101 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Kesesuaian Analisis kesesuaian wisata bahari di Gili Indah dimaksudkan untuk mengetahui
kesesuaian
berbagai
aktifitas
wisata
bahari
dengan
mempertimbangkan berbagai kriteria kesesuaian yang disyaratkan. Kesesuaian sumberdaya pesisir dan lautan ditujukan untuk mendapatkan kesesuaian karakteristik sumberdaya wisata (Yulianda et.al., 2010). Lebih lanjut dijelaskan bahwa wisata bahari yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai objek wisata yang akan dikembangkan. Kegiatan wisata bahari merupakan kegiatan rekreasi yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan lingkungan perairan laut yang dilakukan di sekitar pantai dan lepas pantai, antara lain seperti berenang, berjemur, menyelam, snorkeling dan treking di hutan mangrove. Penentuan kesesuaian wisata bahari mempertimbangkan berbagai parameter sesuai dengan jenis wisata bahari dengan empat klasifikasi penilaian. Berikut ini dijelaskan hasil analisis kesesuaian untuk berbagai jenis wisata bahari. 5.1.1. Kesesuaian Pemanfaatan untuk Wisata Selam Wisata selam merupakan kegiatan yang cukup banyak digemari oleh para wisatawan khususnya yang berasal dari manca negara, karena wisata ini memerlukan tingkat keterampilan dan biaya yang relatif mahal. Komunitas terumbu karang dan obyek menarik lain dapat dimanfaatkan sebagai atraksi wisata bahari kategori wisata selam. Keberadaan obyek wisata terumbu karang umumnya terdapat di kedalaman perairan di bawah 20 meter (Barnes and Hughes 2004; Kinsman 1964 dalam Supriharyono 2007). Romimohtarto dan Juwana (2009), terumbu karang masih dapat tumbuh baik sampai pada kedalaman maksimum 4060 m, tergantung sebagian besar pada kecerahan air. Kesusaian wisata bahari kategori wisata selam mempertimbangkan enam parameter dengan empat klasifikasi penilaian (Yulianda, et.al., 2010). Parameter kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam antara lain kecerahan perairan,
102 tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang. Berdasarkan analisis spasial yang dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa luas kesesuaian untuk wisata selam untuk kategori sangat sesuai seluas 2.167.938,24 m² atau setara dengan 216,79 hektar atau sekitar 36,98 persen dari luas keseluruhan lokasi yang sesuai (586,28 ha). Lokasi penyelaman yang paling disenangi oleh wisatawan terkonsentrasi di sekitar Gili Trawangan disamping sebagian di Gili Meno dan Gili Air. Hasil analisis kesesuaian wisata selam dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 15. Hasil Analisis Kesesuaian Untuk Pemanfaatan Wisata Selam No.
Kesesuaian
Luasan (ha)
Persentase (%)
1
Sangat sesuai
216,79
36,98
2
Sesuai
299,57
51,10
3
Sesuai bersyarat
69,91
11,92
586,28
100,00
Total luas
Berdasarkan hasil analisis tersebut diatas, maka luas kawasan yang sesuai untuk wisata selam yaitu seluas 586,28 hektar atau 25,61 % dari seluruh luas kawasan laut TWAL Gili Indah yang luasnya 2.289 hektar. Namun dari luas tersebut hanya 36,98 % yang termasuk kategori sangat sesuai. Sementara itu untuk yang sesuai dan sesuai bersyarat, masing-masing sekitar 51,10 % dan 11,92 % dari seluruh areal yang sesuai. Lokasi kesesuaian untuk wisata selam tersebar disekitar ketiga gili, namun yang terbanyak dilakukan aktifitas selam adalah di sekitar Gili Trawangan. Beberapa pengusaha selam membawa para penyelam yang telah memiliki kemampuan selam yang memadai untuk menyelam diluar kawasan TWAL Gili Indah mengarah ke Utara dari kawasan ini, karena di lokasi tersebut terdapat beberapa lokasi penyelaman. Meskipun secara ekologis sesuai untuk lokasi penyelaman namun area yang menjadi lalu lintas perahu terutama yang bagian selatan kawasan Gili Indah jarang dilakukan kegiatan penyelaman karena para penyelam khawatir dengan keselamatannya.
103
Gambar 14 : Peta Kesesuaian Wisata selam di Kawasan Gili Indah
104 Hasil penelitian Hilman (2010), khusus di kawasan Gili Trawangan menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian biofisik semua lokasi penyelaman yang menjadi lokasi penelitian adalah sesuai (S2). Berdasarkan tingkat kesesuaian kawasan (IKW) secara umum lokasi-lokasi penyelaman yang ada di sebelah timur Gili Trawangan (Turbo Deep, Good Heart dan Trawangan Slope) memiliki IKW yang relatif lebih tinggi di banding lokasi-lokasi sebelah selatan. Hal tersebut mengindikasikan kondisi parameter-parameter kesesuaian
lokasi
penyelaman kecenderungan mengelompok menjadi 2 kelompok berdasarkan posisi terhadap Gili Trawangan (kelompok lokasi sisi barat dan kelompok sisi timur). Lebih lanjut di jelaskan oleh Hilman (2010) bahwa Good Heart memiliki tingkat kesesuaian paling tinggi di banding lokasi yang lain, sedangkan Shark Point merupakan lokasi yang memiliki tingkat kesesuaian paling rendah. Rendahnya tingkat kesesuaian lokasi Shark Point disebabkan karena terdapat parameter yang memiliki nilai skor yang sangat rendah di bandingkan lokasi yang lain, yaitu terutama jumlah jenis ikan . Meskipun tingkat kesesuaian biofisik lokasi Shark Point sebagai lokasi wisata selam sangat kontradiktif jika di lihat dari jumlah penyelaman perbulan selama tahun 2007. Hal ini mengindikasikan bahwa ada faktor lain yang menjadi daya tarik wisatawan penyelam selain parameter kesesuaian yang ada. Berdasarkan dari hasil wawancara dengan pemandu selam dan beberapa wisatawan penyelam, menyatakan bahwa ketertarikan penyelam pada lokasi tersebut karena promosi obyek wisata yang ada dilokasi tersebut, yaitu terdapat ikan Hiu. Keberadaan ikan Hiu menjadi daya tarik yang menyajikan keindahan sekaligus tantangan yang memacu adrenalin para penyelam, karena di gambarkan sebagai hewan laut yang paling buas. Sementara untuk di kawasan sekitar Gili Meno terletak di sebelah barat daya menjadi lokasi penyelaman yang juga digemari oleh para penyelam karena adanya penyu di sekitar lokasi. Menurut Yulianda (2007), kawasan yang paling tepat atau sesuai untuk aktivitas wisata terutama wisata selam adalah kawasan yang memiliki kategori kesesuaian sangat sesuai. Dengan demikian diharapkan kesetabilan ekosistem tidak terlalu terpengaruh oleh aktivitas wisata selam dan tingkat kepuasan wisatawan yang melakukan penyelaman di kawasan dapat
105 maksimal. Sehingga kedepan wisatawan tersebut akan datang dan menyelam lagi di kawasan itu. Lebih lanjut dikatakan bahwa, kawasan yang memiliki kesesuaian rendah (sesuai) merupakan kawasan yang rentan untuk pengembangan aktivitas wisata selam baik bagi sumberdaya maupun wisatawan. Peningkatan jumlah wisatawan terutama wisata selam di kawasan Gili Trawangan menjadi daya tarik para wisatawan untuk mencoba membuka berbagai usaha terkait dengan aktivitas wisata selam. Sampai saat ini di kawasan Gili Trawangan terdapat 7 dive center yang melayani para wisatawan untuk melakukan wisata selam. Sebagian besar investor usaha dive center adalah investor luar luar negeri, yang dikelola secara bersama dengan pengusaha lokal dan merupakan cabang dari beberapa lokasi yang ada di luar Gili Trawangan. Upaya meningkatkan kualitas sumberdaya ekosistem terumbu karang, beberapa dive center telah mengadakan berbagai kegiatan antara lain: rehabilitasi karang dengan
sistem biorock, pengembang biakan semi alami penyu, dan
pelatihan pengenalan biota laut, penangkaran kima dan pemberian kompensasi ganti rugi wilayah tangkapan pada nelayan lokal. Keindahan dan keanekaragaman sumberdaya ekosistem terumbu karang Gili Trawangan menjadi daya tarik para wisatawan untuk datang dan menikmati potensi tersebut. Berbagai kegiatan wisata yang dapat dilakukan oleh para wisatawan untuk menikmati potensi tersebut, antara lain wisata perahu kaca (glass bottom bout), snorkling, dan menyelam (scuba diving). Diantara jenis wisata tersebut wisata selam merupakan wisata yang relatif paling banyak peminatnya. Alasan yang dikemukan oleh para wisatawan untuk lebih memilih wisata selam sebagai cara untuk menikmati keindahan sumberdaya ekositem terumbu karang, adalah: 1). menyelam memberikan pengalaman langsung tentang kondisi lingkungan perairan; 2). dengan menyelam obyek wisata menjadi lebih dekat dan jelas dan 3). menyelam memberikan ruang yang lebih luas untuk berekspresi menikmati keindahan obyek dan lingkungan disekitarnya Jumlah wisatawan yang melakukan penyelaman dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan, Sebagian besar wisatawan yang melakukan aktivitas wisata selam di lokasi tersebut berasal dari mancanegara (sekitar 95.7 %) dan sisanya wisatawan domestik. Rendahnya jumlah wisatawan domestik yang
106 melakukan penyelaman (scuba diving) disebabkan karena wisata selam masih tergolong baru di Indonesia dan khususnya di Lombok disamping wisata selam tergolong wisata yang relatif cukup mahal dibanding wisata sejenis (snorkeling dan perahu kaca), dan masih rendahnya tingkat keberanian untuk beraktivitas di lingkungan dalam air yang kondisinya berbeda jauh dengan di darat. Ativitas selam merupakan salah satu aktivitas wisata yang beresiko tinggi, karena kondisi lingkungan perairan (dalam air) yang sangat berbeda dengan kondisi lingkungan darat, terkait dengan volume udara, tekanan, arus, dan organisme berbahaya. Kondisi tersebut menjadikan aktivitas selam menjadi eksklusif dan relatif mahal, karena tidak semua orang boleh dan mampu melakukan. Sehingga dalam aktivitas selam ada berberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang yang akan melakukan penyelaman. Dalam berbagai organisasi selam nasional maupun internasional terdapat standard jenjang keahlian sebagai upaya untuk mengurangi resiko kecelakaan.
Secara umum jenjang
keahlian dalam selam adalah scuba diver (pemula), master dive dan dive instructur. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dive center yang ada dikawasan Gili Trawangan, jenjang keahlian selam (lisensi) wisatawan yang melakukan aktivitas penyelaman di lokasi penelitian sebagian besar Master Dive (44 %) kemudian Scuba Diver (36 %) dan Instructur Dive paling sedikit (20 %). Perbandingan jumlah tersebut sangat fluktuatif sangat tergantung pada jumlah wisatawan yang berkunjung. Pada saat musim libur musim dingin, jumlah wisatawan selam jenjang Scuba Diver meningkat, tapi tetap lebih kecil dari jumlah wisatawan Master Dive. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa tingkat profesionalitas wisatawan penyelam cukup baik, karena jenjang keahlian selam bukan hanya mengambarkan keahlian dalam teknik tapi juga pengetahuan dasar lingkungan dan etika menyelam. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi kecelakaan selam dan kerusakan lingkungan sebagai akibat dari aktivitas tersebut. Beberapa Dive center yang ada di kawasan Gili Trawangan juga melayani pelatihan dan sertifikasi selam bagi para wisatawan yang ingin menyelam tapi belum bisa dan atau belum punya sertifikasi. Sehingga khusus di Gili Trawangan terdapat beberapa tempat pendidikan dan latihan dive.
107 5.1.2. Kesesuaian Pemanfaatan untuk Wisata Snorkeling Jenis obyek wisata yang dimanfaatkan dalam kegiatan wisata snorkeling yakni komunitas terumbu karang dan obyek menarik lain yang umumnya terdapat di kedalaman perairan kurang dari 3 meter atau sesuai dengan tingkat kecerahan dari masing-masing lokasi snorkeling. Kegiatan snorkeling di kawasan Gili Indah pada umumnya dilakukan wisatawan dengan mengikuti paket snorkeling yang di sediakan oleh pengusaha di tiga gili tersebut. Rata-rata kegiatan paket snorkeling ini dimulai jam Sembilan pagi dan kembali pada sore hari. Disamping mengikuti paket tersebut, ada pula wisatawan yang melakukan tanpa mengikuti paket, mereka umumnya melakukan kegiatan snorkeling disepanjang pantai sisi barat dari masing-masing Gili tersebut. Berdasarkan analisis spasial, maka diperoleh hasil bahwa luas kesesuaian untuk wisata snorkeling untuk kategori sangat sesuai seluas 1.908.436,94 m² atau setara dengan 190,84 hektar atau hanya sekitar 33,66 % dari luas keseluruhan lokasi yang sesuai. Sementara yang termasuk kategori sesuai seluas 333,53 hektar atau 58,82 %, dan yang termasuk kategori sesuai bersyarat seluas 42,66 hektar atau sekitar 7,52 %. Fakta ini menunjukkan bahwa terdapat 24,77 % kawasan yang sesuai dengan kegiatan snorkeling jika dibandingkan dengan luas keseluruhan kawasan laut di TWAL Gili Matra. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 16. Hasil analisis kesesuaian untuk pemanfaatan wisata snorkeling No. 1 2 3
Kesesuaian Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Total luas
Luasan (ha) 190,84 333,53 42,66 566,97
Persentase (%) 33,66 58,82 7,52 100,00
Pada dasarnya kawasan yang sesuai dengan selam juga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan snorkeling, sehingga area penyelaman juga memungkinkan untuk dilakukan kegiatan snorkeling. Lokasi yang paling diminati oleh wisatawan untuk melakukan snorkeling adalah di sebelah timur dan utara dari Gili Trawangan, kemudian sebelah barat daya dan timur dari Gili Meno, dan sebelah timur dari Gili Air.
108
Gambar 15. Peta kesesuaian kawasan untuk wisata snorkeling di Gili Indah
109 Tingkat kecerahan perairan yang sangat memadai memungkinkan para wisatawan untuk melakukan aktifitas wisata snorkeling, karena dengan demikian mereka dapat melihat terumbu karang dan biota laut lainnya. Sebagian besar peminat wisata snorkeling ini adalah wisatawan domestik, karena peralatannya lebih sederhana dan banyak dipersewakan di pinggir pantai ke tiga gili tersebut. Meskipun demikian, beberapa wisatawan manca negara juga sangat menikmati wisata snorkeling ini. 5.1.3. Kesesuaian Pemanfaatan untuk Wisata Pantai Wisata pantai merupakan salah satu jenis kategori wisata bahari yang sifatnya rekreasi, menikmati pemandangan alam (sunset dan sunrise), dan berjemur di kawasan pantai. Parameter fisik penentu kesesuaian ekowisata pantai menurut Daby (2003) terkait dengan keruhnya air dan keberadaan biota berbahaya di atas dan di dalam sedimen pada musim tertentu yang menunjukkan kualitas lingkungan di sekitar pantai yang buruk dan dapat mengancam keselamatan para turis. Sementara untuk mempertahankan status kawasan yang sesuai untuk ekowisata pantai, maka diperlukan upaya untuk menjaga kelestarian hutan di upland guna mencegah erosi, memelihara kelestarian terumbu karang guna mencegah abrasi dan pengaturan bangunan wisata di kawasan pantai (Wong 1991). Berdasarkan analisis spasial untuk kesesuaian wisata pantai di kawasan Gili Indah menunjukkan bahwa total panjang pantai adalah 5.020 meter. Panjang pantai yang termasuk kategori sangat sesuai untuk wisata pantai di Gili Indah adalah 1.983 meter atau 39,50 % dari panjang keseluruhan area yang sesuai. Sementara untuk sesuai dan sesuai bersyarat masing-masing seluas 1.806 meter dan 1.231 meter. Adapun hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 17. Hasil analisis kesesuaian untuk pemanfaatan wisata pantai No. 1 2 3
Kesesuaian Sangat sesuai Sesuai Sesuai bersyarat Total luas
Luasan (m)
Persentase (%)
1.983 1.806 1.231 5.020
39,50 35,98 24,52 100,00
110
Gambar 16 : Peta kesesuaian kawasan untuk wisata pantai di Gili Indah
111 Aktifitas yang banyak dilakukan pada wisata pantai di kawasan Gili Indah adalah kegiatan sunrise, sunset, dan berenang. Pada sisi timur dari pantai Gili Trawangan paling banyak diminati oleh wisatawan karena bentang alam yang berpasir putih dan lebar yang memungkinkan untuk melakukan wisata pantai. Demikian pula dengan sisi Timur dan Barat dari Gili Meno serta sisi Timur dari Gili Air. Pada umumnya wisatawan disamping melakukan wisata snorkeling juga menikmati wisata pantai. Disamping kegiatan tersebut di atas, beberapa wisatawan juga dapat melakukan kegiatan perahu kano. 5.2. Analisis Daya Dukung 5.2.1. Daya Dukung Ekologi Konsep daya dukung wisata mempertimbangkan dua hal, yaitu kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia, dan standar keaslian sumberdaya. Sejalan dengan hal tersebut, maka daya dukung ekologi dalam penelitian ini merupakan jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditolelir oleh suatu kawasan wisata untuk waktu tertentu tanpa menimbulkan degradasi sumberdaya alam (obyek wisata). Mengingat kajian pengelolaan wisata bahari berada di kawasan taman wisata alam laut, maka kegiatan wisatanya tidak bersifat mass tourism, dan ruang pengunjung sangat terbatas, maka penentuan daya dukung kawasan (DDK) harus mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan (Yulianda, 2007). Dasar kajian wisata ini menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional dan taman wisata alam, maka areal yang diizinkan untuk dikelola yakni 10% dari luas zona pemanfaatan. Sehingga daya dukung kawasan dalam dalam kawasan konservasi perlu dibatasi dengan daya dukung pemanfaatan (DDP). Luas zona pemanfaatan wisata menggunakan hasil analisis kesesuaian kawasan wisata bahari. Beberapa nilai yang dipakai dalam kajian DDK ini disesuaikan dengan kondisi dan persepsi pelaku wisata di lokasi penelitian, misalnya rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata selam, snorkeling, dan berjemur/rekreasi pantai. Sebagai kawasan yang berstatus kawasan konservasi, semua bentuk kegiatan pemanfaatan kawasan Gili Indah seharusnya didasarkan pada daya dukung kawasan terutama daya dukung biofisik sumberdaya. Dengan demikian,
112 diharapkan kedepan kelestarian ekosistem dan keberlanjutan aktivitas wisata dapat terjamin. Selanjutnya yang dimaksud dengan daya dukung biofisik kawasan adalah kemampuan sumberdaya sebagai obyek dan lokasi wisata untuk menampung seluruh aktifitas wisata bahari tanpa menyebabkan gangguan atau kerusakan biofisik kawasan. Parameter yang digunakan dalam penentuan daya dukung ini mengacu pada formula Yulianda (2007), antara lain: a). Potensi ekologis pengunjung persatuan unit area, yang dalam formula ini aktivitas wisata selam mempunyai standart 2 orang per 2 000 m2. Standart tersebut di dasarkan pada luas area yang dibutuhkan oleh penyelam tanpa mengurangi kenyamanan dalam berwisata, b). Luas potensi ekologis kawasan yang dapat di gunakan untuk aktivitas dan c). Waktu yang tersedia dan waktu yang dibutuhkan untuk aktivitas tersebut. Maksimal waktu yang dibutuhkan dalam satu kali penyelaman rata-rata 2 jam dan waktu yang tersedia untuk penyelaman selama sehari adalah 8 jam. Berdasarkan formula tersebut, luas potensi ekologis kawasan Gili Indah menjadi faktor penentu dalam penentuan daya dukung. Faktor yang lainnya merupakan faktor yang sudah distandarkan masuk kategori sesuai untuk wisata (berdasarkan analisis kesesuaian kawasan). Hasil analisis spasial yang ditunjang oleh informasi dari beberapa pelaku usaha wisata bahwa luas lokasi untuk aktifitas wisata bahari yang diteliti masing untuk wisata selam, snorkeling dan wisata pantai adalah 586,28, hektar, 566,97 hektar dan 50,20 hektar. Luasan dari masingmasing kegiatan wisata tersebut terdiri dari kategori sangat sesuai, sesuai, dan sesuai bersyarat. Secara umum lokasi-lokasi aktifitas wisata bahari relatif memanjang sejajar dengan garis pantai mulai dari dataran (flat) sampai dengan tebing (wall). Luasan lokasi penyelaman tersebut sangat terkait dengan luasan potensi ekologis sumberdaya terumbu karang yang menjadi obyek wisata dilokasi tersebut. Hawkins and Roberts (1993) merekomendasikan daya dukung lokasi penyelaman pertahun sebesar 5 000 – 6 000 orang/lokasi dan Dixon, et al. (1993) sebesar 4 000 – 6 000 orang/lokasi. Rekomendasi Dixon, et al. tersebut didasari atas hasil kajian tentang kerusakan komunitas karang yang disebabkan oleh
113 aktivitas penyelaman di Banaire (laut Karibia). Jika mengacu pada rekomendasi tersebut maka hanya Trawangan Slope saja yang masih dibawah daya dukung. Jumlah penyelaman yang melebihi daya dukung kawasan Gili Indah akan menyebabkan tekanan terhadap ekosistem terumbu karang karena melebihi kemampuan toleransi sumberdaya tersebut. Kondisi ini juga diperparah dengan kondisi kesesuaian biofisik kawasan yang hanya kategori sesuai (IKW≤83). Jika kondisi tersebut terus menerus terjadi maka akan menimbulkan degradasi sumberdaya memperihatinkan. Jumlah penyelam yang melebihi daya dukung juga secara langsung akan mengurangi kenyamanan dan keamanan setiap penyelam, karena akan membatasi ruang gerak penyelam untuk menikmati obyek wisata yang ada. Kondisi tersebut akan menurunkan tingkat kepauasan dan minat wisatawan untuk menyelam dan berkunjung ke Gili Indah. Hal tersebut mengancam keberlanjutan aktivitas perekonomian di kawasan Gili Indah pada umumnya. Hasil analisis daya dukung kawasan dan dan daya dukung pemanfaatan di kawasan Gili Indah dapat dilihat pada table berikut ini. Tabel 18. Hasil analisis daya dukung kawasan dan daya dukung pemanfaatan No.
1.
2.
3.
Kegiatan wisata dan kategori kesesuaian Wisata Selam a. Sangat sesuai b. Sesuai c. Sesuai bersyarat Jumlah Wisata Snorkling a. Sangat sesuai b. Sesuai c. Sesuai bersyarat Jumlah Wisata Pantai a. Sangat sesuai b. Sesuai c. Sesuai bersyarat Jumlah
Daya Dukung Kawasan (orang/hari)
Daya Dukung Pemanfaatan (orang/hari)
867 1198 279 2344
86 120 28 234
1526 2668 341 4535
152 267 34 453
476 433 288 1197
48 43 28 119
114
Berdasarkan tabel 18 di atas, maka daya dukung pemanfaatan untuk wisata selam yang termasuk kategori sangat sesuai dapat menampung penyelam sebanyak 86 orang perhari yang lokasi tersebar di kawasan Gili Indah. Untuk wisata snorkeling daya dukung pemanfaatannya sekitar 152 orang dan untuk wisata pantai sebanyak 48 orang. Dengan demikian daya dukung kawasan Gili Indah untuk menampung aktifitas ke tiga wisata tersebut sebanyak 286 orang/hari atau sekitar 104.390 orang pertahun. Jika memperhatikan jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2009 yang mencapai 88.200 orang wisatawan (sekitar 241 orang/hari), maka kondisi saat ini masih dibawah ambang batas daya dukung. Namun demikian yang perlu diwaspadai adalah meningkatnya jumlah wisatawan dari tahun ke tahun, dimana pada lima tahun terakhir telah terjadi peningkatan sebesar 44 % atau sekitar 8,7 % setiap tahunnya. Jika diasumsikan pertumbuhan wisatawan ini linear, maka pada lima tahun ke depan atau tahun 2014 jumlah kunjungan wisatawan akan melampaui daya dukung pemanfaatan dari kawasan wisata Gili Indah. Khusus untuk wisata selam, penelitian Hilman (2010) di kawasan Gili Indah khusunya di Gili Trawangan jumlah penyelaman perhari pada tahun 2009, yang berkisar antara 100-120 orang/hari. Hal ini menggambarkan bahwa kegiatan penyelaman di kawasan ini telah melampaui daya dukung pemanfaatan. Jumlah penyelaman di Shark Point, Andy’s Reef dan Turbo Deep sudah melebihi daya dukung kawasan.
Sedangkan Mata Point, Trawangan Slope dan Good Heart
masih di bawah daya dukung kawasan. Berdasarkan kegiatan pemanfaatan saat ini, diketahui kegiatan wisata bahari masih berada di bawah daya dukung ekologi sehingga masih dapat ditingkatkan kuantitasnya. Daya dukung wisata pantai memiliki jumlah yang lebih kecil dibanding ketiga kegiatan wisata lainnya, oleh karena keterbatasan kawasan pantai yang sesuai. Jika dilihat dari pemanfaatan saat ini dan dengan peningkatan kunjungan setiap tahun, maka pemanfaatan wisata pantai telah melebihi daya dukung terutama pada musim puncak (peak season). Namun demikian, kunjungan yang melebihi daya dukung hanya terdapat di Gili Trawangan, sementara di Gili Meno dan Gili Air pemanfaatannya masih dibawah daya dukung.
115 Secara spesifik Davis and Tisdell (1996) menyatakan daya dukung kegiatan wisata selam masih dapat ditingkatkan tergantung dari pengetahuan penyelam dalam berinteraksi dengan terumbu karang. Makin tinggi pengetahuan dan pengalaman menyelam seorang diver semakin rendah tingkat kerusakan terumbu karang dan daya dukung kegiatan wisata selam juga meningkat. Selain pengetahuan dan pengalaman, daya dukung wisata juga dapat ditingkatkan dengan pengelolaan yang baik kawasan taman nasional laut. Zakai and Chadwick-Furman (2002) merekomendasikan 5 (lima) upaya pengelolaan wisata selam dalam meminimalisasi kerusakan terumbu karang yakni: (1) pembatasan jumlah penyelam per lokasi per tahun, (2) diperlukan guide untuk seluruh penyelaman, (3) transfer keterampilan bagi penyelam pemula mulai dari kawasan terumbu karang yang rentan kerusakan sampai kawasan berpasir, (4) mengalihkan tekanan penyelaman dari kawasan terumbu karang alami ke terumbu karang buatan, dan (5) pengembangan pendidikan lingkungan bagi penyelam melalui kursus keterampilan mengenai tatacara dan perintah yang dilakukan bersama selama melakukan kegiatan di bawah air. Elyazar et al. (2007), kawasan wisata pantai yang menganut konsep masstourism seperti pantai Kuta Bali, kecenderungan peningkatan indeks pencemaran lingkungan sangat besar. Indeks pencemaran perairan akan semakin meningkat selama periode musim hujan (Pradhan et al. 2009). Limbah hotel, rumahtangga dan cairan lainnya dapat memasuki perairan laut melalui aliran air tanah (melalui perkolasi atau melalui akifer), tergantung pada konsentrasi dan jalur air mengalir dari air tanah dan memberikan dampak terhadap ekologi perairan pesisir dan laut (Burnett et al. 2003). Trisnawulan et al. (2007), pembuangan limbah rumahtangga melalui septictank yang dekat dengan sumber air (sumur, sungai, danau dan laut) dapat
menyebabkan
terjadinya
proses
resapan
dalam
tanah
sehingga
terkontaminasi dengan sumber air. 5.2.2. Daya Dukung Ekonomi Daya dukung ekonomi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan pendapatan masyarakat di kawasan wisata bahari Gili Indah, sehingga diperoleh gambaran umum tingkat ekonomi masyarakat local. Formula pendapatan diperoleh dari pendekatan total penerimaan (TR) dikurangi dengan total biaya
116 (TC). Total penerimaan (TR) diperoleh dari rata-rata harga satuan (P) dari masing-masing usaha wisata yang dikalikan dengan jumlah usaha (Q) yang ada atau secara matematis dituliskan TR = P x Q, Sedangkan total biaya (TC) diperoleh dari rata-rata biaya yang dikeluarkan dari setiap kelompok usaha tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka analisis daya dukung ekonomi ini didukung oleh analisis pendapatan usaha wisata sehingga akan diperoleh gambaran bagaimana daya dukung ekonomi melalui pendekatan tingkat ekonomi masyarakat dengan adanya kegiatan wisata bahari di kawasan Gili Indah. Sebagian besar penduduk di Gili Indah bekerja di sektor pariwisata, baik yang langsung berhubungan maupun yang tidak langsung. Pekerjaan yang langsung berhubungan misalnya menjadi karyawan di hotel dan restaurant, guide, transportasi (laut dan darat) dan sebagainya. Sementara yang tidak langsung adalah menyewakan kamar-kamar kos bagi karyawan, pedagang kaki lima, nelayan dan sebagainya. Rata-rata gaji karyawan yang bekerja di hotel dan restaurant sebesar Rp. 1.200.000 perbulan atau Rp. 14.400.000 pertahun, penghasilan ini belum termasuk insentif yang diberikan pada hari raya keagamaan dan kelebihan target. Penghasilan dari transportasi laut rata-rata antara Rp. 150.000 - Rp. 250.000/hari, sementara transportasi darat (cidomo) rata-rata Rp.150.000 – Rp. 200.000/hari. Adapun penghasilan pemandu wisata (guide) sangat fluktuatif dengan kisaran rata-rata antara Rp. 100.000 – Rp. 250.000/hari. Untuk penyewaan sepeda dan alat snorkeling rata-rata Rp.75.000 – Rp. 150.000/hari. Hilman (2010) mengkaji daya dukung ekonomi melalui kajian nilai produk wisata bahari pada posisi keseimbangan antara permintaan dan penawaran produk ekowisata bahari. Nilai daya dukung ekonomi ini merupakan besarnya keinginan konsumen untuk membayar (willingness to pay) obyek ekowisata bahari kawasan Gili Indah yang ditawarkan (sesuai potensi sumberdaya). Hasil analisis daya dukung ekonomi menunjukkan bahwa daya dukung wisatawan di kawasan Gili Indah adalah turis per tahun dengan harga optimal produk ekowisata bahari yang dapat diberlakukan untuk setiap pengunjung mencapai US$ 1 444.82 per kunjungan atau Rp 13.003.380 juta (nilai tukar Rp 9000/US$). Nilai ekonomi maksimum yang dapat diperoleh dalam memanfaatkan obyek wisata bahari di
117 kawasan Gili Indah sebesar US$ 4.22 juta atau Rp 42.15 milyar per tahun. Nilai daya dukung ini jauh lebih kecil dibanding dengan daya dukung ekologi. Ini menunjukkan bahwa walaupun penawaran (daya dukung ekologi) produk ekowisata bahari cukup besar, namun permintaan akan produk ekowisata bahari tersebut masih sangat terbatas, sehingga jumlah kunjungan pada saat keseimbangan relatif masih kecil. Kondisi ini hanya dapat dilakukan dengan pengelolaan ekowisata yang efektif dan terintegrasi dengan aspek lain melalui upaya konservasi sumberdaya (obyek wisata), penurunan biaya perjalanan wisata, perbaikan kualitas pelayanan, dan promosi kawasan wisata Gili Indah. Davis and Tisdell (1996), nilai daya dukung ekonomi suatu kawasan konservasi masih dapat ditingkatkan
melalui pengelolaan yang efektif dan
optimal (dari sisi pengelola kawasan konservasi) dan peningkatan pengetahuan wisatawan. Peningkatan pengetahuan tentang ekowisata bahari terutama kegiatan wisata selam, distribusi dan rotasi setiap penyelaman, pengaturan ruang dan waktu bagi snorkeler dan fotografer bawah laut diharapkan dapat memberikan dampak kerusakan
yang
relatif
kecil.
Kombinasi
keduanya
diharapkan
dapat
mempertahankan dan meningkatkan eksistensi obyek wisata bahari dan menghasilkan nilai ekonomi yang tinggi. Kesediaan membayar (WTP) oleh turis terhadap nilai obyek wisata merupakan bentuk partisipasi finansial dalam pengelolaan sumberdaya alam bagi kepentingan industri pariwisata dalam jangka panjang.
Besar-kecilnya nilai WTP suatu obyek wisata berbeda pada setiap
kawasan wisata dan negara (Davis 1998). 5.2.3. Daya Dukung Sosial Kajian daya dukung sosial dalam penelitian ini adalah tingkat penerimaan masyarakat lokal (host) dengan datangnya para pengunjung (tourist) tanpa mengganggu kenyamanan yang telah ada. Hasil penelitian menunjukkan 68 % masyarakat lokal memberikan persepsi bahwa tidak ada perubahan perilaku masyarakat lokal sejak adanya wisatawan terutama wisman dan 32 % masyarakat menyatakan ada perubahan perilaku masyarakat lokal. Perubahan perilaku tersebut menyangkut segala sesuatu yang terkait dengan kegiatan yang selalu dinilai dengan uang
atau ada kecenderungan pergeseran nilai individualis
(kurangnya rasa saling tolong-menolong), dan perubahan cara berpakaian. Selain
118 itu, keberadaan wisatawan belum memberikan pengaruh yang signifikan dalam sisi ekonomi dan perubahan kualitas hidup masyarakat lokal sehingga keberadaan wisatawan disikapi dengan biasa saja. Terkait
dengan kenyamanan
masyarakat
lokal dengan keberadaan
wisatawan, hasil penelitian menunjukkan bahwa beragam pendapat maupun penilaian masyarakat lokal dan wisatawan tentang rasio yang optimum antara wisatawan dengan masyarakat lokal. Umumnya masyarakat lokal menyatakan bahwa selain karena pertambahan jumlah kunjungan wisatawan, ketidaknyamanan masyarakat dapat terganggu terutama disebabkan oleh cara berpakaian wisatawan dan interaksi sosial. Namun jika masyarakat diberi keleluasaan memilih rasio wisman dengan masyarakat lokal, maka sebanyak 94 % responden menyatakan satu wisatawan berbanding 1-30 orang penduduk lokal (64% memilih 1 berbanding 20). Ini berarti bahwa ada kemungkinan keberadaan seorang wisman dapat mengganggu kenyamanan 1 atau pun 30 orang masyarakat lokal, tergantung cara interaksi antar wisatawan, dengan penduduk lokal dan cara berpakaian. Diketahui bahwa jumlah penduduk di Gili Indah 3.575 jiwa, dan diasumsikan bahwa ada interaksi antara wisatawan dengan masyarakat setempat, maka maksimum jumlah wisatawan berkunjung ke kawasan wisata Gili Indah 204 orang per hari masih lebih kecil dari daya dukung ekologi 286 orang. Hal ini sesuai dengan Saveriades (2000), bahwa ketidaknyamanan seseorang dapat membatasi penerimaannya ketika orang lain masuk untuk berinteraksi (Social Carrying Capacity), walaupun secara ekologi (Biological Carrying Capacity) masih tersedia relung untuk orang tersebut masuk berinteraksi.
5.3. Optimasi Pemanfaatan Wisata bahari Di Gili Indah 5.3.1. Struktur Model Model dibangun didasari oleh interaksi antar sistem ekologi, ekonomi, dan sosial
yang
dirumuskan
melalui
model
matematika
sederhana
dengan
menggunakan persamaan matematika. Penyusunan model pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah diawali dengan perumusan model secara matematis yang kemudian memasukkan nilai-nilai parameter yang telah dianalisis sebelumnya. Model konseptual yang dibangun tersebut diterjemahkan dari model
119 matematis sederhana dari Casagrandi dan Rinaldi (2002) yang ditambah dengan beberapa atribut yang mempengaruhi pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah. Keberlanjutan pengelolaan wisata bahari dikembangkan melalui dinamika inter-koneksi(inter-relasi) antara elemen vital seiring dengan perubahan waktu dari sistem ekologi-ekonomi-sosial-kelembagaan yang dikaji dalam penelitian ini. Konsep dasar perumusan model mengacu pada efek berantai (cyclic effect), dimana terjadinya perubahan dalam indeks dan atribut keefektifan pengelolaan dapat
mempengaruhi
sistem
keberlanjutan
pengelolaan
wisata
bahari.
Pengembangan dalam perumusan model yang dibangun didasarkan pada model matematika sederhana. Perangkat lunak yang digunakan untuk merumuskan dan menganalisis model yang dibangun dalam penelitian ini yakni Stella versi 9.0.2. Langkah awal pengembangan model keberlanjutan pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah adalah merumuskan model secara matematis, lalu memasukkan nilai-nilai parameter yang diperoleh pada analisis sebelumnya ke dalam model yang dibangun dan terakhir dilakukan analisis model. Penyusunan dan analisis skenario model pengelolaan wisata bahari untuk melakukan optimasi, didasarkan model dasar yang telah dibangun dan dikembangkan dalam penelitian ini (berdasarkan hasil kajian sebelumnya), dan atribut yang sensitif dari keempat dimensi pembangunan serta memilih skenario yang terbaik untuk diaplikasikan. Secara konseptual kerangka model dinamik yang dibangun beserta atribut dan dimensi penyusunnya dapat dilihat pada gambar 17. Nilai-nilai atribut yang digunakan dalam menganalisis keberlanjutan pengelolaan wisata bahari Gili Indah yang optimal berasal dari penelusuran literatur, hasil (output) analisis karakterisitik sumberdaya, analisis kesesuaian dan daya dukung wisata bahari. Nilai-nilai atribut ini diperoleh dari metode pendugaan yang sifatnya ilmiah. Disadari bahwa keakuratan pendugaan parameter tergantung dari ketersediaan data dari sumbernya, cara dan peralatan pengambilan data di lapangan, serta metode analisis yang digunakan. Nilai-nilai atribut untuk aspek ekologi, ekonomi dan sosial yang digunakan untuk membangun dan menganalisis model optimasi pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah dapat dilihat pada tabel 19.
120 Sector 1
laju degradasi
luas tr karang
laju pertumbuhan
pengurangan tr karang
pertambahan tr karang retribusi konserv asi upy konserv asi unit biorock jumlah retribusi konserv asi
Fr kesadaran f r pencemaran
f r konserv asi
Tot Smbr Pencemar jumlah peny elam Jumlah Penduduk
f r pertambahan jum wisatawan
Pertambahan penduduk
penambahan biay a transport wisatawan
Pengurangan Penduduk
Fr PertPenddk pendapatan Transport
Penerimaan
Ekonomi Masy Lokal
Fr pengurangan penerimaan Jasa Wisata
f r pertumbuhan tk
harga jasa wisata total tenaga kerja wisata
pertumbuhan tk wisata
Upah TK Tetap Pendptan tetap
Gambar 17. Struktur basis model dinamik pengelolaan wisata bahari Gili Indah Nilai level (stock), variabel driving, auxiliary dan konstanta yang tercantum pada tabel 19 dapat dijelaskan sebagai berikut: 5.3.1.1.Atribut pada dimensi ekologi Atribut yang berfungsi sebagai stok dalam dimensi ekologi ini yakni sumberdaya wisata. Nilai awal (initial) level diperoleh dari hasil analisis kesesuaian kawasan wisata untuk kawasan terumbu karang seluas 216.79 hektar. Daya dukung kawasan terumbu karang yang berpotensi untuk wisata bahari yakni
121 286 orang yang diperoleh dari hasil analisis kesesuaian. Laju pertumbuhan (0.03) dan degradasi terumbu karang (0.02) diperoleh dari hasil penelitian Hilyana (2011). Retribusi konservasi diperoleh dari informasi Gili Ecotrust yang mengkoordinasi pemungutan, dimana setiap penyelam dipungut sebesar Rp. 50.000/orang. Retribusi konservasi ini dikelola dengan baik yang dipergunakan untuk kegiatan konservasi sumberdaya di kawasan wisata Gili Indah yang salah satunya adalah pembuatan terumbu karang dalam bentuk biorock. Upaya konservasi untuk terumbu karang sebesar 0,04 ha/tahun diperoleh dari luasan tiap unit biorock seluas 40 m²/unit dimana dalam setahun dibangun 5 unit. Tabel 19. Nilai atribut basis model pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah No. Dimensi dan Atribut I.
EKOLOGI 1. Initial sumberdaya terumbu karang untuk wisata bahari(ha) 2. Daya dukung terumbu karang (orang) 3. Laju pertumbuhan terumbu karang 4. Laju degradasi terumbu karang 5. Upaya konservasi untuk terumbu karang (ha/thn) 6. Initial sumberdaya pantai yang sesuai untuk wisata bahari (ha) 7. Fraksi Pencemaran
II.
216.79 286 0,03 0,02 0,04 19,83 0,0000816
EKONOMI 1. Initial Ekonomi Masyarakat Lokal (Rp.juta/tahun) 2. Harga produk wisata per wisatawan (Rp.000) 3. Fee untuk konservasi (Rp.000/orang) 4. Initial tenaga kerja wisata (orang) 5.Tenaga kerja luar usaha wisata (orang)
III.
Nilai
8.803.08 750 50 907 791
SOSIAL 1. Initial wisatawan (orang/tahun) 2 Laju pertumbuhan wisatawan/tahun (%) 3. Initial jumlah penduduk (orang) 4. Laju pertumbuhan penduduk (%) 5. Fraksi kesadaran masyarakat
88.200 7,4 3.575 2,89 0,7
122 Hasil penelitian Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (1997) menemukan bahwa kondisi tutupan karang di Kawasan Gili Indah berkisar antara 50-100%, namun BKSDA NTB (2000) menjelaskan bahwa tutupan karang mengalami penurunan menjadi antara 10,2-55,39%
kemudian Hilman (2008)
menemukan bahwa tutupan karang semakin berkurang antara 12,74-36,10%. Hal ini mengindikasikan bahwa pada kurun waktu 10 tahun terakhir terjadi penurunan penutupan karang yang berkisar antara 3,78-6,40% pertahun atau rata-rata terjadi penurunan sebesar 5,565% pertahun. Jika dibandingkan dengan luas keseluruhan tutupan karang sebanyak 448,76 ha, maka terjadi pengurangan tutupan karang rata-rata 24,98 ha/tahun. Dari kondisi tersebut diatas, jika dibandingkan jumlah penduduk dan kunjungan wisatawan yang sebanyak 91.775 orang dan tingkat pencemaran penduduk sekitar 30 % maka diperoleh fraksi pencemaran sebesar 0,00000816. 5.3.1.2.Atribut pada Dimensi Ekonomi Nilai awal (initial) ekonomi masyarakat lokal merupakan dampak langsung dan tidak langsung dari sektor pariwisata bahari diperkirakan mencapai Rp. 8.803.080.000. Nilai ini diperoleh dari upah tenaga kerja wisata setahun dengan upah Rp. 1.440.000 per tahun dan pendapatan dari usaha lain yang berinteraksi dengan usaha wisata bahari. Harga produk yang diterima dari wisatawan adalah besarnya penerimaan usaha akomodasi, konsumsi, atraksi wisata, dan transportasi yang diperoleh dari seorang wisatawan yakni rata-rata Rp. 750.000 per orang. Total tenaga kerja yang bekerja di sektor pariwisata sebanyak 907 orang, baik yang berasal dari tenaga kerja lokal dan tenaga dari luar kawasan. Laju tenaga kerja diperoleh jumlah tenaga kerja karena adanya investasi dalam usaha wisata dan tumbuhnya usaha-usaha baru. 5.3.1.3.Atribut pada Dimensi Sosial Dimensi sosial pada model pengelolaan wisata bahari ini menfokuskan pada keberadaan wisatawan yang berkunjung ke lokasi wisata di kawasan Gili Indah. Berdasarkan data statistik tahun 2009 diperoleh kunjungan wisatawan (baik wisatawan asing maupun nusantara) ke kawasan Gili Indah sebanyak 88.200 orang dengan rata-rata laju tumbuh wisatawan setiap tahun sebesar 7,4%. Initial
123 jumlah penduduk Desa Gili Indah menunjukkan 3.575 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2.89% pertahun (Kecamatan Pemenang dalam angka, 2008). 5.3.2. Basis Model Pengelolaan Wisata Bahari Basis model pengelolaan wisata bahari merupakan hasil optimal kondisi sumberdaya alam, jumlah kunjungan wisatawan, ekonomi masyarakat lokal dan penyerapan tenaga kerja yang dicapai dari pengelolaan wisata bahari berdasarkan kondisi riel saat ini. Hasil analisis terhadap basis model pengelolaan wisata bahari kawasan Gili Indah dan simulasi kondisi sampai 25 tahun ke depan, dapat dilihat pada gambar 18 berikut ini. 1: Ekonomi Masy Lokal 1: 2: 3:
2: jum wisatawan
3: luas tr karang
3e+011. 105000 225
1 2 1: 2: 3:
1.5e+011 95000 215
3
1 2
3 2 2 1: 2: 3:
0 85000 205
1
3 3
1
3 1 0.00
Page 1
2
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
Y ears Basis Model Wisata Bahari Gili Indah
Gambar 18. Basis model pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah Gambar 18 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil optimasi, kunjungan wisatawan ke Kawasan Gili Indah cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan oleh data kunjungan tahun 2004 sebanyak 32.373 wisatawan meningkat menjadi 88 200 wisatawan pada tahun 2009 atau meningkat rata-rata 7,4% pertahun (Disbudpar Kabupaten Lombok Utara, 2009). Diperkirakan pada 25 tahun akan datang meningkat menjadi 525.503 orang wisatawan dan penduduk menjadi 6.452 orang. Peningkatan jumlah wisatawan setiap tahun tersebut
124 diperkirakan berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan ekonomi masyarakat lokal melalui tumbuhnya usaha-usaha turunan sektor pariwisata, seperti usaha homestay, guide, usaha transpotasi lokal, dan penyerapan tenaga kerja lokal. Sejalan dengan peningkatan jumlah wisatawan, maka berdampak pada degradasi sumberdaya karang dimana pada tahun 2009 luasan area terumbu karang dari 216,79 ha akan menurun menjadi 159,96 ha pada 25 tahun mendatang. Namun demikian jika memperhatikan hasil analisis daya dukung dimana kawasan Gili Indah hanya bisa menampung 104.390 orang wisatawan/tahun, maka pada tahun 2012 ( jumlah wisatawan 109.265 orang/tahun)
sudah melebihi daya
dukung. Seiring dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan di kawasan Gili Indah, maka tingkat ekonomi masyarakat lokal juga akan meningkat dari Rp. 8.803.080.000 menjadi Rp. 598.620.105.516 pada kurun waktu 25 tahun mendatang. Kondisi ini tentu akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat lokal dan sekitarnya berupa meningkatnya jumlah tenaga kerja yang dapat bekerja di sektor wisata dan usaha penunjang wisata lainnya. Jika pada tahun 2009 hanya menyerap 907 orang (25% dari jumlah penduduk), maka pada 25 tahun akan datang dapat menyerap 5.403 orang (83% dari jumlah penduduk). Sementara itu jumlah penduduk akan meningkat dari 3.575 jiwa pada tahun 2009 menjadi 6.452 jiwa pada 25 tahun yang akan dating. Hasil analisis dinamik untuk model basis dan simulasi model pengelolaan berdasarkan beberapa skenario selengkapnya diuraikan pada berikut ini. 5.3.3. Skenario Pengelolaan Wisata Bahari Gili Indah Penentuan tingkat optimal bagi pengelolaan wisata bahari memerlukan suatu skenario model pengelolaan. Penyusunan skenario dalam model pengelolaan wisata bahari ditujukan untuk memilih alternatif rencana kebijakan yang memungkinkan ditempuh dalam menyelesaikan masalah yang dapat terjadi di kemudian hari berdasarkan kondisi saat ini. Prosedur operasional yang dapat dilakukan dalam penyusunan skenario pengelolaan melalui simulasi model yakni berdasarkan kondisi (nilai) aktual yang diperoleh dari analisis basis model pada setiap level (stok), nilai sensitivitas setiap atribut, dan nilai koefisien parameter yang dibangun pada setiap dimensi.
125 Penyusunan skenario yang dibangun terdiri dari skenario pesimis dan optimis, skenario tersebut diperoleh dari analisis model pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah, yakni : 5.3.3.1. Skenario Pesimis Skenario pesimis dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu skenario kebijakan yang dilakukan dengan tidak mempertimbangkan keberlanjutan salah satu atau seluruh dimensi pengelolaan (besar kemungkinan terburuk pada satu atau lebih dimensi). Skenario pesimis dilakukan untuk mengetahui kondisi terburuk dari seluruh level (dimensi) pengelolaan wisata bahari akibat dikuranginya upaya konservasi, peningkatan laju pencemaran dan degradasi sumberdaya PPK, dan penurunan harga produk wisata bahari. Tabel 20. Nilai atribut skenario pesimis pada kawasan Gili Indah No. Dimensi dan Atribut I.
216.79 286 0,03 0,025 0,035 19,83 0,0000612
EKONOMI 1. Initial Ekonomi Masyarakat Lokal (Rp.juta/tahun) 2. Harga produk wisata per wisatawan (Rp.000) 3. Fee untuk konservasi (Rp.000/orang) 4. Initial tenaga kerja wisata (orang) 5.Tenaga kerja luar usaha wisata (orang)
III.
Nilai
EKOLOGI 1. Initial sumberdaya terumbu karang untuk wisata bahari(ha) 2. Daya dukung terumbu karang (orang) 3. Laju pertumbuhan terumbu karang 4. Laju degradasi terumbu karang 5. Upaya konservasi untuk terumbu karang (ha/thn) 6. Initial sumberdaya pantai yang sesuai untuk wisata bahari (ha) 7. Fraksi Pencemaran
II.
pengelolaan wisata bahari di
8.803.08 625 50 907 791
SOSIAL 1. Initial wisatawan (orang/tahun) 2 Laju pertumbuhan wisatawan/tahun (%) 3. Initial jumlah penduduk (orang) 4. Laju pertumbuhan penduduk (%) 5. Fraksi kesadaran masyarakat
88.200 6,5 3.575 3 0,9
126
Hasil analisis model dinamik dalam skenario pengelolaan pesimis terhadap kegiatan wisata bahari di kawasan Gili Indah dapat dilihat pada gambar 19 berikut. 1: Ekonomi Masy Lokal 1: 2: 3:
2: jum wisatawan
3: luas tr karang
3e+011. 105000 235
1 2 3 1: 2: 3:
1.5e+011 95000 225
1 2 2 2
1: 2: 3:
0 85000 215
2
3
3
1 3
1
3
1 0.00
5.00
Page 1
10.00
15.00
20.00
25.00
Y ears Pesimis Model Wisata Bahari Gili Indah
Gambar 19. Skenario Pesimis Pengelolaan Wisata Bahari Gili Indah Gambar 19 menunjukkan bahwa akibat pengelolaan wisata yang kurang baik dalam atribut ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan menyebabkan seluruh level dimensi mengalami penurunan kuantitas baik dalam hal luasan obyek wisata bahari yang sesuai, ekonomi masyarakat lokal dan kunjungan wisatawan. Skenario pesimis dalam aspek ekologi ditujukan untuk mengetahui kondisi yang terjadi jika pengelolaan ekowisata bahari mengurangi berbagai aspek kelestarian lingkungan. Skenario yang dibangun adalah terjadi degradasi terumbu karang sebesar 0,025 serta laju pencemaran meningkat dua kali dari nilai koefisien awal (basis) yakni 0.0000612. Laju pertumbuhan karang akan menurun sebesar 0,015, sementara upaya konservasi 0,035 ha/tahun dan retribusi konservasi sebesar Rp. 50.000/penyelam dan harga jasa wisata diturunkan dari Rp. 750.000 menjadi hanya Rp. 625.000. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan pencemaran dan degradasi sumberdaya terumbu karang
akibat aktivitas pemanfaatan sumberdaya PPK
menyebabkan penurunan luasan yang sesuai bagi wisata bahari dari 216,79 ha
127 menjadi 128,15 ha pada tahun ke-25 atau lebih rendah dari skenario basis. Terjadi peningkatan ekonomi masyarakat lokal menjadi Rp. 454.122.082.241 pada 25 tahun yang akan dating namun masih dibawah dari kondisi basis. Kondisi ini menunjukkan bahwa jika kawasan wisata bahari yang berbasis ekologi (alam) mengalami penurunan, maka ekonomi masyarakat lokal juga mengalami penurunan dibandingkan dari kondisi basis. 5.3.3.2. Skenario Optimis Skenario optimis dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu skenario kebijakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan seluruh dimensi pengelolaan wisata bahari. Ini berarti bahwa skenario ini dilakukan untuk mengoptimalkan semua dimensi (melalui atribut-atributnya) sehingga pengelolaan wisata bahari menjadi lebih efektif dan berkelanjutan. Skenario pengelolan optimis yang disimulasikan dalam penelitian ini merupakan kebalikan dari skenario pesimis. Tabel 21. Nilai atribut skenario optimis pengelolaan wisata bahari di kawasan Gili Indah No. Dimensi dan Atribut I.
II.
III.
EKOLOGI 1. Initial sumberdaya terumbu karang untuk wisata bahari(ha) 2. Daya dukung terumbu karang (orang) 3. Laju pertumbuhan terumbu karang 4. Laju degradasi terumbu karang 5. Upaya konservasi untuk terumbu karang (ha/thn) 6. Initial sumberdaya pantai yang sesuai untuk wisata bahari (ha) 7. Fraksi Pencemaran EKONOMI 1. Initial Ekonomi Masyarakat Lokal (Rp.juta/tahun) 2. Harga produk wisata per wisatawan (Rp.000) 3. Fee untuk konservasi (Rp.000/orang) 4. Initial tenaga kerja wisata (orang) 5.Tenaga kerja luar usaha wisata (orang) SOSIAL 1. Initial wisatawan (orang/tahun) 2 Laju pertumbuhan wisatawan/tahun (%) 3. Initial jumlah penduduk (orang) 4. Laju pertumbuhan penduduk (%) 5. Fraksi kesadaran masyarakat
Nilai 216.79 286 0,04 0,015 0,05 19,83 0,0000408 8.803,08 1.000 100 907 791
88.200 8,5 3.575 2 0,3
128 Pada skenario ini dilakukan upaya penurunan laju degradasi terumbu karang menjadi 0,015 melalui serangkaian upaya konservasi dengan mengembangkan terumbu karang buatan (artificial reef) sehingga laju pertumbuhan dapat meningkat 0,04 dan peningkatan retribusi konservasi menjadi Rp. 100.000 untuk setiap penyelam dari sebelumnya hanya Rp.50.000/penyelam. Sehingga akan diperoleh dana yang cukup memadai untuk melakukan berbagai upaya konservasi sumberdaya. Untuk mengetahui skenario optimis dari pengelolaan wisata bahari gili Indah dapat dilihat pada gambar 20 berikut ini.
1: Ekonomi Masy Lokal 1: 2: 3:
2: jum wisatawan
3: luas tr karang
3e+011. 91000 265
3 1 3 1: 2: 3:
1.5e+011 89500 240
3
1
2
2
2 3
1
2 1 1: 2: 3:
0 88000 215
2
3
1 0.00
5.00
10.00
Page 1
15.00
20.00
25.00
Y ears Optimis Model Wisata Bahari Gili Indah
Gambar 20. Skenario optimis pengelolaan wisata bahari Gili Indah Gambar 20 menunjukkan bahwa tutupan terumbu karang yang sesuai untuk kegiatan wisata bahari pada 25 tahun yang akan datang dapat meningkat signifikan menjadi 236,47 ha dari 216,79 ha pada tahun 2009. Sementara tingkat ekonomi
masyarakat
lokal
juga
mengalami
peningkatan
menjadi
Rp.
598.620.105.516 pada tahun ke-25. Demikian pula dengan tenaga kerja yang dapat bekerja di sektor pariwisata dapat ditingkatkan menjadi 5.403 orang pada tahun ke-25 atau sekitar 83% dari jumlah penduduk pada tahun ke-25 sebanyak 6.452 orang. Implikasi dari skenario optimis adalah diversifikasi produk wisata bahari, peningkatan kenyamanan di kawasan wisata, upaya konservasi sumberdaya dan
129 ketersediaan prasarana harus menjadi fokus perhatian bagi seluruh pemangku kepentingan. Peningkatan partisipasi masyarakat lokal dan perbaikan dalam atribut dimensi kelembagaan (fee konservasi) diperlukan guna kelestarian sumberdaya, nilai budaya dan kualitas hidup masyarakat lokal (Damanik dan Weber 2006). Tisdell (1996) menyatakan bahwa jika kegiatan wisata dikombinasikan secara efektif dengan kegiatan konservasi dalam kawasan alami secara terencana, akan meminimalisir dampak kerusakan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara: (1) zonasi kawasan yang dilindungi, (2) menjamin struktur bangunan wisata dapat meminimalisir dampak terhadap lingkungan alami, (3) pembatasan jumlah dan tipe wisatawan yang berkunjung, (4) ketepatan dari sisi pendidikan wisata sehingga dapat mereduksi kerusakan lingkungan oleh wisatawan, dan (5) tidak semua kegiatan wisata memiliki tipe yang sama dan mencari pengalaman yang sama. Upadhyay et al. (2002), strategi yang dapat dilakukan untuk tujuan konservasi sumberdaya dan pencegahan konflik antar pemanfaatan adalah dengan menetapkan zona/kawasan yang dibagi dalam dua kategori umum yakni zona pemanfaatan tradisional dan perikanan komersil. Katon et al. (2000), dukungan secara terus-menerus dari struktur kekuatan politik legislatif dan eksekutif merupakan suatu kebutuhan ketika hukum benar-benar dijalankan
dan
capaian
pengelolaan
sumberdaya
ingin
tetap
terjaga
(berkesinambungan). Manfaat sosial ekonomi yang diperoleh dari kegiatan wisata tersebut terkait dengan penyediaan lapangan kerja melalui optimasi kegiatan wisata yang telah sesuai. Selain itu menstimulir peningkatan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi lokal melalui kegiatan turunan wisata (penginapan, souvenir, jasa transportasi dan rumah makan), memperlancar pertukaran mata uang asing, menumbuhkan diversifikasi usaha, menumbuhkan sistem tarnasportasi dan komunikasi, meningkatkan permintaan produk lokal, sarana penyedia ekonomi guna mendukung pemeliharaan budaya lokal dan menfasilitasi saling pengertian dan komunikasi antar budaya (Tisdell 1996).
130 5.3.4. Skenario Gabungan Pengelolaan Wisata Bahari Gili Indah Skenario ini menjelaskan gabungan dari tiga skenario yaitu skenario optimis, pesimis maupun basis (kondisi faktual) pada tiga aspek yaitu aspek kunjungan wisatawan, pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan terumbu karang. Hal ini dapat menjelaskan bagaimana masing-masing dari skenario dilihat secara simultan pada masing-masing aspek sehingga makin memperjelas perbedaan dari masing-masing skenario. 5.3.4.1. Aspek Kunjungan Wisatawan Pada aspek ini memperlihatkan bahwa kunjungan wisatawan pada skenario optimis lebih tinggi dibanding dengan skenario basis maupun pesimis. Pada skenario pesimis memperlihatkan bahwa meskipun terjadi pertumbuhan wisatawan namun pada tahun 2026 mengalami penurunan kunjungan sampai 25 tahun yang akan datang (gambar 21).
wisatawan (Orang) 103000
basis optimis pesimis
98000
93000
88000 9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33
tahun (2000)
Gambar 21. Pertumbuhan Wisatawan Pada Berbagai Skenario Pada skenario optimis terjadi peningkatan kunjungan wisatawan hingga tahun 2031 dan setelah itu pertumbuhan menjadi tidak signifikan dan cenderung tidak meningkat lagi bahkan mengalami penurunan kunjungan. Demikian pula dengan skenario basis dimana pada tahun 2031 juga pertumbuhan wisatawan menjadi stagnan atau tidak mengelami pertumbuhan kunjungan wisatawan lagi. Secara keseluruhan dengan ketiga skenario tersebut kunjungan wisatawan tidak akan melebihi daya dukung (104.390 orang), karena maksimum wisatawan yang
131 berkunjung pada ketiga skenario tersebut tidak lebih dari 100.000 orang. Kondisi ini dapat dicapai dengan regulasi pembatasan kunjungan wisatawan agar tidak melebihi daya dukung, peningkatan retribusi bagi wisatawan yang memasuki kawasan wisata Gili Indah serta semakin berkembangnya objek wisata lain selain yang berada di Gili Indah. Sehingga pengelolaan kawasan Gili Indah lebih optimal dan dapat mereduksi dampak lingkungan serta sebagai upaya mitigasi pemanfaatannya. 5.3.4.2. Aspek Terumbu Karang Pemanfaatan kawasan Gili Indah untuk wisata bahari oleh wisatawan factor utamanya karena keberaadaan dan keindahan ekosistemnya, khususnya ekosistem terumbu karang. Semakin bagus kualitas dan kuantitas terumbu karang akan meningkatkan pula jumlah wisatawan yang berkunjung yang pada akhirnya akan meningkatkan pula tingkat ekonomi masyarakat di Gili Indah. Gambar 22 memperlihatkan bahwa pada kondisi faktual (basis) tanpa pengelolaan di kawasan Gili Indah kondisi terumbu karang akan mengalami penurunan dari 216,79 ha pada tahun 2009 menjadi 206,21 ha pada 25 tahun yang akan datang atau pada tahun 2034. Luas karang (ha)
basis
300
optimis pesimis
250
200
150 2009
2014
2019
2024
2029
2034
Tahun
Gambar 22. Pertumbuhan Terumbu Karang Pada Berbagai Skenario Pada skenario optimis pengelolaan wisata bahari Gili Indah memperlihatkan peningkatan luasan terumbu karang yang cukup signifikan, dimana pada 25 tahun yang akan datang (tahun 2034) luas terumbu akan mengalami peningkatan dari
132 216,79 ha menjadi 316,48 ha atau meningkat 45,98%. Peningkatan yang signifikan ini dapat diperoleh dengan menekan laju pengurangan luas karang yaitu menekan tingkat pencemaran sekaligus meningkatkan laju pertumbuhan melalui peningkatan upaya terumbu karang buatan serta regulasi yang mencegah kerusakan karang.
Sementara pada skenario pesimis, luasan terumbu karang
hanya mengalami peningkatan yang sedikit yakni dari 216,79 ha meningkat menjadi 217,07 ha atau hanya mengalami peningkatan seluas 0,28 ha. 5.3.4.3. Aspek Ekonomi Masyarakat Muara dari upaya pengelolaan kawasan wisata Gili Indah adalah peningkatan kesejahteraan dari masyarakatnya dengan tetap menjaga kelestarian dan keberlanjutan ekosistemnya. Pada kondisi faktual (basis) terjadi peningkatan tingkat ekonomi masyarakat dari Rp. 8.803.080.000 menjadi Rp.165.204.802.768 pada kurun waktu 25 tahun yang akan datang (gambar 23). Kemudian jika kawasan Gili Indah ini dikelola dengan baik (skenario optimis) artinya dengan prinsip berkelanjutan dan berbasis mitigasi maka akan terjadi peningkatan ekonomi masyarakat yang lebih tinggi yakni mencapai Rp. 180.873.385.517. Kondisi ini sangat ideal karena kondisi ekosistemnya semakin baik serta jumlah kunjungan wisatawan yang semakin meningkat secara signifikan.
basis optimis pesimis
Ekonomi Masyarakat (Rp)
168.803.080.000
128.803.080.000
88.803.080.000
48.803.080.000
8.803.080.000
2009
Tahun 2014
2019
2024
2029
2034
Gambar 23. Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Pada Berbagai Skenario
133 Sementara pada kondisi pesimis atau pengelolaan kawasan wisata Gili Indah yang kurang penanganan yang memadai, maka tetap terjadi peningkatan ekonomi namun tidak secara linear berkembang seperti aspek luas terumbu karang dan jumlah kunjungan wisatawan. Perlu di antisipasi bahwa peningkatan ekonomi masyarakat sebaiknya dialokasikan untuk kegiatan ekonomi yang produktif dan menghindari yang siftanya konsumtif. 5.3.5. Implikasi Kebijakan Mitigasi Bagi Keberlanjutan Pengelolaan Wisata Bahari Gili Indah Mitigasi saat ini dipandang sudah menjadi prioritas untuk segera dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif dari pemanfaatan sumberdaya serta dilakukan secara komprehensif yaitu kombinasi antara upaya fisik/struktur dan non fisik/non struktur. Mitigasi secara fisik dapat dilakukan baik secara alami maupun secara buatan, sedangkan mitigasi secara non fisik menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi baik fisik maupun yang lainnya. Rahmat (2009) menyatakan bahwa upaya mitigasi fisik secara buatan dikenal dengan pendekatan hard structural ountermeasure, misalnya pembuatan breakwater (pemecah gelombang), seawall (tembok laut), rivetmen, groin, jetty, dan retrofitting (penguatan bangunan rumah). Di Indonesia tidak mudah melakukan pencegahan bencana dengan membangun tembok laut atau breakwater untuk keseluruhan pantai seperti yang dilakukan di Jepang karena biayanya sangat mahal. Selain itu tembok laut menimbulkan masalah social karena penduduk yang tinggal di belakang bangunan merasa tidak nyaman, baik dari segi kemudahan akses maupun dari segi sikologis dimana penduduk merasa dipenjara. Upaya mitigasi fisik secara alami dilakukan misalnya dengan menanam cemara laut, waru , laut, dan mangrove. Tetapi upaya perlindungan alami ini sering terkendala dengan permasalahan kesesuaian lahan. Upaya mitigasi non fisik diantaranya dengan pendidikan, pelatihan, penyadaran masyarakat, tata ruang, zonasi, tata guna lahan, relokasi, peraturan perundangan, AMDAL, dan pengelolaan wilayah pesisir terpadu (Integrated Coastal Zone Management-ICZM).
134 Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah. Implikasi kebijakan mitigasi dalam penelitian ini pada dasarnya ditujukan memberi arah pengelolaan kawasan wisata Gili Indah bagi para pemangku kepentingan. Implikasi dari skenario atau simulasi yang dilakukan menunjukkan bahwa diperlukan suatu kebijakan dalam wujud program yang terpadu. Kebijakan terpadu dimaksudkan sebagai suatu tindakan dapat dilakukan secara simultan bagi seluruh dimensi yang memiliki atribut penting (sensitif) guna keberlanjutan pengelolaan wisata bahari (Orams 1999). Keberlanjutan (optimasi) pengelolaan wisata bahari yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketercapaian tujuan pengelolaan sumberdaya di kawasan Gili Indah yang menyangkut tentang kelestarian sumberdaya alam, budaya dan peningkatan kualitas hidup masyarakat dan daerah. Hasil analisis dinamik menunjukkan bahwa jika atribut upaya konservasi diefektifkan, upah dan harga produk wisata ditingkatkan, partisipasi masyarakat lokal ditingkatkan dan infrastruktur penunjang diperbaiki/ditambah akan melestarikan sumberdaya terumbu karang dan kualitas hidup (kesejahteraan) masyarakat lokal. Terkait kondisi tersebut, ada beberapa pertimbangan dalam penyusunan kebijakan mitigasi bagi pengelolaan wisata bahari yang optimal yakni: 1. Pengelolaan wisata bahari sebaiknya mengutamakan pencapaian tujuan dan besaran kuantitas (output akhir) keempat dimensi pengelolaan wisata bahari di kawasan konservasi. Untuk itu diperlukan upaya konservasi,
partisipasi
masyarakat lokal dan peningkatan peran kelembagaannya. Konsekuensinya, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang baik untuk seluruh pemangku kepentingan
(stakeholder)
dalam
menjalankan
seluruh
program dan
135 dibutuhkan pembiayaan yang lebih besar dan waktu yang relatif lama. Peningkatan biaya konservasi dapat melalui retribusi (fee) wisatawan bagi program konservasi sumberdaya. Fee yang dikenakan harus memenuhi prinsip: pengguna dan poluter yang membayar (user and polluter pay), biaya bersama (cost sharing), perasaan, pemilikan dan mengurus bersama, sistim adaptif dan pendekatan ekosistem (Greiner et al. 2000). 2. Mengingat daya dukung kawasan wisata sangat terbatas dalam menampung wisatawan maka perlu regulasi yang mengatur tentang pola kegiatan wisatawan, penataan kawasan wisata, dan penegakan aturan. Berdasarkan uraian di atas, hasil penelitian ini dapat berimplikasi pada kebijakan pemerintah melalui strategi dan program-program yang terpadu (terintegrasi) dan simultan yang berbasis mitigasi guna pencapaian tujuan pengelolaan wisata bahari yang optimal di kawasan Gili Indah. Ini berarti bahwa rencana dan pelaksanaan program aksi pada satu dimensi pembangunan diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas dimensi lainnya.