10 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Peningkatan Pembelajaran Bangun Ruang pada Siswa Kelas V SD a. Karakteristik Siswa Kelas V SD Siswa istilah lainnya adalah peserta didik. Menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (4), “peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”. Siswa merupakan anak yang sedang mengalami masa perkembangan. Dalam setiap tahap perkembangan usianya, anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Salah satu kriteria guru yang baik adalah jika guru dapat mengenal dan memahami peserta didiknya. Pembelajaran akan mudah dipahami apabila disampaikan dengan bahasa yang sesuai karakteristik siswa. Dengan menyesuaikan karakteristik siswa, maka pembelajaran akan lebih bermakna dan dapat meningkatkan kecerdasan sesuai dengan potensi yang ada pada diri siswa. Piaget (Desmita, 2012: 47) berpendapat bahwa perkembangan anak terbagi menjadi empat tahap yaitu: (1) tahap Sensorimotor (0-2 tahun), (2) tahap Preoperational (2-7 tahun), (3) tahap Concrete Operational (7-11 tahun), dan (4) tahap Formal Operational (11-15 tahun). Usia anak SD termasuk dalam tahap Concrete Operational atau operasional konkret (7-11 tahun). Menurut Yusuf (2012: 178) untuk mengembangkan daya nalar anak pada tahap operasional konkret yaitu dengan melatih anak untuk mengungkapkan pendapat, gagasan atau penilaian terhadap berbagai hal, baik yang dialaminya maupun peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Selanjutnya, Djamarah (2008: 125) mengungkapkan bahwa sifat khas anakanak usia sekolah dasar diantaranya yaitu: (1) adanya minat terhadap kehidupan sehari-hari yang bersifat konkret, (2) amat realistik, ingin tahu, dan
10
11 ingin belajar, (3) menjelang akhir masa ini anak memiliki minat terhadap mata pelajaran khusus, (4) kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru sebagai pengarah, dan (5) anak-anak gemar membentuk kelompok sebaya. Rusman (2014: 251) juga menjelaskan bahwa kecenderungan belajar anak usia SD memiliki tiga ciri, yaitu konkret, integratif, dan hierarkhis. Konkret mengandung arti bahwa proses belajar terbentuk dari hal-hal yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan diotak-atik, serta memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar untuk mencapai proses dan hasil belajar yang berkualitas. Integratif berarti memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan dan terpadu. Hierarkhis adalah berkembang secara bertahap mulai dari hal sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Berdasarkan beberapa pendapat di atas tentang karakteristik anak, maka dapat disimpulkan bahwa siswa kelas V SD pada umumnya berusia antara 10-11 tahun yang memiliki karakteristik: (1) berada pada tahap operasional konkret yang berarti proses belajar terbentuk dari hal-hal yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan diotak-atik, serta memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar sehingga ia mampu berpikir secara logis dan objektif, (2) memiliki rasa ingin tahu serta keinginan belajar yang tinggi, (3) mampu berpendapat dan memberikan penilaian, (4) memandang segala yang dipelajari secara utuh dan terpadu, (5) berkembang secara bertahap dari hal sederhana ke hal yang lebih kompleks, (6) senang berkelompok dengan teman sebaya, dan (7) berkurangnya ketergantungan pada orang dewasa sehingga tugas guru adalah mengarahkan. Berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan, peneliti akan memberikan pembelajaran pada siswa kelas V SD N 2 Gemekseti dengan menerapkan model kooperatif tipe Group Investigations. Dalam model ini, siswa berlatih untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik pelajaran bersama kelompok, kemudian siswa secara kelompok menganalisis dan meringkas hasil investigasinya, dan setelah selesai siswa bersama kelompok menyajikan atau mempresentasikan hasil kerja kelompok. Selain penerapan model, media juga penting dalam pelaksanaan pembelajaran. Media nyata
12 atau konkret sebagai media pada pembelajaran Matematika juga akan memberikan pengalaman nyata bagi siswa. Oleh karena itu, penerapan model kooperatif tipe Group Investigations (GI) disertai penggunaan media konkret sesuai dengan karakteristik siswa kelas V SD. b. Hakikat Pembelajaran 1) Pengertian Belajar Kata belajar merupakan kata yang sangat sering didengar. Setiap manusia mengalamai peristiwa belajar. Belajar merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena belajar berlangsung setiap waktu. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Menurut teori behaviorisme (Suharjo, 2006: 40), “belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syaratsyarat (conditions) atau stimulus yang kemudian menimbulkan reaksi (response)”. Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2010: 10), menyimpulkan bahwa berdasarkan teori Gagne, “belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru”. Berbeda dengan pendapat para tokoh di atas, Hamdani (2011: 21) berpendapat bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan. Misalnya membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya. Kegiatan akan lebih baik jika subjek belajar mengalami atau melakukannya. Berdasarkan beberapa pendapat mengenai belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang mencakup semua aspek dalam diri individu baik kognitif, afektif, maupun psikomotor sebagai hasil pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya dengan tujuan menuju peningkatan ke arah yang lebih baik atas kesadarannya serta bersifat menetap.
13 2) Prinsip-Prinsip Belajar Prinsip belajar merupakan pandangan-pandangan mendasar yang dianggap penting dan dijadikan sebagai pegangan dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran.
Dimyati
dan
Mudjiono
(2010:
42-49)
mengemukakan prinsip-prinsip belajar, diantaranya yaitu: (a) perhatian dan motivasi yang berarti perhatian siswa terhadap isi pelajaran dan motivasinya terhadap kegiatan belajar, (b) keaktifan yang berarti keterlibatan siswa baik secara fisik maupun psikis dalam proses belajar, (c) keterlibatan langsung/berpengalaman yang berarti belajar harus dilakukan oleh siswa sendiri, tidak dapat diwakilkan, (d) pengulangan yang berarti mengulang materi yang dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada siswa, (e) tantangan yang berarti digunakan untuk menimbulkan gairah dalam diri siswa, (f) balikan dan penguatan yang berarti siswa perlu mengetahui hasil belajarnya agar dapat lebih giat dan bersemangat dalam belajar, (g) perbedaan individual yang berarti guru harus memperhatikan perbedaan individual siswa. Sedangkan Slameto (2010: 27) menyusun prinsip-prinsip belajar, diantaranya yaitu: (a) berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar yang meliputi bahwa dalam belajar setiap siswa harus diusahakan berpartisipasi aktif, belajar perlu ada interaksi antara siswa dengan lingkungannya, (b) sesuai hakikat belajar yang meliputi bahwa dalam belajar itu proses yang kontinyu atau berkelanjutan, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya, belajar juga proses organisasi, adaptasi, eksplorasi, dan discovery, (c) sesuai materi/bahan yang harus dipelajari yang meliputi bahwa belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur dan penyajian yang sederhana, belajar juga harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya, (d) syarat keberhasilan belajar yang meliputi bahwa belajar memerlukan sarana yang cukup, dalam proses belajar juga perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.
14 Berdasarkan pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip belajar meliputi: (a) perlu adanya keterlibatan siswa secara langsung, (b) materi belajar disajikan secara urut dan berkelanjutan,(c) harus menciptakan suasana yang memancing keaktifan siswa, (d) menyiapkan sarana dan prasarana serta suasana yang nyaman untuk belajar, (e) melakukan pengulangan materi agar pemahaman siswa semakin kuat, (f) ada pemberian motivasi dari guru, (g) melaksanakan balikan atas hasil belajar siswa, (h) memberi penguatan dalam pembelajaran, dan (i) memberikan tantangan untuk memacu semangat belajar siswa dalam menyelesaikan masalah. Dengan peneliti mengetahui adanya prinsip belajar ini, diharapkan peneliti mampu mengkondisikan bagaimana membelajarkan siswa supaya aktif, kreatif, dan efisien sehingga tujuan pembelajaran tercapai. 3) Hasil Belajar Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Hasil belajar dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perolehan aspekaspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Suprijono (2012: 7) mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja, artinya tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif. Sudjana (2013: 38) juga menjelaskan bahwa, “…hasil pengajaran yang baik harus bersifat menyeluruh, artinya bukan sekedar penguasaan pengetahuan semata-mata tetapi juga nampak dalam perubahan sikap dan perilaku secara terpadu Lain halnya dengan teori Taksonomi Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2010: 26) menyatakan bahwa hasil belajar dalam perilaku intelektual dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Secara eksplisit ketiga aspek tersebut tidak dipisahkan satu
15 sama lain. Apapun jenis mata pelajarannya selalu mengandung tiga aspek tersebut, namun memiliki penekanan yang berbeda. Untuk aspek kognitif lebih menekankan pada teori, aspek psikomotor menekankan pada praktek dan kedua aspek tersebut selalu mengandung aspek afektif. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah bentuk perubahan pola pikir atau tingkah laku secara menyeluruh yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diperoleh siswa berkat usaha atau pikiran yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan. 4) Pengertian Pembelajaran Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Menurut Kartadinata (Suharjo, 2006: 85) pembelajaran dapat diartikan dari berbagai sudut pandang, yaitu: (a) pembelajaran diartikan sebagai kegiatan menyampaikan pesan berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari guru kepada peserta didik, (b) pembelajaran dipandang sebagai proses penggunaan keterampilan (teaching as a skills) secara terpadu, (c) pembelajaran sebagai seni yang mengutamakan penampilan (kinerja) guru secara unik yang berasal dari sifat-sifat khas, perasaan serta naluri dari seorang guru, (d) pembelajaran sebagai penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Slavin
(2015:
6)
juga
mengemukakan
pendapat
bahwa
pembelajaran merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Pembelajaran merupakan rekonstruksi dari pengalaman masa lalu yang berpengaruh terhadap perilaku dan kapasitas seseorang atau suatu kelompok. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pembelajaran adalah proses penyampaian pesan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dilakukan guru kepada peserta
16 didik baik secara individu maupun kelompok sehingga terjadi proses belajar pada suatu lingkungan belajar. 5) Karakteristik Pembelajaran Puskur (Majid, 2012: 24) menyebutkan karakteristik pembelajaran yaitu berpusat pada siswa, mengembangkan kreativitas siswa, menciptakan kondisi yang menyenangkan, bermuatan nilai, serta menyediakan pengalaman yang beragam. Menurut Darsono (Hamdani, 2011: 47) pembelajaran memiliki beberapa karakteristik, diantaranya yaitu: (a) pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis, (b) pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar, (c) pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik perhatian dan menantang siswa, (d) pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik, (e) pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa, (f) pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik secara fisik maupun psikologi, (g) pembelajaran menekankan keaktifan siswa, dan (h) pembelajaran dilakukan secara sadar dan terencana. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran, diantaranya yaitu: berpusat pada siswa, mengembangkan
kreativitas
siswa,
menciptakan
kondisi
yang
menyenangkan, menarik, dan bermakna sehingga dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar. c. Hakikat Matematika 1) Pengertian Matematika Seperti yang telah diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat di dunia ini, Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Menurut Depdiknas (Susanto, 2015: 184) kata Matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”, sedang dalam Bahasa Belanda
17 Matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2008: 1) sebagai bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Selanjutnya Susanto (2015: 185) mendefinisikan Matematika sebagai berikut: Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari pengertian Matematika menurut Susanto tersebut, dapat dilihat bahwa Matematika merupakan pelajaran yang sangat penting untuk dikuasai, karena penguasaan terhadap Matematika akan membantu dan mendukung seseorang melaksanakan kahidupan sehari-hari dengan mudah. Menurut Reys dan Kline (Jihad, 2008: 152), Matematika diartikan sebagai telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Oleh karenanya Matematika bukan pengetahuan yang menyendiri, tetapi keberadaannya untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian Matematika merupakan ilmu yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari yang mengajarkan tentang keteraturan, sehingga meskipun bersifat abstrak, Matematika sangat perlu dipelajari, dipahami, dan dikuasai, karena dapat membantu meningkatkan siswa berpikir logis. 2) Fungsi Matematika Pembelajaran Matematika memiliki fungsi. Cockroft (Uno & Umar, 2010: 108) menyatakan bahwa “Fungsi Matematika menyediakan suatu daya, alat komunikasi yang singkat dan tidak ambigu, serta sebagai
18 alat
untuk
mendeskripsikan
dan
memprediksi
suatu
hasil
atau
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari”. Jihad (2008: 153) juga menjelaskan bahwa fungsi Matematika berdasarkan kurikulum adalah: (a) sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan bilangan maupun simbol, (b) sebagai wahana untuk mengembangkan ketajaman penalaran yang dapat memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian tentang fungsi Matematika di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi melalui penggunaan simbol, tabel, grafik, dan diagram dalam memperjelas gagasan yang dimilikinya dan mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 3) Tujuan Pembelajaran Matematika di SD Menurut Heruman (2008: 2) tujuan akhir pembelajaran Matematika di SD yaitu agar siswa terampil dalam menggunakan berbagai konsep Matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, Susanto (2015: 190) mengemukakan bahwa secara khusus, tujuan pembelajaran Matematika di sekolah dasar, sebagaimana yang disajikan oleh Depdiknas, yaitu: (a) memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, (b) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika, (c) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami
masalah,
merancang
model
Matematika,
menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (d) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (e) memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan sehari-hari.
19 Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Matematika di SD bertujuan untuk melatih dan menumbuhkan cara berpikir siswa secara sistematis, logis, kritis, kreatif, dan konsisten, melalui suatu latihan dan mengembangkan sikap gigih maupun percaya diri menyelesaikan masalah Matematika dalam kehidupan sehari-hari 4) Ruang Lingkup Matematika Kelas V di Sekolah Dasar Ruang lingkup Matematika SD/MI menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006: 148) meliputi : (1) bilangan, (2) geometri dan pengukuran, dan (3) pengolahan data. Selanjutnya menurut Wahyudi (2015: 70) ruang lingkup Matematika yaitu meliputi: kemahiran Matematika, bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, statistika dan peluang, trigonometri, dan kalkulus. Ruang lingkup Matematika tersebut dijabarkan menjadi Standar Kompetensi yang harus dicapai siswa Sekolah Dasar. Kemudian secara rinci, Wahyudi (2015: 72-73) menjelaskan Standar Kompetensi Matematika siswa SD dan MI adalah sebagai berikut: (a) bilangan meliputi menggunakan bilangan dalam pemecahan masalah, menggunakan operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah, menggunakan konsep bilangan cacah dan pecahan dalam pemecahan masalah, menentukan sifat-sifat operasi hitung, faktor, kelipatan bilangan bulat dan pecahan serta menggunakannya dalam pemecahan masalah, melakukan
operasi
hitung
bilangan
bulat
dan
pecahan,
serta
menggunakannya dalam pemecahan masalah, (b) pengukuran dan geometri meliputi melakukan pengukuran, mengenal bangun datar dan bangun ruang serta menggunakannya dalam pemecahan kehidupan seharihari, melakukan pengukuran, menentukan unsur bangun datar dan menggunakannya dalam pemecahan kehidupan sehari-hari, melakukan pengukuran keliling dan luas bangun datar dan menggunakannya dalam pemecahan kehidupan sehari-hari, melakukan pengukuran, menentukan sifat dan unsur bangun ruang, menentukan kesimetrian bangun datar serta
20 menggunakannya dalam pemecahan masalah, (c) pengolahan data meliputi mengumpulkan, menyajikan, dan menafsirkan data. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pembelajaran Matematika di sekolah dasar meliputi bilangan, pengukuran dan geometri, serta pengolahan data. Pada penelitian ini, ruang lingkup yang akan dipelajari adalah tentang pengukuran dan geometri, yaitu geometri bangun ruang. Berikut Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator yang digunakan peneliti pada mata pelajaran Matematika untuk kelas V SD/ MI semester II yang disajikan pada Tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1. Pemetaan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Matematika pada Kelas V Semester II tentang Bangun Ruang Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 6.1. Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar 6.2. Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang 6.3. Menentukan jaring-jaring berbagai 6. Memahami sifatbangun ruang sederhana sifat bangun dan 6.4. Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan hubungan antar simetri bangun 6.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana Standar Kompetensi yang digunakan pada penelitian ini yaitu SK 6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun dengan Kompetensi Dasar 6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang. Adapun indikator pencapaian kompetensi yang hendak dicapai dalam penelitian ini dijabarkan dalam pemetaan Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator pada Tabel 2.2 berikut.
21 Tabel 2.2 Pemetaan Kompetensi Dasar (KD) dan Indikator Mata Pelajaran Matematika pada Kelas V Semester II tentang Bangun Ruang Kompetensi Dasar Indikator 6.2.1 Mengidentifikasi sifat bangun ruang kubus 6.2.2 Mengidentifikasi sifat bangun ruang balok 6.2.3 Mengidentifikasi sifat bangun ruang prisma 6.2.4 Mengidentifikasi sifat bangun ruang limas 6.2 Mengi 6.2.5 Mengidentifikasi sifat bangun ruang kerucut dentifikasi 6.2.6 Mengidentifikasi sifat bangun ruang tabung sifat-sifat 6.2.7 Mengidentifikasi sifat bangun ruang bola bangun 6.2.8 Menggambar bangun ruang kubus ruang 6.2.9 Menggambar bangun ruang balok 6.2.10 Menggambar bangun ruang prisma 6.2.11 Menggambar bangun ruang limas 6.2.12 Menggambar bangun ruang kerucut 6.2.13 Menggambar bangun ruang tabung 6.2.14 Menggambar bangun ruang bola Dalam penelitian ini, materi yang akan dijadikan sebagai materi dalam penelitian yaitu tentang bangun ruang. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) materi bangun ruang dapat dilihat pada tabel di atas. Pemilihan ini disesuaikan berdasarkan hasil identifikasi masalah yang menunjukkan bahwa siswa kelas V SD N 2 Gemeksekti sebagian besar masih mengalami kesulitan dalam menentukan sifat-sifat bangun ruang dan menggambar bangun ruang. Suharjana (2008: 5) menyatakan, “Bangun ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut. Permukaan bangun itu disebut sisi”. Wahyudi (2013: 139) juga menjelaskan bahwa bangun ruang adalah bangun yang dibentuk oleh daerah segi banyak yang disebut sisi. Bangun ruang disebut juga bangun berdimensi tiga karena mengandung tiga unsur, yaitu panjang, lebar, dan tinggi. Macam-macam bangun ruang yang dipelajari siswa kelas V SD yaitu kubus, balok, prisma, limas,
22 tabung, bola dan kerucut. Berikut penjabaran materi bangun ruang setiap indikator. a) Mengidentifikasi Sifat-Sifat Bangun Ruang (1) Kubus Kubus adalah prisma siku-siku khusus. Semua sisinya berupa persegi atau bujursangkar yang sama. Perhatikan kubus ABCD.EFGH berikut! Kubus memiliki:
6 sisi yang sama berbentuk persegi, yaitu: ABCD, AEHD, DHGC, CGFB. BFEA, EFGH.
12 rusuk, yaitu: AB, BC, CD, DA, AE, BF, CG, DH, EF, FG, GH, HE.
8 titik sudut, yaitu: A, B, C, D, E, F, G, H.
(2) Balok Balok adalah prisma siku-siku khusus yang dibatasi oleh tiga pasang (enam buah) persegi panjang di mana setiap pasang persegi panjang saling sejajar (berhadapan) dan berukuran sama. Perhatikan balok ABCD.EFGH berikut! Balok memiliki:
6 sisi yang berbentuk persegi panjang, yaitu: ABCD = EFGH, BCFG = ADHE, ABFE = sisi EFGH
12 rusuk, yaitu: AB, BC, CD, DA, AE, BF, CG, DH, EF, FG, GH, HE.
8 titik sudut, yaitu: A, B, C, D, E, F, G, H.
(3) Prisma Tegak Prisma tegak adalah bangun ruang yang bagian atas dan bagian bawah sama bentuknya. Nama prisma didasarkan pada bangun datar alasnya.
23 (a) Prisma Tegak Segiempat Prisma Tegak Segiempat memiliki bagian atas dan bagian bawah yang berbentuk segiempat dengan ukuran yang sama. Prisma Tegak Segiempat memiliki:
6 sisi yang berbentuk persegi panjang, yaitu: ABCD, EFGH, ABFE, BCGF, CGHD, DHEA
12 rusuk, yaitu: AB, BC, CD, DA, AE, BF, CG, DH, EF, FG, GH, HE.
8 Titik sudut, yaitu: A, B, C, D, E, F, G, H.
(b) Prisma Tegak Segitiga Prisma Tegak Segitiga memiliki bagian atas dan bagian bawah yang berbentuk segitiga dengan ukuran yang sama. Prisma Tegak Segitiga memiliki:
5 sisi yang berbentuk segitiga yaitu: KLM, NOP, KLON, LMPO, MPNK.
2 segitiga, dan 3 persegi panjang.
9 rusuk, yaitu: KL, LM, MK, NO, OP, PN, KN, LO, MP.
6 titik sudut, yaitu: K, L, M, N, O, P.
(4) Limas Limas adalah bangun ruang yang dibatasi oleh segitiga atau segi banyak sebagai alas dan beberapa bidang berbentuk segitiga sebagai sisi. Nama limas ditentukan oleh bentuk alasnya. (a) Limas Segiempat Limas segiempat mempunyai alas berbentuk segiempat dan sisi tegak berbentuk segitiga, sehingga bertemu pada satu titik puncak. Limas Segiempat memiliki:
5 sisi yang berbentuk segiempat, yaitu: ABCD, ABP, BCP, CDP, DAP.
8 Rusuk, yaitu: AB, BC, CD, DA, AP, BP, CP, DP
5 titik sudut = 5 buah, yaitu: A, B, C, D, P.
24 (b) Limas Segitiga Limas segitiga mempunyai alas berbentuk segitiga dan sisi tegak berbentuk segitiga, sehingga bertemu pada satu titik puncak. Limas Segitiga memiliki:
LMT, MKT.
M
K L
4 sisi yang berbentuk segitiga, yaitu: KLM, KLT,
6 rusuk, yaitu: KL, LM, MK, KT, LT, MT
4 titik sudut, yaitu: K, L, M, T.
(5) Kerucut Kerucut merupakan bangun ruang yang memiliki alas datar berbentuk lingkaran dan memiliki sisi lengkung yang meruncing bersekutu pada suatu titik puncak. Kerucut memiliki: 2 sisi yaitu lingkaran (bawah), dan bidang melengkung yang disebut selimut.
(6) Tabung Tabung adalah bangun ruang yang bagian atas dan bagian bawahnya berbentuk lingkaran yang sama. Tabung Tabung mempunyai 3 sisi, yaitu sisi bawah, sisi atas dan bidang yang melengkung (selimut), serta 2 rusuk. (7) Bola Bola termasuk bangun ruang. Sisi bola berupa permukaan atau kulit bola yaitu berupa bidang yang melengkung. Bola memiliki sisi. Sisi bola berupa permukaan atau kulit bola. Garis yang melalui titik pusat bola sampai pada titik bidang bola, disebut garis tengah bola. PR=garis tengah bola, O = titik pusat bola.
25 b) Menggambar Bangun Ruang Menggambar bangun ruang lebih mudah pada kertas berpetak atau bertitik. Pada kertas berpetak dan kertas bertitik telah ada bagianbagian (skala) yang sangat membantu dalam menggambar. (1) Menggambar Kubus Gambarlah belah ketupat sebagai alas. Gambarkan 4 ruas garis tegak lurus pada keempat titik sudut belah ketupat, yang panjangnya sama dengan panjang rusuk alas kubus. Hubungkan ke-4 ujung ruas garis seperti tampak pada gambar. Jadilah kubus. (2) Menggambar Balok Gambar jajargenjang sebagai alas. Gambar 4 ruas garis tegak lurus pada ke-4 titik sudut jajargenjang, yang panjangnya sama dengan tinggi balok. Hubungkan keempat ujung ruas garis. Jadilah balok (3) Menggambar Prisma Tegak Segitiga Gambar segitiga sebagai alas. Gambar 3 ruas garis tegak lurus pada ke-3 titik sudut segitiga, yang panjangnya sama dengan tinggi prisma tegak. Hubungkan ketiga ujung ruas garis. Jadilah prisma tegak (4) Menggambar Limas Segiempat Gambar jajargenjang sebagai alas. Gambar titik tegak lurus di atas titik perpotongan diagonal jajargenjang. Hubungkan titik di atas titik perpotongan diagonal, dengan semua titik sudut jajargenjang. Jadilah Limas.
26 (5) Menggambar Kerucut Gambar elips (yang sebenarnya lingkaran) untuk sisi kerucut bagian bawah. Gambar titik tegak lurus di atas pusat elips, yang akan menjadi puncak kerucut. Buatlah dua garis yang menyinggung bagian kiri dan kanan elips. Jadilah Kerucut (6) Menggambar Tabung Gambarlah elips untuk bagian bawah tabung. Gambar 2 ruang garis tegak lurus dan sejajar, masing-masing dari sumbu elips. Buat elips untuk bagian atas tabung. Jadilah Tabung (7) Menggambar bola Buat titik pusat bola, kemudian gambar lingkaran dari titik pusat bola Gambarlah elips pada lingkaran yang telah dibuat. Jadilah bola. Sumber: Soenarjo (2008: 233-238) d. Peningkatan Pembelajaran Matematika Kelas V Sekolah Dasar Peningkatan berasal dari kata dasar “tingkat” yang mendapat awalan pe- dan akhiran –an. Menurut Pusat Bahasa Depdiknas (2014: 1470), peningkatan berarti proses, cara, dan perbuatan meningkatkan (usaha, kegiatan, dsb). Pembelajaran merupakan proses penyampaian pesan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dilakukan guru kepada peserta didik baik secara individu maupun kelompok sehingga terjadi proses belajar pada suatu lingkungan belajar. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan pembelajaran Matematika kelas V SD merupakan proses atau upaya untuk meningkatkan kegiatan pembelajaran Matematika khususnya tentang bangun
27 ruang kelas V SD yang dilaksanakan secara sistematis pada suatu lingkungan belajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai melalui perolehan pengalaman dan pengetahuan yang diberikan guru. Peningkatan dapat berupa meningkatnya hasil belajar siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Selain itu, peningkatan juga dapat terjadi dalam peningkatan keaktifan siswa sebagai proses pada saat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Peningkatan yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah peningkatan proses dan hasil belajar Matematika tentang bangun ruang yang meliputi tentang sifat-sifat bangun ruang dan menggambar bangun ruang. 2. Penerapan Model Kooperatif tipe Group Investigations dengan Media Konkret a. Hakikat Model Kooperatif 1) Pengertian Model Kooperatif Model kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran kelompok
yang
memiliki
aturan-aturan
tertentu.
Pembelajaran
Kooperaif berasal dari kata Cooperative Learning yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Model kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Suprijono, 2012: 61). Menurut Sugiyanto (2008: 35) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Rusman (2014: 202) juga berpendapat bahwa dalam model pembelajaran kooperatif bentuk pembelajarannya yaitu dengan cara siswa belajar dan bekerja sama secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok bersifat heterogen. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian model kooperatif merupakan model pembelajaran yang
28 mengutamakan kerja sama di antara siswa dalam kelompok yang anggota kelompoknya terdiri dari beberapa siswa yang memiliki kemampuan yang tidak sama (heterogen) untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2) Unsur-Unsur Model Kooperatif Menurut Isjoni (mengutip pendapat Lungdren, 2012: 16), unsurunsur dalam pembelajaran kooperatif yaitu: (a) para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”, (b) para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi, (c) para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama, (d) para siswa membagi tugas dan membagi tanggung jawab diantara anggota kelompok, (e) para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi kelompok, (f) para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar,
(g) setiap siswa akan
diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Pendapat
lain
mengenai
unsur-unsur
model
kooperatif
diungkapkan oleh Hamdani (2011: 165) diantaranya yaitu: (a) siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama, (b) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti miliknya sendiri, (c) siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama, (d) siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara kelompoknya, (e) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua
anggota
kelompok,
(f)
siswa
akan
diminta
untuk
mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
29 Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dalam model kooperatif adalah: (a) siswa beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama, (b) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, (c) satu tujuan, (d) pembagian tugas dan tanggung jawab yang sama dalam kelompok, (e) belajar sosial, dan (f) berbagi kepemimpinan dalam belajar bersama. 3) Tipe-Tipe Model Kooperatif Variasi jenis atau tipe model kooperatif menurut Rusman (2014: 213) yaitu: (a) model Student Teams Achievement Division (STAD), (b) Jigsaw, c) Investigasi kelompok (Group Investigations), (d) model Make a Match (membuat pasangan), (e) TGT (Teams Games Tournaments), (f) model struktural. Suprijono
(2012:
89-101)
menyebutkan
tipe-tipe
model
kooperatif yaitu: Jigsaw, Think Pair Share, Number Heads Together (NHT), Two Stay Two Stray, Group Investigations (GI), Make a Match, Listening Team, Inside-Outside Circle (IOC), Bambo Dancing, PointCounter-Point, dan The Power of Two. Selanjutnya menurut Isjoni (2012: 73), dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan, yaitu: (a) Student Teams Achievement Division (STAD), (b) Jigsaw, (c) TGT (Teams Games Tournaments), (d) Group Investigations (GI), (e) Rotating Trio Exchange, dan (f) Group Resume. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas mengenai tipe-tipe model kooperatif, dapat disimpulkan bahwa tipe-tipe model kooperatif diantaranya yaitu: (a) Student Teams Achievement Division (STAD), (b) Jigsaw, (c) Investigasi kelompok (Group Investigations), (d) model Make a Match (membuat pasangan), (e) TGT (Teams Games Tournaments), (f) model struktural, (g) Think Pair Share, (h) Number Heads Together (NHT), (i) Two Stay Two Stray, (j) Listening Team, (k) Inside-Outside Circle (IOC), (l) Bambo Dancing, (m) Point-Counter-
30 Point, (n) The Power of Two, (o) Rotating Trio Exchange, dan (p) Group Resume. Berdasarkan beberapa tipe- tipe model kooperatif di atas, peneliti akan memilih model kooperatif tipe Group Investigations. Hal tersebut dilakukan karena model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigations
merupakan
model
pembelajaran
yang
paling
memungkinkan untuk bekerja sama dan sesuai dengan karakteristik siswa kelas V SD yaitu mereka sedang dalam tahap operasional konkret dan dala masa senang berkelompok dengan teman sebaya. 4) Model Kooperatif Tipe Group Investigations a) Pengertian Model Kooperatif Tipe Group Investigations Menurut Shoimin (2014: 80), Group Investigations (GI) adalah suatu model pembelajaran yang lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan teknik-teknik pengajaran di kelas. Selain itu juga memadukan prinsip belajar demokratis yang membuat siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, baik dari tahap awal sampai akhir pembelajaran termasuk di dalamnya siswa diberikan kebebasan untuk memilih materi yang akan dipelajari sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Dasar pemikiran dari Group Investigations (GI) menurut Slavin (2015: 214-215) adalah sebagai berikut: Group Investigations (GI) memiliki akar filosofis, etis, psikologi penulisan sejak tahun abad ini. Yang paling terkenal diantara tokoh-tokoh terkemuka dari orientasi pendidikan ini adalah John Dewey. Pandangan Dewey terhadap kooperatif di dalam kelas sebagai sebuah pra syarat untuk bisa menghadapi berbagai masalah kehidupan yang kompleks dalam masyarakat demokrasi. Kelas adalah sebuah tempat kreatifitas kooperatif dimana guru dan murid membangun proses pembelajaran yang didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan mereka masing-masing. Pihak yang belajar adalah partisipan aktif dalam segala aspek kehidupan sekolah, membuat keputusan yang menentukan tujuan terhadap apa yang kerjakan. Kelompok dijadikan sebagai sarana sosial dalam proses ini. Rencana kelompok
31 adalah satu metode untuk mendorong keterlibatan maksimal para siswa. Melihat kutipan tersebut dapat dikatakan Group Investigations adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat membangun kerjasama antara guru dan siswa dalam pembelajaran. Prosedur dalam perencanaan didasarkan dari masing-masing sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan. Siswa terlibat aktif dan berpartisipasi dalam semua aspek sehingga dapat membuat keputusan untuk menetapkan arah tujuan yang mereka kerjakan. Isjoni (2013: 87) mengemukakan pendapatnya bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigations (GI) merupakan model pembelajaran yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis kontruktivisme dan prinsip belajar demokrasi. Huda (2013: 292) berpendapat bahwa dalam model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigations (GI), para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, kemudian melakukan investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, selanjutnya menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian model kooperatif tipe Group Investigations adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada keikutsertaan siswa dalam pembelajaran dengan bekerja sama dalam kegiatan kelompok agar terbentuk siswa yang berkepribadian sosial dan bertanggung jawab. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigations juga mengajak siswa dalam menyelesaikan tugas mulai dari perencanaan sampai tahap penyajian sehingga siswa memperoleh pengetahuan dari apa yang dilakukannya secara langsung yaitu dalam melakukan investigasi.
32 b) Langkah-Langkah Penerapan Model Kooperatif Tipe Group Investigations Suprijono (2012: 93) menyebutkan langkah-langkah penerapan model kooperatif tipe Group Investigations sebagai berikut: (1) pembagian
kelompok,
(2)
memilih
subtopik
tertentu
dari
permasalahan yang dikembangkan oleh guru, (3) siswa dan guru menentukan metode penelitian untuk memecahkan masalah, (4) siswa melaksanakan investigasi mulai dengan mengumpulkan data, menganalisis, sintetis, hingga menarik kesimpulan, (5) melakukan presentasi hasil diskusi oleh masing-masing kelompok, dan (6) evaluasi. Berbeda dengan pendapat di atas, Shoimin (2014: 81) menjabarkan langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigations sebagai berikut: (a) guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen, (b) guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus dikerjakan, (c) guru mengundang ketua-ketua kelompok untuk menggali materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya, (d) masing-masing kelompok membahas materi tugas secara kooperatif dalam kelompoknya, (d) setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasan, (e) kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasan yang telah disampaikan, (f) guru memberi penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep dan memberikan kesimpulan, dan (g) evaluasi. Mengenai langkah-langkah penerapan model kooperatif tipe Group Investigations, Slavin (2015: 218-220) menerangkan bahwa implementasi
model
pembelajaran
kooperatif
tipe
Group
Investigations terbagi menjadi tujuh tahap yaitu: (1) mengidentifikasi topik, (2) mengatur murid dalam kelompok, (3) merencanakan tugas
33 yang akan dipelajari, (4) melaksanakan investigasi, (5) menyiapkan laporan akhir, (6) mempresentasikan laporan akhir, dan (7) evaluasi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan model kooperatif tipe Group Investigations, langkahlangkahnya yaitu: (1) mengidentifikasi topik, (2) pembagian kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 siswa, (3) siswa memilih subtopik yang ingin dipelajari dari topik yang disediakan guru, (4) siswa dengan bantuan guru merencanakan metode atau langkah-langkah yang akan dilakukan dari tugas yang akan dipelajari seperti pembagian tugas dan tujuan dari dilakukannya investigasi, (5) siswa dalam setiap kelompok melaksanakan investigasi mulai dari mengumpulkan data, menganalisis, sintesis, hingga menarik kesimpulan, (6) perwakilan setiap kelompok mempresentasikan laporan akhir (hasil investigasi), (7) evaluasi yang berkaitan tentang tanggapan atau umpan balik dari kelompok lain, penyampaian persepsi oleh guru dan pelaksanan penilaian hasil belajar. c) Tujuan Model Kooperatif Tipe Group Investigations Menurut Slavin (2015: 215), tujuan model kooperatif tipe Group Investigations adalah untuk mengembangkan kreatifitas kooperatif dimana guru dan siswa membangun proses pembelajaran yang didasar perencanaan mutual dari berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan mereka masing-masing yang banyak melibatkan keaktifan siswa. Rusman (2014: 223) berasumsi bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe
Group
Investigations
bertujuan
untuk:
(1)
meningkatkan kemampuan kreatifitas siswa yang ditempuh melalui pengembangan proses kreatif menuju suatu kesadaran dengan pemanfaatan aat bantu secara eksplisit, (2) lebih meningkatkan komponen emosional daripada intelektual, (3) meningkatkan peluang keberhasilan memecahkan masalah.
34 Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan model kooperatif tipe Group Investigations adalah untuk meningkatkan
kemampuan
berpikir
kreatif
siswa
dengan
membangun proses belajar yang memanfaatkan berbagai alat bantu (sumber belajar) sehingga terjadi pembelajaran yang mampu melibatkan keaktifan siswa, meningkatkan komponen emosional siswa dalam pembentukan pribadi sosial dan meningkatkan keberhasilan memecahkan karena adanya kerja sama antar siswa. d) Kelebihan dan Kekurangan Model Kooperatif Tipe Group Investigations (1) Kelebihan Model Kooperatif Tipe Group Investigations Menurut Shoimin (2014: 81-82), kelebihan dari model kooperatif tipe Group Investigations dibedakan menjadi tiga, yaitu secara pribadi, sosial, dan akademik. Kelebihan secara pribadi diantaranya yaitu (a) dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas, (b) memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif, (c) rasa percaya diri meningkat, (d) dapat belajar memecahkan masalah dan menangani masalah, (e) mengembangkan antusiasme dan rasa pada fisik. Kelebihan secara sosial diantaranya yaitu: (a) meningkatkan belajar bekerja sama, (b) belajar menghargai pendapat orang lain, (c) belajar berkomunikasi
baik
dengan
teman
maupun
guru,
(d)
meningkatkan partisipasi siswa dalam membuat keputusan. Kelebihan secara akademis diantaranya yaitu: (a) siswa terlatih untuk mempertanggungjawabkan dari jawaban yang diberikan, (b) bekerja secara sistematis, (c) mengembangkan dan melatih keterampilan fisik dalam berbagai bidang, (d) merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaannya, (e) mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat, (f) selalu berpikir tentang cara atau strategi yang digunakan sehingga didapat suatu kesimpulan yang berlaku umum.
35 Suciwardani (2014: 30) dalam skripsinya menyimpulkan kelebihan model kooperatif tipe Group Investigations yaitu: (a) siswa dapat mengembangkan keterampilan berkomunikasi, (b) memberikan kesempatan pada siswa untuk merencanakan apa yang mereka pelajari, (c) menumbuhkan rasa saling menghargai dan menghormati serta kerjasama yang baik antar anggota dalam kelompok. Berdasarkan uraian di atas, dapat disintesiskan bahwa model kooperatif tipe Group Investigations memiliki kelebihan, yaitu: (a) mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir aktif, kreatif, inisiatif, dan komunikatif, (b) memberikan kesempatan
pada
siswa
untuk
menyelesaikan
masalah
berdasarkan rencananya sendiri, dan (c) menumbuhkan sikap saling menghargai, menghormati, serta kerja sama yang baik antar anggota kelompok. Jadi dapat dikatakan bahwa model kooperatif tipe Group Investigations memiliki banyak kelebihan dan apabila diterapkan dalam pembelajaran Matematika tentang bangun ruang diharapkan mampu meningkatkan pembelajaran bagi siswa kelas V SD N 2 Gemeksekti baik proses maupun hasil. (2) Kekurangan Model Kooperatif Tipe Group Investigations Ada kelebihan pasti ada kekurangan. Kekurangan dari model kooperatif tipe Group Investigations menurut Isjoni (Suciwardani, 2014: 30), yaitu: (a) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, (b) dibutuhkan dukungan fasilitas dan alat yang memadai, (c) selama kegiatan diskusi, ada kecenderungan topik meluas sehingga pembelajaran tidak selesai tepat waktu, (d) saat diskusi kelas terkadang didominasi oleh satu orang sehingga siswa yang lain pasif.
36 Setiawan (Shoimin, 2014: 84) mengemukakan tentang kekurangan atau kelemahan dari model kooperatif tipe Group Investigations, yaitu: Sedikitnya materi yang disampaikan pada satu kali pertemuan Sulitnya memberikan penilaian secara personal. Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran Group Investigations. Model ini cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendir. Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif Siswa yang tidak tuntas memahami materi prasyarat akan mengalami kesulitan saat menggunakan model ini. Berdasarkan disimpulkan bahwa
pendapat-pendapat
diatas,
dapat
Kekurangan dari model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigations diantaranya yaitu: (a) guru harus
mempersiapkan
pembelajaran
secara
matang,
(b)
dibutuhkan dukungan, waktu, fasilitas, dan alat yang memadai, dan (c) saat diskusi dan investigasi terkadang didominasi oleh satu orang sehingga siswa yang lain pasif b. Hakikat Media Konkret 1) Pengertian Media Pembelajaran Media memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang pembelajaran. Sanaky (2015: 3) menyatakan, “Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan dapat digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran.” Asyhar (2011: 4) berpendapat, “media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan atau menyalurkan pesan dari suatu sumber secara terencana, sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif dimana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif.” Menurut Wahyudi (2013: 31), “media pembelajaran dapat diartikan sebagai sembarang benda (berupa alat, bahan, hardware, software,
atau
brainware)
yang
berfungsi
untuk
membantu
37 mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.” Berdasarkan pendapat-pendapat di atas mengenai pengertian media pembelajaran, dapat disintesiskan bahwa pengertian media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat mengefektifkan penyaluran pesan dari pengirim (sumber/pendidik) kepada penerima (siswa) sehingga terjadi lingkungan belajar yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran tercapai. 2) Jenis-Jenis Media Pembelajaran Wahyudi (2013: 32) mengelompokkan media pembelajaran menjadi 9 jenis, yaitu: (a) audio (pita audio/ rol atau kaset, piringan audio, radio/ rekaman siaran), (b) cetak (buku teks terprogram, buku pegangan/ manual, buku tugas), (c) audio-cetak (buku latihan dilengkapi kaset, gambar/ poster dilengkapi audio), (d) proyeki visual diam (film bingkai/ slide, film rangkai berisi pesan verbal), (e) proyeksi visual diam dengan audio (film bingkai/ slide suara, film rangkai suara), (f) visual gerak (film bisu dengan judul/ caption), (g) visual gerak dengan audio (film suara, video/ vcd/dvd), (h) benda (benda nyata, model tituan/ mock up), (i) komputer (media berbasis komputer, CAI (Computer Assisted Instructional) dan CMI (Computer Managed Instructional). Asyhar (2011: 44) menyatakan bahwa pada dasarnya semua media pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu media visual, media audio, media audio-visual, dan multimedia. Selanjutnya Indriana (2011: 55-56) juga mengungkapkan bahwa media pengajaran berdasarkan bentuk dan cara penyajiannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) grafis, bahan cetak, dan gambar diam, (2) media proyeksi diam, (3) media audio, (4) media gambar hidup/film, (5) media televisi, dan (6) multimedia. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis media pembelajaran yaitu: (a) audio, (b) grafis/ visual, (c)
38 cetak, (d) audio cetak, (e) proyeksi (visual diam, visual diam dengan audio, visual gera, (f) visual gerak dengan audio, (g) benda/ media tiga dimensi (benda nyata dan benda tiruan), (i) computer, dan (j) penggunaan lingkungan. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media konkret. Berdasarkan jenisnya, media konkret termasuk media tiga dimensi berbentuk benda nyata. 3) Manfaat Media Pembelajaran Kaitannya dengan pembelajaran, media memiliki banyak manfaat. Menurut Sanaky (2015: 5) manfaat media pembelajaran adalah: a) Pengajaran lebih menarik perhatian pembelajar sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami pembelajar, serta memungkinkan pembelajar menguai tujuan pengajaran dengan baik c) Metode pembelajaran bervariasi, tidak semata-mata hanya komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata lisan pengajar, pembelajar tidak bosan, dan pengajar tidak kehabisan tenaga d) Pembelajar lebih banyak melaukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan penjelasan dari pengajar saja, tetapi juga aktivitas lain seperti: mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, dll. Manfaat media pembelajaran menurut Wahyudi (2013: 32) diantaranya agar: (a) penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar, (b) pembelajaran lebih menarik, (c) pembelajaran menjadi lebih interaktif, (d) memungkinkan anak belajar mandir sesuai kemampuan visual, auditori, dan kinestetik. Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran memiliki manfaat sebagai berikut: (a) memperjelas pesan agar
tidak
terlalu
verbalistis,
(b)
penyampaian
pesan
dalam
pembelajaran lebih terstandar, (c) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera, (d) menimbulkan gairah belajar karena terjalin interaksi
langsung
antara
murid
dengan
sumber
belajar,
(e)
memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan kemampuan visual, auditori, dan kinestetik, (f) memberikan rangsangan yng merata ke
39 seluruh peserta didik, menyamakan pengalaman dan persepsi, serta (g) pembelajaran lebih menarik dan interaktif. 4) Media Konkret a) Pengertian Media Konkret Media konkret disebut juga media benda nyata, benda asli, dan realita. Penggunaan media konkret dalam pembelajaran sangatlah penting. Hal ini dapat memberikan pengalaman nyata pada siswa sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Suharjo (2006: 110) menyatakan benda nyata dapat digolongkan menjadi dua yaitu objek (semua benda yang masih dalam keadaan asli, seperti dimana ia hidup berada) dan benda/ barang contoh (sebagian dari benda asli yang digunakan sebagai contoh). Menurut Asyhar (2011: 54), “benda nyata adalah benda yang dapat dilihat, didengar, atau dialami oleh peserta didik sehingga memberikan pengalaman langsung kepada mereka. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas ketika proses pembelajaran berlangsung, tetapi siswa dapat melihat langsung ke lokasi objek.” Sanaky (2015: 127) berpendapat bahwa benda asli merupakan alat yang paling efektif untuk mengikutsertakan berbagai indera dalam belajar. Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa pengertian media benda konkret/ benda nyata/ benda realia/ benda asli merupakan benda yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan berupa materi pembelajaran kepada siswa agar dapat merangsang perhatian dan minat siswa. Media benda konkret berupa benda nyata yang dapat dilihat, didengar, dipegang, dialami atau dirasakan secara langsung oleh siswa sehingga memberi pengalaman nyata bagi siswa. b) Jenis-Jenis Media Konkret Sudjana dan Rivai (2010: 196) mengemukakan “Bendabenda nyata itu banyak macamnya, mulai dari benda atau makhluk
40 hidup seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan, juga termasuk bendabenda mati misalnya batuan, air, tanah, dan lain-lain”. Berdasarkan ciri fisik media pembelajaran, media konkret masuk ke dalam golongan media tiga dimensi (3D). Daryanto (2013: 29) menyatakan bahwa media tiga dimensi dapat berwujud sebagai benda asli baik hidup maupun mati, dan dapat pula berwujud sebagai tiruan yang mewakili aslinya. Selanjutnya
Sumantri
dan
Permana
(2001:
161-162)
mengemukakan bahwa media yang termasuk ke dalam benda asli dan orang, yaitu: (1) speciment, merupakan bagian atau pecahan dari benda yang sebenarnya, (2) mock-up, model tiruan suatu benda yang menonjolkam bagian-bagian tertentu dari suatu benda asli dan menghilangkan bagian lain, (3) diorama, adalah model pemandangan yang dibuat seperti keadaan aslinya/ keadaan sebenarnya, (4) laboratorium di luar sekolah, misalnya pasar, aliran sungai, air terjun, dsb., yang dapat dijadikan objek belajar, (5) museum, adalah tempat menyimpan dan memelihara objek-objek yang asli dan specimenspecimen, benda purbakala, peninggalan sejarah, dsb., (6) community study, adalah program yang dirancang agar peserta didik dapat mengetahui keadaan sosial masyarakat, (7) walking trips, adalah memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik melalui demonstrasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan pekerja-pekerja di lingkungan sekitar sekolah, (8) field study, merupakan studi lapangan, (9) dikunjungi manusia sumber, adalah proses pembelajaran menggunakan manusia sumber atau ahli dalam suatu bidang, (10) special learning trips, adalah penggunaan media belajar di lingkungan sekitar sekolah dan guru serta peserta didik terlibat secara aktif, dan (11) model, adalah media tiga dimensi yang mewakili benda sebenarnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis media konkret yaitu makhluk hidup seperti tumbuh-
41 tumbuhan,
binatang, community study, walking trips, field study,
dikunjungi manusia sumber, special learning trips dan benda-benda mati seperti tanah, air, speciment, mock-up, diorama, laboratorium di luar sekolah, museum, dan model. Media konkret yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis media konkret benda mati yang berbentuk bangun ruang seperti kaleng roti, bungkus pasta gigi, bola, topi ulang tahun, model bangun ruang, dan kerangka bangun ruang. c) Langkah-Langkah Menggunakan Media Konkret Sudjana dan Rivai
(2010: 197-205) menjelaskan bahwa
penerapan benda nyata dalam pembelajaran yaitu dengan cara: (1) memperkenalkan unit baru perlu dipilih metode khusus yang menarik perhatian anak, (2) menjelaskan proses, benda nyata tepat untuk pengajaran yang menunjukkan proses dan tidak sekedar benda (misal benda atau cadas, kristal), (3) menjawab pertanyaan (perlu diuji sejauh mana keterlibatan siswa dalam berinteraksi dengan benda nyata ), (4) melengkapi perbandingan, (5) unit akhir atau puncak (merangkum seluruh materi yang dipelajari siswa). Menurut Asyhar (2011: 55), media nyata juga bisa digunakan oleh peserta didik ketika mempelajari suatu proses produksi melalui kunjungan industri. Misalnya pembelajaran tentang membatik akan lebih menarik dan efektif apabila dilakukan dengan cara berkunjung atau melakukan pengalaman langsung ke sentra batik. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah penggunaan media konkret dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan cara: (1) memperkenalkan unit, (2) benda nyata tepat untuk pengajaran yang menunjukkan proses tidak sekedar benda, (3)
menjawab
pertanyaan
secara
langsung,
(4)
melengkapi
perbandingan, (5) unit akhir atau puncak sebagai tindak lanjut yang merupakan puncak kegiatan atau merangkum seluruh materi yang pernah dipelajari siswa. Langkah-langkah penggunaan benda konkret
42 ini dapat membantu dan memudahkan siswa dalam menggunakannya dalam pembelajaran. Dengan demikian, penggunaan media konkret dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran. d) Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Benda Konkret (1) Kelebihan Media Konkret Mengenai kelebihan dari media konkret, Asyhar (2011: 55) mengungkapkan, “kelebihan dari media nyata ini adalah dapat memberikan
pengalaman
nyata
kepada
siswa
sehingga
pembelajaran bersifat lebih konkret dan waktu retensi lebih panjang.” Sanaky (2015: 129) menyatakan bahwa belajar dengan menggunakan benda-benda asli memegang peranan penting dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran, pembelajar juga dapat belajar langsung dan tidak hanya mendengar pengajar menjelaskan dengan monoton gambar yang ditampilkan pengajar. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpukan bahwa kelebihan media konkret diantaranya yaitu: (a) memberikan pengalaman nyata bagi siswa sehingga dapat membentuk sikap mental dan emosional yang positif dalam kehidupan, (b) pembelajaran dengan media konkret menjadikan siswa mudah mengingat
materi,
(c)
melatih
keterampilan
siswa
dalam
menggunakan alat indera sehingga tidak hanya mendengar, tapi juga dapat melihat dan merasakan, dan (d) membantu guru dalam menjelaskan materi pembelajaran. (2) Kekurangan Media Konkret Setiap media pembelajaran tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Sanaky (2015: 129) berpendapat bahwa “belajar menggunakan media konkret memerlukan biaya yang cukup besar.” Moedjiono (Daryanto, 2013: 29) mengemukakan bahwa kelompok media tiga dimensi yang berwujud benda asli
43 mempunyai kelemahan, diantaranya: (a) tidak bisa menjangkau sasaran
dalam
jumlah
yang
besar,
(b)
penyimpanannya
memerlukan ruang yang besar, dan (c) perawatannya rumit. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disintesiskan bahwa media konkret mempunyai beberapa kekurangan, yaitu: (1) memerlukan biaya yang cukup besar, (2) sulit menjangkau sasaran dalam jumlah besar dan tempat yang luas, (3) penyimpanannya memerlukan tempat yang memadai, dan (4) perawatannya rumit. c. Penerapan
Model
Pembelajaran
Kooperatif
Tipe
Group
tipe
Group
Investigations dengan Media Konkret Penerapan
model
pembelajaran
kooperatif
Investigations dengan media konkret merupakan suatu upaya yang dilakukan peneliti untuk meningkatkan pembelajaran Matematika tentang bangun ruang pada siswa kelas V SD N 2 Gemeksekti. Karakteristik siswa SD terutama kelas V merupakan anak yang berada dalam tahap operasional konkret, dimana proses belajar terbentuk dari hal-hal yang dapat dilihat, didengar, diraba, dan diotak-atik, serta memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Dalam tahap ini, mereka juga senang berkelompok dengan teman sebaya sehingga dengan menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigations dengan media konkret diharapkan tujuan pembelajaran akan tercapai karena model tersebut dengan disertai media konkret sesuai dengan karakteristik siswa kelas V SD. Penerapan model ini disertai dengan media konkret menekankan pada keikutsertaan siswa untuk bekerja sama dalam kegiatan kelompok dengan cara memperoleh pengetahuan dari apa yang dilakukannya secara langsung menggunakan media konkret berupa media yang berbentuk bangun ruang sehingga menciptakan pengalaman nyata bagi siswa karena melihat, meraba, mengotak-atik dan memanfaatkan media tersebut secara langsung, serta menumbuhkan kepribadian sosial yang bertanggung jawab.
44 Materi dalam penelitian yang akan dilaksanakan yaitu tentang bangun ruang yang melibatkan media konkret dalam pembelajaran. Berikut ini merupakan tabel tentang penjabaran materi bangun ruang disertai media konkret yang digunakan.
Tabel 2.3
Penjabaran Materi dan Media Konkret yang digunakan
Jenis Bangun Ruang Kubus Balok Prisma Segiempat Prisma Segitiga Limas Segiempat Tabung Kerucut Bola
Media Konkret yang digunakan Rubrik, kardus citra, model kubus, dan kerangka kubus. Kardus pasta gigi, kardus sabun mandi, model balok, dan kerangka balok. Kardus wardah, almari, model prisma segiempat, dan kerangka prisma segiempat Bolpoin boxi, model prisma segitiga, dan kerangka prisma segitiga Kue tradisional (koci), model limas segiempat, dan kerangka limas segiempat Kaleng susu, kaleng roti, model tabung, dan kerangka tabung Topi ulang tahun , model kerucut, dan kerangka kerucut Bola kaki, kelereng, model bola, dan keranga bola.
Adapun langkah-langkah penerapan model kooperatif tipe Group Investigations dengan media konkret yaitu: a) Mengidentifikasi topik dengan media konkret b) Pembagian kelompok secara heterogen yang terdiri 4-5 orang dengan media konkret c) Pemilihan subtopik dengan media konkret. Siswa memilih subtopik yang ingin dipelajari dari topik yang disediakan guru. d) Perencanaan langkah-langkah investigasi dengan media konkret. Siswa dengan bantuan guru merencanakan langkah-langkah yang akan
dilakukan
dari
subtopik
yang
dipilih,
seperti
cara
menggunakan media konkret, pembagian tugas, dan tujuan dari dilakukannya investigasi e) Investigasi kelompok dengan media konkret. Siswa dalam setiap kelompok melaksanakan investigasi dengan memanfaatkan media
45 konkret yang dipilihnya mulai dengan mengumpulkan data, menganalisis, sintesis, hingga menarik kesimpulan f) Presentasi hasil investigasi dengan media konkret. Perwakilan kelompok mempresentasikan laporan akhir (hasil investigasi) dengan memanfaatkan media yang dipilihnya. g) Evaluasi dengan media konkret yang berkaitan tentang tanggapan atau umpan balik dari kelompok lain, penyamaan persepsi, merangkum materi pembelajaran dari awal hingga akhir, dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar. 3. Penelitian yang Relevan Berikut ini merupakan beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan: Penelitian relevan yang pertama yaitu penelitian yang dilaksanakan oleh Rezaei (2014: 271) dengan judul “Predicting the Components of English Class Anxiety Based on Group Investigation Method”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan model kooperatif tipe Group Investigations mampu mengurangi kesulitan-kesulitan yang dialami siswa kursus bahasa Inggris. Persamaan dengan penelitian ini, yaitu sama-sama menerapkan model kooperatif tipe Group Investigations. Perbedaannya yaitu jenis penelitian yang dilakukan Rezaei adalah penelitian kuantitatif, sedangkan penelitian ini adalah PTK. Subjek penelitian tersebut adalah siswa kursus bahasa Inggris di Iran, sedangkan subjek yang akan diteliti oleh peneliti adalah siswa kelas V SD N 2 Gemeksekti. Penelitian relevan yang kedua yaitu penelitian yang dilakukan oleh Damini (2013:28) dengan judul “Enhancing Intercultural Sensivity through Group Investigation – A Cooperative Learning Approach.” Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPS tentang Kebudayaan. Persamaan dengan peneliti ini yaitu sama-sama menerapkan model Group Investigation. Perbedaannya yaitu subjek penelitian Damini adalah Sekolah
46 Menengah Kejuruan, sedangkan subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD N 2 Gemeksekti, serta mata pelajarannya adalah Matematika. Penelitian relevan yang ketiga yaitu penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Ginting (2014: 70) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa Melalui Model Pembelajaran Group Investigation di Kelas V-A SD Negeri 105267 Sei Mencirim”. Hasil penelitian terbukti bahwa model Group Investigation dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada mata pelajaran IPS. Persamaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan yaitu sama-sama jenis penelitian tindakan kelas dengan model yang sama yaitu model kooperatif tipe Group Investigation. Subjek penelitiannya juga sama yaitu siswa kelas V SD. Perbedaannya yaitu pada mata pelajarannya. Penelitian relevan yang keempat yaitu penelitian yang dilaksanakan oleh Dewi (2014: 1) dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Berbantuan Media Konkret Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD.” Hasil peneltian Dewi terbukti bahwa penerapan suatu model yang disertai media konkret dapat meningkatkan hasil belajar Matematika. Dengan media konkret siswa mendapat pengalaman belajar secara nyata. Persamaan peneliti ini yaitu sama-sama menggunakan media konkret dan diterapkan dalam mata pelajaran Matematika, sedangkan perbedaannya terletak pada jenis penelitian, model, dan subjek penelitian. Berdasarkan keempat penelitian tersebut, secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model kooperatif tipe Group Investigation serta penggunaan media konkret dapat meningkatkan pembelajaran Matematika.
B. Kerangka Berpikir Pembelajaran adalah proses penyampaian pesan yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dilakukan guru kepada peserta didik baik secara individu maupun kelompok sehingga terjadi proses belajar pada suatu lingkungan belajar. Guru dikatakan berhasil dalam mengajar apabila terdapat peningkatan dalam proses dan hasil belajar. Langkah awal yang perlu dilakukan
47 guru dalam mengantarkan siswa mencapai hasil belajar optimal yaitu dengan mengetahui taraf kemampuan berpikir dan karakteristik siswanya. Siswa kelas V SD rata-rata berusia 10 sampai 11 tahun yang berada pada tahap operasional konkret dengan karakteristik berpikir secara logis dan objektif, operasional, utuh, terpadu, berkembang secara bertahap, keinginan belajar tinggi, senang berkelompok dan ketergantungan pada orang dewasa berkurang. Di sisi lain, Matematika merupakan ilmu tentang bahan kajian yang memiliki objek abstrak, dibangun melalui proses penalaran deduktif, dan pola pikir pemecahan masalah yang teratur serta pembuktian yang logis. Artinya, Matematika yang mengkaji objek abstrak bertentangan dengan karakteristik siswa kelas V SD yang berada pada fase operasional konkret yaitu segala sesuatu yang dipahami oleh siswa merupakan sesuatu yang sesuai dengan kenyataan yang mereka alami. Dengan demikian, diperlukan suatu cara agar materi Matematika yang abstrak dapat tersalurkan ke dalam pemikiran siswa. Pembelajaran dengan menerapkan model dan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dapat memengaruhi keberhasilan pembelajaran Matematika terutama pada peningkatan pembelajaran bangun ruang. Bangun ruang adalah bangun yang dibentuk oleh daerah segi banyak yang disebut sisi. Bangun ruang disebut juga bangun berdimensi tiga. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran bangun ruang yaitu melalui penerapan model kooperatif tipe Group Investigations dengan media konkret. Model kooperatif tipe Group Investigations menekankan pada kerja sama antar siswa
dalam
menggunakan
kemampuan
berpikir
yang
tinggi
untuk
menginvestigasi suatu topik permasalahan. Kelebihan dari model ini yaitu mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir aktif, kreatif, inisiatif, dan komunikatif. Media konkret adalah benda yang dapat digunakan untuk menyalurkan materi pembelajaran kepada siswa agar dapat merangsang perhatian dan minat siswa. Kelebihan media konkret yaitu menjadikan siswa mudah mengingat materi, melatih keterampilan siswa dalam menggunakan alat indera, serta memberikan pengalaman nyata bagi siswa.
48 Pembelajaran bangun ruang dengan menerapkan model kooperatif tipe Group Investigations disertai media konkret dianggap sesuai dengan karakteristik siswa kelas V SD yang berada pada tahap operasional konkret. Dalam pelaksanaannya model kooperatif tipe Group Investigations dengan media konkret dapat menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, menciptakan pengalaman belajar langsung baik secara individual maupun kelompok dan menyenangkan. Dengan demikian, perpaduan model kooperatif tipe Group Investigations dengan media konkret merupakan perpaduan yang tepat dalam peningkatan pembelajaran bangun ruang pada siswa kelas V SD karena kesesuaiannya dengan karakteristik siswa dan keterpaduan antara model dan media. Langkah-langkah penerapan model kooperatif tipe Group Investigations dengan media konkret yaitu: (a) mengidentifikasi topik dengan media konkret, (b) pembagian kelompok secara heterogen dengan media konkret, (c) pemilihan subtopik dengan media konkret, (d) perencanaan langkah-langkah investigasi dengan media konkret, (e) investigasi kelompok dengan media konkret, (f) presentasi hasil investigasi dengan media konkret, dan (g) evaluasi dengan media konkret. Penerapan model kooperatif tipe Group Investigations dengan media konkret dilaksanakan selama tiga siklus. Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan dengan materi yang berbeda. Materi yang dibahas pada siklus 1 adalah sifat-sifat bangun ruang kubus, balok, prisma tegak segitiga, prisma tegak segiempat, dan limas segitiga. Pada siklus 2 membahas tentang sifat-sifat bangun ruang yang limas segiempat, kerucut, tabung, dan bola. Pada siklus 3 membahas tentang menggambar bangun ruang. Tindakan penerapan model kooperatif tipe Group Investigations dengan media konkret dalam tiga siklus tersebut, diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang bangun ruang pada siswa kelas IV SDN 2 Gemeksekti tahun ajaran 2015/2016. Uraian dari keseluruhan kerangka berpikir dapat digambarkan pada gambar 2.1.
Kondisi Awal
Siswa kelas V SD rata-rata berusia 10 sampai 11 tahun yang berada pada tahap operasional konkret, berpikir, logis dan objektif, operasional, utuh, terpadu, berkembang secara bertahap, keinginan belajar tinggi, senang berkelompok dan ketergantungan pada orang dewasa berkurang Model kooperatif tipe Group Investigations disertai dengan media konkret menekankan pada keikutsertaan siswa untuk bekerja sama dalam kegiatan kelompok dengan cara memperoleh pengetahuan dari apa yang dilakukannya secara langsung menggunakan media konkret sehingga menciptakan pengalaman nyata bagi siswa, serta menumbuhkan kepribadian sosial yang bertanggung jawab.
Kondisi Akhir
Menimbulkan rasa senang pada diri siswa dan siswa tidak merasa bosan dengan pembelajaran, sehingga siswa akan aktif dalam belajar dan pembelajaran akan lebih bermakna.
49 Di sisi lain, Matematika adalah ilmu yang memiliki objek abstrak. Artinya, Matematika yang mengkaji objek abstrak bertentangan dengan karakteristik siswa kelas V SD yang berada pada fase operasional konkret
Diperlukan suatu tindakan agar materi Matematika yang abstrak dapat tersalurkan ke dalam pemikiran siswa kelas V SD yaitu melalui penerapan model kooperatif tipe Group Investigations dengan media konkret dalam pembelajaran bangun ruang
Pembelajaran bangun ruang pada siswa kelas V SDN 2 Gemeksekti akan meningkat (KKM=70)
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir
C. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah: Jika penerapan model kooperatif tipe Group Investigations dengan media konkret dilaksanakan dengan langkahlangkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran Matematika tentang bangun ruang pada siswa kelas V SD N 2 Gemeksekti tahun ajaran 2015/ 2016.