BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Pengertian Menulis Dalam kehidupan modern ini jelas bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan, terutama bagi siswa untuk mencatat / merekam. Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang harus dikembangkan secara dini mulai dari pendidikan dasar dengan cara metodis dan sistematis karena keterampilan berbahasa tulisan ini sangat penting dalam menunjang aktivitas kehidupan saat ini dan pada masa memasuki dunia kerja. Menulis adalah menyampaikan ide atau gagasan dan pesan dengan menggunakan lambang grafik (tulisan). Tulisan adalah suatu sistem komunikasi manusia yang menggunakan tanda-tanda yang dapat dibaca atau dilihat dengan nyata. Tarigan (2008: 22), yang menyatakan bahwa menulis adalah menurunkan
atau
melukiskan
lambang-lambang
grafik
yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambar grafik yang sama, lambang-lambang yang dimaksud oleh Tarigan adalah tulisan yang disertai gambar. Nurgiyantoro (2001: 273) menyatakan bahwa menulis adalah aktivitas mengungkapkan gagasan melalui media bahasa. Batasan yang dibuat Nurgiantoro sangat sederhana, menurutnya menulis hanya sekedar
mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat dalam bahasa tulis, lepas dari mudah tidaknya tulisan tersebut dipahami oleh pembaca. Alwasilah (2007:43) mengungkapkan menulis adalah sebuah kemampuan, kemahiran, dan kepiawaian sesorang dalam menyampaikan gagasannya ke dalam sebuah wacana, agar dapat diterima oleh pembaca yang heterogen baik secara intelektual maupun sosial. Selanjutnya Semi (2007:40) mengungkapkan bahwa menulis merupakan suatu proses kreatif. Artinya, menulis merupakan sebuah keterampilan yang dilakukan melalui tahapan yang harus dikerjakan dengan mengarahkan keterampilan, seni, dan kiat, sehingga semuanya berjalan dengan efektif. Pendapat lain mengatakan bahwa menulis adalah kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Aktivitas menulis melibatkan unsur penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan, saluran atau media tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan. (Yunus dalam Nugroho, 2009). Jadi, pada dasarnya keterampilan menulis merupakan serangkaian aktivitas berpikir menuangkan gagasan untuk menghasilkan suatu bentuk tulisan yang dapat dijadikan sebagai sarana penyampai pesan dari penulis kepada pembaca. Nugroho (2009:30) menyebutkan bahwa, menulis merupakan wujud kemahiran berbahasa yang mempunyai manfaat besar bagi kehidupan manusia, khususnya para siswa. Dengan menulis siswa dapat menuangkan segala keinginan hati, perasaan, keadaan hati di saat susah atau senang,
sindiran, kritikan dan lainnya. Tulisan yang baik dan berkualitas merupakan manifestasi dan keterlibatan aktivitas berpikir atau bernalar yang baik. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang penulis harus mampu mengembangkan cara-cara berpikir rasional. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa menulis adalah suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Selain itu, menulis juga diartikan sebagai kegiatan pelukisan lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang grafik tersebut, mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Menulis merupakan suatu representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir. Juga memudahkan kita merasakan daya tanggap atau persepsi kita, memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, menyusun urutan bagi pengalaman. Hasil tulisan merupakan satu-satunya media untuk menyampaikan pesan yang ingin kita sampaikan. 2.1.1 Tujuan Menulis Dalam keterampilan menulis seseorang mempunyai tujuan yang akan dicapai dalam tulisannya agar memberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai tulisan yang dibaca. Setiap tulisan memiliki makna dan karakter yang berbeda seperti komik, novel, majalah, dan lainnya.
Menurut Cahyani dan Hodijah (2007:135) ada enam klasifikasi tujuan penulisan sebagai berikut : 1) Mengubah keyakinan atau pandangan pembaca. 2) Menanamkan pemahaman terhadap sesuatu kepada pembaca. 3) Memicu proses berpikir pembaca. 4) Memberikan perasaan senang atau menghibur pembaca. 5) Memberikan suatu informasi atau memberitahukan sesuatu kepada pembaca. 6) Memicu motivasi pembaca. Irman Rosidi (2009:5) tujuan menulis juga bermacam-macam bergantung pada ragam tulisan .secara umum, tujuan menulis dapat di kategorikan sebagai berikut: a. Memberitahukan atau menjelaskan Tulisan yang bertujuan atau menjelaskan sesuatu bias di sebut dengan karangan eksposisi.karangan eksposisi adalah karangan yang berusaha menjelaskan sesuatu kepada pembaca dengan menunjukkan berbagai bukti kongkrit dengan tujuan menambah pengetahuan pembaca. b. Menyakinkan atau mendesak Pernahkah anda mendengar kalimat dalam sebuah diskusi kelas apa argument saudara? Arti argument tersebut adalah alasan untuk meyakinkan seseorang dengan demikian tujuan tulisan ini adalah meyakinkan pembaca bahwa apa yang di sampaikan penulis benar sehingga penulis berharap pembaca mau mengikuti pendapat penulis. c. Menceritakan Sesuatu
Tulisan yang bertujuan menceritakan sesuatu kejadian kepada pembaca atau disebut dengan karangan narasi.
d. Mempengaruhi Pembaca Mungkin anda pernah mendengar janji-janji yang di sampaikan oleh juru kampanye pada surat kabar atau majalah dan apa yang di sampaikan dalam majalah tersebut bertujuan untuk mempengaruhi atau membujuk pembaca agar mengikuti kehendak penulis dengan menampilkan bukti-bukti yang sifatnya emosi (tidak nyata) e. Menggambarkan sesuatu Penulis karangan deskripsi tak ubahnya seorang pelukis. Hal yang membedakan keduanya adalah media yang di gunakan yaitu pena dan kanpas. penulis karangan deskripsi ingin agar pembaca ikut seolah-olah merasa, melihat, meraba atau menikmati objek yang di lukiskan penulis. Dari beberapa pendapat pakar yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menulis mempunyai tujuan yang khusus seperti menginformasikan, melukiskan, dan menyarankan. Tujuan menulis adalah memproyeksikan sesuatu mengenai diri seseorang kedalam sepenggal tulisan. Penulis memegang sesuatu peranan tertentu, dalam tulisannya mengandung nada yang sesuai dengan maksud dan tujuan. 2.1.2 Manfaat menulis Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan siswa berfikir secara kritis. Selain itu memudahkan kita merasakan dan memperdalam
daya tanggap atau persepsi kita, memecahkan masalah-masalah yang kita hadapi, serta menyusun urutan bagi pengalaman. Yunus ( dalam Arisa 2011 : 21) mengemukakan bahwa, ‘begitu banyak manfaat yang dapat dipetik dari menulis, diantaranya yaitu : 1) Peningkatan kecerdasan, 2) Pengembangan daya inisiatif dan kreatifitas, 3) Penumbuhan keberanian, 4) Pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi’. Adapun Djuherli dan Suherli (2005: 121-126) menyebutkan ada empat manfaat kegiatan menulis, diantaranya sebagai berikut. 1) Wadah untuk menuangkan pendapat dan perasaan batin sehingga dapat dipahami orang. 2) Arena berlatih menyusun konsep dan kerangka berpikir secara ilmiah. 3) Alat untuk menggali berbagai fosil ilmu yang masih terpendam. 4) Untuk mengembangkan diri dalam melengkapi wawasan berpikir dan keilmuan. James W. Pennebaker (Kusmayadi, 2007 : 14) berpendapat bahwa “upaya mengungkapakan segala pengalaman yang tidak menyenangkan dengan kata-kata dapat mempengaruhi pemikiran, perasaan dan kesehatan, tubuh seseorang”. Selanjutnya, dia menyebutkan bahwa kegiatan menulis dapat membuat otak terpacu untuk mengungkapkan segala pikiran yang ada dan membuat pikiran menjadi jernih. Kegiatan menulis dapat membantu mengolah trauma. Menulis dapat membuat gagasan-gagasan baru secara
mudah diingat dan jelas. Menulis dengan bebas bisa memudahkan dalam mendapatkan pemecahan masalah dan menulis juga dapat membebaskan kemampuan menulis seseorang. Dengan adanya pembelajaran menulis di sekolah, siswa bisa mengeksplorasi kemampuan menulisnya dengan baik. Secara tidak langsung, kegiatan menulis di sekolah melatih siswa untuk lebih teliti dalam membuat suatu tulisan, membiasakan siswa untuk menulis sesuai dengan ejaan yang berlaku dan tanda baca, mengasah kemampuan berbahasa siswa, mengasah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor, mengasah bakat yang dimiliki oleh siswa, membiasakan siswa untuk senantiasa menulis dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, kegiatan menulis dapat dijadikan sebagai sebagai sarana untuk berkomunikasi secara langsung. Fakta di lapangan, siswa merasa malu dan takut salah dalam mengungkapkan saran dan pendapat dengan berbicara langsung, namun lewat tulisan siswa bisa berekspresi mengenai pendapatnya dengan bebas. Intinya dengan menulis siswa dapat menuangkan segala hal yang mereka pikirkan sehingga dapat tertuang dan terungkapkan dengan baik. 2.1.3 Menulis Karangan di SD Salah satu jenis penulisan dalam pembelajaran mengarang yang biasa ditemukan dalam pelajaran Bahasa Indonesia dan menjadi bagian dari kurikulum di kelas III SD adalah mengarang sederhana.
Karangan sederhana adalah mengorganisasikan ide atau gagasan secara tertulis dalam bentuk karangan sederhana yang terdiri dari beberapa kalimat, maksimal sepuluh kalimat. Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua atau lebih yang mengandung satu penegrtian dan mempunyai pola intonasi akhir kalimat itu ada yang terdiri atas satu kata atau lebih. Sesungguhnya yang menentukan satuan kalimat bukan banyaknya kata yang menjadi unsurnya, melainkan intonasinya. Kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, di sela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan asimilasi bunyi atau proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru (Isah 2007:20). Berdasarkan pengertian di atas, kalimat merupakan kontruksi besar yang terdiri atas satu kata atau lebih yang berdiri sendiri untuk mengungkapkan suatu konsep pikiran dan mempunyai pola. 2.1.4 Pengertian Karangan Deskripsi Kata deskripsi berasal dari kata bahasa latin “describere” yang berarti mengambarkan atau memberikan suatu hal. Selain itu kata deskripsi dapat diterjemahkan pemerian yang berasal dari pokok kata peri. Memerikan berarti melukiskan sesuatu hal. Dari segi istilah deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang melukiskan sesuatu dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium dan merasakan) apa yang
dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisannya. Karangan deskripsi bermaksud untuk menyampaikan kesan-kesan tentang sesuatu, dengan sifat dan
gerak-geraknya, atau sesuatu yang lain kepada pembaca. Menurut
Suparno, (2002:1.11) menyatakan bahwa “Deskripsi adalah ragam wacana yang melukiskan dan menggambarkan sesuatu berdasarkan kesan-kesan dari pengamatan, pengalaman dan peranan penulisannya”. Sasarannya adalah menciptakan atau memungkinkan terciptanya imajinasi (daya khayal) pembaca sehingga, pembaca seolah-olah melihat, mengalami, dan merasakan sendiri suatu obyek yang dialami penulis. Deskripsi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu obyek sedemikian rupa, sehingga obyek tersebut seolah-olah berada di depan mata pembaca, seaka-akan para pembaca melihat sendiri obyek tersebut. Deskripsi memberi citra mental mengenai suatu obyek yang dialami, misalnya pemandangan, orang, atau sensasi. Deskripsi ialah tulisan yang berusaha memberikan perincian atau melukiskan dan mengemukakan objek yang sedang dibicarakan (seperti orang, tempat, suasana atau hal lain). Deskripsi berisi gambaran mengenai suatu hal atau keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut. Berdasarkan pengertian deskripsi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karangan deskripsi merupakan karangan yang disusun untuk melukiskan sesuatu dengan maksud untuk menghidupkan kesan dan daya khayal yang mendalam kepada membaca.
Sejalan dengan pendapat, Resmini (2006:116) menyatakan bahwa karangan jenis ini bermaksud menyampaikan kesan-kesan tentang sesuatu dengan sifat dan gerak-geriknya atau sesuatu yang lain kepada pembaca. Misalnya suasana kampung yang begitu damai, tentram dan masyarakatnya yang saling menolong, atau suasana di jalan raya tentang hiruk-pikuknya lalu lintas dapat dilukiskan dalam karangan deskripsi. Pendapat Alwasilah (2007:114) menyatakan bahwa “deskripsi adalah gambaran verbal ihwal manusia, objek, penampilan, pemandangan, atau kejadian”. Dalam menulis deskripsi, penulis berusaha menguraikan data-data objek secara rinci. Data-data tersebut merupakan hasil dari kesan, pengamatan, dan perasaan penulis terhadap objek tersebut. Pendapat serupa dikemukakan oleh Sujanto (dalam Sulistiowati, 2008: 24), deskripsi adalah paparan tentang suatu persepsi yang ditangkap oleh panca indera. Kita melihat, mendengar, mencium, dan merasakan melalui alat-alat indera kita. Dengan suatu kata, kita mencoba melukiskan apa-apa yang kita tangkap dengan panca indera itu agar dapat dihayati oleh orang lain. Dalam uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa karangan deskripsi adalah bentuk karangan yang melukiskan sesuatu dengan keadaan sebenarnya. Karangan deskripsi juga memiliki hubungan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari, karena setiap saat dalam hidup seseorang selalu berusaha untuk mendeskripsikan sesuatu dengan sejelas-jelasnya. 2.1.5 Ciri-Ciri Karangan Deskripsi
Dari beberapa pengertian deskripsi yang dikemukakan, ada beberapa ciriciri karangan deskripsi, Semi (2007:66) menyatakan bahwa ciri-ciri karangan deskripsi adalah sebagai berikut : a. Deskripsi berupaya memperlihatkan detail atau rincian tentang objek. b. Deskripsi lebih bersifat mempengaruhi emosi dan membentuk imajinasi pembaca. c. Deskripsi umumnya menyangkut objek yang dapat diindera oleh panca indra, pada umumnya berupa benda, alam, warna dan manusia. d. Deskripsi disampaikan dengan gaya memikat dan dengan pilihan kata yang menggugah, sedangkan eksposisi disajikan dengan gaya lugas. Secara garis besar deskripsi dapat dibedakan atas dua bagian yaitu deskripsi ekpositori dan deskripsi impresionistik. Deskripsi ekpositori bertujuan memberikan informasi yang menyebabkan pembaca dapat melihat, mendengarkan dan merasakan. Deskripsi impresionistik bertujuan memberikan informasi yang menyebabkan pembaca bereaksi secara emosional. Menulis deskripsi harus mampu menghidupkan objek yang dilukiskan sehidup-hidupnya, sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, dan merasakan yang penulis alami. Supaya dapat melukiskan sesuatu sehidup-hidupnya. Langkah pertama adalah melatih diri mengamati sesuatu di lingkungan sekitar. Makin lama mengamati sesuatu, maka makin bertambah banyak hal-hal kecil yang tampak yang dapat dilukiskan. Langkah kedua, melukiskan bagian-bagian yang penting sedetail mungkin.
Berdasarkan paragraf di atas, dalam menulis deskripsi yang baik dituntut tiga hal. Pertama, kesanggupan berbahasa yang memiliki kekayaan nuansa dan bentuk. Kedua, kecermatan pengamatan dan keluasan pengetahuan tentang sifat, ciri, dan wujud objek yang dideskripsikan. Ketiga, kemampuan memilih detail khusus yang dapat menunjang ketepatan dan keterhidupan deskripsi. 2.1.6 Langkah-langkah Karangan Deskripsi Untuk mempermudah pendeskripsian, berikut ini adalah langkah-langkah menulis karangan deskripsi, yaitu : 1. Menetapkan tema tulisan Tema tulisan yaitu gagasan, persoalan, masalah atau ide yang akan kita kemukakan dalam tulisan. Tulisan yang hendak kita kembangkan berbentuk deskripsi, tema tulisan tentu berupa objek yang akan ditulis. 2. Menentukan tujuan tulisan Dengan menulis deskripsi maka tujuan yang dicapai ialah memberikan gambaran dan rincian suatu objek kepada pembaca. 3. Mengumpulkan data dengan mengamati objek yang akan dideskripsikan. 4. Menyusun data tersebut kedalam urutan yang baik (kerangka karangan). 5. Menguraikan kerangka karangan menjadi deskripsi yang sesuai dengan tema yang ditentukan (mengembangkan tulisan). 2.1.7 Pengertian Modalitas Belajar (learning styles) Modalitas belajar berarti gaya belajar atau tipe. Maka modalitas belajar seseorang merujuk kepada gaya atau tipe belajarnya. Modalitas
belajar (learning styles) juga merujuk kepada cara interaksi individu dengan sistem pesan atau rangsangan kemudian memproses dan menganalisa pesan tersebut di dalam otak untuk dijadikan pengetahuan. Modalitas belajar merupakan gaya belajar yang dimiliki oleh setiap individu yang merupakan cara termudah dalam menyerap, mengatur dan mengolah informasi (DePotter dan Hernachi, 2003 : 72). Gaya belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan prilaku psikomotorik sebagai indikator yang bertindak relatif stabil untuk pembelajar merasa saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar (Gobai, 2005:1). Gaya belajar adalah cara yang lebih kita sukai dalam melakukan kegiatan berfikir, memproses dan mengerti suatu informasi (Gunawan, 2006: 139). Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah ciri khas yang dimiliki oleh setiap orang dalam memberikan respon terhadap pembelajaran yang diterimanya. 2.1.8 Model Gaya Belajar Model gaya belajar melingkupi proses kegiatan belajar yang dilakukan oleh individu itu sendiri. Ada beberapa model-model gaya belajar di antaranya adalah gaya belajar visual, auditorial dan kinestetik. Model menurut DePorter & Hernacki (Alwiyah Abdurrahman 2001 : 112) dalam bukunya Quantum Learning mencakup 1) Gaya Belajar Visual (belajar dengan cara melihat).
Gaya belajar visual yang cenderung lebih dominan dalam penglihatannya dibanding dengan pendengaran dan gerakan-gerakannya. Orang yang memiliki gaya belajar seperti ini cenderung lebih khusus dalam belajar dengan selalu melihat pada fokus telaahannya. Gaya belajar visual mengakses citra visual, yang diciptakan maupun diingat. Warna, hubungan ruang, potret mental dan gambar menonjol dalam modalitas ini. Seseorang yang sangat visual mungkin dicirikan sebagai berikut: a. Teratur, memperhatikan segala sesuatu dan menjaga penampilan. b. Mengingat dengan gambar dan lebih suka membaca dari pada dibacakan. c. Membutuhkan gambaran dan tujuan menyeluruh dan menangkap detail, mengingat apa yang dilihat. Pendekatan yang bisa digunakan, sehingga belajar tetap bisa dilakukan dengan memberikan hasil yang menggembirakan adalah menggunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran. Perangkat grafis itu bisa berupa film, slide, gambar ilustrasi, coretan-coretan, kartu bergambar, catatan dan kartu-kartu gambar berseri yang bisa digunakan untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan. 2) Gaya Belajar Auditorial (belajar dengan cara mendengar). Gaya belajar auditorial mengakses segala jenis bunyi dan kata, diciptakan maupun diingat. Musik, nada, irama, rima, dialog internal dan
suara menonjol disini. Seseorang yang sangat auditorial dapat dicirikan sebagai berikut: a. Perhatiannya mudah terpecah. b. Berbicara dengan pola berirama. c. Belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir/ bersuara saat membaca. Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk belajar bila kita termasuk orang yang memiliki kesulitan-kesulitan belajar seperti di atas. a. Menggunakan tape perekam sebagai alat bantu. Alat ini digunakan untuk merekam bacaan atau catatan yang dibacakan atau ceramah pengajar di depan kelas untuk kemudian didengarkan kembali. b. Dengan wawancara atau terlibat dalam kelompok diskusi. c. Dengan mencoba membaca informasi, kemudian diringkas dalam bentuk lisan dan direkam untuk kemudian didengarkan dan dipahami. d. Melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar. 3) Gaya Belajar Kinestik (belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh). Gaya belajar kinestik mengakses segala jenis gerak dan emosi diciptakan maupun diingat. Gerakan, koordinasi, irama, tanggapan, emosional dan kenyamanan fisik menonjol di sini. Seseorang yang sangat kinestetik sering: a. Menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak bergerak. b. Belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca dan menanggapi secara fisik.
c. Mengingat sambil berjalan dan melihat. Untuk orang-orang yang memiliki karakteristik seperti di atas, pendekatan belajar yang mungkin bisa dilakukan adalah belajar berdasarkan atau melalui pengalaman dengan menggunakan berbagai model atau peraga, bekerja di laboratorium atau bermain sambil belajar. Menurut Bendler dan Grinder, 1981 (dalam De Porter, 2000: 85): “Meskipun kebanyakan orang memiliki akses ketiga modalitas visual, auditorial dan kinestetik hampir semua orang cenderung pada satu modalitas belajar yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemerosesan dan komunikasi”. Sedangkan Markova tahun 1992 (dalam De Porter, 2000: 85) mengatakan “Orang tidak hanya cenderung pada satu modalitas, mereka juga memanfaatkan kombinasi modalitas tertentu yang memberi mereka bakat dan kekurangan alami tertentu”. Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian-uraian di atas adalah gaya belajar terdiri dari visual, auditorial, dan kinestik jika siswa akrab dan mengetahui gaya belajar siswa sendiri, maka siswa dapat mengambil langkah-langkah penting untuk membantu siswa belajar lebih cepat dan lebih mudah. 2.1.9 Karakteristik Gaya belajar Setiap orang memiliki kecenderungan pada satu modalitas. Guru juga memiliki kecenderungan modalitas mengajar yang sama dengan gaya belajarnya. Seorang siswa secara harfiah akan mudah menyerap informasi sesuai dengan gaya belajarnya.
Gaya belajar menurut DePorter & Hernacki (Alwiyah Abdurrahman 2001 : 112) dalam bukunya Quantum Learning mencakup tiga tipe yaitu : Visual, Auditorial, dan Kinestik. 1. Gaya mengajar bagi orang visual a. Gunakan kertas dengan tulisan berwarna dari papan tulis, lalu gantungkan grafik, gambar yang berisi informasi/pesan-pesan intruksional penting. b. Doronglah siswa untuk menggambarkan informasi dengan menggunakan gambar visual seperti grafik, peta, sketsa, dan sejenisnya. c. Berdiri dengan tenang saat menyajikan segmen informasi, bergeraklah diantar segmen yang berbeda. d. Beri kode warna untuk bahan pelajaran dan perlengkapan, dorong siswa untuk menyusun pelajaran dengan aneka warna. e. Gunakan bahasa iklan (symbol) ketika presentasi, dengan menciptakan symbol visual yang memiliki konsep kunci. Misal gambar pola depan di beri warna merah dengan kode TM, pola belakang biru dengan kode TB.
2. Gaya mengajar bagi orang auditorial a. Gunakan
variasi
vocal
(volume,
nada,
dan
kecepatan)
ketika
menyampaikan materi intruksional jangan menoton/datar. b. Ajarkan dengan cara anda menguji, jika menilai informasi intruksional, ujilah informasi itu dengan cara yang sama. c. Gunakan pengulangan, misal siswa menyebutkan kembali konsep kunci dan petunjuk.
d. Setelah setiap segmen pengajaran, mintailah siswa memberitahukan teman disebelahnya satu hal yang ia pelajari. e. Kembangan dan dorong siswa untuk memikirkan “jembatan keledai” untuk menghafal konsep. f. Nyanyikan konsep kunci atau minta siswa mengarang lagu. g. Gunakan musik sebagai aba-aba untuk kegiatan rutin. 3. Gaya mengajar bagi orang kinestetik a. Keterlibatan fisik b. Membuat model c. Higligthing (memberi warna, tanda pada bagian-bagian penting). d. Bermain peran e. Gunakan alat bantu saat mengajar, untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan menekankan konsep-konsep kunci. f. Lakukan simulasi agar siswa mengalaminya dan berikan kesempatan untuk mempelajarinya langkah demi langkah. g. Jika bekerja dengan siswa secara perorangan, berikan bimbingan parallel dengan duduk di sebelah anak, bukan di depan atau di belakangnya. h. Cobalah berbicara dengan setiap siswa secara pribadi setiap siswa. Seorang guru haruslah mempunyai cara untuk melakukan gaya belajar ini di dalam kelas, proses pembelajaran yang berlangsung haruslah memperhatikan ketiga modalitas belajar tersebut. Menurut Seels & Richey (Asri Budiningsih, 2004: 16), karakteristik siswa merupakan bagian-bagian pengalaman siswa yang berpengaruh pada keefektifan
proses belajar. Pemahaman tentang karakteristik siswa bertujuan untuk mendeskripsikan bagian-bagian kepribadian siswa yang perlu diperhatikan untuk kepentingan rancangan pembelajaran. Karakteristik siswa pada dasarnya dapat diidentifikasi dari berbagai sudut pandang antara lain: kemampuan awal siswa, latar belakang budaya siswa, pengalaman belajar siswa, gaya belajar siswa, dan sebagainya. Dalam kajian ini salah satu karakteristik belajar siswa yang akan dikaji karena dipandang cukup. Menurut Gunawan (2003: 139) gaya belajar adalah cara yang lebih disukai seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, memproses dan memahami suatu informasi. Sebagai misal, ketika kita ingin mempelajari tentang tanaman, kita mungkin lebih senang jika belajar melalui video, mendengarkan ceramah, membaca buku, atau lebih senang belajar melalui cara bekerja langsung di Perkebunan atau mengunjungi kebun raya. Sementara menurut S. Nasution (2003: 93), Gaya belajar merupakan cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berpikir dan memecahkan soal. Sedang menurut DePorter & Hernacki (2000), Gaya belajar seseorang merupakan kombinasi dari bagaimana ia menyerap informasi, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi tersebut. Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar merupakan cara yang konsisten yang lebih disukai seseorang dalam melakukan kegiatan berpikir, menyerap informasi, memproses atau mengolah dan memahami suatu informasi serta mengingatnya dalam memori. Dengan demikian efektif
tidaknya suatu proses pembelajaran akan sangat terkait antara metode dan media pembelajaran yang digunakan guru dengan kecenderungan gaya belajar siswanya. Karakteristik gaya belajar seseorang cukup berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajarnya. Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa murid yang belajar dengan mengunakan gaya belajar mereka yang dominan, ternyata mampu mencapai nilai tes yang jauh lebih tinggi dibandingkan bila mereka belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat S. Nasution (2003: 93) yang mengemukakan bahwa: ”setiap metode mengajar bergantung pada cara atau gaya siswa belajar, pribadinya serta kesanggupannya.” Dengan demikian, guru dalam mengajar hendaknya memperhatikan gaya belajar atau ”learning style” siswa, yaitu cara siswa bereaksi dan menggunakan stimulus-stimulus yang diterima dalam proses pembelajaran. 2.1.10 Modalitas Belajar dalam Pembelajaran Menulis Karangan deskripsi Tujuan pembelajaran menulis di sekolah dasar diarahkan pada tercapainya kemampuan
mengungkapkan
pendapat,
ide,
gagasan,
pengalaman,
informasi dan pesan. Pencapaian tujuan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah model pembelajaran. Berdasarkan keragaman tipe belajar, siswa dapat dikelompokkan dari segi cara-cara yang mereka senangi dalam mengenali sesuatu, yakni ada siswa bertipe visual, bertipe auditorial, dan bertipe kinestik. Pada dasarnya semua siswa memiliki ketiga tipe belajar tersebut. Hanya, setiap siswa
mempunyai kecenderungan pada gaya mana yang lebih ia sukai daripada gaya-gaya yang lain. 1. Tipe Visual Seorang siswa yang bertipe visual, perolehan belajar akan lebih cepat dengan cara melihat (proses visualisasi). Oleh karena itu, untuk menciptakan gambaran, ingatan ataupun pemahaman dalam otaknya harus ada gambar-gambar sebagai medianya. Sangat sulit bagi anak bertipe visual ini kalau hanya membayangkan dan mendengarkan hal-hal yang akan dipelajarinya, tetapi tidak ada alat peraganya. Dengan kata lain, seorang siswa visual, belajar akan lebih cepat dengan menggunakan mata sebagai indera pelengkap. Siswa visual senang belajar dari buku, presentasi yang menggunakan gambar-gambar, video, dan berbagai alat belajar yang menarik bagi mata. DePorter & Hernacki (2003: 116-118) menjelaskan beberapa ciri orang visual, orang auditori, dan orang bertipe taktil (kinestetik) seperti pada bagian di bawah ini. Pada orang bertipe visual, ia menyebutkan sejumlah ciri sebagai berikut: (1) mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar; (2) mengingat dengan aosiasi visual; (3) mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering minta bantuan orang untuk mengulanginya; (4) membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah; (5) mencoret-coret tanpa arti selama berbicara di telepon atau di dalam kegiatan rapat; (6) lebih suka melakukan
demonstrasi daripada berpidato; (7) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak; (8) pengeja yang baik dan dapat melihat katakata yang sebenarnya dalam pikiran mereka; dan (9) teliti terhadap detail, dan lain-lain. 2. Tipe Auditori Seorang siswa yang bertipe auditori lebih suka belajar dengan cara mendengarkan dibanding disuruh membaca sendiri. Ia berpikir logis analitis dan memiliki urutan dalam berpikir. Ia lebih nyaman bila pembelajaran yang diberikan berkaitan dengan bunyi dan angka, mengikuti petunjuk dengan keteraturan. Ia lebih banyak mempergunakan kemampuan mendengar dengan koordinasi imajinasi dan kemampuan fantasinya untuk memahami suatu konsep maupun untuk menyimpan suatu ingatan. Karena itu, siswa auditori lebih mudah menangkap pelajaran yang disampaikan dengan lantunan kaset, ceramah yang disampaikan dengan suara merdu dan enak didengar, serta berbagai media yang menggunakan media suara. Siswa auditori kurang tertarik membaca, kalaupun membaca dengan suara keras. Itu sebabnya, siswa auditori mudah terganggu oleh keributan. Kalau membaca mudah mengantuk. Karena itu, bagi siswa auditori kegiatan membaca sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan membuat catatan-catatan pendek atau merekam suaranya sendiri ketika membaca. Berdasarkan uraian di atas, orang bertipe auditori menurut DePorter & Hernacki (2003: 116-118) memiliki ciri-ciri seperti: (1) belajar dengan
mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat; (2) merasa kesulitan dalam menulis tetapi hebat dalam bercerita; (3) berbicara dengan irama yang terpola; (3) pembicara yang fasih; (4) suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu dengan panjang lebar; (5) senang membaca keras dan mendengarkan; (6) dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara; dan (7) mudah terganggu oleh keributan. 3. Tipe Kinestik Selanjutnya, seorang siswa yang bertipe taktil, belajar lebih mudah diserap melalui alat peraba, yaitu tangan atau kulit. Pada sumber lain (DePorter & Hernacki, 2003: 113) menyebutkan tangan merupakan modalitas belajar kinestetik, yakni belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh. Orang-orang yang bertipe kinestik mempunyai ciri: (1) berbicara dengan perlahan; (2) menanggapi perhatian fisik; (3) menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka; (4) berdiri dekat ketika berbicara dengan orang lain; (5) selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak; (6) belajar melalui memanipulasi dan praktik; (7) menghapal dengan cara berjalan dan melihat; (8) banyak menggunakan isyarat tubuh; dan(9) tidak dapat duduk diam untuk waktu lama. Dalam kegiatan belajar, visual, audio, dan kinestik ini merupakan konsep kunci berbagai teori dan strategi belajar (DePorter & Hernacki, 2003: 16). Berlandaskan pada teori di atas, modalitas belajar visual, audio,
dan kinestik tersebut akan digunakan di dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan penerapan modalitas belajar siswa melalui pemanfaatan penglihatan, pendengaran, maupun perasaan. Berdasarkan uraian di atas, maka seorang guru hendaknya dapat mengatur setting lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan kecenderungan terbesar gaya belajar siswanya, atau dengan cara melakukan setting lingkungan belajar secara bervariasi untuk menjembatani berbagai perbedaan siswa dalam gaya belajarnya tersebut. Dengan menciptakan strategi pembelajaran melalui penataan setting lingkungan belajar yang kondusif diharapkan siswa dapat lebih banyak dan lebih mudah dalam menyerap dan mengolah informasi yang diterimanya. Dengan kata lain, pengaturan lingkungan belajar yang sesuai dengan gaya belajar siswa, akan lebih memungkinkan untuk memacu belajar dan meningkatkan daya ingat siswa dalam menulis karangan deskripsi.
2.2 Kajian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini adalah oleh Selviana, 2012, dengan judul : Peningkatan Pembelajaran Menulis Karangan Deskripsi dengan Menggunakan Media Audio Visual pada Siswa Kelas V MI Muhammadiyah Sungai Bakau Ketapang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode ini dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan deskripsi berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh dari hasil tes siswa terlihat dari nilai rata-rata pelaksanaan pembelajaran siklus I adalah 55,67% dan nilai rata-rata pada
siklus II adalah 73%. Jadi kegiatan pembelajaran pada siklus I dan siklus II terdapat peningkatan dengan nilai rata-rata 17,33%. Penelitian yang relevan berikutnya adalah oleh Iskandarwassid dan Lis Ristiani 2010 yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Narasi Melalui Model Pembelajaran Teknik Visual, Auditif, Taktil (Penelitian Pada Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Cianjur). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Dari hasil penelitian membuktikan bahwa model pembelajaran menulis narasi dengan teknik visual-auditif-taktil, baik dalam proses pelaksanaan pembelajaran
maupun
didalam
hasil
pembelajaran
efektif
untuk
meningkatkan kemampuan menulis narasi. Peningkatan
hasil
pembelajaran
menulis
narasi
dengan
menggunakan teknik visual-auditif-taktil pada siswa kelas tipe A meningkat dengan rata-rata peningkatan 22,11. Sementara pada siswa kelas tipe B meningkat dengan rata-rata peningkatan 28,25. Selanjutnya pada siswa kelas tipe C meningkat dengan rata-rata peningkatan 26,63. Berdasarkan kajian yang relevan yang telah peneliti lakukan ternyata topic-topik itu meskipun memiliki judul yang mirip tetapi focus dan model dari masing-masing peneliti orientasinya berbeda-beda.
2.3 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori diatas, maka hipotesis tindakan dalam tindakan ini adalah : “Jika guru menggunakan modalitas belajar maka kemampuan menulis
karangan deskripsi pada siswa kelas III SDN 5 Kabila Kabupaten Bone Bolango akan meningkat”.
2.4 Indikator Kinerja Yang menjadi indikator kinerja dalam penelitian ini adalah apabila daya serap keberhasilan peserta didik di kelas III dalam menulis karangan deskripsi dengan menggunakan modalitas belajar mencapai minimal 75 % pada materi sajian.