MODEL PEMBELAJARAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS XI SMK PASUNDAN GARUT TAHUN PELAJARAN 2011/2012
MAKALAH
Oleh Dede 1021.0493
SEKO LA H DAN IL
AN URU G ID IKAN
GG TIN PENI KE U D M
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) SILIWANGI BANDUNG 2012
MODEL PEMBELAJARAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROLE PLAYING PADA SISWA KELAS XI SMK PASUNDAN GARUT TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Dede 1021.0493 Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Tinggi Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Siliwangi Bandung 2012
ABSTRAK Kurangnya motivasi, rasa percaya diri, kesulitan menentukan topik, pembelajaran berbicara yang rnonoton dan tidak menarik menjadi penyebab kesulitaan siswa dalam berbicara serta metode role playing (bermain peran) yang belum terbukti mampu meningkatkan kemampuan berbicara menjadi latar belakang masalah skripsi ini Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu. Metode eksperimen semu penelitian ini menggunakan desain the one group pretest and pos-test. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Bagaimaaa tingkat kemampuan berbicara siswa kelas XI SMA Pasundan Garut dalam mengemukakan pendapat sebelum pembelajaran menggunakan metode role playing (bermain peran)? (2) Bagaimana tingkat kemampuan berbicara siswa kelas XI SMA Pasundan Garut dalam mengemukakan pendapat setelah pembelajaran menggunakan metode role playing (bermain peran)? (3) Apakah penerapan metode role playing (bermain peran) dapat meningkatkan kemampuan mengungkapkan pendapat siswa kelas XI SMA Pasundan Garut? Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan berbicara (berpendapat) siswa kelas XI SMA Pasundan Garut sebelum pembelajaran menggunakan metode role playing (bermain peran), (2) untuk mendeskripsikan tiagkat kemampuan berbicara (berpendapat) siswa kelas XI SMA Pasundan Garut setelah pembelajaran menggunakan metode role playing (bermain peran), (3) untuk mendeskripsikan efektivitas penerapan metode role playing (bermain peran) dalam upaya meningkatkan kemampuan berbicara (berpendapat) siswa XI SMA Pasundan Garut. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran berbicara sebelum dan setelah diterapkan metode role playing (bermain peran). Hal tersebut terbukti dengan perolehan nilai rata-rata postes (76,53) yang lebih besar dari pada nilai rata-rata pretes (69,06). Artinya, terjadi peningkatan nilai sebesar 10,82%. Setelah melalui proses uji hipotesis, diperoleh hasil thitung (3,69) lebih besar dari pada ttabel baik pada taraf signifikansi 5% (2,14) atau 1% (2,98) dengan derajat kebebasan 14. Berdasarkan hasil tersebut hipotesis yang berbunyi terdapat perbedaan kemampuan mengungkapkan pendapat yang signifikan sebelum dan sesudah menerapkan metode role playing (bermain peran) pada siswa kelas XI SMA Pasundan Garut diterima. Kata Kunci : Berbicara, Role Playing
PENDAHULUAN Keunggulan metode role playing (bermain peran) ini yaitu (1) siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh, (2) permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda, dan (3) permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagianak. Keunggulan metode role playing (bermain peran) di atas adalah keunggulan metode role playing (bermain peran) secara umum. Keunggulan metode
role playing (bermain peran) tersebut belum terbukti untuk meningkatkan kemampuan berbicara. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diterapkan metode role playing (bermain peran) dalam pembelajaran berbicara dengan sebuah penelitian eksperimen semu terhadap siswa kelas XI SMK Pasundan Garut Tahun Pelajaran 2011/2012 untuk mengetahui efektifitas metode tersebut dalam pembelajaran berbicara. Keterampilan berbicara adalah keterampilan berbahasa yang menghasilkan, memberi, atau menyampaikan. Berbicara tidak hanya sekedar
mengeluarkan bunyi-bunyi atau kata-kata. Proses berbicara adalah proses perubahan bentuk pikiran dan perasaan menjadi bentuk bunyi bahasa, menjadi bentuk tuturan. Berbicara sebagai aspek keterampilan berbahasa adalah keterampilan mengemukakan pikiran, keterampilan menyampaikan perasaan melalui bahasa lisan melalui ujaran dan tuturan. Berbicara bukan hanya cepat mengeluarkan kata-kata dari alat ucap. Akan tetapi, bagaimana menyampaikan pokok-pokok pikiran secara teratur dalam berbagai ragam bahasa sesuai dengan fungsi komunikasi (Suhendar dan Supinah, 1993: 131). Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah bertujuan agar siswa terampil berbahasa diantaranya terampil berbicara. Dalam pendidikan sekolah, pengembangan keterampilan berbicara dapat dilakukan secara terpadu. Namun, keterampilan ini menjadi materi khusus dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Keterampilan berbahasa dalam kurikulum sekolah bertujuan untuk memupuk kesantunan berkomunikasi dan kesantunan berbahasa, sebagai keterampilan yang memupuk bernalar, berasa, dan berekspresi. KAJIAN TEORI DAN METODE Pengertian Berbicara. Berbicara adalah mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan (Tarigan, 1993; 15 ). Sebagai perluasan dari batasan ini dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar ( audible ) dan yang kelihatan ( visible ) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia dikombinasikan maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Lebih jauh lagi, berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, semantik dan anguistik sedemikian ekstensif, secara luas segingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial. Dengan demikian makna berbicara itu lebih dari pada hanya sekedar pengucapan buny-bunyi atau kata-kata. Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhankebutuhan pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampir secara langsung, apakah pembicara memahami atau tidak baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak.
(Mulgrave, 1954 : 3-4 ) Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah suatu ketrampilan berbahasa yang berkembang pada seorang anak yang didahului oleh ketrampilan menyimak. Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berbicara bukan hanya sekedar mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja. Pengertian Metode Role Playing (Bermain Peran) Metode role playing (bermain peran) menurut Sanjaya (2009: 159) adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi, peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang muncul pada niasa mendatang. Sedangkan menurut Suyatno (2009: 70) metode role playing (bermain peran) adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan .memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Berdasarkan pengertian di atas dapat kita simpulkan metode role playing (bermain peran) adalah metode pembelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan serta pengkreasian peristiwa-peristiwa yang diimajinasikan dengan cara memerankan tokoh hidup atau mati. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif. Diskriptif yang digunakan peneliti adalah diskriptif. Pemilihan metode ini disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu menguji penggunaan metode role playing (bermain peran) dalam pembelajaran berbicara di satu kelas (kelas XI SMK Pasundan Garut). Adapun rancangan metode diskriptif yang digunakan peneliti adalah the one group pretest and pos-test. Rancangan ini terdiri atas satu kelompok yang telah ditentukan secara acak. Teknik Penelitian Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mentranskrip bahasa lisan (rekaman) ke dalam bahasa tulis. 2) Melakukan penskoran dan penilaian. 3) Melakukan uji prasyarat analisis (aji normalitas nilai pretes dan postes).
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 4 x 45 menit (dua kali pertemuan). Pertemuan pertama digunakan peneliti untuk melakukan kegiatan pretes di kelas yang diteliti yang dihadiri oleh 15 orang siswa. Pertemuan kedua untuk mengujicobakan metode role playing (bermain peran) dalam pembelajaran berbicara dan mengambil data postes. Pada pertemuan kedua hadir 18 siswa yang terdiri atas 15 siswa yang diteliti dan 3 siswa yang bermain peran. Setelah melaksanakan penelitian, peneliti mendapatkan hasil berupa 15 nilai keterampilan berbicara sebelum dan setelah diberi perlakuan. Setelah data terkumpul, peneliti melakukan proses penilaian, uji prasyarat analisis, dan uji hipotesis. Deskripsi Analisis Nilai Nama : farida Nurwanti Pretes Aspek yang Dinilai Hubungan isi dengan topik Kualitas Isi Kelancaran Total skor Nilai
5 √
Skala Nilai 4 3 2
1 √
√
Bobot
Skor
4 4 2
20 4 8 32 64
Bobot
Skor
4 4 2
20 12 6 38 76
Postes Aspek yang Dinilai Hubungan isi dengan topik Kualitas Isi Kelancaran Total skor Nilai
5 √
Skala Nilai 4 3 2 √ √
1
Data Nilai Pretes Pertemuan pertam dengan tujuan untuk mengukur kemampuan berpendapat siswa sebelum diterapkannya metode role playing (bermain peran) dalam pembelajaran berbicara. Pretes kemampuan berpendapat siswa dilakukan dengan memberikan dua pertanyaan yang sama kepada siswa dan siswa menjawabnya secara bergiliran. Pertanyaan yang diajukan adalah (1) jika kamu seorang pengusaha tas kemasan, produk dari plastik atau kertas yang akan kamu tawarkan kepada perusahaan butik? (2) mengapa kamu memilih menawarkan produk tersebut? Dinilai dari aspek hubungan isi dan topik dalam pelaksanaan pretes ini empat orang siswa mampu berpendapat dengan isi pendapat yang sesuai dengan topik, artinya memenuhi kriteria skor tertinggi sebesar 20. Mayoritas siswa (delapan orang) mengemukakan pendapat dengan isi yang sedikit kurang sesual dengan topik atau berkaitan tidak
langsung dengan topik. Dua siswa mengemukakan pendapat yang isinya lebih banyak tidak sesuai dengan topik. Berdasarkan data yang diperoleh setelah diolah sehingga menjadi skor diketahui skor rata-rata untuk aspek penilaian hubungan kualitas dan isi adalah 15,46 dengan skor tertinggi 20. Sesuai dengan kriteria skala penilaian yang ditetapkan skor 15,46 menunjukkan bahwa rata-rata pendapat siswa ada sedikit isi pendapat yang tidak sesuai dengan topik atau berkaitan tidak langsung dengan topik. Dinilai dari kualitas isi, skor rata-rata yang diperoleh siswa dalam pretes adalah 12 dengan skor tertinggi 20. Berdasarkan hasil pretes tidak ada siswa yang mendapatkan skor tertinggi. Skor terbesar yang diperoleh empat orang siswa adalah 16, artinya isi pendapat pada saat postes bagus dan penting tetapi tanpa disertai data atau fakta. Mayoritas juga siswa memperoleh skor 12 (delapan orang), artinya isi pendapat cukup memadai. Ada pula satu siswa yang mengungkapkan pendapat yang kurang bermutu dan tidak penting, artinya hanya memperoleh skor 4. Aspek lain yang dinilai dalam penelitian ini selain hubungan isi dan topic serta kualitas isi adalah kelancaran. Dari hasil pretes siswa memperoleh skor rata-rata 7,6. Sesuai dengan kriteria penilaian siswa rata-rata dalam berpendapat sudah lancar dan fasih meski ada beberapa gangguan yang tidak berarti. Berdasarkan hasil pretes dua orang siswa mampu mencapai skor tertinggi, artiya mampu berpendapat secara lancar dan fasih baik dari segi penguasaan isi maupun bahasa. Empat orang siswa mampu berpendapat secara lancar dan fasih namun ada beberapa gangguan yang tidak berarti. Mayoritas siswa (delapan orang) dalam berpendapat masih kurang lancara atau kurang fasih atau ada kata-kata yang mengganggu. Data Nilai Postes Pertemuan kedua dilaksanakan tanggal 13 September 2011 dengan tujuan untuk memberikan perlakuan (menerapkan metode role playing atau bermain peran dalam pembelajaran berbicara) dan mengukur kemampuan berpendapat siswa setelah diberikan perlakuan. Proses memberikan perlakuan dan postes dalam penelitian ini memang harus dilaksanakan secara bersamaan karena proses penilaian berbicara dilaksanakan langsung saat berlangsung pembelajaran berbicara dengan metode role playing (bermain peran). Berbeda dengan pelaksanaan pretes, siswa dalam pelaksanaan postes diberi pertanyaan yang beragam tetapi tetap dalam topik yang sama. Pertanyaan yang diberikan kepada siswa disampaikan melalui pemain peran.
Dinilai dan aspek hubungan isi dan topik, mayoritas siswa (sembilan orang) sudah mampu berpendapat sesuai dengan topik. Enam orang siswa lainnya mengemukakan pendapat sedikit kurang sesuai dengan topik. Namun, jika dilihat dari rata-rata skor postes untuk penilaian aspek hubungan isi dan topik yaitu 18,4 sesuai dengan kriteria penilaian yang telah ditetapkan dapat disimpulkan siswa mampu berpendapat sesuai dengan topik. Dilihat dari kualitas isi pendapat siswa pada saat postes rata-rata skor yang diperoleh adalah 13,6 dari nilai tertinggi 20. Dua orang siswa mampu mengemukakan pendapat dengan kriteria tertinggi yaitu isi pendapat penting dan disertai data atau fakta. Dua siswa lainnya mampu mengemukakan pendapat yang bagus dan penting namun tidak disertai data atau fakta. Sedangkan, mayoritas siswa (11 orang) berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditentukan hanya mendapat skor 12, artinya pendapatnya cukup memadai. Aspek lain dinilai dalam penelitian ini adalah kelancaran. Dinilai dari segi kelancaran, berdasarkan data postes rata-rata skor yang diperoleh siswa hanya 6,36 dengan skor maksimal 10. Tidak ada yang mencapai skor tertinggi. Empat orang siswa hanya mendaat skor 8, artinya dalam pengungkapan pendapatnya sudah lancar dan fasih tetapi masih ada beberapa gangguan yang tidak berarti. Mayoritas siswa (sembilan orang) dalam mengungkapakan pendapat masih kurang lancar atau kurang fasih atau ada kata-kata yang mengganggu. Bahkan dua orang siswa kurang lancar dan kurang fasih dalam pengungkapan pendapat.
Pembuktian Hipotesis Dari penelitian yang telah dilaksanakan kita memperoleh data skor rata-rata pretes dan postes ketiga aspek penilaian. Dari data tersebut kita dapat membandingkan nilai pretes dan postes untuk menganalisis penerapan metode role playing (bermain peran) dalam pembelajaran berbicara. Analisis ini pun akan dilengkapi dengan hasil pengamatan selama berlangsungnya penelitian. Kemampuan berpendapat siswa dilihat dari aspek hubungan isi dengan topik mengalami peningkatan dari 15,46 menjadi 18,40. Dengan menggunakan metode role playing (bermain peran) mayoritas pendapat siswa sesuai dengan topik. Hal tersebut karena siswa berimajinasi menjadi sosok yang diperankannya. Dalam mengembangkan imajinasi siswa, penerapan metode role playing (bermain peran) harus didukung dengan pemilihan materi yang tepat. Dinilai dari segi kualitas isi pendapat isi, nilai rata-rata sebelum dan sesudah
diberikan perlakuan terayata juga mengalami peningkatan, yaitu dari 12 menjadi 13,6. Skenario yang dibuat dalam penelitian ini (negosiasi dalam bentuk debat) dibuat untuk membantu siswa untuk meningkatkan kualitas isi pendapatnya. Pada usia pubertas seseorang mempunyai kecenderungan untuk menentang. Kemampuan berpendapat siswa dinilai dari segi hubungan isi dan topik serta kualitas isi setelah diterapkan metode role playing (bermain peran) mengalami peningkatan. Namun, dinilai dari segi kelancaran justru mengalami penurunan yaitu dari skor 7,60 menjadi 6,26. Hal ini disebabkan karena situasi yang berbeda. Pertama, dalam pelaksanaan pretes setiap siswa mendapat pertanyaan yang sama dan diberi waktu untuk memikirkan jawabannya sebelum menjawab sehingga siswa cenderung lebih tentang dan mantap dalam mengemukakan pendapatnya. Sedangkan, ketika postes pertanyaan yang diajukan beragam bahkan mungkin tidak terduga oleh siswa sebelumnya serta memerlukan jawaban segera sehingga siswa menjawab secara spontan. Pada umumnya, penarapan metode role playing (bermain peran) dalam pembelajaran berbicara sangat membantu peningkatan kemampuan berbicara khusunya berpendapat. Metode role playing (bermain peran) membantu mengembangkan imajinasi dan mengurangi rasa takut karena suasana bermain yang tercipta. SIMPULAN Berdasarkan. hasil pengolahan data dan penafsiran data, peneliti dapat mengungkapakan beberapa simpulan sebagai berikut. 1) Nilai rata-rata yang diperoleh dalam perabelajaran berbicara sebelum menggunakar metode role playing (bermain peran) adalah 69,06. Adapun nilai rata-rata yang diperoleh dalam pembelajaran berbicara sesudah menggunakan metode role playing (bermain peran) adalah 76,53. Artinya, ada peningkatan nilai 7,47 atau 10,82%. 2) Berdasarkan hasil uji kai kuadrat data penelitian baik pretes (3,331) maupun postes (6,197) diketahui bahwa X tabel lebih kecil dari nilai X hitung dengan derajat kebebasan 3 baik pada taraf signifikansi 1% (11,345) maupun 5% (7,815). Artinya, data pretes “dan postes yang diperoleh dalam penelitian ini dinyatakan berdistribusi normal dan dapat dilakukan uji hipotesis. 3) Berdasarkan hasil uji “T diperoleh nilai X hitung sebesar 3,69 yang lebih besar dari pada nilai ttabel dengan derajat kebebasan 14 baik pada taraf signifikansi 5% (2,14) maupun 1% (2,98). Dengan demikian, hipotesis yang diajukan
peneliti yakni terdapat perbedaan kemampuan mengungkapkan pendapat yang signifikan sebelum dan sesudah menerapkan metode role playing (bermain peran) pada siswa kelas XI SMK Pasundan Garut Tahun Ajaran 2011/2012. dinyatakan diterima. Artinya, penerapan
metode role ploying (bermain peran) DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. (1989). Ilmu Jiwa Anak. Bandung: Armico Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, S. (2007). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta Arsjad
M.G. (1988). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Hidayat, K et al. (1987). Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Jakarta" Rinacinta Kridalaksana, H. (2001). Kamus Linginstik Edisi Ketiga. Jakarta: Rineka Cipta
Sanjaya,
W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group
Stuart, C. (1992). Berbicara Efektif. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Sujiono, A. (2008). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Suhendar,
ME. (1993). Efektivitas Metode Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Pionir Jaya
Susilana, R. (2006). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpen FIP UPI Suyatno. (2009). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Mas Media Tarigan, H.G. (1981). Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Tarigan, H.G. (1990). Pengajaran Kompetensi Bahasa. Bandung: Angkasa