BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1. Proses Belajar Mengajar dan Hasil Belajar Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman. Untuk dapat belajar, maka perubahan itu harus relatif menetap. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik psikis maupun fisik, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berfikir keterampilan, kecakapan, kebiasaan, atau sikap. Sunaryo (1989) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu kegiatan, dimana seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan yaitu tingkah laku yang positif artinya untuk mencapai kesempurnaan hidupnya. Menurut Fadilah (2013) belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lainnya. Ichal (2013) juga mengemukakan bahwa belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap jenjang pendidikan. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dan penting. Mengajar merupakan proses aktif guru untuk membimbing siswa dalam memahami dan mempelajari konsep-konsep yang dikembangkan dalam proses belajar mengajar. Karena kegiatan mengajar merupakan hal yang wajib dikerjakan
oleh setiap individu, maka guru hendaknya dapat membimbing siswanya dan memberikan dorongan kepada siswanya agar timbul motivasi belajar dalam diri siswa atau sebagai motivasi intrinsik (Arifin, 2003). Ada empat unsur utama proses belajar mengajar, yakni tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar. Bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan atau dibahas dalam proses belajar mengajar agar sampai pada tujuan yang telah ditetapkan. Metode dan alat adalah cara atau tehnik yang digunakan dalam mencapai tujuan. Sedangkan penilaian adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui kebarhasilan proses dan hasil belajar siswa (Sudjana, 1989). Hasil belajar yaitu perubahan sebagai hasil proses belajar ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, penalaran, sikap dan tingkah laku, keterampilan dan kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain dalam diri individu yang belajar (Sudjana, 1989). Hasil belajar, untuk sebagian adalah berkat tindak guru, suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Pada bagian lain hasil belajar merupakan peningkatan kemampuan mental siswa (Dimyati, 1994). Perubahan tingkah laku dikatakan sebagai hasil belajar, apabila: a) hasil belajar sebagai pencapaian tujuan menekankan pentingnya tujuan mengajar. Ketegasan dalam menetapkan tujuan akan memberikan arah yang jelas pada
pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan rumusan pertanyaan mengenai kemampuan atau tingkah laku yang diharapkan dikuasai oleh siswa setelah mengikuti pelajaran. Tingkat pencapaian tujuan menunjukkan kualitas pembelajaran, b) hasil belajar merupakan proses kegiatan belajar yang disadari. Siswa yang terkreativitas akan menunjukkan belajar dengan penuh kesadaran, kesungguhan, tidak ada paksaaan untuk memperoleh tingkat penguasaan pengetahuan. Disamping itu motivasi sangat berpengaruh terhadap pengetahuan dan konsentrasi siswa pada pelajaran, c) hasil belajar sebagai proses latihan. Latihan-latihan adalah suatu pengulangan atau tindakan sebagai respon terhadap rangsangan dari luar, dalam rangka memperoleh kemampuan baru untuk bertindak. Latihan merupakan suatu proses belajar yang disadari oleh pelakunya (Sudjana, 1989). Berdasarkan teori proses belajar mengajar di atas dapat dikatakan bahwa dalam proses belajar mengajar guru tidak terbatas hanya sebagai penyampai materi dan ilmu pengetahuan, tetapi juga bertanggung jawab atas perkembangan peserta didik serta memberikan dorongan dan motivasi di dalam mengembangkan pembelajaran kimia yang lebih bermakna dan aktif untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan hasil belajar memberikan informasi mengenai tingkat penguasaan pelajaran yang diberikan selam proses pembelajaran yang dilangsungkan, digunakan alat ukur berupa tes dalam suatu proses evaluasi. 2.2. Model Pembelajaran Learning Cycle Salah satu alternatif strategi pembelajaran yang berpaham konstruktivistik adalah strategi pembelajaran learning cycle. Secara umum, strategi ini merupakan
bagian dari inquiry approach (pendekatan inkuiri), yang didasarkan pada hasil pemikiran Jean Piaget tentang model perkembangan berpikir anak. Strategi pembelajaran learning cycle umumnya terdiri atas tiga tahap yaitu tahap exploration (eksplorasi), tahap invention (penemuan), dan fase application (penerapan). Siklus belajar (learning cycle) merupakan suatu model pembelajaran dengan berpusat pada siswa (student centered). Strategi mengajar model siklus belajar memungkinkan seorang peserta didik untuk tidak hanya mengamati hubungan, tetapi juga menyimpulkan dan menguji penjelasan tentang konsepkonsep yang dipelajari. Karakteristik kegiatan belajar pada masing- masing tahap learning cycle mencerminkan pengalaman belajar dalam mengkontruksi dan mengembangkan pemahaman konsep (Trianto, 2007). Menurut Tuna dan Kacar (2013) mahasiswa harus berpikir kreatif dan kompleks untuk mengatasi masalah dan kesulitan, mereka harus berpikir secara integratif dalam rangka untuk menyatukan pikiran mereka. Situasi ini hanya dapat terjadi ketika siswa memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan ini disebut juga keterampilan berpikir kritis. Didasarkan pada pendekatan konstruktivis, model pembelajaran siklus belajar memerlukan keterampilan dan merangsang
siswa
untuk
mengeksplorasi,
penyelidikan,
mendapatkan
pengalaman, dan mentransmisikan juga keterampilan berpikir kritis kepada siswa. Lorsbach (dalam Sari, 2013), mengemukakan bahwa model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) merupakan salah satu model pembelajaran yang menggunakan paradigma konstruktif. Implementasi model ini dalam kegiatan belajar dapat membantu siswa memahami konsep melalui tahap pengumpulan
data (exploration), pengenalan konsep (concept indtroduction), dan penerapan konsep (concept application). Tiga siklus (tahap) tersebut saat ini dikembangkan menjadi lima tahap yang terdiri dari engagement (mengajak), exploration (menyelidiki), explanation (menjelaskan), elaboration/extention (memperluas), dan evaluation (menilai) (5E). Fajaroh dan Dasna (2007) menjelaskan bahwa learning cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Setiap tahap yang terstruktur dalam learning cycle memiliki manfaat yang positif bagi siswa karena mengindikasikan pembelajaran yang bersifat studentcentered. Proses pembelajaran bukan lagi sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi merupakan proses pemerolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung (Agustyaningrum, 2010). Salah satu strategi dari konstruktivis adalah model learning cycle berdasarkan teori pengetahuan yang dibangun oleh peserta didik, di mana ketika siswa diberikan masalah dapat dipecahkan melalui pengalaman mereka sebelumnya. Berikut ini adalah langkah-langkah merancang model pembelajaran learning cycle menurut Carareh (2012): 1) memilih konsep dari buku bacaan dan menciptakan minat belajar siswa, 2) menciptakan konsep atau masalah, 3) mengumpulkan data sebagai pengetahuan suatu konsep, 4) memberikan siswa instruksi tertulis untuk membantu mereka mengumpulkan data yang diperlukan untuk memahamii suatu konsep, 5) memilih konsep yang sesuai untuk digunakan
dalam pembelajaran, 6) menyiapkan alat evaluasi konsep, termasuk data yang dikumpulkan oleh siswa dan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada mereka di akhir pembelajaran. Haerawati (2009) dalam (Wibowo, 2010), mengemukakan siklus belajar yang dikembangkan oleh Rodger W. Bybee memiliki tahap-tahap sebagai berikut: 1) tahap pengenalan, yaitu pengenalan terhadap pelajaran yang akan dipelajari yang sifatnya memotivasi atau mengaitkannya dengan hal-hal yang membuat siswa lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan guru dalam mengajar. Tahap ini dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan, memberikan gambaran tentang materi yang akan dipelajari, membaca, demonstrasi, atau aktivitas lain yang digunakan untuk membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa. ini juga diigunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pikiran siswa mengenai konsep yang akan dipelajari; 2) tahap penyelidikan, yaitu tahap yang membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari. Tahap ini dapat dilakukan dengan mengobservasi, bertanya, dan menyelidiki konsep dari bahan-bahan pembelajaran yang telah disediakan sebelumnya. Pada tahap ini juga siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ideide melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literature; 3) tahap penjelasan, yaitu tahap yang didalamnya berisi ajakan atau dorongan terhadap siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang mereka
dapatkan ketika tahap ekplorasi/penyelidikan dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri, selanjutnya guru menjelaskan konsep dan definisi yang lebih formal untuk menghindari perbedaan konsep yang dipahami oleh siswa; 4) tahap perluasan, yaitu tahap yang tujuannya ingin membawa siswa untuk menggunakan definisi-definisi, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan yang telah dimiliki siswa dalam situasi baru melalui kegiatan seperti praktikum lanjutan dan problem solving. Tahap ini dapat meliputi penyelidikan, pemecahan masalah, dan membuat keputusan; 5) tahap penilaian, yaitu penilaian terhadap seluruh pembelajaran dan pengajaran. Pada tahap ini dapat digunakan berbagai strategi penilaian formal dan informal. Guru diharapkan secara terus-menerus dapat mengobservasi
dan
memperhatikan
siswa
terhadap
pengetahuan
dan
kemampuannya. Kelima tahapan Siklus Belajar dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini:
Gambar 1. Learning Cycle 5E (Sumber: Haerawati (2009) dalam (Wibowo, 2010)) Menurut Cohen dan Clough (dalam Wibowo, 2010), penerapan model learning cycle memberi keuntungan sebagai berikut: 1) meningkatkan motivasi belajar karena pelajar (siswa) dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran,
2) membantu mengembangkan sikap ilmiah pelajar, 3) pembelajaran menjadi lebih bermakna. Fajaroh dan Dasna (2007) mengemukakan kekurangan penerapan model learning cycle yang harus selalu diantisipasi adalah sebagai berikut: 1) menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran, 2) memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi, 3) memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran. Selain learning cycle 5E dikenal juga pembelajaran learning cycle 7E. Learning cycle 7E adalah model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh Eisenkraft (2003) yang terdiri dari tujuh tahapan belajar yaitu: elicit (mendatangkan pengetahuan awal siswa), engage (membangkitkan minat), explore (mengeksplor), explain (menjelaskan), elaborate (menerapkan), evaluate (mengevaluasi), dan extend (memperluas). Wena (2009) dalam (Wiwik, 2012) menjelaskan ketujuh tahapan learning cycle 7E meliputi: 1) Elicit (mendatangkan pengetahuan awal siswa), yaitu tahap untuk mengetahui sampai dimana pengetahuan awal siswa yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari; 2) Engage (membangkitkan minat), pada tahap ini guru berusaha membangkitkan minat siswa tentang topik yang akan diajarkan; 3) Explore (mengeksplor), pada tahap ini dibentuk kelompok-kelompok kecil, kemudian diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil tanpa pembelajaran langsung dari guru. Siswa didorong untuk bekerja sama dalam kelompok untuk menguji hipotesis dan atau membuat hipotesis baru, mencoba
alternatif pemecahannya dengan teman sekelompok, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide atau pendapat yang berkembang dalam diskusi. Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator; 4) Explain (menjelaskan), pada tahap ini guru membimbing siswa untuk menjelaskan hasil eksplorasi mereka. Pada tahap ini guru dituntut mendorong siswa untuk menjelaskan suatu konsep dengan kalimat/pemikiran sendiri, meminta bukti dan klarifikasi atas penjelasan siswa, dan saling mendengar secara kritis penjelasan antarsiswa dan guru; 5) Elaborate (menerapkan), tahap ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan pengetahuan mereka; 6) Extend (memperluas), pada fase extend pengetahuan diterapkan dalam konteks yang baru dan tidak terbatas pada elaborate. Fase ini dapat dilakukan dengan mengaitkan konsep yang dipelajari dengan konsep yang lain; 7) Evaluate (mengevaluasi), pada tahap evaluasi guru mengevaluasi hasil belajar siswa.
Gambar 2. Learning Cycle 7E (Sumber: Wena (2009) dalam (Wiwik, 2012)) Atas dasar dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran learning cycle dapat membuat siswa lebih aktif menggali pengetahuan dan potensi yang dimilikinya. Selain itu, siswa lebih aktif selama
proses pembelajaran, menghilangkan rasa bosan dan jenuh dengan model pembelajaran ceramah. Model learning cycle juga dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman, menyenangkan, menarik dan lebih bermakna. 2.3. Peta Konsep Carrol (dalam Trianto, 2007) mendefinisikan konsep atau pengertian sebagai suatu abstraksi dari serangkaian pengalaman yang didefinisikan sebagai suatu kelompok objek atau kejadian. Dengan menguasai konsep, maka pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tidak terbatas. Menurut Fisher (Asan, 2007); secara tradisional peta konsep hanya dapat dibuat dengan menggunakan bantuan kertas dan pensil. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi komunikasi
(Information
and
Commmunication
Technologies/ICT),
pengembangan peta konsep dapat dilakukan dengan menggunakan visualisasi komputer. Dengan menggunakan visualisasi komputer, peta konsep digunakan sebagai alat untuk mengembangkan hubungan antar konsep. Dalam membuat peta konsep, setiap orang akan menghasilkan peta konsep yang berbeda meskipun konsep utamanya sama. Hal ini karena bisa saja menurut orang lain konsep itu kurang bermakna, tetapi menurut orang satu lagi konsep tersebut merupakan konsep bermakna yang harus dimasukkan ke dalam peta konsep. Salah satu pernyataan dalam teori Ausubel adalah bahwa faktor yang paling penting dalam mempengaruhi pembelajaran adalah apa yang telah diketahui siswa (pengetahuan awal). Jadi supaya belajar jadi bermakna, maka konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada dalam struktur kognitif siswa. Ausubel
belum menyediakan suatu alat atau cara yang sesuai yang digunakan guru untuk mengetahui apa yang telah diketahui oleh para siswa (Dahar, 1988). Berkenaan dengan itu Novak dan Gowin dalam Dahar (1988) mengemukakan bahwa cara untuk mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa, supaya belajar bermakna berlangsung dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep. Adapun yang dimaksud dengan peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke konsepkonsep lain pada kategori yang sama (Trianto, 2007). Peta konsep adalah suatu media belajar yang digunakan untuk menyatakan hubungan yang bermakna dalam bentuk proposisi-proposisi. Proposisi-proposisi ini merupakan dua atau lebih konsep yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit sistematik. Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri dari dua konsep yang dihubungkan oleh suatu kata penghubung untuk membentuk suatu proposisi misalnya, tata nama senyawa adalah suatu konsep sedangkan anorganik dan organik merupakan konsep penunjang (Dahar; 1988). Menurut Sutiman (2012) konsep yang dikembangkan oleh seseorang akan tidak sama dengan peta konsep yang dikembangkan oleh orang lain, sebab dalam pikiran seseorang akan muncul banyak konsep yang dituangkan masing-masing individu mungkin berbeda tergantung pada minat dan tingkat pengetahuannya. Konsep dibedakan dalam dua jenis tingkat keabstrakannya, yaitu konsep konkrit dan konsep yang didefinisikan. Konsep-konep konkrit misalnya thermometer dan air. Konsep yang didefinisikan dibangun dari konsep konkrit sebagai referen misalnya suhu dan energi.
Menurut Novak dan Gowin (1985) (dalam Hamsa, 2010), mengemukakan kriteria penilaian peta konsep adalah sebagai berikut: 1) proposisi, adalah dua konsep yang dihubungkan oleh kata penghubung. Proposisi dikatakan sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat. Untuk setiap proposisi yang sahih diberi skor 1, 2) hirarki, adalah tingkatan dari konsep yang paling umum sampai konsep yang paling khusus. Urutan penempatan konsep yang lebih umum dituliskan di atas dan konsep yanglebih khusus dituliskan di bawahnya. Hierarki dikatakan sahih jika urutan penenmpatan konsepnya benar. Untuk setiap hierarki yang sahih diberi skor 5, 3) kaitan silang, adalah hubungan yang bermakna antara suatu konsep pada satu hierarki dengan konsep lain pada hierarki yang lainnya. Kaitan silang dikatakan sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua konsep pada hirarki yang berbeda. Sementara itu, kaitan silang dikatakan kurang sahih jika tidak menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan kedua konsep sehingga antara kedua konsep tersebut menjadi kurang jelas. Untuk setiap kaitan silang yang sahih diberi skor 10. Sedangkan untuk setiap kaitan silang yang kurang sahih diberi skor 2, 4) contoh, adalah kejadian atau objek yang spesifik yang sesuai dengan atribut konsep. Contoh dikatakan sahih jika contoh tersebut tidak dituliskan di dalam kotak karena contoh bukanlah konsep. Untuk setiap contoh yang sahih diberi skor 1. Peta konsep dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Juli (2004) mengemukakan beberapa tujuan digunakannya peta konsep, antara lain: 1) untuk mengetahui kemampuan siswa dalam merangkum materi yang telah ia pelajari, 2)
untuk mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi, 3) untuk mengetahui perbedaan siswa dalam memahami suatu materi, 4) untuk merefleksikan kemampuan berfikir, 5) untuk menilai hasil belajar siswa, 6) untuk memahami proses seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuan. Hal senada juga dikemukakan oleh Dahar (1988), bahwa peta konsep dapat digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, yaitu: 1) untuk menyelidiki mengenai sesuatu yang telah diketahui oleh siswa, 2) sebagai salah satu alat bagai siswa mengenai bagaimana seharusnya ia belajar, 3) dapat mengungap konsepsi yang salah, 4) dapat digunakan untuk mengevaluasi siswa. Beberapa ciri peta konsep yang dapat dikemukakan Dahar (1988) adalah sebagai berikut: 1) peta konsep atau pemetaan konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan konsep proposisi-proposisi suatu bidang studi. Dengan membuat peta konsep, siswa dapat memahami bidang studi itu dengan lebih jelas, dan mempelajari bidang studi itu dengan lebih bermakna, 2) suatu peta konsep merupakan gambaran dua dimensi dari suatu bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan professional antara konsep-konsep. Peta konsep bukan hanya menggambar konsep-konsep yang penting melainkan juga hubungan antara konsep-konsep itu, 3) cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep tidak semuanya memiliki konsep yang sama. Ini berarti ada beberapa konsep yang lebih inklusi, dari pada konsep yang lain, 4) peta konsep berbentuk hirarki bila dua konsep atau lebih digambarkan dibawah suatu konsep yang lebih insklusif, terbentuklah hirarki peta konsep itu.
Cara pembuatan peta konsep mengikuti aturan yang dikemukakan oleh Dahar (1988) sebagai berikut: 1) pilihlah bacaan dari buku pelajaran, 2) tentukan konsep-konsep yang relevan, 3) mengurutkan konsep-konsep itu dari yang paling inklusif ke yang paling tidak inklusif (khusus), 4) menyusun konsep diatas pada kertas, mulai dengan konsep yang inklusif dipuncak ke konsep yang paling tidak inklusif (khusus), 5) menghubungkan konsep-konsep itu dengan sebuah atau lebih kata penghubung. Menurut Doran, Chan, dan Tamir dalam (Suryadharma, 2007) bahwa rambu-rambu untuk menilai suatu peta konsep dapat dikemukakan parameterparameter berikut: a) banyaknya konsep yang relevan yang dikembangkan oleh siswa. Guru hanya memberi konsep topik atau beberapa konsep awal, b) banyaknya proposisi yang benar. Parameter ini penting bila peta konsep hendak dipakai sebagai alat asesmen. Guru harus meneliti setiap proposisi yang menunjukkan hubungan antar konsep. Bila ada kesalahan proposisi maka harus dicermati apakah kesalahan ini menunjukkan suatu miskonsepsi atau kesalahan biasa, c) banyaknya cabang. Parameter ini menunjukkan siswa mengetahui diferensiasi konsep-konsep artinyaia memahami jenjang dari konsep-konsep, d) banyaknya hubungan silang antara konsep-konsep, misalnya antara konsep daur ulang dan kertas, atau antara sampah kebun dengan kompos, dan lain lain, e) banyaknya contoh konsep spesifik. Para siswa dapat menambahkan contoh contoh konsep khusus untuk memfasilitasi mengendapnya konsep-konsep di dalam pemahaman konseptual mereka.
Menurut Nur (2000) dalam Trianto (2007) jenis peta konsep ada empat macam yaitu: pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map). 1. Pohon Jaringan Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata lain dihubungkan oleh garis penghubung. Kata-kata pada garis penghubung memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pohon jaringan cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal: 1) menunjukan informasi sebab-akibat, 2) suatu hirarki, 3) prosedur yang bercabang. 2. Rantai Kejadian Nur dalam Trianto (2007) mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memberikan suatu urutan kejadian, langkahlangkah dalam suatu prosedur, atau tahap-tahap dalam suatu proses. Misalnya dalam melakukan eksperimen. Rantai kejadian cocok digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal: 1) memberikan tahap-tahap suatu proses, 2) langkahlangkah dalam suatu prosedur, 3) suatu urutan kejadian. 3. Peta Konsep Siklus Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil akhir. Kejadian akhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian awal. Seterusnya kejadian akhir itu menghubungkan kembali ke kejadian awal siklus itu berulang dengan sendirinya dan tidak ada akhirnya. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian
kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulangulang. 4. Peta Konsep Laba-laba Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Melakukan curah pendapat ide-ide berasal dari suatu ide sentral, sehingga dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide tersebut berkaitan dengan ide sentral namun belum tentu jelas hubungannya satu sama lain. Peta konsep laba-laba digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut: 1) tidak menurut hierarki, 2) kategori yang tidak paralel, 3) hasil curah pendapat. Dari berbagai pendapat di atas, peta konsep dapat diartikan sebagai suatu alat untuk memetakan pengetahuan awal siswa dengan menghubungkan suatu konsep yang satu ke konsep yang lainnya agar kondisi belajar siswa lebih bermakna. 2.4. Tata Nama Senyawa dan Persamaan Reaksi Semakin banyaknya senyawa baru yang ditemukan,diperlukan suatu aturan penamaan yang berlaku internasional. Lembaga yang berwenang untuk merumuskan tata nama senyawa secara international adalah The International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC). Dalam ilmu kimia, beberapa unsur dapat mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi. Oleh karena itu diperlukan suatu tata nama yang menyertakan bilangan oksidasi dari unsur dalam senyawanya. Tata nama demikian dikembangkan oleh ahli kimia jerman Alferd stock dan kemudian dikenal sebagai sistem stock (Permana, 2009).
Senyawa adalah zat yang terdiri dari dua atau lebih unsur dan untuk masing-masing senyawa individu selalu ada dalam proporsi massa yang sama. (Brady; 1999). Pendapat lain dikemukakan oleh Sitorus (2006), senyawa adalah zat-zat yang terbentuk dan tersusun dari unsur-unsur melalui suatu reaksi kimia. Sifat-sifat suatu senyawa sangat berbeda dengan sifat-sifat unsur pembentuknya. Hal ini karena suatu senyawa merupakan zat baru yang berbeda dari unsur semula. Tata nama senyawa dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu tata nama senyawa anorganik dan tata nama senyawa organik. Pembahasan tata nama senyawa anorganik dapat dikelompokkan menjadi: 1) tata nama senyawa biner dari non logam dan nonlogam, 2) tata nama senyawa biner dari logam dan non logam (senyawa ion), 3) tata nama senyawa yang mengandung ion poliatom (Johari, 2007). Senyawa biner adalah senyawa yang terdiri dari dua jenis unsur. Senyawasenyawa biner diberi nama dengan menggunakan nama unsur pertama yang diikuti oleh bagian utama dari unsur kedua yang digabungkan dengan akhiran “ida”. Nama unsur pertama untuk senyawa biner (senyawa kovalen) adalah unsur yang lebih bersifat logam (lebih bermuatan positif) dan diantaranya mengikuti urutan sebagai berikut. B – Si – C – S – As – P – N - H – Se – I – Br – Cl – O – F Sementara itu, unsur yang kedua merupakan unsur yang lebih negatif daripada unsur pertama. Contoh: HCl = hidrogen + klor + ida = hidrogen klorida, NO = nitrogen + oks + ida = nitrogen oksida.
Senyawa biner adalah senyawa kimia yang hanya terbentuk dari dua unsure. Unsur yang terbentuk tersebut terdiri dari unsure logam dan unsure non logam atau keduanya terdiri dari unsure non logam (Azizah, 2013). Pada penamaan senyawa biner sering digunakan awalan yang diambil dari bilangan Yunani yang menyatakan jumlah atom penyusun senyawa (Sunardi, 2007). Awalan-awalan yang biasa digunakan terdapat dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Bilangan Yunani yang Menyatakan Jumlah Atom dalam Penamaan Senyawa Biner Jumlah Atom
Awalan
1 mono2 di3 tri4 tetra5 penta6 hexa7 hepta8 octa9 nona10 decaContoh: N2O3; di-nitrogen + tri-oks + ida = dinitrogen trioksida, N2O4; dinitrogen + tetra-oks + ida = dinitrogen tetraoksida, CO2; karbon + di-oks + ida = karbon dioksida (Sunardi, 2007:95-97). Menurut Sunardi (2007), Senyawa biner dari logam dan non logam umumnya adalah senyawa ion. Logam membentuk ion positif (kation) dan nonlogam membentuk ion negatif (anion). Senyawa ion adalah senyawa yang terdiri atas ion positif (kation) dan ion negative (anion). Nama senyawa ion merupakan susunan nama kation diikuti dengan nama anionnya. Akan tetapi, nama-nama senyawa ion yang mempunyai
lebih dari satu bilangan oksidasi dibedakan dengan menuliskan bilangan oksidasinya. Nama beberapa kation logam dan anion nonlogam diberikan pada Tabel 2 berikut (Johari, 2010). Tabel 2. Beberapa Kation dari logam dan anion dari non logam Kation Dari Logam
Anion Dari Non Logam
Logam
Kation
Nama Kation
Non Logam
Anion
Nama Anion
1 Litium
2 Li+
3 Litium
4 Hidrogen
5 H-
6 Hidrida
Natrium Kalium Magnesium Kalsium
Na+ K+ Mg2+ Ca2+
Natrium Kalium Magnesium Kalsium
Nitrogen Oksigen Fosfor Belerang
N3O2P3S2-
Nitrida Oksida Fosfida Sulfida
Barium Aluminium Timah*
Ba2+ Al3+ Sn2+
Barium Aluminium Timah(II)
Selenium Fluorin Klorin
Se2FCl-
Selenida Fluorida Klorida
Timbal*
Sn4+ Pb2+
Timah(IV) Timbal(II)
Bromin Iodin
BrI-
Bromida Iodida
Tembaga*
Pb4+ Cu+
Timbal(IV) Tembaga(I)
Silikon** Arsen **
Si4As3-
Silisida Arsenida
Tembaga(II) Perak(I) Emas(I)
Telurium**
Te2-
Telurida
Perak Emas*
Cu2+ Ag+ Au+
Seng
Au3+ Zn2+
Emas(III) Seng
Cr2+
Krom(II)
Besi*
Cr3+ Fe2+
Krom(III) Besi(II)
Nikel Platina*
Fe3+ Ni2+ Pt2+
Besi(III) Nikel Platina(II)
Pt4+
Platina(IV)
Kromium (krom)
Cara penamaan senyawa ion adalah sebagai berikut: 1) Penamaan dimulai dari nama kation logam diikuti nama anion nonlogam. Tabel 3. Contoh Penamaan Senyawa Ion dari Nama Kation Logam diikuti Anion Non-logam Rumus Kation Kimia Logam NaCl Na+ MgF2 Ag2S
2+
Mg Ag+
Nama Kation
Anion Non Logam
Nama Anion
Nama Senyawa
Natrium
Cl-
Klorida
Natrium Klorida
Magnesium Perak
-
F S2-
Fluorida Magnesium Fluorida Sulfida Perak Sulfida
2) Untuk logam yang dapat membentuk beberapa kation dengan muatan berbeda, maka muatan kationnya dinyatakan dengan angka romawi Sebagai contoh: senyawa FeO dan Fe2O3. Fe dapat membentuk kation Fe2+ dan Fe3+, oleh karena oksida (O2-) mempunyai muatan -2, maka: 1) kation besi pada FeO haruslah Fe2+ agar dapat menetralkan muatan O2- Jadi, nama FeO adalah besi(II)oksida, 2) Kation besi pada Fe2O3 haruslah Fe3+ karena 2Fe3+ (total muatan +6) dapat menetralkan 3O2- (total muatan -6). Jadi, nama Fe2O3 adalah besi(III)oksida. Penamaan untuk senyawa ion logam beberapa kation dengan muatan berbeda dapat diliha pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Penamaan Senyawa Ion untuk Logam Beberapa Kation dengan Muatan Berbeda Nama Anion
Nama Senyawa
Besi(II)
Anion Non Logam O2-
Oksida
Besi(II)oksida
Fe3+
Besi(III)
O2-
Oksida
Besi(III)oksida
Cu2O
Cu+
Tembaga(I)
O2-
Oksida
Tembaga(I)oksida
PbI2
Pb2+
Timbal(II)
I-
Iodida
Timbal(II)iodida
Rumus Kimia
Kation Logam
Nama Kation
FeO
Fe2+
Fe2O3
Senyawa ion mengandung ion poliatom. Ion poliatom dapat berupa kation poliatom atau anion poliatom. Namun, kebanyakan ion poliatom berupa anion poliatom (bermuatan negatif) (Johari dan Rachmawaty (2007). Penamaan ion poliatom dapat dilihat pada Tabel berikut ini. Tabel 5. Ion Poliatom dan Penamaannya Ion Poliatom
Nama Ion Poliatom
Ion Poliatom
Nama Ion Poliatom
NH4+
Amonium
BrO-
Hipobromit
OH-
Hidroksida
BrO3-
Bromat
CO32-
Karbonat
BrO4-
Perbromat
CH3COO-
Asetat
IO-
Hipoiodit
CN-
Sianida
IO3-
Iodat
OCN-
Sianat
IO4-
Periodat
SCN-
Tiosianat
MnO42-
Manganat
C2O42-
Oksalat
MnO4-
Permanganat
NO2-
Nitrit
AsO33-
Arsenit
NO3-
Nitrat
AsO43-
Arsenat
CIO-
Hipoklorit
S2O32-
Tiosulfat
CIO2-
Klorit
SbO33-
Antimonit
CIO3-
Klorat
SbO43-
Antimonat
CIO4-
Perklorat
SiO32-
Silikat
CrO42-
Kromat
PO33-
Fosfit
Cr2O72-
Dikromat
PO43-
Fosfat
Tata nama senyawa yang mengandung ion poliatom adalah sebagai berikut: Untuk senyawa yang terdiri dari kation logam dan anion poliatom, maka penamaan dimulai dari nama kation logam diikuti nama ion poliatom. Pada Tabel di bawah ini dapat dilihatpenamaan ion poliatom yang berasal dari kation logam dan anion poliatom. Tabel 6. Tata Nama Ion Poliatom dari Kation Logam dan Anion Poliatom Rumus Kimia
Kation Logam
Anion Poliatom
Nama Senyawa
NaOH
Na+
OH-
Natrium hidroksida
KCN
K+
CN-
Kalium sianida
KMnO4
K+
MnO4-
Kalium permanganate
Al2(SO4)3 PbSO4 Untuk
Al
3+
SO4
Pb2+ senyawa
2-
Aluminium sulfat
SO42yang
terdiri
Timbal(II) sulfat dari
kation
poliatom
dan
anion
monoatom/poliatom, penamaan dimulai dari nama kation poliatom diikuti anion momoatom/poliatom, contoh:
NH4Cl (amonium klorida), NH4CN (amonium
sianida), NH4OH (amonium hidroksida), dan (NH4)2SO4 (amonium sulfat). Tata nama senyawa organik lebih kompleks dibandingkan dengan tata nama senyawa anorganik. Hal ini dikarenakan sebagian besar senyawa organic tidak dapat ditentukan dari rumus kimianya saja, tetapi juga dari rumus strukturnya. Di samping itu jumlah senyawa organic lebih banyak dibandingkan senyawa anorganik (Johari, 2010) Senyawa organik paling sederhana hanya mengandung atom C dan H yang juga dikenal sebagai senyawa hidrokarbon. Nama senyawa dimulai dengan awalan yang sesuai jumlah atom C, dan diberi akhiran –ana. Senyawa hidrokarbon
adalah senyawa yang disusun oleh unsur karbon (C) dan dan Hidrogen (H) saja (Sitorus, 2006). Tata nama senyawa organic yang mengandung atom C dan H dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 7. Tata Nama Organik yang Mengandung Atom C dan H Rumus Kimia
Jumlah Atom C
Awalan
Nama Senyawa
CH4
1
Met-
Metana
C2H6
2
Et-
Etana
C3H8
3
Prop-
Propana
Senyawa organik adalah senyawa yang pada mulanya terbatas pada senyawa yang berasal dari mahluk hidup, tetapi sekarang mencakup senyawasenyawa karbon buatan (Sunardi, 2007). Akan tetapi senyawa karbon organik ternyata dapat disintesis. Sekarang, istilah senyawa organik masih digunakan, meski senyawa-senyawa ini lebih dikenal sebagai senyawa karbon, dan didefinisikan sebagai semua jenis senyawa karbon, kecuali oksida, karbonat, dan sianida. Istilah‟ gugus‟ sangat penting dalam tata nama senyawa organik sederhana karena setiap gugus bersifat karakteristik yang digunakan sebagai dasar penggolongan senyawa karbon (Johari, 2010). Nama senyawa jika atom/gugus atom pada senyawa diganti dengan atom/gugus atom lainnya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut:
Tabel 8. Nama Senyawa Organik yang Atom/Gugus H diganti dengan Atom/Gugus Lain No. 1
2
Atom/Gugus Atom
Kimia
Nama Senyawa
Jika atom H diganti gugus –OH, maka
CH3OH
Metanol
akhiran –ana diganti –anol
CH3Cl
Klorometana
Jika atom H diganti atom halogen (Cl, F, I,
CH2Cl2
Diklorometana
Br), maka diberi awalan halo- (kloro,
CHCl3
Triklorometana
CCl4
Tetraklorometana
CH3NH2
Metilamina
CH3NO2
Nitrometana
HCOOH
Asam metanoat
fluoro, iodo, bromo). Jika lebih dari 1 atom 3
Rumus
H diganti dengan halogen sejenis, maka gunakan awalan di, tri, tetra.
4
Jika atom H diganti gugus –NH2, maka akhiran –ana diganti dengan –ilamina. Jika atom H diganti gugus –NO2, maka diberi awalan –nitro.
5
Jika gugus -CH3 diganti dengan gugus – COOH, maka nama pertama senyawa adalah „asam‟ diikuti nama senyawa tetapi akhiran –ana diganti dengan –anoat.
Senyawa organik penting lainnya adalah benzene yang mempunyai rumus kimia C6H6. Perhatikan penamaan senyawa jika satu atom H diganti dengan atom/gugus atom lainnya. Penaman senyawa organik yang mempunyai rumus kimia C6H6 disajikan pada Tabel berikut ini.
Tabel 9. Penamaan Senyawa Organik yang Mempunyai Rumus Kimia C6H6 Rumus Kimia
Nama Senyawa
Nama Lazim
C6H6
Benzena
-
C6H5OH
Hidroksibenzena
Fenol
C6H5Cl
Klorobenzena
-
C6H5NH2
Aminobenzena
Anilina
C6H5NO2
Nitrobenzena
-
C6H5COOH
Asam karboksilat benzena
Asan benzoat (Johari, 2007)
Persamaan Reaksi 1. Pengertian Lambang-lambang yang menyatakan suatu reaksi kimia disebut persamaan kimia. Rumus-rumus pereaksi diletakkan di sebelah kiri dan hasil reaksi diletakkan di sebelah kanan. Antara dua sisi itu digabungkan oleh tanda kesamaan (=) atau tanda (
) (Petrucci, 1989).
Persamaan reaksi adalah persamaan yang menyatakan perubahan materi dalam suatu reaksi kimia. Contoh: Gas hidrogen (H2) dan gas oksigen (O2) bereaksi menjadi air (H2O). Persamaan reaksinya adalah: H2(g) + O2(g)
H2O(l)
(belum
setara),
agar
persamaan reaksinya setara, maka ditambahkan angka koefisien 2H2(g) + O2(g) 2H2O. Jadi, dua molekul H2 dan satu molekul O2 bereaksi menjadi dua molekul air.
Pada persamaan reaksi, zat-zat yang berada di sebelah kiri tanda panah disebut pereaksi (reaktan) dan yang berada di sebelah kanan disebut hasil reaksi (produk). Reaksi kimia mengubah zat-zat asal (pereaksi = rekatan) menjadi zat-zat baru (produk). Perubahan yang terjadi dapat dipaparkan dengan menggunakan rumus kimia zat-zat yang terlibat dalam reaksi. Cara pemaparan ini disebut persamaan reaksi. Misalnya, reaksi antara gas hidrogen dengan gas oksigen membentuk air dijabarkan sebagai berikut: dua molekul H2 bereaksi dengan satu molekul O2 menghasilkan 2 molekul air (Sitorus, 2006). Tanda panah pada persamaan reaksi menunjukkan arah reaksi, dan dapat dibaca sebagai “membentuk”, atau “bereaksi menjadi”, atau istilah lain yang sesuai. Huruf kecil miring yang mengikuti rumus kimia zat dalam persamaan reaksi menyatakan wujud zat atau keadaan zat yang bersangkutan. Huruf g berarti gas, l berarti cairan (liquid), s berarti padatan (solid), dan aq berarti larutan dalam air (aqueous, baca:akues). Bilangan yang mendahului rumus kimia zat dalam persamaan reaksi disebur koefisien reaksi. Pada contoh di atas koefisien hidrogen adalah 2, koefisien Oksigen 1, dan koefisien air adalah 2. Koefisien 1 tidak perlu ditulis. Rumus kimia zat-zat adalah zat-zat yang terlibat dalam reaksi kimia dinyatakan oleh rumus kimianya. Zat-zat yang berada di ruas kiri disebut pereaksi (reaktan), sedangkan zat-zat yang berada di ruas kanan disebut produk reaksi. Koefisien reaksi men yatakan jumlah partikel (atom, molekul, ion) atau unit rumus (senyawa ion). Nilai koefisien reaksi sedemikian sehingga persamaan
reaksi menjadi setara yakni memenuhi Hukum Kekekalan Massa. Koefisien reaksi 1 umumnya tidak di tulis (Johari, 2010). Syarat utama untuk menyetarakan suatu persamaan reaksi adalah tidak mengubah-ubah rumus kimia zat. Mencantumkan wujud zat-zat dalam suatu persamaan, meskipun bukan keharusan, dilakukan dengan singkatan dalam tanda kurung di belakang rumus kimia zat yang bersangkutan. Wujud zat-zat tersebut adalah s (solid) untuk zat padat, l (liquid) untuk zat cair, g (gas) untuk gas, dan aq (aqueous) untuk zat yang larut dalam air (Sitorus, 2006). 2. Menuliskan Persamaan Reaksi Banyak reaksi yang disetarakan dengan jalan menebak, langkah-langkah menuliskan persamaan reaksi adalah sebagai berikut: 1) tetapkan koefisien salah satu zat, biasanya zat yang rumusnya paling kompleks, sama dengan 1, sedangkan zat lain diberikan koefisien sementara dengan huruf, 2) setarakan terlebih dahulu unsur yang terkait langsung dengan zat yang diberi koefisien 1 itu, 3) setarakan unsur lainnya. Biasanya paling membentu jika atom O disetarakan paling akhir (Purba, 2006). Menurut Brady (1999), untuk mengurangi kesalahan dalam menulis persamaan reaksi yang setimbang perlu diperhatikan langkah-langkah berikut: 1) tuliskan persamaan reaksi tak seimbang, dengan cara menuliskan rumus molekul pereaksi dan hasil reaksi yang benar. Contoh, natrium karbonat direaksikan dengan hidrogen klorida menghasilkan natrium klorida, air dan karbon dioksida berdasarkan reaksi Na2CO3 (s) + HCl(l)
NaCl(l) + H2O(aq) + CO2(g). 2) tempatkan
koefisien di depan rumus molekul agar reaksinya seimbang. Untuk melakukannya
dengan cepat memerlukan banyak latihan. Meskipun tidak ada dalil tertentu dari mana untuk memulainya, hal yang terbaik dilakukan adalah dengan cara memberikan koefisien 1. Dalam persamaan ini kita mulai dengan Na2CO3. Dalam rumus molekul hanya ada dua rumus molekul Na, untuk membuat seimbang kita tempatkan koefisien 2 di depan NaCl. Dengan demikian diperoleh natrium karbonat bereaksi dengan hdrogen klorida menghasilkan dua mol natrium klorida, satu mol air dan karbin dioksida atau Na2CO3(s) + HCl(l)
2NaCl(l) + H2O(aq) +
CO2(g). Meskipun jumlah Na sudah seimbang, tetapi Cl belum seimbang, hal ini dapat diperbaiki dengan cara menempatkan koefisien 2 di depan HCl. Ternyata penempatan angka ini menyebabkan hidrogen juga menjadi seimbang, seperti pada reaksi Na2CO3(s) + 2HCl(l)
2NaCl(l) + H2O(aq) + CO2(g). Perhatikan
bahwa tindakan ini juga menyeimbangkan hidrogen dan perhitungan dengan cepat tiap unsur akan menunjukkan bahwa persamaan tersebut sekarang telah seimbang. Koefisien yang diperoleh dari persamaan di atas bukanlah satu-satunya cara untuk membuat reaksi seimbang. Untuk setiap persamaan reaksi, dapat digunakan angka koefisien yang tidak terbatas agar dapat diperoleh jumlah atom yang sama di antara kedua sisi anak panah. Misalnya, kedua persamaan reaksi berikut seimbang (jumlah atom disebelah kiri sama dengan jumlah atom disebelah kanan anak panah), Na2CO3(s) + 4 HCl(l) atau 5 Na2CO3(s) + 10 HCl(l)
4 NaCl(l) + 2 H2O(aq) + 2 CO2(g)
10 NaCl(l) + 5 H2O(aq) + 5 CO2(g) (Brady,1999).
2.5. Kajian Penelitian yang Relevan Berhubungan
dengan
tata
nama
senyawa,
Rano
(1999)
dalam
penelitiannya melaporkan bahwa rata-rata skor siswa kelas III IPA SMA Negeri 1
Palangka Raya dalam memahami konsep tata nama ion dan senyawa kompleks dengan menggunakan model pembelajaran learning cycle adalah 0,51 dan 0,38. Susanti (2000) menjelaskan bahwa rata-rata skor siswa kelas I SMA Negeri 1 Palangka Raya dalam menuliskan nama senyawa molekul 0,72; senyawa ion biner 0,43; senyawa ion terner sebesar 0,66. Selanjutnya dalam penelitian Eliyana (2003) mengenai Kesulitan Mahasiswa Jurusan Pendidikan MIPA FKIP UNPAR Angkatan 2002/2003 dalam Menuliskan Nama dan Rumus Kimia Senyawa Anorganik melaporkan bahwa pada topik I (menentukan nama senyawa biner) sebesar 90,09 %; topik II (menentukan senyawa terner) sebesar 86,03 %; topik III (menentukan senyawa/ion kompleks) sebesar 94,85 %; topik IV (menentukan rumus kimia senyawa biner) sebesar 67,00 %; topik V (menentukan rumus kimia senyawa terner) sebesar 91,18 %; topik VI (menentukan rumus kimia senyawa/ion kompleks) sebesar 97,55 %. Berdasarkan penelitian yang relevan di atas maka persamaan dengan penelitian ini terletak pada model pembelajaran learning cycle dan materi yang digunakan dan yang menjadi perbedaannya yaitu pada peningkatan aktivitas belajar siswa, kreativitas belajar siswa serta hasil belajar siswa pada waktu dan lokasi penelitian yang berbeda. 2.6. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah dan kajian teoritis yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis tindakan yaitu “dengan menerapkan model pembelajaran learning cycle menggunakan peta konsep maka hasil belajar siswa kelas X-5 SMA Negeri 1 Tapa meningkat”
2.7. Indikator Kinerja Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dinyatakan berhasil apabila: 1) Jika hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran meliputi kegiatan guru dan siswa telah mencapai 75% atau lebih dengan kategori Baik (B) atau Sangat Baik (SB) maka kegiatan pembelajaran dinyatakan berhasil, 2) Jika 80% dari seluruh siswa yang dikenai tindakan memperoleh nilai 70 ke atas atau sama dengan 70 (Sesuai Kriteria Ketuntasan Minimum SMA Negeri 1 Tapa) dengan daya serap rata-rata 75% maka tindakan pembelajaran dinyatakan berhasil.