BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
2.1 Kajian Pustaka Menurut Asosiasi Pariwisata Kuliner Internasional (International Culinary Tourism Association/ICTA), wisata kuliner merupakan kegiatan makan dan minum yang unik dilakukan oleh setiap pelancong yang berwisata. Berikut ini, diuraikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini, khususnya yang berkaitan dengan wisata kuliner. Pengambilan penelitian terdahulu mayoritas membahas tentang wisata kuliner di Bali karena belum ada penelitian terdahulu yang membahas mengenai wisata kuliner secara spesifik di Kota Dili sehingga dengan adanya penelitian terdahulu ini akan menjadi referensi bagi peneliti untuk mengkaji secara khusus mengenai wisata kuliner di Kota Dili, Timor-Leste. Penelitian Sunada (2013), dengan judul “Potensi Makanan Tradisional Bali Yang Berbasis Masyarakat Sebagai Daya Tarik Wisata di Pasar Umum Gianyar”, menyatakan bahwa Bali adalah destinasi pariwisata dunia, keunikan budaya, keindahan alamnya, dan tradisi sosial kemasyarakatan yang dijiwai oleh agama Hindu merupakan potensi yang sangat penting sebagai daya tarik wisata. Budaya (culture) dan alam (nature) merupakan roh dari kepariwisataan Bali. Disamping budaya, alam yang indah, ketersediaannya sarana dan prasarana penunjang seperti hotel, restoran, biro perjalanan wisata, pasar seni, dan yang 7
8
lainnya, membuat kunjungan wisatawan ke Bali semakin meningkat. Agar Bali sebagai
tujuan
dunia
dapat
berkelanjutan
(sustainable),
pembangunan
kepariwisataan Bali harus bersinergi dengan bidang pembangunan lainnya, seperti pertanian (agro wisata), perikanan dan peternakan (wisata bahari), kerajinan, dan industri jasa (jasa bogaatau gastronomi). Gastronomi merupakan salah satu budaya lokal mempunyai peran penting karena makanan juga sebagai pusat pengalaman wisatawan. Salah satu gastronomi yang memiliki keunikan dari segi cita rasa adalah makanan tradisional Bali. Dengan menampilkan makanan tradisional suatu daerah serta atas keterlibatan masyarakat setempat, tentunya bahan makanan yang digunakan juga bersumber dari daerah setempat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi gastronomi, mengkaji usaha-usaha yang dilakukan oleh pengelola pasar, dan untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan masyarakat desa setempat terhadap pengembangan makanan tradisional Bali yang dijual diPasar Umum Gianyar. Pada penelitian ini data yang dianalisis dengan pendekatan metode deskriptif kualitatif menggunakan beberapa informan yang dipilih secara purposive dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara mendalam dan studi dokumentasi dengan teori gastronomi dan teori pengembangan produk. Meskipun hasil pengamatan dari menu yang ditawarkan di Pasar Umum Gianyar dari segi variasi jenis makanan lokal atau khas Bali masih belum begitu banyak, namun berdasarkan hasil penelitian yang mendalam menunjukkan bahwa potensi gastronomi makanan tradisional Bali yang dijual diPasar Umum Gianyar
9
memenuhi kriteria keunikan, originalitas, otentisitas, keragaman, serta penampilan yang menarik bagi wisatawan sehingga layak ditawarkan sebagai daya tarik wisata. Usaha-usaha yang dilakukan oleh pengelola pasar dalam pengembangan makanan tradisional Bali yang dijual di Pasar Umum Gianyar adalah menyediakan dan menata tempat berjualan bagi para pedagang, melibatkan masyarakat desa adat Gianyar untuk melestarikan makanan tradisional Bali yang merupakan warisan budaya, dan senatiasa menjaga kebersihan pasar yang berimbas pada kualitas makanan. Bentuk-bentuk keterlibatan masyarakat desa adat Gianyar dalam pengembangan makanan tradisional Bali yang dijual di Pasar Umum Gianyar adalah sebagai pengelola pasar, sebagai pedagang khususnya yang menjual makanan tradisional Bali, sebagai pemasok makanan seperti babi guling dan kuekue serta pengunjung yang membeli makanan tradisional Bali. Agar tercapainya tujuan pengembangan makanan tradisional Bali, perlu adanya sinergi antara pedagang dan pengelola pasar, serta keterlibatan masyarakat lokal, bekerja sama dengan pihak pengusaha pariwisata untuk mengangkat nilai makanan tradisional Bali. Penelitian diatas, yang membedakan penelitian ini lebih banyak penekananya terhadap beberapa hal, seperti potensi makanan tradisonal Bali, usaha-usaha dalam pengembangan makanan tradisional dan keterlibatan masayarakat dalam mengembangkan makanan tradisional. Penelitian ini, akan dikaitkan
dengan
penelitian
tersebut
dapat
dijadikan
acuan
sekaligus
10
perbandingan untuk melihat berbagai jenis makanan tradisional di Dili dilihat dari aspek originalitas dan identitas sebagai daya tarik wisata kuliner. Penelitian Rumadana (2012), dengan judul “Gastronomi pada Tradisi Ulihansebagai Daya Tarik Wisata di Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan”. Dalam pengembangan kepariwisataan yang melibatkan masyarakat lokal dewasa ini banyak diarahkan pada pembangunan kepariwisataan didaerah pedesaan yang disebut dengan pariwisata pedesaan. Salah satu elemen dari wisata pedesaan adalah desa wisata. Namun, beberapa desa wisata yang sudah dideklarasikan seperti desa wisata Panglipuran di Kabupaten Bangli, desa wisata Baha di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung tampak seperti kerakap dimusim kemarau yang hidup segan mati tak hendak. Hal tersebut terjadi karena desa wisata ini tidak mempunyai daya tarik lain, selain arsitektur bangunan yang unik dan keindahan alam dimana wisatawan akan merasa cukup menikmati atraksi wisata alam yang tersaji dalam beberapa jam saja. Desa wisata Belimbing mempunyai sebuah tradisi yang disebut Ulihan. Dalam tradisi ini, dipersembahkan berbagai jenis makanan yang berbahan dasar beras, daging babi dan hasil pertanian setempat lainnya yang bila dikemas sedemikian rupa dapat menjadi sebuah daya tarik wisata. Untuk itu, maka perlu untuk dilakukan penelitian mengenai bentuk gastronomi pada tradisi Ulihan yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan gastronomi pada tradisi Ulihan sebagai daya tarik wisata, dan makna yang didapat dari gastronomi pada tradisi Ulihan sebagai daya tarik wisata di desa wisata Belimbing.
11
Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif dengan bantuan beberapa informan yang dipilih secara purposive dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Adapun teori yang digunakan secara elektrik adalah teori gastronomi dengan beberapa bentuk mikronya, teori pariwisata, dan pariwisata budaya. Fokus dari penelitian tersebut adalah inventarisasi ragam atau jenis-jenis makanan yang dipakai sebagai bahan persembahan untuk tradisi Ulihan. Selanjutnya data dianalisis berdasarkan demografi tamu (guest) seperti umur, pekerjaan, status perkawinan, jenis kelamin, daerah asal, agama, dan sebagainya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ragam atau jenis-jenis makanan yang layak dikembangkan berdasarkan originalitas, otentisitas, dan kekhasan yang ada adalah semua jenis makanan yang berbahan dasar beras seperti entil dan kepesor serta beberapa jenis bahan persembahan yang berbahan dasar daging babi seperti tum/brengkes, urutan, gorengan, dan dendeng. Sedangkan bontotan yang dipersembahkan sebagai bebekalan dan masih merupakan bahan setengah jadi perlu diolah terlebih dahulu agar menjadi makanan yang siap untuk disantap. Upaya-upaya yang perlu dilakukan meliputi persiapan bahan, pengolahan dan penyajian makanan tehadap bahan persembahan berupa entil dan kepesor. Upaya untuk mendapatkan daging babi yang berkualitas baik dapat ditempuh dengan upaya spiritual dan penerapan teknologi seperti pemeriksaan ante-mortem, mengikuti
cara
penyembelihan
hewan
dengan
menggunakan
metode
pemingsanan, cara penyembelihan dan penyepihan yang benar, pemeriksaan post-
12
mortem dan pelayuan daging, penggunaan bumbu yang berbeda-beda pada masing-masing bahan, proses pengasapan yang efektif, mengganti bahan pembungkus bontotan sebelum diasap, serta mensinergikan dengan bahan pangan lain yang merupakan produk hasil pertanian masyarakat setempat. Penyajian makanan yang dianalisis berdasarkan makanan yang dipakai bahan persembahan dengan metode penyajian prasmanan (buffet) yang diberi nama Ulihan buffet menu (contoh) atau dalam porsi individu merupakan upayaupaya yang dapat dilakukan agar penyajian makanan yang berbahan dasar bahan persembahan pada tradisi Ulihan dapat dijadikan daya tarik wisata. Makna gastronomi pada tradisi Ulihandi Desa Wisata Belimbing sebagai daya tarik wisata adalah makna ekonomi berupa nilai tambah dari menjual makanan berbahan dasar bahan persembahan pada tradisi Ulihan, makna pelestarian budaya berupa keberlanjutan tradisi dan budaya masyarakat setempat, makna sosial berupa interaksi sosial (social interaction), serta makna estetika berupa keaslian dan keindahan lingkungan Desa Wisata Belimbing serta keseimbangan dan keindahan yang berhubungan dengan penyajian. Adanya perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini lebih secara spesifik pada masing-masing variabel yang akan dibahas dalam permasalahan penelitian ini. Selanjutnya jika penelitian tersebut dikaitkan dengan penelitian ini, dapat dijadikan acuan untuk melihat berbagai jenis makanan tradisional yang ada di Dili, baik untuk dikonsumsi maupun untuk dipersembahkan dalam suatu acara tertentu. Dalam penelitian ini juga akan
13
dianalisis persepsi wisatawan terhadap makanan tradisional yang ada di Dili, Timor-Leste. Penelitian
Syafruddin
(2011),
dengan
judul
penelitian
“Persepsi
Wisatawan Asing terhadap Produk Hatten sebagai Seni Kuliner di Bali untuk Daya Tarik Wisata”. Bali sebagai daerah tujuan wisata (DTW) mempunyai aneka ragam serta kesenian, baik itu seni tari, seni musik, seni patung maupun seni olahan makanan dan minuman yang sering disebut “ seni kuliner”. Seni kuliner atau mengolah makanan dan minuman memang sudah terkenal sejak zaman dahulu. Istilah ini juga sering disebut dengan “gastronomi”. Wine yang beredar di Indonesia masih didominasi produk impor, tetapi ada wine lokal yang mutunya tak kalah dengan impor yaitu Hetten Wine. Di Indonesia telah ada yang memproduksi wine dengan buah anggur asli dari tanah air yaitu jenis Alphonse Lavallée, yang berlokasi di Sanur, Bali Hatten Wine telah memproduksi wine sejak tahun 1994. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui potensi produk Hatten Wine sebagai seni kuliner Bali, presepsi wisatawan asing terhadap produk Hatten Wine sebagai seni kuliner Bali, serta upaya peningkatan yang dilakukan oleh Hatten Wine dalam peningkatan mutu sebagai seni kuliner Bali. Penelitian ini dilakukan di pabrik Hatten Wine, dan 5 bar dan restoran yang terletak di Bali Hyatt Hotel Nusa Dua, Sanur Hyatt Hotel di daerah Sanur, Bali Inter Continental Hotel, Hard Rock Hotel serta Ayana Resort and Spa. Sebagai informan dalam penelitian ini adalah manajemen dari pabrik Hatten Wine. Sedangkan responden adalah wisatawan yang menikmati Hatten Wine di 5 bar dan restoran yang sudah
14
ditetapkan, yang masing-masing tempat ditetapkan sebanyak 20 responden, total responden adalah sebanyak 100 responden.Pengambilan sampel dilakukan secara accidental random sampling. Hasil analisis menunjukkan bahwa produk Hatten Wine cukup diminati oleh wisatawan asing. 70% responden menyatakan produk Hatten Wine bisa dijadikan sebagai souvenir atau oleh-oleh khas ketika mereka akan kembali ketempat negara asal mereka. Responden menyatakan bahwa Hatten Wine layak dijadikan sebagai oleh-oleh khas dari Bali. Hasil presepsi wisatawan asing terhadap kualitas produk Hatten Wine sebanyak 60 (60%) orang wisatawan menyatakan very good. Sebanyak 62 orang wisatawan (62%) menyatakan very good bahwa Hatten Wine cocok dibandingkan dengan makanan Bali. Upaya peningkatan yang dilakukan oleh perusahan Hatten Wine dalam peningkatan mutu adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, melakukan promosi dengan cara langsung bekerjasama dengan pihak hotel dan restoran. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada variabel yang dikaji. Penelitian ini bersifat mengkhusus hanya membahas strategi pengembangan makanan tradisional sebagai daya tarik wisata kuliner di Kota Dili, Timor-Leste. Penelitian tersebut akan dikaitkan untuk melihat acuan tertentu seperti mengidentifikasi jenis-jenis makanan tradisional yang akan dikembangkan, presepsi wisatawan terhadap makanan tradisional di kota Dili, serta bagaimana strategi pengembangannya.
15
Penelitian Parma (2012), dengan judul “Formulasi Strategi Pengembangan Masakan Lokal sebagai Produk Wisata Kuliner di Kabupaten Buleleng”. Apabila dicermati lebih jauh, Kabupaten Buleleng memiliki potensi atraksi wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi, baik itu atraksi budaya maupun alam yang tidak kalah bersaing dari segi kualitas dengan daerah lainnya. Contoh atraksi yang ada berupa keindahan alam pegunungan, danau, air terjun, dan pantai yang indah, demikian pula dengan atraksi budaya berupa hasil kesenian lokal, seperti kerajinan tangan dan seni pertunjukkan serta yang tidak kalah menarik adalah masakan lokal yang potensial untuk dipasarkan kepada wisatawan, baik lokal, domestik, dan manca negara. Salah satu alternatif bentuk pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Buleleng adalah wisata kuliner. Wisata kuliner akan menawarkan pengalaman gastronomi masakan lokal yang memiliki cita rasa khas. Maka permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah 1) bagaimana sistem pengelolaan masakan lokal yang ada saat ini di Kabupaten Buleleng, 2) faktor-faktor apakah yang dipertimbangkan wisatawan untuk mengonsumsi masakan lokal sebagai produk wisata kuliner di Kabupaten Buleleng, dan 3) strategi pengembangan pemasaran restoran masakan lokal sebagai produk wisata kuliner di Kabupaten Buleleng. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatifyang lebih berfokus pada upaya penguraian dan penyimpulan yang bersifat holistik dengan rangkaian data atau fakta dan generalisasi yang ada dilapangan sesuai dengan fokus penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh restoran yang ada di Kabupaten Buleleng, khususnya yang menyediakan masakan dengan menu lokal, yang biasanya
16
dilakukan oleh restoran dengan skala kecil. Keseluruhan data dalam penelitian ini dianalisis secara kulitatif dengan langkah-langkah seperti: pengumpulan data, kodifikasi data, interpretasi data, verifikasi data, dan penarikan kesimpulan. Hasil analisis data dideskripsikan secara naratif, faktual, dan aktual sebagaimana diprasyaratkan oleh fokus masalah yang diteliti yaitu mengenai wisata kuliner di Kabupaten Buleleng. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada sistem pengololaan masakan lokal di Kabupaten Buleleng terdapat beberapa aspek yang dilakukan dalam pengelolaannya mengunakan teori manajemen restoran oleh Hsu dan Powers yaitu pengelolaan restoran atau rumah makan mengacu pada lima elemen utama yaitu: 1) menu. Proses penentuan menu, selain dimulai pada penentuan yang menyesuaikan tema dari restoran, juga tidak terlepas dari pemilihan bahan baku para pengelola masakan memperoleh bahan baku makanan dari sumber dayanya langsung dan dari pasar tradisional; 2) strategi produksi makanan. Strategi produksi makanan diperlukan sebagai bentuk sistem pengolahan yang efektif dan efesien dengan cita rasa yang menarik serta memenuhi kaidah- kaidah terkait higiene dan sanitasi; 3) pelayanan. Bentuk pelayanan yang ada direstoran masakan lokal masih teramat sederhana, hal ini terlihat dari cara penyajiannya; 4) harga. Penentuan harga merupakan salah satu elemen penting dalam manajemen pengelolaan bisnis makanan dan minuman. Maka penentuan harga terhadap masakan lokal di Kabupaten Buleleng termasuk dalam kategori sedang atau murah; dan 5) dekorasi atau suasana lingkungan. Pada sebagian besar restoran atau rumah makan yang terdapat di Kabupaten Buleleng, bentuk dekorasi yang
17
ditampilkan relatif sederhana, dengan tidak menonjolkan pernak-pernik interior dan hiasan yang lebih. Terdapat bebarapa hal yang menjadi pertimbangan ataupun penilaian wisatawan yang akan mengkonsumsi maksakan lokal yaitu: 1) harga. Harga yang ditawarkan dari berbagai rumah makan lokal di Kabupaten Buleleng relatif sangat terjangkau; 2) cita rasa atau aroma. Rasa atau aroma yang dimiliki oleh masingmasing masakan sangat khas. Kekhasan yang dimiliki adalah khas masakan tradisional Bali; 3) merek. Pengunjung menilai sebuah merek sebagai tolok ukur dalam menikmati sebuah hidangan; 4) kemasan. Pada produk masakan lokal di Kabupaten Buleleng, bentuk kemasan masih bersifat umum atau belum memiliki bentuk kemasan yang khas, namun wisatawan tetap tertarik untuk mengkonsumsi masakan lokal di Kabupaten Buleleng; 5) kualitias. Berdasarkan pada komposisi gizi dan vitamin pada masakan lokal telah memenuhi unsur-unsur yang menyehatkan dan bebas dari bahan-bahan kimia maupun bahan-bahan pengawet; 6) porsi. Masakan lokal Kabupaten Buleleng dijual dalam porsi yang sudah ditentukan oleh pihak penjual dengan porsi dan harga yang sesuai dengan kebutuhan pembeli; 7) lokasi. Pada lokasi, umumnya lokasi restoran dan rumah makan ikan bakar sering dijumpai dekat dengan parairan utara Kabupaten Buleleng. Hal ini memberikan anggapan bahwa bahan baku ikan yang dipergunakan sangatlah segar; dan 8) fasilitas rumah makan tersebut. Pada provinsi Bali umumnya dan Kabupaten Buleleng pada khususnya, bentuk fisik restoran dan rumah makan mencirikan bentuk arsitektur tradisional Bali.
18
Strategi pengembangan pemasaran masakan lokal sebagai wisata kuliner di Kabupaten Buleleng. Terdapat beberapa strategi yang dibuat untuk mengemangkan pemasaran masakan lokal Kabupaten Buleleng, diantaranya: 1) adaptasi menu, 2) adaptasi bahan makanan, 3) adaptasi rasa, 4) adaptasi pengolahan atau cara memasak, dan 5) adaptasi penyajian. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada variabel yang dikaji. Penelitian ini lebih bersifat mengkhusus yaitu pengembangan makanan tradisional sebagai daya tarik wisata kuliner. Selanjutnya penelitian terdahulu akan dikaitkan dengan penelitian ini, maka penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam rangka merumuskan model dan strategi pengembangan wisata kuliner yang tepat bagi makanan tradisional di Dili, TimorLeste. 2.2 Konsep Konsep dari penelitian ini adalah mengenai pengembangan, makanan tradisional, daya tarik wisata, dan wisata kuliner. Adapun keempat konsep tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 2.2.1 Pengembangan Menurut Suwantoro (1997:88) pengembangan adalah suatu proses atau cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik, sempurna, dan berguna. Selanjutnya Suwantoro (1997:74) menyebutkan beberapa bentuk produk pariwisata alternatif yang
berpotensi
untuk
dikembangkanyaitu
pariwisata
budaya
(cultural
tourism),ekowisata (ecotourism), pariwisata bahari (marine tourism), pariwisata petualangan (adventure tourism), pariwisata agro (agrotourism), pariwisata
19
pedesaan (village tourism), gastronomi (culinary tourism), dan pariwisata spiritual (spiritual tourism). Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pengembangan adalah suatu kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu untuk mencapai keunggulan bersaing yang diwujudkan dalam bentuk program pengembangan. Dalam hal ini pengembangan yang dimaksud adalah program-program yang terkait dengan pengembangan makanan tradisional Dili agar mampu bersaing dengan makananmakanan tradisional dari negara lain, atau setidaknya mampu menjadi tuan rumah di Timor-Leste. 2.2.2 Makanan Tradisional Menurut Nurdiyansah (2014:139) makanan adalah tradisi, yang menarik dari makanan adalah proses dan peran makanan pada berbagai ritual maupun upacara adat, secara turun temurun, resep-resep kuno dalam mengolah makanan terus diturunkan dari generasi ke generasi. Karena makanan bukan hanya sekadar dikonsumsi, tetapi menjadi media dalam menjalin hubungan antara manusia dengan Tuhan atau roh leluhur, sesama manusia, dan dengan alam. Makanan juga bisa dilihat sebagai bentuk dari percampuran lebih dari satu budaya (akulturasi). Selanjutnya makanan tradisional adalah makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dengan citarasa khas yang diterima oleh masyarakat tersebut.Dalam pembuatan makanan tradisional peranan budaya sangat penting, yaitu berupa bentuk keterampilan, kreativitas, sentuhan seni, tradisi dan selera. Makin tinggi budaya suatu komunitas, makin luas variasi bentuk makanan dan makin kompleks cara
20
pembuatannya serta makin rumit cara penyajiannya. Menurut Soekarto (1990) daya tarik makanan seperti rasa, warna, bentuk, dan tekstur memegang peranan penting dalam menilai makanan siap hidang. Makanan tradisional yang terdapat di Timor-Leste sebagian besar berasal dariPortugis. Selama penjajahan Portugis di Timor-Leste, banyak makanan Portugis yang disajikan sehingga sampai saat ini sebagian dari masakan Portugis masih disiapkan dalam acara-acara tertentu (seperti Natal, Tahun Baru,Paskah, dan upacara-upacara tertentu). Dari berbagai daerah muncul bermacam-macam makanan dengan berbagai variasiadalah kekayaan yang cukup besar yang dimiliki oleh negara Timor-Leste (Anonim,1995). Dengan semakin berkembangnya makanan tradisional, diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada makanan lokal untuk bisa bersaing di era pasar bebas, termasuk untuk mendukung Timor-Leste sebagai salah satu daerah tujuan wisata berkelas dunia. Timor-Leste sebagai daerah tujuan wisata memiliki berbagai ragam makanan tradisional. Keberagaman makanan tradisional sangat mendukung perwujudan makanan tradisional sebagai daya tarik wisata kuliner. Dalam perkembangan industri pangan, salah satu bentuk agroindustri adalah berbagai produk pangan olahan,baik dalam bentuk makanan tradisional maupun modern. Produk pangan olahan ini tersedia untuk kepentingan dalam negeri dan untuk tujuan ekspor.Industri pangan yang berkembang meliputi industri pangan besar (pabrik), industri menengah dan kecil, industri makanan jajanan atau rumah tangga (Susanto, 1997).
21
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan makanan tradisional adalah semua jenis makanan dan jajanan tradisional yang menggunakan bahan baku lokal, pengemasan dan penyajian dengan bahan lokal, diproduksi oleh masyarakat lokal, sebagai industri rumah tangga, dan mencerminkan identitas masyarakat lokal setempat. 2.2.3 Daya Tarik Wisata Menurut Yoeti (2002:5) daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata, seperti: “...Natural attraction: landscape, seascape, beaches, climate and other geographical features of the destinations; cultural attraction: history and folklore, religion, art and special events, festivals; social attractions: the way of life, the resident populations, languages, opportunities for social encounters; built attraction: building, historic, and modern architecture, monument, parks, gardens,marina,etc”. Damanik dan Weber (2006:13) menyebutkan bahwa daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan empat hal, yaitu memiliki keunikan, originalitas, otentisitas, dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata. Originalitas mencerminkan keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada keaslian. Bedanya dengan originalitas, otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata. Otentisitas merupakan kategori nilai yang memadukan sifat alamiah, eksotis, dan bersahaja.
22
Selanjutnya menurut Cooper (1995:81) bahwa terdapat empat komponen yang harus dimiliki oleh sebuah destinasi wisata, yaitu atraksi (attraction), seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan dan seni pertunjukan; aksessibilitas (accessibilities) seperti transportasi lokal dan adanya terminal; amenities (ammenities) seperti tersediannya akomodasi, rumah makan, dan agen perjalanan; anciliary service yaitu organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan untuk pelayanan wisata seperti destination marketing management organization, conventional and visitor bureau. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan daya tarik wisata adalah semua produk yang berupa makanan dan jajanan tradisional dan menarik bagi wisatawan untuk menikmatinya. 2.2.4 Wisata Kuliner Menurut Ardika (dalam Putra,et.al., 2011:21) wisata kuliner adalah suatu aktivitas wisatawan untuk mencari makanan dan minuman yang unik dan mengesankan. Dengan kata lain bahwa wisata kuliner bukan semata-mata keinginan untuk mencicipi nikmatnya makanan, tetapi yang lebih penting adalah keunikan dan kenangan yang ditimbulkan setelah menikmati makanan tersebut. Saat ini wisata kuliner adalah sebuah segmen industri pariwisata yang sedang berkembang dan seringkali dikaitkan dengan berbagai aktivitas budaya, kegiatan bersepeda (cycling), dan jalan santai (walking). Menurut Fadiati (dalam Ariani, 1994:5) seni kuliner merupakan suatu seni yang mempelajari tentang makanan dan minuman serta berbagai hal yang berhubungan dengan makanan dan minuman tersebut, mulai dari persiapan,
23
pengolahan, penyajian dan penyimpanannya. Seni kuliner Timor-Leste adalah suatu seni yang mempelajari tentang makanan dan minuman yang memiliki ciri yang khas spesifik dari hidangan tradisional di seluruh pelosok Timor- Leste. Dari seni kuliner berkembanglah istilah yang sangat marak dewasa ini yaitu wisata kuliner. Wolf (2004) menyatakan bahwa: “… culinary tourism is not pretentious or exclusive. It includes any unique and memorable gastronomic experience, not just restaurant rate four star or better, and include both and all type of beverages.” Wisata kuliner bukanlah sesuatu yang mewah eksklusif. Wisata kuliner menekankan pada pengalamangastronomi yang unik dan menegaskan, bukan pada kemewahan restoran maupun kelengkapan jenis makanan maupun minuman yang tersedia. International Culinary Tourism Association (ICTA) menyatakan wisata kuliner bukan hal yang baru, berhubungan dengan agrowisata namun lebih terfokus pada bagaimana suatu makanan maupun minuman dapat menarik kedatangan wisatawan untuk menikmatinya. Wisata kuliner dapat memajukan pengalaman gastronomi yang khusus dan mengesankan. Jika ditengok ke belakang, wisata kuliner adalah suatu wadah yang penting untuk membantu perkembangan
ekonomi
dan
pembangunan
masyarakat
dan
dapat
mengembangkan pamahaman antarbudaya. Wisata kuliner dapat ditemukan, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Selanjutnya Wolf (2004) memberikan beberapa contoh dari aktivitas yang memenuhi persyaratan sebagai objek dan daya tarik wisata kuliner, yaitu kelas memasak maupun semiloka dari suatu produk makanan, baik didaerah perkotaan
24
maupun pedesaan; ruang mencicipi anggur yang menarik, misalnya didalam sebuah gudang tua; sebuah restoran di pedesaan yang membuat makanan terbaik sehingga orang-orang kota rela mengemudi lebih dari tiga jam untuk mencapainya; dan bir yang begitu unik (orang-orang melakukan suatu kunjugan ke daerah pembuatan bir tersebut, setidak-tidaknya sekali dalam seumur hidup). Untuk membantu perkembangan wisata kuliner, sebuah produk makanan maupun minuman harus disajikan secara unik dan mengesankan bagi wisatawan. Produk ini bisa dibuat dari perkebunan, pertanian, maupun peternakan yang diolah dengan resep rahasia turun-temurun yang memiliki kekhasan dan rasa terbaik. Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini wisata kuliner menekankan pada pengalaman gastronomi yang unik dan mengesankan. Bukan suatu hal yang mewah, walaupun sederhanatetapi memberikan kesan lain dari biasanya, seperti makan megibung, ini adalah sesuatu yang unik yang tidak ditemukan di daerah asal wisatawan. 2.3 Landasan Teori Teori adalah sebuah kumpulan proposisi umum yang saling berkaitan dan digunakan untuk menjelaskan hubungan yang timbul antara beberapa variabel yang diobservasi. Formulasi teori adalah upaya untuk mengintegrasikan semua informasi
logis
sehingga
alasan
atas
masalah
yang
diteliti
dapat
dikonseptualisasikan dan diuji (Muldrajad, 2003: 39). Dalam penelitian ini ada tiga teori yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti, yakni teori gastronomi, teori persepsi, dan teori
25
pengembangan produk. Adapun uraian dari masing-masing teori tersebut adalah sebagai berikut. 2.3.1 Teori Gastronomi Gastronomi atau tata boga adalah seni atau ilmu tentang makanan yang baik (good eating). Gastronomi sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kenikmatan dari makan dan minum. Istilah gastronomi pertama kali muncul pada judul sebuah puisi di Prancis pada tahun 1801 (Berchoux, 1804 dalam Scarpato, 2002) yang berhubungan dengan kenikmatan dalam menikmati makanan dan minuman. Gastronomi juga diperkenalkan oleh Jean Anthelme dan Brillat Savarin (1994) dalam bukunya yang berjudul La Physiologedu Gout (the physiologi of taste), yang menyebutkan bahwa gastronomi merupakan kenikmatan dalam menyantap makanan yang berkualitas baik dan refleksi dari proses konsumsi serta proses pengolahan makanan tersebut. Selanjutnya
Ardika
(2011)menambahkan
bahwa
gastronomi
juga
mencakup pengetahuan yang rinci tentang makanan dan minuman nasional dari berbagai negara besar di seluruh dunia. Peran gastronomi adalah sebagai landasan untuk memahami bagaimana makanan dan minuman digunakan dalam situasi– situasi tertentu. Teori gastronomi dipergunakan untuk menganalisis masalah pertama pada penelitian ini, khususnya untuk mengkajijenis-jenismakanan tradisional yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata kuliner di Dili, termasuk keunikan dalam hal pengolahan dan penyajian makanan tersebut. Selain itu, teori ini juga
26
digunakan untuk melihat aneka minuman tradisional (termasuk proses pembuatannya) yang dapat menjadi daya tarik wisata kuliner. 2.3.2 Teori Persepsi Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi. Sensasiadalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang menggembirakan. Sensasi dapat didefinisikan juga sebagai tanggapan yang cepat dari indra penerima terhadap stimulan dasar seperti cahaya, warna, dan suara. Dengan adanya stimulan akan timbul persepsi. Dengan demikian, pengertian persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasikan, dan diitenrpretasikan (Nugroho, 2005:158). Lebih lanjut Rangkuti (2003) menyebutkan bahwa persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap tiga faktor, yaitu terhadap 1) tingkat kepentingan pelanggan, yang didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli produk atau jasa, yang akan dijadikan standar acuan dalam menilai kinerja produk atau jasa tesebut; 2) kepuasan pelanggan, yang didefinisikan sebagai respons pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya (harapan) dan kinerja aktual yang dirasakan (persepsi); dan 3) nilai, didefinisikan sebagai pengkajian secara menyeluruh manfaat dari suatu produk, yang didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa yang telah diterima oleh pelanggan yang telah diberikan oleh produk tersebut. Persepsi dapat juga merupakan beragam kemampuan, pengamatan yang merupakan imajinasi, bahkan cita-cita seorang pribadi yang objek persepsinya disini tidak teraga. Oleh karena itu, proses-proses motivasi, emosi, dan ekspektasi
27
berpengaruh sekali terhadap pembentukan persepsi itu sendiri. Persepsi adalah persiapan ke perilaku konkret dan bahwa nilai-nilailewat emosi, motivasi, dan ekspektasi mempengaruhi persepsi. Nilai-nilaiyangsaling berbeda mempengaruhi persepsi dan perilaku. Dengan demikian, gerak perilaku terbentuk dalam waktu mendapat arah dari masa lalu, lewat masa kini ke masa yang akan datang, melalui persepsi realita dan persepsi utopis. Menurut Mulyana (2000:75) prinsip-prinsip mengenai persepsi sosial adalah a) persepsi berdasarkan pengalaman, yaitu persepsi manusia terhadap seseorang, objek atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan pengalaman dan pembelajaran masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek atau kejadian serupa; b) persepsi bersifat selektif, setiap manusia sering mendapat rangsangan indrawi sekaligus, untuk itu perlu selektif dari rangsangan yang penting. Untuk itu, atensi atau rangsangan merupakan faktor utama menentukan selektivitas kita atas rangsangan tersebut; c) persepsi bersifat dugaan, karena data yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap dan persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan; d) persepsi bersifat evaluative.Maksudnya kadangkala orang menafsirkan pesan sebagai suatu proses kebenaran, akan tetapi terkadang alat indera dan persepsi kita menipu kita, sehingga kita juga ragu seberapa dekat persepsi kita dengan realitas yang sebenarnya. Untuk itu, dalam mencapai suatu tingkatan kebenaran perlu evaluasi yang sama; dan e) persepsi bersifat kontektual, merupakan pengaruh paling kuat dalam mempersepsikan suatu objek konteks yang melingkupi kita melihat seseorang, sesuatu objek atau sesuatu kejadian sangat mempengaruhi struktur
28
kognitif, pengharapan prinsip yaitu kemiripan atau kedekatan atau kelengkapan, cenderung mempersepsi suatu rangsangan atau kejadian yang terdiri atas struktur dan latar belakangnya. Teori ini dipergunakan untuk menganalisis masalah kedua dari penelitian ini yaitu persepsi wisatawan terhadap makanan tradisional di Dili, Timor-Leste. 2.3.3 Teori Pengembangan Produk Menurut Lupiyoadi (2006:11) produk merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang memberi sejumlah nilai kepada konsumen. Produk merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh perusahaan dan merupakan landasan program pemasaran. Selain menjadi landasan program pemasaran, Morrison (2002:254) menyatakan produk dari industri hospitaliti dan perjalanan sangat beragam. Setiap organisasi dalam industri ini memilik produk/ service mix-nya masing-masing, merupakan bauran dari pelayanan dan produk yang disediakan untuk pelanggan. Bauran ini terdiri atas setiap elemen yang dapat dilihat dalam organisasi, termasuk tingkah laku pegawai (staff behaviour), penampilan dan seragam karyawan, eksterior bangunan, perlengkapan (equipment), furniture dan perlengkapan tetap, signage (penanda) sepertibillboard dan tanda arah, komunikasi dengan pelanggang dan publik lainnya. Pada dasarnya pengembangan produk adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan bersama untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan atau menambah jenis yang sudah ada. Pengembangan produk menurut Kotler dan Amstrong (2004:339) adalah pengembangan produk original, perbaikan produk,
29
modifikasi produk dan merek baru yang perusahaan kembangkan, departemen riset, dan pengembangannya sendiri. Menurut Bucharin (2000:101) tujuan pengembangan produk adalah memenuhi keinginan konsumen yang belum puas, menambah omzet penjualan, memenangkan persaingan, meningkatkan
keuntungan
mendayagunakan sumber-sumber daya produksi, dengan
pemakaian
mendayagunakan sisa-sisa bahan, mencegah
bahan
yang
sama,
kebosanan konsumen, dan
menyederhanakan produk dan kemasan. Teori ini dipergunakan untuk mengkaji permasalahan ketiga dari penelitian ini yaitu strategi pengembangan makanan tradisional sebagai daya tarik wisata kuliner di Dili, Timor-Leste. Pengajian terhadap strategi pengembangan produk makanan tradisional menjadi penting dilakukan karena makanan tradisional sabagai salah satu produk yang akan ditawarkan kepada wisatawan dan diharapkan dapat menjadi daya tarik wisata kuliner. 2.4 Model Penelitian Timor-Leste menjadikan pariwisata sebagai program tambahan dalam pembangunan nasionalnya. Untuk mendukung pengembangan pariwisata di Timor-Leste pada umumnya dan Dili pada khususnya, pemerintah daerah Dili memilikipotensi berupa makanan tradisional (makanan dan minuman) yang dapat dijadikan wisata kuliner sekaligus sebagai daya tarik wisata. Pengembangan makanan tradisional sebagai wisata kuliner dipengaruhi oleh wisatawan dan stakeholderpariwisata (masyarakat, pengusaha/pengelola usaha, dan pemerintah) serta memerlukanstrategi dalam pengembangannya.Untuk menyusun strategi
30
pengembangan wisata kuliner sebagai daya tarik wisata di Dili, Timor-Leste diperlukan penelitian. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalahapa sajakah jenis-jenis makanan tradisional yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata kuliner di Dili, bagaimanakah persepsi wisatawan terhadap makanan tradisional di Dili, dan bagaimanakah strategi pengembangan makanan tradisional sebagai daya tarik wisata kuliner di Dili. Dalam penelitian ini dipergunakan konsep tentang strategi pengembangan, makanan tradisional, daya tarik wisata dan wisata kuliner. Untuk mengidentifikasi permasalahan dipergunakan Teori Gastronomi, Teori Persepsi, dan Teori Pengembangan Produk. Untuk menganalisis dan merumuskan permasalahan pertama digunakan Teori Gastronomi. Teori Persepsi dipergunakan untuk menganalisis permasalahan kedua, sedangkan permasalahan ketiga dianalisis dengan mempergunakan Teori Pengembangan Produk. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka penyusunan strategi terkait pengembangan wisata kuliner sebagai daya tarik wisata di Dili, TimorLeste. Adapun model penelitian seperti pada Gambar 2.1 berikut ini.
31
Pariwisata Timor-Leste
Wisatawan
Wisata Kuliner
Masyarakat Pengusaha / Pengelola Pemerintah
Pengembangan Makanan Tradisional sebagai Daya Tarik Wisata Kuliner di Dili, Timor-Leste
Konsep Pengembangan Makanan Tradisional Daya Tarik Wisata Wisata Kuliner
Rumusan Masalah 1 Apa sajakah jenis-jenis makanan tradisional yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata kuliner di Dili
Teori Gastronomi
Rumusan Masalah 2 Bagaimanakah persepsi wisatawan terhadap makanan tradisional di Dili
Teori Persepsi
Rumusan Masalah 3 Bagaimanakah dan bentuk program pengembangan makanan tradisional sebagai daya tarik wisata kuliner di Dili.
Hasil
Rekomendasi
Gambar 2.1 Model Penelitian
Teori Pengembang an Produk