BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Hakekat Hasil Belajar Materi Perkembangbiakan Hewan 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Purwanto (2013:45) mengemukakan hasil belajar materi perkembangbiakan hewan adalah sesuatu yang diadakan, dibuat, dijadikan oleh suatu usaha atau dapat juga berarti pendapat atau perolehan buah atau hasil yang diperoleh siswa pada saat megikuti materi pelajaran perkembangbiakan hewan. Hasil belajar tidak hanya merupakan sesuatu yang sifatnya kualitas dan kuantitas yang harus dimiliki siswa dalam jangka waktu tertentu, tetapi dapat juga bersifat proses atau cara yang harus dikuasai siswa sepanjang kegiatan belajar. Dengan demikian hasil belajar dapat berbentuk suatu produk seperti pengetahuan, sikap, skor (nilai) dan dapat juga berbentuk kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam mengelola produk tersebut. Menurut Aunurrahman (2012: 37) bahwa hasil belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku. Proses penyesuain diri mengatasi rintangan terjadi secara tidak sadar, tanpa pemikiran yang banyak terhadap apa yang dilakukan. Dalam hal ini pelajar mencoba melakukan kebiasaan atau tingkah laku yang telah terbentuk hingga ia mencapai respon yang memuaskan. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar. Pengertian hasil (product) merujuk tentang suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya infut secara fungsional. Sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku tentang individu yang belajar. Perubahan belajar itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Winkel (dalam Purwanto, 2009:45) mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan 7 tingkah lakunya. Selanjutnya Soedijarto (dalam Purwanto, 2009:46) mendefinisikan hasil belajar materi perkembangbiakan hewan sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar pada mata pelajaran IPA sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Sugihartono
(dalam
Shintalasmi,
2012:
13)
mengemukakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar sebagai berikut: a. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor psikologis. b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Dari pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Tujuan hasil belajar siswa seperti yang dikemukakan oleh Samatowa (2011: 86) diharapkan dapat mengubah sikap dan kemampuan siswa ke arah sikap dan kemampuan yang baik dan berguna bagi lingkungannya, minimal tidak menjadi beban masyarakat dan tidak merusak lingkungan alamnya. Proses pembelajaran materi perkembangbiakan hewan merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat siswa belajar memahami materi perkembangbiakan hewan. Proses sadar tersebut mengandung implikasi bahwa pengajaran merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam konteks demikian maka hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran. Menurut Purwanto (2013: 44) hasil belajar digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Oleh karena itu, tes hasil belajar sebagai alat untuk mengukur hasil belajar. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar materi perkembangbiakan hewan adalah perolehan skor sebagai ukuran kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa pada materi perkembangbiakan hewan setelah ia menerima tindakan pembelajaran yang diberikan oleh guru. 2.2 Model Pembelajaran Kooperatif 2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Hanafiah (2012: 41) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif. Salah satu model tersebut adalah pembelajaran kooperatif atau cooperative learning.
Menurut Isjoni (2012: 15) cooperative learning berasal dari kata cooverative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok satu sama lain. Sedangkan menurut Lie (dalam Isjoni, (2012: 16) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Menurut Hardini dan Puspitasari (2012: 144) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran berkelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran ini adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamnya untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Wena (dalam Hardini dan Puspitasari, 2012: 144) bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan intreraksi yang silih asih sehingga simber belajar bagi siswa bukan bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesame siswa. Rusman (2011: 201) mengemukakan bahwa teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori kontruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori kontruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu. Dalam model pembelajaran kooperatif, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung kea rah pemahaman yang lebih tinggi, dengan cacatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan (Sanjaya dalam Rusman, 2011: 203). Pembelajaran kooperatif
dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta belajar itu sendiri. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran koopeartif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. 2.2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Strategi belajar kooperatif Group Investigation dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Slavin (dalam Rusman, 2011: 221) mengemukakan bahwa pengembangan belajar kooperatif didasarkan atas suatu premis bahwa proses belajar di sekolah menyangkut kawasan dalam domain social dan intelektual, dan proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai-nilai kedua domain tersebut. Oleh karena itu, group investigation tidak dapat diimplementasikan ke dalam lingkungan pendidikan yang bisa mendukung terjadinya dialog interpersonal.
Pengembangan belajar kooperatif Group Investigation didasarkan atas suatu premis bahwa proses belajar di sekolah menyangkut kawasan dalam domain sosial dan intelektual dan proses yang terjadi merupakan penggabungan
nilai-nilai kedua domain tersebut. Oleh karena itu, group
investigation tidak dapat diimplementasikan ke dalam lingkungan yang tidak mengacu kepada dimensi sosial afektif pembelajaran. Aspek sosial-afektif kelompok pertukaran intelektualnya dan materi yang bermakna merupakan sumber primer yang cukup penting dalam memberikan dukungan terhadap usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan komunikasi yang bersifat kooperatif diantara siswa dalam satu kelas dapat dicapai dengan baik, jika pembelajaran dilakukan lewat kelompok-kelompok belajar kecil. Group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Model ini memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah
sumbangan ide dari tiap anggota serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan intelektual siswa dibandingkan belajar secara individual. Untuk menjalankan pembelajaran kooperatif dalam pengajaran siswa, guru perlu mengubah peran tradisional mereka sebagai penyampai informasi. Karakter unik group investigation ada pada integrasi dari empat fitur dasar seperti investigasi, interaksi, penafsiran, dan motivasi intrinsic (Sharan, 2012: 167).
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran tipe group investigation merupakan strategi belajar kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelomppok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. 1. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Gorup Investigation Setiap model atau metode pembelajaran memiliki karakteristik masing-masing yang membedakannya dengan model/ metode pembelajaran lainnya. Menurut Isjoni (2012: 30) bahwa karakteristik model pembelajaran kooperatif tipe group investigation yaitu: a. Pembentukan kelompok kecil b. Presentasi hasil pengamatan c. Pelaksanaan pengamatan 2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Langkah-langkah yang dapat dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation adalah (Hanafiah, 2012: 48): a. Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen b. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok c. Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk mengambil satu materi tugas yang berbeda-beda d. Masing-masing kelompok secara kooperatif membahas materi yang berisi materi temuan e. Setelah selesai diskusi kelompok, masing-masing juru bicara, menyampaikan hasil pembahasannya f. Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus member kesimpulan g. Evaluasi h. Penutup 3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Pembelajaran kooperatif ini terbukti lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan model-model pembelajaran individual yang digunakan selama ini. Keunggulan seperti yang diungkapkan oleh Isjoni (2012: 58-59) itu dapat dilihat pada kenyataan sebagai berikut: 1) Peningkatan belajar terjadi tidak tergantung pada usia siswa, mata pelajaran, dan aktivitas belajar. 2) Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi terangsang dan lebih aktif. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa kebersamaan dalam kelompok, sehingga mereka dengan mudah dapat berkomunikasi dengan bahasa yang lebih sederhana. 3) Pada saat berdiskusi fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih bersemangat dan berani mengemukakan pendapat. 4) Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih termotivasi. 5) Penerapan pembelajaran kooperatif dapa membantu siswa mengaktifkan kemampuan latar belakang mereka dan belajar dari pengetahuan latar belakang teman sekelas mereka. 6) Siswa dapat belajar dalam kelompok dan menerapkannya dalam menyelesaikan tugas-tugas kompleks, serta dapat meningkatkan kecakapan individu maupun kelompok dalam memecahkan masalah, meningkatkan komitmen, dapat menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebayanya dan siswa yang berprestasi dalam pembelajaran kooperatif ternyata lebih mementingkan orang lain, tidak bersifat kompetitif, dan tidak memiliki rasa dendam terhadap orang lain. 7) Dapat menimbulkan motivasi siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas. Kekurangan : 1) Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation hanya sesuai untuk diterapkan di kelas tinggi, hal ini disebabkan karena tipe Group Investigation memerlukan tingkatan kognitif yang lebih tinggi. 2) Kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan siswa yang memiliki prestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan, hal ini disebabkan oleh peran anggota kelompok
yang pandai lebih dominan dalam proses pembelajaran. 3) Adanya pertentangan antar kelompok yang memiliki nilai yang lebih tinggi dengan kelompok yang memiliki nilai rendah. 4) Untuk menyelesaikan materi pelajaran dengan pembelajaran kooperatif akan memakan waktu yang lebih lama dibandingkan pembelajaran yang konvensional, bahkan dapat menyebabkan materi tidak dapat disesuaikan dengan kurikulum yang ada apabila guru belum berpengalaman dalam melaksanakan model pembelajaran Group Investigation. 5) Guru membutuhkan persiapan yang matang dan pengalaman yang lama untuk dapat menerapkan belajar kooperatif tipe group investigation dengan baik dan bisa berhasil. 4.
Peningkatan Hasil Belajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Pada Materi Perkembangbiakan Hewan Menurut Suprijono (2013: 93) pembelajaran dengan metode group investigation dimulai
dengan pembagian kelompok. Selanjutnya guru beserta siswa memilih topik-topik tertentu dengan permasalahan-permasalahan yang dapat dikembangkan dari topik-topik itu. Sesudah topik beserta permasalahannya disepakati, peserta didik beserta guru menentukan metode penelitian yang dikembangkan untuk memecahkan masalah. Setiap kelompok bekerja berdasarkan metode investigasi yang telah mereka rumuskan. Aktivitas tersebut merupakan kegiatan sistemik keilmuan mulai dari mengumpulkan data, analsis data, sintesis, hingga menarik kesimpulan. Langkah berikutnya adalah presentasi hasil oleh masing-masing kelompok. pada tahap ini diharapkan terjadi intersubjek dan objektivikasi pengetahuan yang telah dibangun oleh suatu kelompok. Berbagai perspektif diharapkan dapat dikembangkan oleh seluruh kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu kelompok. selanjutnya dilakukan evaluasi. evaluasi dilakukan secara individual dan kelompok. Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation pada mata pelajaran perkembangbiakan hewan untuk meningkatkan hasil belajar yaitu: 1) 2) 3) 4)
Guru melakukan kegiatan awal yaitu menyampaikan motivasi dan apersepsi, Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyampaikan sumber belajar, Guru menjelaskan materi dan membentuk kelompok heterogen, Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok,
5) Guru menugaskan setiap kelompok untuk belajar pada materi yang telah diberikan, 6) Siswa secara berkelompok membahas materi perkembangbiakan hewan yang ditugaskan 7) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil pembahasannya 8) Guru memberikan kesimpulan dan memberikan evaluasi. 2.3 Materi Perkebangbiakan Hewan Hewan memiliki kemampuan untuk berkembang biak. Hewan dapat berkembang biak tanpa perkawinan atau secara vegetatif maupun melalui perkawinan atau secara generatif. Materi yang akan dibahas pada penelitian ini dikhususkan pada perkembangbiakan hewan secara generatif. Menurut Sulistyanto dan Wiyono (2008: 26) bahwa perkembangbiakan hewan secara generatif dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu bertelur (ovipar), melahirkan (vivivar), dan bertelur melahirkan (ovovivivar). a.
Perkembangbiakan hewan dengan bertelur Hewan yang berkembang biak dengan cara bertelur disebut ovipar. Ovipar berasal dari kata
ovum yang berarti telur. Sel telur dihasilkan oleh hewan betina. Sel sperma dihasilkan oleh hewan jantan. Beberapa hewan yang berkembang biak dengan cara bertelur misalnya ikan, serangga, ayam, kadal, katak, dan buaya. Ada pula hewan mamalia yang berkembang biak dengan cara bertelur. Berdasarkan tempat terjadinya, pembuahan pada hewan dibedakan menjadi dua macam, yaitu pembuahan internal dan pembuahan eksternal. 1) Pembuahan Internal Pembuahan internal terjadi di dalam tubuh hewan betina. Sperma hewan jantan dimasukkan ke dalam saluran reproduksi betina. Contoh hewan yang melakukan pembuahan internal adalah burung penguin dan serangga. Setelah bertelur, hewan-hewan tersebut mengerami telurnya hingga menetas.
Gambar 1: Ayam mengalami pembuahan secara internal Sumber: Ensiklopedia Mini Hewan, 2003 (BSE: Pitoyo,2010: 26)
2) Pembuahan Eksternal
Pembuahan eksternal terjadi di luar tubuh hewan betina. Kebanyakan hewan yang mengalami pembuahan eksternal menghasilkan telur dalam jumlah yang banyak. Contoh hewan yang melakukan pembuahan di luar tubuh adalah ikan dan katak. Katak betina melepaskan telur ke dalam air. Telur-telurnya ini dilindungi oleh lapisan lendir. Telur ini biasanya dibuahi di dalam air atau di luar tubuh induknya. Telur ini kemudian menetas dan tumbuh menjadi katak dewasa. Katak dewasa akan naik ke atas daratan yang kering untuk mencari makanan.
Gambar 2: Hewan katak bertelur di air Sumber: Ensiklopedia IPTEK untuk anak, pelajar dan umum (BSE: Pitoyo, 2010: 26)
Berikut ini ciri-ciri utama hewan yang berkembang biak dengan cara bertelur. 1. 2. 3. 4. 5. b.
Tidak mempunyai daun telinga. Umumnya tidak mempunyai kelenjar susu. Hewan betina umumnya tidak menyusui anaknya. Tidak mempunyai rahim. Penutup tubuhnya umumnya tidak berbulu. Namun, ada hewan bertelur yang tubuhnya
berbulu, yaitu ayam. Perkembangan Hewan dengan Melahirkan Hewan yang berkembang biak secara melahirkan disebut vivipar. Hewan yang melahirkan
juga menghasilkan telur. Namun, telur yang dihasilkan tidak dibungkus cangkang dan tidak dikeluarkan dari dalam tubuh hewan betina. Kerbau, kijang, kucing, anjing, kuda, kambing, sapi, gajah, orang utan, kanguru, harimau, dan kelinci termasuk contoh hewan yang berkembang biak secara melahirkan. Hewan yang beranak kebanyakan menyusui anaknya. Hewan yang demikian disebut hewan mamalia. Ada pula hewan mamalia yang hidup di air. Misalnya, paus dan lumba-lumba. Berikut ini beberapa ciri hewan melahirkan. a) b) c) d)
Mempunyai kelenjar susu. Hewan betina menyusui anaknya dan memelihara mereka hingga dewasa. Mempunyai rahim. Kulit tubuh hewan umumnya memiliki rambut dan mengandung kelenjar, seperti kelenjar lemak
dan keringat. Golongan hewan melahirkan sebagian besar adalah hewan mamalia. Namun, ada juga hewan mamalia yang berkembang biak dengan cara bertelur.
Gambar 3: Paus dan kangguru adalah hewan vivivar Sumber: Encarta Encyclopedia, 2006 (BSE: Pitoyo, 2010: 28)
c.
Perkembangbiakan dengan bertelur dan beranak Selain berkembang biak dengan cara bertelur atau beranak, hewan juga dapat berkembang
biak melalui perpaduan kedua cara tersebut, yaitu dengan bertelur dan beranak. Hewan yang berkembang biak secara bertelur dan melahirkan disebut ovovivipar. Contoh hewan yang berkembang biak dengan cara demikian adalah ikan hiu, beberapa jenis ular, dan kadal. Cara berkembang biak secara ovovivipar merupakan perpaduan antara cara bertelur dengan cara melahirkan. Telur yang sudah dibuahi menetas di dalam tubuh hewan betina dan keluar sudah dalam bentuk bayi. Hewan tersebut tampak seolah-olah melahirkan anak, tetapi sebenarnya hewan tersebut mengandung calon anaknya dalam bentuk telur.
Gambar 4: Ikan hiu berkembang biak secara ovovivivar Sumber: Encarta Enclyclopedia, 2006 (BSE: Pitoyo, 2010: 28)
2.4 Kajian Penelitian yang Relevan Adapun penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian diantaranya dilakukan oleh: 1. Launuha (2013) pada penelitiannya yang berjudul Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Keseimbangan Ekosistem Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation di Kelas VI SDN 6 Kabila Bone Kab. Bone Bolango. Dari hasil penelitian, pada pelaksanaan tindakan siklus I dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation hasil belajar siswa belum mencapai indikator kinerja yang ditargetkan. Rata-rata kelas yang diperoleh pada siklus I sebesar 67,13 dan jumlah siswa yang tuntas berada di bawah standar yang diinginkan yakni hanya sekitar 66,67%. Sehingga dilaksanakan siklus II sebagai refleksi dari siklus I. Pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar siswa dimana rata-rata kelas yang diperoleh menjadi 85,06 dan jumlah siswa yang tuntas mencapai 83,33% atau indikator kinerja tercapai sehingga disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. 2. Rismawati (2012) pada penelitiannya yang berjudul penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe group investigation untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA tentang bumi dan alam semesta mengemukakan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan nilai rata-rata siklus I yaitu 72,60 dengan prosentase siswa yang mencapai KKM sebanyak 63,72%, siklus II yaitu 78,87 dengan prosentase sebesar 79,31% dan siklus III yaitu 83,44 dengan prosentase 86,20%, hasil belajar afektif dan psikomotornya dikategorikan sangat baik karena dari siklus I sampai siklus III mengalami peningkatan.
Hubungan antara penelitian yang telah dilakukan Launuha dan Rismawaty serta Ibhan Suprianto dengan yang akan direncanakan peneliti adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation. Adapun perbedaannya adalah materi yang diberikan berbeda antara Launuha, Rismawaty Ibhan Suprianto dengan peneliti. Materi yang akan disampaikan peneliti yaitu materi perkembangbiakan hewan. 2.5 Hipotesis Tindakan Adapun yang menjadi hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah “jika digunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation, maka hasil belajar siswa pada materi
perkembangbiakan hewan di kelas VI SDN 2 Suwawa Timur Kabupaten Bone Bolango akan meningkat”. 2.6 Indikator Kinerja Pembelajaran dianggap berhasil jika sebanyak 75% dari jumlah siswa yang dikenai tindakan mencapai nilai 65 ke atas (KKM= 65) dan hasil pengamatan kegiatan guru dan siswa mencapai 85% pada aspek dengan kriteria baik (B).