5. 5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan
adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model Ekonomi Keseimbangan Umum/Computable General Equilibrium (CGE) dari INDOWISATA yang berinduk pada INDOMINI sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pertumbuhan kepariwisataan dimaksud adalah peningkatan pengeluaran wisatawan baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara, investasi di bidang kepariwisataan serta pengeluaran pemerintah untuk promosi pariwisata. Pengeluaran ini merupakan bagian dari permintaan akhir. Penelitian ini menerapkan dua skenario utama dari sejumlah kebijakan yang sedang diupayakan pemerintah untuk bisa diimplementasikan. Skenario pertama dimodelkan dengan menurunkan tarif bea masuk hingga 0 persen pada semua komoditas impor kecuali padi dan gula yang masuk dalam kategori Sensitive List (SL) dan High Sensitive List (HSL). Kebijakan tersebut dilakukan akibat adanya kesepakatan pemerintah Indonesia untuk menerapkan pengurangan tarif impor secara bersama-sama dengan negara-negara mitra dagang, baik sebagai anggota AFTA, ACFTA, APEC maupun WTO. Skenario tersebut mengasumsikan bahwa pemerintah akan mengurangi tarif impor tetapi tidak pada ekspor, karena adanya ketergantungan pada pendapatan dari sektor eksternal dan agar semua jenis perpajakan dalam perekonomian domestik tetap terjaga. Pada skenario kedua diasumsikan terjadi pertumbuhan permintaan dari kegiatan kepariwisataan di Indonesia sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Pengeluaran yang dilakukan oleh wisatawan dari kegiatannya di Indonesia diperkirakan sekitar 15 persen per tahun seperti yang terlihat pada Tabel 16. Namun, dalam menghadapi berbagai krisis global dan pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia serta peningkatan harga komoditas dunia, perkiraan ini mungkin terlalu optimis. Disamping itu, kondisi keamanan dalam negeri yang masih sering terjadi gangguan dan teror juga dapat memengaruhi kunjungan wisatawan ke
80
Indonesia. Oleh karena itu, peningkatan permintaan oleh wisatawan sebesar 10 persen mungkin lebih masuk akal untuk disimulasikan. Tabel 16
Pertumbuhan permintaan pariwisata, 2006-2009 2006 2007 2008 2009 Uraian
Rata-rata
(persen)
Pariwisata Wisatawan Nusantara Wisatawan Mancanegara Investasi Pariwisata Promosi Pariwisata
12,59
18,35
33,03
1,12
16,27
17,78 -4,79 22,86 6,56
12,30 25,51 26,28 12,11
22,61 59,78 28,11 37,91
8,88 -26,42 18,81 11,22
15,39 13,52 24,02 16,95
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b (diolah).
Kedua skenario utama tersebut kemudian digabungkan dengan dua simulasi kebijakan makroekonomi lainnya. Pertama, diasumsikan bahwa pemerintah lebih pro-bisnis serta agar terjadi keseimbangan secara eksternal. Skenario ini dilakukan melalui penghapusan tarif impor seperti pada skenario pertama yang digabungkan dengan melakukan penghapusan distorsi pada pasar domestik yang digambarkan dengan menurunkan pajak tidak langsung sebesar 10 persen pada komoditas domestik (lihat Sugiyarto et al., 2003 dan Pendit, 2006). Namun dalam konteks tersebut, pemerintah akan terbebani karena masih adanya ketergantungan pada pendapatan dari tarif impor dan pajak tak langsung. Pendapatan dari tarif impor dan pajak tak langsung masing-masing menyumbang sekitar 2,67 persen dan 7,82 persen dari total penerimaan pajak dalam APBN 2010 sebagaimana terlihat pada Tabel 17. Akan tetapi dengan melihat perkembangan hubungan internasional yang semakin maju kearah liberal dan global mengharuskan pemerintah untuk menurunkan tarif impor dan pajak tak langsung lainnya dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas domestik di pasar dunia. Konsekuensinya penerimaan pajak tidak langsung akan menjadi turun. Tabel 17
Total penerimaan Pajak, Bea Masuk dan Pajak Tak Langsung dalam APBN Indonesia, 2005-2010 APBN (triliun rupiah) Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Penerimaan Perpajakan 347,03 409,20 490,99 658,70 725,84 729,17 Bea Masuk 14,92 12,14 16,70 22,76 19,16 19,50 Share (%) 4,30 2,97 3,40 3,46 2,64 2,67 Pajak Tak Langsung 33,26 37,77 44,68 51,25 49,49 57,03 Share (%) 9,58 9,23 9,10 7,78 6,82 7,82
Sumber : Kementerian Keuangan RI, 2010 (diolah).
81
Simulasi kedua dari kebijakan makroekonomi lainnya adalah dengan mengasumsikan terjadinya peningkatan efisiensi produksi. Hal ini disimulasikan melalui peningkatan efisiensi produksi sebesar 5 persen pada sektor-sektor yang mempunyai kaitan sangat erat dengan pariwisata. Kondisi tersebut dimaksudkan untuk memberikan beberapa kebijakan alternatif lainnya selain pengurangan pajak, karena pajak masih merupakan sumber penerimaan utama pemerintah. Disamping itu, efisiensi produksi juga sangat dianjurkan dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas domestik terhadap masuknya komoditaskomoditas impor. Berdasarkan skenario tersebut diperoleh dugaan mengenai dampak yang terjadi pada peubah-peubah ekonomi makro seperti PDB, ketenagakerjaan, inflasi, kinerja eksternal, konsumsi rumah tangga dan konsumsi wisatawan. Disamping itu, disajikan juga dampak yang terjadi pada output dari beberapa industri yang menerima dampak cukup besar. Hasil dari simulasi tersebut dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 4 hingga Lampiran 7. Nilai-nilai hasil simulasi tersebut merupakan perubahan persentase dari data benchmark/baseline (data dasar). Data benchmark tersebut mengacu pada nilai-nilai keseimbangan dari peubah sebelum dilakukan simulasi. Dalam kebanyakan kasus, nilai positif mencerminkan peningkatan dan nilai negatif menunjukkan penurunan. Namun perubahan persentase dalam neraca perdagangan harus ditafsirkan secara hati-hati karena nilainya dapat beralih dari negatif ke positif padahal belum tentu menjadi defisit atau surplus. 5.2
Dampak Liberalisasi Perdagangan Liberalisasi perdagangan disimulasikan dengan menurunkan tarif impor
hingga 0 persen pada seluruh komoditas impor kecuali padi dan gula. Dampak yang terjadi akibat liberalisasi tersebut akan menurunkan harga pada komoditas impor di pasar domestik. Disamping itu, kebijakan tersebut juga akan mengurangi pendapatan pemerintah yang berasal dari pajak. Perekonomian domestik yang kondisinya sebagai price taker akan berakibat pada meningkatnya permintaan produk-produk impor sehingga ketersediaan produk-produk tersebut dalam perekonomian domestik mengalami peningkatan. Di sisi lain, permintaan barang
82
produksi dalam negeri di pasar domestik menjadi berkurang karena harganya menjadi relatif lebih mahal. Kondisi ini akan mendorong produsen domestik untuk menurunkan volume produksinya akibat adanya penurunan permintaan domestik baik untuk input antara maupun permintaan akhir. Meskipun harga dari beberapa komoditas tersebut menurun di pasar internasional namun peningkatan permintaan ekspor yang terjadi tidak cukup signifikan. Perubahan harga tersebut akan mempunyai dampak yang lebih kuat pada peningkatan permintaan terhadap produk impor dibandingkan peningkatan permintaan ekspor sehingga kondisi tersebut mengakibatkan neraca perdagangan menjadi semakin tertekan. Hal ini berdampak pada penurunan PDB yang diiringi dengan menurunnya jumlah tenaga kerja, baik untuk sektor formal (pekerja dibayar) maupun informal/pekerja keluarga (tidak dibayar). Lampiran 4 berisi ringkasan dari dampak terjadinya penghapusan tarif impor terhadap peubah-peubah utama yang terkait. Dampak tersebut diukur dengan perubahan persentase dari data benchmark. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa penghapusan bea masuk akan meningkatkan volume impor dan perdagangan luar negeri, sehingga meningkatkan ketersediaan produk dalam perekonomian domestik. Namun PDB (produk domestik bruto) mengalami penurunan sebesar 0,061 persen yang diikuti oleh penurunan penggunaan tenaga kerja seperti terlihat pada Tabel 18. Tabel 18
Dampak penghapusan tarif impor seluruh komoditas kecuali padi dan gula Dampak dari penghapusan tarif impor (persen) Uraian A. Indikator Makroekonomi 1. PDB (riil) -0,0610 2. Tenaga Kerja a. Tenaga Kerja Dibayar -0,0742 b. Tenaga Kerja tidak Dibayar -0,1894 3. Indeks Harga Konsumen -0,0049 B. Perdagangan Luar Negeri 1. Ekspor Barang Riil 0,2270 2. Impor Riil 0,4572 3. Neraca Perdagangan -0,0012 C. Distribusi dan Kesejahteraan 1. Total Penyerapan Domestik 1,0213 2. Konsumsi Riil RT Biasa 0,1067
83
PDB yang menurun tersebut disebabkan oleh penurunan output pada sebagian besar industri domestik. Industri yang mengalami penurunan paling besar adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan yang menurun hingga 1,63 persen dan sektor Sayur-sayuran dan Buah-buahan turun sebesar 0,80 persen sebagaimana terlihat pada Tabel 19. Kedua sektor yang mengalami penurunan tersebut diduga karena kalah bersaing dalam harga dari komoditas impor. Seperti diketahui bahwa permintaan kacang kedelai untuk konsumsi domestik yang cukup tinggi tersebut sebagian besar dipenuhi dari luar negeri. Sedangkan industri yang outputnya meningkat paling tinggi adalah sektor Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun yang meningkat sebesar 0,58 persen dan sektor Angkutan Air sebesar 0,28 persen. Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun mencakup Industri Alat Ukur, Fotografi, Optik dan Jam; Industri Barang-barang Perhiasan; Industri Alat-alat Musik; Industri Alat-alat Olahraga; serta Barang-barang Industri Lainnya. Keadaan ini diduga karena sektor tersebut mempunyai kandungan bahan baku impor yang cukup tinggi. Tabel 19 Dampak liberalisasi perdagangan terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya Sektor Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Angkutan Air Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya Angkutan Udara Jasa Lainnya
Dampak meningkat (persen)
Sektor
Dampak menurun (persen)
0,5798
Tanaman Kacang-kacangan
-1,6293
0,2812
Sayur-sayuran dan Buah-buahan
-0,7975
0,2075
Tanaman Umbi-umbian
-0,3787
0,1384
Jagung Industri Barang-barang dari Mineral bukan Logam
-0,2889
0,0966
-0,2864
Penurunan output beberapa industri berdampak pada turunnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Penggunaan pekerja informal/keluarga (tidak dibayar) mengalami penurunan yang cukup tajam hingga mencapai 0,19 persen sedangkan pekerja formal (pekerja dibayar) turun sebesar 0,07 persen. Efek samping lainnya dari kebijakan tersebut adalah memburuknya neraca perdagangan yang mengalami penurunan hingga 0,001 persen dimana impor meningkat lebih besar (0,46 persen) dari pada ekspor (0,23 persen). Dampak positif dari penghapusan tarif impor tersebut sebagian besar dinikmati oleh konsumen. Kesejahteraan konsumen mengalami peningkatan
84
sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan ketersediaan produk dalam perekonomian domestik sebesar 1,02 persen dan peningkatan konsumsi riil rumah tangga biasa sebesar 0,11 persen. Wisatawan yang mengunjungi Indonesia baik domestik maupun asing juga kelihatan lebih sejahtera karena mereka dapat mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan tingkat benchmark belanja mereka. Prosedur pemodelan mengasumsikan bahwa tidak ada perubahan dalam pendapatan total (sama dengan total pengeluaran) dari wisatawan. Peningkatan konsumsi oleh wisatawan mungkin lebih tinggi karena harga yang lebih rendah sehingga dapat mendorong mereka untuk mengkonsumsi lebih banyak. Kondisi ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak lagi wisatawan yang berkunjung ke Indonesia (lihat Sugiyarto et.al., 2003). Selain itu, berbagai tinjauan studi lain seperti Yoeti (2008) dan Tantowi (2009), mengemukakan bahwa harga merupakan salah satu faktor yang penting bagi wisatawan ketika mereka memilih tujuan liburan. 5.3
Dampak Peningkatan Permintaan Pariwisata Permintaan pariwisata seperti telah disebutkan sebelumnya, meliputi
pengeluaran wisatawan, investasi di bidang kepariwisataan dan pengeluaran pemerintah terkait pariwisata yang merupakan bagian dari permintaan akhir. Peningkatan permintaan pariwisata tersebut turut berperan dalam memengaruhi perkembangan sektor-sektor ekonomi sebagaimana yang terdapat pada tabel I-O. Sektor-sektor yang mempunyai kaitan erat dengan industri pariwisata dicerminkan berdasarkan Indeks Daya Penyebaran (IDP) dan Indeks Derajat Kepekaan (IDK) seperti yang terlihat pada Tabel 20. Sektor yang mempunyai derajat kepekaan tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai keterkaitan ke depan (forward linkage) atau daya dorong yang cukup kuat terhadap industri pariwisata dibandingkan dengan sektor lainnya, sedangkan sektor yang mempunyai daya penyebaran tinggi berarti sektor tersebut mempunyai ketergantungan yang cukup besar terhadap industri pariwisata dibandingkan dengan sektor lainnya. Industri pariwisata yang meliputi sektor Hotel, Restoran dan Obyek-obyek Wisata mempunyai daya penyebaran tertinggi terhadap industri pariwisata itu
85
sendiri dengan nilai 0,397 yang berarti bahwa kenaikan satu unit output sektor pariwisata akan membutuhkan output industri pariwisata sebagai input sebesar 0,397 unit. Sektor yang mempunyai derajat kepekaan tertinggi (backward linkage) terhadap industri pariwisata adalah Tanaman Bahan Makanan Lainnya dengan nilai 0,543 yang berarti bahwa kenaikan satu unit output sektor pariwisata akan membutuhkan output sektor Tanaman Bahan Makanan Lainnya sebesar 0,543 unit. Tabel 20
Indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks derajat kepekaan (IDK) dengan aktivitas pariwisata, 2008 Sektor IDK Sektor IDP
Tanaman Bahan Makanan Lainnya Industri Pengolahan dan Pengawetan Makanan Pariwisata Industri Makanan Lainnya
0,5431
Pariwisata
0,3975
0,4756
Angkutan Air
0,1116
0,3975 0,3817
0,0518 0,0372
Hasil Tanaman Serat
0,3527
Industri Minuman Penambangan Batubara dan Bijih Logam Tanaman Kacang-kacangan
0,2204
Bangunan Perdagangan Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik Pemerintahan Umum dan Pertahanan
0,2194
Lembaga Keuangan
0,0132
0,2029
0,0112
Industri Tepung, Segala Jenis
0,1781
Jasa Sosial Kemasyarakatan Industri Alat Pengangkutan dan Perbaikannya
Industri Mesin, Alat-alat dan Perlengkapan Listrik
0,1646
Jasa Lainnya
0,0102
0,0242 0,0182
0,0105
Dampak peningkatan permintaan pariwisata terhadap sektor ekonomi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 21. Permintaan dari kegiatan pariwisata di Indonesia disimulasikan meningkat sebesar 10 persen. Peningkatan permintaan tersebut akan membuat produksi bertambah sehingga output beberapa industri rata-rata mengalami peningkatan. Peningkatan output tertinggi terjadi pada sektor Hotel hingga mencapai 4,6 persen dan diikuti oleh sektor Angkutan Udara sebesar 2,9 persen. Hal ini karena kedua sektor tersebut mempunyai kaitan yang sangat erat dengan kegiatan pariwisata. Namun masih ada juga sektor yang justru mengalami penurunan outputnya seperti sektor Industri Logam Dasar Bukan Besi yang menurun hingga 0,02 persen. Sektor yang mengalami peningkatan terendah dari outputnya adalah Industri Minyak dan Lemak (0,004 persen). Peningkatan permintaan pariwisata sebesar 10 persen tersebut juga akan berpengaruh pada perkembangan sejumlah peubah makroekonomi. Tabel 22
86
berisi ringkasan hasil simulasi peningkatan pengeluaran wisatawan. Peningkatan tersebut terutama diakibatkan oleh meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, sedangkan hasil lengkapnya terdapat pada Lampiran 5. Skenario ini akan membuat produksi bertambah sehingga PDB meningkat sebesar 0,15 persen dari peningkatan konsumsi wisatawan nusantara dan 0,09 persen dari meningkatnya belanja wisatawan mancanegara. Jumlah tenaga kerja juga mengalami peningkatan yang masing-masing sebesar 0,30 persen untuk tenaga kerja formal (dibayar) dan 0,24 persen untuk pekerja keluarga (tidak dibayar) sebagai dampak dari peningkatan belanja wisatawan nusantara. Sementara itu, kenaikan 10 persen pada belanja wisatawan mancanegara juga berakibat pada peningkatan jumlah tenaga kerja yang masing-masing sebesar 0,17 persen untuk pekerja formal dan 0,14 persen untuk pekerja keluarga. Namun, pada saat yang sama terjadi tekanan pada harga domestik dimana indeks harga konsumen mengalami peningkatan sebesar 0,002 persen akibat kenaikan wisatawan nusantara dan 0,001 persen akibat kenaikan wisatawan mancanegara. Tabel 21 Dampak peningkatan permintaan pariwisata terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi dan terendah Sektor Hotel Angkutan Udara Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun
Dampak tertinggi (persen) 4,608268 2,875436 1,622131
Jasa Penunjang Angkutan
1,614748
Angkutan Kereta Api
1,401848
Sektor Industri Logam Dasar Bukan Besi Industri Minyak dan Lemak Penambangan Batubara dan Bijih Logam Penambangan Minyak, Gas dan Panas Bumi Kelapa Sawit
Dampak terendah (persen) -0,02374 0,00417 0,00718 0,01572 0,03713
Kesejahteraan masyarakat juga mengalami peningkatan yang diindikasikan melalui peningkatan penyerapan dalam negeri dan peningkatan konsumsi rumah tangga riil. Total penyerapan domestik meningkat sebesar 0,553 persen akibat peningkatan konsumsi wisatawan nusantara dan 0,151 persen akibat kenaikan permintaan wisatawan mancanegara. Sementara itu, konsumsi riil rumah tangga biasa meningkat sebesar 0,017 persen akibat peningkatan belanja wisnus dan naik 0,008 persen akibat peningkatan belanja wisman. Kondisi yang sama terjadi pada neraca perdagangan dimana akibat kenaikan permintaan wisatawan sebesar 10 persen maka terjadi kenaikan pada impor riil sebesar 0,75 persen sedangkan
87
ekspor barang riil mengalami penurunan sebesar 0,31 persen akibat adanya tekanan harga pada produk domestik sehingga neraca perdagangan menjadi tertekan. Namun adanya kenaikan pada belanja wisman mengakibatkan berkurangnya tekanan pada neraca perdagangan. Tabel 22
Dampak peningkatan permintaan oleh wisatawan sebesar 10 persen Uraian
A. Indikator Makroekonomi 1. PDB (riil) 2. Tenaga Kerja a. Tenaga Kerja Dibayar b. Tenaga Kerja tidak Dibayar 3. Indeks Harga Konsumen B. Perdagangan Luar Negeri 1. Ekspor Barang Riil 2. Impor Riil 3. Neraca Perdagangan C. Distribusi dan Kesejahteraan 1. Total Penyerapan Domestik 2. Konsumsi Riil RT Biasa
5.4
Dampak dari Wisnus
Dampak dari Wisman (persen)
Dampak dari Wisatawan
0,148
0,086
0,2347
0,299 0,240 0,002
0,169 0,144 0,001
0,4686 0,3845 0,0036
-0,180 0,623 -0,002
-0,128 0,127 0,001
-0,3077 0,7505 -0,0008
0,553 0,017
0,151 0,008
0,7048 0,0481
Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan Permintaan Pariwisata Dua simulasi berikutnya mempertimbangkan skenario terjadinya liberalisasi
perdagangan (penghapusan tarif impor kecuali padi dan gula ) serta adanya pertumbuhan permintaan kegiatan kepariwisataan di Indonesia. Bagian dari permintaan pariwisata adalah pengeluaran yang dilakukan oleh wisatawan. Pengeluaran wisatawan dari kegiatannya di Indonesia disimulasikan meningkat sebesar 10 persen yang digabungkan dengan simulasi sebelumnya terkait liberalisasi perdagangan. Hasil yang lebih rinci dari simulasi tersebut disajikan pada Lampiran 6 sedangkan ringkasannya terdapat pada Tabel 23. Penghapusan tarif impor akibat liberalisasi perdagangan yang digabung dengan peningkatan permintaan wisatawan baik domestik maupun mancanegara sebesar 10 persen akan membuat produksi bertambah sehingga PDB meningkat sebesar 0,17 persen. Jumlah tenaga kerja juga mengalami peningkatan yang masing-masing sebesar 0,39 persen untuk tenaga kerja formal (dibayar) dan 0,19 persen untuk pekerja keluarga (tidak dibayar) sebagai dampak dari peningkatan
88
belanja wisatawan. Harga-harga domestik di tingkat konsumen mengalami penurunan sebesar 0,001 persen. Total permintaan dalam negeri juga mengalami peningkatan sebesar 0,32 persen serta konsumsi rumahtangga riil meningkat sebesar 0,01 persen. Sementara itu, kondisi neraca perdagangan mengalami penurunan akibat peningkatan impor yang cukup tinggi akibat adanya peningkatan permintaan wisatawan. Tabel 23
Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti kenaikan permintaan wisatawan 10 persen Liberalisasi perdagangan (persen) Uraian Dampak dari Dampak dari Dampak dari Wisnus
A. 1. 2. a. b. 3. B. 1. 2. 3. C. 1. 2.
Indikator Makroekonomi PDB (riil) Tenaga Kerja Tenaga Kerja Dibayar Tenaga Kerja tidak Dibayar Indeks Harga Konsumen Perdagangan Luar Negeri Ekspor Barang Riil Impor Riil Neraca Perdagangan Distribusi dan Kesejahteraan Total Permintaan Domestik Konsumsi Rumahtangga Riil
Wisman
Wisatawan
0,087
0,025
0,173
0,224 0,049 -0,003
0,094 -0,046 -0,003
0,393 0,193 -0,001
0,046 1,081 -0,003
0,098 0,584 -0,000
-0,082 1,209 -0,002
0,183 0,009
0,059 0,004
0,323 0,012
Tabel 24 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya Sektor Hotel Angkutan Udara Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Jasa Penunjang Angkutan Angkutan Kereta Api
Dampak meningkat (persen) 4,486413 3,013405
Sektor Tanaman Kacang-kacangan Sayur-sayuran dan Buah-buahan
Dampak menurun (persen) -1,31356 -0,41673
2,188897
Tanaman Umbi-umbian
-0,01410
1,652852 1,343410
Industri Pupuk dan Pestisida Industri Dasar Besi dan Baja
-0,01297 -0,00562
Peningkatan permintaan sebagai dampak dari penghapusan tarif impor yang digabung dengan peningkatan permintaan pariwisata akan membuat output beberapa industri mengalami peningkatan. Industri yang outputnya mengalami peningkatan tertinggi akibat adanya skenario tersebut adalah sektor Hotel yang mencapai 4,49 persen dan diikuti oleh sektor Angkutan Udara sebesar 3,01
89
persen. Hal ini diduga karena kedua sektor tersebut merupakan pendukung utama dari kegiatan kepariwisataan. Meskipun masih banyak juga sektor-sektor yang outputnya justru mengalami penurunan akibat skenario tersebut. Industri yang outputnya mengalami penurunan terbesar adalah sektor Tanaman Kacangkacangan yang turun sebesar 1,3 persen dan diikuti oleh sektor Sayur-sayuran dan Buah-buahan yang turun sebesar 0,42 persen seperti terlihat pada Tabel 24. 5.5
Dampak Liberalisasi Perdagangan dan Peningkatan permintaan Pariwisata disertai Penerapan Beberapa Alternatif Kebijakan Kebijakan alternatif lain yang mungkin bisa diterapkan dalam rangka
mengurangi efek negatif adanya liberalisasi perdagangan adalah pemotongan pajak tak langsung dan peningkatan efisiensi produksi. Batas pengenaan tarif pajak adalah sesuatu yang harus ditetapkan dengan hati-hati, di mana globalisasi membuat negara-negara lebih terbuka dan persaingan dalam menarik investasi dapat dipengaruhi oleh pajak di suatu negara. Padahal hingga saat ini, pajak masih merupakan sumber utama penerimaan pemerintah. Alternatif lain yang mungkin adalah melakukan efisiensi produksi. 5.5.1 1.
Dampak Penurunan Pajak Tak Langsung Dampak liberalisasi perdagangan disertai penurunan pajak tak langsung Skenario selanjutnya adalah penerapan liberalisasi perdagangan seperti yang
telah dibahas sebelumnya disertai penurunan pajak tak langsung pada komoditas domestik sebesar 10 persen. Pengaruh yang ditimbulkan dari skenario tersebut dapat ditelusuri melalui dampak adanya penurunan pajak tak langsung. Dari sisi produksi, kebijakan penurunan pajak tak langsung akan mengurangi harga domestik pada produk dalam negeri, sehingga akan menjadi lebih kompetitif. Kondisi ini, pada gilirannya akan merangsang berkembangnya produksi dalam negeri dan diikuti oleh penciptaan lapangan kerja serta meningkatkan PDB. Peningkatan produksi dalam negeri yang disertai penciptaan lapangan kerja akan
meningkatkan pendapatan rumah tangga,
yang
selanjutnya
akan
menciptakan permintaan lebih banyak lagi terhadap produk di pasar domestik. Permintaan terhadap produk impor mengalami penurunan akibat adanya penurunan harga pada produk domestik sedangkan ekspor terjadi peningkatan
90
karena harga produk domestik tersebut menjadi lebih kompetitif. Hal ini akan lebih menguntungkan bagi produsen dan beban pada kondisi neraca perdagangan semakin berkurang. Namun kebijakan tersebut akan mengurangi pendapatan pemerintah dari pajak tidak langsung dan menambah defisit anggaran pemerintah. Kebijakan ini memiliki dampak positif terhadap tingkat kesejahteraan seperti terlihat pada peningkatan penyerapan domestik (rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi) serta akan meningkatkan konsumsi rumah tangga riil. Tabel 25 berisi ringkasan dari dampak penurunan ganda (penghapusan tarif impor semua komoditas kecuali padi dan gula disertai penurunan pajak tak langsung sebesar 10 persen) terhadap kinerja makroekonomi, sedangkan hasil yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 7. Skenario penurunan ganda tersebut akan berdampak pada penurunan harga komoditas impor di pasar dalam negeri dan harga produk domestik. Peningkatan permintaan akibat kenaikan pendapatan rumah tangga riil sebagai akibat dari pemotongan pajak tak langsung akan memperbesar peningkatan permintaan impor. Disamping itu, kenaikan permintaan komoditas impor tersebut juga disebabkan oleh penurunan harga produk impor akibat dari kebijakan penghapusan tarif bea masuk. Oleh karena itu maka neraca perdagangan menjadi lebih tertekan, meskipun dampak negatif dari penurunan tarif impor tersebut telah diimbangi dengan efek positif dari pengurangan pajak tak langsung pada ekspor. Tabel 25
Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen Uraian
Dampak pemotongan pajak tak langsung
Dampak liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak tak langsung
(persen) A. 1. 2. a. b. 3. B. 1. 2. 3. C. 1. 2.
Indikator Makroekonomi PDB (riil) Tenaga Kerja Tenaga Kerja Dibayar Tenaga Kerja tidak Dibayar Indeks Harga Konsumen Perdagangan Luar Negeri Ekspor Barang Riil Impor Riil Neraca Perdagangan Distribusi dan Kesejahteraan Total Permintaan Domestik Konsumsi Rumahtangga Riil
0,092502
0,032281
0,159551 0,139408 -0,003984
0,085799 -0,048193 -0,008835
0,291290 -0,052045 0,000479
0,519214 0,403225 -0,000691
0,153582 0,000016
0,074072 0,000078
91
Ketersediaan produk dalam ekonomi domestik terjadi peningkatan sebesar 0,07 persen sehingga menciptakan permintaan tambahan dan merangsang kegiatan produksi yang mengakibatkan PDB meningkat sebesar 0,03 persen. Kesejahteraan diindikasikan semakin meningkat sebagaimana dapat dilihat dari peningkatan konsumsi rumah tangga riil sebesar 0,00008 persen. Neraca perdagangan masih tertekan. Ekspansi terbesar terjadi pada industri Rokok dan Cengkih yang masih mempunyai tingkat cukai tinggi. Konsumsi rumah tangga riil pada komoditas Rokok mengalami peningkatan tertinggi hingga sebesar 3,2 persen. Wisatawan domestik maupun wisatawan asing lebih beruntung karena dapat membayar harga yang lebih rendah untuk produk dan jasa yang mereka konsumsi di Indonesia. Peningkatan tertinggi konsumsi riil mereka pada komoditas Tanaman Kacang-kacangan meningkat sebesar 2,2 persen diikuti oleh komoditas Rokok sebesar 1,6 persen. Dampak liberalisasi perdagangan yang diikuti dengan pemotongan pajak tak langsung tersebut terhadap output industri dalam negeri bervariasi, beberapa diantaranya meningkat cukup tinggi namun sebagian yang lain menurun cukup tajam. Output industri pembuatan Rokok mengalami peningkatan yang paling tinggi hingga mencapai 3,07 persen serta diikuti oleh sektor Cengkih dan Tembakau sebagai pemasok utama industri Rokok. Hal ini karena industri Rokok mempunyai tingkat cukai yang cukup besar. Sedangkan sektor yang mengalami penurunan output paling tajam adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan dan sektor Sayur-sayuran dan Buah-buahan yang turun masing-masing sebesar 1,50 persen dan 0,90 persen. Penurunan tersebut merupakan dampak negatif yang cukup tinggi dari penerapan liberalisasi perdagangan akibat kalah bersaing dengan produk impor sebagaimana terlihat pada Tabel 26. Tabel 26 Dampak liberalisasi perdagangan disertai pemotongan pajak tak langsung terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya Sektor Industri Rokok Cengkih Tembakau Hasil Tanaman Serat Angkutan Air
Dampak meningkat (persen) 3,066307 2,737668 2,475687 1,854739 1,381931
Sektor Tanaman Kacang-kacangan Sayur-sayuran dan Buah-buahan Tanaman Umbi-umbian Jagung Industri Penggilingan Padi
Dampak menurun (persen) -1,496375 -0,898347 -0,500092 -0,464557 -0,320665
92
2.
Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata disertai penurunan pajak tak langsung Skenario selanjutnya adalah mempertimbangkan terjadinya liberalisasi
perdagangan (penghapusan tarif impor kecuali komoditas padi dan gula) serta adanya pertumbuhan permintaan kegiatan kepariwisataan di Indonesia sebesar 10 persen yang digabungkan dengan kebijakan pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen. Hasil dari simulasi tersebut disajikan secara rinci pada Lampiran 7 yang dirangkum pada Tabel 27. Hasilnya memperlihatkan bahwa pertumbuhan permintaan pariwisata memperkuat efek positif dari liberalisasi perdagangan dan pada saat yang sama mengurangi efek samping. Tingkat PDB dan lapangan kerja mengalami peningkatan, terutama jika dikombinasikan dengan pertumbuhan permintaan pariwisata, liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak tak langsung. Neraca perdagangan yang defisit, tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibanding jika liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak tak langsung tanpa adanya pertumbuhan permintaan pariwisata. Hal ini karena terjadinya peningkatan ekspor jasa akibat pertumbuhan permintaan dari wisatawan mancanegara. Tabel 27
Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen yang diikuti pemotongan pajak tak langsung Uraian
A. 1. 2. a. b. 3. B. 1. 2. 3. C. 1. 2.
Indikator Makroekonomi PDB (riil) Tenaga Kerja Tenaga Kerja Dibayar Tenaga Kerja tidak Dibayar Indeks Harga Konsumen Perdagangan Luar Negeri Ekspor Barang Riil Impor Riil Neraca Perdagangan Distribusi dan Kesejahteraan Total Permintaan Domestik Konsumsi RT Biasa Riil
Liberalisasi perdagangan dan pemotongan pajak tak langsung 10 persen (persen) Dampak dari Dampak dari Dampak dari Wisnus Wisman Wisatawan 0,179969
0,117982
0,265919
0,384912 0,190736 -0,006699
0,254074 0,095420 -0,007392
0,554044 0,334855 -0,005254
0,337161 1,025571 -0,002535
0,390024 0,530058 0,000369
0,208777 1,153490 -0,001472
0,338552 0,215227
0,214646 0,252740
0,479204 0,140095
Dampak yang terjadi akibat dilakukannya penghapusan tarif impor dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen yang diikuti dengan
93
penurunan pajak tak langsung sebesar 10 persen tersebut mengindikasikan adanya dampak yang positif seperti PDB riil meningkat sebesar 0,27 persen yang disertai dengan turunnya tingkat harga domestik sebesar 0,005 persen. Disamping itu, terjadi peningkatan permintaan tenaga kerja dimana masing-masing sebesar 0,55 persen untuk tenaga kerja formal (dibayar) dan 0,33 persen untuk pekerja keluarga (tidak dibayar). Total permintaan dalam negeri juga mengalami peningkatan sebesar 0,48 persen sedangkan konsumsi rumahtangga riil meningkat 0,14 persen. Sementara itu, kondisi neraca perdagangan mengalami penurunan hingga 0,21 persen akibat peningkatan permintaan komoditas impor yang cukup tinggi (1,15 persen). Permintaan komoditas impor tersebut sebagian besar dilakukan oleh wisatawan nusantara yang berkunjung ke luar negeri yang meningkat hingga sebesar 1,02 persen. Peningkatan PDB riil akibat adanya liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata yang disertai pemotongan pajak tak langsung sebesar 10 persen tersebut ternyata didukung oleh peningkatan output dari beberapa industri seperti sektor Hotel dan sektor Angkutan Udara yang masingmasing meningkat sebesar 4,73 persen dan 3,29 persen. Hal ini diduga karena sektor tersebut sangat terkait erat dengan aktivitas pariwisata. Namun beberapa industri masih ada yang mengalami penurunan outputnya. Industri yang outputnya mengalami penurunan paling tinggi adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan dan sektor Sayur-sayuran dan buah-buahan yang masing-masing turun sebesar 1,24 persen dan 0,47 persen sebagaimana terlihat pada Tabel 28. Kedua industri yang termasuk pada sektor pertanian tersebut selalu mengalami tekanan yang paling berat akibat diterapkannya liberalisasi perdagangan. Tabel 28 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata disertai pemotongan pajak tak langsung terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya Sektor Hotel Angkutan Udara Industri Barang Lain yang Belum Digolongkan Dimanapun Jasa Penunjang Angkutan Angkutan Air
Dampak meningkat (persen) 4,7279120 3,2862910
Tanaman Kacang-kacangan Sayur-sayuran dan Buah-buahan
Dampak menurun (persen) -1,244388 -0,466919
2,2395570
Jagung
-0,083303
1,9838760 1,7063540
Tanaman Umbi-umbian Industri Penggilingan Padi
-0,074713 0,009894
Sektor
94
5.5.2
Dampak Peningkatan Efisiensi Produksi Pengertian efisiensi dalam produksi merupakan perbandingan antara output
dan input, berkaitan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input tertentu. Jika rasio ouput besar maka efisiensi dikatakan semakin tinggi. Dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah penggunaan input terbaik dalam memproduksi output.
Alokasi
kombinasi
faktor-faktor
produksi
dengan
tepat
dapat
meningkatkan efisiensi. Penggunaan faktor primer yang efisien diharapkan dapat meningkatkan produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Penelitian
ini
mengasumsikan
bahwa
perusahaan-perusahaan
yang
mempunyai kaitan erat dengan pariwisata berhasil melakukan efisiensi produksi sebesar 5 persen. Skenarionya adalah penerapan liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata seperti yang telah dibahas sebelumnya disertai peningkatan efisiensi sektor-sektor terkait erat dengan pariwisata sebesar 5 persen. Pengaruh yang ditimbulkan dari skenario tersebut dapat ditelusuri melalui dampak adanya peningkatan efisiensi sektor-sektor terkait erat dengan pariwisata. Dari sisi produksi, kebijakan peningkatan efisiensi produksi akan mengurangi penggunaan input primer baik tenaga kerja maupun kapital untuk menghasilkan satu unit output. Berkurangnya penggunaan input primer tersebut berdampak pada penurunan biaya produksi per unit. Keadaan ini berakibat pada turunnya harga barang-barang yang diproduksi, sehingga akan menjadi lebih kompetitif dan selanjutnya akan meningkatkan PDB. Penurunan harga barang-barang akibat penggunaan faktor produksi secara efisien selanjutnya akan menciptakan permintaan lebih banyak lagi terhadap produk tersebut baik di pasar domestik maupun internasional. Permintaan terhadap produk impor mengalami penurunan akibat adanya penurunan harga pada produk domestik sedangkan ekspor terjadi peningkatan karena harga produk domestik tersebut menjadi lebih kompetitif. Namun kebijakan tersebut akan mengurangi penggunaan tenaga kerja sehingga perlu diwaspadai. Hasil dari simulasi tersebut disajikan secara rinci pada Lampiran 7 yang dirangkum pada Tabel 29. Hasilnya memperlihatkan bahwa pertumbuhan permintaan pariwisata sebesar 10 persen yang disertai peningkatan efisiensi
95
produksi sektor-sektor yang berkaitan erat dengan pariwisata sebesar 5 persen akan memperkuat efek positif dari liberalisasi perdagangan dan pada saat yang sama mengurangi efek samping. Tingkat PDB mengalami peningkatan cukup tinggi sedangkan penyerapan tenaga kerja masih mengalami penurunan. Ekspor barang mengalami peningkatan cukup tinggi meskipun masih diimbangi dengan tingginya impor. Tabel 29
Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen diikuti peningkatan efisiensi produksi sektor pariwisata Uraian
A. 1. 2. a. b. 3. B. 1. 2. 3. C. 1. 2.
Indikator Makroekonomi PDB (riil) Tenaga Kerja Tenaga Kerja Dibayar Tenaga Kerja tidak Dibayar Indeks Harga Konsumen Perdagangan Luar Negeri Ekspor Barang Riil Impor Riil Neraca Perdagangan Distribusi dan Kesejahteraan Total Penyerapan Domestik Konsumsi Riil RT Biasa
Liberalisasi perdagangan dan peningkatan efisiensi produksi sektor pariwisata 10 persen (persen)
Dampak dari Wisnus
Dampak dari Wisman
Dampak dari Wisatawan
0,439772
0,376676
0,524944
-0,266821 -0,372272 -0,017455
-0,395907 -0,467284 -0,018126
-0,103908 -0,232866 -0,016085
1,085152 0,801984 -0,000723
1,139485 0,316102 0,002133
0,956385 0,926802 0,000311
1,284388 1,166774
0,890859 1,250584
1,434522 0,987984
Dampak yang terjadi akibat liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan wisatawan sebesar 10 persen yang disertai adanya peningkatan efisiensi sektor-sektor terkait erat dengan pariwisata sebesar 10 persen tersebut memperlihatkan terjadinya dampak yang positif seperti PDB riil meningkat sebesar 0,52 persen yang disertai dengan turunnya tingkat harga domestik sebesar 0,016 persen. Total penyerapan dalam negeri juga mengalami peningkatan sebesar 1,43 persen sedangkan konsumsi riil rumahtangga biasa meningkat 0,99 persen. Kondisi neraca perdagangan mengalami penguatan sebesar 0,0003 persen yang diikuti tingginya volume perdagangan akibat tingginya peningkatan permintaan komoditas impor (0,926 persen) dan permintaan ekspor barang (0,956 persen). Sementara itu, penyerapan tenaga kerja mengalami penurunan baik tenaga kerja formal (dibayar) maupun tenaga kerja informal/keluarga (tidak dibayar). Hal ini perlu diwaspadai sebagai akibat adanya efisiensi produksi.
96
Peningkatan PDB riil akibat skenario tersebut ternyata didukung oleh peningkatan output dari beberapa industri terutama yang mempunyai kaitan erat dengan pariwisata. Industri tersebut adalah sektor Hotel yang meningkat sebesar 6,33 persen dan diikuti oleh sektor Jasa Penunjang Angkutan yang meningkat sebesar 5,63 persen. Namun beberapa industri masih ada yang mengalami penurunan outputnya. Industri yang outputnya mengalami penurunan paling tinggi adalah sektor Tanaman Kacang-kacangan dan sektor Sayur-sayuran dan buahbuahan yang masing-masing turun sebesar 1,71 persen dan 0,88 persen sebagaimana terlihat pada Tabel 30. Tabel 30 Dampak liberalisasi perdagangan dan peningkatan permintaan pariwisata disertai peningkatan efisiensi produksi terhadap output dari lima sektor ekonomi tertinggi peningkatan dan penurunannya Sektor Hotel Jasa Penunjang Angkutan Angkutan Air Angkutan Udara Komunikasi
Dampak meningkat (persen) 6,335530 5,634547 5,610829 5,322095 4,692570
Sektor Tanaman Kacang-kacangan Sayur-sayuran dan Buah-buahan Jagung Tanaman Umbi-umbian Industri Penggilingan Padi
Dampak menurun (persen) -1,713725 -0,883122 -0,529614 -0,461525 -0,345476
Pada intinya bahwa pemerintah bisa melakukan beberapa kebijakan tersebut, karena itu, untuk memulai liberalisasi perdagngan adalah dengan mengurangi ketergantungan pada tarif impor dan pajak tidak langsung pada tingkat yang memungkinkan, karena pendapatan pemerintah akan berkurang dengan pengurangan bea masuk dan pajak tak langsung sehingga diperlukan penerimaan
tambahan
seperti
dari
pertumbuhan
permintaan
kegiatan
kepariwisataan di Indonesia. Pendapatan dari kegiatan kepariwisataan akan memungkinkan penerimaan pemerintah dapat dipertahankan pada tingkat benchmark, sehingga keikutsertaan dalam globalisasi dan liberalisasi tidak akan mengganggu program pengeluaran pemerintah. Hal ini adalah salah satu cara dimana pemerintah, seperti pemerintah Indonesia, dapat menjaga kredibilitasnya dan menghindari masalah fiskal. Kemampuan pemerintah untuk mempertahankan tingkat pengeluaran adalah juga penting dalam konteks deflasi secara keseluruhan, dimana pengeluaran pemerintah dapat membantu untuk mengimbangi penurunan komponen lain dari permintaan agregat, seperti ekspor produk primer.