5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Unit Penangkapan ikan
Jenis-jenis unit penangkapan ikan karang yang banyak digunakan oleh nelayan Kepulauan Kei diantaranya adalah bubu tanam, bubu lego, pancing
(handline), rawai, sero dan gillnet dasar. Unit penangkapan ikan tersebut dioperasikan di perairan karang atau di sekitar perairan karang dengan tujuan menangkap ikan karang. Spesifikasi unit penangkapan ikan karang yang diternukan di Kepulauan Kei dan dianalisis dalam penelitian ini adalah bubu tanam, bubu lego, gillnet dasar, pancing ulur (handline), rawai dasar dan sero serta bom ikan dan penangkapan ikan mengynakan sianida. 5.1.1 Hanrlline
Bagian-bagian utama handline terdiri atas roller, senar dan mata pancing.
Roller terbuat dari kayu yang berfimgsi sebagai gulungan senar. Senar yang digunakan mempunyai panjang 500 sampai 1000 meter, dengan nomor benang 200. Matapancing yang digunakan No 6 dan 7. Selain tiga bagian utarna di atas, dalam pengoperasian handline ~nengg~~nakan bantuan umpan dan pemberat. Pernberat terbuat dari timah dengan berat sekitar 0,5 kg. Umpan yang digunakan adalah jenis cumi-cumi dan tenggiri yang dipotong-potong. Prinsip pengoperasian pancing ulur (hatidline) adalah memikat ikan menggunakan umpan yang dikaitkan pada mata kail. Setelah ikan memakan
ulqpan, maka ikan akan tersangkut pada kail ditarik ke atas perahu untuk ~nelepaskanhasil tangkapan. Dan demikian seterusnya dilakukan secara berulang. Jenis-jenis ikan yang tertangkap dalatn pengoperasian handline diantaranya kerapu bebek (Plectropomus altivelis), ikan merah (Lutjanus sp), napoleon (Cheilinus undulatus), hiu (Carchariios macloti), pari (Himaniura sp) dan manyung (Arius spp). 5.1.2
Rawai Dasar Secara umum alat tangkap rawai dasar terdiri atas tali utama (main line),
tali cabang (branch line) dan mata pancing (hook). Tali utama terbuat dari material nylon no 3 atau 4. Tali cabang terbuat dari motzofilamen no 800. Mata pancing terbuat dari bahan baja dengan no mata pancing 6 atau 7. Alat tangkap ini dilengltapi dengan pemberat yang terbuat dari batu kali dengan berat sekitar 0,5 kg.
Jangkar terbuat dngan bahan batu kali dengan berat antara 5 sampail0
kg. Jenis umpan yang digunakan diantaranya adalah curni-cumi, tenggiri potong dan kembung. Prinsip pengoperasian rawai dasar adalah memikat ikan menggunakan umpan yang dikaitkan pada mata kail. Setelah rnemakan umpan, ikan akan terkait pada mata kail dan tidak dapat melepaskan diri. Setelah beberapa lama (sekitar 4 jam) atau diperkirakan ikan yang tertangkap sudah cukup banyak maka rawai dasar ditarik ke atas untuk melepaskan hasil tangkapan, begitu seterusnya. Jenis ikan yang dominan tertangkap dengan rawai dasar diantaranya adalah kakap (Lutjanus sp), kerapu (Epinephelus sp), manyung (Arius sp) dan napoleon (Cheilinus undulatus).
5.1.3 Robu Tanarn Bubu tanam adalah jenis bubu yang terbuat dari bambu yang dalam pe~igoperasiannyaditanam disekitar atau diantara terulnbu karang. Bagian utama bubu tanam terdiri dari 3 bagian, yaitu badan bubu, funnel inlet dan pintu yang berfungsi sebagai tempat mengeluarkan ikan hasil tangkapan. Ukuran bubu tanam yarig umum digunakan nelayan di Kepulauan Kei adalah : panjang 0,9 meter, lebar 0,8 meter dan tinggi 0,4 meter. Perahu yang digunakan untuk mengoperasikan bubu tanam tidak me~npunyaispesifikasi yang khusus. Nrunun demikian, umumnya perahu terbuat dari inaterial kayu. Ukuran perahu yang digunakan adalah : panjang (L) 8 meter, lebar (B) 0,s meter dan kedalaman (D) sekitar 0,6 meter. Tenaga penggerak masih banyak yang menggunakan layar atau dayung. Namun demikian ada beberapa perahu yang mengoperasikan bubu tanam menggunakan motor tempel. Prinsip pengoperasian bubu tanam adalah dengan meletakkan bubu diantara karang dan menutupinya dengan terumbu karang hidup sehingga kelihatan seperti goa karang.
Ikan akan tertarik rnasuk ke dalam bubu dan
terjebak di dalamnya. Pengoperasian bubu tanam tidak inenggunakan umpan. Kedalaman pemasangan berkisar antara 2-5 meter, bergantung kepada kondisi perairan dan ketahanan menyelam nelayan. Satu trip operasi dilakukan selama 2 x 24 jam. Pemasangan dan pengambilan hasil tangkapan dilakukan pada pagi hari.
Juinlah bubu yang dioperasikan oleh nelayan dala~nsatu kali operasi penangkapan berkisar antara 5 -10 bubu.
Jenis ikan yang umum tertangkap oleh bubu tanam diantaranya adalah ikan biji nangka (Purupuneus sp), kerapu (Epinephelus sp), kakatua (Scarus sp) dan ikan baronang (Siganus sp) dan napoleon (Chei1in1r.s undrrlalzrs). 5.1.4 Bubu Lego
Bubu lego adalah jenis bubu yang dalam pengoperasiannya di lego (di lepas) ke dasar perairan dengan menggunakan tali pelampung.
Bubu tanam
terbuat dari bahan bambu yang dianyam. Bagian utama bubu lego ada 4 bagian, yaitu badan bubu, funnel inlet, pintu pengeluaran hasil tangkapan dan pelampung tanda. Tali pelampung ini berfkngsi untuk mempennudah menemukan lokasi pemasangan bubu. Ukuran bubu lego yang umuln digunakan nelayan mempunyai panjang 2,5 sampai 3 m, lebar 2,2 sampai 2,5 m dan tinggi 1 sampai 1,35 m. Bubu dioperasikan dengan cara meletakkan bubu di dasar perairan berkarang atau diantara karang-karang. Untuk mengetahui posisi pemasangan, bubu dilengkapi dengan pelampung tanda. Lama bubu dipasang di dalam air sekitar dua hari, lalu diangkat untuk mengambil hasil tangkapan dan dipasangkan kembali.
Ikan tertarik masuk ke dalam bubu karena pengaruh umpan yang
diletakkan di dalamnya. Jenis-jenis umpan yang biasanya digunakan adalah cumicumi dan tenggiri atau ikan lainnya yang dipotong-potong. Jenis-jenis ikan yang tertangkap diantaranya adalah kerapu (Epinephelus sp), lolosi (Caesio sp), napoleon (Cheilinus undulatus), bobara (Caranx sp), biji nangka (Purupvneus sp), kakatua (Scarus sp), dan lain - lain.
5.1.5
Gillnct Dasar Bagian-bagian utama giilnet dasar terdiri dari badan jaring (webbing),
pela~npung(floating) dan pemberat (sinker). Badan jaring terbuat dari bahan tnrrll~filamentdengan mesh size 3 sampai 4 inc. Pelatnpung terbuat dari bahan karet yang berfungsi untuk rnenjaga rentangan badan jaring tetap setnpurna. Petnberat terbuat dari timah dengan berat sekitar 0,5 kg.
Selain it11 dalam
pengoperasiannya gillnet dasar dilengkapi dengan jangkar yang terbuat dari batu kali dengan berat antara 3 sampai 5 kg. (;illnet
dasar dioperasikan di dasar perairan berkarang. Tujuan
penangkapannya adalah jenis ikan yang hidup di dasar perairan karang. Metode pengoperasian gillnet dasar adalah dengan cara rnenghadang arah pergerakan ikan. Jaring dibentangkan di dasar perairan selatna 3 sampai 5 jam, lalu jaring diangkat untuk melepaskan hasil tangkapan. Jenis-jenis ikan yang umum tertangkap oleh gillnet dasar adalah kakap merah (Lutjanus sp), baronang (Siganus sp), pari (Dasyatis sp), kerapu (Epinephelus sp), manyung (Arius sp) dan lain-lain. 5.1.6
Sero Sero digolongkan ke dalam kelas perangkap ([rap), terbuat dari bahan
bambu. Sero terdiri dari lima bagian utama, yaitu penajo, sayap, bunuhan awal, bunuhan tengah dan bunuhan mati. Penajo memiliki panjang sekitar 70 sampai I00 111, panjang sayap sekitar 15 sampai 25 m, bunuhan awal memiliki panjang 4
sampai 5 m, dengan bukaan mulut 1,5 sampai 2 m, bunuhan tengah dengan panjang 3 sampai 4 m, bukaan mulut 0,4 sampai 0,6 m, bunuhan tnati panjang 2,5 salnpai 3 m dengan bukaan mulut 20 sampai 30 m.
Prinsip pengoperasian sero adalah dengan menghadang arah gerakan ikan dengan menggunakan penajo dan sayap. Alat ini tnemanfaatkan sifat ikan yang bergerak ke arah perairan yang lebih dalan, sehingga ikan tergiring masuk ke dalanl bunuhan awal, bunuhan tengah dan akhimya terjebak ke bunuhan inati. Setelah ikan terjebak di bunuhan mati, nelayan mengambil hasil tangkapan tnengg~~nakan serok. Jenis-jenis ikan yang tertangkap diantaranya adalah kapas-kapas (Gerres sp), semandar ataubaronang (Siganus sp), raja bao (Plectrorhynchus sp), kakatua
(Scarzrs sp), kawalinyu atau kembung (Rastrelliger sp), bobara (Caranx sp), dan ikan puri (Stolephorus sp). 5.1.7 Born Ikan
Bom ikan atau bahan peledak biasanya dikemas dalam botol bekas minuman. Bahan yang digunakan untuk membuat bahan peledak diantaranya adalah campuran antara pupuk urea, minyak tanah dan belerang. Belerang berasal dari ujung korek api yang ditumbuk sampai halus.
Ketiga bahan tersebut
dimasukkan ke dalam botol bekas kaleng minutnan dan dilengkapi dengan sumbu yang terbuat dari pintalan benang. Dalatn operasi penangkapan ikan mengynakan bahan peledak ini, nelayan biasanya mencari daerah terumbu karang yang ~nasihbagus dan diperkirakan terdapat gerotnbolan ikan. Setelah mendapatkan lokasi ikan, nelayan membakar stnnbu menggunakan api rokok dan melemparkannya ke arah yang telah ditentukan. Setelah bom meledak, ikan mulai mengapung di permukaan air dan nelayan mengumpulkannya menggunakan serok.
Jenis-jenis ikan yang tertangkap adalah selnua ikan yang berada dalam radius ledakan. Menurut pemberitaan Suara Karya Edisi 22 Januari 1999 radius ledakan bom ikan yang biasa digunakan nelayan adalah sekitar 30 meter dari pusat ledakan. 5.1.8 Sianidn
Penangkapan dengan menggunakan sianida digolongkan kedalam pembiusan secara kimiawi, dimana bahan utalna yang digunakan adalah sianida. lltan yang terkena pengaruh racun sianida dengan dosis yang tinggi akan mengalami kematian, tetapi dengan dosis tertentu yang cukup rendah hanya akan pingsan sementara. Ikan dalam kondisi pingsan ini mempermudah nelayan untuk menangkapnya, yaitu dengan menggunakan serok. Sianida benvujud cair yang dalam pengoperasiannya dimasukkan ke dalam botol semprotan atau kantong plastik. I'einbiusan dengan menggunakan bahan sianida dilakukan diperairan terumbu karang yang masih baik dan diperkirakan terdapat gerombolan ikan. Setelah lokasi gerombolan ikan ditemukan, nelayan menyemprotkan racun sianida ke dalatn gua-gua karang tempat bersembunyinya ikan, setelah ikan mulai terbius nelayan mengumpulkan ikan-ikan tersebut menggunakan tangguk. Dalam operasi penangkapan ikan ini nelayan menggunakan kompresor sebagi alat bantu dalan ~nelakukanpenyelaman. Hasil tangkapan adalah semua jenis-jenis ikan karang yang berada di daerah penyemprotan sianida. Namun ikan yang menjadi target penangkapan pada Limumnya adalah jenis-jenis ikan ekonornis penting seperti kerapu
(Epiwcphelus sp), napoleon (Cheilinus undulatus), ekor kuning (Caesio sp) dan napoleon (Cheilinus undulatus). 5.2 Analisis Seleksi Teknologi Penangkapan Ikan Karang Ramah Lingkungan Aspek penting yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang bersifat open akses adalah bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat untuk dapat memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada dengan tidak merusak kondisi habitat tempat hidup ikan yang menjadi tujuan penangkapan, dalaln ha1 ini ekosistem temmbu karang. Hal ini perlu ditekankan mengingat semakin tingginya tingkat eksploitasi ikan karang di wilayah pesisir dengan cara yang bersifat destruktif seperti penggunaan bahan peledak dan sianida serta alat penangkap ikan lainnya yang metode pengoperasiannya mengakibatkan kerusakan ekosistem terumbu karang. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan penangkapan yang bersifat memsak di habitat ini adalah dengan menentukan jenis-jenis alat tangkap yang boleh dioperasikan serta menjelaskan dampak pengoperasian alat penangkap ikan tersebut bagi kelangsungan dan kelestarian usaha penangkapan ikan di wilayah perairan karang, sehingga usaha penangkapan dapat dilakukan secara berkesinambungan. Ini berarti bahwa jenis alat tangkap dan metode pengoperasiannya hams ramah terhadap lingkungan. 5.2.1 Analisis Perbandingan antar Sub Kriteria Berdasarkan kriteria dan bobot skor yang telah dibuat, maka dilakukan pembandingan masing-masing alat penangkap ikan karang untuk setiap kriteria.
Pelnbandingan ini dilakukan untuk rnelihat perbandingan relatif antar alat tangkap terbadap suatu kriteria yang di ujikan. 5.2.1.1 Mempunyai selektivitas yang tinggi
Analisis terhadap delapan alat penangkap ikan karang yang ada di lokasi penelitian menunjukkan bahwa alat tangkap handline dan rawai dasar dan gillnet dasar inempunyai nilai selektivitas yang paling tinggi, dengan prioritas relatif sebesar 0,18. Selanjutnya diikuti oleh bubu tanarn dan bubu lego dengan prioritas relatif sebesar 0,14. Prioritas relatif terkecil diperoleh untuk born ikan dan sianida, yaitu sebesar 0,05. Angka prioritas relatif selengkapnya seperti tampak pada Tabel 13. Tabel 13.
Hasil analisis perbandingan selektivitas relatif antar alat tangkap ikan karang.
Ada dua faktor utarna yang rnenyebabkan tingginya selektivitas alat tangkap handline dan rawai, yaitu ukuran mata pancing dan ukuran umpan. Ukuran ikan yang tertangkap dalam pengoperasian handline ditentukan oleh ukuran mata pancing dan ukuran umpan yang digunakan. Sernakin besar ukuran ~natapancing dan umpan yang digunakan, se~nakinbesar ukuran ikan yang tertangkap, dan sebaliknya.
Ikan yang tertangkap oleh alat tangkap gillner dasar adalah ikan yang lnelnpunyai ukuran lingkar tubuh maksimum lebih besar dari ukuran mata jaring. Alat tangkap ini selektif terhadap ukuran, tetapi kurang selektif terhadap jenis. Pengoperasian bubu lego menggunakan umpan, menyebabkan jenis ikan yang tertangkap adalah jenis ikan yang tertwik kepada jenis umpan yang digunakan. Sementara ukuran ikan yang tertangkap ditentukan oleh ukuran funnel inlet dan ukuran celah antar anyaman bambu yang befingsi sebagai penghadang keluamya ikan dari dalam bubu. Bubu tanam dan bubu lego mempunyai selektivitas yang lebih rendah dibandingkan dengan alat tangkap handline, rawai dasar dan gillnet dasar. Hasil tangkapan bubu tanam dan bubu lego adalah jenis-jenis ikan konsumsi dan jenis ikan hias. Semua ikan yang tertangkap adalah ikan yang tertarik untuk mencari ielnpat perlindungan dan bermain diantara terumbu karang, walaupun ukuran ikan yang tertangkap dibatasi oleh ukuran funel inlei yang digunakan. Sero dalam hasil perbandingan selektivitas di atas mempunyai vektor prioritas relatif yang kecil(0,09), sedikit di atas bom ikan dan sianida. Rendahnya angka tersebut dikarenakan semua ikan yang melewati hadangan sero dapat tertangkap. Hasil tangkapan alat tangkap sero hanyalah ikan yang melakukan rtiaya atau pergerakan menyusur pantai. Bom ikan dan sianida mempunyai selektivitas yang paling rendah, akibat dari rnetode penangkapan ikannya. Semua jenis ikan dengan semua ukuran yang berada dalam cathable area dapat tertangkap.
5.2.1.2 Tidak merusak habitat
Terumbu karang mempakan habitat yang sangat spesifik dan rentan terhadap gangguan. Salah satu diantaranya adalah gangguan akibat aktivitas penangkapan ikan. Dampak pengoperasian alat tangkap terhadap habitat dapat didekati dengan melihat bahan pembuat alat yang digunakan dan dengan pendekatan metode pengoperasian alat tangkap. Rahan pembuat alat tangkap yang dilnaksud adalah penggunaan bahanbahan yang mengandung zat yang berpotensi merusak ekosistem temmbu karang dan di sekitarnya.
Di bebempa lokasi dilaporkan bahwa radius pengaruh
penggunaan sianida dapat mencapai 1 km, hergantung kepada kondisi perairan, terutama kondisi arus. Dampak yang terlihat secara visual adalah matinya polip karang, sehingga terumbu karang kelihatan putih (mati) seperti terlihat di lokasi penelitian dan matinya biota-biota lain yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang. Pendekatan terhadap metode pengoperasian alat tangkap dilakukan untuk melihat apakah metode operasi alat tangkap tersebut berakibat kemsakan terhadap habitat terumbu karang atau tidak. Nelayan biasanya membongkar terumbu karang hidup untuk menindih bubu tanam supaya tidak hanyut dan tampak seperti goa karang. Cara ini memsak habitat terumbu karang yang ada, apalagi jika penggimaan bubu dilakukan secara intensif. Prioritas relatif dampak pengoperasian alat tangkap terhadap habitat terumbu karang terlihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil analisis perbandingan ralatif dampak terhadap ekosistem terumbu karang antar alat tangkap ikan karang.
Alat penangkap ikan yang mempunyai dampak pengopersian paling kecil terhadap habitat terumbu karang adalah handline. Dampak pengoperasian alat tangkap yang paling besar terhadap habitat ditemukan pada bom ikan dan sianida. Radius kemsakan habitat terumbu karang yang diakibatkan oleh penggunaan bom ikan dapat mencapai radius 30 m dari pusat ledakan, sedangkan pengaruh penggunaan racun ikan (sianida) dapat mencapai radius 2 km. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan, terutama arus. Di beberapa lokasi di sekitar Pulau Dulah Laut terlihat hancurnya bentuk-bentuk temmbu karang akibat penggunaan bom ikan dan adanya gejala pemutihan (bleeching) terumbu karang yang diakibatkan sianida. Berdasarkan informasi nelayan dan beberapa referensi bahwa terumbu karang yang memutih tersebut dalam waktu beberapa hari akan mengalami kematian. 5.2.1.3 Menghasilkan ikan berkualitas tinggi
Ikan karang konsumsi di di Indonesia tfi pasarkan di beberapa negara, diantaranya Hongkong
dan Singapura. Negara importer tersebut biasanya
rnelninta ikan karang dalam kondisi hidup, sehingga kesegaran ikan dapat terjamin.
Perbandingan prioritas relatif alat tangkap terhadap kualitas ikan yang dihasilkan dalam proses penangkapan ikan dilakukan berdasarkan kondisi ikan yang tertangkap. Angka prioritas relatif tertinggi dicapai oleh handline, bubu tanam dan bubu lego sebesar 0,16, angka relatif terendah ditunjukan oleh bom ikan sebesar 0,07 (Tabel 15). Tabel 15. Hasil analisis perbandingan ralatif kualitas ikan yang dihasilkan antar alat tangkap ikan karang.
lkan yang tertangkap oleh handline, bubu tanam, bubu lego, dan sero berada dalaln kondisi hidup, sehingga kesegarannya tetap terjaga. Ikan hidup ini dimasukkan ke dalam karamba jaring apung (KJA). Keramba berfungsi sebagai ternpat penampungan sementara, sebelum ikan ini di ekspor dalam keadaan hidup. Ekspor ikan hidup wilayah Kepulauan Kei khusus untuk komoditi kerapu. Harga kerapu hidup di lokasi (harga lokal) berkisar antara 100 ribu rupiah 115 ribu rupiah per kg Hasil tangkapan boln ikan, biasanya mempunyai harga yang rendah. Hal ini dikarenakan kondisi ikan yang tertangkap adalah tulangnya hancur dan lembek serta ganpang busuk.
Walaupun demikian intensitas penggunaan metode
penagkapan ini tetap tinggi, karena walaupun harganya rendah tetapi kuantitas hasil tangkapan juga tinggi serta dalam operasinya tidak memerlukan waktu yang lama.
5.2.1.4 Tidak membahayakan nelayan
Nelayan merupakan profesi dengan resiko keja yang cukup tinggi. Resiko atau kerawanan bahaya yang dihadapi nelayan bukan saja disebabkan oleh kondisi alam yang kadang-kadang kurang bersahabat, tetapi juga disebabkan oleh kurangnya keteranpilan nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap. Namun demikian tidak semua alat penangkap ikan karang mempunyai resiko tinggi ter~adapkeselamatan nelayan, terutama alat penagkapan ikan karang tradisional. Analisis perbandingan tingkat bahaya relatif antara alat penangkap ikan karang mengahasilkan nilai tertinggi untuk alat tangkap hangline, rawai dasar, bubu lego, gillnet dasar, sero sebesar 0,16 dan bubu tanam sebesar 0,12. Angka terendah diperoleh untuk penangkapan ikan menggunakan bom ikan dan sianida, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16.
Hasil analisis perbandingan tingkat bahaya ralatif antar alat tangkap ikan karang
Rendahnya tingkat bahaya bagi nelayan yang mengoperasikan lima jenis alat penangkap ikan karang dengan bobot prioritas paling besar tersebut diperkuat oleh belum adanya bukti yang menunjukkan adanya kecelakaan yang tejadi. Hal tersebut disebabkan dalam pengoperasiannya tidak diperlukan pendidikan khusus, tetapi cukup didasarkan pada pengalaman sehari-hari yang biasanya mereka dapatkan secara turun temurun.
Bubu tanam mempunyai resiko yang lebih besar diantaranya gangguan pendengaran.
Gangguan pendengaran disebabkan nelayan harus menyelam
sarnpai kedalaman 5 meter, ini berarti terjadi perbedaan tekanan sampai 5 atm dengan kondisi permukaan. Perbedaan tekanan ini dapat menyebabkan pecahnya gendang telinga dan gangguan pendengaran permanen. Penggunaan bom ikan dan sianida, memiliki resiko paling tinggi. Penggunaan bom ikan memerlukan kecepatan dan ketepatan, apabila nelayan kurang cermat, bom hapat meledak di tangan ataupun di dalam perahu atau kapal dan dapat mengakibatkan kematian. Meledaknya bom ikan di dalam perahu atau di dalatn genggaman nelayan sudah sering terjadi, biasanya berakibat kematian bagi nelayan. Demikian pula dengan penggunaan sianida. Nelayan harus melakukan penyelaman sampai kedalaman puluhan meter, biasanya menggunakan alat bantu kompressor, sehingga dapat bertahan lebih lama di dalam air. Perbedaan tekanan dan keracunan oksigen yang mengandung C02 yang tinggi yang terhisap ke dalam kompressor merupakan penyebab utama kematian nelayan pengguna sianida. 5.2.1.5 By-catclt rendah
Perikanan tropis yang bersifat multi spesies menyebabkan banyaknya jenis ikan yang tertangkap dalam pengoperasian suatu alat penagkap ikan. Jumlah by-
catch yang tertangkap dipengaruhi oleh selektivitas alat tangkap yang digunakan. Analisis terhadap jenis-jenis ikan yang tertangkap pada delapan jenis alat penangkap ikan karang menunjukan bahwa handline, rawai dasar, bubu tanam, bubu lego, dan gillnet dasar adalah yang paling tinggi dengan angka prioritas
relatif sebesar 0,17. Angka prioritas relatif bagi alat penangkap ikan karang lainnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17.
Hasil analisis perbandingan by-carch ralatif antar alat tangkap ikan karang
Jenis dan ukuran ikan yang tertangkap oleh handline dan rawai dasar dibatasi oleh jenis umpan dan ukuran mata pancing yang digunakan. Jenis dan ukuran hasil tangkapan bubu tanam dan bubu lego dibatasi oleh jenis umpan, ukuran funnel dan celah dinding bubu. Ukuran ikan yang tertangkap oleh gillnet dasar dibatasi oleh mesh size yang digunakan. Hasil tangkapan sero adalah semua jenis ikan dengan berbagai ukuran yang terperangkap ke dalam area tangkap sero, begitupun hasil tangkapan bom ikan dan sianida. Jumlah by-catch yang dihasilkan oleh suatu alat tangkap sangat ditentukan oleh komposisi ikan yang ada di fishing ground dan selektivitas alat tangkap yang digunakan. 5.2.1.6 Dampak ke biodiversity rendah
Keanekaragaman biota yang ada di ekosistem terumbu karang tnengindikasikan tingkat kesuburan yang tinggi dan hubungan saling ketergantungan antar biota yang ada.
Keaneka ragaman biota harus tetap
dipertahankan untuk menjaga keseimbangan ekologi perairan.
Hasil analisis perbandingan dampak terhadap biodiversity pada Tabel 18 menu~~jukkan ada empat kelompok tingkat dampak pengoperasian alat tangkap terhadap keragaman biodiversity, yaitu : kelompok pertama dengan nilai vektor prioritas 0,18 untuk alat tangkap handline, rawai dasar dan gillnet dasar; kelollipok kedua dengan vektor prioritas 0,14 untuk alat tangkap bubu tanam dan bubu lego; kelompok ketiga dengan vektor prioritas 0,09 untuk alat tangkap sero; dan kelompok ke empat dengan vektor prioritas 0,04 untuk bom ikan dan sianida. Tabel 18. Hasil analisis perbandingan dampak ke biodiversity ralatif antar alat tangkap ikan karang
Operasi penangkapan ikan menggunakan alat tangkap kelompok pertama secara umum tidak mengganggu keragaman dan kestabilan biodiversity yang ada, karena dioperasikan hanya untuk menangkap jenis-jenis ikan tertentu. Pada pengoperasi bom ikan dan sianida semua biota yang ada dalam radius ledakan dan radius penganlh sianida akan mati. Selain itu ekosistem terumbu karang juga dapat mengalami kematian. Pada nilai perbandingan antar alat penangkap ikan di atas terlihat bahwa jenis alat penangkap ikan yang menangkap jenis biota yang berperan penting dalam siklus rantai makanan mempunyai nilai vektor prioritas paling kecil. Sedangkan alat penangkap ikan yang hanya menangkap jenis ikan karnivora dan atau herbivora berukuran besar mempunyai nilai vektor prioritas yang tinggi.
5.2.1.7 Tidak membahayakan ikan yang dilindungi
lkan napoleon merupakan jenis ikan yang hidup di perairan karang. Karena julnlahnya semakin langka sedangkan intensitas penangkapan cukup tinggi, maka untuk mencegah kepunahannya kegiatan perdagangannya dilarang oleh pemerintah. Perlindungan terhadap spesies ini kenyataannya kurang efektif berjalan, mengingat harganya yang tinggi di pasar ekspor, sehingga aktivitas penangkapan dan penjualan secara ilegal masih tetap berlangsung. Hasil analisis perbandingan relatif menunjukkan bahwa alat tangkap yang paling aman bagi ikan napoleon adalah sero dengan vektor prioritas 0,17. Penggunaan sianida menunjukkan angka terkecil, sebesar 0,08.
Selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil analisis perbandingan relatif tertangkapnya spesies yang dilindungi antar alat tangkap ikan karang
Sero dikelompokkan sebagai alat tangkap yang paling aman bagi ikan napoleon, karena ikan napoleon jarang ditemukan meiakukan ruaya ke perairan pantai sehingga peluangnya tertangkap dengan alat tangkap ini juga kecil sekali, bahkan tidak mungkin. Berdasarkan informasi nelayan setempat ikan napoleon tidak pernah tertangkap oleh gillnet dasar. lkan napoleon pemah tertangkap dengan alat tangkap handline, rawai dasar, bubu tanam dan bubu lego, walaupun fiekuensinya jarang. Sementara
untuk penggunaan bom ikan dan sianida apabiia ikan napoleon berada dalarn radius ledakan ataupun terkena semprotan sianida, maka dapat dipastikan ikan napoleon tertangkap dan mati. 5.2.2
Analisis Perbandingan Menyelurul~antar Kriteria Analisis
perbandingan
secara
menyeluruh
antar
kriteria
yang
~nengindikasikanciri teknologi penangkapan ikan karang bemawasan lingkungan dilakukan setelah analisis perbandingan antar sub kriteria dari masing-masing kriteria selesai. Perbandingan menyeluruh antar kriteria ini dilakukan untuk melihat bobot kriteria yang paling berpengaruh terhadap ciri teknologi penangkapan ikan karang berwawasan lingkungan. Penentuan bobot skor dilakukan dengan didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan ilmiah dan
referensi yang mendukung
besamya pengamh suatu sifat terhadap ciri tersebut. Hasil analisis perbandingan antar kriteria yang menunjukkan bahwa perbandingan relatif antar alat tangkap ikan karang yang memenuhi syarat ramah lingkungan diperlihatkan pada Tabel 20. Tabel 20.
Hasil analisis perbandingan relatif alat tangkap ikan karang ramah lingkungan
Hasil analisis pada Tabel 20 menunjukkan bahwa alat tangkap yang inelnpunyai prioritas total paling tinggi (0,179) adalah handline. Selanjutnya diikuti rawai dasar dengan prioritas total (0,159), gillnet dasar (0,156), bubu lego (0,150), bubu tanam (0,129), sero (0,126), sianida (0,063) dan born ikan (0,058). Dari Tabel 20 terlihat ada dua kelompok nilai prioritas total alat tangkap teihadap tujuan utama, yaitu alat penangkap ikan karang ramah lingkungan. Kelompok pertalna adalah alat penangkap ikan karang dengan nilai prioritas total antara 0,126 sampai 0,179, sedangkan kelompok kedua adalah alat penangkap ikan karang dengan nilai prioritas total 0,058 sampai 0,063. Pada alat tangkap kelompok pertama, antara handline dan rawai dasar terlihat adanya berbedaan nilai prioritas total yaitu 0,179 dan 0,159. Dari nilai tersebut terlihat bahwa handline lebih memenuhi kriteria ramah lingkungan dibandingkan dengan alat tangkap rawai dasar. Rendahnya prioritas total rawai dasar ini disebabkan oleh hasil tangkapan yang dihasilkan oleh rawai dasar dalam keadaan inati, sedangkan tujuan penangkapan ikan karang diusahakan agar hasil tangkapan ikan dalam keadaan hidup. Hasil tangkapan handline tetap dalam keadaan hidup, karena dalam pengoperasiannya nelayan menggunakan karamba kecil yang terbuat dari jaring yang berfungsi sebagai tempat penampungan sementara. Pada pengoperasian rawai dasar, ikan yang dihasilkan tidak bisa diusahakan tetap hidup, karena sewaktu hauling dilakukan ikan sudah mati. Hal ini terjadi karena waktu perendaman yang lama, yaitu sekitar empat jam. Perbedaan prioritas total bubu lego (0,150) dan bubu tanam (0,129). disebabkan oleh perbedaan metode pengoperasiannya. Pengoperasian bubu tanam ~nenggunakanterumbu karang hidup untuk menutupi bubu yang dipasang,
sehingga dapat memsak ekosistem temmbu karang yang ada. Sedangkan pada pengoperasian bubu lego, bubu diletakkan di dasar perairan dengan cara diletakkan di antara karang. Sehingga dampak yang ditimbulkan tidak sebesar pengoperasian bubu tanam. Prioritas total alat tangkap sero merupakan yang paling rendah (0,126) diantara kelompok alat tangkap pertama, ha1 ini disebabkan oleh keragaman jenis hasil tangkapan. Walaupun ikan yang dihasilkan dalam keadaan hidup tetapi sebagian besar tidak mempunyai pasar yang baik. Penggunaan born ikan sianida dengan nilai prioritas total 0,058 dan 0,063 lnengindikasikan bahwa kegiatan ini tidak memenuhi kriteria alat penangkap ikan karang ramah lingkungan.
Perbandingan nilai prioritas total antara kedua
kelornpok alat tangkap tersebut sekitar 1 : 2.
Rendahnya bobot prioritas total
tersebut karena alat tangkap kelompok kedua ini mempunyai bobot kriteria paling rendah dalam hampir semua kriteria yang diujikan. Analisis selanjutnya, yaitu seleksi alat tangkap ikan karang yang rnemperhatikan aspek penangkapan yang berkelanjutan. Penggunaan born ikan dan sianida tidak diikutkan dalam proses seleksi, karena memang tidak memenuhi kriteria alat tangkap ramah lingkungan.
Salah satu kriteria utama untuk
melakukan seleksi alat tangkap ikan karang yang berkelanjutan adalah memenuhi kriteria ramah lingkungan, sesuai dengan diagram alir atau tahap proses seleksi. 5.3 Analisis Seleksi Teknologi Penangkapan Ikan Karang Berkelanjutan
Dalam manajemen usaha perikanan tangkap, informasi tentang sediaan ikan sangat diperlukan untuk menentukan jumlah ikan yang dapat dimanfaatkan pada suatu wilayah perairan.
Aspek kelestarian sumberdaya ikan sangat
diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha penangkapan. Selain itu jugaperlu diketahui sifat ikan karang yang mempunyai mobilitas rendah, sehingga sangat rentan terhadap tekanan usaha penangkapan. Kelangsungan usaha penangkapan ikan karang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan Iangsung ataupun tidak langsung dengan usaha penangkapan itu sendiri. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah aspek surnberdaya ikan, ketersediaan pasar, ketersediaan bahan bakar, legalitas usaha dan investasi. 5.3.1 Analisis Perbandingan antar Sub Kritelia
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dibuat pada penentuan bobot skor antar alat tangkap ikan karang pada setiap kriteria yang diujikan, maka dilakukan analisis perbandingan antar alat tangkap. Pembandingan ini dilakukan untuk melihat prioritas relatif antar alat tangkap ikan karang terhadap kriteria yang diujikan. 5.3.1.1 Hasil tangkapan tidak melebihi TAC
Nilai prioritas relatif tertinggi untuk dampak pengoperasian alat penangkap ikan karang dicapai oleh handline, sebesar 0,22. Sementara nilai terendah pada sero. Selengkapnya mengenai ha1 ini dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21.
Hasil analisis perbandingan relatif kemungkinan bahaya terhadap kelestarian sumberdaya
Tabel 21 di atas lneinperlihatkan perbandingan relatif dampak yang mungkin ditimbulkan dari pengoperasian suatu alat tangkap terhadap kemungkinan terjadinya over.fishing atau hasil tangkapan melebihi angka yang diperbolehkan untuk dimanfaatkan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa ada tiga kelompok nilai vektor prioritas, yaitu kelompok pertama dengan vektor prioritas 0,22; kelompok kedua dengati nilai vektor prioritas 0,17; dan keloinpok ketiga dengan nilai vektor prioritas O,11. Nilai-nilai tersebut didasarkan pada kemampuan tangkap yang dimiliki oleh masing-masing alat tangkap.
Harrdline mempunyai nilai vektor prioritas paling tinggi (0,22). Hal ini mengindikasikan mengindikasikan bahwa pengoperasian alat tangkap ini paling ainan terhadap kelestarian sumberdaya, karena prinsip pengoperasinya adalah menangkap ikan satu demi satu, sehingga peluang terjadinya overfishing kecil. Pada alat tangkap kelompok kedua yaitu : rawai dasar, bubu lego, bubu tanarn dan
gillizel dasar dengan nilai vektor prioritas (0,17) mempunyai kemarnpuan tangkap yang lebih besar dibandingkan handline. Sero menunjukkan nilai vektorprioritas paling kecil, berarti mempunyai kemampuan tangkap yang lebih tinggi. Namun deinikian kareua jumlah unit penangkapan ini sedikit maka dampaknya terhadap kelestarian sumberdaya uga tidak terlalu besar. Secara umum dampak pengoperasian kelilna alat penangkap ikan karang yang ada di lokasi penelitian terhadap kemungkinan terjadinya overfishing kecil. Nainun demikian, diperlukan pengaturan jumlah alat tangkap yang dioperasikan dan tipaya penangkapan optimum total dari seluruh alat tangkap yang beroperasi tetap diperlukan.
5.3.1.2 Konsumsi BBM rendah
Kebutuhan BBM dunia semakin lama semakin meningkat, sedangkan cadangan minyak dunia semakin menipis. Kondisi ini harus diantisipasi dengan cara mengembangkan teknologi penangkapan ikan yang mengkonsumsi bahan bakar serninimal mungkin, sehingga tingkat ketergantungan usaha penangkapan terhadap pasokan BBM dapat dikurangi. Di Indonesia sendiri kelangkaan bahan bakar minyak sering terjadi. Hal ini
mengakibatkan banyak nelayan tidak dapat melaut. Perbandingan
ketergantungan relatif antar alat penangkap ikan karang terhadap pasokan BBM ~nenunjukanbahwa handline, rawai dasar, bubu tanam, bubu lego dan sero nlendapatkan prioritas relatif tertinggi sebesar 0,16. Angka prioritas keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22.
Hasil analisis perbandingan relatif konsumsi BBM antar alat tangkap ikan karang
[
No 1.
I Alat Tangkap I Handline
6.
Gillnet dasar Sero
1
I Vektor Prioritas 0,16
0,12 0,16
Kesamaan tingkat ketergantungan pengoperasian antar alat penangkap ikan karang terhadap pasokan BBM sesuai dengan kondisi di lapangan. Sebagian besar armada penangkapan ikan karang merupakan armada semut yang masih lnenggunakan tenaga penggerak dayung ataupun layar, walaupun ada beberapa nelayan yang menggunakan motor tempel. Sebagian besar alat penangkap ikan karang yang digunakan nelayan di Kepulauan Kei bersifat pasif, sehingga kebutuhan BBM rendah. Kapal atau
perahu hanya digunakan untuk mengantarkan kefishing ground dan kembali ke fishing base. Satu jenis alat tangkap yang annadanya menggunakan motor tempel adalah gillnet dasar, kai-enafishing ground cukup jauh darifishing base. Secara umum tingkat ketergantungan usaha penangkapan ikan karang di Kepulauan Kei terhadap pasokan BBM tergolong rendah, karenafishing ground yang dituju relatif dekat dengan pemukiman nelayan. Perpindahan antarfishing gr0und pun tidak terlalu jauh, karena lokasi merupakan sekumpulan pulau karang yartg terdapat di sekittir pemukiman nelayan. 5.3.1.3 Secara hukum legal
Aspek legal m e ~ p a k a naspek yang sangat penting bagi kelangsungan usaha penangkapan ikan karang. Apabila alat tangkap yang digunakan legal secara ltukum, maka akan memberikan rasa anan dalam berusaha. Kekuatan huku~ndari suatu peraturan ditentukan oleh si pembuat peraturan. Ada dua jenis alat tangkap ikan karang yang banyak dioperasikan oleh nelayan yang secara hukum dilarang, yaitu bom ikan dan sianida. Namun detnikian, karena kedua alat tangkap tersebut tidak memenuhi kriteria ramah lingkungan, maka tidak diikutan dalarn analisis legalitas usaha penangkapan. Perbandingan relatif antar alat penangkap ikan karang terhadap aspek hukum atau legalitas usaha penangkapan menunjukan prioritas yang sama (Tabel 23). Tabel 23.
Hasil analisis perbandingan relatif aspek legalitas antar alat penangkap ikan karang
Pada Tabel 23 terlihat bahwa enam alat penangkap ikan karang yang dioperasikan di perairan karang Kepulauan Kei mempunyai nilai prioritas yang sama, rnenunjukan ke enam alat penangkap ikan karang tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan yang melarang pengoperasian ke enam alat penangkap ikan karang tersebut. 5.3.1.4 Jumlah investasi kecil
Jumlah investasi yang dibutuhkan untuk melakukan suatu usaha penangkapan ikan karang sangat menentukan keberlanjutan usaha penangkapan ikan karang. Hal ini dikarenakan sebagian besar neiayan ikan karang adalah nelayan dengan permodalan yang kecil. Apabila modal yang diperlukan cukup besar, maka nelayan akan sulit untuk rnelakukan usaha penangkapan. Sulitnya kredit permodalan dari pihak Bank untuk usaha penangkapan ikan mengakibatkan pemilik faktor produksi (sarana penangkapan) adalah orang-orang kota yang mempunyai modal, sedangkan nelayan hanya sebagai buruh nelayan. Berdasarkan jumlah investasi yang diperlukan untuk pengadaan alat tangkap dan sarana penangkapan ikan karang di lokasi penelitian, didapatkan nilai prioritas relatifjumlah investasi antar alat penangkap ikan karang. Nilai prioritas relatif tertinggi dicapai oleh handline dan sero (Tabel 24). Tabel 24.
Hasil analisis perbandingan relatif jumlah invetasi antar alat tangkap ikan karang
Hasil analisis vektor prioritas pada Tabel 24 menunjukan bahwa ada tiga kelompok nilai vektor prioritas, yaitu 0,22 untuk alat tangkap handline dan sero, 0,17 untuk alat tangkap rawai dasar dan bubu tanam, serta 0,11 untuk alat tangkap
bubu lego dan gillnet dasar. Handline dan bubu sero lnerupakan alat tangkap dengan nilai investasi paling kecil. Untuk membuka usaha penangkapan handline tradisional yang banyak dioperasikan nelayan di Kepulauan Kei dibutuhkan investasi awal sekitar 3 juta rupiah. Dana investasi tersebut diperuntukkan untuk pembelian perahu kosong dengan ukuran panjang 4 sampai 5 meter dengan harga sekitar 2 juta rupiah dan sekitar 1 juta rupiah untuk pembelian alat tangkap serta modal operasi. Armada penangkapan handline sebagian besar masih menggunakan tenaga dayung ataupun layar. Jumlah investasi yang diperlukan untuk membuat alat penangkap sero sekitar 2 juta rupiah, yaitu sekitar 1,5 juta rupiah untuk pembelian bahan dan upah penlasangan serta 500 ribu rupiah sampan dengan ukuran panjang sekitar2,5 meter. Perkiraan investasi yang diperlukan untuk membeli peralatan tangkap dan sarana pendukung diperkirakan sekitar 12 juta rupiah sampai 13 juta rupiah, yaitu 2,5 juta rupiah sampai 3 juta rupiah untuk pembelian perahu kosong dengan ukuran panjang sekitar 9 meter. Harga mesin motor tempel dengan kekuatan 15 PK sekitar 8 juta rupiah dan harga peralatan tangkap sekitar 1jutarupiah sampai 2 juta rupiah. Estimasi investasi awal untuk alat tangkap kelompok ketiga (bubu lego dan gillnet dasar) sekitar 17 juta rupiah. Kapal kosong dengan panjang sekitar , dengan perincian sekitar 3 juta rupiah sampai 4 juta rupiah untuk pembelian kapal
kosong dengan panjang sekitar 10 sampai 11 meter. Harga mesin motor tempel dengan kekuatan 20 PK sekitar 10 juta rupiah. Sedangkan biaya pembelian alat tangkap dan baiayaoperasi sekitar 3 juta rupiah. 5.3.1.5 Mempunyai pasar yang baik
Ikan karang merupakan komoditi ekspor yang mempunyai harga yang tinggi, terutama untuk jenis-jenis kerapu. Permintaan kerapu untuk pasar Asia dan Pasar Eropa sekarang beluln bisa dipenuhi oleh para eksportir di Indonesia. Salah satu kendala yang dihadapi oleh para eksportir adalah masih kurangnya pasokan ikan hidup yang dihasilkan dari penangkapan ikan karang, karena sebagian besar permintaan pasar adalah ikan dalam kondisi hidup, terutama untuk jenis kerapu. Selain untuk tujuan ekspor, ikan karang juga mempunyai pasar lokal yang potensial, yaitu untuk pasokan di hotel-hotel dan restoran, serta warung-warung tenda yang banyak menyajikan masakan ikan laut. Harga kerapu hidup di lokasi penelitian berkisar antara 100 ribu rupiah sampai 115 ribu rupiah per kg, sedar~gkandalam kondisi mati sekitar 8 ribu rupiah per kg. Analisis perbandingan relatif terhadap aspek pemasarannya dilakukan berdasarkan jenis dan kondisi hasil tangkapan dari alat penangkap ikan karang yang ada di lokasi penelitian. Hasil analisis menunjukan bahwa bubu tanam dan bubu lego mencapai angka prioritas tertinggi, sedagkan yang terendah dicapai oleh sero (Tabel 25).
Tabel,25.
Hasil analisis perbandingan relatif terhadap prospek pasar.
Hasil analisis memperlihatkan ada tiga kelompok nilai vektor prioritas terhadap aspek pasar, yaitu :kelompok pertatna dengan nilai vektor prioritas 0,20 dan 0,19 untuk alat 'tangkap bubu tanam, bubu lego dan handline; kelompok kedua dengan nilai vektor prioritas 0,15 sampai 0,16 untuk alat tangkap gillnet dasar dan rawai dasar; dan kelompok ketiga dengan nilai vektor prioritas 0,11 untuk alat tangkap sero. Penekanan dalam analisis ini adalah ikan karang berada dalam kondisi hidup. Penekanan ini dilakukan karena di lokasi penelitian terdapat beberapa eksportir lokal yang menampung ikan hidup dengan harga yang tinggi, sedangkan ikan mati hanya dijual dipasar lokal dengan harga yang jauh di bawah ikan hidup. Jenis ikan hidup yang ditampung oleh eksportir lokal tersebut sebagian besar adalah kerapu, walaupun ada spesies lain seperti ikan napoleon. Alat tangkap handline, bubu tanam dan bubu lego mempunyai nilai prioritas yang paling tinggi dikarenakan dapat menghasilkan ikan dalam kondisi hidup dan hasil tangkapan utama adalah jenis-jenis kerapu.
Alat tangkap
kelompok kedua, walaupun hasil tangkapan juga merupakan jenis-jenis kerapu dan ikan karang ekonomis penting lainnya, tetapi karena ikan yang dihasilkan dalatn kondisi mati, maka harga di pasar lokal menjadi rendah.
&an yang
dihasilkan oleh alat tangkap sero ada dalam keadaan hidup, tetapi dari aspekpasar
lnempunyai vektor prioritas yang rendah, karena jenis-jenis ikan yang tertangkap sebagian besar adalah untuk konsumsi lokal. 5.3.2 Anillisis Perbandingan Menyeluruh antar Kriteria
Analisis
perbandingan
secara
menyeluruh
antar
kriteria
yang
mengindikasikan ciri teknologi penangkapan ikan karang berkelanjutan dilakukan setelah analisis perbandingan antar sub kriteria dari masing-masing kriteria selesai dianalisis dengan meaghasilkan nilai perbandingan relatif antar alat tangkap. Perbandingan menyelumh antar kriteria ini dilakukan untuk melihat bobot kriteria yang paling berpengamh besar terhadap ciri teknologi penangkapan ikan karang berkelanjutan. Penentuan bobot skor dilakukan dengan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ilmiah dan
referensi yang mendukung besamya
pengaruh suatu sifat terhadap ciri tersebut. f-Iasil analisis perbandingan antar kriteria yang menunjukkan perbandingan relatif antar alat tangkap ikan karang yang memenuhi syarat alat tangkap ikan karang berkelanjutan diperlihatkan pada Tabel 20. Tabel 26.
Hasil analisis perbandingan relatif alat tangkap ikan karang berkelanjutan
Nasil andisis pada Tabel 21 menunjukkan bahwa alat tangkap yang metnpunyai prioritas total paling tinggi (0,195) adalah handline, disusul bubu
tanam dengan prioritas total (0,185), bubu lego (0,172), rawai dasar (0,163),
gillnet dasar (0,140) dan sero (0,135). Tabel 21 di atas menunjukkan bahwa alat tangkap ikan karang yang paling mernenuhi kriteria penangkapan ikan berkelanjutan secara berturut-turut adalah alat tangkap handline, bubu tanam, bubu lego dan mwai dasar. Penentuan urutan di atas didasarkan pada nilai prioritas total yang mengindikasikan bahwa alat tangkap tersebut lebih melnenuhi kriteria yang telah diujikan dibandinglam dengan alat tangkap yang lain dalarn seleksi teknologi penangkapan ikan karang berkelanjutan.
Handline mempunyai nilai prioritas total paling tinggi. Hal tersebut dikarenakan pada setiap pengujian antar alat penangkap ikan karang, handline terlihat lebih unggul. sumberdaya ikan
Bahaya pengoperasian handline terhadap kelestarian
karang
relatif rendah, ha1 ini
dikarenakan dalan
pengoperasiannya bersifat fish by fish, sehingga kemampuan tangkapnya relatif rendah. Namun demikian ikan yang dihasilkan handline mempunyai pasar yang baik, karena ikan yang dihasilkan dalam kondisi hidup, sehingga mempunyai nilai jual yang tinggi. Rawai dasar mempunyai nilai prioritas total yang lebih rendah dibandingkan dengan alat tangkap sejenis, yaitu handline. Hal ini dikarenakan dari beberapa aspek yang diujikan rawai dasar masih berada di bawah handline. Reberapa penyebabnya adalah hasil tangkapan rawai dasar tidak mempunyai pasar ekspor di lokasi, karena ikan yang dihasilkan dalam keadaan mati. Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) armada rawai dasar juga lebih tinggi bila
dibandingkan dengan armada handline, hal ini disebabkan wilayah penangkapan rawai dasar biasanya lebih jauh. Bubu tanam dalam seleksi terhadap aspek keberlanjutan usaha menempati urutan prioritas kedua setelah handline dengan nilai prioritas total 0,185. Tingginya nilai prioritas ini menunjukkan bahwa pengoperasian bubu tanarn nlemenubi kriteria yang diujikan. Namun demikian ha1 penting dan mendasar yang harus diperhatikan adalah perlunya perbaikan metode operasi penangkapan. ~ ~ a b iha1 l a ini tidak dilakukan maka akan berakibat kerusakan pada ekosistem terumbu karang. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian untuk menggantikan hngsi terumbu karang hidup dengan bahan lain yang berbasis sumberdaya lokal, seperti daun kelapa atau bahan lainnya yang banyak terdapat di lokasi penelitian. Untuk itu diperlukan kajian lebih lanjut. Bubu lego mempunyai nilai urutan prioritas sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan bubu tanam yaitu 1,72. Hal ini dikarenakan pada beberapa kriteria pembandingan bubu leg0 berada di bawah bubu tanam.
Beberapa
diantaranya adalah konsumsi BBM dan jurnlah investasi. Konsumsi BBM kapal bubu tanam lebih rendah bila dibandingkan dengan bubu lego, karena wilayah pengoperasian bubu tanam lebih dekat bila dibandingkan dengan bubu lego. Bahkan ada beberapa armada yang masih menggunakan tenaga dayung ataupun layar. Dari aspek investasi, jumlah investasi yang dibutuhkan untuk pengadaan unit penangkapan bubu tanam juga lebih rendah. Hal ini dikarenakan ukuran kapal dan kelengkapan yang dibutuhkan untuk pengoperasian bubu tanam lebih kecil. Kondisi ini dipengaruhi oleh jarak wilayah penangkapan yang berbeda, yang berdampak pada ukuran kapal kapal dan tenaga penggerak yang dibutuhkan.
Gillnet dasar dan sero mempunyai nilai prioritas total paling rendah bila dibandingkan dengan empat alat tangkap lainnya. Pada alat tangkap gillnet dasar hasil tangkapan yang dihasilkan sudah dalam keadaan mati, sehingga harga jual hasil tangkapan juga rendah. Selain itu investasi yang dibutuhkan juga lebih besar dibandingkan dengan alat penangkap ikan lainnya.
Pengoperasian alat tangkap
sero sebagai alat penangkap ikan karang mempunyai nilai prioritas total paling rendah. Hal ini dikarenakan walaupun sero menghasilkan tangkapan dalam keadaan hidup, tetapi mempunyai harga jual yang rendah. Selain aspek yang diujikan di atas ada beberapa poin penting yang hams dilakukan untuk menganalisis keberlanjutan usaha penangkapan diantaranya analisis kelayakan usaha. Tanpa adanya analisis ini sangat sulit untuk melakukan pengembangan suatu teknologi penangkapan, karena tujuan utama penangkapan adalah meningkatkan kesejahteraan nelayan. Oleh karena itu usaha penangkapan haruslah menguntungkan secara finansial.