BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1
Hakikat Tolak Peluru Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang terdiri atas nomor lari,
jalan, tolak dan lempar. Pada nomor tolak peluru dan lempar cakram ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu kemampuan unsur ketangkasan dan ketepatan waktu, kecepatan melempar dan menolak, kekuatan serta penguasaan teknik yang baik. Tujuan dari tolak peluru dan lempar cakram yaitu mencapai jarak tolakan dan lemparan yang sejauh mungkin. (Hilman Nurhuda, 2010 ; 164) Tolak peluru termasuk nomor lempar. Dikatakan bahwa tolak peluru adalah nomor lempar karena nomor tolak peluru dilemparkan dengan cara ditolakkan atau didorong menggunakan tangan. Tujuan melakukan tolak peluru adalah menghasilkan jarak tolakan yang sejauh-jauhnya. Dalam tolak peluru terdapat dua macam gaya, yaitu gaya ortodock dengan awalan menyamping dan gaya O’Brien dengan membelakangi sektor tolakan. (Sri Wahyuni, 2010 ; 42) Menurut Edy Sih Miranto, Dkk (2010: 96) salah satu cabang atletik melempar adalah tolak peluru. Cabang olahraga ini kurang populer, karena tidak terlalu diminati. Hanya bermula dari pengisian waktu senggang dengan melempar batu, kayu atau apapun yang bisa dilempar akhirnya muncullah oalhraga tolak peluru. Persyaratan yang harus dimiliki oleh penolak peluru adalah yaitu: a. Kekuatan / Kekuatan maksimum b. Power 7
8
c. Kekuatan lempar d. Kecepatan berakslerasi e. Koordinasi f. Adaptibility Untuk dapat melakukan tolak peluru dengan baik, ada beberapa prinsip yang harus diketahui. Dalam nomor Tolak Peluru ada beberapa prinsip yang harus diingat,diantaranya yaitu : a.
Jarak lontaran yang diperoleh dalam tolak peluru sangat tergantung pada kecepatan gerak dan sudut tangan yang menolakan peluru tersebut.
b.
Untuk memperoleh kecepatan maksimum dibutuhkan tenaga terbesar yang bisa dikerahkan, tenaga ini digunakan untuk menolak peluru sejauh mungkin.
c.
Tenaga yang digunakan harus dikerahkan dalam urutan yang tepat, mulamula digunakan kelompok otot yang menimbulkan gerak lamban tetapi berkekuatan besar, kemudian digunakan kelompok otot yang relatif lebih lemah tetapi kerjanya lebih cepat.
d.
Sudut optimum lintasan tergantung pada kecepatan dan tingginya tolakan, umumnya berkisar antara 40° - 42°. Menurut Hilman Nurhuda, (2010;161) Tolak peluru adalah suatu gerakan
menyalurkan tenaga untuk memberikan daya dorong pada sebuah benda (peluru) sehingga pada benda tersebut dihasilkan kecepatan. Tolakan tidak dilakukan melalui pergelangan, tetapi diperoleh dari gerakan meluruskan siku. Tolak peluru memiliki beberapa gaya, salah satunya gaya O’Brien.
9
Gaya O’Brien atau gaya membelakang dilakukan dengan mengambil sikap membelakangi arah lemparan atau tolakan. Gaya ini kali pertama dilakukan atau diperkenalkan oleh Parry O’Brien. Gaya ini menghasilkan tolakan paling jauh dibanding gaya lainnya. Hilman Nurhuda, (2010;161) Teknik melakukan tolak peluru gaya O’Brien adalah sebagai berikut. 1. Berdiri dengan kedua kaki dibuka lebar dan membelakangi arah tolakan. 2. Badan rileks, angkat kaki kiri, dan bungkukkan badan ke depan. 3. Siku lengan kiri dibengkokkan sehingga tangan berada di depan dada, untuk menjaga keseimbangan badan bertumpu pada pangkal ujung kaki kanan serta berat badan berada di kanan. 4.
Pegang peluru dengan tangan kanan secara baik.
5. Ayun-ayunkan kaki kiri ke depan dan belakang. 6. Tolakan dimulai dengan menggeser kaki kanan ke arah tolakan dengan cepat. Pada saat geseran selesai, kaki kanan tetap pada posisi setengah jongkok dengan telapak kaki menumpu kuat pada tanah. Badan diputar ke arah tolakan dan lutut diluruskan dengan menolak kuat pada tanah. Selanjutnya, peluru ditolakkan dengan meluruskan lengan ke atas, ke arah tolakan (membentuk sudut 45°). Ketika peluru dilepaskan, kaki kanan menggantikan posisi kaki kiri. Kaki kiri diangkat ke belakang-atas untuk menjaga keseimbangan. Pergantian kaki tersebut disebut reverse. Tangan kanan tetap terjulur jauh di depan dan lengan kiri di samping atau di belakang badan. Semua gerakan
10
tersebut, baik gerakan kaki maupun gerakan lengan dimaksudkan untuk memberi keseimbangan tubuh agar tidar terdorong ke depan melewati balok pembatas.
Gambar 1 : Tolak peluru gaya O’Brien Sumber: Sri Wahyuni dkk,( 2010. 46)
2.1.2
Sarana dan Peralatan
a. Lapangan Tolak Peluru Menurut Sri Wahyuni, Dkk (2010:44) Lapangan tolak peluru bentuknya lingkaran dengan ketentuan sebagai berikut. 1) Lapangan tolak peluru dengan tebal garisnya 5 cm. 2) Sektor lemparan sudutnya ± 65o. 3) Garis tengah lingkaran 2,50 meter.
11
Gambar Lapangan tolak peluru. Sumber: Sri Wahyuni, Dkk (2010:44)
Menurut Budi Sutrisno.Dkk (2010
: 116) Lapangan tolak peluru
berbentuk lingkaran, lingkaran lempar terbuat dari besi yang tebalnya 6 mm, tingginya 2 cm dipasang rata dengan tanah di sekelilingnya
Gambar 2 : Lapangan tolak peluru. Sumber : Budi Sutrisno.Dkk (2010 : 116)
12
b. Peralatan Tolak Peluru Menurut Sri Wahyuni, dkk (2010:44) Peralatan yang digunakan untuk tolak peluru berikut ini. 1) Peluru. Ketentuan peluru sebagai berikut. a) Bahan dari besi, kuningan, atau logam. b) Bentuknya bulat, permukaannya harus licin. c) Bagi pria beratnya 7,257 kg. d) Bagi wanita beratnya 4 kg. e) Peluru untuk pria diameter minimal 110 mm dan maksimal 130 mm. f) Peluru untuk wanita diameter minimal 95 mm dan maksimal 110 mm. 2) Rol meter terbuat dari baja, gunanya untuk mengukur jarak tolakan. 3) Bendera untuk memberi tanda pada bekas tolakan. 2.1.3
Teknik Tolak Peluru
a.
Teknik Tolak Peluru Gaya Membelakangi ( O’ Brien )
1.
Fase Persiapan Mengambil posisi dengan membelakangi arah daerah lemparan dan berat
badan berada di atas tungkai kanan. Sambil merendahkan badan, angkatlah tumit dari tungkai penopang, sementara tungkai belakang diangkat sedikit kebelakang atas. Selanjutnya tekuklah segera tungkai penopang hingga kedua tungkai tertekuk dan posisi badan menjadi lebih rendah dan membungkuk ke depan.
13
Gambar 3 : Fase persiapan Sumber : Budi Sutrisno Dkk. ( 2010 : 117)
2.
Fase meluncur Luruskan tungkai kanan dengan cara menolak atau menghentakkan telapak
kaki dan tumit ke lantai dan bersamaan dengan gerakan ini, tungkai kiri ditendangkan dengan kuat ke arah balok stop. Gerakan persendian di atas dapat mempertahankan suatu keseimbangan tubuh, yang menandai suatu luncuran kaki kanan meninggalkan lantai, seraya dengan cepat ditarik ke posisi bawah badan, tepat di titik pusat lingkaran sambil tungkai kiri hampir serentak menjangkau lantai dekat ke arah balok stop dan sedikit ke arah kiri garis lemparan. Kedua kaki mendarat dengan telapak kaki sementara badan tetap membungkuk, sambil kedua bahu dan kepala tetap membelakangi arah lemparan, sementara titik berat badan dipusatkan di tungkai kanan. 3.
Fase akhir Dimulai dengan pemutaran kaki kanan dan lutut ke depan dan dilanjutkan
dengan pelurusan kedua tungkai. Pinggul digeser menyamping berat badan di antara kedua kaki. Bahu kiri dibuka ke depan dan bahu kanan diangkat dan b. Teknik Memegang Peluru Cara memegang peluru adalah sebagai berikut.
14
a) Peluru diletakkan diujung telapak tangan sampai pangkal jari-jari dengan posisi jari-jari direngangkan. b) Jari manis, jari tengah, dan jari telunjuk digunakan untuk menahan peluru bagian belakang. sedangkan jari kelingking dan ibu jari digunakan untuk menahan peluru bagian samping agar peluru tidak jatuh. c) Selanjutnya peluru ditempelkan bagian depan leher. d) Siku tangan yang memegang peluru diangkat ke samping agak serong ke depan sedikit.
Gambar 4 : Teknik memegang peluru dan meletakkan peluru Sumber: Mohammad Ali Mashar Dkk.( 2010 -35)
c.
Teknik Menolak Peluru Menurut Ali Mashar dan Dwinarhayu (2010 : 35) Teknik menolak peluru
adalah sebagai berikut. 1. Berdiri tegak membelakangi arah lemparan, kedua kakidibuka lebar. 2. Badan dibungkukkan, lutut kaki kanan ditekuk. 3. Tangan kanan memegang peluru di bawah dagu dan tangan kiri berada di depan yang fungsinya menjaga keseimbangan. 4. Badan diputar dari belakang ke arah tolakan/lemparan sambil siku ditarik serong ke atas belakang.
15
5. Pinggul, pinggang, dan perut didorong ke depan agak ke atas sehingga dada terbuka menghadap ke arah lemparan. 6. Dagu diangkat dan pandangan ke arah lemparan. 7. Selanjutnya peluru ditolakkan sekuat-kuatnya ke atas depan sampai tangan kanan lurus. 8. Setelah peluru dilepaskan, secepatnya kaki kanan menapak ke depan dengan lutut agak ditekuk. 9. Kaki kiri di belakang diangkat untuk membantu menjaga keseimbangan, dan badan condong ke depan.
Gambar 5 : Gerakan tolak peluru gaya membelakangi Sumber: Mohammad Ali Mashar Dkk. (2010 -36)
2.1.4
Hakikat Modifikasi Model Pembelajaran Menurut Yoyo ( 2012 : 2 ) Modifikasi merupakan salah satu upaya yang
dapat dilakukan oleh para guru agar proses pembelajaran dapat mencerminkan DAP. Esensi modifikasi adalah menganalisis sekaligus mengembangkan materi pelajaran dengan cara meruntunkannya dalam bentuk aktivitas belajar yang potensial sehingga dapat memperlancar siswa dalam belajarnya. Cara ini
16
dimaksudkan untuk menuntun, mengarahkan, dan membelajarkan siswa yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, yang tadinya kurang terampil menjadi lebih terampil. Modifikasi secara umum diartikan sebagai usaha untuk mengubah atau menyesuaikan. Namun secara khusus modifikasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menciptakan dan menampilkan sesuatu hal yang baru, unik, dan menarik. Modifikasi disisi mengacu kepada sebuah penciptaan, penyesuaian dan menampilkan suatu alat/sarana dan prasarana yang baru, unik, dan menarik terhadap suatu proses belajar mengajar pendidikan jasmani. Pelaksanaan modifikasi sangat diperlukan bagi setiap guru pendidikan jasmani sebagai salah satu alternatif atau solusi dalam mengatasi permasalahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar pendidikan jasmani, modifikasi merupakan implementasi yang sangat berintegrasi dengan aspek pendidikan lainnya. (Hambali, 2013 Online) Modifikasi merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh para guru agar pembelajaran mencerminkan DAP (Developmentally Appropriate Practice) artinya tugas ajar yang diberikan harus memperhatikan perubahan kemampuan anak dan dapat membantu mendorong perubahan tersebut. Oleh sebab
itu
cara
ini
dimaksudkan
untuk
menuntun,
mengarahkan,
dan
membelajarkan siswa dari yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, dari tingkat yang tadinya lebih rendah menjadi memiliki tingkat yang lebih tinggi Bahagia dan Suherman, ( 1999/2000: 1) dalam jurnal Pratama ( 2012 : 3 ) Modifikasi dalam
17
pendidikan jasmani dan kesehatan dianggap sebagai salah satu hal yang dapat membantu guru selam proses kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan keterbatasan yang dimiliki oleh sekolah. Disamping pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang tujuan, karakteristik, materi, kondisi lingkungan, dan evaluasi, keadaan sarana, prasarana dan media pengajaran pendidikan jasmani yang dimiliki oleh sekolah akan mewarnai kegiatan pembelajaran itu sendiri. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari yang paling dirasakan oleh para guru pendidikan jasmani adalah halhal yang berkaitan dengan sarana serta prasarana pendidikan jasmani yang merupakan media pembelajaran pendidikan jasmani sangat diperlukan. Minimnya sarana dan prasarana pendidikan jasmani yang dimiliki sekolahsekolah, menuntut seorang guru pendidikan jasmani untuk lebih kreatif dalam memberdayakan dan mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana yang ada. Seorang guru pendidikan jasmani yang kreatif akan mampu menciptakan sesuatu yang baru, atau memodifikasi yang sudah ada tetapi disajikan dengan cara yang semenarik mungkin, sehingga anak didik akan merasa senang mengikuti pelajaran penjas yang diberikan. Banyak hal-hal sederhana yang dapat dilakukan oleh guru pendidikan jasmani untuk kelancaran jalannya pendidikan jasmani. Adapun modifikasi menurut Bahagia dan Suherman, (1999/2000: 16-19) dalam jurnal Pratama ( 2012 : 5 ) memiliki persyaratan sebagai berikut: a) Mendorong partisipasi maksimal dari siswa b) Memperhatikan keselamatan c) Mengajar efektifitas dan efesiensi geraks
18
d) Memenuhi tuntunan perbedaan kemampuan anak e) Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan gerak anak f) memperkuat keterampilan yang sudah dipelajari sebelumnya g) Mengajarkan siswa menjadikan cerdas h) Meningkatkan perkembangan yang emosional dan social. Modifikasi adalah mengembangkan materi pembelajaran dengan cara meruntutkannya
dalam
bentuk
aktivitas
belajar
yang
potensial
untuk
menuntun,mengarahkan, dan membelajarkan siswa dari yang tadinya tidak biasa menjadi bisa, dari tingkat yang tadinya lebih rendah menjadi memiliki tingkat yang lebih tinggi (Bahagia, 2000: 41) dalam jurnal Pratama ( 2012 : 4 ) Sehingga modifikasi dapat digunakan dalam setiap aktivitas pembelajaran, tidak terkecuali pendidikan jasmani dan kesehatan. Modifikasi pembelajaran dalam pendidikan jasmani dan kesehatan dilakukan karena anak-anak secara fisik dan emosi belum begitu matang jika dibandingkan dengan orang dewasa. Sesuai dengan manfaat yang dapat diambil dari hasil modifikasi pembelajaran di atas, modifikasi pembelajaran mempunyai tujuan. modifikasi pembelajaran mempunyai tujuan sebagai berikut: 1.
Modifikasi Tujuan Pembelajaran Modifikasi pembelajaran dapat dikaitkan dengan tujuan pembelajaran.
Modifikasi tujuan materi ini dapat dilakukan dengan cara membagi tujuan materi ke dalam tiga komponen, yakni: a) Tujuan perluasan, b) Tujuan penghalusan, dan c) Tujuan penerapan.
19
Tujuan Perluasan maksudnya adalah tujuan pembelajaran yang lebih menekankan pada perolehan pengetahuan dan kemampuan melakukan bentuk dan wujud keterampilan yang dipelajarinya tanpa memperhatikan aspek efisiensi dan efektivitas. Tujuan penghalusan maksudnya adalah tujuan pembelajaran yang lebih menekankan pada perolehan pengetahuan dan kemampuan melakukan efisiensi gerak atau keterampilan yang dipelajarinya. Setiap rencana yang akan dilaksanakan tentunya terdapat suatu maksud dan tujuan. Dalam hal ini Lutan (1988) menyatakan mengenai tujuan memodifikasi dalam pelajaran pendidikan jasmani yang dikutip oleh Husdarta (2011:179) yaitu agar : 1.
Siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran,
2.
Meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi, dan
3.
Siswa dapat melakukan pola gerak secara benar.
Pendekatan modifikasi ini dimaksudkan agar materi yang ada di dalam kurikulum dapat tersampaikan dan disajikan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor anak, sehingga pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar dapat dilakukan secara intensif. Tujuan penerapan maksudnya adalah tujuan pembelajaran yang lebih menekankan pada perolehan pengetahuan dan kemampuan melakukan efektivitas gerak atau keterampilan yang dipelajarinya. 2.
Modifikasi materi pembelajaran Modifikasi materi menurut Bahagia dan Suherman (1999/2000: 4-6) dalam
jurnal Pratama ( 2012 : 5 ) ini dapat diklasifikasikan menjadi 5 klasifikasi yaitu:
20
(1) komponen keterampilan (skill); (2) klasifikasi keterampilan; (3) kondisi penampilan; (4) jumlah keterampilan; (5) perluasan jumlah perbedaan responden. Sehingga dengan klasifikasi tersebut dapat diketahui hal-hal yang dapat dimodifikasi. Komponen keterampilan berarti materi pembelajaran penjas dalam kurikulum pada dasarnya merupakan keterampilan-keterampilan yang akan dipelajari siswa. Guru dapat memodifikasi keterampilan tersebut dengan cara mengurangi atau menambah tingkat kesulitan dengan cara menganalisa dan membagi keterampilan keseluruhan ke dalam komponen-komponen , lalu melatihnya perkomponen. Berlatih perbagian ini akan kurang bermakna apabila siswa belum tahu wujud gerak secara keseluruhan. Oleh karena itu berikan gambaran secara keseluruhan terlebih dahulu dengan demonstrasi guru atau bimbinglah siswa melakukan gerak keseluruhan. Klasifikasi keterampilan (skill) berarti materi pembelajaran dalam bentuk keterampilan yang akan dipelajari siswa dapat disederhanakan berdasarkan klasifikasi keterampilannya dan memodifikasinya dengan jalan menambah atau mengurangi tingkat kesulitannya. Klasifikasi keterampilan tersebut yaitu: 1) Close skill (keterampilan tertutup) 2) Close skill pada lingkungan yang berbeda 3) Open skill (kerampilan terbuka), dan 4) Keterampilan permainan. Close skill merupakan tingkat keterampilan yang paling sederhana, sementara
keterampilan
permainan
merupakan
tingkatan
yang
paling
tinggi,termasuk di dalamnya permainan berbagai kecabangan olahraga. Dalam
21
tingkatan ini pemain selain dituntut menguasai berbagai skill yang diperlukan untuk melakukan permainan, mengkombinasikan skill yang berbeda, juga harus menguasai berbagai strategi, baik ofensif maupun difensif. Jumlah keterampilan berarti guru dapat memodifikasi pembelajaran dengan jalan menambah atau mengurangi
jumlah
keterampilan
yang
dilakukan
siswa
dengan
cara
mengkombinasikan gerakan atau keterampilan. Dengan catatan bahwa dalam menambah dan mengurangi jumlah keterampilan tersebut guru harus memperhatikan karakteristik siswa. 3.
Modifikasi lingkungan pembelajaran Modifikasi pembelajaran menurut Bahagia dan Suherman (1999/2000: 7-
8) dalam jurnal Pratama ( 2012 : 7 ) dapat dikaitkan dengan kondisi lingkungan pembelajaran. Modifikasi lingkungan pembelajaran ini dapat diklasifikasikan kedalam tiga klasifikasi yaitu (1) peralatan; (2) Penataan ruang gerak dalam berlatih; (3) jumlah siswa yang terlibat. Klasifikasi peralatan berarti guru dapat mengurangi atau menambah tingkat kompleksitas dan kesulitan tugas ajar dengan cara memodifikasi peralatan yang digunakan untuk melatih skill itu. Misalnya, berat-ringannya, besar-kecilnya, tinggi-rendahnya,
panjang-pendeknya
peralatan
yang digunakan.
Dengan
demikian, pendapat yang telah dipaparakan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa untuk mengurangi atau menambah tingkat komfleksitas dan kesulitan tugas gerak yang harus dikuasai oleh siswa yaitu dengan cara memodifikasi peralatan.
22
4.
Modifikasi evaluasi pembelajaran Evaluasi materi maksudnya adalah penyusunan aktivitas belajar yang
terfokus pada evaluasi skill yang sudah dipelajari siswa pada berbagai situasi. Aktivitas evaluasi dapat merubah fokus perhatian siswa dari bagaimana seharusnya suatu skill dilakukan menjadi bagaimana skill itu digunakan atau apan tujuan skill itu (Bahagia dan Suherman, 1999/2000: 8) dalam jurnal Pratama (2012 : 7). 2.2 Kerangka Berpikir Keberhasilan kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani ditentukan oleh beberapa faktor, antra lain: kemampuan guru, minat siswa, materi pembelajaran, serta sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana merupakan kebutuhan yang harus ada di dalam pendidikan jasmani. Secara psikologis keadaan sarana dan prasarana sekolah yang cukup dan memenuhi syarat akan memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Tersedianya sarana dan prasarana yang mencukupi juga akan memperlancar proses pembelajaran, memberi peluang yang lebih banyak kepada siswa, untuk pengulangan
latihan,
meningkatkan
semangat
siswa,
sehingga
mampu
meningkatkan kesegaran jasmani. Jadi sarana dan prasarana pendidikan jasmani merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani. Namun keberadaan sarana dan prasarana pendidikan jasmani sangat beragam, terutama sarana dan prasarana pendidikan jasmani di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Masih banyak sekolah yang kekurangan sarana dan prasarana
23
penunjang aktivitas jasmani sehingga menyebabkan proses pembelajaran pendidikan jasmani tidak optimal. Melihat kenyataan tersebut, maka harus ada kerja sama yang harmonis antara kepala sekolah dengan guru pendidikan jasmani dalam hal pengadaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana agar dapat tercapai hasil pembelajaran yang diharapkan. Selain itu, guru pendidikan jasmani yang berkaitan langsung dalam proses pembelajaran perlu mempunyai strategikan kreativitas dalam memodifikasi sarana dan prasarana. Keterbatasan sarana dan prasarana seharusnya tidak dijadikan alasan bagi guru pendidikan jasmani untuk mengajar seadanya sehingga menyebabkan kegagalan dalam pembelajaran jasmani. Keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani ditentukan oleh guru sebagai unsur utama, sedangkan sarana dan prasarana hanya merupakan salah satu unsur penunjang keberhasilan proses pembelajaran. Namun demikian keadaan sarana dan prasarana pendidikan jasmani yang cukup akan lebih menunjang kebehasilan tujuan pembelajaran pendidikan jasmani yang sukses. 2.3 Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian di atas hipotesis dalam penelitian ini adalah jika guru memodifikasi model pembelajaran maka teknik dasar tolak peluru pada siswa Kelas VII di SMP Negeri 1 Tapa meningkat. 2.4 Indikator Kinerja Yang menjadi indikator kinerja pada penelitian ini adalah “jika persentase siswa 25% hingga 75% dari persentasi sebelumnya maka penelitian dinyatakan berhasil dengan melalui modifikasi model pembelajaran.