BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1.
Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis di Sekolah Dasar a.
Pengertian Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis Kata keterampilan (skill) sama artinya dengan kemahiran. Pengertian
tersebut merujuk pada pendapat Sanjaya (2009: 70) yang menyatakan bahwa kemahiran (skill), yaitu kemampuan individu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya secara praktik. Sejalan dengan hal tersebut, Gordon (1988) menjelaskan bahwa keterampilan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan (Sanjaya, 2008: 7). Dengan mempunyai kemahiran atau keterampilan, seorang siswa mampu menyelesaikan tugas dari guru secara praktik. Selain itu, kata keterampilan sama artinya dengan kata kecakapan dan juga kecekatan. Pengertian tersebut merujuk pada pendapat Soemarjadi, Ramanto, dan Zahri (2001: 2) yang menjelaskan bahwa kata keterampilan memiliki arti yang sama dengan kata kecekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan dengan cepat dan benar. Tugas dari guru dapat dikerjakan oleh siswa dengan baik, cepat, dan benar apabila siswa mempunyai keterampilan. Syah (2010: 117) menjelaskan keterampilan juga didefinisikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-ototyang biasanya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Keterampilan memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi meskipun sifatnya motorik. Di samping itu, Reber (1998) menyatakan bahwa keterampilan adalah kemampuan seseorang untuk melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu (Syah, 2010: 117). Oleh karena itu, keterampilan bukan hanya meliputi kegiatan motorik saja, melainkan juga kegiatan kognitif. 8
9 Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan adalah kegiatan jasmaniah yang dilakukan secara sadar sehingga mampu melakukan tugas yang diberikan secara praktik dengan baik, benar, dan cepat. Pada dasarnya keterampilan sering diidentikan dengan psikomotor. Pada penelitian ini keterampilan yang dimaksud termasuk dalam ranah psikomotor, yaitu pada ranah membiasakan, artinya siswa mampu menampilkan tindakan praktik dengan baik, benar, dan cepat secara mandiri dari proses latihan yang dilaksanakannya. Kata memainkan memiliki kata dasar main. MenurutKBBIEdisi III (2002: 697), main artinya,“melakukan permainan untuk menyenangkan hati (dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak)”. Kata main mendapat imbuhan me-kan menjadi memainkan. Menurut KBBI Edisi III (2002: 698), memainkan memiliki beberapa arti, yaitu1) memakai (melakukan dan sebagainya) sesuatu untuk bermain-main, 2) membunyikan alat musik dan sebagainya dengan memukul (memetik dan sebagainya), 3) melagukan musik dansebagainya dengan bunyi-bunyian; 4) melakukan (sebagai sandiwara), menyandiwarakan, memperagakan;5) mempertontonkan, mempertunjukkan; dan 6) melakukan peranan, memerankan. Arti kata memainkan yang sesuai dengan konteks ini adalah membunyikan alat musik dan sebagainya dengan memukul (memetik dan sebagainya). Kennedy (1988: 351) menjelaskan bahwa alat musik atau instrumen musik adalah, “Objects or device for producing music sound by mechanical energy or electrical impulses.” Alat musik adalah benda-benda atau perangkat untuk memproduksi suara musik dengan energi mekanik atau impuls listrik. Sejalan dengan pendapat Kennedy, Kusdinar (2014: 11) menjelaskan bahwa alat musik adalah alat yang sengaja dibuat oleh manusia dengan tujuan agar dapat menghasilkan suara musik. Lebih lanjut, Safrina (2002: xiii) menjelaskan bahwa alat musik adalah, “suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik, yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik”. Jadi alat musik adalah hasil karya seni bunyi yang menghasilkan suara musik.
10 Menurut fungsinya alat musik digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu alat musik ritmis dan alat musik melodis. Kusdinar (2014: 16) menjelaskan bahwa alat musik ritmis adalah alat musik yang memberikan irama (ritme) tertentu dalam suatu pagelaran. Variasi pukulannya sesuai dengan selera seni, kecakapan menyusun aransemen, dan kebutuhan. Contohnya ketipung, gendang, drum set, lain-lain. Kusdinar (2014: 16) menjelaskan bahwa alat musik melodis adalah alat musik yang digunakan untuk memainkan nadanada (melodi) sebuah lagu. Fungsinya dapat sebagai alat ritmis bernada dan dapat juga sebagai alat melodis. Contohnya seruling, pianika, dan lain-lain. Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan memainkan alat musik melodis adalah kegiatan jasmani yang dilakukan secara sadar untuk membunyikanhasil karya seni bunyi yang menghasilkan nada dengan baik dan benar. Hasil karya seni bunyi yang menghasilkankan nada tersebut adalah alat musik melodis. Jadi seorang siswa yang terampil dalam memainkan alat musik melodis harus mampu melakukan tugas memainkan alat musik melodis secara praktik dengan baik dan benar. Di dalam penelitian ini, alat musik melodis yang digunakan adalah pianika. Pianika dipilih karena pianika mudah untuk dipelajari, mudah untuk dimainkan anak SD, dan mudah didapat.
b. Karakteristik Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis di Sekolah Dasar Pendidikan seni musik lebih menekankan pada pemberian pengalaman seni musik, yang nantinya akan melahirkan kemampuan untuk memanfaatkan seni musik pada kehidupan sehari-hari. Pendidikan seni musik diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan siswa, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi/berkreasi dan berapresiasi. Pembelajaran seni musik dilaksanakan melalui pendekatan: “belajar dengan seni”, “belajar melalui seni”, dan “belajar tentang seni” (BSNP, 2006). Peran ini tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain.
11 1) Pendekatan “Belajar dengan Seni” Pendekatan ini menekankan pada proses pemerolehan dan pemahaman pengetahuan yang didapatkan dengan kegiatan seni musik misalnya siswa belajar menyanyikan lagu Indonesia Raya, maka dengan mempelajari lagu tersebut siswa dapat mengetahui dan memahami sikap apa yang terdapat pada lagu. Siswa seharusnya tahu tentang apa yang diceritakan lagu dan dari pengetahuan tersebut mereka bisa mengambil suatu simpulan bahwa lagu Indonesia Raya menginginkan terwujudnya sikap cinta tanah air dan menanamkan jiwa patriotis. 2) Pendekatan “Belajar melalui Seni” Pendekatan ini menekankan pada pemahaman emosional yang tercermin ke dalam penanaman nilai-nilai atau sikap yang terbentuk melalui kegiatan berkesenian. Seperti dalam menyanyikan atau memainkan sebuah lagu, siswa dituntut untuk membuat keteraturan tempo/ketukan. Apabila siswa tidak bisa mengikuti tempo tersebut maka lagu yang dibawakan menjadi kacau atau tidak teratur. Jadi melalui bernyanyi atau bermain alat musik akan tertanam sikap disiplin yang tinggi untuk membuat keteraturan. 3) Pendekatan “Belajar tentang Seni” Pendekatan ini lebih menekankan pada pembelajaran tentang penguasaan materi seni musik yang tergambar pada unsur-unsurnya seperti irama, melodi, dan harmoni.Mahmud (1995) menyatakan bahwa, “unsur pokok musik adalah irama, melodi, dan harmoni” (Rachmawati, 2005: 16). Dalam sebuah lagu, semua unsur musik itu muncul sebagai satu kesatuan. Berikut ini penejelasan unsur-unsur musik. a) Irama Penggunaan istilah yang berhubungan dengan irama ini bermacam-macam, dan berasal dari istilah-istilah asing, seperti ritme, ritem, ritmik. Perbedaan istilah ini terjadi karena belum adanya
pembakuan
istilah
bidang
musik.
Mahmud
(1995)
menyatakan irama adalah denyut jantung musik yang memberi rasa
12 hidup (Rachmawati, 2005: 16). Sejalan dengan pendapat Mahmud, Sukarya, dkk. (2008: 2.2.7) menjelaskan bahwa,“Ritme adalah pengaturan bunyi dalam waktu”. Lebih lanjut Safrina (2002: 63) menjelaskan bahwa irama ialah rangkaian gerak yang menjadi unsur dasar dalam musik dan tari. Irama dalam musik terbentuk dari sekelompok bunyi dan diam dengan bermacam-macam lama waktu atau panjang-pendeknya sehingga membentuk pola irama, bergerak menurut pulsa dalam ayunan birama. Irama dapat dirasakan, kadangkadang dirasakan dan didengar, atau dirasakan dan dilihat, ataupun dirasakan dan didengar serta dilihat.Jadi irama adalah pengaturan bunyi dalam waktu yang dapat dirasakan, didengar, atau bahkan dilihat sehingga memberi rasa hidup. Alat musik pembawa irama yang dipelajari di SD masih sederhana, seperti maracas, kendang, tamborin, dan sebagainya. Pembelajaran irama diajarkan sebelum pembelajaran melodi karena berkaitan dengan unsur waktu dan keteraturan pembunyian. b) Melodi Alat musik pembawa melodi yang dipejari di SD contohnya rekorder dan pianika. Pembelajaran melodi di SD berkaitan dengan penguasaan tinggi rendahnya nada, berbeda dengan
irama yang
tanpa menggunakan ketinggian nada. Sukarya, dkk. (2008: 2.2.7) menjelaskan bahwa,“Melodi adalah serangkaian nada dalam waktu”. Lebih lanjut, Safrina (2002: 124) menjelasakan melodi ialah susunan rangkaian nada yang terdengar berurutan serta berirama, dan mengungkapkan suatu gagasan, pikiran, dan perasaan. Rangkaian tersebut dapat dibunyikan sendirian, yaitu tanpa iringan, atau dapat merupakan bagian dari rangkaian akord dalam waktu (biasanya merupakan rangkaian nada tertinggi dalam akord-akord tersebut). Sejalan dengan hal tersebut, Mahfud (1995) menyatakan bahwa, “melodi adalah jiwa musik yang
13 menyimpan daya kekuatan serta dapat menggerakkan pikiran dan perasaan” (Rachmawati, 2005: 16). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bawa melodi adalah serangkaian nada dalam waktu yang berurutan dan berirama serta menggerakan pikiran dan perasaan. Rachmawati (2005: 17) menjelaskan bahwa di dalam melodi terkandung (1) jangkauan atau pola yang pasti akan tinggi rendah nada, (2) selingan tinggi nada yang disimak melalui sedikit atau banyaknya interval, dan (3) pengaturan nada. Melodi dituliskan dalam berbagai lambang atau notasi, yaitu notasi huruf, notasi angka, dan notasi balok.Notasi huruf adalah melodi yang dituliskan atau dilambangkan dengan huruf. Notasi huruf merupakan notasi paling mudah yang didasarkan pada bunyi nadanya. Kita membaca notasi melodi dengan do re mi fa sol la si do. Tangga nada do re mi fa sol la si do apabila ditulis dengan notasi huruf menjadi d r m f s l t d’. Agar tidak ada keraguan untuk membaca atau menyanyikan nada sol dan si maka si diganti dengan ti sehingga notasinya menjadi t. Notasi
angka
adalah
melodi
yang
dituliskan
atau
dilambangkan dengan angka. Angka-angka yang digunakan adalah angka: 1
2
3
4
5
6
7
i
Do
Re
Mi
Fa
Sol
La
Si
do
Notasi angka juga menggunakan tanda titik (∙) untuk memperjelas penulisan notasi. Tanda titik (∙) digunakan dalam dua macam fungsi, yaitu sebagai tanda tinggi rendah nada dan sebagau tanda jumlah/panjang ketukan.Untuk nada rendah, titik diletakkan di bawah nada yang dimaksud, sedangkan untuk nada tinggi diletakkan di atas nada yang dimaksud. Berikut ini contoh penggunaan tanda titik (∙) yang berfungsi sebagai tanda tinggi rendah nada.
14 Nada Rendah 5 ∙
6 ∙
Nada Tinggi ∙ 5
7
∙ 6
∙ 7
∙
Tanda titik digunakan untuk tanda penambahan jumlah atau panjang ketukan suatu nada. Titik diletakkan setelah nada yang dimaksud. Contoh: (1) Penambahan 2 ketukan │3 ∙ ∙ 4│ (2) Penambahan 1 ketukan │2 ∙ 3 4│ Notasi
balok
adalah
melodi
yang
dituliskan
atau
dilambangkan dengan gambar. Gambar-gambar yang melambangkan bunyi tersebut dituliskan dalam not balok sesuai dengan tinggirendah dan sifat bunyi yang dilambangkan. Contoh penulisan melodi dengan notasi balok ditunjukkan dengan Gambar 2.1.
Gambar
2.1Contoh Rangkaian Notasi Balok pada Melodi (Sumber:musicindonesianlady21century.blogspot.com)
Pada pembelajaran di SD notasi balok jarang digunakan karena memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi daripada notasi lainnya. c) Harmoni Harmoni disebut juga dengan paduan nada. Sukarya, dkk. (2008: 2.2.7) menyatakan bahwa harmoni adalah kejadian dua nada atau lebih dengan tinggi nada yang berbeda dan dibunyikan bersamaan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Safrina (2002: 156)
15 menjelaskan bahwa harmoni adalah susunan gabungan dua nada atau lebih dengan tinggi nada yang berbeda yang kita dengar serentak. Musik dikatakan harmoni jika ia berhasil memadukan dua jenis bunyi-bunyian atau lebih menjadi bunyi yang indah dan enak didengar. Mahfud (1995) mengungkapkan bahwa,“harmoni adalah bingkai komposisi yang menopang melodi serta memberi sifat dan warna tertentu pada musik” (Rachmawati, 2005: 16). Jadi harmoni adalah dua nada atau lebih yang dibunyikan secara serentak serta memberi sifat dan warna tertentu pada musik. Harmoni yang terdiri dari tiga nada atau lebih yang dibunyikan bersamaan biasanya disebut akord. Karakter musik untuk siswa SD adalah musik anak yang seyogyanya tepat dengan hakikat perkembangan anak ditinjau dari segi biologis, jiwa, maupun kemampuan berpikir serta minat anak (Sukarya, 2008: 4.3.5). Karakter musik anak harus dibuat atau dipilih yang memiliki ciri-ciri sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Musik tersebut harus memberikan kesempatan seluas-luasnya yang mendorong perkembangan kreativitas berpikir serta kreativitas seni anak. Pemilihan musik atau lagu untuk siswa harus memperhatikan perkembangan gerak psikomotorik. Misalnya bila musik tersebut untuk musik instrumentalia maka pemilihan alat-alat musik yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan gerak siswa. Tidak mungkin siswa usia 10 tahun harus memainkan cello atau saxophon. Ukuran alat musik harus disesuaikan dengan pertumbuhan tubuh anak. Aspek perkembangan berpikir siswa SD adalah hal lain yang perlu menjadi pertimbangan guru yang ingin mengajarkan nyanyian. Salah satu daya tarik siswa SD mau berlatih menyanyi atau memainkan alat musik adalah karena siswa berminat pada hal-hal yang menarik perhatian mereka. Guru perlu memilih tema lagu yang menjadi minat siswa. Lagu yang dipilih sebaiknya lagu yang memiliki nilai pendidikan yang baik. Pada awal usia sekolah, anak sudah mampu menghasilkan pitch secara
16 tepat. Anak lebih mudah memahami perubahan serangkaian nada yang teratur daripada yang acak. Hal tersebut merujuk pada pendapat Djohan (2009: 4546) yang menyatakan: Anak-anak sudah mampu mereproduksi sebuah frase pendek dalam berbagai variasi dengan pitch yang tepat. Oleh sebab itu, kemampuan untuk menghasilkan pitch secara akurat dan apresiatif terhadap tangga nada serta kunci nada dasar telah berkembang ketika awal usia sekolah. Perubahan yang terjadi dalam serangkaian tangga nada yang teratur lebih mudah dideteksi daripada rangkaian nada yang acak. Dan, pilihan yang timbul untuk mengakhiri sebuah kalimat melodi lebih pada nada yang stabil dari kunci yang didengar. Selain harus sesuai dengan perkembangan fisik, daya pikir, dan minat siswa, musik siswa juga harus musik yang mampu menjadikan dirinya sebagai media pengungkapan perasaan, pikiran, dan isi hati anak. Musik siswa seharusnya mampu memberikan kesempatan bagi perkembangan kreativitas berpikir dan kreativitas seni (rasa keindahan) siswa, serta dunia siswa. Menurut Pamadhi, dkk. (2011: 3.25-3.26) beberapa karakteristik yang sebaiknya muncul dalam musik siswa adalah: 1) Musik sesuai dengan minat dan kehidupan siswa sehari-hari. Musik harus mengandung hal-hal yang menarik perhatian anak, seperti lagu yang menggambarkan tentang khayalan anak dan cerita peristiwa tingkah laku binatang yang jenaka. 2) Ritme musik dan pola melodinya pendek agar mudah diingat sehingga guru dapat meminta siswa untuk berimprovisasi, mengubah melodi, atau teks lagu sesuai dengan kemampauan dan kreativitas siswa. 3) Nyanyian harus mengandung unsur musik lainnya, seperti tempo, dinamik, bunyi, dan ekspresi musik yang dapat diolah dan diganti serta
diekspresikan
siswa
sehingga
siswa
berkesempatan
memperloleh pengalaman mengolah bunyi melalui musik. Misalnya siswa diberi kesempatan untuk memainkan musik dengan tempo yang berbeda-beda, menambahkan suara lain dalam karya tersebut.
17 4) Siswa diberi kesempatan untuk bergerak melalui musik. Siswa dapat menghasilkan
bunyi
melalui
gerak
tubuhnya
dengan
cara
memukulkan tongkat, bertepuk tangan, menghentakkan kaki, dan sebagainya.
c.
Urgensi Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis di Sekolah Dasar Safrina (2002: xiii) mengemukakan tentang pendapat para pakar
pendidikan yang menyatakan bahwa seni musik mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan seorang siswa. Siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan musik bisa mengembangkan kreativitasnya, sensitivitasnya, dan rasa keindahannya. Di samping itu, kegiatan musik juga bisa mengungkapkan ekspresi siswa, memberikan tantangan pada siswa, melatih kedisiplinan, dan mengenalkan pada siswa tentang sejarah budaya bangsa. Menurut Safrina (2002: xiv) ada tujuh tujuan pendidikan musik. Pertama, melalui pendidikan musik potensi rasa keindahan yang dimiliki anak bisa ditanamkan dan dikembangkan. Kedua, pendidikan musik bisa membantu anak memiliki kemampuan perasaan dan pikirannya melalui musik. Ketiga, melalui pendidikan musik anak bisa memiliki selera intelektual dan selera artistik sehingga bisa menilai musik. Keempat, kepekaan anak terhadap lingkungannya bisa dikembangkan melalui pendidikan musik. Kelima, melalui pendidikan musik anak mendapatkan kesempatan
untuk
dapat
meningkatkan
sendiri
pengetahuan
dan
keterampilannya dalam bidang musik. Pendidikan konsentrasi,
seni
keseriusan,
musik dan
juga
berfungsi
kepekaan
terhadap
untuk
meningkatkan
lingkungan.
Untuk
menyajikan atau memainkan musik yang indah diperlukan konsentrasi penuh, keseriusan, dan kepekaan rasa terhadap tema lagu atau musik yang dimainkan. Dengan demikian pesan yang terdapat pada lagu atau musik bisa tersampaikan dan diterima oleh pendengar.
18 Berdasarkan beberapa pandangan tentang fungsi pendidikan seni musik siswa tersebut, berikut ini dikemukan fungsi keterampilan memainkan alat musik melodis. 1) Sebagai sarana/media ekspresi Ekspresi
merupakan
ungkapan atau pernyataan sesorang.
Perasaan dapat berupa sedih, gembira, risau, marah, menyeramkan, atau sesuai dengan kondisi malasah yang dihadapi. Siswa yang bisa memainkan alat musik, khususnya alat musik melodis memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi ekspresinya dalam memunculkan karyakarya baru. 2) Sebagai media komunikasi Ekspresi yang dieksplorasikan akan dikomunikasikan kepada orang lain. Artinya karya-karya seni musik yang dimainkan siswa melalui alat musik melodis dikomunikasikan sehingga pesan yang terdapat dalam karya tersebut bisa tersampaikan kepada orang lain. 3) Sebagai sarana bermain Memainkan alat musik melodis merupakan salah satu kegiatan bermain. Bermain merupakan dunia anak-anak. Anak-anak memerlukan kegiatan yang bersifat rekreatif yang menyenangkan bagi pertumbuhan jiwanya. Bermain sekaligus memberikan penyeimbang dan penyelaras atas perkembangan individu anak secara fisik dan psikis. 4) Sebagai media pengembangan bakat Setiap siswa memiliki potensi di bidang musik. Berlatih memainkan alat musik, khususnya alat musik melodis akan memupuk bakat siswa sehingga bakat siswa di bidang musik akan tumbuh dan berkembang. 5) Sebagai media kreativitas Kreatif merupakan sifat yang dilekatkan pada diri manusia yang dikaitkan dengan kemampuan atau daya menciptakan. Sifat kreatif ini senantiasa diperlukan untuk mengiringi tingkah laku manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
19 6) Sebagai penunjang kognisi Lirik sebuah lagu akan lebih mudah dihafakan daripada materi pelajaran. Oleh karena itu, lirik sebuah lagu bisa diganti dengan lirik tentang materi pelajaran sehingga siswa bisa menghafalkan materi pelajaran dengan bernanyi. Dengan demikian siswa lebih mudah menghafalkan materi pelajaran. Memainkan alat musik melodis merupakan keterampilan yang penting untuk dimiliki oleh siswa. Hal tersebut karena memainkan alat musik melodis memiliki manfaat yang sangat banyak bagi siswa. Bermain musik dapat membantu pengembangan keterampilan motorik dan gangguan belajar, serta membangun rasa percaya diri dan disiplin diri. Hal tersebut merujuk pada pendapat Djohan (2009: 249) yang menjelaskan bahwa bermain musik dapat membantu pengembangan dan koordinasi kemampuan motorik pada anak. Bermain alat musik secara ansambel bisa membantu anak yang mengalami gangguan belajar untuk mengontrol impuls saraf yang kacau melalui latihan secara terstruktur dalam kelompok. Mempelajari sebuah karya musik dengan cara memainkannya dapat mengembangkan keterampilan musik serta membangun rasa percaya diri dan disiplin diri pada anak. Bermain musik dapat membangun percaya diri. Setelah siswa menyadari bahwa siswa dapat melakukan sesuatu dengan baik, bermain pianika misalnya, siswa secara alami menjadi lebih percaya diri. Bermain musik dapat membangun disiplin diri. Berlatih bermain musik membutuhkan latihan yang teratur sehingga membentuk kedisiplinan pada diri siswa. Memainkan alat musik bisa meningkatkan keterampilan kognisi siswa. Hal tersebut merujuk pada pendapat Djohan (2009: 171) yang menjelaskan bahwa, “Keterampilan kognisi juga dapat ditingkatkan melalui kegiatan kreatif dalam permainan musik. Karena aktivitas musik banyak melibatkan kegiatan yang mendorong terjadinya penciptaan-penciptaan”. Bermain musik bisa mempengaruhi otak. Hal ini merujuk pada penjelasan Deardorff (2015):
20 Results from a series of studies involving thousands of participants from birth to age 90 suggest that the brain’s ability to process sound is influenced by everything from playing music and learning a new language to aging, language disorders and hearing loss. Studies indicate that across the lifespan, people who actively play music (as a hobby) can hear better in noise than those who don’t play music. Hasil dari serangkaian penelitian yang melibatkan ribuan peserta dari lahir sampai usia 90 menunjukkan bahwa kemampuan otak untuk memproses suara dipengaruhi oleh segala sesuatu dari bermain musik dan belajar bahasa baru untuk penuaan, gangguan bahasa dan gangguan pendengaran. Studi menunjukkan bahwa seluruh jangka hidup, orang-orang yang aktif bermain musik (sebagai hobi) bisa mendengar lebih baik dalam kebisingan dibandingkan mereka yang tidak memainkan musik. Memainkan alat musik bisa mempengaruhi pengolahan saraf. Locker (2015) menyatakan, “The study showed that students who played instruments in class had more improved neural processing than the children who attended the music appreciation group.” Penelitian menunjukkan bahwa siswa yang bermain instrumen di kelas memiliki pengolahan saraf yang lebih ditingkatkan daripada anak-anak yang menghadiri kelompok apresiasi musik. Bermain musik bisa mempengaruhi kemampuan bahasa, prestasi akademik, dan pendengaran siswa. Kraus, et al. (2014: 2) menyatakan: A number of studies have revealed that children undergoing music training have stronger cognitive abilities, vocabulary, rhythm perception and production (linked to reading skill), perception of vocal pitch, and perception of speech in noisy backgrounds than nonmusician children. Additionally, musical practice can strengthen children’s auditory encoding of speech, auditory discrimination and attention, and lead to structural changes in auditory cortical areas. The auditory benefits of music training have direct implications for language skills and academic achievement accordingly, music may serve as an effective training tool for children with learning and attention impairments. Sejumlah penelitian telah mengungkapkan bahwa anak-anak yang menjalani pelatihan musik memiliki kemampuan kognitif yang lebih kuat, kosakata, persepsi ritme dan produksi (terkait dengan keterampilan membaca), persepsi lapangan vokal, dan persepsi berbicara di latar belakang bising daripada anak-
21 anak nonmusisi.Selain itu, praktik musik dapat memperkuat encoding pendengaran anak-anak berbicara, diskriminasi pendengaran dan perhatian, dan menyebabkan perubahan struktural di daerah kortikal pendengaran. Manfaat pendengaran pelatihan musik memiliki implikasi langsung untuk kemampuan bahasa dan prestasi akademik, musik dapat berfungsi sebagai alat pelatihan yang efektif untuk anak-anak dengan gangguan belajar dan perhatian. Memainkan alat musik merupakan hal yang penting. Berikut ini adalah sepuluh alasan seseorang sebaiknya belajar memainkan alat musik, yaitu: 1) playing a musical instrument relieves stress, 2) playing a musical instrument makes you smarter, 3) playing a musical instrument improves your sosial life, 4) playing a musical instrument helps building confidence, 5) playing a musical instrument teaches patience, 6) playing a musical instrument fosters creativity, 7) playing a musical instrument improves memory, 8) playing a musical instrument develops discipline, 9) playing a musical instrument gives you a sense of achievement, 10) playing a musical instrument is fun (“Ten Reasons,” 2013). Sepuluh alasan seseorang sebaiknya belajar memainkan alat musik yaitu 1) memainkan alat musik mengurangi stres, 2) memainkan alat musik membuatmu lebih pintar, 3) memainkan alat musik meningkatkan kehidupan sosialmu, 4) memainkan alat musik membantu membangun kepercayaan diri, 5) memainkan alat musik mengajarkan kesabaran, 6) memainkan alat musik menumbuhkan kreativitas, 7) memainkan alat musik meningkatkan memori, 8) memainkan alat musik mengembangkan kedisiplinan, 9) memainkan alat musik memberimu rasa prestasi, dan 10) memainkan alat musik menyenangkan. Dari
berbagai
pendapat
di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
keterampilan memainkan alat musik, khususnya alat musik melodis merupakan keterampilan yang sebaiknya dimiliki oleh seorang siswa. Hal ini karena ada banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh dari memainkan alat musik. Memainkan alat musik melodis memegang peranan penting untuk
22 membantu pengembangan individu siswa yang nantinya akan berdampak pada pertumbuhan akal, pikiran, sosial, dan emosional.
d. Pembelajaran Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis di Sekolah Dasar Pembelajaran seni musik sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), tercakup dalam satu mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan. Pada kelas IV semester II, salah satu kompetensi dasar berbunyi: “Memainkan alat musik melodis sederhana (12.1)”. Kompetensi ini menekankan pada keterampilan siswa dalam memainkan musik melodis sederhana. Keterampilan ini merupakan bentuk kegiatan pengalaman musik yang produktif, artinya siswa mampu menampilkan keterampilannya. Pembelajaran seni musik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pembelajaran seni musik yang bersifat apresiatif dan pembelajaran seni musik yang bersifat kreatif. Pembelajaran seni musik yang bersifat apresiatif menekankan pada sikap dan apresiasi siswa terhadap suatu karya musik. Pembelajaran musik yang bersifat kreatif menekankan pada aktivitas siswa dalam bermusik atau bermain musik. Keterampilan memainkan musik melodis sederhana termasuk dalam pembelajaran seni musik yang bersifat kreatif, karena siswa terlibat langsung dalam penyajian karya musik. Ada dua model orientasi dalam belajar musik, yaitu model orientasi visual dan model orientasi nonvisual. Pada model orietasi visual, siswa belajar memainkan musik dengan cara membaca notasi musik. Apabila siswa itu sudah banyak berlatih memainkan lagu terebut, lama-kelamaan siswa memainkan lagu tersebut tanpa notasi, sehingga ia memainkan lagu tersebut berdasarkan memorinya. Model orientasi visual dalam belajar musik menurut Djohan (2009: 202) dapat dilihat pada Gambar 2.2.
23
Membaca notasi
Penyajian musik yang telah dilatih
Main melalui pendengaran Gambar 2.2 Model Orientasi Visual dalam Belajar Musik Model orientasi nonvisual disebut juga model orientasi aural/kreatif. Pada model orientasi nonvisual, siswa belajar memainkan musik tanpa membaca notasi musik. Notasi hanya sebagai alat bantu belajar di awal saja. Siswa belajar memainkan musik dengan cara menirukan musik yang didengarnya, kemudian ia mengkreasi musik sendiri melalui improvisasi. Model orientasi aural/kreatif dalam belajar musik menurut Djohan (2009: 203) dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Main melalui pendengaran
Improvisasi Gambar 2.3 Model Orientasi Aural/Kreatif dalam Belajar Musik Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model orientasi visual dalam belajar musik. Langkah pembelajaran keterampilan memainkan alat musik melodis di sekolah dasar yang pertama guru mengenalkan siswa pada unsur-unsur musik (dasar) seperti melodi dan notasinya. Kemudian guru memberikan contoh
cara
memainkan
alat
musik
tersebut,
kemudian
siswa
mendemonstrasikannya. Siswa berlatih memainkan alat musik melodis. Pada akhir pelajaran siswa menampilkan atau mementaskan karya mereka. Alat musik melodis sederhana maksudnya yaitu alat musik melodis yang masih sederhana. Sederhana di sini artinya alat musik tersebut tidak
24 menggunakan listrik (nonelektrik), oktafnya pendek, mudah dicari, dan harganya murah. Alat musik melodis sederhana yang biasa digunakan dalam pembelajaran musik di SD adalah rekorder dan pianika. Fokus dalam penelitian ini pada pengajaran melodis pianika. Alat musik pianika ditunjukkan dengan Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Alat Musik Pianika(Sumber: juzdeals.com) Soewito (1998: 105) berpendapat bahwa pianika, melodika, melodeon merupakan jenis alat musik yang berbilah-bilah atau bertuts seperti piano. Sejenis alat ini ukurannya bermacam-macam, dari yang kecil sampai yang besar. Lebih lanjut, Kusdinar (2014: 48) meyatakan bahwa,“Pianika adalah alat musik tiup kecil sejenis harmonika, tetapi memakai bilah-bilah keyboard yang luasnya sekitar tiga oktaf”. Pianika dimainkan dengan tiupan langsung atau memakai pipa lentur yang dihubungkan ke mulut. Umumnya, pianika dimainkan sebagai alat pendidikan di sekolah. Depdikbud (1996: 49) menjelaskan bahwa pianika merupakan alat musik melodi yang bunyinya merdu serta mudah dimainkan. Diperlukan sedikit tenaga untuk meniup pianika apabila ingin memainkannya. Bilahbilah papan pianika disentuh dengan jari tangan. Pianika merupakan alat musik tiup yang menggunakan sistem keyboard.
25 Dengan belajar bermain pianika, pada hakikatnya siswa belajar dasardasar alat musik keyboard. Kelak, siswa diharapkan dapat melanjutkan pula memainkan jenis alat musik semacam ini, seperti akordeon, piano, atau organ. Pianika tergolong alat musik tiup. Dalam bermain musik, pianika dapat digunakan untuk memainkan melodi pokok, kontra melodi, bila memungkinkan dapat juga untuk mengiringi lagu. Dalam pianika terdapat dua tuts, yaitu: 1) Tuts putih berfungsi untuk memainkan nada-nada pokok/asli. 2) Tuts hitam berfungsi untuk memainkan nada-nada kromatis. Posisi tuts pada pianika ditunjukkan dengan Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Posisi Tuts pada Pianika (Sumber: partiturku-partiturku. blogspot.com) Dalam memainkan alat musik pianika, tangan kiri memegang pianika dan tangan kanan menekan untuk memainkan melodi lagu, sedangkan mulut meniupnya. Posisi tangan kiri yang baik saat memainkan pianika dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Posisi Tangan Kiri Saat Memainkan Pianika (Sumber: yokimirantiyo.blogspot.co.id)
26 Penjarian pada pianika biasanya menggunakan tangan kanan. Memainkan pianika dengan lima jari, setiap jari mempunyai tugas untuk menekan tuts-tuts tertentu. Seperti halnya memainkan rekorder sopran, untuk memainkan pianika, jari diberi sebutan nomor sebagai berikut. 1) Ibu jari, sebagai jari no 1 2) Ibu telunjuk, sebagai jari no 2 3) Jari tengah, sebagai ibu jari no 3 4) Jari manis, sebagai ibu jari no 4 5) Jari kelingking, sebagai ibu jari no 5 Untuk lebih jelasnya, ilustrasi penomoran jari pada tangan kanan ditunjukkan dengan Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Penomoran pada Jari Tangan Kanan (Sumber: bersama musik.blogspot.com) Susunan jari-jari tangan untuk membunyikan: 1 oktaf ( C-C’)
1-2-3-1-2-3-4-5 (8 nada)
2 oktaf ( C-C’)
1-2-3-1-2-3-4-1-2-3-1-2-3-4-5 (15 nada)
Perpindahan jari 3 ke jari 1 melalui bawah, demikian juga perpindahan jari 4 ke jari 1. Penomoran jari apabila diletakkan di papan tuts dapat dilihat pada Gamber 2.8.
27
Gambar 2.8 Penomoran Jari di Papan Tuts (Sumber: partiturku-partiturku. blogspot.co.id) Posisi tuts pianika pada tangga nada C ditunjukkan dengan Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Posisi Tuts Pianika pada Tanda Mula Natural/Tangga Nada C (Sumber: yokimirantiyo.blogspot.co.id) Posisi lengan dan bentuk jari yang baik saat memainkan pianika adalah antara punggung tangan, pergelangan, dengan lengan bawah seolah membentuk garis lurus. Bentuk jari seperti sedang memegang bola tenis. Dengan posisi jari sedemikian, bilah-bilah papan pianika disentuh. Bentuk jari yang baik saat memainkan pianika dapat dilihat dari Gambar 2.10.
28
Gambar 2.10 Bentuk Jari Saat Memainkan Pianik (Sumber: blog.isi-dps.ac.id) Hal yang perlu diperhatikan saat meniup pianika adalah pernapasan. Pernapasan yang baik adalah pernapasan diafragma. Napas yang dihirup langsung menekan diafragma, kemudian dikeluarkan sedikit demi sedikit sehemat mungkin. Cara meniup diusahakan halus dan rata. Pianika dapat dimainkan dengan cara duduk atau berdiri. Baik dengan duduk atau berdiri, tubuh dalam keadaan bebas, tanpa terpaksa, tanpa rasa tegang di bagian tubuh yang lain.Bahu jangan ditarik ke belakang, atau ditekuk ke depan. Otot lengan dan jari tangan lemas, sehingga mudah digerak-gerakkan dengan terampil.
e.
Penilaian Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis Penilaian keterampilan bermain musik disesuaikan dengan tingkat
perkembangan fisik anak. Menurut Jamalus dan Busroh (1992: 163), beberapa aspek yang dinilai dalam penilaian keterampilan bermain musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentu lagu, dan ekspresi yang didalamnya termasuk tempo, dinamik, daan gaya melodi yang sesuai. Berdasarkan aspek penilaian keterampilan bermain musik di atas serta berdasarkan pendapat ahli, dalam penelitian ini digunakan beberapa aspek penilaian keterampilan memainkan alat musik melodis dari adopsi pendapatpendapat tersebut. Aspek penilaian tersebut terdiri dari ketepatan panjang pendek nada, kualitas produksi bunyi (tiupan), kelancaran teknik penjarian, dan penghayatan sajian. Setiap aspek mempunyai skor dengan rentang skala 1 sampai 5. Setiap tingkatan skor memiliki deskriptor masing-masing. Rubrik
29 penilaian keterampilan memainkan alat musik melodis dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Rubrik Penilaian Keterampilan Memainkan Alat MusikMelodis Sangat Tidak Sangat Aspek Baik Cukup baik baik tidak baik Ketepatan panjang I 5 4 3 2 1 pendek nada Kualitas produksi II 5 4 3 2 1 bunyi (tiupan) Kelancaran teknik III 5 4 3 2 1 penjarian IV Pengayatan sajian 5 4 3 2 1 Pada aspek ketepatan panjang pendek nada, siswa mendapatkan skor 1 apabila ketepatan panjang pendek nada dalam memainkan alat musik melodis (pianika) sangat tidak baik. Siswa mendapatkan skor 2 apabila ketepatan panjang pendek nada dalam memainkan alat musik melodis (pianika) tidak baik. Siswa mendapatkan skor 3 apabila ketepatan panjang pendek nada dalam memainkan alat musik melodis (pianika) cukup. Siswa mendapatkan skor 4 apabila ketepatan panjang pendek nada dalam memainkan alat musik melodis (pianika) baik. Siswa mendapatkan skor 5 apabila ketepatan panjag pendek nada dalam memainkan alat musik melodis (pianika) sangat baik. Pada aspek kualitas produksi bunyi (tiupan), siswa mendapatkan skor 1 apabila kualitas produksi bunyi (tiupan) dalam memainkan alat musik melodis (pianika) sangat tidak baik. Siswa mendapatkan skor 2 apabila kualitas produksi bunyi (tiupan) dalam memainkan alat musik melodis (pianika) tidak baik. Siswa mendapatkan skor 3 apabila kualitas produksi bunyi (tiupan) dalam memainkan alat musik melodis (pianika) cukup. Siswa mendapatkan skor 4 apabila kualitas produksi bunyi (tiupan) dalam memainkan alat musik melodis (pianika) baik. Siswa mendapatkan skor 5 apabila kualitas produksi bunyi (tiupan) dalam memainkan alat musik melodis (pianika) sangat baik.
30 Pada aspek kelancaran teknik penjarian, siswa mendapatkan skor 1 apabila kelancaran teknik penjarian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) sangat tidak baik. Siswa mendapatkan skor 2 apabila kelancaran teknik penjarian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) tidak baik. Siswa mendapatkan skor 3 apabila kelancaran teknik penjarian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) cukup. Siswa mendapatkan skor 4 apabila kelancaran teknik penjarian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) baik. Siswa mendapatkan skor 5 apabila kelancaran teknik penjarian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) sangat baik. Pada aspek penghayatan sajian, siswa mendapatkan skor 1 apabila penghayatan sajian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) sangat tidak baik. Siswa mendapatkan skor 2 apabila penghayatan sajian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) tidak baik. Siswa mendapatkan skor 3 apabila penghayatan sajian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) cukup. Siswa mendapatkan skor 4 apabila penghayatan sajian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) baik. Siswa mendapatkan skor 5 apabila penghayatan sajian dalam memainkan alat musik melodis (pianika) sangat baik.
2.
Model Quantum a.
Pengertian Model Quantum Model
pembelajaran
dijadikan
pedoman
untuk
merencakan
pembelajaran. Joyce, Weil, dan Calhoun (2011: 7) berpendapat, “Modelmodel pengajaran sebenarnya juga bisa dianggap sebagai model-model pembelajaran.” Lebih lanjut, Joyce et al. (2011: 30) menyatakan: Suatu model pengajaran merupakan gambaran suatu lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi perilaku kita sebagai guru saat model tersebut diterapkan. Model-model ini memiliki banyak kegunaan yang menjangkau segala bidang pendidikan, mulai dari materi perencanaan dan kurikulum hingga materi perancangan instruksional, termasuk program-program multimedia.
31 Suwarto (2014: 136) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial. Pedoman tersebut berguna untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat akan memberikan makna yang mendalam bagi siswa. Winataputra (2001) menyatakan: Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan `prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas pembelajaran (Sugiyanto, 2009: 3). Penerapan model pembelajaran di kelas harus memperhatikan kebutuhan dan karakteristik siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Isjoni (2010: 73) yang menyatakan bahwa model pembelajaran mengarah pada suatu penerapan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan peserta didik karena masing-masing model pembelajaran memiliki tujuan, prinsip, dan tekanan utama yang berbeda-beda. Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola yang dijadikan pedoman dalam merencanakan pembelajaran dan menentukan perangkat pembelajaran sehingga pengalaman belajar terorganisir dan tujuan belajar juga tercapai. Menurut DePorter et al. (2007: 5) Quantum adalah “interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya”. Menurut Rusman (2014: 330) maksud dari energi menjadi cahaya adalah mengubah semua hambatan belajar menjadi sebuah manfaat bagi siswa sendiri dan bagi orang lain dengan cara memaksimalkan kemampuan dan bakat alamiah siswa. Dengan demikian, pembelajaran Quantum adalah penggabungan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa
32 menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Pembelajaran Quantum merupakan cara baru yang memudahkan proses belajar, yang memadukan unsur seni dan pencapaian yang terarah, untuk segala mata pelajaran. DePorter dan Hernacki (2001) menyatakan: Pembelajaran Quantumadalah penggabungan belajar yang meriah dengan segala nuansanya, yang menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar serta berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas-kelas yang mendirikan landasan dalam kerangka untuk belajar (Wena, 2009: 160161) Sa’ud (Kosasih & Sumarna, 2013: 75) mendefinisikan bahwa pembelajaran Quantum mengkonsep tentang “menata pentas lingkungan belajar yang tepat”, maksudnya upaya penataan situasi lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Melalui upaya tersebut, siswa diharapkan mendapatkan langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar. Lingkungan belajar adalah tempat peserta didik melakukan proses belajar, bekerja, dan berkreasi. Sugiyanto
(Kosasih
&
Sumarna,
2013:
76)
berpendapat
bahwa,“Pembelajaran Quantum yaitu seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur”. Sejalan dengan pendapat di atas, Kosasih dan Sumarna (2013: 76) menyatakan bahwa pembelajaran Quantum adalah model pembelajaran yang menyenangkan dan menyertakan semua hal yang menunjang keberhasilan pembelajaran itu sendiri serta dapat memaksimalkan momentum untuk belajar. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model Quantum adalah pembelajaran yang menyenangkan dengan menciptakan lingkungan belajar yang menarik sehingga menunjang keberhasilan pembelajaran.
33 b. Asas Model Quantum DePorter, et al. (2007: 6) menjelaskan bahwa asas utama dari model Quantum adalah Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Seorang guru memasuki dunia atau kehidupan anak sebagai langkah awal dalam melaksanakan sebuah pembelajaran. Memahami dunia dan kehidupan anak merupakan lisensi bagi para guru untuk memimpin, menuntun dan memudahkan perjalanan peserta didik dalam meraih hasil belajar yang optimal. Salah satu cara yang bisa digunakan dalam hal ini adalah mengaitkan apa yang akan diajarkan dengan peristiwaperistiwa, pikiran atau perasaan, tindakan yang diperoleh peserta didik dalam kehidupan baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Setelah kaitan itu terbentuk, maka guru dapat memberikan pemahaman tentang materi pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan, perkembangan, dan minta bakat peserta didik. Pemahaman terhadap hakikat peserta didik menjadi lebih penting sebagai jembatan untuk menghubungkan dan memasukkan dunia kita kepada dunia mereka. Apabila seorang guru telah memahami dunia peserta didik, maka peserta didik telah merasa diperlakukan sesuai dengan tingkat perkembangan mereka, sehingga pembelajaran akan menjadi harmonis seperti sebuah orkestrasi yang saling bertautan dan saling mengisi.
c.
Prinsip Model Quantum Menurut DePorter, et al. (2007: 7-8) model Quantum memiliki lima
prinsip, yaitu 1) segalanya berbicara, 2) segalanya bertujuan, 3) pengalaman sebelum pemberian nama, 4) akui setiap usaha, dan 5) jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Secara rinci penerapan prinsip model Quantum di kelas dapat dilihat pada Tabel 2.2.
34 Tabel 2.2 Penerapan Prinsip Model Quantum (Wena, 2009:161-162) No. Prinsip Penerapan di Kelas 1. Segalanya berbicara : segalanya Dalam hal ini guru dituntut untuk dari lingkungan kelas hingga mampu merancang / mendesain segala bahasa tubuh guru, dari kertas aspek yang ada di lingkungan kelas yang dibagikan guru hingga (guru, media pembelajaran, dan siswa) rancangan pembelajaran yang maupun sekolah (guru lain, kebun dibuat oleh guru, semuanya sekolah, sarana olahraga, kantin mengirim pesan tentang belajar. sekolah, dan sebagainya) sebagai sumber belajar bagi siswa. 2. Segalanya bertujuan : semua Dalam hal ini setiap kegiatan belajar yang terjadi dalam penggubahan harus jelas tujuannya. Tujuan guru mempunyai tujuan. pembelajaran harus dijelaskan pada siswa. 3. Pengalaman sebelum Pemberian Dalam mempelajari sesuatu (konsep, Nama : otak berkembang pesat rumus, teori dan sebagainya) harus dengan adanya rangsangan dilakukan dengan cara memberi siswa kompleks, yang akan tugas (pengalaman / eksperimen) menggerakkan rasa ingin tahu. terlebih dahulu. Dengan tugas tersebut Oleh karena itu, proses belajar akhirnya siswa mampu menyimpulkan paling baik terjadi ketika siswa sendiri konsep, rumus, dan teori telah mengalami informasi tersebut. Dalam hal ini guru harus sebelum siswa memperoleh mampu merancang pembelajaran yang nama untuk apa yang siswa mendorong siswa untuk melakukan pelajari. penelitian sendiri dan berhasil menyimpulkan. Dalam hal ini guru harus menciptakan simulasi konsep agar siswa memperoleh pengalaman, 4. Akui setiap usaha : belajar Guru harus mampu memberi mengandung risiko. Belajar penghargaan/pengakuan pada setiap berarti melangkah keluar dari usaha siswa. Jika usaha siswa jelas kenyamanan. Pada saat siswa salah, guru harus mampu memberi mengambil langkah ini, siswa pengakuan/penghargaan walaupun patut mendapatkan pengakuan siswa salah, dan secara perlahan atas kecakapan dan kepercayaan membetulkan jawaban siswa yang diri mereka. salah. Jangan mematikan semangat siswa untuk belajar. 5. Jika layak dipelajari, maka layak Dalam hal ini guru harus memiliki pula dirayakan : Perayaan adalah strategi untuk memberi umpan balik sarapan pelajar juara. Perayaan (feedback) positif yang dapat memberikan umpan balik mendorong semangat belajar siswa. mengenai kemajuan dan Berilah umpan balik positif pada meningkatkan asosiasi emosi setiap usaha siswa, baik secara positif dengan belajar. kelompok maupun secara individu.
35 Menurut DePorter, et al. (2005: 31-33) bentuk-bentuk perayaan yaitu: a) Tepuk tangan Cara ini dapat memberi inspirasi. Tepuk tangan dapat dilakukan bervariasi, misalnya bertepuk tangan membentuk lingkaran. b) Tiga kali hore Jika diberi aba-aba, semua siswa melompat berdiri dan berteriak senyaring mungkin, “Hore, hore, hore!” sambil mengayunkan tangan ke depan dan ke atas. Cara ini mengasyikan sekali jika dilakukan “bergelombang” ke seluruh ruangan. c) Wussss Jika diberi aba-aba, semua siswa bertepuk tangan tiga kali secara serentak, lalu mengirimkan segenap energi positif mereka kepada orang yang dituju. Cara melakukannya adalah setelah bertepuk, tangan mendorong kearah orang tersebut sambil berteriak “Wussss”. d) Jentikan jari Jika guru memerlukan perayaan yang tenang, daripada tepuk tangan, gunakan jentikan jari berkesinambungan. e) Poster umum Mengakui prestasi kelas secara keseluruhan dengan membuat poster, misalnya “Kelas Lima Keren”. f)
Catatan pribadi Guru menyampaikan kepada siswa secara perseorangan untuk
mengakui usaha keras, sumbangan pada kelas, atau perilaku baik. g) Persekongkolan Guru mengakui seseorang secara tidak terduga. Misalnya, kelas yang diampu oleh seorang guru bersekongkol untuk mengakui kelas lain (misalnya kelas Bapak Ahmad) dengan cara memasang poster positif yang bertuliskan hal-hal seperti, “Kelas Pak Ahmad hebat lho!”.
36 h) Kejutan Misalnya, pemberian makanan, tidak ada perkerjaan rumah, bersantai sepanjang pelajaran. Kejutan ini sebaiknya terjadi secara acak sehingga tidak menjadi hadiah yang mulai diharapkan siswa. i)
Pengakuan kekuatan Pemberian penghargaan kepada seorang atau sekelompok siswa
yang berprestasi. j)
“Katakan kepada teman sebangku …” Guru meminta setiap murid untuk berkata kepada teman
sebangkunya, “Kamu pintar sekali menggambar!” atau kata-kata yang sesuai materi yang dipelajari atau diperagakan. k) Pujian untuk tetangga Memberi pujian kepada teman atau kelompok yang pekerjaannya paling bagus atau yang berprestasi pada kegiatan saat itu. l)
Pernyataan afirmasi Dilakukan oleh seluruh siswa sebagai perayaan proses belajar
dengan kata-kata “Kita mengerti.”, “Kita berhasil.”.
d. Karakteristik Model Quantum Karakteristik pembelajaran Quantum sebagaimana diungkapkan oleh Kosasih dan Sumarna (2013: 79) adalah sebagai berikut: 1) Pembelajaran Quantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika Quantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep Quantum dipakai. 2) Pembelajaran Quantum lebih manusiawi, individu menjadi pusat perhatian, potensi diri kemampuan berpikir, motivasi dan sebagainya diyakini dapat berkembang secara maksimal. 3) Pembelajaran Quantum lebih bersifat konstruktif namun juga menekankan pentingnya peranan lingkungan pembelajaran yang efektif dan optimal dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
37 4) Pembelajaran Quantum mensinergikan faktor potensi individu dengan lingkungan fisik dan psikis dalam konteks pembelajaran. Dalam lingkungan pandangan Quantum, faktor lingkungan dan kemampuan memiliki posisi yang sama-sama penting. 5) Pembelajaran Quantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna. Interaksi menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran Quantum. Karena itu, pembelajaran Quantum memberikan tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. Dalam kaitan inilah faktor komunikasi menjadi sangat penting dalam pembelajaran Quantum. 6) Pembelajaran
Quantum
sangat
menekankan
pada
akselerasi
pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Proses pembelajaran harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi. Jadi, segala sesuatu yang menghalangi harus dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang mendukung harus diciptakan dan dikelola sebaik-baiknya. 7) Pembelajaran Quantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat. 8) Pembelajaran Quantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses. 9) Pembelajaran Quantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. 10) Pembelajaran Quantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal atau material. 11) Pembelajaran Quantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran. Misalnya, individu perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan
38 tanda bahwa ia telah belajar, kesalahan atau kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir segalanya. 12) Pembelajaran Quantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban. 13) Pebelajaran Quantum mengintegrasikan totalitas fisik dan pikiran dalam proses pembelajaran.
e.
Urgensi Model Quantum Quantum
merupakan
sebuah
model
pembelajaran
yang
memberdayakan seluruh potensi dan lingkungan belajar yang ada, sehingga proses belajar menjadi suatu yang menyenangkan dan bukan sebagai sesuatu yang memberatkan. Sa’ud (2009: 130) menyebutkan tujuan pokok pembelajaran Quantum yaitu 1) untuk meningkatkan partisipasi siswa melalui penggubahan keadaan, 2) meningkatkan motivasi dan minat belajar, 3) meningkatkan daya ingat danmeningkatkan rasa kebersamaan, 4) meningkatkan daya dengar, dan 5) meningkatkan kehalusan perilaku. Rusman (2014: 331) menjelaskan bahwa pembelajaran Quantum ini memuat tujuan-tujuan yang menjadi tujuan pokok dalam suatu proses pembelajaran untuk siswa. Tujuannyaialah 1) meningkatkan partisipasi siswa, 2) meningkatkan motivasi dan minat belajar, 3) meningkatkan daya ingat, 4) meningkatkan rasa kebersamaan, 5) meningkatkan daya dengar, dan 6) meningkatkan kehalusan perilaku.Tujuan-tujuan pokok tersebut diharapkan dapat mengubah pembelajaran yang sebelumnya satu arah menjadi dua arah, yang sebelumnya menakutkan dan menegangkan menjadi menyenangkan. Menurut DePorter, et al. (2007: 4) pembelajaran Quantum merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi sebuah paket multisensori, multikecerdasan, dan kompatibel dengan otak, sehingga akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid untuk berprestasi.
39 Berdasarkan penjelasan di atas, maka alasan utama pemilihan model Quantum karena selama proses pembelajaran berlangsung siswa selalu terlibat aktif. Keterlibatan siswa ini terjadi karena siswa merasa tertarik pada pembelajaran yang menyenangkan. Pada pembelajaran Quantum ini semua usaha siswa mendapatkan apresiasi sehingga siswa merasa dihargai.
f.
Penerapan
Model
Quantumpada
Pembelajaran
Keterampilan
Memainkan Alat Musik Melodis Sugiyanto (2009: 83) menjelaskan bahwa untuk mempermudah mengingat dan untuk keperluan operasional pembelajaran Quantum dikenalkan dengan konsep TANDUR yang merupakan akronim dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Unsurunsur ini membentuk basis struktur yang melandasi model Quantum. Sejalan dengan pendapat Sugiyanto,Kusno dan Purwanto (2011: 84) menyatakan: Quantum model of learning is one used as a guide in planning and executing classroom learning which include the strategy called, in Indonesian language, TANDUR (Tumbuhkan – grow, Alami – experience, Namai – give a name, Demonstrasikan – demonstrate, Ulangi – repeat, and Rayakan – celebrate), context, content, principle, and main paradigm. Model pembelajaran Quantum adalah salah satu yang digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di kelas yang meliputi strategi yang disebut dalam Bahasa Indonesia sebagai TANDUR (Tumbuhkan – tumbuh, Alami – pengalaman, Namai – memberi nama, Demonstrasikan – memperagakan, Ulangi – rulangi, and Rayakan – merayakan), konteks, konten, prinsip, dan paradigma utama Kerangka TANDUR memastikan siswa mengalami pembelajaran, berlatih, dan menjadikan isi pelajaran nyata bagi mereka sendiri, dan akhirnya dapat mencapai kesuksesan belajar.Kerangka pembelajaran TANDUR (Sugiyanto, 2009: 84) adalah sebagai berikut:
40 1) Tumbuhkan
: Sertakan
diri
mereka,
pikat
mereka,
puaskan
keingintahuan mereka. Buatlah mereka tertarik atau penasaran tentang materi yang akan kita ajarkan. 2) Alami
: Berikan
mereka
pengalaman
belajar,
tumbuhkan
minat
memuncak
kebutuhan untuk mengetahui. 3) Namai
: Berikan
“data”
mengenalkan
tepat
saat
konsep-konsep
pokok
dan
materi
pelajaran. 4) Demonstrasikan : Berikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru, sehingga mereka menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi. 5) Ulangi
: Rekatkan
gambaran
keseluruhannya.
Ini
dapat
dilakukan melalui pertanyaan post test, ataupun penugasan atau membuat ikhtisar hasil belajar. 6) Rayakan
: Ingat, jika layak dipelajari maka layak pula dirayakan. Perayaan menambah belajar dengan asosiasi positif.
Secara rinci pelaksanaan pembelajaran TANDUR dapat dilihat pada Tabel 2.3.
41 Tabel 2.3 Langkah-langkah Penerapan Model Quantum (Sugiyanto, 2009: 84-94) Fase Pertanyaan Tuntutan Strategi Fase-1 (Tumbuhkan) Hal apa yang mereka Sertakan pertanyaan, Sebagai konsep pahami? Apakah manfaat pantomime, lakon operasional dari prinsip atau makna materi pelajaran pendek dan lucu, “Bawalah dunia mereka tersebut bagi mereka? Pada drama, puisi, video dan ke dunia kita”. bagian apa mereka cerita. tertarik/bermakna? Fase-2 (Alami) Apa cara yang terbaik agar Gunakan jembatan Memberi pengalaman siswa memahami informasi? keledai, permainan dan kepada siswa, Permainan atau kegiatan apa simulasi. Memberi yang memanfaatkan tugas pengetahuan yang sudah individu/kelompok mereka miliki? Kegiatan yang mengaktifkan apa yang memfasilitasi pengetahuan yang “kebutuhan untuk mereka miliki. mengetahui” mereka? Fase-3 (Namai) Perbedan apa yang perlu Gunakan susunan Saatnya untuk dibuat dalam belajar? Apa gambar, warna, alat mengajarkan konsep, yang harus kita tambahkan bantu, kertas tulis dan keterampilan berpikir pada pengertian mereka? poster di dinding. dan strategi belajar. Strategi, kiat jitu, alat berpikir apa yang berguna untuk mereka ketahui atau mereka gunakan? Fase-4 Dengan cara apa siswa Mempraktikan (Demonstrasikan) dapat memperagakan sandiwara, membuat Memberi siswa peluang tingkat kecakapan mereka puisi, membuat video, untuk menerjemahkan dengan pengetahuan yang menyusun laporan, dan menerapkan baru ini? mmenyusun skenario, pengetahuan mereka ke menyelesaikan kasus, dalam pembelajaran membuat lagu, puisi, yang lebih riil. menganalisis data. Fase-5 (Ulangi) Cara apa yang terbaik bagi Membuat isian, Memperkuat koneksi siswa untuk mengulang memberi kesempatan saraf dan pelajaran ini? Dengan cara untuk mengajarkan menumbuhkan rasa apa setiap siswa kepada orang lain, “aku tahu bahwa aku mendapatkan kesempatan menirukan tokoh seperti tahu ini”. untuk mengulang? guru, dan tokoh lainnya. Fase-6 (Rayakan) Untuk pelajaran ini, cara Pujian, bernyanyi Perayaan memberi rasa apa yang sesuai merayakan? bersama, pamer pada “rampung” untuk Bagaimana Anda dapat pengunjung, pesta menghormati usaha dan mengakui setiap orang atas kelas, pemberian ketekunan. prestasi mereka? reward.
42 Penerapan
model
Quantumpada
pembelajaran
keterampilan
memainkan alat musik melodis sebagai berikut. 1) Siswa diajak untuk menyanyikan lagu model yang akan dimainakan dengan pianika (tumbuhkan). 2) Siswa mencoba memainkan pianika berdasarkan partitur yang dimilikinya (alami). 3) Siswa bersama
guru
menamai
bagian-bagian pianika, cara
memegang pianika, dan cara memainkan piaika (namai). 4) Siswa memperagakan cara memainkan pianika yang baik dan benar. (domonstrasi). 5) Siswa bersama kelompoknya berlatih memainkan lagu model dengan menggunakan pianika (ulangi). 6) Siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 siswa. 7) Siswa bersama kelompokknya tampil memainkan lagu model dengan menggunakan pianika di depan kelas sedangkan siswa yang lainnya memperhatikan dan menikmati sajian kelompok yang sedang tampil. Di akhir pelajaran, separuh siswa di dalam kelas menyanyikan lagu model dengan diiringi permainan pianika siswa yang lainnya (rayakan).
g.
Kelebihan dan Kekurangan Model Quantum Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan,
demikian juga dengan model Quantum. Berikut ini kelebihan dan kekurangan model Quantum. 1) Kelebihan model Quantum DePorter, et al. (2007: 4) mengungkapkan bahwa model Quantum merangkaikan yang paling baik dari yang terbaik menjadi sebuah paket multisensori, multikecerdasan, kompatibel dengan otak, sehingga melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid untuk berpreatasi. Sejalan dengan DePorter, Huda (2013: 196)
43 mengungkapkan bahwa model Quantum dapat memadukan berbagai sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan belajar yang memengaruhi proses dan hasil belajar siswa. Lingkungan belajar yang menyenangkan dapat menimbulkan motivasi pada diri siswa sehingga mempengaruhi proses belajar mereka. Hamid (2013: 103-104) menjelaskan keunggulan Quantum dari beberapa kunci keunggulan yang dimiliki oleh Quantum untuk mendapatkan keselarasan dan kerja sama bagi terciptanya pembelajaran yang menyenangkan, di antaranya a) integritas, b) kegagalan merupakan awal kesuksesan, c) bicaralah dengan niat baik, d) memusatkan perhatian pada saat sekarang dan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, e) memiliki komitmen, f) bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan, g) bersikap luwes/fleksibel, dan h) keseimbangan, yaitu dengan menjaga keselarasan antara pikiran, tubuh, dan jiwa. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model Quantum adalah: a) Menciptakan lingkungan belajar yang mendukung bagi guru maupun siswa. b) Melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid untuk berprestasi. c) Memudahkan siswa dalam mencapai kesuksesan belajar karena terdapat 8 prinsip keunggulan Quantum. 2) Kekurangan model Quantum Model Quantum tidak terlepas dari beberapa kekurangan. Berikut ini beberapa kekurangan model Quantum menurut Huda (2013: 196). a) Memerlukan dan menuntut keahlian dan keterampilan guru lebih khusus. b) Memerlukan proses perancangan dan persiapan pembelajaran yang cukup matang dan terencana dengan cara yang lebih baik. c) Tidak semua kelas memiliki sumber belajar, alat belajar, dan fasilitas yang dijadikan persyaratan dalam Quantum.
44 d) Menuntut situasi dan kondisi serta waktu yang lebih banyak.
3.
Penelitian yang Relevan Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebagai pembanding
mengenai prosedur penelitian dan hasil yang diperoleh sebagai berikut. Penelitian Praptomo (2013) menyimpulkan bahwa penerapan metode drill dapat meningkatkan keterampilan bermain instrumen musik dalam pembelajaran ansambel bagi siswa kelas V SD Negeri Kalasan 1. Kesimpulan tersebut dapat dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai yang dicapai siswa yang dilihat dari rata-rata pelaksanaan penelitian, yaitu pada prasiklus, rata-rata yang dicapai siswa sebesar 69,7; pada siklus pertama rata-rata yang dicapai siswa sebesar 78,7; pada siklus kedua rata-rata yang dicapai siswa sebesar 83,7. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada aspek variabel terikatnya, yaitu peningkatan keterampilan memainkan alat musik. Perbedaannya terletak pada aspek variabel bebasnya, yaitu Praptomo menggunakan metode drill sedangkan penelitian ini menggunakan model Quantum. Selain itu, penelitian ini hanya terfokus pada alat musik melodis sedangkan penelitian Praptomo memiliki cakupan yang lebih luas yaitu instrumen musik yang mencakup melodis dan ritmis. Penelitian pembelajaran
Tanti
kooperatif
(2015) tipe
menyimpulkan jigsaw
dapat
bahwa
penerapan
meningkatkan
model
keterampilan
memainkan musik ansambel pada siswa kelas V SD Negeri 2 Gemawang Temanggung tahun ajaran 2015/2016. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan melihat persentase ketuntasan klasikal pada tahap pratindakan sebesar 15,625% (5 dari 32 siswa), meningkat pada siklus I menjadi 26,67% (8 dari 30 siswa). Pada siklus II, persentase ketuntasan klasikal 53,33% (16 dari 30 siswa). Pada siklus III, persentase ketuntasan klasikal mencapai 83,33% (25 dari 30 siswa). Persamaan dengan penelitian ini terletak pada aspek variabel terikatnya, yaitu peningkatan keterampilan memainkan alat musik. Perbedaannya terletak pada aspek variabel bebasnya, yaitu Tanti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sedangkan penelitian ini menggunakan model Quantum.
45 Selain itu, penelitian ini hanya terfokus pada alat musik melodis sedangkan penelitian Tanti memiliki cakupan yang lebih luas yaitu instrumen musik yang mencakup melodis dan ritmis. Penelitian Ikawati (2013) menyimpulkan bahwa model Quantum dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil keterampilan berbicara pada peserta didik kelas V SDN Palur 01 Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo tahun ajaran 2012/2013. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya persentase sikap peserta didik pada aspek minat, keaktifan, kerja sama, dan kesungguhan pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I persentase klasikal sikap peserta didik adalah minat 86,95%, keaktifan 78,26%, kerja sama 82,6%, dan kesungguhan 86,95%. Pada siklus II persentase klasikal peserta didik adalah minat 91,30%, keaktifan 86,95%, kerja sama 86,95%, dan kesungguhan 91,30%. Kualitas hasil dibuktikan dengan diperoleh nilai rata-rata hasil tes awal sebelum tindakan (pratindakan) yaitu 59,30 dengan ketuntasan klasikal 17,39%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas meningkat mencapai 68,43 dengan ketuntasan klasikal 65,21%. Setelah tindakan pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 75,13 dengan ketuntasan klasikal 86,95%. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada aspek variabel bebasnya, yaitu penggunaan model Quantum. Perbedaannya terletak pada aspek variabel terikatnya, yaitu penelitan Ikawati bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara sedangkan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan memainkan alat musik melodis. Penelitian Hidayati (2012) menyimpulkan bahwa hasil belajar IPA materi magnet dapat meningkat dengan menggunakan model Quantum pada siswa kelas V SDN Masaran 2. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata tes awal sebesar 52,68; siklus I 67,46; dan siklus II meningkat menjadi 77,57. Untuk siswa tuntas belajar (nilai ketuntasan 66) pada nilai test awal sebesar 32,14%, tes siklus I 64,29%, dan siklus II 89,29%. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada aspek variabel bebasnya, yaitu penggunaan model Quantum. Perbedaannya terletak pada aspek variabel terikatnya, yaitu penelitan Hidayati bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
46 IPA pada materi magnet sedangkan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan memainkan alat musik melodis.
B. Kerangka Berpikir Permasalahan yang terjadi di SD Negeri 1 Baturetno Wonogiri adalah rendahnya keterampilan memainkan alat musik melodis pada pembelajaran SBK, terbukti dari 30 siswa hanya 2 siswa yang tuntas, nilainya berada di atas KKM (KKM ≥75). Hal ini disebabkan karena guru belum menggunakan model pembelajaran yang inovatif secara tepat dan maksimal sehingga menjadikan proses pembelajaran lebih berpusat pada guru. Guru cenderung menggunakan metode ceramah dan pemberian tugas sehingga siswa partisipasi siswa dalam pembelajaran rendah dan siswa merasa bosan. Berdasarkan hal tersebut, maka guru perlu menciptakan pembelajaran yang dapat membuat siswa tertarik sehingga siswa mau dan mampu untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Melalui model Quantumdiharapkan siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran sehingga keterampilan memainkan alat musik melodis siswa meningkat. Penerapan model Quantum dilakukan selama tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Siklus II dilakukan berdasarkan refleksi dari siklus I. Siklus III dilakukan berdasarkan refleksi dari siklus II. Peneliti menetapkan indikator kinerja yaitu persentase ketuntasan klasikal mencapai 80% dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 75. Penerapan model Quantumdapat meningkatkanketerampilan memainkan alat musik melodis pada pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) siswa kelas IV SD Negeri 1 Baturetno Wonogiri tahun ajaran 2015/2016. Berdasarkan uraian di atas, maka alur kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.11.
47
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Pembelajaranmemaink an alat musik melodiscenderung menggunakan ceramah dan sedikit demonstrasi
Pembelajaranmemainka n alat musikmelodis dengan menerapkan model Quantum
Keterampilan memainkan alat musik melodis dapat ditingkatkan melalui penerapan model Quantum
Keterampilan memainkan alat musik melodis siswa kelas IV SD Negeri 1 Baturetno Wonogiri rendah Siklus I a. Perencanaan b. Tindakan c. Observasi d. Refleksi Lagu berbirama Siklus II a. Perencanaan b. Tindakan c. Observasi d. Refleksi Lagu berbirama
Siklus III a. Perencanaan b. Tindakan c. Observasi d. Refleksi Lagu berbirama dan
Gambar 2.11 Kerangka Berpikir Keterampilan Memainkan Alat Musik Melodis melalui Model Quantum C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dijabarkan di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah keterampilan memainkan alat musik melodis dapat ditingkatkan melalui penerapan model Quantum pada pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) siswa kelas IV SD Negeri 1 Baturetno Wonogiri tahun ajaran 2015/2016.