BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengumpulan Data. Data-data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer ini bertujuan untuk membuktikan adanya masalah, data untuk mengukur kinerja saat ini (saat pengamatan ini dilakukan), data biaya kualitas dari perusahaan, data karakteristik kualitas produk yang di dapat dari dokumen standar QC perusahaan, sementara data sekunder seperti data proses produksi, waktu baku operasi, kapasitas produksi, omset perusahaan dan lain-lain yang di dapat dari hasil wawancara atau diskusi dengan supervisor dan manajer yang bersangkutan.
A. Data Primer ♦ Data Rekap hasil produksi dan jumlah cacat dari produk kontainer aki type N-70 yang dihasilkan selama dua bulan, yakni bulan April 2007 dan Mei 2007. ♦ Data-data karakteristik kualitas kunci produk (CTQ) yang di dapat dari hasil wawancara dan diskusi dengan bagian Quality Control di perusahaan.
55
B. Data Sekunder ♦ Data proses pada pembuatan kontainer aki type N-70 berupa peta proses operasi. Hasil pengumpulan data ini akan diperlihatkan langsung pada bagian selanjutnya dari bab ini pada analisa data.
4.2 Analisa Data dan Pembahasan. Untuk memecahkan masalah yang ada pada perusahaan, maka diperlukan pengolahan terhadap data-data yang telah dikumpulkan di atas. Data-data tersebut diolah dengan menggunakan metode Define-Measure-Analize-Improve-Control (DMAIC), yang merupakan inti dari metodologi Six Sigma. Adalpun penjelasan tahap-tahap / fase-fase tersebut adalah sebagai berikut : 4.2.1 Fase Define (Pendefinisian). Fase Define merupakan fase atau tahap pertama dalam model DMAIC dalam peningkatan secara terus menerus menuju Six Sigma. Pada tahap ini penulis mendefinisikan masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan melalui project statement dimana pemilihan produk dan pendefinisian proses yang akan diperbaiki. Pendefinisian dilakukan dengan membuat diagram SIPOC (supplier-input-process-output-customers) dan membuat peta proses operasi yang menggambarkan proses.
56
Langkah-langkah yang terdapat dalam fase Define adalah sebagai berikut : 1. Menentukan atau mendefinisikan tujuan dari proyek Six Sigma. 2. Membuat gambaran secara keseluruhan dari perusahaan baik SIPOC Diagram dan Proses Operation Process Chart.
4.2.1.1 Project Statement Ada beberapa komponen dalam suatu pernyataan proyek yang terdiri dari: 1. Bussines Case (Latar Belakang Umum). Dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat pada saat ini dan untuk dapat bertahan dalam persaingan tersebut, PT. Nipress tbk. ingin agar produk yang dihasilkan adalah produk yang berkualitas dan sesuai dengan keiniginan para konsumen untuk itu PT. Nipress tbk. berusaha untuk menghasilkan produk tanpa defect dan untuk meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan. Tetapi untuk mencapai produk yang berkualitas, saat ini PT. Nipress tbk. masih menghasilkan banyak produk yang cacat. Dari seluruh produk yang diproduksi, penulis mengambil jenis produk kontainer aki type N-70.
2. Problem Statement (Pernyataan Masalah).
57
Karena produksi kontainer aki type N-70 dilaksanakan pada bagian pembuatan, maka Problem Statement yang tepat adalah: Masih tingginya tingkat kecacatan pada produk kontainer aki type N-70 yang dihasilkan pada bagian pembuatan container. 3. Project Scope (Ruang Lingkup Proyek). Ruang Lingkup masalah dibataskan hanya untuk produk kontainer aki type N-70. 4. Goal Statement (Pernyataan Tujuan). Tujuan dari penelitian ini adalah agar aplikasi metode Six Sigma di harapkan dapat meningkatkan kualitas produk dan juga proses dengan cara mengurangi dan meminimalisasi jumlah produk cacat dan dapat meningkatkan kapabilitas proses yang ada. 5. Milestone (Batas Waktu Proyek). Batas waktu proyek ini dilakukan mulai bulan April sampai dengan mei 2007.
58
4.2.1.2 Determine Process Setiap proses pasti memiliki unsur-unsur utama yakni pemasok, input, output, pelanggan dan proses itu sendiri. Dalam metode Six Sigma proses seringkali dapat digambarkan dalam format SIPOC Diagram. Adapun SIPOC Diagram di PT. Nipress tbk. adalah seperti dibawah ini: Supplier
Input
Proses
Output
PT. Dongsun,
timah,
General motor
PT. Nikomas,
separator,
Cahaya perkasa
PT. Spotek.
Bij plastic, H2 So 4
Customer Pengguna Akhir
Proses Produksi kontainer aki
type N-70
Air demin Air zuur,
Diagram 4.2 Diagram SIPOC
Berikut adalah proses dari pembuatan kontainer aki type N-70 : 1. Untuk membentuk panel timah, dibutuhkan timah batangan (Hard Lead 2.3%). Timah batangan ini dilebur dalam tungku pemanas yang kemudian akan diinjeksi menjadi panel-panel timah ( 1 panel timah bisa terbagi menjadi beberapa pelat timah tergantung tipe aki yang akan dibuat).
59
2. Untuk membentuk pasta (yang kemudian digunakan untuk melumuri permukaan panel timah) digunakan batangan Soft Lead. Timah ini dimasukkan ke mesin oxide untuk menghasilkan tepung oxide. Tepung oxide ini kemudian akan diolah untuk membentuk pasta. 3. Setelah tepung oxide terbentuk dari hasil proses no 2 diatas, tepung tersebut dimasukkan ke silo dengan dicampurkan air denim dan air zuur. Proses penggabungan ini memakan waktu 24 jam. Output yang keluar dari proses ini adalah pasta. 4. Kontainer aki terbuat dari bijih plastik Trilene. Sama seperti proses injeksi biasanya, bijih plastik dilebur di tungku pemanas atau dapur mesin injeksi kemudian
diinjeksi
dengan
menggunakan
mesin
injeksi
untuk
menghasilkan cetakan kontainer. Kontainer ini yang akan digunakan sebagai tempat penggabungan pelat-pelat aki. 5. Proses ini adalah pembuatan small part casting. Small part casting ini mencakup terminal, konektor dan busi. Terminal adalah ujung aki (berjumlah 2) yang berfungsi sebagai penghubung antara aki dengan motor atau mobil. Konektor adalah bagian yang akan menghubungkan kumpulan pelat pada tiap partisi dengan partisi lain dengan cara dilas. Pembuatan SPC ini menggunakan bahan baku timah SPC dan dihasilkan dari mesin injeksi. 6. Cover digunakan untuk menutup kontainer. Cover ini di buat melalui mesin injeksi dengan bahan baku berupa bijih plastik poly propylen.
60
Untuk proses ini, SPC yang berupa terminal sebelumnya diletakkan terlebih dahulu di mould (cetakan) setelah itu proses injeksi cover dilakukan. Sehingga keluaran dari proses ini berupa cover yang sudah memiliki ujung terminal. 7. Pada proses ini dilakukan pelumuran pasta pada permukaan panel timah, proses ini dinamakan dengan pasting. 8. Setelah panel timah dilumuri pasta, kemudian panel didiamkan dalam suatu ruangan selama 24 jam. Proses ini dinamakan dengan curing. Hal ini diperlukan agar lumuran pasta benar-benar menempel dipermukaan panel. 9. Proses selanjutnya adalah memberikan tegangan positif atau negatif ke panel-panel timah. Panel-panel timah yang sebelumnya telah didiamkan 24 jam dimasukkan ke dalam bak dengan diberi cairan H2SO4. Proses ini dinamakan formation dan memakan waktu 24 jam. Keluaran dari proses ini adalah panel yang berkutub negatif dan berkutub positif. 10. Setelah dari formation, proses selanjutnya adalah pemanasan. Proses ini dinamakan Heating. 11. Untuk memisahkan panel menjadi pelat dilakukan pemotongan panel. Proses ini manual dengan mesin sebagai alat bantunya. 12. Brashing adalah proses pembersihan ujung pelat timah. Ujung pelat timah ini yang akan mengalirkan energi yang timbul. Ujung pelat timah ini berhubungan dengan terminal pada cover. Sehingga bila ujung pelat ini kotor maka pengaliran energi tidak akan baik.
61
13. Proses selanjutnya adalah Enveloping. Proses ini adalah proses membungkus pelat timah dengan separator. Biasanya pelat yang berkutub positif yang dibungkus dengan separator. Fungsi dari pembungkusan separator ini adalah supaya antara pelat tidak saling menempel ketika aliran energi mulai mengalir. (Karena penyusunan kutub pelat pada aki adalah (-) (+) (-), maka bila tidak ada pembatas pelat tersebut akan menempel dikarenakan kutub tersebut tarik menarik). 14. Pada proses ini, perakitan dilakukan dengan mengikutsertakan kontainer dan cover. Tiap partisi terdapat pelat-pelat timah yang telah disusun kutubnya, dan tiap partisi dihubungkan dengan partisi lain melalui ujung pelat yang dilas dengan timah solder. 15. Setelah itu proses selanjutnya adalah proses pengujian, seperti Short test, Polarity test, weld test, heat test dan Air leak test. 16. Proses terakhir adalah pengepakan ke dalam box.
4.2.1 Fase Measure (Pengukuran). Measure merupakan langkah operasional kedua dalam rangka peningkatan kualitas dalam metode DMAIC. Pada tahap ini dilakukan pengukuran dan mengenali dan menginventarisasi karakteristik kualitas kunci kualitas (CTQ). Tahap pengukuran ini sangat penting peranannya dalam meningkatkan kualitas, karena dapat diketahui keadaan perusahaan dari data yang ada
62
sehingga menjadi patokan atau dasar untuk melakukan analisa dan perbaikan. dalam Six Sigma ada dua basis pengukuran yaitu konsep pengukuran kinerja produk dan konsep pengukuran kinerja proses. Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan pengukuran kinerja proses : 1. Menghitung batas-batas kendali pada proses yang memproduksi produk kontainer aki type N-70 dengan data-data produksi yang telah dikumpulkan pada bulan April sampai dengan Mei 2007. 2. Menghitung Kapabilitas Proses saat ini. Sehingga dapat diketahui apakah saat ini proses sudah cukup capable. Selanjutnya berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan pengukuran kinerja produk : 1. Menghitung DPU (Defect per Unit ), yaitu rata-rata cacat pada setiap unit. 2. Menghitung DPO (Defect per Opportunities), DPMO (Defet per Million Opportunities) dan Level Sigma dari produk yang di ukur. 3. Menghitung COPQ (Cost Of
Poor Quality), yaitu biaya akibat
rendahnya kualitas produk, namun pada penelitian ini peneliti tidak dapat menghitung COPQ dikarenakan terbatasnya data yang didapat dari perusahaan.
63
4.2.1.1 Penentuan Karakteristik Critical to Quality (CTQ). Tujuan menentukan atau menetapkan karakteristik kualitas atau Critical to Quality adalah untuk mengetahuio karakteristik-karajteristik yang mempunyai kemungkinan atau berpotensi menjadi defect atau cacat pada hasil akhir. Jenis-jenis cacat yang ditemukan pada proses produksi kontainer aki type N-70 ada enam, yaitu : Tabel 4.2 Karakteristik Jenis cacat No Jenis Cacat 1 Container yang bolong 2
Adanya gelembung udara
3
Adanya Goresan
4
Pembatas Partisi tidak lurus
5
Warna yang buyar
6
Kotor
Defenisi Operasional Pada sisi samping kontainer aki type N-70 (vamp) dikarenakan terlalu rapat, meyebabkan komponen melengkung atau kendor berlubang Pada bagian sambungan antara outsole kontainer aki type N-70 dengan bagian upper kontainer aki type N-70 akibat proses pemanasan yang kurang dari ketentuan yang ditetapkan. Pada beberapa bagian kontainer aki type N-70 adanya goresan goresan yang terjadi di bagian kontainer aki type N-70 Pada bagian bagian partisi yang terdapat di kontainer terdapat pembatas yang tidak lurus dikarenakan ketika proses injection terjadi error. Berupa kesalahan dalam proses peracikan antara biji plastik dan zat pewarna yang tidak mixing. Pada sisi outsole kontainer aki type N-70 yang diakibatkan penggunaan material yang salah secara berlebih
64
4.2.1.2 Pengukuran Kinerja Proses. 4.2.1.2.1 Perhitungan batas kendali dan peta kendali p untuk cell 1.
p=
1691 ∑ Cacat = = 0.0541 ∑ Pr oduksi 31273
CL = p = 0,0541 UCL = p + 3
0,0541(1 − 0,0541) p (1 − p ) = 0,0541 + 3 ni ni
LCL = p − 3
0,0541(1 − 0,0541) p (1 − p) = 0,0541 − 3 ni ni
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan UCL dan LCL untuk peta kendali p cell 1 Pengamatan
Produksi
ke-
(ni)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Cacat
P
1574
79
0.05019
380
Persentase
UCL
LCL
5.01905972
0.07117
0.0369707
21
0.05526 5.526315789
0.08888
0.0192669
1208
60
0.04967 4.966887417
0.07359
0.0345511
1426
74
0.05189 5.189340813
0.07204
0.0361051
783
50
0.06386 6.385696041
0.07832
0.0298253
1550
81
0.05226 5.225806452
0.07131
0.0368388
465
26
0.05591 5.591397849
0.08554
0.0226084
1232
63
0.05114 5.113636364
0.0734
0.0347422
1329
75
0.05643 5.643340858
0.07268
0.035461
1311
81
0.06178 6.178489703
0.07281
0.0353337
1250
69
0.0552
5.52
0.07326
0.0348819
1019
86
0.0844
8.439646712
0.07533
0.0328177
1500
91
0.06067 6.066666667
0.07159
0.0365539
521
30
0.05758
5.75815739
0.0838
0.0243474
1513
78
0.05155 5.155320555
0.07152
0.0366293
cacat
65
16 17
1426
81
0.0568
5.680224404
0.07204
0.0361051
1446
77
0.05325 5.325034578
0.07191
0.0362298
456
23
0.05044 5.043859649
0.08584
0.0222994
1235
67
0.05425 5.425101215
0.07338
0.0347657
618
34
0.05502 5.501618123
0.08136
0.0267797
1552
66
0.04253
4.25257732
0.07129
0.0368499
713
45
0.06311 6.311360449
0.07948
0.0286629
533
27
0.05066 5.065666041
0.08346
0.024684
1305
57
0.04368 4.367816092
0.07285
0.0352906
1093
59
0.05398 5.397987191
0.07459
0.0335498
667
33
0.04948 4.947526237
0.08034
0.0278013
1490
76
0.05101 5.100671141
0.07165
0.0364952
1055
51
0.04834 4.834123223
0.07496
0.0331835
31 0.04976 4.975922953 1691
0.08125
0.0268895
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
623 31273
Total
P C ha r t o f c a c a t 1
0 .07 0 .06
UC L=0 .05 19 7
Proportion
0 .05 0 .04 0 .03
_ P=0 .02 23 9
0 .02 0 .01
LC L= 0
0 .00 3
6
9
12
15 18 Sa mp le
21
24
27
T e s ts pe r for m e d w ith une qua l s a m ple s iz e s
Diagram 4.3 Peta kendali p pada cell 1
30
66
Dari grafik peta p di atas dapat disimpulkan bahwa data-data tersebut dalam keadaan tidak terkendali. Karena dari ke-29 data tersebut terdapat satu buah data yang berada di luar batas kontrol (out control), yaitu pada data pengamatan ke-12. Data tersebut berada diluar batas kontrol atas atau upper control limit (UCL) yaitu sebesar 0,07 dari batas atas sebesar 0,0541 Pada data batas kontrol bawah atau lower control limit (LCL) diatas, terdapat beberapa yang menghasilkan nilai negative, tetapi berdasarkan ketentuan untuk batas kontrol bawah (LCL) untuk peta kontrol p, baik yang dinyatakan dalam nilai proporsi maupun persentase harus selalu positif, tidak boleh negative (LCL ≥ 0). Apabila ditemukan nilai negative dalam perhitungan LCL, maka ditetapkan sama dengan nol (0); jadi apabila LCL < 0, maka ditetapkan LCL = 0. 4.2.1.2.2 Indeks Kapabilitas Proses.
Langkah selanjutnya adalah menghitung kapabilitas proses (Cp). Perhitungan kapabilitas proses ini berguna untuk melihat berapa kemampuan proses dalam menghasilkan defect atau produk cacat. Dari perhitungan sebelumnya sudah didapat p = 0,0541, maka : Cp = 1 - p = 1 – 0.0541
67
= 0,9469 atau 94,69 % Dari perhitungan didapatkan Cp sebesar 0,9469 atau 94,69 %, ini berarti kemampuan proses dalam menghasilkan defect atau produk cacat sebesar 5,41 %. Keadaan ini sudah cukup baik, tetapi dengan tingkat kapabilitas ini proses masih belum dapat untuk menghasilkan kualitas produk yang bebas cacat atau zero defect, karena masih ada 5,41 % dari produk yang mengalami kegagalan dalam proses dan setidaknya perusahaan ingin mencapai target sampai dengan 1 % dalam menghasilkan produk cacat. 4.2.1.3 Pengukuran Kinerja Produk. 4.2.2.3.1Perhitungan DPMO (Defect Per Million Opportunities).
DPMO merupakan suatu perhitungan yang digunakan untuk meluhat berapa banyak defect atau produk cacat yang dihasilkan dalam satu juta kemungkinan. Adapun langkah-langkah untuk menghitung DPMO adalah sebagai berikut : ♦ Unit (U). Merupakan jumlah kontainer aki type N-70 yang diproduksi pada cell 1 selama bulan April sampai dengan Mei 2007, yaitu sebanyak 31273 buah. ♦ Opportunities (OP).
68
Merupakan
karakteristik
kualitas
yang
berpotensi
untuk
menurunkan kualitas karena terdapat cacat pada produk kontainer aki type N-70, atau disebut CTQ (Critical to Quality). Dalam penelitian ini CTQ berjumlah 6 karakteristik. ♦ Defect (D). Merupakan cacat yang timbul pada produk kontainer aki type N70 berdasarkan CTQ selama bulan April sampai dengan Mei 2007. Jumlah kontainer aki type N-70 yang cacat sebesar 1691 buah. ♦ Defect per Unit (DPU).
DPU =
D 1691 = = 0,0541 U 31273
♦ Total Opportunities (TOP).
TOP = U * OP = 31273 * 6 = 187638 ♦ Defect per Opportunities (DPO).
DOP =
D 1691 = = 0 ,009012 TOP 187638
♦ Defect per Million Opportunities (DPMO). DPMO = DPO * 1000000 DPMO = 0,009012 * 1000000 = 9012 ♦ Level Sigma. Dari tabel konversi Six Sigma yang tercantum dalam lampiran, nolai DPMO sebesar 9012 berada antara 8800 DPMO (3,875σ)
69
dan 12200 DPMO (3,75σ). Maka dengan menggunakan interpolasi didapatkan nilai level sigma sebagai berikut : x − 3,75 9012 − 12200 = 8800 − 9012 3,875 − x − 12353 ,5 + 3188 x = − 212 x + 795 3400 x = 13148 ,5 x = 3,86 Dari hasil perhitungan konversi diatas dengan nilai DPMO sebesar 9012 maka nilai sigma berada pada level 3,86σ. Apabila dilihat dari pencapaian level sigma tersebut, maka dapat di katakan bahwa tingkat pencapaian kualitas produk kontainer aki type N-70 sudah “cukup baik”. Tetapi untuk perusahaan yang lebih kompetitif dan untuk menjadikan produk tersebut lebih berkualitas maka angka level diatas masih harus ditingkatkan hingga mendekati level kesempurnaan 6σ. 4.2.2 Fase Analyze (Analisa).
Fase analyze merupakan fase / tahap ketiga dari metode DMAIC. Langkahlangkah yang dilakukan pada tahap ini adalah : 1. Menentukan faktor-faktor apa saja yang manjadi penyebab variasi pada proses pembuatan kontainer aki type N-70 pada bulan April sampai dengan Mei 2007, dan menentukan mana yang menjadi prioritas utama yang harus segera ditanggulangi.
70
2. Menganalisa apa saja yang menjadi penyebab terjadinya cacat tersebut ditinjau dari segi man, machine, enviroment, methode dan material dengan menggunakan diagram sebab akibat (fishbone). 4.2.2.1 Penentuan Jenis Cacat yang Dominan.
Untuk menentukan jenis caca yang dominan dalam proses pembuatan kontainer aki type N-70 dilakukan dengan menggunakan diagram pareto. Hal pertama yang harus dilakukan untuk membuat diagram pareto adalah dengan membuat data rekapitulasi dari cacat dan juga jumlah frekuensi dari cacat tersebut. Berikut ini adalah rekapitulasi data cacat tersebut : Tabel 4.4 Data Rekapitulasi Jumlah Cacat No
Jenis cacat
Jumlah Cacat
F
Fk
1
Container yang bolong Adanya gelembung udara Adanya Goresan Pembatas Partisi tidak lurus Warna yang buyar Kotor
276
38.53211
38.53211
268
30.73394
69.26606
304
11.00917
80.27523
248
8.256881
88.53211
314
5.963303
94.49541
281
5.504587
100
Total
1691
2 3 4 5 6
71
4.2.2.2 Analisa Sebab Akibat Menggunakan Diagram Fishbone. Diagram fishbone dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa untuk mengidentifikasikan sebab akibat terjadinya variasi dalam proses. Pembuatan diagram fishbone ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya jenis cacat jahitan yang rusak / salah, pengeleman yang rusak dan kotor. Karena ketiga jenis cacat ini perlu penanganan terlebih dahulu.
Pembuatan fishbone untuk cacat container yang rusak / salah.
Gambar 4.5 fishbone untuk cacat container yang rusak / salah
72
Analisa fishbone untuk container yang rusak / salah. •
Faktor Manusia. Dari segi manusia atau human factor, operator kurang teliti dalam melakukan pekerjaannya, hal ini dikarenakan operator melakukan pekerjaannya dengan posisi berdiri sehingga pekerja cepat mengalami kelelahan yang mengakibatkan kurangnya konsentrasi dalam bekerja.
•
Faktor Material. Dalam pembuatan sebuah produk, faktor material sangat berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan. Cacat pada material ini terjadi karena pada saat penyimpanan, material tersebut tidak diletakan dengan baik sehingga ketika akan dilakukan proses sewing material tersebut banyak yang tidak sesuai dengan standar.
•
Faktor Mesin. Faktor mesin disini terjadi karena penyetingan mesin yang salah sehingga produk yang dihasilka menjadi tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
73
Dari ketiga faktor penyebab diatas, berikut pie chart yang menunjukkan faktor yang paling dominan penyebab cacat cacat jahitan yang rusak / salah yang didapat dari hasil responden di lingkungan pabrik : Pie Chart untuk Container yang bolong
20% Manusia 51% 29%
Mesin Material Bahan
Diagram 4.6 Pie Chart untuk Cacat kontainer yang Salah / Rusak
74
Pembuatan fishbone untuk cacat karena adanya gelembung udara.
Gambar 4.7 fishbone untuk cacat karena adanya gelembung udara
Analisa fishbone untuk cacat karena adanya gelembung udara.. •
Faktor Manusia. Dari segi manusia, cacat yang terjadi pada proses ini disebabkan oleh kekurang hati-hatian operator dalam memberikan takaran dalam proses injection untuk mengepress kontainer aki type N70 pada saat melakukan pengepressan. Hal ini disebabkan waktu kerja operator yang mengakibatkan kelelahan pada operator.
75
•
Faktor Material. Dari segi meterial, kesalahan pengeleman disebabkan karena komposisi bahan yang digunakan untuk melakukan pengeleman tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga mengakibatkan lem yang digunakan menjadi kurang lengket.
•
Faktor Mesin. Faktor mesin disini terjadi karena penyesingan mesin yang salah sehingga produk yang dihasilka menjadi tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Dari ketiga faktor penyebab diatas, berikut pie chart yang menunjukkan faktor yang paling dominan penyebab cacat cacat pengeleman yang rusak yang didapat dari hasil responden di lingkungan pabrik : Pie Chart untuk Cacat karena adanya gelembung udara
16% 44%
Manusia Mesin
40%
Material Bahan
Diagram 4.8 Pie Chart untuk Cacat Pengeleman yang Rusak
76
Pembuatan fishbone untuk cacat kotor.
Gambar 4.9 fishbone untuk cacat kotor Analisa fishbone untuk cacat kotor. •
Faktor Manusia. Dari segi manusia, cacat yang terjadi pada proses ini disebabkan oleh kekurang hati-hatian operator dalam melakukan pengeleman
•
Faktor Material. Dari segi material kesalahan terjadi dikarenakan material yang salah dan juga material yang kurang memenuhi syarat sehingga berdampak pada penampilan produk yang kotor.
77
Dari kedua faktor penyebab diatas, berikut pie chart yang menunjukkan faktor yang paling dominan penyebab cacat kotor yang didapat dari hasil responden di lingkungan pabrik : Pie Chart untuk Cacat Kotor
38%
Manusia 62%
Material Bahan
Diagram 4.10 Pie Chart untuk Cacat Kotor
78
4.2.3 Fase Improve (Perbaikan).
Fase improve merupakan fase keempat dalam metode DMAIC. Pada fase ini seluruh usaha-usaha perbaikan diterapkan ke dalam proses, oleh karena itu untuk mencapai peningkatan hasil-hasil maka solusi-solusi potensial yang telah di hasilkan harus di terapkan secara tepat dan tindakan pencegahan harus di rencanakan dengan baik. Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah : ♦ Melakukan perhitungan Risk Priority Number (RPN) yang merupakan perkalian dari Tingkat Keparahan atau Severity Rate (S), Tingkat Kejadian atau Occurrence Rate (O) serta Kemampuan Deteksi atau Detectability (D) dengan memberikan nilai secara subjektif antara 1-10. ♦ Membuat Usulan Perbaikan Untuk Mengurangi Cacat dalam Proses. 4.2.3.1 Pembuatan FMEA untuk Jenis-jenis Cacat.
Berikut ini adalah FMEA untuk jenis cacat container yang rusak / salah, pengeleman yang rusak dan kotor.
79
Jenis Cacat container yang Rusak / Bolong
Tabel 4.5 FMEA Untuk Jenis Cacat container yang Rusak / Bolong
Modus kegagalan Potensial
Nilai Efek Potensial
RPN
Modus Kegagalan O
Operator kurang
Proses injection tidak
konsentrasi
rata/ tidak mengikuti
5
S
3
Sebab Potensial Modus Kegagalan
Pengendalian
D
3
45
pola
Kurangnya
Meningkatkan
pengawasan
pengawasan
Sistem kerja yang
melakukan rotasi
monoton
pekerjaan Membuat standar
Material yang
Bahan terlalu
buruk
tipis/tebal
Kurang telitinya 4
3
3
36
pihak QC dalam melakukan inspeksi
inspeksi dan menempatkan pegawai yang bertanggung jawab tinggi
Mesin Injection
Partikel container
yang kurang
tidak rapat atau
maintenance
mudah berubah
Kesalahan dalam melakukan mixing material
Pola mixing yang salah
7
3
5
2
6
3
210
18
Suhu Mesin Injection yang blom Stabil.
Meningkatkan tingkat pengawasan
Pemeriksaan mixing
Pemeriksaan
tidak dilakukan tiap
dilakukan tiap
hari
hari
Berdasarkan tabel FMEA untuk cacat container yang salah / rusak diatas, dapat kita lihat bahwa angka RPN terbesar adalah 210, angka ini terdapat pada mesin injection yang kurang maintenance. Dan angka RPN terendah terdapat pada kesalahan dalam melakukan mixing material adalah 18.
80
Usulan perbaikan untuk jenis cacat jahitan yang rusak / salah adalah dengan melakukan perbaikan dengan cara meningkatkan keterampilan dan ketelitian operator, hal ini dapat dikakukan dengan cara memberikan pelatiha kembali / training kepada operator setiap bulannya. Sehingga kesalahan yang dilakukan operator dapat diminimalisasikan. Jenis Cacat Gelembung udara
Tabel 4.6 FMEA Untuk Jenis Cacat Gelembung udara Modus kegagalan Potensial
Efek Potensial
Nilai
RPN
Modus Kegagalan O
S
Sebab Potensial Modus Kegagalan
Pengendalian
D Lakukan Kesalahan setting
Pemanasan yang
Adannya udara yang
kurang
mengakibat proses
4
2
3
24
penyetingan tiah
waktu dan kurangnya
hari membuat
pengecekan
standar waktu
tidak sempurna
pemanasan yang tepat
Operator kurang
Proses premirisasi
teliti
tidak merata
Komposisi bahan
Pori-pori kulit
perekat yang
kontainer aki type N-
kurang
70 tidak merekat
Bahan material atau biji plastik dibawah standar
Outsole dan upper tidak merekat
Kurang pengawasan 8
5
6
240
Sistem kerja yang monoton
Meningkatkan tingkat ketelitian, adakan rotasi pekerjaan Membuat
4
3
3
36
Tidak ada standar komposisi alat ukur
spesifikasi komposisi yang tepat
Tidak melalui tahap 5
3
4
60
pengujian terlebih dahulu
Melakukan tes pengujian
81
Berdasarkan tabel FMEA untuk cacat karena adanya gelembung udara diatas, dapat kita lihat bahwa angka RPN terbesar adalah 240, angka ini terdapat pada operator kurang teliti. Dan angka RPN terendah terdapat pada pemanasan yang kuran sebesar 24. Usulan perbaikan untuk jenis cacat karena adanya gelembung udara adalah dengan melakukan pengawasan dalam melakukan penakaran pada saat akan menggunakan injection. Sehingga komposisi material yang digunakan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Jenis Cacat Kotor
Tabel 4.7 FMEA Untuk Jenis Cacat Kotor Modus kegagalan Potensial
Indikasi dari debu atau serpihan kotoran
Nilai
Efek Potensial
RPN
Modus Kegagalan O
S
dilakukan, terjadi
Modus Kegagalan
Kurang pengawasan 4
2
Pengendalian
D
ketika Proses mixing atau injection
Sebab Potensial
3
24
dan operator yang terlatih
error
Meningkatkan tingkat ketelitian Membuat
Material mixing
Proses filterisasi yang
yang sudah kotor
kurang sempurna
7
4
6
168
Tidak ada standar
spesifikasi
komposisi alat ukur
komposisi yang tepat
Kurangnya Operator kurang disiplin
Kurangnya kepedulian kebersihan
pengawasan 4
3
3
36
Sistem kerja yang monoton dan mengejar target
Meningkatkan pengawasan Dilakukan rotasi pekerjaan
82
Berdasarkan tabel FMEA untuk cacat kotor diatas, dapat kita lihat bahwa angka RPN terbesar adalah 168, angka ini terdapat pada pemakaian bahan pelekat secara berlebihan. Dan angka RPN terendah terdapat pada penggunaan hol melt spray sebesar 24. Usulan perbaikan untuk jenis cacat kotor adalah dengan melakukan pengawasan terhadap operator pada saat melakukan pengeleman, apakah sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan tau belum. 4.2.3.2 Analisa Usulan Perbaikan untuk Mengurangi Cacat.
Agar lebih maksimal dalam pengurangan jumlah cacat pada produk hingga ke taraf zero defect, secara kontinu dapat dilakukan beberapa usulan sebagai berikut : Faktor Manusia :
1. Melakukan pengarahan kepada operator katika akan melakukan pekerjaannya. 2. Melakukan
pengawasan
kapda
operator
selama
proses
berlangsung. 3. Teknikal harus selalu siap melakukan perbaikan kecil apabila dibutuhkan olrh operator. 4. Tiap bagian harus memiliki SOP agar produksi dapat berjalan sesuai standar yang yelah ditetapkan. 5. Memberikan pelathan kepada para operator bagian produksi, agar dapat menghasilkantenaga kerja yang terampil.
83
Faktor Mesin.
1. Maintenance harus dilakukan sebulan sekali. 2. Semua mesin yang digunakan harus diseting sesuai denganstandar yang telah ditentukan dalam pembuatan produk. 3. Segera mengganti mesin yang tusak bila terjadi kerusakan dan segera melakyukan perbaikan pada mesin tersebut. 4. membuat laporan tentang kondisi mesin-mesin yang ada, baik yang sedang digunakan maupun yang sedang diperbaiki. Faktor Material.
1. Untuk bahan baku kulit harus diletakan pada tempat yang baik, karena bila tidak akan terjadi penurunan kualitas pada bahan baku kulit yang akan digunakan. 2. Melakukan pengukuran terhadap kulit yang akan digunakan sesuai dengan pola dan ukuran yang telah ditentukan. 4.2.4 Fase Control (Kontrol).
Fase Control ini merupakan fase terakhir dalam pemecahan masalah menggunakan metodologi Six Sigma. Dalam fase ini seluruh usaha-usaha peningkatan yang ada di kendalikan (simulasi) atau dicapai secara teknis dan seluruh usaha tersebut kemudian didokumentasikan dan disebarluaskan atau disosialisasikan ke segenap karyawan perusahaan. Pada fase ini haris dilakukan langkah-langkah perbaikan secara terus menerus, oleh karena itu babarapa hal perlu dilakukan pada fase ini seperti
84
mendokumentasikan semua usaha-usaha dalam melakukan perbaikan, pelaksanaan produksi harus sesuai dengan SOP dan pelaksanaan maitenance yang berkelanjutan. 4.2.4.1 Simulasi Peningkatan Secara Teknis.
Setelah semua usulan-usulan tersebut dilaksanakan maka akan terlihat hasil yang akan dicapai pada penerapan Six Sigma ini. Hasil tersebut dapat terlihal dari menigkatnya nilai DPMO dan Level Sigma apabila disimulasikan secara teknis dari 10 % reduksi cacat sampai dengan 90 % reduksi cacat untuk tiap kategori CTQ, yang mana hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.8 Tabel Simulasi Peningkatan No 1 2 3 4 5 6
Jenis cacat Container yang bolong Adanya gelembung udara Adanya Goresan Pembatas Partisi tidak lurus Warna yang buyar Kotor Total DPMO LEVEL SIGMA
Jumlah Cacat 276 268 304 248 314 281 1691 9012 3.86
10% 248.4 241.2 273.6 223.2 282.6 252.9 1521.9 8110 3.9
20% 220.8 214.4 243.2 198.4 251.2 224.8 1352.8 7209 3,94
30% 193.2 187.6 212.8 173.6 219.8 196.7 1183.7 6308 3.99
40% 165.6 160.8 182.4 148.8 188.4 168.6 1014.6 5407 4.1
50% 138 134 152 124 157 140.5 845.5 4506 4.12
60% 110.4 107.2 121.6 99.2 125.6 112.4 676.4 3604 4.2
70% 82.8 80.4 91.2 74.4 94.2 84.3 507.3 2703 4.28
80% 55.2 53.6 60.8 49.6 62.8 56.2 338.2 1802 4.4
90% 27.6 26.8 30.4 24.8 31.4 28.1 169.1 901 4.625