6) Keaktifan motorik seperti melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari dan berkebun, (7) Keaktifan mental : merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan dan membuat keputusan, (8) Keaktifan emosional : minat, bosan, gembira, berani, tenang. Lebih lanjut lagi Sudjana (2004: 61) menyatakan bahwa keaktifan peserta didik dalam pembelajaran dapat dilihat dalam hal : (1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, (2) Terlibat dalam pemecahan masalah, (3) Bertanya kepada peserta 13
didik lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, (4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah, (5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru, (6) Menilai kemampuan dirinya dan
hasil- hasil yang diperolehnya, (7) Melatih diri dalam
memecahkan soal atau masalah yang sejenis, (8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperoleh dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. Selain itu terdapat beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara belajar peserta didik aktif, yakni (1) stimulus belajar; (2) perhatian dan motivasi, (3) respon yang dipelajari; serta (4) penguatan serta umpan balik. Berikut ini dijelakan secara umum kelima prinsip tersebut: a.
Stimulasi Belajar Pesan yang diterima peserta didik dari guru melalui informasi biasanya dalam
bentuk stimulus. Proses pemberian stimulus tersebut dapat berbentuk verbal, bahasa, visual, auditif, dan lainnya. Stimulus hendaknya benar-benar mengkomunikasikan informasi yang ingin disampaikan guru kepada peserta didik. b. Perhatian dan motivasi Perhatian dan motivasi merupakan prasyarat utama dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya perhatian dan motivasi hasil belajar yang dicapai peserta didik tidak akan optimal. Stimulus belajar yang diberikan guru tidak akan berarti tanpa adanya perhatian dan motivasi dari peserta didik. Perhatian dan motivasi belajar peserta didik tidak akan lama bertahan selama proses belajar mengajar berlangsung. 14
Oleh sebab itu perlu diusahakan oleh guru untuk menumbuhkan perhatian dan motivasi. c. Respons yang dipelajari Belajar adalah proses yang aktif, sehingga apabila peserta didik tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar sebagai respons peserta didik terhadap stimulus guru, tidak mungkin peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki. Keterlibatan peserta didik atau respons peserta didik terhadap stimulus guru bisa meliputi berbagai bentuk seperti perhatian, proses internal terhadap informasi, tindakan nyata dalam bentuk partisipasi kegiatan belajar dan sebagainya. d. Penguatan Setiap tingkah laku yang diikuti oleh kepuasan terhadap kebutuhan peserta didik akan mempunyai kecenderungan untuk diulang kembali manakala diperlukan. Hal ini berarti apabila respons peserta didik terhadap stimulus guru memuaskan kebutuhannya, maka peserta didik cenderung untuk mempelajari tingkah laku tersebut. Sumber penguat belajar untuk memuaskan kebutuhan berasal dari nilai, pengakuan prestasi peserta didik, persetujuan pendapat peserta didik, ganjaran, hadian dan lainnya. e. Pemakaian dan pemindahan Pikiran manusia mempunyai kesanggupan menyimpan informasi yang tidak terbatas jumlahya. Dalam hal penyimpanan informasi yang tidak terbatas penting sekali diperhatikan pengaturan dan penempatan informasi sehingga dapat digunakan kembali apabila diperlukan. Pengingatan kembali informasi yang telah diperoleh 15
tersebut cenderung terjadi apabila digunakan dalam situasi yang serupa. Belajar dengan memperluas pembentukan asosiasi dapat meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memindahkan apa yang sudah dipelajari kepada situasi lain yang serupa di masa mendatang (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 214). Dalam pembelajaran tuntutan keaktifan peserta didik merupakan konsekuensi logis dari pengajaran. Hampir tidak pernah terjadi proses belajar tanpa adanya keaktifan peserta didik dalam belajar. Permasalahannya hanya terletak dalam kadar atau bobot keaktifan belajar peserta didik. Ada keaktifan belajar kategori rendah, sedang dan ada pula keaktifan belajar kategori tinggi. Seandainya dibuat rentangan skala keaktifan, maka dapat diskala satu sampai sepuluh (Abdu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 206). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan keaktifan belajar peserta didik dapat dilihat dari berbagai hal seperti memperhatikan (visual activities), mendengarkan, berdiskusi, kesiapan peserta didik, kemampuan bertanya, keberanian melakukan presentasi, mendengarkan dengan seksama, memecahkan soal atau permasalahan yang diberikan (mental activities), dan segala bentuk kegiatan peserta didik yang dilakukan guna tercapainya tujuan utama kegiatan pembelajaran yakni perolehan hasil belajar yang maksimal. Badrujaman (2002: 78) mengemukakan bahwa, meskipun secara umum kita dapat menentukan indikator - indikator dari keaktifan peserta didik seperti frekuensi dalam bertanya, frekuensi peserta didik dalam menjawab pertanyaan, dan frekuensi mengajukan pendapat, akan tetapi penentuan indikator keaktifan peserta didik juga 16
ditentukan oleh model yang ditetapkan sebagai tindakan. Hal ini menunjukkan bahwa indikator yang digunakan oleh guru dalam menentukan aktif tidaknya peserta didik dalam proses pembelajaran itu fleksibel sesuai dengan tujuan yang akan dicapai oleh guru melalui penggunaan model atau pendekatan pembelajaran yang digunakan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas penulis menetapkan indikator keaktifan belajar peserta didik adalah segala kegiatan yang dilakukan peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung seperti memperhatikan penjelasan guru, bertanya kepada guru, menjawab pertanyaan guru, bekerjasama dengan teman, mengerjakan tugas atau latihan yang diberikan, dan mampu membuat kesimpulan. 2.3 Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make a match (mencari pasangan) Pembelajaran di kelas lebih diharapkan merujuk ke model pembelajaran kooperatif karena diyakini mampu membantu peserta didik untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan yang diajarkan guru. Sanjaya (2006: 244) mengemukakan, ada 4 karakteristik model pembelajaran kooperatif yaitu prinsip ketergantungan posistif, tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka, partisipasi dan komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa sifat ketergantungan antara siswa satu dengan peserta didik yang lain dalam satu kelompok sangat berpengaruh pada perolehan hasil akhir yang menjadi tujuan bersama dalam satu kelompok seperti perolehan nilai yang memuaskan, komunikasi yang terbangun dua arah, keaktifan peserta didik yang ditunjukkan dengan partisipasi aktif masing-masing peserta didik, tanggung jawab masing-masing peserta didik baik terhadap diri sendiri ataupun
17
terhadap anggota kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif terdiri atas beberapa tipe salah satunya yaitu tipe Make a match yang merupakan teknik belajar dengan cara mencari pasangan. Teknik yang dimaksud adalah peserta didik mencari pasangan yang merupakan pasangan antara soal dan jawaban dalam satu kelompok belajar, setiap peserta didik dapat berpartisipasi dalam penyelesaian soal dan jawaban secara bersama-sama. peserta didik yang dapat mencocokkan soal dan jawaban sebelum batas waktu diberi poin. Dengan langkah-langkah tersebut di atas, diharapkan peserta didik bisa lebih aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran dan bukan hanya bertindak sebagai pendengar saja. peserta didik akan mempunyai inisiatif mengembangkan dirinya sendiri dengan mencari makna dari konsep-konsep yang diajarnya dengan harapan mampu mencocokkan kartu yang menjadi tanggung jawabnya dengan kartu pasangannya. Model pembelajaran Make a match (mencari pasangan) merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh Lorna Curran (dalam Lie, 2008: 55). Lie menyatakan bahwa salah satu keunggulan tehnik Make a match adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Jadi proses pembelajarannya membuat peserta didik dapat berinteraksi dengan temannya, bermain sambil belajar, sehingga peserta didik tidak merasa bosan ketika kegiatan belajar berlangsung. Menurut Suprijono (2010: 94) model pembelajaran Make a macth merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada peserta didik untuk meningkatkan 18
hasil belajar. Model ini dikembangkan bertujuan untuk membantu peserta didik dalam proses pembelajaran yakni meningkatkan keaktifannya, motivasi belajarnya dan mengurangi rasa bosan di kelas yang diakibatkan model pembelajaran konvensional yang selama ini digunakan guru. Karena model pembelajaran ini menuntut peserta didik berperan aktif dalam proses pembelajaran, sehingga kemampuan guru untuk mengarahkan, memfasilitasi dan membimbing peserta didik di dalam kelas sangat diperlukan. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make a macth adalah salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk bisa lebih aktif, partisipatif, bertanggung jawab dalam rangka usaha memahami materi ajar dengan harapan mampu meningkatkan perolehan hasil belajar sebagai salah satu patokan keberhasilan proses pembelajaran. Model pembelajaran ini diterapkan dengan maksud meminimalisir kelemahan-kelamahan yang biasa terjadi di kelas seperti peserta didik pasif, guru aktif dan hasil belajar rendah. Walaupun demikian, setiap model pembelajaran yang diterapkan dikelas, tidak lepas dari kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Hal ini tergantung pada kondisi dan situasi pembelajaran.
Lorna Curan (dalam Lie, 2008: 55) juga
menyatakan, bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make a macth memiliki kelebihan yaitu sebagai berikut: (1) Peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenal suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan, (2) Melatih untuk ketelitian, kecermatan dan ketepatan serta kecepatan dalam menyelesaikan 19
masalah, (3) Dapat meningkatkan aktifitas belajar peserta didik, baik secara kognitif maupun fisik, (4) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan, (5) Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari, (6) Dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik, (7) Efektif sebagai sarana melatih keberanian peserta didik untuk tampil presentasi, (8) Efektif melatih kedisiplinan peserta didik menghargai waktu untuk belajar. Kekurangan dari model pembelajaran ini adalah: (1) Waktu yang digunakan sangat singkat sehingga kurangnya konsentrasi peserta didik dalam menyelesaikan masalah, (2) Kemungkinan salah dalam menentukan pasangan antara kartu soal dengan jawaban, (3) Jika tidak merancangnya dengan baik, maka banyak waktu yang terbuang, (4) Jika tidak mengarahkan peserta didik dengan baik, saat presentasi banyak peserta didik yang kurang memperhatikan, (5) Guru perlu persiapan alat yang memadai. Dengan melihat kekurangan pada model pembelajaran ini, kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran sangat diharapkan sehingga mampu meminimalisir kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi guna mencapai tujuan utama meningkatkan hasil belajar dan keaktifan peserta didik dapat dicapai. Tujuan model pembelelajaran Make a Match adalah untuk melatih peserta didik berpikir cepat dalam menentukan soal dan jawaban terhadap materi yang dipelajari, dan mengutamakan kerja sama dalam penyelesaian masalah untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka mencapai hasil belajar yang lebih baik.
20
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan model pembelajaran ini merujuk pada sintaks pembelajaran menurut Lie (2008:55) dapat dilihat pada tabel 2.2: Tabel 2.2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Make a Match Kegiatan Awal
Langkah-langkah 1. Guru menyiapkan kelas sebagaimana mestinya. 2. Menjelaskan materi sesuai kompetensi yang ingin dicapai
3.
Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi soal dan jawaban
4.
Guru membagikan kartu dan masing-masing peserta didik mendapat satu kartu yang berisi soal atau jawaban.
5.
Tiap peserta didik memikirkan jawaban dan soal dari kartu yang dipegang
Inti
6.
Guru meminta peserta didik berdiri dan mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal dan jawaban)
7.
Setiap peserta didik yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
8.
Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
9. Guru memberikan penghargaan kepada peserta didik Penutup
yang mendapatkan poin lebih banyak 10. Guru bersama peserta didik menyimpulkan materi 11. Guru memberikan evaluasi
21
Berdasarkan uraian diatas diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran make a match diharapkan mampu mencapai tujuan kegiatan pembelajaran yang ditetapkan sebelumnya, dengan upaya meminimalisir kemungkinan-kemungkinan yang bisa mengurangi efektivitas model pembelajaran make a match. Solusi tersebut diupayakan oleh guru pengajar dengan cara memfasilitasi kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik sehingga peserta didik mampu menyesuaikan diri dengan model pembelajaran yang diterapkan. 2.4
Sistem Gerak Pada Manusia Tubuh kita bisa digerakkan, berlari, berjalan, melakukan aktivitas sehari-hari,
bisa berdiri tegak serta bentuk tubuh kita berbeda-beda satu orang dengan yang lainnya, keadaan demikian disebabkan tubuh kita memiliki sistem gerak. Sistem gerak manusia disusun atas tiga bagian yaitu tulang, sendi dan otot. Tulang, sendi dan otot membentuk satu kesatuan yang menyusun sistem gerak tapi memiliki fungsi yang berbeda-beda. Tulang merupakan alat gerak pasif karena tidak bisa digerakkan jika tanpa bantuan otot. Sedangkan otot merupakan alat gerak aktif, dikarenakan otot inilah yang menggerakkan rangka. Sedangkan sendi merupakan penghubung antar tulang di dalam tubuh. 2.4.1 Tulang sebagai penyusun rangka tubuh Tulang-tulang yang bergabung menjadi satu kasatuan disebut rangka atau (skeleton). Rangka tubuh manusia memiliki fungsi sebagai berikut:
22
1) Memberi bentuk tubuh, contoh tulang tengkorak yang memberi bentuk pada wajah 2) Sebagai penopang tubuh, contohnya tulang kaki yang menopang seluruh tubuh. 3) Melindungi organ-organ vital bagian dalam tubuh, contohnya tulang rusuk yang melindungi jantung dan paru-paru 4) Sebagai alat gerak pasif 5) Tempat pembentukan sel darah. 6) Tempat penimbunan/penyimpanan zat kapur. 7) Tempat melekatnya otot, misalnya pada tulang kering (tibia) menempel otot Secara garis besar tulang penyusun rangka tubuh dibagi menjadi tiga bagian yaitu: tulang tengkorak, tulang anggota badan, dan tulang anggota gerak. a. Tulang Tengkorak Tulang tengkorak merupakan tulang pembentuk kepala. Tulang tengkorak sebagian besar disusun oleh tulang yang berbentuk pipih. Tulang-tulang tersebut saling berhubungan membentuk tengkorak. Di dalam tengkorak ini terdapat mata, otak, dan organ lainnya yang terlindung oleh tulang-tulang tengkorak tersebut. Tulang tengkorak tersusun atas tulang pipi, tulang rahang, tulang mata, tulang hidung, tulang dahi, tulang ubun-ubun, tulang pelipis, dan tulang baji. (Tambayong. 2002).
23
Gambar 2.1. Tulang tengkorak Sumber: Pustekkom Depdiknas b. Tulang Anggota Badan Tulang anggota badan tersusun oleh tulang belakang, tulang dada, tulang rusuk, dan gelang panggul.masing-masing tulang tersebut membentuk kesatuan. Tulang anggota badan berfungsi melindungi organ-organ dalam yang lunak, seperti jantung, paru-paru, ginjal dan organ lain. Tulang anggota badan terdiri atas: 1) Tulang Belakang tersusun atas ruas-ruas tulang yang fleksibel, tetapi kuat. Tulang belakang terdiri atas 33 ruas yakni 7 ruas tulang leher, 12 ruas tulang punggung, 5 ruas tulang pinggang, 5 ruas tulang kelangkang (sakrum), dan 4 ruas tulang ekor. 2) Tulang dada terletak dekat tulang rusuk atau lebih tepatnya di tengah-tengah dada. Tulang dada terdiri atas bagian hulu, badan dan taju pedang. 3) Tulang bahu dan tulang panggul. Slaone,E. 2004.
24
Gambar 2.2 . tulang bahu dan gelang panggul Sumber : Pustekom Depdiknas 2008 c. Tulang Anggota Gerak Tulang anggota gerak pada manusia terdiri atas tulang anggota gerak bagian atas (tangan) dan tulang anggota gerak bagian bawah (kaki). Masing-masing tulang tersebut tersusun oleh beberapa tulang. Tulang anggota gerak bagian atas atau tangan terbentuk dari tulang lengan atas (humerus), tulang pengumpil (radius), dan tulang hasta (ulna). Sedangkan tulang penyusun anggota gerak bagian bawah adalah tulang paha (femur), tulang betis (fibula) dan tulang kering (tibia). Perhatikan gambar dibawah ini:
a. Gambar 2.2
b. a. Tulang anggota gerak atas, b. tulang anggota gerak bawah Sumber: Pustekkom Depdiknas 25
Berdasarkan jaringan penyusunnya tulang dan sifat fisiknya tulang dapat dibedakan menjadi: 1) Tulang rawan/tulang muda/cartilago Tulang rawan berfungsi untuk melindungi bagian ujung epifise tulang. Terutama dalam proses osifikasi/penulangan. Cartilago banyak dijumpai pada masa bayi terutama pada saat proses perkembangan embrio menjadi fetus. Pembentukan rangka fetus di dominasi oleh cartilago. Seiring dengan perkembangan fetus menjadi bayi dan memasuki usia pertumbuhan serta dewasa, maka cartilage ini akan mengalami peristiwa osifikasi. Tetapi tidak semua cartilago dalam tubuh, masih ada beberapa yang tetap menjadi cartilago. Seperti dijumpai pada trachea/tenggorokan, daun telinga, hidung bagian ujung, ruas-ruas persendian tulang. Tulang rawan tersusun atas matriks condrin yaitu berupa cairan kental yang banyak mengandung zat perekat kolagen yang tersusun atas protein dan sedikit zat kapur/ Carbonat. Dengan adanya condrin ini dapat memberikan sifat lentur pada cartilago. Pada anak-anak cartilage lebih banyak mengandung sel pembentuk tulang rawan dari pada matriks, sedangkan pada orang dewasa berkebalikan. Tulang rawan dibentuk oleh zat pembentuk tulang rawan yang disebut dengan Condrosit. Tulang rawan berawal dari selaput tulang rawan yang disebut pericondrium. Pericondrium berfungsi untuk memberikan kebutuhan nutrisi bagi cartilage karena banyak mengandung pembuluh darah. Dalam pericondrium banyak mengandung condroblast yaitu sel pembentuk condrosit.
26
Tulang keras berfungsi sebagai
penyusun sistem rangka tubuh dan sebagai
pelindung organ-organ yang vital bagian dalam tubuh. Berdasarkan bentuknya, tulang keras dapat dibedakan dibedakan menjadi : a. Tulang pipa/panjang Tulang ini sesuai namanya, berbentuk pipa, tabung, berongga dan memanjang. Pada kedua bagian ujungnya terjadi perluasan tulang. Tulang ini bersifat kuat dan ringan. Contohnya tulang paha, tulang betis, dan tulang lengan. b. Tulang pipih Tulang pipih berbentuk gepeng memipih, tipis. Tulang ini tersusun dari 2 buah lempengan tulang kompak dan tulang spons. Rongga diantara kedua lempengan tulang tersebut terisi sumsum merah. Contoh tulang ini adalah tulang penyusun tengkorak, tulang rusuk dan tulang dada. c. Tulang pendek Tulang pendek berbentuk sesuai namanya berbentuk pendek, bulat dan tidak beraturan atau silinder kecil. Rongga tulang pendek berisi sumsum merah. Meskipun tulang ini pendek, tulang ini mampu menahan beban yang cukup berat. Contonya adalah tulang pergelangan tangan, telapak tangan, dan telapak kaki. d. Tulang tidak beraturan Tulang jenis ini merupakan gabungan dari berbagai bentuk tulang. Contohny adalah tulang wajah, dan tulang yang terdapat pada ruas-ruas tulang belakang.
27
2.4.3 Persendian/artikulasi Tulang–tulang tubuh yang satu dengan yang lain saling berhubungan, hubungan antara tulang yang satu dengan yang lainnya disebut persendian. Tulang-tulang pada persendian diikat oleh suatu bahan yang kuat dan lentur yang disebut ligament. Sedangkan sendi adalah struktur khusus yang terdapat pada artikulasi yang dapat memungkinkan untuk terjadinya pergerakan. Berdasarkan sifat gerakannya sendi dapat dibedakkan menjadi : 1) Sinarthrosis (sendi mati) yaitu hubungan antara 2 tulang yang tidak dapat digerakkan sama sekali. Artikulasi ini tidak memiliki celah sendi dan dihubungkan dengan jaringan serabut. Dijumpai pada hubungan tulang pada tulang-tulang tengkorak yang disebut sutura/suture. 2) Amfiarthrosis (sendi kaku) yaitu hubungan antara 2 tulang yang dapat digerakkan secara terbatas. Artikulasi ini dihubungkan dengan cartilago. Dijumpai pada hubungan ruas-ruas tulang belakang, tulang rusuk dengan tulang belakang. 3) Diarthrosis (sendi hidup) yaitu hubungan antara 2 tulang yang dapat digerakkan secara leluasa atau tidak terbatas. Untuk melindungi bagian ujung-ujung tulang sendi, di daerah persendian terdapat rongga yang berisi minyak sendi/cairan synovial yang berfunggsi sebagai pelumas sendi.
28
Gambar 2.3 Macam-macam sendi berdasarkan sifat gerakannya Sumber: Alan E.Nourse, 2001 Berdasarkan bentuknya, persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan dapat dibedakan menjadi : a. Sendi engsel yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan hanya satu arah saja seperti sendi pada lutut, jari dan siku.
Gambar.2.4 Sendi peluru Sumber: Sloan,E. 2004 b. Sendi pelana yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan kedua arah memutar dan melengkung seperti sendi pada ibu jari.
Gambar.2.5 Sendi peluru Sumber: Sloan,E. 2004
29
c. Sendi putar yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan memutar misalnya sendi pada tulang leher.
Gambar.2.6 Sendi peluru Sumber: Sloan,E. 2004 d. Sendi peluru yaitu hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan ke segala arah/gerakan bebas misalnya sendi antara lengan atas dan bahu.
Gambar.2.7 Sendi peluru Sumber: Sloan,E. 2004 2.4.4 Otot Tulang merupakan bagian penting untuk pergerakan, namun tulang tidak dapat bergerak sendiri sehingga tulang dikatakan sebagai alat gerak pasif. Bagian tubuh yang melakukan gerakan adalah otot. Hal ini dikarenakan otot dapat mampu memendek dan memanjang sehingga memungkinkan terjadinya gerakan. Secara garis besar otot dapat dibedakan menjadi otot polos, otot lurik, dan otot jantung.
30
Berdasarkan struktur selnya, otot dapat dibedakan menjadi : 1) Otot Polos/Licin merupakan penyusun organ bagan dalam, misalnya saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Kontraksi otot polos bekerja di luar kesadaran sehingga tidak bisa dikendalikan secara sadar sehingga kita tidak bisa merasakan kapan usus berkontraksi dan kapan usus berhenti berkontraksi. Otot polos memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Memiliki bentuk sel otot seperti silibdris/gelendong dengan kedua ujung meruncing. b. Memiliki satu buah inti sel yang terletak di tengah sel otot. c. Mempunyai permukaan sel otot yang polos dan halus/licin. d. Pergerakan
lambat
dan
teratur
sehingga
dengan
demikian
tidak
memungkinkan cepat lelah pada sel otot. e. Sel otot ini banyak dijumpai di seluruh organ dalam tubuh kecuali jantung dan rangka.
Gambar 2.8 Otot Lurik Sumber: Encarta Encyclopedia, 2003 2) Otot Lurik berfungsi dalam melakukan gerakan dan bekerja sama dengan tulang untuk melakukan pergerakan. Memendeknya (kontraksi) otot lurik dapan 31
dikendalikan sesuai kemauan kita karena bekerja di bawah kesadaran kita. Otot lurik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Memiliki bentuk sel yang panjang seperti serabut/benang/filament. b. Memiliki banyak inti sel yang terletak di tepi. c. Memiliki permukaan yang tampak bergaris-garis gelap dan terang yanag melintang pada struktur selnya. d. Pergerakan sel otot ini sesuai dengan kehendak/diperintah oleh otak. Sehingga sifat pergerakannya cepat dan tidak teratur serta mudah lelah. e. Sel otot ini hanya dijumpai di rangka, karena melekat di tulang untuk pergerakan.
Gambar 2.9 Otot Lurik Sumber: Encarta Encyclopedia, 2003 3) Otot Jantung tampak seperti otot lurik namun kontraksi atau pergerakan otot ini tidak bisa dikendalikan secara sadar. Sehingga kita tidak dapat mengendalikan kapan jantung harus berdenyut cepat dan kapan jantung harus berdenyut lambat. Otot jantung memilik ciri-ciri sebagai berikut: a.
Memiliki bentuk sel yang memanjang seperti serabut/filament yang bercabang.
b.
Memilki banyak inti sel yang terletak di tepi agak ke tengah.
c.
Pergerakan sel otot ini lambat, teratur dan tidak mudah lelah.
d.
Sel otot ini hanya dijumpai pada organ jantung.
32
Gambar 2.10 Otot Lurik Sumber: Encarta Encyclopedia, 2003 2.4.5 Kelainan dan Penyakit Pada Tulang dan Otot 2.4.5.1 Penyebab Kelainan dan Penyakit Seperti halnya pada bagian tubuh yang lain, tulang dan otot pada manusia juga mengalami kelainan dan penyakit. Penyebab kelainan dan penyakit pada tulang dan otot adalah: 1)
Genetis
2)
Kuman penyakit.
3)
Kelainan susunan tulang dan sendi.
4)
Kebiasaan sikap duduk yang salah.
5)
Kebiasaan aktivitas kerja yang berlebihan.
6)
Kurang gizi.
7)
Kecelakaan.
33
2.4.5 .2 Macam penyakit dan kelainan pada sistem gerak Fraktura /patah tulang yaitu kelainan pada tulang akibat kecelakaan, baik kendaraan bermotor atau jatuh. Dibedakan menjadi 2 yaitu fraktura yang tertutup (patah tulang yang tidak sampai merobek kulit/otot) dan fraktura yang terbuka (patah tulang yang merobek/menembus kulit/otot). 1) Osteoporosis Osteoporosis yaitu kelainan pada tulang
yang disebakan karena adanya
pengeropososan tulang. Hal ini karena tubuh sudah tidak mampu lagi menyerap dan menggunakan Calcium secara normal. 2) Fisura/retak tulang Fisura yaitu kelainan tulang yang menimbulkan keretakan pada tulang, akibat kecelakaaan. 3) Lordosis Lordosis yaitu kelainan tulang karena sikap duduk sehingga tulang belakang melekung pada daerah lumbalis. Ha ini akan mengakibatkan posisi kepala tertarik ke belakang. 4) Skoliosis Skoliosis aitu kelainan tulang karena sikap duduk sehingga tulang belakang melekung ke araah lateral. Hal ini akan menyebabkan badan akan bengkok membentuk huruf S.
34
5) Kifosis Kifosis yaitu kelainan tulang karena sikap duduk sehingga tulang belakang yanag terlalu membengkok ke belakang. 6) Hipertrofi Hipertrofi yaitu kelainan otot yang membesar dan menjadi lebih kuat karena sel otot diberikan kegiatan/aktivitas yang terus menerus secara berlebihan. 7) Atrofi Atrofi yaitu kelainan otot yang mengecil, lemah, fungsi otot yang menurun. Hal ini disebabkan adanya penyakit polimielitis yang dapat merusakkan sel saraf pada otot. 8) Stiff/kaku leher Stiff atau kaku leher yaitu kelainan otot karena adanya peradangan otot trapesius leher akibat gerakan yang menghentak secara tiba-tiba/salah gerak. 9) Tetanus Tetanus yaitu kelainan otot yang disebabkan adanya infeksi bakteri Clostridium tetani. Sehingga menyebabkan otot menjadi kejang-kejang. 2.6
Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis dalam penelitian tindakan ini, adalah
sebagai berikut: “Jika dalam proses pembelajaran pada pokok bahasan sistem gerak pada manusia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Macth, maka hasil belajar dan keaktifan peserta didik akan meningkat”.
35