BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hardware Sistem Kendali Pada ISD
Pada penelitian ini dibuat sistem pengendalian berbasis PC seperti skema yang terdapat pada Gambar 7 di atas. Pada sistem pengendalian ini perangkat keras (hardware) yang dibuat meliputi rangkaian catu daya, rangkaian kendali, rangkaian port paralel dengan IC74244 (buffer tiga kondisi), dan rangkaian untuk sensor SHT75. Jalur komunikasi data antara komputer dengan sensor SHT75 digunakan perangkat antar muka (interfacing) port paralel. Secara umum bagianbagian pada perangkat kendali pada ISD yang telah dirancang bangun adalah sebagai berikut: 4.1.1 Bagian-bagian luar perangkat sistem kendali
Bagian depan perangkat sistem kendali seperti tampak pada Gambar 11. Pada bagian depan ini terletak tombol power, beberapa lampu indikator, serta terminal input (sumber tegangan) dan output yang dihubungkan ke blower/kipas ISD.
Gambar 11 Perangkat sistem kendali tampak depan Sedangkan pada bagian belakang dari perangkat sistem kendali ini terdapat kipas untuk sistem pendingin, sekring untuk sistem proteksi, konektor ke sensor SHT75, dan port paralel untuk dihubungkan ke komputer. Gambar 12 memperlihatkan bagian belakang pada perangkat sistem kendali.
32
Gambar 12 Perangkat sistem kendali tampak belakang 4.1.2 Bagian-bagian dalam perangkat sistem kendali
Bagian dalam sistem kendali tampak atas diperlihatkan pada Gambar 13. pada bagian dalam sistem tampak beberapa komponen di antaranya seperti trafo, magnet kontaktor, dan buffer tiga kondisi. Trafo digunakan untuk penurun tegangan dari 220V menjadi 12V dan 5V. Magnet kontaktor digunakan sebagai saklar on/off
untuk mengkondisikan kipas pada ISD. Sedangkan buffer tiga
kondisi untuk mengatur penulisan dan pembacaan data melalui sensor SHT75.
Gambar 13 Perangkat sistem kendali tampak atas Perangkat sistem kendali yang diintegrasikan dengan komputer terdiri atas sistem catu daya dan relay pada bagian bawah, sistem proteksi terhadap arus dan tegangan lebih pada bagian tengah, serta buffer tiga kondisi pada bagian atas. Gambar 14 memperlihatkan bagian dalam sistem kendali tampak samping.
33
Gambar 14 Perangkat sistem kendali tampak samping Perangkat sistem kendali ini terbagi atas 3 (tiga) bagian. Bagian pertama adalah bagian bawah yang terdiri atas rangkaian catu daya dan rangkaian relay. Catu daya yang disediakan berupa sumber tegangan 5volt dan 12volt. Tegangan 5 volt digunakan untuk mencatu tegangan ke sensor SHT75, sedangkan tegangan 12volt digunakan untuk menggerakkan relay. Secara umum sistem catu daya dan sistem relay diperlihatkan oleh Gambar 15.
Gambar 15 Sistem catu daya dan relay Untuk sistem pengamanan perangkat sistem kendali dari kesalahan instalasi, maka perangkat ini dilengkapi dengan sistem proteksi yang terdiri atas proteksi terhadap arus lebih dan tegangan lebih. Proteksi terhadap arus lebih digunakan sekering 0,25mA dan untuk proteksi terhadap tegangan lebih digunakan dioda zener 5 Volt. Dioda ini berfungsi mengamankan sensor SHT75 yang sangat peka terhadap tegangan lebih. Sedangkan sekering digunakan sebagai pengaman secara keseluruhan pada perangkat sistem kendali. Sistem proteksi terhadap arus dan tegangan lebih pada perangkat sistem kendali dapat dilihat pada Gambar 16.
34
Gambar 16 Rangkaian sistem proteksi terhadap arus dan tegangan lebih. Pada pengujian dan penerapan sistem kendali ini, juga dilengkapi dengan panel alat ukur voltmeter dan ampere meter. Panel-panel ukur ini digunakan untuk mengetahui nilai tegangan dan arus selama proses pengendalian berlangsung. Selain itu, dengan panel-panel alat ukur ini digunakan juga untuk memonitor fluktuasi tegangan dan arus. Gambar 17 memperlihatkan panel alat ukur tegangan dan arus listrik.
Gambar 17 Panel alat ukur voltmeter dan Amperemeter Selanjutnya secara umum penerapan sistem pengendalian menggunakan komputer pada saat pengujian alat di lapangan diperlihatkan pada Gambar 18.
Gambar 18 Perangkat sistem kendali menggunakan PC saat dioperasikan
35
Data yang tampil pada monitor dan terekam meliputi data-data waktu pengambilan data, suhu lingkungan, RH lingkungan, suhu pada ISD, RH pada ISD, kadar air keseimbangan lingkungan dan ISD, serta kondisi kipas pada ISD. 4.2 Kalibrasi Sensor SHT75 pada Sistem Kendali ISD
Hasil kalibrasi suhu sensor SHT75 dengan menggunakan termometer standar diperoleh hasil seperti pada Gambar 19. Secara keseluruhan hasil kalibrasi ini baik, karena nilai suhu yang terbaca oleh sensor relatif sama dengan suhu yang terbaca oleh termometer standar. Dari grafik terlihat hubungan antara nilai suhu standar dengan suhu pengukuran sensor SHT75 adalah linier dengan nilai R2=0,9959 untuk lingkungan dan R2=0,9875 untuk ISD. 46,0 y = 0,9718x + 0,9288 R 2 = 0,9959
44,0
Suhu Pengukuran (oC)
42,0
40,0
y = 0,9102x + 2,6994 R2 = 0,9875
38,0
36,0
34,0
32,0
30,0 30
32
34
36
38
40
42
44
46
Suhu Termometer Standar (oC) Suhu SHT75 Lingkungan
Suhu SHT75 ISD
Linear (Suhu SHT75 Lingkungan)
Linear (Suhu SHT75 ISD)
Gambar 19 Hasil kalibrasi suhu sensor SHT75 dengan termometer standar
36
Sedangkan hasil kalibrasi RH sensor SHT75 diperoleh seperti pada Gambar 20. Nilai RH sensor SHT75 dikalibrasi menggunakan alat pengering berakuisisi sebagai acuan. Berdasarkan grafik terlihat hubungan antara nilai RH standar dengan RH pengukuran sensor SHT75 adalah linier dengan nilai R2=0,9974 untuk sensor SHT75 di lingkungan dan R2=0,9901 untuk sensor SHT75 pada ISD. 85 80
y = 0,8464x + 10,524 R2 = 0,9974
75
Pengukuran RH (%)
70 65
y = 0,8737x + 7,5245 R2 = 0,9901
60 55 50 45 40 35 35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
RH Standar (%) RH Lingkungan
RH pada ISD
Linear (RH pada ISD)
Linear (RH Lingkungan)
Gambar 20 Nilai hasil kalibrasi RH sensor SHT75 dengan alat pengering Pembacaan nilai RH antara sensor SHT75 dengan alat pengering terjadi selisih antara 2%–3%, kecuali pada saat pembacaan suhu 50oC dan RH 75%. Selain itu nilai RH yang terekam telah sesuai dengan datasheet SHT75, bahwa sensor tersebut memiliki akurasi sekitar 2%.
37
Selain suhu dan RH, persamaan perhitungan kadar air keseimbangan yaitu persamaan (1) juga dilakukan kalibrasi. Persamaan ini yang digunakan untuk menduga nilai kadar air keseimbangan pada jagung, di mana nilai kadar air jagung diasumsikan sama dengan kadar air keseimbangan. Hasil kalibrasi persamaan perhitungan kadar air keseimbangan seperti terlihat pada Gambar 21. Nilai kadar air hasil pendugaan dikalibrasi dengan nilai kadar air menggunakan metode oven. Nilai kadar air yang diukur dan diduga berada pada selang 13%–23%b.k. Berdasarkan grafik terlihat hubungan antara nilai kadar air pendugaan dan pengukuran adalah linier dengan nilai R2=0,9892. Sedangkan nilai selisih rata-rata antara kadar air perhitungan dan pengukuran adalah 0,17%. 23
22
21
Kadar Air Pendugaan (%b.k.)
20
19
y = 1,1104x - 2,1424 R2 = 0,9892
18
17
16
15
14
13 13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Kadar Air Pengukuran (%) Kadar Air
Linear (Kadar Air)
Gambar 21 Hasil kalibrasi nilai kadar air pendugaan dengan pengukuran (oven)
38
4.3 Uji Kinerja Penerapan Sistem Kendali pada ISD 4.3.1 Perubahan suhu dan RH
Berdasarkan hasil pengujian sistem kendali pada ISD diperoleh fluktuasi suhu lingkungan dan ISD selama pengeringan berlangsung. Berdasarkan pengujian yang dilakukan pada siang hari nilai kadar air kurang dari 13%b.k diperoleh setelah 50jam pengeringan atau dengan rata-rata operasi 10jam per hari. Nilai suhu lingkungan tertinggi yang dideteksi oleh sensor mencapai 37,54OC, suhu terendah adalah 27,83OC, sedangkan suhu rata-rata lingkungan adalah 32,8OC. Suhu lingkungan cenderung fluktuatif, hal ini disebabkan oleh cuaca yang fluktuasi. Selama pengeringan berlangsung dapat dikatakan secara umum bahwa kondisi cuaca cerah dan kadang berawan. Suhu tertinggi pada ISD terekam adalah 34,46OC, suhu terendah 26,61OC, dan suhu rata-rata ISD 29,62oC. Selisih rata-rata antara suhu lingkungan dengan ISD adalah 3,18OC. Gambar 22 memperlihatkan grafik fluktuasi suhu lingkungan dan suhu pada ISD selama pengeringan pada pengujian 1. 38,00 36,00
Suhu (oC)
34,00 32,00 30,00 28,00 26,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu Pengeringan (Jam) Suhu Lingkungan
Suhu ISD
Gambar 22 Fluktuasi suhu selama pengeringan pada pengujian 1 Pada pengujian 2, nilai suhu lingkungan tertinggi 35,45OC, suhu terendah adalah 24,43OC, sedangkan suhu rata-rata lingkungan adalah 31,14OC. Sedangkan
39
suhu tertinggi pada ISD terekam adalah 32,25OC, suhu terendah 24,02OC, dan suhu rata-rata ISD 27,72oC. Selisih rata-rata antara suhu lingkungan dengan ISD adalah 3,42OC. Gambar 23 memperlihatkan grafik fluktuasi suhu lingkungan dan suhu pada ISD selama pengeringan pada pengujian 2.
35,00
Suhu (oC)
33,00 31,00 29,00 27,00 25,00 23,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam)
Suhu Lingkungan
Suhu ISD
Gambar 23 Fluktuasi suhu selama pengeringan pada pengujian 2 Berdasarkan data yang diperoleh bahwa RH lingkungan tertinggi tercatat 67,75%, terendah 38,26%, dengan rata-rata 51,93%. Sedangkan RH tertinggi pada ISD adalah 75,44%, terendah 53,95% sedangkan RH rata-rata selama proses pengeringan adalah 67,25%. Selisih rata-rata antara RH lingkungan dan RH ISD adalah 15,32%. Perubahan RH lingkungan dan ISD selama pengeringan dapat dilihat pada Gambar 24. Kipas pada ISD akan off jika KALingk
40
78
OFF
73
OFF
OFF
68
RH (%)
63
OFF
58 53 48 43 38 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu Pengeringan (Jam) RH Lingkungan
RH ISD
Gambar 24 Fluktuasi RH selama pengeringan pada pengujian 1 Pada pengujian 2, RH lingkungan tertinggi tercatat 74,91%, terendah 37,98%, dengan rata-rata 54,16%. Sedangkan RH tertinggi pada ISD adalah 77,91%, terendah 53,06% sedangkan RH rata-rata selama proses pengeringan adalah 71,82%. Selisih rata-rata antara RH lingkungan dan RH ISD adalah 17,67%. Perubahan RH lingkungan dan ISD selama pengeringan pengujian 2 dapat dilihat pada Gambar 25 OFF
80,00 75,00
OFF
70,00
RH (%)
65,00 60,00
OFF
55,00 50,00 45,00 40,00 0
5
10
15
20
25
30
35
Waktu Pengeringan (Jam) RH Lingkungan
RH ISD
Gambar 25 Fluktuasi RH selama pengeringan pada pengujian 2
40
41
4.3.2 Penurunan kadar air
Kadar air jagung awal pada pengujian 1 adalah 17,61%b.k. dengan beban 1201,2kg. Berdasarkan hasil pengujian sistem kendali pada ISD bahwa pengeringan dengan suhu rata-rata lingkungan 32,8oC dan RH lingkungan ratarata 51,93%, mampu menurunkan kadar air dari sekitar 17,61%b.k. menjadi 12,37%b.k. Perubahan nilai kadar air jagung terhadap waktu pengeringan dan perbandingan perubahan kadar air lingkungan dan kadar air jagung dalam ISD dapat dilihat pada Gambar 26. 18,00 17,00
Kadar Air (%b.k.)
16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 11,00 10,00 9,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu Pengeringan (Jam) KA Jagung (ISD)
KA Jagung (Lingkungan)
Gambar 26 Nilai KA jagung (lingkungan) dan KA jagung (ISD) pengujian 1 Pada pengujian 2, dengan beban 915kg dan waktu pengeringan berkisar 40jam diketahui bahwa pengeringan dengan suhu rata-rata lingkungan 31,14oC dan RH lingkungan rata-rata 54,16%, mampu menurunkan kadar air dari sekitar 18,02%b.k. menjadi 12,25%b.k. Nilai perubahan kadar air jagung terhadap waktu pengeringan dan perbandingan perubahan kadar air lingkungan dan kadar air jagung dalam ISD dapat dilihat pada Gambar 27.
42
19,00 18,00
Kadar Air (%b.k.)
17,00 16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 11,00 10,00 9,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam) KA Jagung (Lingkungan)
KA Jagung (ISD)
Gambar 27 Nilai Kadar air lingkungan dan ISD hasil pendugaan pengujian 2 Secara umum, berdasarkan hasil penerapan dan pengujian sistem kendali pada ISD diperoleh bahwa sistem kendali telah berfungsi dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan perangkat sensor yang telah mampu membaca suhu dan RH, dan dapat menduga nilai kadar air jagung menggunakan persamaan (1). Berdasarkan hasil akhir pengukuran kadar air jagung menggunakan metode oven diperoleh nilai kadar air 12,08%b.k. pada pengujian 1 dan 12,20%b.k. pada pengujian 2. Sedangkan nilai kadar air hasil pendugaan 12,37%b.k. pada pengujian 1 dan 12,25%b.k. pada pengujian 2. Selisih rata-rata antara pengukuran dan pendugaan adalah 0,96%. Perbedaan ini terjadi disebabkan nilai kadar air hasil pengukuran merupakan nilai rata-rata, sedangkan nilai pendugaan yang didapat merupakan nilai hasil perhitungan melalui sensor pada sistem kendali. Di samping itu nilai kadar air hasil pendugaan yang diperoleh merupakan nilai kadar air jagung yang berada di lapisan yang paling atas. Gambar 28 memperlihatkan perbandingan nilai kadar air hasil pendugaan dengan nilai kadar air hasil pengukuran menggunakan metode oven pada pengujian 1.
43
18,00
Kadar Air (%b.k.)
17,00 16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Waktu Pengeringan (Jam) Kadar Air Pengukuran
Kadar Air Pendugaan
Gambar 28 Perbandingan KA hasil pendugaan dan pengukuran pengujian 1 Gambar 29 memperlihatkan perbandingan nilai kadar air hasil pendugaan dengan nilai kadar air hasil pengukuran menggunakan metode oven pada pengujian 2. Penurunan kadar air hasil pendugaan merupakan bukti bahwa sistem kendali yang digunakan dapat bekerja dengan baik. Meskipun penurunannya tidak sama antara nilai pengukuran dan pendugaan. Perbedaan nilai pengukuran dan pendugaan terjadi karena nilai pengukuran merupakan nilai rata-rata, sedangkan nilai pendugaan merupakan nilai kadar air jagung yang berada di lapisan yang atas. Selain itu, hal tersebut juga menunjukkan bahwa sistem kendali pada ISD telah bekerja sesuai dengan diagram alir pemrograman yang telah disusun. 19,00
Kadar Air (%b.k.)
18,00 17,00 16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam)
KA Jagung (Pengukuran)
KA Jagung (Pendugaan)
Gambar 29 Perbandingan KA hasil pendugaan dan pengukuran pengujian 2
44
4.3.3 Konsumsi energi listrik
Besarnya konsumsi energi selama proses pengeringan yang berasal dari energi listrik. Berdasarkan perhitungan diperoleh konsumsi energi spesifik (KES) untuk setiap satu kilogram air yang diuapkan pada pengujian 1 adalah 1,59 MJ/kg dan pengujian 2 sebesar 1,45 MJ/kg. Sehingga konsumsi energi spesifik rata-rata adalah sebesar 1,52 MJ/kg. Nilai ini tidak jauh berbeda pada pengeringan padi dengan kadar air awal sekitar 18% menggunakan ISD yaitu sebesar 2,00 MJ/kg (Tirawanichakul et al. 2004). Pada pengujian 1 kadar air awal adalah 17,61%b.k. dengan suhu lingkungan rata-rata 32,8oC dan RH 53,32% dan pengujian 2 sebesar 18,02%b.k. dengan suhu lingkungan rata-rata 31,22oC dan RH 53,75%. Selama proses pengeringan di dalam ISD kadar air akhir menjadi 12,37%b.k. untuk pengujian 1 dan 12,25%b.k. untuk pengujian 2. Tabel 5 adalah konsumsi energi spesifik (KES) pada pengujian 1 dan pengujian 2. Tabel 5 Konsumsi energi spesifik (KES) pada pengujian 1 dan pengujian 2 RH Suhu Energi KA Waktu Berat Lingkungan Lingkungan Listrik Awal Pengujian jagung kipas ON rata-rata rata-rata (%) (MJ) awal (kg) (Jam) (%) (oC) 32,8 53,32 113,93 17,61 Pengujian 1 1201,2 43 31,2 53,75 90,09 18,20 Pengujian 2 915 34
KA Akhir (%)
Air yang diuapkan (kg)
12,37 12,25
71,83 62,04
Konsumsi Energi Spesifik (MJ/kg) 1,59 1,45
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa ada perbedaan nilai konsumsi energi spesifik antara pengujian 1 dan pengujian 2. Pada pengujian 1 waktu pengeringan membutuhkan waktu pengeringan yang lebih lama yaitu 50jam, sedangkan pada pengujian 2 pengeringan berlangsung selama 40jam. Walaupun suhu udara lingkungan pada pengujian 2 lebih rendah daripada pengujian 1 dan RH lingkungan pada kedua pengujian hampir sama, waktu pengeringan pada pengujian 2 lebih cepat. Hal ini disebabkan oleh jumlah bahan yang digunakan pada pengujian 2 lebih sedikit. Namun demikian, karena kadar air awal yang lebih tinggi pada pengujian 2, konsumsi energi spesifik dari kedua pengujian tidak terlalu berbeda.
45
4.3.4 Simulasi pengeringan Validasi model
Persamaan matematik yang digunakan untuk menduga perubahan suhu, RH, kadar air jagung divalidasi dengan menggunakan data-data hasil pengujian 2. Masukan data untuk validasi meliputi suhu dan RH lingkungan. Pada pengujian 2 jagung pipilan yang dikeringkan adalah 915kg dengan waktu pengeringan 40jam. Simulasi proses pengeringan pada ISD dibuat dengan menggunakan program Visual Basic 6.0. Pada ISD dikondisikan terisi oleh jagung pipilan dengan ketebalan tumpukan 0,5m. Sehingga terdiri atas 50 lapisan tipis dengan ketebalan 1cm per lapisan. Pada simulasi ini, secara umum yang akan diamati adalah perubahan kadar air yang terjadi pada lapisan bawah (layer 1), tengah (layer 25), dan atas (layer 50). Pada simulasi pengeringan ini kadar air awal sekitar 19%b.k. dengan waktu pengeringan selama 40jam. Asumsi yang digunakan dalam simulasi ini adalah: 1) suhu dan RH udara lingkungan menggunakan data pengukuran/pendugaan dengan suhu rata-rata 33oC dan RH rata-rata 53%, 2) laju massa udara yang masuk ISD sebesar 0,211kg/detik m2, 3) kadar air awal 19%b.k., dan 4) waktu pengeringan selama 40jam. Selanjutnya hasil simulasi pada ketiga lapisan tersebut dibandingkan dengan nilai hasil pengujian (pengukuran menggunakan metode oven). Secara umum penurunan kadar air hasil simulasi hampir sama dengan penurunan kadar air melalui pengujian. Pada lapisan bawah memiliki koefisien korelasi R2=0,967, lapisan tengah 0,979, dan lapisan atas 0,9897. Hasil perbandingan antara simulasi dengan pengujian dan perubahan kadar air selama pengeringan di dalam ISD diperlihatkan pada Gambar 30.
46
20,00 19,00
Kadar Air (%b.k.)
18,00 17,00 16,00 15,00 14,00 13,00 12,00 11,00 10,00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam) Pengujian
Lap. Bawah (Hitung)
Pengujian
Lap. Tengah (Hitung)
Pengujian
Lap. Atas (Hitung)
Gambar 30 Perbandingan penurunan KA hasil simulasi dengan pengukuran Kadar air hasil pengukuran pada lapisan bawah terjadi penurunan kadar air dari 17,70% menjadi 11,20%b.k., pada lapisan tengah dari 18,30% menjadi 11,40%b.k., dan pada lapisan atas terjadi penurunan kadar air dari 19,30% menjadi 11,40%b.k. Dari grafik pada Gambar 30 dapat diketahui bahwa pada lapisan bawah terjadi penurunan kadar air lebih cepat dibandingkan dengan lapisan yang lain, karena pada lapisan ini produk langsung terkena hembusan udara dari lingkungan dengan suhu rata-rata 33oC. Namun pada lapisan tengah dan atas juga terjadi penurunan kadar air yang relatif lebih lambat dibandingkan dengan lapisan bawah. Hal ini terjadi karena suhu lingkungan telah mengalami penurunan setelah melalui lapisan sebelumnya. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa pada permukaan lapisan atas memiliki suhu udara berkisar 27oC. Kadar air akhir pada lapisan bawah, tengah, dan atas hasil simulasi berturut-turut diperoleh 11,37%b.k., 11,06%b.k., dan 11,38%b.k. Berdasarkan simulasi dengan suhu lingkungan rata-rata 33oC, laju massa udara 0,211kg/detik m2, dan lama pengeringan 40jam dapat menurunkan kadar air jagung dari 19% menjadi sekitar 11,27%b.k.
47
Simulasi pengeringan dengan mengubah laju aliran massa udara
Pada simulasi ini, laju aliran massa udara diasumsikan sebesar 0,411kg/detik m2 dengan tebal tumpukan 0,5m, suhu lingkungan rata-rata 33oC, RH 53%, dan kadar air awal 19%. Hasil pengaruh laju aliran massa udara terhadap penurunan kadar air memperlihatkan bahwa penurunan tersebut lebih cepat bila terjadi gerakan udara di sekitar biji jagung. Gambar 31 memperlihatkan penurunan kadar air jagung hasil simulasi dengan mengubah laju aliran massa udara. Berdasarkan simulasi diketahui bahwa untuk mencapai kadar air sekitar kurang dari 13%b.k. lapisan bawah membutuhkan waktu pengeringan sekitar 15jam, lapisan tengah 17,5jam, dan pada lapisan atas memerlukan waktu sekitar 20jam. Sehingga energi yang dibutuhkan pada masing-masing lapisan berturut-turut adalah 39,74MJ, 46,37MJ, dan 52,99MJ. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan meningkatkan laju aliran massa udara pada pengeringan akan mempercepat proses pengeringan dan hasil pengeringan relatif merata di setiap lapisan. Namun hal ini akan berakibat pada meningkatnya energi listrik yang dibutuhkan. 19,5 18,5
Kadar Air (%b.k.)
17,5 16,5 15,5 14,5 13,5 12,5 11,5 10,5 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam) Lapisan Baw ah (1)
Lapisan Tengah (2)
Lapisan Atas (3)
Gambar 31 Penurunan kadar air hasil simulasi dengan mengubah laju aliran massa udara
48
Simulasi pengeringan dengan mengubah tebal tumpukan
Pada simulasi ini, laju aliran massa udara diasumsikan sebesar 0,211kg/detik m2 dengan tebal tumpukan menjadi 1m. Gambar 32 memperlihatkan penurunan kadar air hasil simulasi dengan mengubah tebal tumpukan. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan cukup besar pada penurunan kadar air di setiap lapisan. Di samping itu waktu pengeringan menjadi lebih lama, hal ini terbukti pada durasi waktu pengeringan yang sama tidak terjadi penurunan kadar air yang seragam pada setiap lapisan. Lapisan bawah telah mencapai kadar air 12%b.k. setelah pengeringan sekitar 16jam, namun lapisan atas belum mencapai 13%b.k. meski waktu pengeringan lebih dari 40jam. Berdasarkan hasil simulasi ini dapat diketahui bahwa pada pengeringan akan berlangsung lama dan penurunan kadar air yang tidak seragam pada setiap lapisan. Dengan simulasi ini diketahui nilai kadar air akhir pada lapisan bawah sebesar 12,53%b.k., lapisan tengah 14,63%b.k., dan lapisan atas sekitar 16,66%b.k. Selanjutnya simulasi dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem kendali pada pengeringan ISD guna penghematan energi. 20 19
Kadar Air (%b.k.)
18 17 16 15 14 13 12 11 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu Pengeringan (Jam ) Lapsan Baw ah
Lapisan Tengah
Lapisan Atas
Gambar 32 Penurunan kadar air hasil simulasi dengan mengubah tebal tumpukan
49
Simulasi pengeringan tanpa sistem kendali dan dengan sistem kendali
Gambar 33 memperlihatkan fluktuasi suhu lingkungan dan humidity data simulasi pengeringan tanpa dan dengan sistem kendali. Dalam simulasi ini diasumsikan waktu pengeringan adalah 90jam. Pada simulasi ini suhu lingkungan tertinggi mencapai 35,51oC, suhu terendah 29,18oC, dan suhu rata-rata lingkungan adalah 31,62oC. Sedangkan humidity tertinggi pada simulasi ini tercatat 0,025kg/kg, terendah 0,018kg/kg, dan humidity rata-rata 0,022kg/kg. 0,030
36,00
34,00 33,00 0,020 32,00 31,00
Humidity (kg/kg)
Suhu Lingkungan (oC)
35,00
30,00 29,00
0,010 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Waktu Pengeringan (Jam) Suhu Lingkungan
Kelembaban
Gambar 33 Data fluktuasi suhu lingkungan dan humidity yang digunakan pada simulasi Berdasarkan simulasi dengan suhu lingkungan rata-rata 31,62oC dan humidity rata-rata 0,022kg/kg pengeringan tanpa sistem kendali dapat berlangsung selama 68jam dari kadar air awal 18% menjadi 15%b.k. Dengan waktu pengeringan 68jam dibutuhkan energi listrik sebesar 360MJ. Gambar 34 memperlihatkan penurunan kadar air hasil simulasi pengeringan tanpa sistem kendali.
50
18
Kadar Air (%b.k.)
17,5 17 16,5 16 15,5 15 14,5 14 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Waktu Pengeringan (Jam)
Lap. Atas
Lap. Tengah
Lap. Bawah
Gambar 34 Penurunan kadar air hasil simulasi tanpa sistem kendali Sedangkan simulasi dengan sistem kendali menunjukkan bahwa untuk mengeringkan jagung dari kadar air 18% menjadi 15%b.k. hanya diperlukan waktu 33jam (waktu ON) dan energi listrik yang dibutuhkan sebesar 175MJ. Sehingga pengeringan dengan menggunakan sistem kendali dapat menghemat energi listrik sebesar 48,6% dibandingkan pengeringan tanpa sistem kendali. Gambar 35 memperlihatkan penurunan kadar air hasil simulasi pengeringan
Kadar Air (%b.k.)
dengan sistem kendali. 18,00
10
17,50
9 8
17,00
7
16,50
6
16,00
5
15,50
4 3
15,00
2
14,50
1 ON
14,00
0 OFF 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Waktu Pengeringan (Jam) Lap. Bawah
Lap Tengah
Lapisan Atas
Sistem Kontrol
Gambar 35 Penurunan kadar air hasil simulasi dengan sistem kendali
51
4.3.5 Pengamatan kualitas sebelum dan setelah pengeringan dalam ISD
Tabel 6 di bawah ini adalah data perbandingan kualitas jagung awal (saat dipindahkan dari pengering ERK ke ISD) dengan kualitas akhir (setelah pengeringan dalam ISD) dan kualitas menurut SNI. Analisis kualitas dilakukan dua kali, yang pertama adalah pada kondisi awal dengan kadar air sekitar 17,61%b.k. Sedangkan analisis kualitas kedua dilakukan setelah dikeringkan dalam ISD hingga mencapai kadar air 12,37%b.k. dan disimpan dalam ISD hingga 30 (tiga puluh) hari. Nilai hasil pengujian tersebut merupakan nilai ratarata dari 4 sampel yang dilakukan analisis. Tabel 6 Hasil perbandingan parameter kualitas jagung saat dimasukkan ke ISD, setelah pengeringan dan penyimpanan 30 hari dalam ISD dan persyaratan SNI jagung pakan No. 1 2 3 4 5
Jenis Pengujian Kadar protein kasar (minimum) (%) Kadar serat kasar (maksimum) (%) Kadar abu (maksimum) (%) Kadar lemak (minimum) (%) Aflatoksin (maksimum) (ppb)
Persyaratan Mutu SNI 7,5 3 2 3 50
Hasil Uji Lab. Sebelum Setelah 6,62 7,76 2,88 2,56 1,23 1,24 3,24 3,8 21,1 18,48
Berdasarkan Tabel 6, secara umum hasil analisis menunjukkan kualitas jagung awal dan setelah dikeringkan dan disimpan dalam ISD adalah masih memenuhi persyaratan SNI jagung pipilan untuk pakan kecuali kadar protein. Kadar protein kasar mengalami penurunan dari 7,76% menjadi 6,62%. Hal ini mungkin dikarenakan selama penyimpanan terjadi penurunan kandungan Nitrogen pada senyawa
protein dalam jagung. Nitrogen biasanya diperlukan untuk
pertumbuhan mikroorganisme, yang mungkin dalam jumlah sangat kecil terdapat dalam komoditas jagung. Parameter mutu lain, yaitu kadar serat, abu, dan lemak mengalami perubahan nilai setelah pengeringan dan penyimpanan, namun masih dalam batas persyaratan SNI. Kontaminasi maksimum aflatoksin yang dipersyaratkan oleh SNI untuk pakan ternak adalah 50ppb, sedangkan dari hasil pengujian rata-rata kontaminasi aflatoksin B1 ketika masuk ISD sebesar 18,48ppb dan setelah dilakukan
52
pengeringan dan penyimpanan selama 30 (tiga puluh) hari dalam ISD terjadi peningkatan menjadi 21,1ppb. Laporan hasil analisis kualitas jagung dari laboratorium Balitro dan Balitvet Bogor dapat dilihat pada Lampiran 8. Iklim Indonesia dengan suhu dan kelembaban yang relatif tinggi sangat mendukung pembentukan senyawa aflatoksin oleh kapang jenis Aspergillus flavus yang sering mencemari komoditas jagung dan kacang tanah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kondisi terbentuknya aflatoksin adalah pada interval suhu 10oC -40oC dengan RH >80% (Syarief dan Halid, 1994). Menurut Prastowo (1998) aflatoksin hanya ditemukan pada biji jagung di bagian bawah silo baik pada penyimpanan selama empat bulan maupun penyimpanan selama 8 bulan, masing-masing 40,08ppb dan 43,85 ppb jenis untuk aflatoksin B1. Namun jumlah tersebut masih di bawah ambang maksimum yang dipersyaratkan dalam SNI jagung pakan. Sementara itu Badan POM mengatur ambang maksimum aflatoksin B1 pada jagung untuk konsumsi manusia sebesar 20ppb dan total aflatoksin 35ppb (Paramawati 2004). Dengan demikian komoditas jagung ini tidak memenuhi syarat untuk konsumsi manusia. Oleh karena itu disarankan agar ISD lebih sesuai digunakan untuk mengeringkan dan menyimpan komoditas jagung pipilan guna keperluan pakan ternak.